Anda di halaman 1dari 132

MEKANIKA TERAPAN

UNTUK JURUSAN TEKNIKA PELAYARAN NIAGA TINGKAT III

BP2IP TANGERANG | ATT-III | January 1, 2015

PAGE 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan buku Mekanika Terapan Untuk
Teknika ini dengan baik.

Buku ini disusun berdasarkan kurikulum dan silabus dari International Maritime
Organisation sebagaimana termuat dalam IMO Model Course 7.04 tentang Officer in Charge of
an Engineering Watch. Materi yang disusun dalam buku ini dibuat ringkas tetapi lengkap dan
disertai contoh-contoh soal dengan penyelesaiannya supaya memudahkan pembaca untuk
memahami materi.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pengajar, siswa/taruna dan para pembaca untuk
memahami dan menguasai konsep-konsep dasar mekanika maupun penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari khususnya dalam mempelajari materi-materi produktif teknika kapal.
Kritik dan saran dibuka seluas-luasnya untuk perbaikan buku ini dalam edisi mendatang.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I STATIKA ..... 1


1.1 Vektor Gaya
1.2 Resultan Gaya
1.3 Komponen Gaya
1.4 Momen Gaya
1.5 Kopel
1.6 Titik Berat dan Centroid

BAB II DINAMIKA ..... 39


2.1 Kecepatan dan Efek Perubahan Arah
2.2 Harga Sesaat
2.3 Perubahan Kecepatan
2.4 Kecepatan Relatif
2.5 Gaya Gesek

BAB III HIDROSTATIKA ..... 67


3.1 Tekanan
3.2 Hukum Pascal
3.3 Prinsip Archimedes

BAB IV HIDRODINAMIKA ..... 84


4.1 Pengertian Debit
4.2 Persamaan Kontinuitas
4.3 Asas Bernoulli
4.4 Teorema Torricelli

ii
PENGENALAN SATUAN SI DAN FAKTOR KONVERSI

Besaran pokok dan satuannya

Besaran Pokok Simbol Satuan Simbol


panjang l meter m
massa m kilogram kg
waktu t sekon s
kuat arus I Ampere A
suhu T Kelvin K
jumlah zat N mol mol
intensitas cahaya J kandela cd

Beberapa besaran turunan dan satuannya

Besaran Turunan
Rumus Satuan dan Simbol
dan Simbol
luas (A) panjang × lebar m2
volume (V) panjang × lebar × tinggi m3
massa jenis (𝜌) massa⁄ kg/m3
volume
kecepatan (v) perpindahan⁄ m/s
waktu
percepatan (𝑎) kecepatan⁄ m/s2
waktu
gaya (F) massa × percepatan kg m/s2 = Newton (N)
usaha dan energi (W) gaya × perpindahan kg m2/s2 = Joule (J)
tekanan (P) gaya kg/m.s2 = Pascal (Pa)
⁄luas
daya usaha⁄ kg m2/s3 = Watt (W)
waktu
impuls dan gaya × waktu kg m/s = N.s
momentum

Awalan satuan (Prefix of units)

Awalan Simbol Faktor Pengali Contoh


kilo k 103 atau ×1000 kilometer (km)
hekto h 102 atau ×100 hektometer (hm)
deka da 101 atau ×10 dekameter (dam)
satuan 100 atau ×1 meter (m)
desi d 10-1 atau ×0,1 desimeter (cm)
senti 𝑐 10-2 atau ×0,01 sentimeter (cm)
milli m 10-3 atau ×0,001 millimeter (mm)

iii
Awalan Simbol Faktor Pengali Contoh
12
terra T 10 atau ×1000000000000 terrameter (Tm)
giga G 109 atau ×1000000000 gigameter (Gm)
mega M 106 atau ×1000000 megameter (Mm)
kilo k 103 atau ×1000 kilometer (km)
satuan 100 atau ×1 meter (m)
milli m 10-3 atau ×0,001 millimeter (mm)
mikro 𝜇 10-6 atau ×0,000001 mikrometer (𝜇m)
nano n 10-9 atau ×0,000000001 nanometer (nm)
piko p 10-12 atau ×0,000000000001 pikometer (pm)

Faktor Konversi Satuan

Panjang
 1 nautical mile = 1,852 km = 1852 m
 1 m = 1,0936 yard = 3,281 kaki = 39,37 inci
 1 inci = 2,54 cm
 1 kaki = 12 inci = 30,48 cm
Luas
 1 m2 = 104 cm2
 1 are = 43.560 kaki2 = 4048 m2

Volume
 1 dm3 = 1 liter
 1 cc (cm3) = 1 milliliter (mL)
 1 gal = 3,786 L
Kelajuan
 1 knot = 1 mil/jam = 1,852 km/jam
1000
 1 km/jam = 3600 m/s = 0,2778 m/s
1852 𝑚
 1 knot = 1 mil/jam = 3600 𝑠 = 0,5144 m/s
Waktu
 1 jam = 60 menit = 3600 sekon
Massa
 1 ton = 1000 kg
 1 kg = 2,204 lbs
Massa jenis
 1 g/cm3 = 1000 kg/m3
Gaya
 1 N = 1 kg.m/s2 = 0,2248 pon = 105 dyne
Tekanan
 1 Pa (Pascal) = 1 N/m2
 1 bar = 105 Pa
 1 atm = 101,325 kPa = 1,01325 bar
 1 atm = 760 mmHg
 1 torr = 1 mmHg = 133,32 Pa
Energi

iv
 1 kW h = 3,6 MJ
 1 Joule = 1 N.m=1 Watt.sekon
 1 Joule = 0,24 kal
 1 Kal = 4,1840 J
 1 Btu = 1054,35 J
 1 erg = 10-7 J
Daya
 1 watt = 1 Joule/sec = 0,86 kcal/h
 1 daya kuda (HP) = 745,7 W
 1 W = 1,341 x 10-3 HP

Konstanta-Konstanta penting

Jenis Konstanta Simbol Nilai


Konstanta gravitasi G 6,672 × 10-11 N.m2/kg2
Percepatan gravitasi bumi 𝑔 9,81 m/s2
Massa jenis/densitas udara 𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 1,22 kg/m3
Massa jenis/densitas air tawar 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑡𝑎𝑤𝑎𝑟 1000 kg/m3
Massa jenis/densitas air laut 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑎𝑢𝑡 1025 kg/m3
Massa jenis/densitas besi 𝜌𝑏𝑒𝑠𝑖 7.860 kg/m3
Massa bumi M 5,98 × 1024 kg

v
BAB I STATIKA

Statika adalah bahasan dalam fisika yang mempelajari tentang sistem gaya dalam keadaan
benar-benar diam.

1.1 Vektor Gaya


Gaya, simbol F, adalah tarikan atau dorongan yang merubah keadaan benda yang diam atau
benda yang bergerak dengan kecepatan tetap. Satuan gaya adalah Newton. Satu Newton
adalah gaya yang apabila dikenakan pada benda 1 kg menyebabkan benda tersebut
mengalami percepatan sebesar 1 m/s2.

Untuk menjelaskan mengenai gaya, besar dan arahnya harus ditentukan. Sehingga gaya
termasuk besaran vektor yaitu besaran yang memiliki nilai dan arah. Vektor digambarkan
dengan garis panah berskala. Dalam hal vektor gaya panjang garis menyatakan besar gaya
dan arah panah menyatakan arah garis kerja gaya.

12,5 N
20 N 15 N

Gaya 12,5 N
Gaya 20 N bekerja Gaya 15 N bekerja dengan
dengan arah ke bekerja dengan arah ke Barat
Timur Laut arah ke Selatan

Gambar 1.1 Beberapa vektor yang menggambarkan gaya.

1.2 Resultan Gaya


Resultan dari beberapa gaya adalah sebuah gaya yang menghasilkan efek yang sama jika
menggantikan gaya-gaya tersebut. Gambar 1.2 menunjukkan tiga gaya yang nilainya 5, 10
dan 8 N menarik benda dengan arah yang sama. Diperoleh resultan gayanya adalah 23 N
dalam arah yang sama. Ini adalah kasus sederhana berupa gaya-gaya sejajar yang mana
resultan gaya diperoleh dengan penjumlahan aljabar biasa.

8N
8N 5N 10 N
5N 10 N Resultan = 8 + 5 + 10 = 23 N

Diagram ruang Diagram vektor

Gambar 1.2 Resultan gaya

MEKANIKA TERAPAN 1
Diagram ruang menggambarkan sistem gaya, sedangkan diagram vektor menggambarkan
vektor-vektor secara berskala dan dihubungkan dari ujung ke ujung.

Untuk menghitung resultan dari gaya-gaya yang arahnya tidak sejajar digunakan metode
poligon gaya. Setiap vektor digambar dengan skala persis sesuai dengan besar dan arahnya,
kemudian pangkal vektor kedua diletakkan pada ujung vektor pertama, pangkal vektor
ketiga diletakkan pada ujung vektor kedua, demikian seterusnya. Vektor resultan diperoleh
dengan menarik garis dari pangkal vektor pertama dan ujung vektor terakhir.

8N 8N
10 N 23°
10 N
5N
5N

Diagram ruang Diagram vektor

Gambar 1.3 Menentukan resultan gaya

Equilibrant

Equilibrant adalah gaya tunggal yang apabila ditambahkan ke suatu sistem gaya akan
menyebabkan benda dalam keseimbangan. Dengan kata lain equilibrant akan menetralkan
gaya-gaya lain.

8N 8N
10 N
10 N 8N
5N
5N 10 N
5N

Diagram ruang Diagram vektor

Gambar 1.4 Menggambarkan equilibran

Segitiga Gaya

Jika tiga gaya bekerja pada suatu titik dalam keadaan setimbang, diagram vektor yang
digambarkan dengan skala merepresentasikan gaya dalam nilai dan arah, akan berbentuk
segitiga tertutup.

MEKANIKA TERAPAN 2
a

60° 60°
50° C
B A Diagram
c 400 N
vektor
Beban
400 N 50°

Diagram ruang
b

Gambar 1.5 Segitiga gaya

Poligon Gaya

Jika beberapa gaya bekerja pada sebuah titik berada dalam kesetimbangan, maka diagram
vektor yang digambarkan dengan skala merepresentasikan gaya dalam nilai dan arah, akan
berbentuk poligon tertutup.

8N
10 N
8N
5N
10 N
5N

Diagram ruang Diagram vektor

Gambar 1.6 Poligon gaya

Kedua teorema di atas pada dasarnya sama, kecuali bahwa segitiga gaya berlaku hanya
untuk sistem tiga gaya sedangkan poligon gaya untuk gaya yang lebih dari tiga.

Gaya Concurrent dan Gaya Coplanar Parallel

Garis-garis aksi dari 3 gaya coplanar (sebidang) dalam keseimbangan, atau sejumlah gaya
dalam kesetimbangan yang mana dapat direduksi menjadi 3 gaya, pasti akan bertemu pada
titik yang sama atau paralel satu dengan lainnya.

MEKANIKA TERAPAN 3
4N
6N

10 N

Gambar 1.7 Gaya concurrent dan gaya coplanar parallel

Notasi Bow

Metode ini untuk mendefinisikan gaya dalam sistem gaya dengan memberikan huruf pada
ruang dalam diagram ruang dengan huruf kapital A, B, C dst. Sehingga masing-masing gaya
dapat dinyatakan oleh dua huruf dari dua ruang yang terpisah gaya, seperti gaya AB, gaya
BC dan seterusnya.

A B b
E C
D Diagram
d
vektor
a

Diagram ruang
e

Gambar 1.8 Notasi Bow untuk menentukan diagram ruang dan diagram vektor

Vektor masing-masing gaya dalam diagram vektor diberi label dengan huruf kecil pada
pangkal dan ujung vektor seperti ab, bc, dst.

1.3 Komponen Gaya


Gaya dapat diuraikan menjadi komponen vertikal dan horizontal
• FX adalah komponen gaya horisontal, sejajar sumbu x
• FY adalah komponen gaya vertikal, sejajar sumbu y

MEKANIKA TERAPAN 4
Gambar 1.9 Komponen horisontal dan vertikal gaya

𝐹𝑥 = 𝐹 cos 𝜃

𝐹𝑦 = 𝐹 sin 𝜃

Contoh:

Sebuah benda ditarik dengan gaya 100 N yang kemiringannya 60o terhadap horisontal.
Tentukan komponen-komponen rectanguler gaya!

100 N

60°

Penyelesaian:

𝐹𝑥 = 𝐹 cos 𝜃 = 100 𝑁 × cos 60 = 100 𝑁 × 0,5 = 50 𝑁

𝐹𝑦 = 𝐹 sin 𝜃 = 100 𝑁 × sin 60 = 100 𝑁 × 0,866 = 86,6 𝑁

MEKANIKA TERAPAN 5
Penjumlahan Dua Vektor Dengan Aturan Cosinus

A
R
𝛼
B

B
𝛼 R

Gambar 1.10 Resultan dua gaya dengan metode jajaran genjang

Dua buah gaya A dan B bekerja pada satu titik membentuk sudut 𝛼, maka resultan gaya R
dapat diperoleh dengan persamaan,

𝑅 = √𝐴2 + 𝐵 2 + 2. 𝐴. 𝐵. cos 𝛼

Aturan Segitiga Sinus

c
A B

b a
C

Gambar 1.11 Aturan segitiga sinus

Sebuah segitiga memiliki sisi A, B dan C, berhadapan dengan sudut a, b dan c, maka berlaku
prinsip segitiga sinus sebagai berikut:
𝐴 𝐵 𝐶
= =
sin 𝑎 sin 𝑏 sin 𝑐

MEKANIKA TERAPAN 6
Contoh Penerapan

1. Tali Sling
Dua buah tali disambung kemudian kedua ujung tali dipasang pada suatu atap,
kemudian diberi beban 400 N seperti gambar di bawah. Jika tali membentuk sudut
50o dan 60o terhadap vertikal, hitunglah besar gaya tarikan pada masing-masing tali!

Jawab:
Pertama kita gambarkan dalam diagram ruang kemudian kita buat diagram
vektornya dengan Notasi Bow.

60° 60°
50° C
B A Diagram
c 400 N
vektor
Beban
400 N 50°

Diagram ruang
b

Gambar 1.12 Diagram ruang dan diagram vektor pada tali sling

Untuk menghitung gaya-gaya, kita hitung terlebih dahulu sudut acb (di depan
vektor gaya 400 N)

Sudut acb = 180 – (60 + 50) = 70o

Kemudian menggunakan aturan segitiga sinus kita hitung gaya pada tali ac,
𝑎𝑐 400
=
sin 50𝑜 sin 70𝑜
400 × 0,766
𝑎𝑐 =
0,9397
= 326 𝑁

Gaya pada tali bc,


𝑏𝑐 400
𝑜
=
sin 60 sin 70𝑜
400 × 0,866
𝑏𝑐 =
0,9397

MEKANIKA TERAPAN 7
= 368,6 𝑁

Jadi gaya pada tali AC = 326 N, dan gaya pada tali BC = 368,6 N.

2. Jib Crane
Sudut antara jib dan tiang vertikal (vertical post) pada JIB Crane adalah 42o, dan
antara tie dan jib sudutnya 36o. Hitunglah gaya pada jib dan tie ketika benda
bermassa 3,822 . 103 kg dibebankan pada kepala crane!

Tie

Jib

Post

Gambar 1.13 JIB crane

Kita gambarkan diagram ruang dan diagram vektor dengan Notasi Bow,

Gambar 1.14 Diagram ruang dan diagram vektor dengan

MEKANIKA TERAPAN 8
Notasi Bow pada jib crane.

Berdasarkan diagram vektor,

Sudut cab = 180° - (42° + 36°) = 102°

Menggunakan aturan segitiga sinus,


Gaya pada JIB 37,5
=
sin 102° sin 36°
37,5 × 0,9781
Gaya pada JIB =
0,5878
= 62,38 kN
Gaya pada TIE 37,5
=
sin 42° sin 36°
(37,5 × 0,6691)
Gaya pada TIE = ⁄0,5878 = 42,69 kN

3. Mekanisme Torak Mesin (Reciprocating Engine Mechanism)

Connecting rod dan crank pada torak mesin mengkonversi gerak bolak-balik pada
piston menjadi gerak rotasi pada sumbu crank. Berdasarkan gambar di bawah dan
dengan melihat pertemuan gaya pada crosshead, bagian bawah lengan piston
menekan secara vertikal turun pada crosshead. Dorongan connecting road muncul
sebagai gaya hambat ke atas dengan kemiringan 𝜙, dan gaya pada guide merupakan
sebuah gaya horisontal untuk menyeimbangkan komponen horisontal dari dorongan
connecting road.

MEKANIKA TERAPAN 9
Gambar 1.15 Sistem gaya pada thorak mesin

Karena gaya piston selalu bekerja secara vertikal, dan gaya guide selalu horisontal.
Vektor diagram gaya-gaya pada crosshead selalu berbentuk segitiga yang menyudut
ke kanan. Catat bahwa sudut antara Top Dead Centre (pusat garis mesin) dan
connecting road adalah 𝜙 dalam diagram ruang, adalah sama dengan sudut antara
gaya piston dan gaya dalam connecting road dalam diagram vektor.

Contoh Soal:

Piston pada torak mesin mendorong dengan gaya 160 kN pada crosshead ketika
crank 35o dari Pas Top Dead Centre. Jika langkah pada piston adalah 900 mm dan
panjang connecting road adalah 1,65 m, hitunglah gaya pada crosshead guide dan
gaya pada connecting rod!

Penyelesaian:

Berdasarkan diagram ruang,

Panjang crank = ½ × langkah = 0,45 m

Panjang connecting rod = 1,65 m

Sudut crank terhadap Top Death Center (TDC) = 𝜃 = 35°

Menggunakan aturan segitiga sinus

MEKANIKA TERAPAN 10
0,45 1,65
=
sin 𝜙 sin 35°
0,45 × 0,5736
sin 𝜙 =
1,65
= 0,1564

𝜙 = sin−1 0,1564

= 9°

Berdasarkan diagram vektor,

𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝜙 = 9°
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝐺𝑢𝑖𝑑𝑒
tan 𝜙 =
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝑃𝑖𝑠𝑡𝑜𝑛

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐺𝑢𝑖𝑑𝑒 = 160 × tan 9°

= 25,34 𝑘𝑁
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑖𝑠𝑡𝑜𝑛
cos 𝜙 =
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑎𝑑𝑎 𝐶𝑜𝑛𝑛𝑒𝑐𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑜𝑎𝑑
160
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐶𝑜𝑛𝑛𝑒𝑐𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑅𝑜𝑎𝑑 =
cos 9°
= 162 𝑘𝑁

1.4 Momen Gaya

Gaya tidak hanya cenderung untuk menggerakan benda tetapi juga untuk memutar benda.
Ukuran keefektifan sebuah gaya yang bekerja pada suatu benda untuk memutar benda
tersebut terhadap suatu poros tertentu disebut momen gaya atau torsi.

𝑙
O A

90°
𝐹

Gambar 1.16 Torsi atau momen gaya

MEKANIKA TERAPAN 11
Perhatikan gambar di atas! Sebuah gaya 𝐹 digunakan untuk memutar sebuah batang pada
jarak 𝑙 dari sumbu putar O. Arah gaya tegak lurus lengan gaya 𝑙. Maka besarnya momen gaya
tergantung pada besar gaya 𝐹 dan panjang lengan momen 𝑙, dirumuskan dengan persamaan

Momen gaya = gaya × lengan momen

𝜏 = 𝐹. 𝑙

Lengan momen (𝑙) merupakan panjang garis yang ditarik dari titik poros O sampai
memotong tegak lurus garis kerja vektor gaya 𝐹.

Terkadang gaya disimbolkan juga dengan huruf P, maka momen gaya kadang dirumuskan

𝜏 = 𝑃. 𝑙

Torsi 𝛕 termasuk besaran vektor yang memiliki nilai dan arah. Arah momen gaya mengikuti
aturan putaran tangan kanan.
𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑟𝑠𝑖 𝛕

𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝐅

Gambar 1.17 Arah momen gaya mengikuti aturan putaran tangan kanan

Dilihat dari atas, jika arah putaran keempat jari/arah gaya berlawanan arah putaran jarum
jam, maka torsi bertanda positif (+), sebaliknya jika arah putaran keempat jari searah jarum
jam, maka torsi bertanda negatif ( - ).

Momen gaya total pada suatu benda yang disebabkan oleh dua buah gaya atau lebih yang
bekerja terhadap suatu poros, dirumuskan sebagai berikut

Σ𝜏 = 𝜏1 + 𝜏2 + ⋯ + 𝜏𝑛

Keseimbangan Rotasi (Rotational Equilibrum)

Ketika sebuah benda dikenai beberapa gaya berada dalam kesetimbangan rotasi, jumlah
momen gaya searah jarum jam terhadap suatu titik adalah sama dengan jumlah momen gaya
berlawanan arah jarum jam terhadap titik yang sama.

MEKANIKA TERAPAN 12
Sebagai contoh perhatikan gambar berikut!

𝐹2

𝑙2
𝑙3 O
𝑙1
𝐹3 𝐹1
𝑙4

𝐹4

Gambar 1.18 Sebuah benda dikenai beberapa gaya berada dalam kesetimbangan rotasi

Perhatikan gaya-gaya sebidang 𝐹1 , 𝐹2 , 𝐹3 dan 𝐹4 bekerja bersama-sama pada sebuah benda


dan menjaga benda tetap pada kesetimbangan. AA adalah sumbu yang mana benda dapat
berputar. 𝑙1, 𝑙2 , 𝑙3 dan 𝑙4 adalah jarak masing-masing gaya tegak lurus terhadap O.

Momen gaya dari gaya-gaya tersebut adalah:


Momen gaya 𝐹1 adalah 𝜏1 = 𝐹1 × 𝑙1, searah jarum jam (-)
Momen gaya 𝐹2 adalah 𝜏2 = 𝐹2 × 𝑙2 , berlawanan arah jarum jam (+)
Momen gaya 𝐹3 adalah 𝜏3 = 𝐹3 × 𝑙3 , searah jarum jam (-)
Momen gaya 𝐹4 adalah 𝜏4 = 𝐹4 × 𝑙4, berlawanan arah jarum jam (+)

Resultan momen-momen gaya ini adalah sama dengan penjumlahan aljabar dari semua
momen gaya disekitar O.

Momen gaya resultan Σ𝜏 = 𝜏1 + 𝜏2 + 𝜏3 + 𝜏4


= −𝐹1 𝑙1 + 𝐹2 𝑙2 − 𝐹3 𝑙3 + 𝐹4 𝑙4

Karena benda berada dalam keseimbangan rotasi, maka berdasarkan prinsip momen,
momen resultan pastilah nol.
−𝐹1 𝑙1 + 𝐹2 𝑙2 − 𝐹3 𝑙3 + 𝐹4 𝑙4 = 0

𝐹1 𝑙1 + 𝐹3 𝑙3 = 𝐹2 𝑙2 + 𝐹4 𝑙4

Jika sistem berada pada keseimbangan rotasi maka:


Jumlah momen gaya berlawanan arah jarum jam = jumlah momen gaya searah jarum jam

MEKANIKA TERAPAN 13
∑𝜏𝑐𝑙𝑜𝑐𝑘𝑤𝑖𝑠𝑒 = ∑𝜏𝑎𝑛𝑡𝑖𝑐𝑙𝑜𝑐𝑘𝑤𝑖𝑠𝑒

Kondisi Kesetimbangan Untuk Benda-Benda di Bawah Pengaruh Gaya-Gaya


Sebidang Non-Concurrent (Tidak Bertemu pada Satu Titik)

Ketika sebuah benda di bawah pengaruh sistem gaya sebidang non-concurrent, maka benda
mungkin akan berputar ke arah resultan momen sistem gaya, atau mungkin benda akan
bergerak secara horisontal atau vertikal ke arah komponen gaya vertikal dan horisontal.
“Benda dapat berada dalam kesetimbangan jika jumlah aljabar semua gaya luar dan momen
gaya terhadap suatu titik pada bidang tersebut adalah nol ”.

Secara matematik, kondisi kesetimbangan dapat dinyatakan sebagai berikut:

∑ 𝐻 = 0 (jumlah semua komponen gaya horisontal nol)


∑ 𝑉 = 0 (jumlah semua komponen gaya vertikal nol)
∑ 𝜏 = 0 (jumlah semua momen gaya nol)

Ketika gaya-gaya sebidang bertemu pada suatu titik, sistem gaya disebut dengan sistem
gaya sebidang concurrent. Sistem ini akan setimbang jika memenuhi kondisi ∑ 𝐻 = 0 dan
∑ 𝑉 = 0.

Ketika gaya-gaya sebidang tidak bertemu pada suatu titik sistem disebut dengan sistem gaya
sebidang non-concurrent. Sistem ini akan seimbang jika semua dari ketiga kondisi
kesetimbangan terpenuhi ∑ 𝐻 = 0, ∑ 𝑉 = 0 dan ∑ 𝜏 = 0.

Kondisi ∑ 𝐻 = 0 dan ∑ 𝑉 = 0 meyakinkan bahwa sistem tidak direduksi menjadi gaya


tunggal dan kondisi ∑ 𝜏 = 0 meyakinkan bahwa sistem tidak berubah menjadi sebuah kopel.
Pada kasus sistem gaya sebidang non-concurrent ∑ 𝜏 bisa sama dengan nol tetapi sistem
belum tentu setimbang karena titik dimana momen gaya diambil mungkin berada pada garis
aksi dari resultan gaya. Maka pada kasus ini, semua dari tiga kondisi kesetimbangan harus
terpenuhi.

Teorema Varignon

“Jumlah aljabar dari momen dua gaya terhadap titik manapun pada bidang mereka sama
dengan momen gaya dari resultan 2 gaya tersebut terhadap suatu titik”.

Contoh:
Kasus 1: Ketika dua gaya bertemu pada satu titik.

MEKANIKA TERAPAN 14
Gambar 1.19 Gaya P dan Q bekerja pada titik A

Gambar 1.19 menunjukkan gaya P dan Q bekerja pada titik A. besarnya P dinyatakan oleh
AB dan Q dinyatakan oleh AD. Dengan metode jajaran genjang diperoleh AC yang
menyatakan resultan R dari P dan Q.

Ambil titik manapun O pada bidang gaya P dan Q dan dalam garis CD sebagaimana pada
gambar. Gabungkan OB dan OA

Momen gaya P terhadap O = 2 ∆OAB


Momen gaya Q terhadap O = 2 ∆OAD
Momen gaya R terhadap O = 2 ∆OAC

Tetapi luas ∆OAB = luas ∆ABC = luas ∆ACD


Penjumlahan aljabar momen gaya dari gaya P dan Q = 2 ∆OAB + 2 ∆OAD
= 2 ∆ACD + 2 ∆OAD
(Substitusi ∆ACD untuk + ∆OAB yang sama)
= 2 ∆ACD + 2 ∆OAD
= 2 (∆ACD + ∆OAD)
= 2 ∆OAC
= momen gaya R terhadap O

Catatan: berdasarkan gambar 1.20 tinjau gaya P yang dapat dinyatakan dalam besar dan
arah oleh garis AB. Tentukan O menjadi titik yang mana momen gaya dari gaya ini
ditentukan.

Gambar 1.20 Momen gaya dari gaya P terhadap titik O adalah AB × OM = 2 ∆AOB

Gambar OM tegak lurus terhadap AB dan gabungkan OA dan OB.


Sekarang momen gaya dari gaya P terhadap O = P × OM
=AB × OM

MEKANIKA TERAPAN 15
Tetapi AB × OM adalah sama dengan dua kali luas segitiga OAB karena secara geometri
luas segitiga ini sama dengan (AB × OM)/2

Jadi momen gaya dari gaya P terhadap titik O adalah AB × OM = 2 ∆AOB

Kasus 2: ketika dua gaya sejajar satu sama lain.


Ambil P dan Q menjadi dua gaya sejajar sebagaimana gambar 1.21.

Gambar 1.21 Gaya P dan Q menjadi dua gaya sejajar

Gambar garis AB tegak lurus terhadap gaya P dan Q sehingga bertemu pada titik A dan B.
Letakkan titik sembarang O pada bidang kedua gaya pada garis AB. Resultan gaya P dan Q
akan menjadi R yang mana sama dengan jumlah gaya P dan Q. Buatlah resultan ini bekerja
melalui sebuah titik C pada AB sehingga

Q × CB = P × CA

Jumlah momen dari gaya P dan Q terhadap O


= P × OA + Q × OB
= P(OC + CA) + Q(OC-CB)
= (P + Q) OC + P × CA - Q × CB
ingat karena Q × CB = P × CA, maka:
= (P + Q) OC
= Momen gaya R terhadap O

Catatan: Teorema Varignon dapat diaplikasikan pada kasus dimana dua gaya menghasilkan
resultan tunggal dan tidak dapat diaplikasikan ketika gaya membentuk kopel karena
resultan gaya pada kopel adalah nol.

1.5 Kopel

MEKANIKA TERAPAN 16
Kopel adalah pasangan dua gaya yang besarnya sama namun arahnya berlawanan bekerja
pada sebuah benda dengan syarat bahwa garis aksi kedua gaya tidak pada satu garis lurus.

Gambar 1.22 Kopel

Efek ketika kopel bekerja pada benda tegar adalah benda akan berotasi tanpa berpindah
pada sumbunya. Jarak tegak lurus antara garis aksi dari dua gaya pembentuk kopel disebut
lengan kopel. Kemudian pada gambar 1.22 dua gaya yang besarnya sama P dan Q bekerja
pada titik A dan B dalam arah berlawanan membentuk kopel dengan AB sebagai lengan
kopel.

Momen dari sebuah kopel atau sering disebut torque sama dengan perkalian salah satu gaya
pembentuk kopel dengan lengan kopel.

Berikut adalah contoh-contoh kopel dalam kehidupan sehari-hari


1. Pembuka dan penutup keran air. Dua gaya pembentuk kopel seperti ditunjukkan
pada gambar 1.23
2. Pemutar tutup pen
3. Membuka tutup botol
4. Pembuka mur baut
5. Stir mobil (seperti ditunjukkan pada gambar 1.24)

Gambar 1.23 Keran air Gambar 1.24 Roda stir mobil

Sifat Kopel
1. Penjumlahan aljabar momen-momen gaya pembentuk kopel terhadap titik manapun
pada bidang yang sama selalu tetap.

MEKANIKA TERAPAN 17
Perhatikan dua gaya sejajar dan berlawanan arah dengan besar P masing-masing
membentuk kopel P × AB dimana titik A dan B adalah titik dimana gaya P dan P bekerja.
Perdasarkan gambar 1.25 (a)

Gambar 1.25 Penjumlahan aljabar momen-momen gaya pembentuk kopel terhadap


titik manapun pada bidang yang sama selalu tetap

Momen gaya terhadap O = P × OB - P × OA


= P(OB - OA)
= P × AB

Berdasarkan gambar 1.25 (b)


Momen gaya terhadap O = P × OB + P × OA
= P(OB + OA)
= P × AB

Berdasarkan Gambar 1.25 (c)


Momen gaya terhadap O = P × OA - P × OB
= P(OA - OB)
= P × AB

Pada semua dari ketiga kasus, kita temukan bahwa jumlah momen pada masing-masing
kasus tidak tergantung pada letak titik O, dan hanya tergantung pada konstanta lengan
kopel, sehingga “jumlah aljabar momen gaya pembentuk kopel terhadap titik manapun pada
bidang yang sama adalah tetap”.

2. Setiap ada dua kopel yang momen dan arahnya sama, pada bidang yang sama efek-efek
mereka adalah ekuivalen. (Any two couples of equal moments and sense, in the same plane
are equivalent in their effect).

MEKANIKA TERAPAN 18
3. Dua kopel bekerja pada sebuah tempat di atas benda tegar yang mana momen-momennya
sama tetapi arahnya berlawanan, setimbang satu sama lain. (Two couple acting in one
place upon a rigid body whose moments are equal but opposite in sense, balance each
other).
4. Sebuah gaya bekerja pada benda tegar dapat diganti dengan gaya yang sama seperti gaya
yang bekerja pada titik lain dan sebuah kopel yang mana momennya sama dengan momen
gaya terhadap titik dimana gaya yang sama bekerja. (A force acting on a rigid body can be
replaced by an equal like force acting at any other point and a couple whose moment
equals the moment of the force about the point where the equal like force is acting).
5. Beberapa kopel sebidang adalah ekuivalen dengan sebuah kopel single yang momennya
sama terhadap jumlah aljabar momen-momen dari setiap kopel. (Any number of coplanar
couples are equivalent to a single couple whose moment is equal to the algebraic sum of
the moments of the individual couples).

Aplikasi Teknik Momen Gaya

Beberapa aplikasi teknik penting dari momen-momen diantaranya adalah:


1. Tuas/ Pengungkit
2. Timbangan
3. Tower Crane
4. Lever Safety Valve (Tuas Katup Pengaman)

1. Tuas/Pengungkit
Tuas didefinisikan sebagai besi tegar, lurus atau melengkung yang dapat berputar
disekitar titik tetap yang disebut titik tumpu. Tuas bekerja berdasarkan prinsip momen
bahwa ketika tuas berada dalam keseimbangan, jumlah aljabar momen-momen gaya
terhadap titik tumpu adalah nol.

Gambar 1.26 Prinsip tuas

MEKANIKA TERAPAN 19
Gambar 1.27 Prinsip tuas menggambarkan sebuah besi linggis digunakan untuk
memindahkan kayu berat

Berdasarkan gambar 1.26:


Lengan kuasa adalah jarak antara titik tumpu dengan garis aksi gaya kuasa. Lengan beban
adalah jarak antara titik tumpu dengan titik dimana beban bekerja. Prinsip momen dapat
diaplikasikan ketika tuas berada dalam keseimbangan.

Momen terhadap titik F


𝑃×𝑎 =𝑊×𝑏

Keuntungan mekanis tuas


𝑊 𝑎 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑢𝑎𝑠𝑎
𝐾𝑀 = = =
𝑃 𝑏 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛

𝐾𝑢𝑎𝑠𝑎 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑢𝑎𝑠𝑎 = 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 × 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛

Ini disebut prinsip tuas. Gambar 1.27 menggambarkan sebuah besi linggis digunakan untuk
memindahkan kayu berat dengan menggunakan kuasa yang kecil dengan meletakkan titik
tumpu pada tempat yang tepat.

Contoh:
Seorang pria dan anak mengangkat beban 300 N dengan menggunakan batang yang
panjangnya 2 m dan beratnya 100 N. pria dan anak mengangkat pada ujung-ujung batang,
sedangkan beban diletakkan diantara pria dan anak. Dimana beban harus diletakkan supaya
pria memikul beban dua kali beban yang dipikul anak?

Penyelesaian:

MEKANIKA TERAPAN 20
Gambar 1.29

Berdasarkan gambar 1.29. berat batang bekerja pada pusat G. Ambil beban yang dipikul W
dan beban yang dipikul pria 2W.

Ketika berat 300 N bekerja pada jarak x meter dari pria.

Σ𝑉 = 0
𝑊 + 2𝑊 = 300 + 100 = 400
𝑊 = 133,3 𝑁

Dengan mengambil momen gaya terhadap titik A (anak)

2𝑊 × 2 = 300(2 − 𝑥) + 100 × 1
4𝑊 = 600 − 300𝑥 + 100
4 × 133,3 = 700 − 300𝑥
533,2 = 700 − 300𝑥
300𝑥 = 166,8
𝑥 = 0,556 𝑚

Contoh:
Hitunglah kuasa yang diperlukan pada ujung batang besi yang beratnya 100 N dan panjang
6 meter untuk mengangkat beban 1500 N pada ujung lain. Titik tumpu dijaga berada pada
jarak 4,5 m dari ujung dimana kuasa diberikan.
Penyelesaian:

Berdasarkan gambar 1.33. ini adalah tuas tipe 1 dimana titik tumpu berada diantara W dan
P.

MEKANIKA TERAPAN 21
Gambar 1.33

Dengan mengambil momen gaya terhadap titik tumpu F

𝑃 × 4,5 + 100 × 1,5 = 1500 × 1,5

𝑃 × 4,5 + 150 = 2250

𝑃 = 466,6 𝑁

2. Tuas Katup pengaman (Lever Safety Valve)


Tuas katup pengaman adalah sebuah pengganjal boiler yang tujuannya untuk menjaga
tekanan dalam boiler tetap berada pada tingkat yang aman dan untuk melepaskan tekanan
udara ketika tekanan meningkat melewati batas aman.

Gambar 1.28 Lever safety valve

Berdasarkan gambar 1.28. ini terdiri dari katup V kuat yang terhubung dengan tuas FA, yang
mana titik tumpu adalah pada F. Pada ujung A, sebuah beban w digantung yang mana akan
memberikan momen pada katup untuk menjaganya tetap berada pada tempatnya melawan
tekanan uap dari bawah, yang mana memberikan momen yang berlawanan terhadap titik
tumpu F. Segera setelah momen akibat tekanan uap meningkat, katup terangkat ke atas dari
dudukannya dan melepaskan tekanan uap ke atmosfir. Ketika tekanan uap di dalam boiler
turun menuju nilai aman katup otomatis menempati dudukannya dan menghentikan
keluarnya uap lebih lanjut.

Ambil 𝑤𝐿 = berat tuas (bekerja pada pusat gravitasi G)


𝑤𝑉 = berat katup
𝑤 = berat beban di ujung A
𝑝 = intensitas aman tekanan uap
𝐴 = luas katup (= 𝜋⁄4 𝑑 2 dimana 𝑑 adalah diameter katup)

Untuk menghitung besarnya beban w yang mana akan pertama menjaga katup pada
dudukannya melawan tekanan uap, mari kita ambil momen terhadap titik tumpu F,

𝑤 × 𝐴𝐹 + 𝑤𝐿 × 𝐺𝐹 + 𝑤𝑉 × 𝑉𝐹 = 𝑝 × 𝐴 × 𝑉𝐹

MEKANIKA TERAPAN 22
𝑉𝐹(𝑃 × 𝐴 − 𝑤𝑉 ) − 𝑤𝐿 × 𝐺𝐹
𝑤=
𝐴𝐹

Karena semua besaran kecuali w dan AF diketahui, maka w dapat dihitung kemudian. Dan
reaksi pada 𝐹 = 𝑝 × 𝐴 − 𝑤𝐿 − 𝑤𝑉 − 𝑤. Reaksi ini akan bekerja ke arah bawah ketika
tekanan uap adalah lebih besar dan ke arah atas ketika ini lebih kecil dari pada gaya-gaya ke
bawah lainnya.

Resultan Sistem Gaya Coplanar (Sebidang), Non-Concurrent Non-Paralel

(i) Besar, arah dan letak resultan sistem gaya sebidang, non-concurrent, non-paralel dapat
diperoleh secara analitis dengan persamaan
𝑅 = √(Σ𝐻)2 + (Σ𝑉)2
Dimana:
Σ𝐻 = jumlah aljabar komponen horisontal semua gaya
Σ𝑉 = jumlah aljabar komponen vertikal semua gaya

(ii) Arah resultan gaya ditentukan dengan menggunakan persamaan

Σ𝑉
tan 𝛼 =
Σ𝐻

(iii) Letak resultan ditentukan dengan mengambil momen dari semua komponen tegak
lurus gaya terhadap sebuah titik pada bidangnya dan persamaan jumlah aljabar
momen-momen dari semua gaya dengan resultan menggunakan persamaan.

Momen gaya resultan R terhadap titik = jumlah aljabar komponen tegak lurus dari
semua gaya.

Contoh:

Gaya 1P, 3P, -4P masing-masing bekerja pada sisi-sisi segitiga samasisi dengan sisi 20 mm
digambar pada lapisan tipis padat. Hitunglah besar, arah dan letak resultan gaya-gaya
tersebut.

Penyelesaian:

Berdasarkan gambar dibawah

MEKANIKA TERAPAN 23
Penyelesaian gaya-gaya horisontal:

∑𝐻 = −1𝑃 cos 60° + 3𝑃 + 4𝑃 cos 60° = −0,5𝑃 + 3𝑃 + 2𝑃 = 4,5𝑃

Penyelesaian gaya-gaya vertikal:

∑𝑉 = −1𝑃 sin 60° − 4𝑃 sin 60° = −4,33𝑃

Resultan gaya,

𝑅 = √(∑𝐻)2 + (∑𝑉)2 = √(4,5𝑃)2 + (−4,33𝑃)2 = 6,24𝑃

Arah resultan 𝜃,
∑𝑉 −4,33𝑃
tan 𝜃 = = = −0,962
∑𝐻 4,5𝑃

𝜃 = tan−1(−0,962) = −43,9° terhadap horisontal

Letak resultan gaya,

Ambil x = jarak tegak lurus antara B dan garis gaya resultan.

Sekarang, ambil momen disekitar B, kita peroleh

∑𝑀𝐵 ∶ 6,24𝑃 × 𝑥 = 𝑃 × 0 + 3𝑃 × 0 + 4𝑃 × sin 60 ∘

𝑥 = 11,1 𝑚𝑚

∑𝐻 (+)𝑑𝑎𝑛 ∑𝑉 (−) mengindikasikan


bahwa sudut 𝜃 terletak pada kuadran
ke-4

MEKANIKA TERAPAN 24
Contoh:
Empat gaya yang nilainya 10 N. 20 N, 30 N dan 40 N garis gayanya bekerja sepanjang
keempat sisi persegi ABCD, seperti gambar 3.33. hitunglah besar, arah dan posisi resultan
gaya.

Gambar 1.30

Penyelesaian:
Besarnya resultan gaya R
Penyelesaian semua komponen gaya horisontal
Σ𝐻 = 10 − 30 = −20 𝑁
Dan penyelesaian semua komponen vertikal
Σ𝑉 = 20 − 40 = −20 𝑁
Sekarang, resultan gaya
𝑅 = √(Σ𝐻)2 + (Σ𝑉)2
𝑅 = √(−20)2 + (−20)2
= 28,28 𝑁

Untuk menghitung arah resultan gaya

Gambar 1.31

Ambil 𝜃 = sudut yang dibentuk resultan terhadap horisontal

MEKANIKA TERAPAN 25
Σ𝑉 −20
tan 𝜃 = = =1
Σ𝐻 −20
𝜃 = 45°

Karena 𝜃 terletak antara sudut 180° dan 270°

Jadi sudut aktual 𝜃 = 180° + 45° = 225°

Posisi resultan gaya:


Ambil x = jarak tegak lurus antara A dan garis resultan gaya.

Sekarang dengan mengambil momen gaya terhadap A, kita peroleh

Σ𝑀𝐴 : 28,28 × 𝑥 = 10 × 0 + 20 × 1 + 30 × 1 + 40 × 0 = 50
50
𝑥= = 1,768
28,28

Gambar 1.32

1.6 Pusat Gravitasi (Titik Berat) dan Centroid (Pusat Geometri)


Centroid dari sebuah luasan terletak pada pusat geometri. Pada masing-masing gambar
1.34, titik G menyatakan centroid. Titik berat pada benda homogen terletak pada pusat
geometrinya (centroid).

MEKANIKA TERAPAN 26
Gambar 1.34 Centroid/pusat geometri dari beberapa benda

Letak centroid beberapa bidang geometri:

MEKANIKA TERAPAN 27
Pusat gravitasi/titik berat suatu benda dapat didefinisikan sebagai titik dimana berat benda
tersebut diasumsikan bekerja. Pusat gravitasi benda atau obyek biasanya disimbolkan
dengan c.g atau lebih sederhana dengan G. Letak pusat gravitasi tergantung pada bentuk
benda.

Menentukan Pusat Gravitasi/Titik Berat

MEKANIKA TERAPAN 28
Pusat gravitasi beberapa benda dapat diketahui dengan penyeimbangan obyek pada suatu
titik. Sebagai contoh untuk mengetahui titik berat batang maka kita gantung batang dengan
tali, kemudian kita atur letak ikatan tali hingga kondisi batang menjadi vertikal. Maka letak
pusat gravitasi terletak pada ikatan tali tersebut.

Gambar 1.35 Pusat gravitasi beberapa benda dapat diketahui dengan penyeimbangan
obyek pada suatu titik

Pusat gravitasi sebuah massa yang digantung dari sebuah titik tunggal terletak pada garis
vertikal di bawah titik gantung (gambar 1.36a). Pusat gravitasi sebuah massa yang
ditunjang oleh sebuah titik tunggal terletak secara vertikal di atas titik penunjang (gambar
1.36b).

(a) (b)
Gambar 1.36

Menentukan Titik Berat Benda yang Bentuknya Tidak Teratur


Benda yang bentuknya tidak teratur titik beratnya dapat diketahui dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Benda digantung
b. Tarik garis vertikal segaris dengan tali.
c. Ulangi untuk ujung penggantung yang berbeda, kemudian Tarik garis vertikal segaris
dengan tali.
d. Perpotongan kedua garis tersebut merupakan titik berat benda.

MEKANIKA TERAPAN 29
Gambar 1.37 Menentukan letak titik berat benda yang bentuknya tidak teratur

Partikel-partikel pada gambar di bawah ini masing-masing mempunyai gaya berat w1, w2,
...., wn dengan resultan gaya berat w. Resultan dari seluruh gaya berat benda yang terdiri
atas bagian-bagian kecil benda dinamakan gaya berat. Titik tangkap gaya berat tersebut
yang disebut titik berat.

Gambar 1.38 Titik berat

Pusat massa merupakan tempat massa benda terpusat. Apabila benda mengalami rotasi
maka titik pusat massa menjadi pusat rotasi.

Letak Pusat Gravitasi Benda Pejal Teratur

Tabel di bawah memberikan letak pusat gravitasi benda-benda pejal teratur.

MEKANIKA TERAPAN 30
Menentukan Titik Berat Dari Gabungan Beberapa Benda Yang Bentuknya Teratur

a. Titik berat benda homogen satu dimensi (garis)

MEKANIKA TERAPAN 31
Gambar 1.39 Titik berat benda homogen satu dimensi (garis)

Perhatikan gambar 1.39, dua benda 1 dimensi (warna hijau), titik berat masing-masing
benda berada di pusat geometri (titik hijau). Untuk benda-benda berbentuk memanjang
seperti kawat, massa benda dianggap diwakili oleh panjangnya (satu dimensi) dan titik
beratnya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

𝑙1 𝑥1 + 𝑙2 𝑥2
𝑥0 =
𝑙1 + 𝑙2
𝑙1 𝑦1 + 𝑙2 𝑦2
𝑦0 =
𝑙1 + 𝑙2

l1 = panjang garis 1
x1 = koordinat sumbu x titik berat benda 1
y1 = koordinat sumbu y titik berat benda 1
l2 = panjang garis 2
x2 = koordinat sumbu x titik berat benda 2
y2 = koordinat sumbu y titik berat benda 2

Contoh:
Tentukanlah letak titik berat benda homogen satu dimensi seperti gambar berikut ini!

MEKANIKA TERAPAN 32
Bentuk benda homogen berbentuk garis (1 dimensi) dan letak titik beratnya.

b. Titik berat benda-benda homogen berbentuk luasan (dua dimensi)

Gambar 1.40 Titik berat benda-benda homogen berbentuk luasan (dua dimensi)

MEKANIKA TERAPAN 33
Jika tebal diabaikan maka benda dapat dianggap berbentuk luasan (dua dimensi), dan titik
berat gabungan benda homogen berbentuk luasan dapat ditentukan dengan persamaan
berikut:
𝐴1 𝑥1 + 𝐴2 𝑥2
𝑥0 =
𝐴1 + 𝐴2
𝐴1 𝑦1 + 𝐴2 𝑦2
𝑦0 =
𝐴1 + 𝐴2

A1 = luas bidang 1
A2 = luas bidang 2
x1 = absis titik berat benda 1
x2 = absis titik berat benda 2
y1 = ordinat titik berat benda 1
y2 = ordinat titik berat benda 2

Contoh:

Tentukan lokasi titik berat luasan berikut ini!

Penyelesaian:

Bagi luasan menjadi 3 bagian.

MEKANIKA TERAPAN 34
Data yang diperlukan:
A1 = 20 x 50 = 1000
x1 = 10
y1 = 25

A2 = 30 x 20 = 600
x2 = 35
y2 = 40

A3 = 20 x 10 = 200
x3 = 30
y3 = 15

𝐴1 𝑥1 + 𝐴2 𝑥2 + 𝐴3 𝑥3 𝐴1 𝑦1 + 𝐴2 𝑦2 + 𝐴3 𝑦3
𝑥0 = 𝑦0 =
𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3 𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3
1000(10) + 600(35) + 200(30) 1000(25) + 600(40) + 200(15)
𝑥0 = 𝑦0 =
1000 + 600 + 200 1000 + 600 + 200
𝑥0 = 20,56 𝑦0 = 28,89

Jadi letak koordinat titik berat bangun tersebut adalah (20,56 ; 28,89)

Titik berat benda homogen berbentuk luasan yang bentuknya teratur terletak pada sumbu
simetrinya. Untuk bidang segi empat, titik berat diperpotongan diagonalnya, dan untuk
lingkaran terletak dipusat lingkaran. Titik berat bidang homogen diperlihatkan pada tabel
berikut:

MEKANIKA TERAPAN 35
Titik berat dari gabungan beberapa benda pejal homogen berdimensi tiga

Gambar 1.41 Titik berat dari gabungan beberapa benda pejal homogen berdimensi tiga

MEKANIKA TERAPAN 36
Letak titik berat dari gabungan beberapa benda pejal homogen berdimensi tiga dapat
ditentukan dengan persamaan:
𝑉1 𝑥1 + 𝑉2 𝑥2
𝑥0 =
𝑉1 + 𝑉2
𝑉1 𝑦1 + 𝑉2 𝑦2
𝑦0 =
𝑉1 + 𝑉2

V1 =volume benda 1
V2 = volume benda 2
x1 = absis titik berat benda 1
x2 = absis titik berat benda 2
y1 = ordinat titik berat benda 1
y2 = ordinat titik berat benda 2

SOAL LATIHAN

Kerjakan soal-soal di bawah ini dengan benar!

1. Sebuah dorongan vertikal ke atas 90 N dikenakan pada sebuah benda dan pada
waktu yang bersamaan gaya 120 N menarik benda tersebut dalam arah horisontal.
Hitunglah besar dan arah resultan dari kedua gaya tersebut!
2. Dua buah gaya bekerja pada suatu benda, gaya pertama menarik benda secara
horisontal ke kanan besarnya 20 N, gaya kedua 17 N menarik vertikal ke bawah.
Hitunglah besar dan arah gaya ketiga yang akan menetralkan efek dari kedua gaya
tersebut!
3. Tiga buah gaya menarik benda sehingga dalam kesetimbangan. Gaya pertama
mengarah ke selatan. Gaya kedua mengarah ke 75o ke timur dari utara. Dan gaya
ketiga mengarah 40o ke barat dari utara. Jika besar gaya yang mengarah ke selatan
adalah 35 N. Hitunglah besar gaya yang lainnya.
4. Dua tali pengangkat terhubung pada papan beban yang bermuatan 25 kN. Jika tali
membentuk sudut 32o dan 42o terhadap vertikal, hitunglah tegangan pada masing-
masing tali!
5. Sudut antara jib dan vertical post (tiang vertikal) pada sebuah jib crame adalah 40 o,
dan antara jib dan tie sudutnya 45o. Hitunglah gaya pada jib dan tie ketika beban
15kN tergantung pada kepala crane!
6. Ketika crank pada torak mesin membentuk sudut 60o terhadap Top Dead Centre,
gaya kuasa piston efektif pada crosshead adalah 180 kN. Jika langkah pada piston
adalah 600 mm, dan panjang connecting road adalah 1,25 m, hitunglah gaya beban
pada guide dan dorongan pada connecting road.
7. Sebuah persegi LMNS memiliki gaya yang bekerja sepanjang sisi-sisinya seperti
diilustrasikan pada gambar di bawah. Hitunglah besar F1 dan F2, jika sistem direduksi
menjadi sebuah kopel. Hitung juga besarnya kopel, jika sisi persegi panjangnya 2 m.

MEKANIKA TERAPAN 37
8. Diberikan sebuah bangun datar sebagai berikut. Tentukan koordinat titik berat
diukur dari titik O.

9. Diberikan sebuah bangun datar sebagai berikut. Tentukan koordinat titik berat
diukur dari titik O.

y (m)

4,5

2,5

O x (m)
1,5 2,5 3,5 17,5 20

MEKANIKA TERAPAN 38
BAB II DINAMIKA

Suatu benda dikatakan bergerak jika benda tersebut kedudukannya berubah setiap saat
terhadap titik acuannya (titik asalnya). Sebuah benda dikatakan bergerak lurus atau
melengkung, jika lintasan berubahnya kedudukan dari titik asalnya berbentuk garis lurus
atau melengkung. Kinematika adalah ilmu yang mempelajari gerak tanpa mengindahkan
penyebabnya, sedangkan Dinamika adalah ilmu yang mempelajari gerak dan gaya-gaya
penyebabnya. Gaya merupakan tarikan atau dorongan yang dapat menyebabkan perubahan
posisi, kecepatan, dan bentuk suatu benda.

2.1 Kecepatan dan Efek Perubahan Arah

Kelajuan adalah tingkatan bagaimana gerak benda melalui ruangan. Kelajuan adalah
besaran skalar yang besarnya sesuai dengan jarak tempuh dalam satu satuan waktu. Satuan
laju dan kecepatan adalah m/s, km/jam atau knot (mil/jam). Kelajuan merupakan besaran
skalar. Laju mungkin bervariasi sepanjang perjalanan, sebagai contoh, jika kapal berjalan
180 km dalam 3 jam, adalah tidak mungkin kapal tersebut berjalan dengan kecepatan
konstan 60 km/jam selama 3 jam tersebut, melainkan kadang lebih cepat kadang lebih
lambat, namun kelajuan rata-ratanya 60 km/jam.

Kelajuan dapat diperoleh dengan rumus,

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑗𝑢𝑎𝑛 =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ
atau
𝑠
𝑣=
𝑡

Kecepatan menunjukkan laju pada arah tertentu (spesifik). Kecepatan v adalah besaran
vektor yang besarnya sesuai dengan perpindahan dalam satu satuan waktu. Oleh karena itu
kecepatan menunjukkan 2 fakta tentang gerak benda, yaitu laju dan arah gerakan. Sebagai
konsekuensinya kecepatan merupakan besaran vektor dan dapat diilustrasikan dengan
menggambarkan sebuah vektor berskala, panjang menyatakan laju gerak benda, dan arah
panah menyatakan arah gerak benda.

2 m/s ke timur

Gambar 2.1 Vektor kecepatan

MEKANIKA TERAPAN 39
Resultan Kecepatan dicari dengan diagram vektor kecepatan dengan cara yang sama seperti
pada diagram vektor gaya. Hal ini disebut dengan penjumlahan vektor.

Contoh:

Sebuah kapal berjalan ke arah utara dengan kecepatan 16 knots bergerak melawan arus air
yang kecepatannya 4 knot berarah tenggara. Hitunglah resultan laju dan arah gerak kapal.

Penyelesaian:

b
45o
GERAK ASLI KAPAL

16 knot ke utara

GERAK ASLI KAPAL 16 knot


c

A B
135°
a

(𝑎𝑐)2 = (𝑎𝑏)2 + (𝑏𝑐)2 + 2 × 𝑎𝑏 × 𝑏𝑐 × cos 135° ingat bahwa cos(180 − 𝛼) = − cos 𝛼

(𝑎𝑐)2 = (𝑎𝑏)2 + (𝑏𝑐)2 − 2 × 𝑎𝑏 × 𝑏𝑐 × 45°

= 162 + 42 − 2 × 16 × 4 × cos 45𝑜

= 256 + 16 − 90,51

𝑎𝑐 = √181,49

= 13,47 knots

Dengan aturan segitiga sinus, diperoleh:


4 knots 13,47 knots
=
sin 𝑎 sin 45𝑜
4 × 0,7071
sin 𝑎 =
13,47
= 0,2100

MEKANIKA TERAPAN 40
𝑎 = sin−1 0,2100

𝑎 = 12,1224° = 12°7′

Jadi diperoleh :

Resultan Laju = 13,47 knots

Resultan arah = 12°7′ dari utara ke timur

Perubahan Kecepatan akan terjadi jika laju berubah atau jika arah gerak berubah, atau
kedua-duanya berubah. Pada perubahan kecepatan tanpa perubahan arah akan dianggap
bahwa laju dan kecepatan diperlakukan sama.

Kecepatan Linier memiliki satuan yang sama dengan satuan laju yaitu m/s, km/jam, atau
knots. Simbol kecepatan adalah 𝑣.

Jika benda bergerak dengan kecepatan rata-rata 40 m/s selama 5 s, maka jarak tempuh total
adalah 200 m.

Jarak tempuh = kecepatan rata − rata × waktu tempuh

𝑠 =𝑣×𝑡

Perpindahan (memiliki jarak dan arah) merupakan vektor; simbolnya 𝑠.

Percepatan Linier adalah perubahan kecepatan pada selang waktu tertentu. Jika percepatan
bertambah dikatakan mengalami percepatan, sebaliknya jika kecepatan menurun dikatakan
mengalami perlambatan (memiliki percepatan negatif).

Sebagai contoh jika sebuah kapal bergerak dengan laju dipercepat dari 2 m/s sampai 12 m/s
dalam waktu 5 detik, maka total perubahan kecepatan adalah 12 – 2 = 10 m/s. Dalam waktu
5 detik kecepatan meningkat sebesar 10 m/s, maka dalam waktu 1 detik besar perubahan
kecepatan adalah 10 : 5 = 2 m/s. Maka percepatan benda itu adalah 2 m/s2.
perubahan kecepatan
Percepatan =
selang waktu
∆𝑣 𝑣𝑡 − 𝑣0
𝑎= =
∆𝑡 𝑡𝑡 − 𝑡0

dengan :

𝑎 : percepatan (m/s2)

∆𝑣 : perubahan kecepatan (m/s)

∆𝑡 : selang waktu (s)

𝑣𝑡 : kecepatan akhir (m/s)

MEKANIKA TERAPAN 41
𝑣0 : kecepatan awal (m/s)

𝑡𝑡 : waktu akhir (m/s)

𝑡0 : waktu awal (m/s)

Satu Nautical Mile International adalah 1,852 km, dan satu knots adalah 1,852 km/jam.

Contoh.
Sebuah mesin kapal dimatikan ketika bergerak pada laju 18 knot dan kapal berhenti setelah
20 menit. Diasumsikan perlambatan kapal konstan (diperlambat beraturan). Hitunglah
perlambatan kapal (dalam m/s2) dan jarak tempuh kapal dalam nautical mile sejak mesin
mati.
Perlambatan diperoleh:

∆𝑣 𝑣𝑡 − 𝑣0
𝑎= =
∆𝑡 𝑡𝑡 − 𝑡0
0 − 18 𝑘𝑛𝑜𝑡𝑠
𝑎=
20 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
− 18 × 1,852 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚
=
1200 𝑠
1852𝑚
−18 × 3600 𝑠
=
1200 𝑠
−18 × 1852 𝑚
=
3600 × 1200 𝑠
𝑎 = −0,00772 𝑚/𝑠

Jarak tempuh:

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ = 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ


18 + 0 20
= 𝑘𝑛𝑜𝑡𝑠 × 𝑗𝑎𝑚
2 60
18 𝑚𝑖𝑙𝑒𝑠 20
= × 𝑗𝑎𝑚
2 𝑗𝑎𝑚 60

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ = 3 𝑛𝑎𝑢𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑚𝑖𝑙𝑒𝑠

MEKANIKA TERAPAN 42
Contoh.
Sebuah mobil bergerak dari posisi diam hingga mencapai laju 54 km/jam menempuh jarak
90 m. Diasumsikan mobil bergerak lurus berubah beraturan (kecepatan berubah dengan
percepatan konstan). Hitunglah percepatan gerak mobil tersebut!

Kecepatan maksimum = 54 km/jam

54 × 103 𝑚
=
3600 𝑠
= 15 𝑚⁄𝑠
1 1
Kecepatan rata-rata = 2 (vo+vt) = (0+15) = 7,5 m/s
2

Jarak = kecepatan rata-rata × selang waktu

90 m = 7,5 m/s × selang waktu


90 𝑚
Selang waktu, ∆𝑡 = = 12 𝑠
7,5 𝑚/𝑠
∆𝑣
Percepatan, 𝑎 =
∆𝑡
𝑣𝑡 − 𝑣0
=
∆𝑡
15 − 0 𝑚/𝑠
=
12 𝑠
15
= 𝑚/𝑠 2
12
= 1,25 𝑚/𝑠 2

Grafik Kecepatan-Waktu
Grafik kecepatan terhadap waktu dapat sangat berguna menjadi metode untuk
menyelesaikan permasalahan sekaligus menyediakan gambar dari sebuah fakta.

Daerah pada grafik kecepatan-waktu merepresentasikan jarak tempuh dan


slope/kemiringan kurva merepresentasikan percepatan. Slope/kemiringan grafik
perpindahan (jarak)-waktu merepresentasikan kecepatan.

Gambar 2.2 menjelaskan sebuah benda bergerak dengan kecepatan konstan 20 km/jam
selama 4 jam. Daerah yang dilingkupi oleh grafik adalah empat persegi panjang dengan
tinggi 20 km/jam dan panjang 4 jam, luas persegi panjang adalah perkalian antara tinggi
dengan panjang, ini merupakan perkalian antara kecepatan dan waktu yang mana
menghasilkan jarak tempuh. Oleh karena itu daerah yang dilingkupi grafik
merepresentasikan jarak tempuh.

MEKANIKA TERAPAN 43
Grafik kecepatan terhadap waktu
25
Kecepatan tetap 20 m/s
20
Kecepatan (km/jam)
15
Luas yang terlingkupi
oleh grafik = jarak tempuh
10
= 20 x 4
= 80 km
5

0
0 1 2 3 4 5
Waktu (jam)

Gambar 2.2 sebuah benda bergerak dengan kecepatan konstan 20 km/jam selama 4 jam

Daerah yang dilingkupi oleh grafik = tinggi × panjang

Jarak tempuh = kecepatan × waktu


km
= 20 × 4 jam
jam

= 80 𝑘𝑚

Gambar 2.3 menjelaskan sebuah benda yang awalnya diam, kecepatannya bertambah
menjadi 30 m/s dalam 6 detik, tingkat peningkatan kecepatannya (disebut percepatan)
konstan.

Grafik kecepatan terhadap waktu


35

30

25
Kecepatan (m/s)

20

15
Luas = jarak tempuh
10 = ½ × 30 × 6 = 90 m
5

0
0 1 2 3 4 5 6 7
Waktu (s)

MEKANIKA TERAPAN 44
Gambar 2.3 sebuah benda yang awalnya diam, kecepatannya bertambah menjadi 30 m/s dalam 6
detik dengan percepatan konstan

Daerah yang dilingkupi oleh grafik = Luas segitiga


1
= × 30 × 6
2
= 90 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘

atau dengan persamaan,

Jarak = laju rata − rata × waktu

𝑠 = 𝑣̅ × 𝑡

= 1/2(0 + 30) × 6

= 90 𝑚

Sekali lagi daerah yang dilingkupi grafik kecepatan waktu merepresentasikan perpindahan
(jarak tempuh). Selanjutnya, pada setiap detik peningkatan kecepatan adalah 5 m/s, ini
adalah percepatan 5 m/s2 yang digambarkan oleh slope/gradien/kemiringan grafik.
Percepatan yang besar akan ditunjukkan dengan slope/gradien yang lebih curam,
perlambatan akan ditunjukkan dengan slope/gradien yang arah kemiringannya
berlawanan.

Gambar 2.4 menunjukkan sebuah kapal yang diperlambat dari 16 knots menuju 10 knots
dalam waktu 12 menit.

Jarak tempuh selama waktu itu adalah

𝑠 = 𝑣̅ × 𝑡
16 + 10 12
= ×
2 60
= 2,6 nautical miles

Kapal kehilangan 6 knots dalam 12 menit yang ekuivalen dengan 30 knots dalam 60 menit.
Jadi perlambatan dalam satuan yang sama dengan satuan pada grafik adalah:

Perlambatan = 30 knots per jam

Atau jika dinyatakan dalam satuan m/s2 menjadi:


𝑘𝑚
1 𝑘𝑛𝑜𝑡 = 1,852
𝑗𝑎𝑚
30 𝑘𝑛𝑜𝑡𝑠 30 × 1,852 𝑘𝑚 30 × 1852 𝑚 55560 𝑚
Perlambatan = = = =
1 𝑗𝑎𝑚 1 𝑗𝑎𝑚 × 1 𝑗𝑎𝑚 3600 𝑠 × 3600 𝑠 1296 × 104 𝑠 2

MEKANIKA TERAPAN 45
= 4,287 × 10−3 𝑚/𝑠 2

Grafik kecepatan terhadap waktu


18
16
14
12
Laju (knot)

10
8
6 Luas = jarak tempuh = ½ (16+10) × 1/5
4
= 2,6 Nautical mile
2
0
0 0.1 0.2
Waktu (jam)

Gambar 2.4 Sebuah kapal yang diperlambat dari 16 knots menuju 10 knots
dalam waktu 12 menit.

Contoh :

Sebuah kereta yang awalnya diam, kemudian bergerak hingga mencapai kecepatan 90
km/jam dalam 25 detik. Kemudian selama 1,5 menit kereta bergerak dengan kecepatan
tersebut, kemudian kecepatannya berkurang sampai berhenti dalam 20 s. Anggap
percepatan dan perlambatan beraturan(uniform), gambarkan grafik v-t, hitunglah total
jarak yang dilalui dan nyatakan percepatan dan perlambatan dalam m/s2.

Grafik kecepatan terhadap waktu


30
Laju tetap
25

20
Laju (m/s)

15

10

5
25 90 20
0
0 25 50 100 115 135 150
Waktu (detik)

MEKANIKA TERAPAN 46
Gambar 2.5 Grafik v-t

𝑘𝑚 90 × 103
90 = 𝑚/𝑠
𝑗𝑎𝑚 3600

= 25 𝑚/𝑠

Luas dibawah garis percepatan = 0,5 × 25 × 25 = 312,5 m

Luas dibawah garis kecepatan konstan = 25 × 90 = 2250 m

Luas dibawah garis perlambatan = 0,5 × 25 × 20 = 250 m

Jarak tempuh total = Total Luas = 312,5 + 2250 + 250 = 2812,5 m


peningkatan kecepatan 25 m/s
Percepatan = = = 1 m/s 2
waktu 25 s
Penurunan kecepatan 25 m/s
Perlambatan = = = 1,25 m/s2
waktu 20 s

Persamaan-Persamaan pada Gerak

Meskipun semua permasalahan-permasalahan dapat dikerjakan dengan prinsip-prinsip


tersebut, namun kadang lebih mudah untuk menyelesaikannya dengan persamaan.

Simbol yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:

𝑣𝑡 = kecepatan awal (m⁄s)

𝑣𝑜 = kecepatan awal (m⁄s)

𝑎 = percepatan (m⁄s 2 )

𝑡 = waktu (s)

𝑠 = jarak tempuh (m)

Ada empat persamaan umum yang berkaitan dengan kecepatan linier, percepatan, waktu
dan perpindahan, yaitu:

𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 + 𝑎𝑡
𝑣0 + 𝑣𝑡
𝑠 = 𝑣̅ 𝑡 = ( )𝑡
2
1
𝑠 = 𝑣𝑜 𝑡 ± 𝑎𝑡 2
2

MEKANIKA TERAPAN 47
𝑣𝑡2 = 𝑣𝑜2 ± 2𝑎𝑠

Persamaan di atas menggunakan tanda (±) plus atau minus tergantung bagaimana
percepatan geraknya. Tanda (+) untuk percepatan positif (gerak dipercepat), sedangkan
tanda (-) untuk percepatan negatif (gerak diperlambat).

Contoh.

Sebuah kapal bergerak dengan kecepatan awal 10 m/s, kemudian diberikan percepatan
tetap 2 m/s2 selama 6 detik. Hitunglah kecepatan pada akhir 6 detik dan jarak tempuh
selama waktu tersebut!
𝑚
𝑣𝑜 = 10
𝑠
𝑚
𝑎=2
𝑠
𝑡 =6𝑠

𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 + 𝑎𝑡

Setelah 6 s,

𝑣𝑡 = 10 + (2 × 6)

= 22 𝑚/𝑠
1
𝑠 = 𝑣𝑜 𝑡 ± 𝑎𝑡 2
2
1
𝑠 = 10 × 6 + × 2 × 62
2
𝑠 = 60 + 36

= 96 𝑚

Contoh.

Propeller kapal dihentikan ketika berjalan pada laju 25 knots, dan sejak propeller dimatikan
kapal masih menempuh jarak 4 km hingga berhenti. Hitunglah waktu yang diperlukan untuk
berhenti dalam menit, dan perlambatan rata-rata dalam m/s2. 1 knot = 1,852 km/jam.
1852 𝑚
𝑣0 = 25 𝑘𝑛𝑜𝑡𝑠 = 25 × = 12,86 𝑚/𝑠
3600 𝑠
𝑣𝑡 = 0

𝑠 = 4000 𝑚

MEKANIKA TERAPAN 48
𝑣𝑡2 = 𝑣02 + 2𝑎𝑠

02 = 12,862 + 2 × 𝑎 × 4000
−165,3796
𝑎=
8000
𝑎 = −0,02067 𝑚/𝑠 2

Tanda minus menunjukkan gerak diperlambat dengan perlambatan 0,02067 m/s2.

Gerak Yang Dipengaruhi Gravitasi (Gerak Vertikal)

Bumi menarik semua benda mengarah ke pusat bumi sehingga benda akan mengalami gerak
jatuh bebas, dengan mengabaikan hambatan udara maka benda akan jatuh bebas ke bumi
dengan percepatan tetap. Percepatan tersebut merupakan percepatan gravitasi, nilainya
bervariasi tergantung kedudukannya di permukaan bumi namun diambil rata-rata 9,81
m/s2 dan direpresentasikan dengan ‘g ’. Sehingga jika benda yang awalnya diam kemudian
jatuh maka kecepatannya bertambah 9,81 m/s setiap detiknya.

Contoh.
Sebuah benda jatuh dari keadaan diam. Hitunglah kecepatan setelah jatuh selama 4 detik
dan jarak tempuh selama waktu tersebut.

𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 + 𝑎𝑡

Dalam gerak vertikal a = g

𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 + 𝑔𝑡

= 0 + 9,81 × 4

Kecepatan akhir vt = 39,24 m/s


1
𝑠 = 𝑣𝑜 𝑡 ± 𝑎𝑡 2
2
Dalam gerak vertikal s = h
1
ℎ = 𝑣𝑜 𝑡 + 𝑔𝑡 2
2
1
= 0×4+ × 9,81 × 42
2
Jarak jatuh = 78,48 m

Contoh.

MEKANIKA TERAPAN 49
Sebuah proyektil ditembakkan vertikal ke atas dengan kecepatan awal 300 m/s. Hitunglah
(i) kecepatannya setelah 20 s, (ii) ketinggian diatas tanah setelah 20 s, (iii) waktu yang
diperlukan untuk mencapai puncak ketinggian, (iv) ketinggian maksimum yang dicapai,
waktu tempuh total dari meninggalkan tanah sampai kembali ke tanah.

𝑣𝑡 = 𝑣𝑜 − 𝑔𝑡

= 300 − 9,81 × 20

Kecepatan pada detik ke-20 = 103,8 𝑚/𝑠


1
ℎ = 𝑣𝑜 𝑡 + 𝑔𝑡 2
2
1
= 300 × 20 + × 9,81 × 202
2
Ketinggian = 4038 𝑚

0 = 300 − 9,81 × 𝑡
300
𝑡=
9,81
Waktu untuk mencapai ketinggian maksimum = 30,58 𝑠

𝑣𝑡2 = 𝑣𝑜2 − 2𝑔ℎ

0 = 3002 − 2 × 9,81 × ℎ

3002
ℎ= = 4587 𝑚
2 × 9,81
Ketinggian maksimum = 4587 m

Waktu total = 2 × 30,58 = 61,16 s.

2.2 Harga Sesaat


Untuk benda yang bergerak lurus, berdasarkan kemiringan grafik s-t dan v-t, diperoleh
harga sesaat,
∆𝑠 𝑑𝑠
𝑣 = lim =
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡
∆𝑣 𝑑𝑣 𝑑 2 𝑠
𝑎 = lim = =
∆𝑡→0 ∆𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 2
Dari daerah di bawah grafik v-t dan a-t,

𝑠 = ∫ 𝑣 𝑑𝑡

MEKANIKA TERAPAN 50
𝑣 = ∫ 𝑎 𝑑𝑡

Contoh:

Kecepatan sebuah benda pada waktu t dinyatakan oleh persamaan berikut:

𝑣 = 3𝑡 2 − 4𝑡 𝑚/𝑠

Hitunglah perpindahan, kecepatan, percepatan setelah bergerak 3 detik dari diam.

𝑠 = ∫ 𝑣 𝑑𝑡

3
= ∫ (3𝑡 2 − 4𝑡) 𝑑𝑡
0

3
= [𝑡 3 − 2𝑡 2 ]
0
= 27 − 18

=9𝑚

Jadi perpindahan = 9 m setelah 3 detik.


𝑚
𝑣 = 3𝑡 2 − 4𝑡 = 27 − 12 = 15
𝑠
Kecepatan = 15 m/s pada detik ke 3.
𝑑𝑣
𝑎=
𝑑𝑡
𝑑 𝑚
= (3𝑡 2 − 4𝑡) = 6𝑡 − 4 = 14 2
𝑑𝑡 𝑠
Percepatan = 14 m/s2 setelah 3 s.

2.3 Perubahan Kecepatan


Kecepatan adalah besaran vektor yang menyatakan laju dan arah dan oleh karena itu
perubahan kecepatan terjadi jika laju berubah tanpa perubahan arah, atau jika arah berubah
ketika laju tetap, atau jika terjadi perubahan keduanya laju dan arah.

MEKANIKA TERAPAN 51
Gambar 2.6 Contoh perubahan kecepatan

Tinjau contoh sederhana Gambar 2.6 yang mengilustrasikan diagram ruang dan vektor
kecepatan.

Kasus A menyatakan benda bergerak 5 m/s ke timur, mengalami perubahan kecepatan


menjadi 12 m/s ke timur. Vektor masing masing kecepatan digambar dari titik yang sama,
perbedaan antara ujung-ujung vektor adalah perubahan kecepatan, dalam kasus ini adalah
7 m/s.

Kasus B adalah sebuah benda dengan kecepatan awal 9 m/s ke timur, berubah menjadi 2
m/s ke barat. Vektor diagram menunjukkan vektor masing-masing kecepatan digambar dari
titik yang sama, perbedaan antara titik ujung mereka adalah perubahan kecepatan yaitu
11m/s.

Kasus 3 adalah sebuah benda dengan kecepatan awal 6 m/s ke timur berubah menjadi 8
m/s ke selatan. Diagram vektor dibentuk pada prinsip yang sama dari dua vektor yang
digambar dari sebuah titik yang sama. Perubahan kecepatan adalah selalu merupakan
perbedaan antara ujung-ujung bebas kedua vektor, yaitu √82 + 62 = 10 m/s. Arah
perubahan kecepatan adalah S36° 52’W. Perubahan kecepatan mengambil tempat dalam
arah gaya kerja yang diberikan yaitu antara perubahan dari timur ke baratdaya.

Pada semua kasus, diagram vektor dibentuk dengan menggambar vektor-vektor kecepatan
dari sebuah titik yang sama. Ini disebut dengan pengurangan vektor.

Percepatan adalah perubahan kecepatan terhadap waktu. Kemudian dalam semua kasus
harga percepatan dapat diperoleh dengan cara biasanya yaitu perubahan kecepatan dibagi
dengan selang waktu.

MEKANIKA TERAPAN 52
Contoh:

Sebuah pesawat terbang mengalami perubahan kecepatan dari 400 km/jam berarah barat
menjadi 500 km/jam berarah timur laut dalam ½ menit. Hitunglah kecepatan rata-rata
dalam m/s2.

Gambar 2.7 Diagram ruang dan diagram vektor

𝑎2 = 𝑏 2 + 𝑐 2 − 2𝑏𝑐 cos 𝐴

= 5002 + 4002 − 2 × 500 × 400 × cos 135 °

= 250000 + 160000 + 282800

𝑎 = √692800

= 832,4

Jadi perubahan kecepatan adalah 832,4 km/jam


perubahan kecepatan
Percepatan =
selang waktu

832,4 × 103
=
3600 × 30
= 7,707

Jadi besar percepatan adalah 7,707 m/s2.

2.4 Kecepatan Relatif


Penjelasan di atas hanya untuk kecepatan objek bergerak melewati titik-titik tetap pada
bumi (sebagai acuan), yang mana ini disebut dengan kecepatan absolut/mutlak.

Ketika kecepatan gerak objek A dinyatakan sebagai laju obyek A melewati obyek bergerak
lain B (atau dapat dikatakan kecepatan obyek A menurut obyek bergerak B), ini disebut
kecepatan relatif A terhadap B. Sebagai akibatnya ini adalah kecepatan A seperti tampak
oleh seorang yang bergerak dengan obyek B dan sehingga kadang disebut sebagai kecepatan
semu/relatif.

MEKANIKA TERAPAN 53
50 km/jam
A
50 km/jam
B

Gambar 2.8 Contoh kecepatan relatif/semu obyek-obyek berkecepatan sama


bergerak searah dan sejajar

Jika dua obyek bergerak sejajar dengan kecepatan tetap seperti pada gambar 2.8, kecepatan
relatif satu dengan yang lain adalah nol. Sebagai contoh ketika dua orang duduk saling
menatap di dalam sebuah kereta api bergerak yang sama, mata satu sama lain tidak
bergerak, kecepatan semu satu terhadap lainnya adalah nol.

Akan tetapi, jika sebuah obyek bergerak dalam arah berlawanan terhadap obyek yang
lainnya misalkan kereta yang bergerak sejajar dalam arah berlawanan, masing masing
berkecepatan 50 km/jam seperti diilustrasikan oleh gambar 2.9, obyek satu akan melihat
obyek lain dengan kecepatan 100 km/jam, sehingga kecepatan relatif satu terhadap yang
lain adalah 100 km/jam.

50 km/jam
A
50 km/jam
B

Gambar 2.9 Contoh kecepatan relatif/semu obyek-obyek berkecepatan sama


bergerak berlawanan arah dan sejajar

Kecepatan relatif obyek-obyek yang bergerak saling sejajar sederhana dan mudah dipahami,
tetapi ketika tidak saling sejajar maka agak rumit dan diperlukan menggambar diagram-
diagram vektor.

Tinjau sebuah benda A bergerak 30 m/s ke timur dan benda lain B bergerak 35 m/s 20o ke
utara dari timur. Diagram ruang pertama digambar untuk menunjukkan kecepatan absolut
masing-masing, sebagaimana kecepatan tersebut relatif terhadap bumi, diberi tanda A atau
B di belakang vektor, dan E (untuk bumi) pada ujung vektor. Lihat gambar 2.10.

Diagram vektor sekarang dapat digambar dengan E sebagai sebuah titik bersama untuk dua
kecepatan absolut, kecepatan relatif dari A ke B, atau dari B ke A, adalah vektor penghubung
dua pangkal vektor. Jika kecepatan B relatif terhadap A yang dicari, panah ditaruh pada titik
dari B ke A dan menggambarkan bagaimana gerak obyek B menurut pandangan A. Jika
kecepatan A relatif terhadap B yang dicari, panah ditaruh pada titik dari A ke B dan
menggambarkan bagaimana gerak obyek A menurut pandangan B. Ini adalah pengurangan
vektor.

MEKANIKA TERAPAN 54
Gambar 2.10 Kecepatan B relatif terhadap A

Contoh:

Kapal pertama A berlayar ke barat dengan kecepatan 19 knots dan kapal lain B yang
jaraknya 5 nautical miles barat daya dari A berlayar ke utara 30o ke timur dengan kecepatan
17 knots. Hitung jarak antara dua kapal ketika mereka berada pada posisi terdekat satu
sama lain. Hitunglah waktu saat mereka berada pada posisi terdekat satu sama lain.

Gambar 2.11

𝑉𝑅2 = 172 + 192 − 2 × 17 × 19 × cos 120°

= 289 + 361 + 323

𝑉𝑅 = √973 = 31,19 knots

17 31,19
=
sin 𝜃 sin 120°

MEKANIKA TERAPAN 55
17 × 0,866
sin 𝜃 = = 0,472
31,19
𝜃 = 28° 10′

Kecepatan B relatif terhadap A adalah 31,19 knots berarah 28° 10′ ke utara dari timur.
Sekarang bayangkan jika berada di kapal A diam semu dan melihat kapal B, yang mana
jaraknya 5 nautical miles arah barat daya, bergerak dengan laju semu 31,19 knots dalam
arah 28° 10′ ke utara dari timur. Sebuah diagram ruang untuk jarak sekarang kita gambar
untuk merepresentasikan kondisi semu ini sebagaimana dalam gambar 2.12.

Gambar 2.12

𝑆𝑢𝑑𝑢𝑡 𝛼 = 45° − 28°10′ = 16°50′

𝐴𝐵2 = jarak terdekat (𝑛𝑒𝑎𝑟𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑝𝑝𝑟𝑜𝑎𝑐ℎ) = 5 × sin 16° 50′ = 1,448 naut. miles

Jarak semu (apparent distance) yang ditempuh oleh B untuk memperoleh posisi jarak
terdekat (nearest approach) = 𝐵1 𝐵2 = 5 × cos 16° 50′ = 4,7855 𝑛𝑎𝑢𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑚𝑖𝑙𝑒𝑠

Untuk menempuh 4,7855 nautical miles pada laju semu (apparent speed) 31,19 knots:
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 4,7855 × 60
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 = = = 9,2 min
𝑙𝑎𝑗𝑢 31,19

2.5 Gaya Gesek

Kita telah mengamati bahwa permukaan suatu benda, meskipun sehalus apapun itu, adalah
tidak sempurna halusnya dan pasti tetap memiliki kekasaran. Ketika kita meletakkan suatu
balok pada permukaan lantai, maka gaya berat balok tersebut akan menekan lantai. Sebagai
akibatnya akan timbul gaya reaksi (gaya normal) nilainya sama dengan berat benda namun
arahnya berlawanan dengan arah berat benda.

MEKANIKA TERAPAN 56
Ketika kita menarik balok tersebut secara horisontal maka akan mengalami hambatan
akibat adanya gaya normal dan kekasaran permukaan. Gaya hambat ini disebut dengan gaya
gesek. Gaya gesek bekerja dalam arah yang berlawanan terhadap arah gerak balok tersebut.
Sehingga, dimanapun setiap ada gerakan relatif antara dua bagian, gaya gesek muncul,
sehingga untuk mengatasi gesekan sejumlah energi akan terbuang.
Gaya gesek dapat juga disebut sebagai gaya yang timbul pada dua bidang permukaan benda
yang bersinggungan dan mempunyai kekasaran dan arah gaya gesek melawan arah
kecenderungan gerak benda.

F (Gaya)
N (Gaya
w (Berat) Normal)

f (Gaya gesek)

Gambar 2.13 Gaya gesek

Dalam aplikasi teknik gesekan dapat diinginkan maupun tidak diinginkan. Ada peralatan
dan perangkat yang dikenal sebagai piranti gesek seperti sabuk dan tali, gesekan kopling,
rem, mur dan baut, yang mana gesekan menguntungkan dan upaya dilakukan untuk
memaksimalkan gesekan tersebut. Dan sebaliknya, gesekan sangat tidak diinginkan pada
bagian-bagian bergerak mesin, yang mana menyebabkan kehilangan energi yang dapat
menghasilkan perubahan bentuk energi menjadi energi panas. Untuk meningkatkan
efisiensi mesin, gesekan harus dikurangi seminim mungkin dengan pelumasan
(lubrication).

Karakteristik Gaya Gesek


Gaya gesek memiliki karakteristik sebagai berikut:
(i) Seft-adjusting, ketika gaya tarik F meningkat, gaya gesek f juga meningkat, dan
sampai suatu saat ketika benda akan bergerak maka sejumlah gaya gesek akan
muncul untuk melawan arah gerakan benda.
(ii) Gaya gesek selalu bekerja dalam arah yang berlawanan terhadap arah gerakan
(selalu melawan arah gaya tarik F)
(iii) Gaya gesek adalah gaya pasif (gaya gesek ada jika gaya tarik F ada)

Tipe Gaya Gesek


Gaya gesek dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Gesekan pada permukaan tanpa pelumas
2. Gesekan pada permukaan berpelumas

MEKANIKA TERAPAN 57
Pada gesekan permukaan tanpa pelumas, gesekan yang muncul antara dua permukaan tak
berpelumas disebut gesekan solid atau gesekan kering. Ini dapat terbagi menjadi dua tipe,
yaitu:
(i) Sliding friction (gesekan luncur), yaitu gesekan yang muncul ketika sebuah
permukaan benda meluncur diatas permukaan lain.
(ii) Rolling friction (gesekan bergulir), yaitu gesekan ketika antara kedua permukaan
terpisah oleh gotri (bola-bola kecil) atau laker/roller.
Harus diingat bahwa gesekan bergulir selalu lebih kecil daripada gesekan luncur.

Pada Gesekan pada permukaan berpelumas, lebih lanjut dibagi menjadi berikut:
(i) Gesekan licin atau tak kental (boundary friction),
(ii) Gesekan viscous (kental)
Jika diantara dua permukaan gesekan ada sebuah lapisan tipis minyak atau pelumas,
minyak akan terserap ke dalam permukaan. Sebagai akibatnya kontak antara logam-
logam akan digantikan dengan kontak antar lapisan tipis minyak dan tentu saja gaya
gesekan akan terkurangi. Dalam kasus seperti itu gaya gesekan disebut sebagai gesekan
licin (boundary friction).
Pada bab ini kita hanya akan membahas gesekan antar permukaan yang tak terlumasi.

Batas Gesekan
Gambar 2.14 menunjukkan sebuah grafik antara gaya kerja dan gesekan. Selama kondisi
statis dimana gaya kerja meningkat dari nilai nol, gaya gesek juga akan naik sebanding
dengan gaya kerja. Pada kondisi tertentu ketika gaya kerja tepat cukup untuk melampaui
gesekan maka benda akan bergerak. Setelah itu tiba-tiba besar gesekan menurun menuju
suatu nilai yang tetap konstan sepanjang waktu bergerak, seperti ditunjukkan gambar 2.14

Gambar 2.14 Grafik antara gaya kerja dan gesekan

MEKANIKA TERAPAN 58
Ketika gerak tepat akan terjadi, gaya gesek mengalami nilai maksimum. Kondisi ini disebut
dengan batas keseimbangan (limitting equilibrium). Gesekan yang bekerja pada kondisi ini
disebut batas gesekan (limitting friction).
Batas gaya gesek ini dapat didefinisikan sebagai harga maksimum gaya gesek yang muncul
ketika benda tepat akan bergerak pada permukaan benda lain. Ketika gaya kerja lebih kecil
dari pada batas gesekan maka benda tetap diam, dan gesekan disebut sebagai gesekan statis,
yang nilainya antara nol sampai batas gesekan (limitting friction).

Hukum Gesekan
Hukum gesekan statis dinyatakan sebagai berikut:
(i) Gaya gesek selalu bekerja dalam arah yang berlawanan dengan arah
kecenderungan gerak benda
(ii) Besar gaya gesek berbanding lurus dengan gaya normal antara kedua
permukaan.
(iii) Besar gaya gesek tergantung pada kondisi permukaan bidang kontak.
(iv) Gaya gesek tidak tergantung pada luas dan bentuk permukaan bidang kontak.
Hukum gesekan dimanis atau kinetis:
(i) Gaya gesek selalu bekerja dalam arah yang berlawanan dengan arah
kecenderungan gerak benda
(ii) Besar gaya gesek berbanding lurus dengan gaya normal antara kedua
permukaan.
(iii) Besarnya gaya gesek dinamis menghasilkan rasio tetap terhadap gaya normal
antara dua permukaan tetapi rasionya adalah sedikit lebih kecil daripada
keadaan batas gesekan (limitting friction)
(iv) Gaya gesekan mendekati konstan pada laju sedang tetapi berkurang sedikit
seiring dengan meningkatnya laju.

Sudut gesekan

Gambar 2.15 Sudut gesekan

MEKANIKA TERAPAN 59
Sudut gesekan adalah sudut yang dibentuk antara Gaya Normal (N) dengan resultan (R) dari
Gaya Normal (N) dan gaya gesek batas(f ). Sudut gesekan diberi simbol 𝜙.
𝑓
tan 𝜙 =
𝑁
𝑓
𝜙 = tan−1
𝑁

Koefisien Gesekan
Koefisien gesekan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya gesek batas (f ) terhadap
gaya Normal (N) antara dua benda yang bergesekan. Koefisien gesekan diberi simbol 𝜇.

𝑓
𝜇 = tan 𝜙 =
𝑁

Sehingga besar gaya gesekan dapat dirumuskan dengan persamaan

𝑓 = 𝜇𝑁
dengan 𝑁 adalah gaya normal (satuan Newton), yaitu gaya yang merupakan gaya reaksi
bidang tempat benda berada terhadap gaya aksi yang diberikan benda dan mempunyai arah
yang tegak lurus terhadap bidang tempat benda tersebut, sedangkan 𝜇 adalah koefisien
gesekan yang menyatakan tingkat kekasaran permukaan bidang kontak.

Gesekan statis dan dinamis

Gaya gesek ada dua macam yaitu:


a) Gaya gesek statis (𝑓𝑠 ) adalah gaya gesek yang dialami benda dalam keadaan diam atau
tepat akan mulai bergerak. Jika 𝜇𝑠 adalah koefisien gesek statis, maka

𝑓𝑠 = 𝜇𝑠 . 𝑁

b) Gaya gesek kinetis (𝑓𝑘 ) adalah gaya gesek yang dialami benda dalam keadaan sedang
bergerak. Gaya gesek kinetis selalu lebih kecil dari pada gaya gesek statis (gesekan
kinetis sekitar 40 sampai 75 persen dari gaya gesek statis maksimum). Jika 𝜇𝑘 adalah
koefisien gesekan kinetis, maka:

𝑓𝑘 = 𝜇𝑘 . 𝑁

Koefisien gesek adalah konstanta yang menunjukkan sifat kasar licinnya permukaan dua
bidang yang bersentuhan. Nilai koefisien gesek berkisar antara 0 ≤ µ ≤ 1.

Sudut Istirahat (Angle of Repose)


Berdasarkan gambar dibawah. Tinjau sebuah benda yang beratnya w berada diatas bidang
horisontal yang dimiringkan dengan sudut 𝛼.

MEKANIKA TERAPAN 60
Gambar 2.16 Sudut istirahat (angle of repose)

Benda berada dalam keseimbangan dibawah pengaruh gaya-gaya berikut:


(i) Berat, w (yang dapat diuraikan menjadi dua komponen 𝑤 sin 𝛼 dan 𝑤 cos 𝛼 seperti
pada gambar
(ii) Gaya Normal, N, dan
(iii) Gaya gesek, f (= 𝜇𝑁).

Dalam kondisi batas ketika benda tepat akan meluncur ke bawah, gaya gesek harus bekerja
ke atas searah bidang supaya seimbang. Tinjau gaya-gaya sejajar dan tegak lurus bidang.
𝑓 = 𝑤 sin 𝛼 (i)
𝑁 = 𝑤 cos 𝛼 (ii)
Dari persamaan (i) dan (ii), kita peroleh
𝑓 𝑤 sin 𝛼
= = tan 𝛼
𝑁 𝑤 cos 𝛼
Sedangkan
𝑓
= 𝜇 = tan 𝜙
𝑁
Dimana 𝜙 adalah sudut gesekan.
Sudut 𝛼 disebut sudut istirahat (angle of repose) dan adalah sama dengan sudut gesekan
ketika benda dalam kondisi batas keseimbangan pada bidang miring.

Kerucut Gesekan (Cone of Friction)


Jika garis OA pada gambar 2.17 merupakan sudut maksimum gesekan 𝜙 yang dibentuk
dengan gaya normal diputar mengitari OB sebagai sumbu, kerucut yang terbentuk disebut
dengan kerucut gesekan (cone of friction). Jika resultan R antara gaya normal dan gaya
gesekan berada didalam kerucut gaya, maka gaya yang bekerja tidak cukup besar untuk
menyebabkan benda bergerak. Prinsip ini digunakan dalam mekanisme self-locking.

MEKANIKA TERAPAN 61
Gambar 2.17 Kerucut gesekan (cone of friction)

Gerak Benda Pada Bidang Horisontal


Gambar di bawah menunjukkan sebuah benda berada di atas bidang horisontal ditarik
dengan gaya F yang membentuk sudut 𝜃 terhadap permukaan bidang horisontal. Nilai gaya
f dapat ditentukan dengan meninjau batas keseimbangan.

Gambar 2.18 Gerak pada bidang horisontal

Penyelesaian gaya-gaya sejajar bidang (gaya-gaya horisontal), kita peroleh

𝑓 = 𝐹 cos 𝜃

𝜇𝑁 = 𝐹 cos 𝜃 (i)

Penyelesaian sistem gaya tegak lurus bidang (gaya-gaya vertikal), kita peroleh

𝑁 + 𝐹 sin 𝜃 = 𝑊

𝑁 = 𝑊 − 𝐹 sin 𝜃 (ii)

Substitusi nilai N ke dalam persamaan (i), kita peroleh

MEKANIKA TERAPAN 62
𝜇(𝑊 − 𝐹 sin 𝜃) = 𝐹 cos 𝜃
𝜇𝑊 − 𝜇𝐹 sin 𝜃 = 𝐹 cos 𝜃
𝐹 (cos 𝜃 + 𝜇 sin 𝜃) = 𝜇𝑊
Karena
sin 𝜙
𝜇 = tan 𝜙 =
cos 𝜙
Maka kita peroleh
sin 𝜙 sin 𝜙
𝐹 (cos 𝜃 + sin 𝜃) = .𝑊
cos 𝜙 cos 𝜙
sin 𝜙 sin 𝜙
𝐹 (cos 𝜃 + sin 𝜃) × cos 𝜙 = . 𝑊 × cos 𝜙
cos 𝜙 cos 𝜙

𝐹(cos 𝜃. cos 𝜙 + sin 𝜃 sin 𝜙) = 𝑊 sin 𝜙

𝐹 cos(𝜃 − 𝜙) = 𝑊 sin 𝜙
𝑊 sin 𝜙
𝐹=
cos(𝜃 − 𝜙)

Untuk supaya 𝐹 bernilai minimum, cos(𝜃 − 𝜙) harus bernilai maksimum


cos(𝜃 − 𝜙) = 1
Maka pastilah
𝜃−𝜙 =0
Maka kita peroleh
𝜃=𝜙
Jadi sudut kemiringan gaya F harus sama dengan sudut gesekan

Contoh:
Tarikan 25 N dengan sudut 30o terhadap horisontal diperlukan untuk memindahkan balok
kayu pada meja mendatar. Jika koefisien gesekan antara benda yang bersentuhan adalah 0,2,
hitunglah berat balok!

Penyelesaian:
Diketahui:
W = berat benda
F = gaya (= 25 N)
N = gaya normal
𝜇 = koefisien gesekan (= 0,2)

MEKANIKA TERAPAN 63
Gambar 2.19

Penyelesaian gaya-gaya sejajar terhadap bidang,


𝑓 = 𝐹 cos 30°
𝜇𝑁 = 𝐹 cos 30° (i)
Penyelesaian gaya-gaya tegak lurus bidang,
𝑁 + 𝐹 sin 30° = 𝑤
𝑁 = 𝑤 − 𝐹 sin 30°
Substitusi harga N ke dalam persamaan (i), kita peroleh
𝜇(𝑤 − 𝐹 sin 30°) = 𝐹 sin 30°
0,2(𝑤 − 25 × 0,5) = 25 × 0,866
21,65
𝑤= + 12,5
2
𝑤 = 120,75 Newton

Contoh:
Sebuah benda yang diam di atas bidang datar kasar memerlukan tarikan 18 N dengan
kemiringan 30o terhadap bidang untuk tepat akan bergerak. Ditemukan bahwa dorongan 20
N dengan kemiringan 30o terhadap bidang diberikan untuk tepat akan bergerak. Tentukan
berat benda dan koefisien gesek bidang.

Penyelesaian:
Diketahui:
w = berat benda
F = gaya yang bekerja
N = gaya normal
𝜇 = koefisien gesek

MEKANIKA TERAPAN 64
(a) (b)
Gambar 2.20

Kasus I. Penyelesaian gaya-gaya sejajar bidang,


𝑓 = 𝐹 cos 30°
𝜇𝑁 = 18 cos 30° (i)
Dan penyelesaian gaya-gaya tegaklurus bidang,
𝑁 + 𝐹 cos 30° = 𝑤 (ii)
𝑁 + 18 cos 30° = 𝑤
𝑁 = 𝑤 − 18 sin 30°
𝑁 =𝑤−9
Substitusi nilai N ke dalam persamaan (i), kita peroleh
𝜇(𝑤 − 9) = 18 cos 30°
Berdasarkan gambar 2.19
Kasus II. Penyelesaian gaya-gaya sejajar bidang,
𝑓 = 𝐹 cos 30°
𝜇𝑁 = 22 cos 30° (i)
Dan penyelesaian gaya-gaya tegak lurus bidang,

𝑁 = 𝑤 + 𝐹 sin 30°
𝑁 = 𝑤 + 22 sin 30°
𝑁 = 𝑤 + 11 (ii)
Substitusi nilai N ke persamaan (i), kita peroleh
𝜇(𝑤 + 11) = 22 cos 30°
Dari persamaan (i) dan (ii), kita peroleh
𝜇(𝑤 − 9) 18 cos 30°
=
𝜇(𝑤 + 11) 22 cos 30°
22(𝑤 − 9) = 18(𝑤 + 11)
22𝑤 − 198 = 18𝑤 + 198)
4𝑤 = 396
𝑤 = 99 𝑁𝑒𝑤𝑡𝑜𝑛

MEKANIKA TERAPAN 65
Dengan memasukkan nilai w ke persamaan (1), kita peroleh

𝜇(99 − 9) = 18 cos 30°


18 cos 30°
𝜇=
90
𝜇 = 0,1732 Newton

Soal Latihan

1. Sebuah kapal berlayar ke timur dengan kecepatan 18 knots melewati arus 3 knots
yang arahnya 40° ke timur dari utara. Hitunglah laju resultan dan arah kapal.
2. Sebuah lokomotif yang awalnya diam, dipercepat beraturan sampai kecepatan
maksimum, memerlukan waktu 1 menit dan menempuh jarak 0,5 km. Lokomotif
kemudian berjalan pada kecepatan maksimum selama 2 menit dan akhirnya
diperlambat secara teratur memerlukan 30 detik untuk berhenti. Hitunglah laju
maksimum, gambarkan grafik kecepatan-waktu dan hitunglah jarak total yang
ditempuh.
3. Sebuah benda bergerak sehingga jarak yang ditempuh dari titik asal diberikan oleh
persamaan:
𝑠 = 0,2𝑡 2 + 10,4

Hitunglah kecepatan dan percepatan 5 detik setelah benda muai bergerak dan
kecepatan rata-rata pada 10 detik gerakannya.
4. Laju dan arah kapal motor berubah dari 9 knot ke utara menjadi 11 knot ke barat
dalam waktu 30 detik. Hitung percepatan rata-rata dalam m/s2. (1 knot = 1,852
km/jam)
5. Dua kereta api, yang pertama panjang 20 m dan yang kedua panjangnya 40 m, saling
mendekat satu sama lain dalam arah berlawanan pada track sejajar, laju kereta yang
lebih pendek 50 km/jam dan yang lebih panjang 100 km/jam. Hitung waktu yang
diperlukan untuk melewati satu sama lain.
6. Sebuah benda yang beratnya 1000 N diam pada bidang datar, koefisien gesekan
antara benda dan bidang 0,1. Hitunglah besarnya gaya yang bekerja 30° terhadap
bidang datar yang akan menyebabkan benda tepat akan bergerak.
7. Hitunglah gaya yang diperlukan untuk memindahkan beban 300 N menaiki bidang
miring, gaya bekerja sejajar bidang miring. Kemiringan bidang adalah seperti ketika
benda yang sama tertahan pada bidang yang sangat halus dimiringkan pada sudut
tersebut dan sebuah gaya 60 N bekerja pada kemiringan 30o terhadap bidang
menahan bersama-sama dalam keseimbangan. Asumsikan bahwa koefisien gesekan
antara bidang kasar dan beban sama dengan 0,3.

MEKANIKA TERAPAN 66
BAB III HIDROSTATIKA

Fluida adalah zat yang dapat mengalir sehingga yang termasuk fluida adalah zat cair dan
gas. Dalam hidrostatika dipelajari fluida yang ada dalam keadaan diam (tidak bergerak).
Fluida yang diam disebut fluida statis. Jika yang diamati zat cair maka disebut hidrostatis.
Dalam fluida statis anda akan mempelajari hukum-hukum dasar yang antara lain dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut. Mengapa semakin dalam menyelam semakin
besar tekanannya? Mengapa kapal laut yang terbuat dari besi dapat mengapung di
permukaan air laut? Mengapa balon udara yang berisi gas panas dapat naik ke udara?

3.1 Tekanan
Tekanan didefinisikan sebagai gaya normal (tegak lurus) yang bekerja pada suatu bidang
dibagi dengan luas bidang tersebut. Rumus tekanan

𝐹
𝑝=
𝐴

Satuan SI untuk tekanan adalah Pascal (disingkat Pa) untuk memberi penghargaan kepada
Blaise Pascal, penemu hukum Pascal.

1 Pa = 1 N . m-2

Untuk keperluan cuaca digunakan satuan atmosfer (atm), cmHg atau mmHg, dan milibar
(mb).

1 mb = 0,001 bar; 1 bar = 105 Pa


1 atm = 76 cmHg = 1,01 x 105 = 1,01 bar

Untuk menghormati Torricelli, fisikawan Italia penemu barometer, ditetapkan satuan


tekanan dalam torr.
Dimana 1 torr = 1 mmHg

Contoh:
Sebuah piston bundar memberikan tekanan 80 kPa pada suatu fluida, ketika gaya yang
dikenakan ke piston 0,2 kN. Hitunglah diameter piston!
Penyelesaian:
𝐹
𝑝=
𝐴
Atau
𝐹
𝐴=
𝑝
Gaya dalam Newton:
F = 0,2 kN = 0,2 × 103 N = 200 N

MEKANIKA TERAPAN 67
Tekanan dalam Pascal:
P = 80 kPa = 80 000 Pa = 80 000 N/m2
Luas
𝐹
𝐴=
𝑝
200 𝑁
𝐴= = 0,0025 𝑚2
80 000 𝑁/𝑚2
Karena pistol berbentuk lingkaran maka luas dirumuskan 𝜋𝑟 2 = 𝜋𝑑 2 /4, dimana d adalah
diameter piston.
𝜋𝑑2
𝐴= = 0,0025
4
4
𝑑 2 = 0,0025 × = 0,003183
𝜋
𝑑 = √0,003183 = 0,0564 𝑚

Jadi diameter piston adalah 56,4 mm

Pada setiap titik pada permukaan benda yang tenggelam, gaya yang dikenakan oleh fluida
adalah tegak lurus terhadap permukaan benda (gambar 3.1).

Gambar 3.1 Pada setiap titik pada permukaan benda yang tenggelam, gaya yang
dikenakan oleh fluida adalah tegak lurus terhadap permukaan benda

Tekanan pada fluida dapat diukur dengan alat seperti alat pada gambar 3.2 alat terdiri dari
silinder yang tertutup oleh piston yang terhubung dengan pegas. Ketika alat tenggelam
dalam fluida, fluida menekan bagian atas piston dan menekan pegas hingga gaya ke dalam
oleh fluida seimbang dengan gaya ke luar pegas. Tekanan fluida dapat diukur secara
langsung jika pegas dikalibrasi lebih lanjut.

MEKANIKA TERAPAN 68
Gambar 3.2 contoh alat ukur tekanan fluida

Tekanan Hidrostatik
Tekanan zat cair dalam keadaan tidak mengalir dan hanya disebabkan oleh berat zat cair
sendiri disebut tekanan hidrostatika. Besarnya tekanan hidrostatika suatu titik dalam zat
cair yang tidak bergerak dapat diturunkan sebagai berikut:

Gambar 3.3 Zat cair dalam wadah silinder

Tinjau zat cair dengan massa jenis ρ berada dalam wadah silinder dengan luas alas A dan
ketinggian h seperti pada Gambar 10.3 Volume zat cair dalam wadah V = Ah sehingga berat
zat cair dalam wadah adalah:

F = mg = ρVg = ρAhg

dengan demikian tekanan hidrostatika di sebarang titik pada luas bidang yang diarsir oleh
zat cair dengan kedalaman h dari permukaan adalah:
𝐹
𝑝ℎ =
𝐴

𝜌𝑔ℎ𝐴
𝑝ℎ =
𝐴

𝑝ℎ = 𝜌𝑔ℎ

dengan
𝜌 : massa jenis zat cair (kg/m3)

MEKANIKA TERAPAN 69
g : percepatan gravitasi, m/s2
h : kedalaman titik dalam zat cair diukur dari permukaan zat cair, m.

Karena massa jenis air tawar adalah 1000 kg/m3, kedalaman air tawar yang memiliki
tekanan 1 bar (=105 N/m2) dapat dihitung sebagai berikut:

𝑝ℎ = 𝜌𝑔ℎ
𝑝ℎ
ℎ=
𝜌𝑔
105
ℎ=
1000 × 9,81
ℎ = 10,19 m

jadi pada kedalaman 10,19 m air tawar akan memiliki tekanan hidrostatis sebesar 1 bar.

Contoh:
Hitunglah tekanan hidrostatik pada kedalaman 10 m dari permukaan air!
Penyelesaian:
𝑝ℎ = 𝜌𝑔ℎ
= 1000 kg/m3 × 9,82 m/s2 × 10 m
= 98.200 Pascal
Jadi, pemompaan melawan sebuah tekanan (p) dapat dianggap sebagai pengangkatan zat
cair menuju suatu ketinggian yang setara dan usaha yang dilakukan atau daya yang
diberikan dapat dihitung dengan metode ini.

Contoh.
Sebuah mesin menghasilkan 3730 kW menggunakan 7,25 kg uap/kWh. Jika tekanan boiler
adalah 17 bar (=17 x 105 N/m2), hitunglah daya keluaran dari feed pump.

Penyelesaian:
Pada tekanan 17 bar kedalaman air ekuivalen dengan = 17 x 10,19 = 173,2 m
Massa air yang dipompa ke boiler setiap detik adalah
7,25 × 3730
𝑚= = 7,511 kg
3600
Gaya untuk mengangkat melawan gravitasi;
𝐹 = 𝑚 × 𝑔 = 7,511 × 9,81 = 73,69 N
Daya = kerja yang dilakukan setiap detik
𝑊 𝐹ℎ
𝑃= =
𝑡 𝑡
P = gaya x tinggi, per detik
= 73,69 x 173,2
= 1,277 x 104 W = 12,77 kW

MEKANIKA TERAPAN 70
Tekanan Atmosfir
Udara di atas permukaan bumi adalah fluida, memiliki massa jenis, 𝜌, yang mana nilainya
bervariasi antara 1,225 kg/m3 pada permukaan laut sampai 0 kg/m3 di luar angkasa. Karena
𝑝 = 𝜌𝑔ℎ, dimana h adalah beberapa ribu meter, udara memberikan tekanan pada seluruh
titik pada permukaan bumi. Tekanan ini disebut tekanan atmosfer, yang memiliki nilai
sekitar 100 kilopascal.

Biasanya tekanan yang kita ukur adalah perbedaan tekanan dengan tekanan atmosfir, yang
disebut Tekanan Gauge atau tekanan yang dilihat dengan alat ukur. Adapun tekanan
sesungguhnya disebut tekanan mutlak, dimana :

Tekanan mutlak = tekanan gauge + tekanan atmosfer

Ph = Pgauge + Patm

dengan tekanan atmosfer Patm (Po) = 1,01 × 105 Pa.


Perhatikan:
 Jika disebut tekanan pada suatu kedalaman tertentu, ini yang dimaksud adalah
tekanan mutlak.
 Jika tidak diketahui dalam soal, gunakan tekanan udara luar Po = 1 atm = 76 cmHg
= 1,01 × 105 Pa.

Contoh:
Berapa kedalaman suatu posisi penyelam dalam fluida tak bergerak (air) diukur dari
permukaan yang mempunyai tekanan sebesar tiga kali tekanan udara luar. ( Po = 1 atm =
1,01 × 105 N/m2).
Penyelesaian:

Po

Gambar 3.6 Ilustrasi tekanan hidrostatik.

Tekanan hidrostatis titik A:


𝑝𝐴 = 3 𝑝0
Besar tekanan di titik A
𝑝𝐴 = 𝑝0 + 𝜌𝑔ℎ

MEKANIKA TERAPAN 71
3 𝑝0 = 𝑝0 + 𝜌𝑔ℎ
3 𝑝0 − 𝑝0 = 𝜌𝑔ℎ
2𝑝0
ℎ=
𝜌𝑔
2 × 1,01 × 105 N/𝑚2
=
𝑘𝑔
103 3 × 10𝑚/𝑠 2
𝑚
= 20,2 𝑚
Jadi kedalaman posisi tersebut adalah 20 m.

Manometer dan Barometer


Manometer adalah alat pengukur tekanan gas di dalam ruang tertutup. Barometer adalah
alat ukur tekanan udara dalam ruang terbuka.

Gambar 3.4 (a) Manometer terbuka (b) barometer raksa

Dengan menerapkan hukum pokok hidrostatik di titik A dan B, maka untuk manometer
𝑝𝐴 = 𝑝𝐵 atau 𝑝𝑔𝑎𝑠 = 𝑝0 + 𝜌𝑔ℎ

Sedangkan untuk barometer


𝑝𝐴 = 𝑝𝐵 atau 𝑝0 = 𝜌𝑔ℎ
Dengan 𝜌 adalah massa jenis raksa dan ℎ adalah tinggi kolom raksa.

Contoh.
Sebuah manometer terhubung kepada tabung udara bertekanan, memiliki perbedaan
ketinggian 18 mm antara dua tangkai berisi merkuri (𝜌=13,6 g/cm3). Hitunglah tekanan
gauge pada tabung udara.
Penyelesaian:
Tekanan udara terbaca pada alat ukur (tekanan gauge):
𝑝𝑔𝑎𝑠 = 𝜌𝑔ℎ
= 13,6 × 103 × 9,81 × 0,018

MEKANIKA TERAPAN 72
= 2,4 𝑘𝑁/𝑚2

Barometer Aneroid
Barometer aneroid pada dasarnya terdiri atas circular, hollow, sealed vessel S yang
biasanya terbuat dari logam lentur tipis.

Skala

Pointer

Sumbu

Tekanan
Atmosfer
Sealed
Vessel

Tekanan udara pada vessel dihilangkan hingga mendekati nol sebelum disegel, sehingga
perubahan pada tekanan atmosfer akan menyebabkan bentuk vessel mengembang atau
mengkerut. Perubahan kecil ini dapat diperbesar dengan menggunakan tuas dan dibuat
untuk menggerakkan jarum penunjuk dengan kalibrasi tertentu.

Bourdon Pressure Gauge


Tekanan yang beberapa kali lebih besar dari pada tekanan atmosfer dapat diukur dengan
Bourdon pressure gauge.

Gambar 3.5 Bourdon Pressure Gauge

MEKANIKA TERAPAN 73
Bourdon pressure gauge menggunakan prinsip bahwa pipa berlubang yang salah satu
ujungnya tertutup yang dibengkokkan melingkar, akan tegang dan lurus ketika bagian
dalamnya diberikan tekanan. Pergeseran ujung pipa akibat tekanan dihubungkan dengan
tuas dan roda gigi hingga memutar jarum penunjuk.

3.2 Hukum Pascal


Tekanan yang bekerja pada fluida statis dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala
arah dengan sama rata, hal ini dikenal sebagai Prinsip Pascal. Tinjau sistem kerja penekan
hidrolik seperti pada Gambar 10.5 apabila dikerjakan tekanan p1 pada penampang A1 maka
tekanan yang sama besar akan diteruskan ke penampang A2 sehingga memenuhi p1 = p2 dan
diperoleh perumusan sebagai berikut :
𝑝1 = 𝑝2

𝐹1 𝐹2
=
𝐴1 𝐴2
Atau
𝐹1 (𝐷1 )2
=
𝐹2 (𝐷2 )2

Dengan 𝐷1 = diameter penampang 1, 𝐷2 = diameter penampang 2

Gambar 3.7 Sistem hidrolik

Alat-alat teknik yang menggunakan sistem prinsip Pascal adalah dongkrak hidrolik, rem
hidrolik dan pengangkat mobil dalam bengkel.

MEKANIKA TERAPAN 74
Gambar 3.8 Contoh-contoh aplikasi hukum pascal

Contoh:
Seorang pekerja bengkel memberikan gaya tekan pada pompa hidrolik dengan gaya 200 N.
apabila perbandingan penampang silinder kecil dan besar 1 : 10, berapa berat beban yang
dapat diangkat oleh pekerja tersebut.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan hukum Pascal diperoleh :
𝐴2 10
𝐹2 = 𝐹1 = 200 𝑁 = 2000 𝑁
𝐴1 1

3.3 Prinsip Archimedes


Di dalam fluida yang diam, suatu benda yang dicelupkan sebagian atau seluruh volumenya
akan mengalami gaya tekan ke atas (gaya apung/Bouyant Force) sebesar berat fluida yang
dipindahkan oleh benda tersebut, yang lazim disebut gaya Archimedes.

MEKANIKA TERAPAN 75
Gambar 3.9 Gaya-gaya pada kapal di atas permukaan air.

Contoh:
Massa jenis air tawar adalah 1000 kg/m3. Oleh karenanya ketika sebuah benda dibenamkan
ke dalam air tawar akan kehilangan efek massa sebesar 1000 kilogram untuk setiap 1 m3 air
didesak/dipindahkan. Ketika sebuah kotak berukuran 1 m3 dan massa 4000 kg dibenamkan
ke dalam air tawar maka akan kehilangan massa sebesar 1000 kg. Jika diukur dengan necara
pegas maka akan ditunjukkan nilai 3000 kg. Disini diperoleh gaya apung 1000 kg × 10 m/s2
= 10.000 Newton.

Gambar 3.10 benda dibenamkan ke dalam air tawar akan kehilangan efek massa

Perhatikan elemen fluida yang dibatasi oleh permukaan s (gambar 3.11)

𝐹𝑎

Gambar 3.11 Elemen fluida yang dibatasi permukaan s.

Pada elemen ini bekerja gaya-gaya :


- gaya berat benda W
- gaya-gaya oleh bagian fluida yang bersifat menekan permukaan s, yaitu gaya
angkat ke atas Fa.

MEKANIKA TERAPAN 76
Kedua gaya saling meniadakan, karena elemen berada dalam keadaan setimbang dengan
kata lain gaya-gaya keatas = gaya - gaya ke bawah. Artinya resultan seluruh gaya pada
permukaan s arahnya akan ke atas, dan besarnya sama dengan berat elemen fluida tersebut
dan titik tangkapnya adalah pada titik berat elemen. Dari sini diperoleh prinsip Archimedes
yaitu bahwa suatu benda yang seluruhnya atau sebagian tercelup di dalam satu fluida akan
mendapat gaya apung sebesar dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut.
Secara matematis hukum Archimedes diformulasikan:

𝐹𝑎 = 𝑤𝑓

𝐹𝑎 = 𝑚𝑓 𝑔

𝐹𝑎 = 𝜌𝑓 𝑉𝑏𝑓 𝑔
Dengan:
𝐹𝑎 : gaya apung (N)
𝑤𝑓 : berat fluida yang di desak (N)
𝑚𝑓 : massa fluida yang di desak (kg)
𝜌𝑓 : massa jenis fluida (kg/m3)
𝑉𝑏𝑓 : volume benda yang tercelup (m3)
𝑔 : percepatan gravitasi (m/s2)

Perhatikan:
 Hukum Archimedes berlaku untuk semua fluida termasuk gas dan zat cair.
 Jika benda tercelup semua maka Vbf = volume benda.

Benda yang dimasukkan ke dalam zat cair, akan terjadi tiga kemungkinan keadaan yaitu
terapung, melayang dan tenggelam.
mengapung 𝐹𝑎
𝐹𝑎 > 𝑤

𝐹𝑎
melayang
𝐹𝑎 = 𝑤
𝑤
tenggelam 𝐹𝑎
𝐹𝑎 < 𝑤
𝑤

Gambar 3.12 Benda mengapung melayang dan tenggelam.

MEKANIKA TERAPAN 77
Ketiga kemungkinan keadaan tersebut terjadi ditentukan oleh perbandingan massa jenis
benda dengan massa jenis fluida, syaratnya adalah:
 ρbenda rata rata < ρfluida : keadaan mengapung
 ρbenda rata rata > ρfluida : keadaan tenggelam
 ρbenda rata rata = ρfluida ρ : keadaan melayang

a. Benda akan tenggelam dalam fluida jika gaya apung ke atasnya tidak mampu menahan
beratnya.
𝐹𝑎 < 𝑤
b. Benda melayang dalam fluida syaratnya gaya apung ke atasnya harus sama dengan berat
bendanya.
𝐹𝑎 = 𝑤
c. Benda terapung dalam fluida syaratnya apabila gaya apung lebih besar dari berat benda
𝐹𝑎 > 𝑤

Kapal Laut
Massa jenis besi lebih besar daripada massa jenis air laut, tetapi mengapa kapal laut yang
terbuat dari besi bisa mengapung di atas air?
Badan kapal yang terbuat dari besi dibuat berrongga. Ini menyebabkan volume air laut yang
dipindahkan oleh badan kapal menjadi sangat besar. Gaya apung sebanding dengan volume
air yang dipindahkan, sehingga gaya apung menjadi sangat besar. Gaya apung ini mampu
mengatasi berat total kapal sehingga kapal laut mengapung di permukaan air laut. Jika
dijelaskan menggunakan konsep massa jenis, maka massa jenis rata-rata besi berrongga dan
udara yang menempati rongga masih lebih kecil daripada massa jenis air laut. Itulah
sebabnya kapal mengapung.

FA

Gambar 3.13 Sistem gaya pada kapal laut

Contoh:
Sebuah gunung es (iceberg) berada di tengah lautan. Berapa prosentase bagian gunung yang
terlihat di udara apabila diketahui massa jenis es 0,92 gr/cm3 dan massa jenis air laut 1,03
gr/cm3.
Penyelesaian:

MEKANIKA TERAPAN 78
𝐹𝑎
Va

𝑤 Vb

Gambar 3.14 Gunung Es/ Ice berg

Berat gunung es adalah

W = ρes V g

Gaya apung (Fa) = berat air laut yang dipindahkan = ρair laut . Vb . g
karena kesetimbangan maka volume es yang terlihat di udara adalah:

𝑉𝑢 = 𝑉𝑏 − 𝑉𝑏𝑓

dengan,
𝜌𝑏
𝑉𝑏𝑓 = 𝑉 = 0,89 𝑉𝑏
𝜌𝑓 𝑏
Jadi bagian gunung yang muncul di udara sebesar 11%.

Contoh:
Sebuah kapal bermuatan 7000 ton sedang mengapung di air tawar. Hitunglah muatan kapal
saat terapung di draft yang sama dalam air dengan densitas 1.015 kg per meter kubik, atau
1,015 ton/m3.
muatan baru massa jenis fluida baru
=
muatan lama massa jenis fluida lama
massa jenis fluida baru × muatan lama
muatan baru =
massa jenis fluida lama
1.015 𝑘𝑔/𝑚3 × 7.000 𝑡𝑜𝑛
=
1.000 𝑘𝑔/𝑚3
= 7.105 𝑡𝑜𝑛

Stabilitas Benda Terapung


Untuk kebanyakan kapal pusat gaya apung (centre of bouyancy) B kapal biasanya terletak
di bawah pusat gravitasi/titik berat G, seperti ditunjukkan oleh gambar 3.15(a) ketika kapal

MEKANIKA TERAPAN 79
ini dikenakan kemiringan dengan sudut lunas kapal/keel kecil 𝜃, sebagaimana digambarkan
pada gambar 3.15(b), maka pusat gaya apung berpindah menuju posisi B’, dimana

Gambar 3.15

B M = pusat pembungkukan/curvature dari pusat gaya apung = 𝐼⁄𝑉


G M = tinggi metasentrik (the metacentric height)
M = posisi metasenter
I = momen kedua dari luasan bidang air disekitar garis pusat/centreline (the second
moment of area of the water plane about its centreline)
V = volume terpindahkan kapal

Tinggi metasentrik GM dapat diperoleh dengan eksperimen memiringkan sederhana,


dimana beban P dipindahkan secara transversal sejauh x, sebagaimana ditunjukkan oleh
gambar 3.16.

Gambar 3.16
Dari tinjauan keseimbangan rotasi dimana pada kondisi kesetimbangan momen gaya searah
jarum sama dengan momen gaya berlawanan arah jarum jam,
𝜏𝑐𝑙𝑜𝑐𝑘𝑤𝑖𝑠𝑒 = 𝜏𝑎𝑛𝑡𝑖𝑐𝑙𝑜𝑐𝑘𝑤𝑖𝑠𝑒
Dimana momen gaya = gaya × lengan momen

MEKANIKA TERAPAN 80
𝜏=𝐹𝑙
Maka kita peroleh
𝑊(𝐺𝑀) tan 𝜃 = 𝑃𝑥
𝑃𝑥
𝐺𝑀 = 𝑐𝑜𝑡 𝜃 … (∗)
𝑊
Dimana W = berat kapal, dan
1
cot 𝜃 =
tan 𝜃
Contoh:
Seorang arsitek angkatan laut sedang melakukan perhitungan hidrostatis pada sebuah kapal
penjelajah, dimana dia memperoleh data-data sebagai berikut:
M = massa kapal penjelajah = 100 ton
K B = jarak vertikal dari pusat gaya apung (B ) di atas lunas kapal (keel ) K = 1,2 m
B M = jarak metasenter (M ) di atas pusat gaya apung = 2,4 m

Dia kemudian melakukan eksperimen pemiringan, dimana dia memindahkan massa 50 kg


menempuh jarak transversal 10 m sepanjang dek kapal. Setelah melakukan itu, dia
menemukan hasil bahwa sudut lunas kapal/keel adalah 𝜃 = 1°. Hitunglah tinggi metasentrik
G M dan posisi pusat gravitasi/titik berat dari kapal diatas lunas kapal/keel. Asumsikan g =
9,81 m/s2.
Penyelesaian:
𝑃 = 50 𝑘𝑔 × 9,81𝑚/𝑠 2 = 490,5 N
𝑘𝑔 𝑚
𝑊 = 100 𝑡𝑜𝑛 × 1000 × 9,81 2
𝑡𝑜𝑛 𝑠
= 981 kN
𝑥 = 10 𝑚
1
𝜃 = 1° 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑛𝑎, tan 𝜃 = 0,017455 dan cot 𝜃 = = 57,29
tan 𝜃
Dari persamaan (*)

MEKANIKA TERAPAN 81
𝑃𝑥
𝐺𝑀 = cot 𝜃
𝑊
490,5 𝑁 × 10 𝑚 × 57,29
=
981 × 103 𝑁
= 0,286 𝑚
Jadi diperoleh tinggi metasentrik 𝐺𝑀 = 0,286 𝑚
𝐾𝑀 = 𝐾𝐵 + 𝐵𝑀
= 1,2 𝑚 + 2,4 𝑚 = 3,6 𝑚
𝐾𝐺 = 𝐾𝑀 − 𝐺𝑀
= 3,6 − 0,286 = 3,314 𝑚
Jadi diperoleh pusat gravitasi diatas lunas kapal/keel, KG = 3,314 m, (dimana ‘K ’ adalah
sebuah titik pada lunas keel)

SOAL LATIHAN

1. Dalam sebuah bejana diisi air (ρ = 1000 kg/m3). Ketinggian airnya adalah 85 cm. Jika g
= 10 m/s2 dan tekanan udara 1 atm maka tentukan:
a. tekanan hidrostatis di dasar bejana,
b. tekanan mutlak di dasar bejana.
2. Tiga zat cair dengan massa jenis relatif 0,75, 0,85 dan 0,95 dicampur dengan
perbandingan volume 2 : 3 : 4. Hitunglah massa jenis relatif campuran.
3. Bejana berhubungan digunakan untuk mengangkat sebuah beban. Beban 1000 kg
diletakkan di atas penampang besar 2000 cm2. Berapakah gaya yang harus diberikan
pada bejana kecil 10 cm2 agar beban terangkat?
4. Balok kayu bermassa 20 kg memiliki volume 5.10-2 m3. Jika balok dimasukkan dalam air
(ρa = 1000 kg/m3) diberi beban maka berapakah massa beban maksimum yang dapat
ditampung di atas balok itu?
5. Sebuah mesin menghasilkan 5000 kW menggunakan 10 kg uap/kWh. Jika tekanan boiler
adalah 20 bar (=20 x 105 N/m2), hitunglah daya keluaran dari feed pump.
6. Sebuah manometer terhubung kepada tabung udara bertekanan, memiliki perbedaan
ketinggian 16 mm antara dua tangkai berisi merkuri (𝜌=13,6 g/cm3). Hitunglah tekanan
gauge pada tabung udara.
7. Sebuah kapal bermuatan 7000 ton sedang mengapung di air asin dengan massa jenis
1,015 kg per meter kubik . Hitunglah muatan kapal saat terapung di draft yang sama
dalam air tawar.
8. Sebuah dongkrak hidrolik digunakan untuk mengangkat sebuah mobil yang massanya
1500 kg. Jari-jari poros dongkrak ini 8 cm dan jari-jari penghisap 1 cm. Berapa besar
gaya yang harus diberikan pada penghisap ini untuk menaikkan mobil?
9. A barge of length 30 m and width 8 m floats on an even keel at depth of 3 m. What is the
value of its bouyancy? Take density of water, 𝜌, as 1000 kg/m3 and 9 as 9,81 m/s2. If the

MEKANIKA TERAPAN 82
vertical centre of gravity of the barge is 2 m above the keel, (i.e. K G = 2 m), what is the
metacentric height of the barge?

MEKANIKA TERAPAN 83
BAB IV HIDRODINAMIKA

Fluida yang mengalir disebut fluida dinamis. Jika yang dipelajari zat cair maka disebut
hidrodinamika. Fluida yang akan dipelajari dianggap sebagai fluida ideal, yaitu fluida yang
tunak (kecepatan konstan sepanjang waktu), tak termampatkan (tidak mengalami
perubahan volume ketika dimampatkan), tak kental (non-viscous), streamline (aliran garis
arus/tidak turbulen).

4.1 Pengertian Debit


Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir melalui suatu
penampang tertentu dalam selang waktu tertentu. Satuan SI untuk debit adalah m3/s

volume 𝑉
Debit = atau 𝑄=
selang waktu 𝑡

Misalkan sejumlah fluida melalui penampang pipa seluas A dan setelah selang waktu t
menempuh jarak L. Volume fluida adalah V = A L, sedang jarak L = vt, sehingga debit Q dapat
kita nyatakan sebagai
𝑉 𝐴𝐿 𝐴(𝑣𝑡)
𝑄= = =
𝑡 𝑡 𝑡

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑘 𝐹𝑙𝑜𝑤 𝑄 = 𝐴𝑣

Laju aliran massa (mass flow) dapat diperoleh dari hasil perkalian antara debit Q dengan
massa jenis 𝜌. Satuan laju aliran massa adalah kg/s.

𝑀𝑎𝑠𝑠 𝑓𝑙𝑜𝑤 = 𝑄 × 𝜌

Contoh:
Minyak dengan massa jenis relatif 0,9 mengalir melalui pipa dengan diameter dalam 75 mm
dengan laju 1,2 m/s. Hitung laju aliran massa!

𝑄 = 𝐴𝑣
𝑄 = 𝜋𝑟 2 𝑣
= 3,14 (0,0375)2 × 1,2
= 0,00530 m3/s
Massa jenis minyak yang massa jenis relatifnya 0,9 adalah 0,9 x 1000 kg/m3=900 kg/m3
Sehingga kita peroleh laju aliran massa:

𝑀𝑎𝑠𝑠 𝑓𝑙𝑜𝑤 = 𝑄 × 𝜌

MEKANIKA TERAPAN 84
m3 kg
= 0,00530 × 900 3
s m
= 4,77 kg/s
= 17,17 ton/jam

4.2 Persamaan Kontinuitas


Pada fluida tak termampatkan, debit fluida di titik mana saja selalu konstan. Sehingga hasil
kali antara kelajuan fluida dan luas penampang selalu konstan.

𝑄1 = 𝑄2 = 𝑄1 = ⋯ = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2 = 𝐴3 𝑣3 = ⋯ = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

Kelajuan aliran fluida tak termampatkan berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari
penampang atau diameter penampang.
𝑣1 𝑟2 2 𝐷2 2
=( ) =( )
𝑣2 𝑟1 𝐷1

Gambar 4.1 Fluida bergerak secara steady flow (aliran tunak) melalui pipa yang luas
penampangnya bervariasi

Fluida bergerak secara steady flow (aliran tunak) melalui pipa yang luas penampangnya
bervariasi. Volume fluida yang mengalir melalui luas A1 pada interval waktu t harus sama
dengan volume yang mengalir melalui luasan A2 dalam interval waktu yang sama.
Sehingga, 𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2

Contoh:
Diketahui air mengalir melalui sebuah pipa. Jika diameter pipa bagian kiri 10 cm dan bagian
kanan 6 cm, serta kelajuan air pada bagian kiri 5 m/s. Hitunglah kelajuan air yang melalui
pipa bagian kanan!
Penyelesaian:
𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2

MEKANIKA TERAPAN 85
𝐴1 𝑣1 𝐷12 (0,1 𝑚)2
𝑣2 = = 2 𝑣1 = 5 𝑚/𝑠 = 13,9 𝑚/𝑠
𝐴2 𝐷2 (0,06 𝑚)2

4.3 Asas Bernoulli

Fluida mengalir melalui sebuah pipa membesar. Volume bagian yang diarsir sebelah kiri
sama dengan volume bagian yang diarsir sebelah kanan.

Gambar 4.2 Fluida mengalir melalui sebuah pipa membesar.

Hukum Bernoulli menyatakan bahwa jumlah dari tekanan (p), energi kinetik per satuan
1
volume (2 𝜌𝑣 2 ), dan energi potensial per satuan volume (𝜌𝑔ℎ) memiliki nilai sama pada
setiap titik sepanjang suatu garis arus.

1
𝑝 + 𝜌𝑣 2 + 𝜌𝑔ℎ = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
2

Kita akan meninjau dua kasus khusus terhadap persamaan Bernuolli.


1. Kasus untuk fluida tak bergerak (fluida statis)
Untuk fluida tak bergerak, kecepatan 𝑣1 = 𝑣2 = 0, sehingga diperoleh

𝑝1 + 𝜌𝑔ℎ1 + 0 = 𝑝2 + 𝜌𝑔ℎ2 + 0

𝑝1 − 𝑝2 = 𝜌𝑔(ℎ2 − ℎ1 )

2. Kasus untuk fluida yang mengalir (fluida dinamis) dalam pipa mendatar
Dalam pipa mendatar (horisontal) tidak terdapat perbedaan ketinggian diantara
bagian-bagian fluida. Ini berarti, ketinggian ℎ1 = ℎ2 , dan persamaan menjadi

1 1
𝑝1 + 𝜌𝑣1 2 = 𝑝2 + 𝜌𝑣2 2
2 2

MEKANIKA TERAPAN 86
1
𝑝1 − 𝑝2 = 𝜌(𝑣2 2 − 𝑣1 2 )
2

Persamaan diatas menyatakan bahwa jika 𝑣2 > 𝑣1 , maka 𝑝2 > 𝑝1 . Ini berarti bahwa
di tempat yang kelajuannya airnya besar, tekanannya kecil. Sebaliknya di tempat
yang kelajuan alirnya kecil, tekanannya besar. Pernyataan ini dikenal sebagai asas
bernoulli.
“Pada pipa mendatar, tekanan fluida paling besar adalah pada bagian yang kelajuan
alirannya paling kecil, dan tekanan paling kecil adalah pada bagian yang kelajuan
alirnya paling besar”.

Contoh:
Bagian dari sebuah pipa air tawar vertikal meruncing secara teratur dari diameter 120 mm
di bagian bawah menjadi diameter 60 mm pada bagian atas. Perbedaan ketinggian 5 m.
Ketika volume alir adalah 0,0424 m3/s tekanan pada bagian bawah 160 kN/m2, hitunglah
tekanan pada bagian atas.

Penyelesaian:
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑙𝑖𝑟
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 =
𝑙𝑢𝑎𝑠
0,0424
𝑣1 = = 3,75 𝑚/𝑠
0,7854 × 0,122
0,0424
𝑣2 = = 15 𝑚/𝑠
0,7854 × 0,062
Karena volumen alir selalu tetap maka
𝑣1 × 𝐴1 = 𝑣2 × 𝐴2
3,75 × 0,7854 × 0,122
𝑣2 =
0,7854 × 0,062
= 3,75 × 22
= 15 𝑚/𝑠
Dengan mengambil bagian bawah sebagai level acuan, ℎ1 = 0 dan ℎ2 = 5
Ambil 𝑝2 = tekanan bagian atas
1 1
𝑝1 + 𝜌𝑣1 2 + 𝜌𝑔ℎ1 = 𝑝2 + 𝜌𝑣2 2 + 𝜌𝑔ℎ2
2 2
1 1
160.000 + × 1000 × 3,752 + 1000 × 9,81 × 0 = 𝑝2 + 1000 × 152 + 1000 × 9,81 × 5
2 2
160.000 + 7031,25 + 0 = 𝑝2 + 112500 + 49050
𝑝2 = 5481,25 𝑁/𝑚2
𝑝2 = 5,481 𝑘𝑁/𝑚2

Tabung Venturi

MEKANIKA TERAPAN 87
Pipa menyempit horisontal seperti diilustrasikan pada gambar 4.3 disebut sebagai tabung
venturi, dapat digunakan untuk mengukur laju alir fluida tak termampatkan. Kita akan
menghitung laju alir pada titik 2 jika perbedaan tekanan P1 - P2 diketahui.

Gambar 4.3 Tabung Venturi

Karena pipa horisontal, y1 = y2. Dan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2
kita peroleh

1 1
𝑝1 + 2 𝜌𝑣1 2 = 𝑝2 + 2 𝜌𝑣2 2 (1)

Dari persamaan kontinuitas 𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2 , kita peroleh

𝐴
𝑣1 = 𝐴2 𝑣2 (2)
1

Substitusi persamaan ini ke dalam persamaan (1) memberikan


1 𝐴2 2 1
𝑝1 + 𝜌 ( ) 𝑣22 = 𝑝2 + 𝜌𝑣2 2
2 𝐴1 2
2(𝑝1 − 𝑝2 )
𝑣2 = 𝐴1 √
𝜌(𝐴1 2 − 𝐴2 2 )
Kita dapat menggunakan hasil ini dan persamaan kontinuitas untuk mencari 𝑣1 . Karena
𝐴2 < 𝐴1 , persamaan (2) menunjukkan bahwa 𝑣2 > 𝑣1 . Hasil ini, bersama dengan
persamaan (1), mengindikasikan bahwa 𝑝1 > 𝑝2 . Dengan kata lain tekanan berkurang pada
bagian pipa yang menyempit.

MEKANIKA TERAPAN 88
4.4 Teorema Torricelli

Gambar 4.4 Kecepatan pancaran air melalui lubang tergantung ketinggian


permukaan air diatas lubang

Ketika air memancar melalui lubang yang berada di sisi tangki energi potensial air di dalam
tangki dengan kedalaman h di atas lubang dirubah menjadi energi kinetik sepanjang aliran
melalui lubang, sehingga

𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑘𝑖𝑛𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ = 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔


1
𝑚𝑣 2 = 𝑚𝑔ℎ
2

Sehingga diperoleh kecepatan semburan air


𝑣 = √2𝑔ℎ

Kelajuan fluida menyembur keluar dari lubang yang terletak pada jarak h di bawah
permukaan atas fluida dalam tangki sama seperti kelajuan yang akan diperoleh sebuah
benda yang jatuh bebas dari ketinggian h.

𝑣 = √2𝑔ℎ

Perhatian: Teorema Torricelli hanya berlaku jika ujung atas wadah terbuka terhadap
atmosfer dan luas lubang jauh lebih lecil daripada luas penampung wadah.
Persamaan ini disebut kecepatan teoritis (teoritical velocity). Dikarenakan adanya gesekan,
kecepatan sebenarnya (actually velocity) adalah sedikit lebih kecil. Perbandingan antara

MEKANIKA TERAPAN 89
kecepatan sebenarnya dengan kecepatan teoritis disebut dengan koefisien kecepatan
(coefficient of velocity) dan diberi simbol 𝐶𝑣 , kemudian

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑣𝑒𝑙𝑜𝑐𝑖𝑡𝑦 = 𝐶𝑣 √2𝑔ℎ

Gambar 4.5 Eddy current

Dikarenakan adanya eddy current, luas area sebenarnya (actual area) dimana air
memancur lebih kecil dari pada luas lubang, perbandingan antara keduanya disebut
koefisien pengurangan luas (coefficient of reduction of area), dan diberi simbol 𝐶𝐴 ,
kemudian
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑚𝑏𝑢𝑟 = 𝐶𝐴 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔

Volume alir sebenarnya diperoleh menjadi

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑙𝑜𝑤 = 𝐶𝐴 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 × 𝐶𝑣 × √2𝑔ℎ

Perbandingan antara besar pengurangan sebenarnya (actual quantity discharged) terhadap


besar pengurangan secara teoritis (teoritical quantity discharged), diberi simbol 𝐶𝐷 dan
dirumuskan
𝐶𝐷 = 𝐶𝐴 × 𝐶𝑣

Contoh:
Air keluar melalui sebuah lubang berdiameter 20 mm pada sisi sebuah tangki. Ketinggian
permukaan air di atas lubang adalah 3 m. Dengan mengambil koefisien kecepatan 0,97 dan
koefisien reduksi dari luasan 0,64, hitunglah (i) kecepatan semburan air meninggalkan
lubang, (ii) jumlah air yang mengalir dalam ton/jam.
Penyelesaian:
Kecepatan semburan air
𝑣 = 𝐶𝑣 √2𝑔ℎ
= 0,94 × √2 × 9,81 × 3
𝑚
= 7,442
𝑠

MEKANIKA TERAPAN 90
Luas semburan air
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑚𝑏𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝐶𝐴 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔
= 0,64 × 0,7584 × 202
= 201 𝑚𝑚2 = 201 × 10−6 𝑚2

Volume alir = luas x kecepatan


=201 × 10-6 x 7,442 x 3600
= 5,387 m3/jam

Massa alir = Volume Alir x Massa Jenis


= 5,387 x 1
=5,387 ton/jam

Penerapan Hukum Bernoulli Pada Karburator


Fungsi karburator adalah untuk menghasilkan campuran bahan bakar dengan udara
sebelum disemprotkan ke silinder untuk pembakaran. Prinsip kerja karburator adalah
sebagai berikut (gambar 4.6) penampang pada bagian atas jet menyempit, sehingga udara
yang mengalir pada bagian ini bergerak dengan kelajuan yang tinggi. Sesuai asas Bernoulli,
tekanan pada bagian ini rendah. Tekanan didalam tangki bahan bakar sama dengan tekanan
atmosfir. Tekanan atmosfir memaksa bahan bakar tersembur keluar melalui jet, sehingga
bahan bakar bercampur dengan udara sebelum memasuki silinder mesin.

Dari tangki minyak

Udara
Jet Katup
Pengapung

Minyak

Gambar 4.6 Prinsip kerja karburator

SOAL LATIHAN

1. Perhatikan gambar berikut!

A2
A1
V1 V2
P2
P1

MEKANIKA TERAPAN 91
Air mengalir melalui pipa mendatar dan menyempit. Besarnya diameter pipa besar dan
kecil masing-masing 5 cm dan 3 cm. Jika diketahui tekanan di A1 sebesar 1,6 × 104 N/m2
dan memiliki kecepatan 3 m/s, maka hitunglah:
a. kecepatan aliran di A2
b. tekanan di A2.
2. Jelaskan prinsip kerja karburator kaitannya dengan hukum Bernoulli!
3. Sebuah sumbat jatuh keluar dari sisi tangki dan air memancar melalui lubang yang
diameternya 19 mm. Jika ketinggian permukaan air di atas lubang tangki adalah 2,5 m.
Hitunglah (i) kecepatan air keluar dari lubang, (ii) volume air keluar dari lubang dalam
liter. Diketahui koefisien kecepatan sebesar 0,97 dan koefisien reduksi luas 0,64.
4. Sebuah pipa horisontal berdiameter 10 cm menyempit secara halus ke pipa diameter 5
cm. Jika tekanan air pada pipa lebih lebar 8,00 x 104 Pa, dan tekanan pada pipa yang lebih
kecil 6,00 x 104 Pa, hitunglah laju alir air melalui pipa.
5. Air mengalir melalui fire hose yang berdiameter 6,35 cm dengan debit 0,012 m3/s. Ujung
fire hose terdapat nozzle dengan diamater dalam 2,20 cm. Hitunglah laju air menyembur
dari nozzle.
6. Sebuah tabung Venturi digunakan untuk mengukur aliran fluida. Jika perbedaan tekanan
adalah 𝑝1 − 𝑝2 = 21,0 kPa, hitunglah debit aliran fluida dalam meter kubic per detik,
diketahui jari-jari tabung keluar 1 cm dan jari-jari tabung masuk 2 cm dan fluidanya
adalah gasoline (𝜌=700 kg/m3).

7. Air keluar melalui sebuah lubang berdiameter 10 mm pada sisi sebuah tangki.
Ketinggian permukaan air di atas lubang adalah 1 m. Dengan mengambil koefisien
kecepatan 0,90 dan koefisien reduksi dari luasan 0,60, hitunglah (i) kecepatan semburan
air meninggalkan lubang, (ii) jumlah air yang mengalir dalam ton/jam.

MEKANIKA TERAPAN 92
DAFTAR PUSTAKA

1. IMO, Model Course 7.04, Officer In Charge of An Engineering Watch, 2012, IMO Publication.
2. Leslie Jackson, Applied Mechanics For Engineers Vol-2, 2003, Reed’s Marine Engineering
Series.
3. R.K.Rajput, A Textbook of Aplied Mechanics, Third Edition, Laxmi Publication, New Delhi,
2011
4. John Bird, Carl Ross, Mechanical Engineering Principles, 2002, Oxford: Newnes
5. Hannah & Hiller, Aplied Mechanics Third Edition, 1995, England: Pearson Longman
6. Halliday. Resnick, Fundamental of Physics 8-th Edition, Jearl Walker
7. Giancoli, Douglas C. 2000. Physics, 3rd Edition. USA: Prentice Hall International.
8. Tipler, Paul.1998. Fisika untuk Sains dan Teknik, Jilid 1 (alih bahasa : Prasetyo dan Rahmad
W. Adi). Jakarta: Erlangga.
9. Tipler, Paul. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik, Jilid 2 (alih bahasa : Bambang Soegijono)
Jakarta: Erlangga.
10. D.R. Derrett, Ship Stability for Masters and Mates Sixth edition, 2006, Britain: Elsevier.
11. Kanginan, Marten, Fisika Untuk SMA, 2004, Jakarta: Erlangga.
12. Beiser, A., 1995, Applied Physics, New York: McGraw-Hill, Inc

MEKANIKA TERAPAN 93
APPENDIX A • Tables

TABLE A.1 Conversion Factors


Length

m cm km in. ft mi

1 meter 1 10 2 10⫺3 39.37 3.281 6.214 ⫻ 10⫺4


1 centimeter 10 ⫺2 1 10 ⫺5 0.393 7 3.281 ⫻ 10⫺2 6.214 ⫻ 10⫺6
1 kilometer 10 3 10 5 1 3.937 ⫻ 104 3.281 ⫻ 103 0.621 4
1 inch 2.540 ⫻ 10⫺2 2.540 2.540 ⫻ 10⫺5 1 8.333 ⫻ 10⫺2 1.578 ⫻ 10⫺5
1 foot 0.304 8 30.48 3.048 ⫻ 10⫺4 12 1 1.894 ⫻ 10⫺4
1 mile 1 609 1.609 ⫻ 105 1.609 6.336 ⫻ 104 5 280 1

Mass

kg g slug u

1 kilogram 1 103 6.852 ⫻ 10⫺2 6.024 ⫻ 1026


1 gram 10⫺3 1 6.852 ⫻ 10⫺5 6.024 ⫻ 1023
1 slug 14.59 1.459 ⫻ 104 1 8.789 ⫻ 1027
1 atomic mass unit 1.660 ⫻ 10⫺27 1.660 ⫻ 10⫺24 1.137 ⫻ 10⫺28 1

Note: 1 metric ton ⫽ 1 000 kg.

Time

s min h day yr

1 second 1 1.667 ⫻ 10⫺2 2.778 ⫻ 10⫺4 1.157 ⫻ 10⫺5 3.169 ⫻ 10⫺8


1 minute 60 1 1.667 ⫻ 10⫺2 6.994 ⫻ 10⫺4 1.901 ⫻ 10⫺6
1 hour 3 600 60 1 4.167 ⫻ 10⫺2 1.141 ⫻ 10⫺4
1 day 8.640 ⫻ 104 1 440 24 1 2.738 ⫻ 10⫺5
1 year 3.156 ⫻ 107 5.259 ⫻ 105 8.766 ⫻ 103 365.2 1

Speed

m/s cm/s ft/s mi/h

1 meter per second 1 102 3.281 2.237


1 centimeter per second 10⫺2 1 3.281 ⫻ 10⫺2 2.237 ⫻ 10⫺2
1 foot per second 0.304 8 30.48 1 0.681 8
1 mile per hour 0.447 0 44.70 1.467 1

Note: 1 mi/min ⫽ 60 mi/h ⫽ 88 ft/s.


continued

A.1
A.2 APPENDIX A

TABLE A.1 Continued


Force

N lb

1 newton 1 0.224 8
1 pound 4.448 1

Work, Energy, Heat

J ft ⴢ lb eV

1 joule 1 0.737 6 6.242 ⫻ 1018


1 ft ⭈ lb 1.356 1 8.464 ⫻ 1018
1 eV 1.602 ⫻ 10⫺19 1.182 ⫻ 10⫺19 1
1 cal 4.186 3.087 2.613 ⫻ 1019
1 Btu 1.055 ⫻ 103 7.779 ⫻ 102 6.585 ⫻ 1021
1 kWh 3.600 ⫻ 106 2.655 ⫻ 106 2.247 ⫻ 1025

cal Btu kWh

1 joule 0.238 9 9.481 ⫻ 10⫺4 2.778 ⫻ 10⫺7


1 ft ⭈ lb 0.323 9 1.285 ⫻ 10⫺3 3.766 ⫻ 10⫺7
1 eV 3.827 ⫻ 10⫺20 1.519 ⫻ 10⫺22 4.450 ⫻ 10⫺26
1 cal 1 3.968 ⫻ 10⫺3 1.163 ⫻ 10⫺6
1 Btu 2.520 ⫻ 102 1 2.930 ⫻ 10⫺4
1 kWh 8.601 ⫻ 105 3.413 ⫻ 102 1

Pressure

Pa atm

1 pascal 1 9.869 ⫻ 10⫺6


1 atmosphere 1.013 ⫻ 105 1
1 centimeter mercury a 1.333 ⫻ 103 1.316 ⫻ 10⫺2
1 pound per inch2 6.895 ⫻ 103 6.805 ⫻ 10⫺2
1 pound per foot2 47.88 4.725 ⫻ 10⫺4

cm Hg lb/in.2 lb/ft 2

1 newton per meter 2 7.501 ⫻ 10⫺4 1.450 ⫻ 10⫺4 2.089 ⫻ 10⫺2


1 atmosphere 76 14.70 2.116 ⫻ 103
1 centimeter mercury a 1 0.194 3 27.85
1 pound per inch2 5.171 1 144
1 pound per foot2 3.591 ⫻ 10⫺2 6.944 ⫻ 10⫺3 1

a At 0°C and at a location where the acceleration due to gravity has its “standard” value,

9.806 65 m/s 2.
Appendix A A.3

TABLE A.2 Symbols, Dimensions, and Units of Physical Quantities


Common Unit in Terms of
Quantity Symbol Unita Dimensionsb Base SI Units

Acceleration a m/s2 L/T 2 m/s2


Amount of substance n mole mol
Angle ␪, ␾ radian (rad) 1
Angular acceleration ␣ rad/s 2 T ⫺2 s⫺2
Angular frequency ␻ rad/s T ⫺1 s⫺1
Angular momentum L kg ⭈ m2/s ML2/T kg ⭈ m2/s
Angular velocity ␻ rad/s T ⫺1 s⫺1
Area A m2 L2 m2
Atomic number Z
Capacitance C farad (F) Q2 T 2/ML2 A2 ⭈ s4/kg ⭈ m2
Charge q, Q , e coulomb (C) Q A⭈s
Charge density
Line ␭ C/m Q /L A ⭈ s/m
Surface ␴ C/m2 Q /L2 A ⭈ s/m2
Volume ␳ C/m3 Q /L3 A ⭈ s/m3
Conductivity ␴ 1/⍀ ⭈ m Q 2 T/ML3 A2 ⭈ s3/kg ⭈ m3
Current I AMPERE Q /T A
Current density J A/m2 Q /T 2 A/m2
Density ␳ kg/m3 M/L3 kg/m3
Dielectric constant ␬
Displacement r, s METER L m
Distance d, h
Length ᐉ, L
Electric dipole moment p C⭈m QL A⭈s⭈m
Electric field E V/m ML/QT 2 kg ⭈ m/A ⭈ s3
Electric flux ⌽E V⭈m ML3/QT 2 kg ⭈ m3/A ⭈ s3
Electromotive force ␧ volt (V) ML2/QT 2 kg ⭈ m2/A ⭈ s3
Energy E, U, K joule (J) ML2/T 2 kg ⭈ m2/s2
Entropy S J/K ML2/T 2 ⭈ K kg ⭈ m2/s2 ⭈ K
Force F newton (N) ML/T 2 kg ⭈ m/s2
Frequency f hertz (Hz) T ⫺1 s⫺1
Heat Q joule ( J) ML2/T 2 kg ⭈ m2/s2
Inductance L henry (H) ML2/Q 2 kg ⭈ m2/A2 ⭈ s2
Magnetic dipole moment ␮ N ⭈ m/T QL2/T A ⭈ m2
Magnetic field B tesla (T)(⫽ Wb/m2) M/QT kg/A ⭈ s2
Magnetic flux ⌽B weber (Wb) ML2/QT kg ⭈ m2/A ⭈ s2
Mass m, M KILOGRAM M kg
Molar specific heat C J/mol ⭈ K kg ⭈ m2/s2 ⭈ mol ⭈ K
Moment of inertia I kg ⭈ m2 ML2 kg ⭈ m2
Momentum p kg ⭈ m/s ML/T kg ⭈ m/s
Period T s T s
Permeability of space ␮0 N/A2(⫽ H/m) ML/Q2 T kg ⭈ m/A2 ⭈ s2
Permittivity of space ⑀0 C2/N ⭈ m2(⫽ F/m) Q2 T 2 /ML3 A2 ⭈ s4/kg ⭈ m3
Potential V volt (V)(⫽ J/C) ML2 /QT 2 kg ⭈ m2/A ⭈ s3
Power ᏼ watt (W)(⫽ J/s) ML2 /T 3 kg ⭈ m2/s3
continued
A.4 APPENDIX A

TABLE A.2 Continued


Common Unit in Terms of
Quantity Symbol Unita Dimensionsb Base SI Units

Pressure P pascal (Pa) ⫽ (N/m2) M/LT 2 kg/m ⭈ s2


Resistance R ohm (⍀)(⫽ V/A) ML2/Q2 T kg ⭈ m2/A2 ⭈ s3
Specific heat c J/kg ⭈ K L2/T 2 ⭈ K m2/s2 ⭈ K
Speed v m/s L/T m/s
Temperature T KELVIN K K
Time t SECOND T s
Torque ␶ N⭈m ML2/T 2 kg ⭈ m2/s2
Volume V m3 L3 m3
Wavelength ␭ m L m
Work W joule ( J)(⫽ N ⭈ m) ML2 /T 2 kg ⭈ m2/s2

a The base SI units are given in uppercase letters.


b The symbols M, L, T, and Q denote mass, length, time, and charge, respectively.

TABLE A.3 Table of Atomic Massesa


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

0 (Neutron) n 1* 1.008 665 10.4 min


1 Hydrogen H 1.007 9 1 1.007 825 99.985
Deuterium D 2 2.014 102 0.015
Tritium T 3* 3.016 049 12.33 yr
2 Helium He 4.002 60 3 3.016 029 0.000 14
4 4.002 602 99.999 86
6* 6.018 886 0.81 s
3 Lithium Li 6.941 6 6.015 121 7.5
7 7.016 003 92.5
8* 8.022 486 0.84 s
4 Beryllium Be 9.012 2 7* 7.016 928 53.3 days
9 9.012 174 100
10* 10.013 534 1.5 ⫻ 106 yr
5 Boron B 10.81 10 10.012 936 19.9
11 11.009 305 80.1
12* 12.014 352 0.020 2 s
6 Carbon C 12.011 10* 10.016 854 19.3 s
11* 11.011 433 20.4 min
12 12.000 000 98.90
13 13.003 355 1.10
14* 14.003 242 5 730 yr
15* 15.010 599 2.45 s
7 Nitrogen N 14.006 7 12* 12.018 613 0.011 0 s
13* 13.005 738 9.96 min
14 14.003 074 99.63
15 15.000 108 0.37
16* 16.006 100 7.13 s
17* 17.008 450 4.17 s
Appendix A A.5

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

8 Oxygen O 15.999 4 14* 14.008 595 70.6 s


15* 15.003 065 122 s
16 15.994 915 99.761
17 16.999 132 0.039
18 17.999 160 0.20
19* 19.003 577 26.9 s
9 Fluorine F 18.998 40 17* 17.002 094 64.5 s
18* 18.000 937 109.8 min
19 18.998 404 100
20* 19.999 982 11.0 s
21* 20.999.950 4.2 s
10 Neon Ne 20.180 18* 18.005 710 1.67 s
19* 19.001 880 17.2 s
20 19.992 435 90.48
21 20.993 841 0.27
22 21.991 383 9.25
23* 22.994 465 37.2 s
11 Sodium Na 22.989 87 21* 20.997 650 22.5 s
22* 21.994 434 2.61 yr
23 22.989 770 100
24* 23.990 961 14.96 h
12 Magnesium Mg 24.305 23* 22.994 124 11.3 s
24 23.985 042 78.99
25 24.985 838 10.00
26 25.982 594 11.01
27* 26.984 341 9.46 min
13 Aluminum Al 26.981 54 26* 25.986 892 7.4 ⫻ 105 yr
27 26.981 538 100
28* 27.981 910 2.24 min
14 Silicon Si 28.086 28 27.976 927 92.23
29 28.976 495 4.67
30 29.973 770 3.10
31* 30.975 362 2.62 h
32* 31.974 148 172 yr
15 Phosphorus P 30.973 76 30* 29.978 307 2.50 min
31 30.973 762 100
32* 31.973 908 14.26 days
33* 32.971 725 25.3 days
16 Sulfur S 32.066 32 31.972 071 95.02
33 32.971 459 0.75
34 33.967 867 4.21
35* 34.969 033 87.5 days
36 35.967 081 0.02
17 Chlorine Cl 35.453 35 34.968 853 75.77
36* 35.968 307 3.0 ⫻ 105 yr
37 36.965 903 24.23
continued
A.6 APPENDIX A

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

18 Argon Ar 39.948 36 35.967 547 0.337


37* 36.966 776 35.04 days
38 37.962 732 0.063
39* 38.964 314 269 yr
40 39.962 384 99.600
42* 41.963 049 33 yr
19 Potassium K 39.098 3 39 38.963 708 93.258 1
40* 39.964 000 0.011 7 1.28 ⫻ 109 yr
41 40.961 827 6.730 2
20 Calcium Ca 40.08 40 39.962 591 96.941
41* 40.962 279 1.0 ⫻ 105 yr
42 41.958 618 0.647
43 42.958 767 0.135
44 43.955 481 2.086
46 45.953 687 0.004
48 47.952 534 0.187
21 Scandium Sc 44.955 9 41* 40.969 250 0.596 s
45 44.955 911 100
22 Titanium Ti 47.88 44* 43.959 691 49 yr
46 45.952 630 8.0
47 46.951 765 7.3
48 47.947 947 73.8
49 48.947 871 5.5
50 49.944 792 5.4
23 Vanadium V 50.941 5 48* 47.952 255 15.97 days
50* 49.947 161 0.25 1.5 ⫻ 1017 yr
51 50.943 962 99.75
24 Chromium Cr 51.996 48* 47.954 033 21.6 h
50 49.946 047 4.345
52 51.940 511 83.79
53 52.940 652 9.50
54 53.938 883 2.365
25 Manganese Mn 54.938 05 54* 53.940 361 312.1 days
55 54.938 048 100
26 Iron Fe 55.847 54 53.939 613 5.9
55* 54.938 297 2.7 yr
56 55.934 940 91.72
57 56.935 396 2.1
58 57.933 278 0.28
60* 59.934 078 1.5 ⫻ 106 yr
27 Cobalt Co 58.933 20 59 58.933 198 100
60* 59.933 820 5.27 yr
28 Nickel Ni 58.693 58 57.935 346 68.077
59* 58.934 350 7.5 ⫻ 104 yr
60 59.930 789 26.223
61 60.931 058 1.140
62 61.928 346 3.634
63* 62.929 670 100 yr
64 63.927 967 0.926
Appendix A A.7

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

29 Copper Cu 63.54 63 62.929 599 69.17


65 64.927 791 30.83
30 Zinc Zn 65.39 64 63.929 144 48.6
66 65.926 035 27.9
67 66.927 129 4.1
68 67.924 845 18.8
70 69.925 323 0.6
31 Gallium Ga 69.723 69 68.925 580 60.108
71 70.924 703 39.892
32 Germanium Ge 72.61 70 69.924 250 21.23
72 71.922 079 27.66
73 72.923 462 7.73
74 73.921 177 35.94
76 75.921 402 7.44
33 Arsenic As 74.921 6 75 74.921 594 100
34 Selenium Se 78.96 74 73.922 474 0.89
76 75.919 212 9.36
77 76.919 913 7.63
78 77.917 307 23.78
79* 78.918 497 ⭐ 6.5 ⫻ 104 yr
80 79.916 519 49.61
82* 81.916 697 8.73 1.4 ⫻ 1020 yr
35 Bromine Br 79.904 79 78.918 336 50.69
81 80.916 287 49.31
36 Krypton Kr 83.80 78 77.920 400 0.35
80 79.916 377 2.25
81* 80.916 589 2.1 ⫻ 105 yr
82 81.913 481 11.6
83 82.914 136 11.5
84 83.911 508 57.0
85* 84.912 531 10.76 yr
86 85.910 615 17.3
37 Rubidium Rb 85.468 85 84.911 793 72.17
87* 86.909 186 27.83 4.75 ⫻ 1010 yr
38 Strontium Sr 87.62 84 83.913 428 0.56
86 85.909 266 9.86
87 86.908 883 7.00
88 87.905 618 82.58
90* 89.907 737 29.1 yr
39 Yttrium Y 88.905 8 89 88.905 847 100
40 Zirconium Zr 91.224 90 89.904 702 51.45
91 90.905 643 11.22
92 91.905 038 17.15
93* 92.906 473 1.5 ⫻ 106 yr
94 93.906 314 17.38
96 95.908 274 2.80
continued
A.8 APPENDIX A

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

41 Niobium Nb 92.906 4 91* 90.906 988 6.8 ⫻ 102 yr


92* 91.907 191 3.5 ⫻ 107 yr
93 92.906 376 100
94* 93.907 280 2 ⫻ 104 yr
42 Molybdenum Mo 95.94 92 91.906 807 14.84
93* 92.906 811 3.5 ⫻ 103 yr
94 93.905 085 9.25
95 94.905 841 15.92
96 95.904 678 16.68
97 96.906 020 9.55
98 97.905 407 24.13
100 99.907 476 9.63
43 Technetium Tc 97* 96.906 363 2.6 ⫻ 106 yr
98* 97.907 215 4.2 ⫻ 106 yr
99* 98.906 254 2.1 ⫻ 105 yr
44 Ruthenium Ru 101.07 96 95.907 597 5.54
98 97.905 287 1.86
99 98.905 939 12.7
100 99.904 219 12.6
101 100.905 558 17.1
102 101.904 348 31.6
104 103.905 428 18.6
45 Rhodium Rh 102.905 5 103 102.905 502 100
46 Palladium Pd 106.42 102 101.905 616 1.02
104 103.904 033 11.14
105 104.905 082 22.33
106 105.903 481 27.33
107* 106.905 126 6.5 ⫻ 106 yr
108 107.903 893 26.46
110 109.905 158 11.72
47 Silver Ag 107.868 107 106.905 091 51.84
109 108.904 754 48.16
48 Cadmium Cd 112.41 106 105.906 457 1.25
108 107.904 183 0.89
109* 108.904 984 462 days
110 109.903 004 12.49
111 110.904 182 12.80
112 111.902 760 24.13
113* 112.904 401 12.22 9.3 ⫻ 1015 yr
114 113.903 359 28.73
116 115.904 755 7.49
49 Indium In 114.82 113 112.904 060 4.3
115* 114.903 876 95.7 4.4 ⫻ 1014 yr
50 Tin Sn 118.71 112 111.904 822 0.97
114 113.902 780 0.65
115 114.903 345 0.36
116 115.901 743 14.53
117 116.902 953 7.68
Appendix A A.9

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

(50) (Tin) 118 117.901 605 24.22


119 118.903 308 8.58
120 119.902 197 32.59
121* 120.904 237 55 yr
122 121.903 439 4.63
124 123.905 274 5.79
51 Antimony Sb 121.76 121 120.903 820 57.36
123 122.904 215 42.64
125* 124.905 251 2.7 yr
52 Tellurium Te 127.60 120 119.904 040 0.095
122 121.903 052 2.59
123* 122.904 271 0.905 1.3 ⫻ 1013 yr
124 123.902 817 4.79
125 124.904 429 7.12
126 125.903 309 18.93
128* 127.904 463 31.70 ⬎ 8 ⫻ 1024 yr
130* 129.906 228 33.87 ⭐ 1.25 ⫻ 1021 yr
53 Iodine I 126.904 5 127 126.904 474 100
129* 128.904 984 1.6 ⫻ 107 yr
54 Xenon Xe 131.29 124 123.905 894 0.10
126 125.904 268 0.09
128 127.903 531 1.91
129 128.904 779 26.4
130 129.903 509 4.1
131 130.905 069 21.2
132 131.904 141 26.9
134 133.905 394 10.4
136* 135.907 215 8.9 ⭓ 2.36 ⫻ 1021 yr
55 Cesium Cs 132.905 4 133 132.905 436 100
134* 133.906 703 2.1 yr
135* 134.905 891 2 ⫻ 106 yr
137* 136.907 078 30 yr
56 Barium Ba 137.33 130 129.906 289 0.106
132 131.905 048 0.101
133* 132.905 990 10.5 yr
134 133.904 492 2.42
135 134.905 671 6.593
136 135.904 559 7.85
137 136.905 816 11.23
138 137.905 236 71.70
57 Lanthanum La 138.905 137* 136.906 462 6 ⫻ 104 yr
138* 137.907 105 0.090 2 1.05 ⫻ 1011 yr
139 138.906 346 99.909 8
58 Cerium Ce 140.12 136 135.907 139 0.19
138 137.905 986 0.25
140 139.905 434 88.43
142* 141.909 241 11.13 ⬎ 5 ⫻ 1016 yr
59 Praseodymium Pr 140.907 6 141 140.907 647 100
continued
A.10 APPENDIX A

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

60 Neodymium Nd 144.24 142 141.907 718 27.13


143 142.909 809 12.18
144* 143.910 082 23.80 2.3 ⫻ 1015 yr
145 144.912 568 8.30
146 145.913 113 17.19
148 147.916 888 5.76
150* 149.920 887 5.64 ⬎ 1 ⫻ 1018 yr
61 Promethium Pm 143* 142.910 928 265 days
145* 144.912 745 17.7 yr
146* 145.914 698 5.5 yr
147* 146.915 134 2.623 yr
62 Samarium Sm 150.36 144 143.911 996 3.1
146* 145.913 043 1.0 ⫻ 108 yr
147* 146.914 894 15.0 1.06 ⫻ 1011 yr
148* 147.914 819 11.3 7 ⫻ 1015 yr
149* 148.917 180 13.8 ⬎ 2 ⫻ 1015 yr
150 149.917 273 7.4
151* 150.919 928 90 yr
152 151.919 728 26.7
154 153.922 206 22.7
63 Europium Eu 151.96 151 150.919 846 47.8
152* 151.921 740 13.5 yr
153 152.921 226 52.2
154* 153.922 975 8.59 yr
155* 154.922 888 4.7 yr
64 Gadolinium Gd 157.25 148* 147.918 112 75 yr
150* 149.918 657 1.8 ⫻ 106 yr
152* 151.919 787 0.20 1.1 ⫻ 1014 yr
154 153.920 862 2.18
155 154.922 618 14.80
156 155.922 119 20.47
157 156.923 957 15.65
158 157.924 099 24.84
160 159.927 050 21.86
65 Terbium Tb 158.925 3 159 158.925 345 100
66 Dysprosium Dy 162.50 156 155.924 277 0.06
158 157.924 403 0.10
160 159.925 193 2.34
161 160.926 930 18.9
162 161.926 796 25.5
163 162.928 729 24.9
164 163.929 172 28.2
67 Holmium Ho 164.930 3 165 164.930 316 100
166* 165.932 282 1.2 ⫻ 103 yr
68 Erbium Er 167.26 162 161.928 775 0.14
164 163.929 198 1.61
166 165.930 292 33.6
Appendix A A.11

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

(68) (Erbium) 167 166.932 047 22.95


168 167.932 369 27.8
170 169.935 462 14.9
69 Thulium Tm 168.934 2 169 168.934 213 100
171* 170.936 428 1.92 yr
70 Ytterbium Yb 173.04 168 167.933 897 0.13
170 169.934 761 3.05
171 170.936 324 14.3
172 171.936 380 21.9
173 172.938 209 16.12
174 173.938 861 31.8
176 175.942 564 12.7
71 Lutecium Lu 174.967 173* 172.938 930 1.37 yr
175 174.940 772 97.41
176* 175.942 679 2.59 3.78 ⫻ 1010 yr
72 Hafnium Hf 178.49 174* 173.940 042 0.162 2.0 ⫻ 1015 yr
176 175.941 404 5.206
177 176.943 218 18.606
178 177.943 697 27.297
179 178.945 813 13.629
180 179.946 547 35.100
73 Tantalum Ta 180.947 9 180 179.947 542 0.012
181 180.947 993 99.988
74 Tungsten W 183.85 180 179.946 702 0.12
(Wolfram) 182 181.948 202 26.3
183 182.950 221 14.28
184 183.950 929 30.7
186 185.954 358 28.6
75 Rhenium Re 186.207 185 184.952 951 37.40
187* 186.955 746 62.60 4.4 ⫻ 1010 yr
76 Osmium Os 190.2 184 183.952 486 0.02
186* 185.953 834 1.58 2.0 ⫻ 1015 yr
187 186.955 744 1.6
188 187.955 832 13.3
189 188.958 139 16.1
190 189.958 439 26.4
192 191.961 468 41.0
194* 193.965 172 6.0 yr
77 Iridium Ir 192.2 191 190.960 585 37.3
193 192.962 916 62.7
78 Platinum Pt 195.08 190* 189.959 926 0.01 6.5 ⫻ 1011 yr
192 191.961 027 0.79
194 193.962 655 32.9
195 194.964 765 33.8
196 195.964 926 25.3
198 197.967 867 7.2
79 Gold Au 196.966 5 197 196.966 543 100
continued
A.12 APPENDIX A

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

80 Mercury Hg 200.59 196 195.965 806 0.15


198 197.966 743 9.97
199 198.968 253 16.87
200 199.968 299 23.10
201 200.970 276 13.10
202 201.970 617 29.86
204 203.973 466 6.87
81 Thallium Tl 204.383 203 202.972 320 29.524
204* 203.973 839 3.78 yr
205 204.974 400 70.476
(Ra E⬙) 206* 205.976 084 4.2 min
(Ac C⬙) 207* 206.977 403 4.77 min
(Th C ⬙) 208* 207.981 992 3.053 min
(Ra C⬙) 210* 209.990 057 1.30 min
82 Lead Pb 207.2 202* 201.972 134 5 ⫻ 104 yr
204* 203.973 020 1.4 ⭓ 1.4 ⫻ 1017 yr
205* 204.974 457 1.5 ⫻ 107 yr
206 205.974 440 24.1
207 206.975 871 22.1
208 207.976 627 52.4
(Ra D) 210* 209.984 163 22.3 yr
(Ac B) 211* 210.988 734 36.1 min
(Th B) 212* 211.991 872 10.64 h
(Ra B) 214* 213.999 798 26.8 min
83 Bismuth Bi 208.980 3 207* 206.978 444 32.2 yr
208* 207.979 717 3.7 ⫻ 105 yr
209 208.980 374 100
(Ra E) 210* 209.984 096 5.01 days
(Th C) 211* 210.987 254 2.14 min
212* 211.991 259 60.6 min
(Ra C) 214* 213.998 692 19.9 min
215* 215.001 836 7.4 min
84 Polonium Po 209* 208.982 405 102 yr
(Ra F) 210* 209.982 848 138.38 days
(Ac C⬘) 211* 210.986 627 0.52 s
(Th C ⬘) 212* 211.988 842 0.30 ␮s
(Ra C⬘) 214* 213.995 177 164 ␮s
(Ac A) 215* 214.999 418 0.001 8 s
(Th A) 216* 216.001 889 0.145 s
(Ra A) 218* 218.008 965 3.10 min
85 Astatine At 215* 214.998 638 ⬇ 100 ␮s
218* 218.008 685 1.6 s
219* 219.011 294 0.9 min
86 Radon Rn
(An) 219* 219.009 477 3.96 s
(Tn) 220* 220.011 369 55.6 s
(Rn) 222* 222.017 571 3.823 days
87 Francium Fr
(Ac K) 223* 223.019 733 22 min
Appendix A A.13

TABLE A.3 Continued


Mass
Number Half-Life
Atomic Chemical (* Indicates (If
Number Atomic Radioactive) Atomic Percent Radioactive)
Z Element Symbol Mass (u) A Mass (u) Abundance T1/2

88 Radium Ra
(Ac X) 223* 223.018 499 11.43 days
(Th X) 224* 224.020 187 3.66 days
(Ra) 226* 226.025 402 1 600 yr
(Ms Th1) 228* 228.031 064 5.75 yr
89 Actinium Ac 227* 227.027 749 21.77 yr
(Ms Th2) 228* 228.031 015 6.15 h
90 Thorium Th 232.038 1
(Rd Ac) 227* 227.027 701 18.72 days
(Rd Th) 228* 228.028 716 1.913 yr
229* 229.031 757 7 300 yr
(Io) 230* 230.033 127 75.000 yr
(UY) 231* 231.036 299 25.52 h
(Th) 232* 232.038 051 100 1.40 ⫻ 1010 yr
(UX1) 234* 234.043 593 24.1 days
91 Protactinium Pa 231* 231.035 880 32.760 yr
(Uz) 234* 234.043 300 6.7 h
92 Uranium U 238.028 9 232* 232.037 131 69 yr
233* 233.039 630 1.59 ⫻ 105 yr
234* 234.040 946 0.005 5 2.45 ⫻ 105 yr
(Ac U) 235* 235.043 924 0.720 7.04 ⫻ 108 yr
236* 236.045 562 2.34 ⫻ 107 yr
(UI) 238* 238.050 784 99.274 5 4.47 ⫻ 109 yr
93 Neptunium Np 235* 235.044 057 396 days
236* 236.046 560 1.15 ⫻ 105 yr
237* 237.048 168 2.14 ⫻ 106 yr
94 Plutonium Pu 236* 236.046 033 2.87 yr
238* 238.049 555 87.7 yr
239* 239.052 157 2.412 ⫻ 104 yr
240* 240.053 808 6 560 yr
241* 241.056 846 14.4 yr
242* 242.058 737 3.73 ⫻ 106 yr
244* 244.064 200 8.1 ⫻ 107 yr

a The masses in the sixth column are atomic masses, which include the mass of Z electrons. Data are from the National Nuclear Data Center,
Brookhaven National Laboratory, prepared by Jagdish K. Tuli, July 1990. The data are based on experimental results reported in Nuclear Data
Sheets and Nuclear Physics and also from Chart of the Nuclides, 14th ed. Atomic masses are based on those by A. H. Wapstra, G. Audi, and R. Hoek-
stra. Isotopic abundances are based on those by N. E. Holden.
APPENDIX B • Mathematics Review

These appendices in mathematics are intended as a brief review of operations and


methods. Early in this course, you should be totally familiar with basic algebraic
techniques, analytic geometry, and trigonometry. The appendices on differential
and integral calculus are more detailed and are intended for those students who
have difficulty applying calculus concepts to physical situations.

B.1 SCIENTIFIC NOTATION


Many quantities that scientists deal with often have very large or very small
values. For example, the speed of light is about 300 000 000 m/s, and the
ink required to make the dot over an i in this textbook has a mass of about
0.000 000 001 kg. Obviously, it is very cumbersome to read, write, and keep track
of numbers such as these. We avoid this problem by using a method dealing with
powers of the number 10:

10 0  1
10 1  10
10 2  10  10  100
10 3  10  10  10  1000
10 4  10  10  10  10  10 000
10 5  10  10  10  10  10  100 000
and so on. The number of zeros corresponds to the power to which 10 is raised,
called the exponent of 10. For example, the speed of light, 300 000 000 m/s, can
be expressed as 3  108 m/s.
In this method, some representative numbers smaller than unity are

1
101   0.1
10
1
102   0.01
10  10
1
103   0.001
10  10  10
1
104   0.000 1
10  10  10  10
1
105   0.000 01
10  10  10  10  10
A.15
A.16 APPENDIX B

In these cases, the number of places the decimal point is to the left of the digit 1
equals the value of the (negative) exponent. Numbers expressed as some power of
10 multiplied by another number between 1 and 10 are said to be in scientific no-
tation. For example, the scientific notation for 5 943 000 000 is 5.943  109 and
that for 0.000 083 2 is 8.32  105.
When numbers expressed in scientific notation are being multiplied, the fol-
lowing general rule is very useful:

10 n  10 m  10 nm (B.1)

where n and m can be any numbers (not necessarily integers). For example,
10 2  10 5  10 7. The rule also applies if one of the exponents is negative:
10 3  10 8  10 5.
When dividing numbers expressed in scientific notation, note that

10 n
 10 n  10 m  10 nm (B.2)
10 m

EXERCISES
With help from the above rules, verify the answers to the following:
1. 86 400  8.64  104
2. 9 816 762.5  9.816 762 5  106
3. 0.000 000 039 8  3.98  108
4. (4  108)(9  109)  3.6  1018
5. (3  107)(6  1012)  1.8  104
75  10 11
6.  1.5  10 7
5  10 3
(3  10 6 )(8  10 2 )
7.  2  10 18
(2  10 17 )(6  10 5 )

B.2 ALGEBRA
Some Basic Rules
When algebraic operations are performed, the laws of arithmetic apply. Symbols
such as x, y, and z are usually used to represent quantities that are not specified,
what are called the unknowns.
First, consider the equation
8x  32
If we wish to solve for x, we can divide (or multiply) each side of the equation by
the same factor without destroying the equality. In this case, if we divide both sides
by 8, we have
8x 32

8 8
x4
B.2 Algebra A.17

Next consider the equation


x28
In this type of expression, we can add or subtract the same quantity from each
side. If we subtract 2 from each side, we get
x2282
x6
In general, if x  a  b, then x  b  a.
Now consider the equation
x
9
5
If we multiply each side by 5, we are left with x on the left by itself and 45 on the
right:

冢 5x 冣 (5)  9  5
x  45
In all cases, whatever operation is performed on the left side of the equality must also be per-
formed on the right side.
The following rules for multiplying, dividing, adding, and subtracting frac-
tions should be recalled, where a, b, and c are three numbers:
Rule Example

Multiplying 冢 ab 冣 冢 dc 冣  bdac 冢 23 冣 冢 45 冣  158


(a/b) ad 2/3 (2)(5) 10
Dividing   
(c/d) bc 4/5 (4)(3) 12
a c ad  bc 2 4 (2)(5)  (4)(3) 2
Adding     
b d bd 3 5 (3)(5) 15

EXERCISES
In the following exercises, solve for x :
Answers
1 1a
1. a  x
1x a
2. 3x  5  13 x6
7
3. ax  5  bx  2 x
ab
5 3 11
4.  x
2x  6 4x  8 7

Powers
When powers of a given quantity x are multiplied, the following rule applies:
x nx m  x nm (B.3)
A.18 APPENDIX B

For example, x 2x 4  x 24  x 6.


When dividing the powers of a given quantity, the rule is

xn
 x nm (B.4)
xm

For example, x 8/x 2  x 82  x 6.


A power that is a fraction, such as 13 , corresponds to a root as follows:
n
TABLE B.1 x 1/n  ! x (B.5)
Rules of Exponents
For example, 41/3  ! 4  1.5874. (A scientific calculator is useful for such calcula-
3

x0 1 tions.)
x1  x Finally, any quantity x n raised to the mth power is
x nx m  x nm
x n/x m  x nm
n
x 1/n  ! x
(x n)m  x nm (B.6)
(x )  x nm
n m
Table B.1 summarizes the rules of exponents.

EXERCISES
Verify the following:
1. 32  33  243
2. x 5x 8  x 3
3. x 10/x 5  x 15
4. 51/3  1.709 975 (Use your calculator.)
5. 60 1/4  2.783 158 (Use your calculator.)
6. (x 4 )3  x 12

Factoring
Some useful formulas for factoring an equation are
ax  ay  az  a(x  y  x) common factor
a 2  2ab  b 2  (a  b)2 perfect square
a2  b2  (a  b)(a  b) differences of squares

Quadratic Equations
The general form of a quadratic equation is

ax 2  bx  c  0 (B.7)

where x is the unknown quantity and a, b, and c are numerical factors referred to
as coefficients of the equation. This equation has two roots, given by

b  !b 2  4ac
x (B.8)
2a

If b 2  4ac, the roots are real.


B.2 Algebra A.19

EXAMPLE 1
The equation x 2  5x  4  0 has the following roots corresponding to the two signs of
the square-root term:
5  !52  (4)(1)(4) 5  !9 5  3
x  
2(1) 2 2
5  3 5  3
x   1 x   4
2 2
where x refers to the root corresponding to the positive sign and x refers to the root
corresponding to the negative sign.

EXERCISES
Solve the following quadratic equations:
Answers
1. x 2  2x  3  0 x  1 x   3
2. 2x 2  5x  2  0 x  2 x   12
3. 2x 2  4x  9  0 x   1  !22/2 x   1  !22/2

Linear Equations
A linear equation has the general form

y  mx  b (B.9) y (x2, y2)

(x1, y1) ∆y
where m and b are constants. This equation is referred to as being linear because θ
the graph of y versus x is a straight line, as shown in Figure B.1. The constant b, (0, b) ∆x
called the y-intercept, represents the value of y at which the straight line intersects
θ
the y axis. The constant m is equal to the slope of the straight line and is also (0, 0) x
equal to the tangent of the angle that the line makes with the x axis. If any two
points on the straight line are specified by the coordinates (x 1 , y 1 ) and (x 2 , y 2 ), as
in Figure B.1, then the slope of the straight line can be expressed as Figure B.1

y2  y1 y
Slope    tan
(B.10) y
x2  x1 x (1) m > 0
b<0
Note that m and b can have either positive or negative values. If m  0, the
straight line has a positive slope, as in Figure B1. If m  0, the straight line has a (2) m < 0
negative slope. In Figure B.1, both m and b are positive. Three other possible situa- b>0
x
tions are shown in Figure B.2.

(3) m < 0
b<0
EXERCISES
1. Draw graphs of the following straight lines: Figure B.2
(a) y  5x  3 (b) y  2x  4 (c) y  3x  6
2. Find the slopes of the straight lines described in Exercise 1.
Answers (a) 5 (b)  2 (c)  3
A.20 APPENDIX B

3. Find the slopes of the straight lines that pass through the following sets of
points:
(a) (0,  4) and (4, 2), (b) (0, 0) and (2,  5), and (c) ( 5, 2) and (4,  2)
Answers (a) 3/2 (b)  5/2 (c)  4/9

Solving Simultaneous Linear Equations


Consider the equation 3x  5y  15, which has two unknowns, x and y. Such an
equation does not have a unique solution. For example, note that (x  0, y  3),
(x  5, y  0), and (x  2, y  9/5) are all solutions to this equation.
If a problem has two unknowns, a unique solution is possible only if we have
two equations. In general, if a problem has n unknowns, its solution requires n
equations. In order to solve two simultaneous equations involving two unknowns,
x and y, we solve one of the equations for x in terms of y and substitute this expres-
sion into the other equation.

EXAMPLE 2
Solve the following two simultaneous equations: Alternate Solution Multiply each term in (1) by the
(1) 5x  y  8 factor 2 and add the result to (2):

(2) 2x  2y  4 10x  2y  16


2x  2y  4
Solution From (2), x  y  2. Substitution of this into (1)
gives 12x  12

5(y  2)  y  8 x  1

6y  18
y  x  2  3
y  3

x  y  2  1

y Two linear equations containing two unknowns can also be solved by a graphi-
5 cal method. If the straight lines corresponding to the two equations are plotted in
4 a conventional coordinate system, the intersection of the two lines represents the
x – 2y = –1 solution. For example, consider the two equations
3 (5, 3)
2
xy2
1
x  2y  1
1 2 3 4 5 6 x
These are plotted in Figure B.3. The intersection of the two lines has the coordi-
x–y=2 nates x  5, y  3. This represents the solution to the equations. You should check
this solution by the analytical technique discussed above.
Figure B.3
EXERCISES
Solve the following pairs of simultaneous equations involving two unknowns:
Answers
1. x  y  8 x  5, y  3
xy2
B.3 Geometry A.21

2. 98  T  10a T  65, a  3.27


T  49  5a
3. 6x  2y  6 x  2, y  3
8x  4y  28

Logarithms
Suppose that a quantity x is expressed as a power of some quantity a:

x  ay (B.11)

The number a is called the base number. The logarithm of x with respect to the
base a is equal to the exponent to which the base must be raised in order to satisfy
the expression x  a y :

y  log a x (B.12)

Conversely, the antilogarithm of y is the number x :

x  antilog a y (B.13)

In practice, the two bases most often used are base 10, called the common loga-
rithm base, and base e  2.718 . . . , called Euler’s constant or the natural loga-
rithm base. When common logarithms are used,
y  log 10 x (or x  10 y ) (B.14)
When natural logarithms are used,
y  ln e x (or x  e y ) (B.15)
For example, log10 52  1.716, so that antilog10 1.716  101.716  52. Likewise,
lne 52  3.951, so antilne 3.951  e 3.951  52.
In general, note that you can convert between base 10 and base e with the
equality
ln e x  (2.302 585) log 10 x (B.16)

Finally, some useful properties of logarithms are

log(ab)  log a  log b


log(a/b)  log a  log b
log(a n)  n log a
ln e  1
ln e a  a

ln冢 冣1
a
 ln a

B.3 GEOMETRY
The distance d between two points having coordinates (x 1 , y 1 ) and (x 2 , y 2 ) is

d  !(x 2  x 1)2  (y 2  y 1)2 (B.17)


A.22 APPENDIX B

Radian measure: The arc length s of a circular arc (Fig. B.4) is proportional
to the radius r for a fixed value of
(in radians):
s

θ s  r

r
(B.18)
s


r

Table B.2 gives the areas and volumes for several geometric shapes used through-
out this text:
Figure B.4

TABLE B.2 Useful Information for Geometry


Shape Area or Volume Shape Area or Volume

w
r π 2
Surface area = 4πr
Area = ᐉw π 3
ᐉ Volume = 4πr
3

Sphere
Rectangle

ᐉ Lateral surface
area = 2πr
π ᐉ
r Area = π
πr 2 Volume = ππr 2ᐉ
π
(Circumference = 2πr) r

Cylinder
Circle

y Area =
m = slope = tan θ h Area = 12 bh 2(ᐉh + ᐉw + hw)
w
h Volume = ᐉwh
b ᐉ
θ Triangle Rectangular box

x The equation of a straight line (Fig. B.5) is


0

y  mx  b (B.19)
Figure B.5
where b is the y-intercept and m is the slope of the line.
The equation of a circle of radius R centered at the origin is
y
x 2  y2  R 2 (B.20)

b
The equation of an ellipse having the origin at its center (Fig. B.6) is
x
0 a x2 y2
 1 (B.21)
a2 b2

where a is the length of the semi-major axis (the longer one) and b is the length of
Figure B.6 the semi-minor axis (the shorter one).
B.4 Trigonometry A.23

The equation of a parabola the vertex of which is at y  b (Fig. B.7) is y

y  ax 2  b (B.22)

The equation of a rectangular hyperbola (Fig. B.8) is

xy  constant (B.23)
b

x
B.4 TRIGONOMETRY 0

That portion of mathematics based on the special properties of the right triangle is Figure B.7
called trigonometry. By definition, a right triangle is one containing a 90° angle. Con-
sider the right triangle shown in Figure B.9, where side a is opposite the angle
, side b
is adjacent to the angle
, and side c is the hypotenuse of the triangle. The three basic
trigonometric functions defined by such a triangle are the sine (sin), cosine (cos), and
tangent (tan) functions. In terms of the angle
, these functions are defined by
y
side opposite
a
sin
⬅  (B.24)
hypotenuse c
side adjacent to
b
cos
⬅  (B.25)
hypotenuse c
side opposite
a x
tan
⬅  (B.26) 0
side adjacent to
b

The Pythagorean theorem provides the following relationship between the


sides of a right triangle:
c 2  a2  b2 (B.27)
Figure B.8
From the above definitions and the Pythagorean theorem, it follows that
sin2
 cos2
 1
sin

tan

cos

The cosecant, secant, and cotangent functions are defined by


1 1 1
csc
⬅ sec
⬅ cot

sin
cos
tan
a = opposite side
b = adjacent side
The relationships below follow directly from the right triangle shown in Figure B.9: c = hypotenuse
sin
 cos(90 
)
θ
90°–θ
cos
 sin(90 
) c
a
cot
 tan(90 
) θ
90°

Some properties of trigonometric functions are b

sin (
)  sin
Figure B.9
cos (
)  cos

tan (
)  tan

The following relationships apply to any triangle, as shown in Figure B.10:


   180
A.24 APPENDIX B

a 2  b 2  c 2  2bc cos
γ Law of cosines b 2  a 2  c 2  2ac cos
c 2  a 2  b 2  2ab cos
a a b c
b
Law of sines  
sin sin sin
Table B.3 lists a number of useful trigonometric identities.
β α

c TABLE B.3 Some Trigonometric Identities


Figure B.10 sin2
 cos2
 1 csc 2
 1  cot 2

sec 2
 1  tan2
sin2  12(1  cos
)
2

sin 2
 2 sin
cos
cos2  12(1  cos
)
2

cos 2
 cos2
 sin2
1  cos
 2 sin2
2

!
2 tan

1  cos

tan 2
 tan 
1  tan2
2 1  cos

sin(A  B)  sin A cos B  cos A sin B


cos(A  B)  cos A cos B  sin A sin B

EXAMPLE 3
Consider the right triangle in Figure B.11, in which a  2, where tan1 (0.400) is the notation for “angle whose tangent
b  5, and c is unknown. From the Pythagorean theorem, we is 0.400,” sometimes written as arctan (0.400).
have
c 2  a 2  b 2  2 2  52  4  25  29

c  !29  5.39 c
a=2
To find the angle
, note that θ
a 2 b=5
tan
   0.400
b 5 Figure B.11
From a table of functions or from a calculator, we have


 tan1 (0.400)  21.8

EXERCISES
φ 1. In Figure B.12, identify (a) the side opposite
and (b) the side adjacent to 
5 and then find (c) cos
, (d) sin , and (e) tan .
3 4 4 4
Answers (a) 3, (b) 3, (c) 5, (d) 5, and (e) 3

θ 2. In a certain right triangle, the two sides that are perpendicular to each other
4 are 5 m and 7 m long. What is the length of the third side?
Figure B.12 Answer 8.60 m
B.6 Differential Calculus A.25

3. A right triangle has a hypotenuse of length 3 m, and one of its angles is 30°.
What is the length of (a) the side opposite the 30° angle and (b) the side adja-
cent to the 30° angle?
Answers (a) 1.5 m, (b) 2.60 m

B.5 SERIES EXPANSIONS


n n1 n(n  1) n2 2
(a  b)n  a n  a b a b  
1! 2!
n(n  1) 2
(1  x)n  1  nx  x  
2!
x2 x3
ex  1  x    
2! 3!
ln(1  x)  x  12x 2  13x 3  
x3 x5
sin x  x    
3! 5!
x2 x4 x in radians
cos x  1    
2! 4!
x3 2x 5
tan x  x     兩 x 兩  /2
3 15
For x V 1, the following approximations can be used1:
(1  x)n ⬇ 1  nx sin x ⬇ x
ex ⬇ 1  x cos x ⬇ 1
ln(1  x) ⬇ x tan x ⬇ x

B.6 DIFFERENTIAL CALCULUS


In various branches of science, it is sometimes necessary to use the basic tools of
calculus, invented by Newton, to describe physical phenomena. The use of calcu-
lus is fundamental in the treatment of various problems in Newtonian mechanics,
electricity, and magnetism. In this section, we simply state some basic properties
and “rules of thumb” that should be a useful review to the student.
First, a function must be specified that relates one variable to another (such
as a coordinate as a function of time). Suppose one of the variables is called y (the
dependent variable), the other x (the independent variable). We might have a
function relationship such as
y(x)  ax 3  bx 2  cx  d
If a, b, c, and d are specified constants, then y can be calculated for any value of x.
We usually deal with continuous functions, that is, those for which y varies
“smoothly” with x.

1 The approximations for the functions sin x, cos x, and tan x are for x  0.1 rad.
A.26 APPENDIX B

y The derivative of y with respect to x is defined as the limit, as x approaches


zero, of the slopes of chords drawn between two points on the y versus x curve.
y2 Mathematically, we write this definition as
∆y dy y y(x  x)  y(x)
 lim  lim (B.28)
y1 dx x:0 x x:0 x
∆x
where y and x are defined as x  x 2  x 1 and y  y 2  y 1 (Fig. B.13). It is
important to note that dy/dx does not mean dy divided by dx, but is simply a nota-
x
x1 x2 tion of the limiting process of the derivative as defined by Equation B.28.
A useful expression to remember when y(x)  ax n, where a is a constant and n
Figure B.13 is any positive or negative number (integer or fraction), is
dy
 nax n1 (B.29)
dx
If y(x) is a polynomial or algebraic function of x, we apply Equation B.29 to
each term in the polynomial and take d[constant]/dx  0. In Examples 4 through
7, we evaluate the derivatives of several functions.

EXAMPLE 4
Suppose y(x) (that is, y as a function of x) is given by so
y(x)  ax 3  bx  c y  y(x  x)  y(x)  a(3x 2 x  3x x 2  x 3 )
where a and b are constants. Then it follows that  b x

y(x  x)  a(x  x)3 Substituting this into Equation B.28 gives


 b(x  x)  c dy y
 lim  lim [3ax 2  3x x  x 2]  b
dx x:0 x x:0
y(x  x)  a(x 3  3x 2 x  3x x 2  x 3 )
 b(x  x)  c dy
 3ax 2  b
dx

EXAMPLE 5
y(x)  8x 5  4x 3  2x  7 dy
 40x 4  12x 2  2
dx
Solution Applying Equation B.29 to each term indepen-
dently, and remembering that d/dx (constant)  0, we have
dy
 8(5)x 4  4(3)x 2  2(1)x 0  0
dx

Special Properties of the Derivative


A. Derivative of the product of two functions If a function f(x) is given by the
product of two functions, say, g(x) and h(x), then the derivative of f(x) is defined
as
d d dh dg
f(x)  [g(x)h(x)]  g h (B.30)
dx dx dx dx
B.7 Intergral Calculus A.27

B. Derivative of the sum of two functions If a function f(x) is equal to the sum
of two functions, then the derivative of the sum is equal to the sum of the deriv-
atives:
d d dg dh
f(x)  [g(x)  h(x)]   (B.31)
dx dx dx dx
C. Chain rule of differential calculus If y  f (x) and x  g(z), then dy/dz can
be written as the product of two derivatives:
dy dy dx
 (B.32)
dz dx dz
D. The second derivative The second derivative of y with respect to x is defined
as the derivative of the function dy/dx (the derivative of the derivative). It is
usually written
d 2y
dx 2

d
dx dx
dy
冢 冣 (B.33)

EXAMPLE 6
Find the derivative of y(x)  x 3/(x  1)2 with respect to x.  (x  1)23x 2  x 3(2)(x  1)3
Solution We can rewrite this function as y(x)  dy 3x 2 2x 3
 
x 3(x  1)2 and apply Equation B.30: dx (x  1) 2 (x  1)3
dy d d
 (x  1)2 (x 3)  x 3 (x  1)2
dx dx dx

EXAMPLE 7

冢 hg 冣  dxd (gh
A useful formula that follows from Equation B.30 is the deriv- d d d
1) g (h 1 )  h 1 (g)
ative of the quotient of two functions. Show that dx dx dx
dg dh dh dg
h g  gh 2  h 1
d
dx 冤 g(x)
h(x) 冥 dx
h 2
dx
dg
dx
dh
dx

h g
dx dx
Solution We can write the quotient as gh1 and then apply 
h2
Equations B.29 and B.30:

Some of the more commonly used derivatives of functions are listed in Table
B.4.

B.7 INTEGRAL CALCULUS


We think of integration as the inverse of differentiation. As an example, consider
the expression
dy
f(x)   3ax 2  b (B.34)
dx
which was the result of differentiating the function
y(x)  ax 3  bx  c
A.28 APPENDIX B

in Example 4. We can write Equation B.34 as dy  f(x) dx  (3ax 2  b) dx and ob-


TABLE B.4
tain y(x) by “summing” over all values of x. Mathematically, we write this inverse
Derivatives for Several
operation
Functions

d
dx
(a)  0
y(x)  冕 f(x) dx

d For the function f(x) given by Equation B.34, we have


(ax n)  nax n1
dx
d
dx
(e ax)  ae ax
y(x)  冕 (3ax 2  b) dx  ax 3  bx  c

d where c is a constant of the integration. This type of integral is called an indefinite


(sin ax)  a cos ax
dx integral because its value depends on the choice of c.
d A general indefinite integral I(x) is defined as
(cos ax)  a sin ax


dx
d I(x)  f(x) dx (B.35)
(tan ax)  a sec 2 ax
dx
d
(cot ax)  a csc 2 ax dI(x)
dx where f(x) is called the integrand and f(x)  .
d dx
(sec x)  tan x sec x For a general continuous function f(x), the integral can be described as the area
dx
d under the curve bounded by f(x) and the x axis, between two specified values of x,
(csc x)  cot x csc x say, x 1 and x 2 , as in Figure B.14.
dx
d 1 The area of the blue element is approximately f(x i ) x i . If we sum all these
(ln ax)  area elements from x 1 and x 2 and take the limit of this sum as x i : 0, we obtain
dx x
the true area under the curve bounded by f(x) and x, between the limits x 1 and x 2 :
Note: The letters a and n are con-
stants. Area  lim 兺 f(x i ) x i 
x :0 i
i
冕x1
x2
f(x) dx (B.36)

Integrals of the type defined by Equation B.36 are called definite integrals.

f(x )

f(xi )

x1 x2
∆xi

Figure B.14

One common integral that arises in practical situations has the form

冕 x n dx 
x n1
n1
c (n  1) (B.37)

This result is obvious, being that differentiation of the right-hand side with respect
to x gives f(x)  x n directly. If the limits of the integration are known, this integral
becomes a definite integral and is written


x2

x1
x n dx 
x 2n1  x 1n1
n1
(n  1) (B.38)
B.7 Intergral Calculus A.29

EXAMPLES
1.
0

a x3 a
x 2 dx 
3 0 冥

a3
3

2.
0
b
冕x 3/2 dx 
x 5/2

5/2 0
b
 冥 2 5/2
5
b

3.
3
5
冕x dx 
x2 5
2 3 冥

52  32
2
8

Partial Integration
Sometimes it is useful to apply the method of partial integration (also called “inte-
grating by parts”) to evaluate certain integrals. The method uses the property that

冕 u dv  uv  冕 v du (B.39)

where u and v are carefully chosen so as to reduce a complex integral to a simpler


one. In many cases, several reductions have to be made. Consider the function

I(x)  冕 x 2e x dx

This can be evaluated by integrating by parts twice. First, if we choose u  x 2,


v  e x, we get

冕 x 2e x dx  冕 x 2 d(e x )  x 2e x  2 冕 e xx dx  c 1

Now, in the second term, choose u  x, v  e x, which gives

冕 x 2e x dx  x 2e x  2xe x  2 冕 e x dx  c 1
or

冕 x 2e x dx  x 2e x  2xe x  2e x  c 2

The Perfect Differential


Another useful method to remember is the use of the perfect differential, in which
we look for a change of variable such that the differential of the function is the dif-
ferential of the independent variable appearing in the integrand. For example,
consider the integral

I(x)  冕 cos2 x sin x dx

This becomes easy to evaluate if we rewrite the differential as d(cos x)  sin x dx.
The integral then becomes

冕 cos2 x sin x dx   冕 cos2 x d(cos x)

If we now change variables, letting y  cos x, we obtain

冕 cos2 x sin x dx   冕 y 2dy  


y3
3
c
cos3 x
3
c
A.30 APPENDIX B

Table B.5 lists some useful indefinite integrals. Table B.6 gives Gauss’s proba-
bility integral and other definite integrals. A more complete list can be found in
various handbooks, such as The Handbook of Chemistry and Physics, CRC Press.

TABLE B.5 Some Indefinite Integrals (An arbitrary constant should be added to each of these integrals.)

冕 x n dx 
x n1
n1
(provided n  1) 冕 ln ax dx  (x ln ax)  x

冕 冕
dx
x
 x 1 dx  ln x 冕 xe ax dx 
e ax
a2
(ax  1)

冕 dx
a  bx

1
b
ln(a  bx) 冕 dx
a  be cx

x
a

1
ac
ln(a  be cx)

冕 x dx
a  bx

x
b
a
 2 ln(a  bx)
b
冕 sin ax dx  
1
a
cos ax

冕 dx
x(x  a)
1
  ln
a
xa
x
冕 cos ax dx 
1
a
sin ax

冕 dx
(a  bx)2

1
b(a  bx)
冕 tan ax dx 
1
a
ln(cos ax) 
1
a
ln(sec ax)

冕 dx
a2  x 2

1
a
tan1
x
a
冕 cot ax dx 
1
a
ln(sin ax)

冕 a2
dx
x 2 
1
2a
ln
ax
ax
(a 2  x 2  0) 冕 sec ax dx 
1
a
ln(sec ax  tan ax) 
1
a 冤 冢
ln tan
ax
2


4 冣冥
冕 dx
x2  a 2

1
2a
ln
xa
xa
(x 2  a 2  0) 冕 csc ax dx 
1
a
ln(csc ax  cot ax) 
a 冢
1
ln tan
2 冣
ax

冕 x dx
a2  x 2
  12 ln(a 2  x 2) 冕 sin2 ax dx 
x
2

sin 2 ax
4a

冕! a2
dx
 x2
 sin1
x
a
 cos1
x
a
(a 2  x 2  0) 冕 cos2 ax dx 
x
2

sin 2 ax
4a

冕! x2
dx
 a2
 ln(x  !x 2  a 2) 冕 dx
sin2 ax
1
  cot ax
a

冕! x dx
a2  x 2
  !a 2  x 2 冕 dx
cos2 ax

1
a
tan ax

冕! x dx
x2  a2
 !x 2  a 2 冕 tan2 ax dx 
1
a
(tan ax)  x

冕! 冢
a 2  x 2 dx  12 x !a 2  x 2  a 2 sin1
x
a 冣 冕 cot 2 ax dx  
1
a
(cot ax)  x

冕!x a 2  x 2 dx   13 (a 2  x 2)3/2 冕 sin1 ax dx  x(sin1 ax) 


!1  a 2x 2
a

冕! x 2  a 2 dx  12 [x !x 2  a 2  a 2 ln(x  !x 2  a 2)] 冕 cos1 ax dx  x(cos1 ax) 


!1  a 2x 2
a

冕 !
x( x 2  a 2) dx  13 (x 2  a 2)3/2 冕 dx
(x 2  a 2)3/2

x
a 2!x 2  a 2

冕 e ax dx 
1 ax
a
e 冕 x dx
(x 2  a 2)3/2

1
!x 2  a 2
B.7 Intergral Calculus A.31

TABLE B.6 Gauss’s Probability Integral and Other


Definite Integrals

冕

0
x n e ax dx 
n!
a n1

I0  冕


0
e ax dx 
2 1
2 !

a
(Gauss’s probability integral)

I1  冕


0
xe ax dx 
2 1
2a

I2  冕


0
x 2e ax dx  
2 dI 0
da

1
4 !

a3

I3  冕


0
x 3e ax dx  
2 dI 1
da

1
2a 2

I4  冕


0
x 4e ax dx 
2 d 2I 0
da 2

3
8 !

a5

I5  冕


0
x 5e ax dx 
2 d 2I 1
da 2
1
 3
a



dn
I 2n  (1)n I
da n 0
dn
I 2n1  (1)n I
da n 1
APPENDIX C • Periodic Table of the Elements

Group Group
I II Transition elements
H 1
1.008 0
1s1
Li 3 Be 4
6.94 9.012
Symbol Ca 20 Atomic number
2s1 2s 2 Atomic mass † 40.08
Na 11 Mg 12
4s 2 Electron configuration
22.99 24.31
3s1 3s 2
K 19 Ca 20 Sc 21 Ti 22 V 23 Cr 24 Mn 25 Fe 26 Co 27
39.102 40.08 44.96 47.90 50.94 51.996 54.94 55.85 58.93
1 2 1 2 2 2 3 2 5 1 5 2 6 2
4s 4s 3d 4s 3d 4s 3d 4s 3d 4s 3d 4s 3d 4s 3d 74s 2
Rb 37 Sr 38 Y 39 Zr 40 Nb 41 Mo 42 Tc 43 Ru 44 Rh 45
85.47 87.62 88.906 91.22 92.91 95.94 (99) 101.1 102.91
1 2 1 2 2 2 4 1 5 1 5 2 7 1
5s 5s 4d 5s 4d 5s 4d 5s 4d 5s 4d 5s 4d 5s 4d 85s1
Cs 55 Ba 56 57-71* Hf 72 Ta 73 W 74 Re 75 Os 76 Ir 77
132.91 137.34 178.49 180.95 183.85 186.2 190.2 192.2
1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2
6s 6s 5d 6s 5d 6s 5d 6s 5d 6s 5d 6s 5d 76s 2
Fr 87 Ra 88 89-103** Rf 104 Db 105 Sg 106 Bh 107 Hs 108 Mt 109
(223) (226) (261) (262) (263) (262) (265) (266)
7s1 7s 2 6d 2 7s 2 6d 37s 2

*Lanthanide series La 57 Ce 58 Pr 59 Nd 60 Pm 61 Sm 62
138.91 140.12 140.91 144.24 (147) 150.4
5d 16s 2 5d 14f 16s 2 4f 36s 2 4f 46s 2 4f 56s 2 4f 66s 2
**Actinide series Ac 89 Th 90 Pa 91 U 92 Np 93 Pu 94
(227) (232) (231) (238) (239) (239)
6d 17s 2 6d 27s 2 5f 26d 17s 2 5f 36d 17s 2 5f 46d 17s 2 5f 66d 07s 2

Atomic mass values given are averaged over isotopes in the percentages in which they exist in nature.
† For an unstable element, mass number of the most stable known isotope is given in parentheses.
†† Elements 110, 111, 112, and 114 have not yet been named.
††† For a description of the atomic data, visit physics.nist.gov/atomic

A.32
Periodic Table of the Elements A.33

Group Group Group Group Group Group


III IV V VI VII 0
H 1 He 2
1.008 0 4.002 6
1s 1 1s 2
B 5 C 6 N 7 O 8 F 9 Ne 10
10.81 12.011 14.007 15.999 18.998 20.18
1 2 3 4 5
2p 2p 2p 2p 2p 2p 6
Al 13 Si 14 P 15 S 16 Cl 17 Ar 18
26.98 28.09 30.97 32.06 35.453 39.948
1 2 3 4 5
3p 3p 3p 3p 3p 3p 6
Ni 28 Cu 29 Zn 30 Ga 31 Ge 32 As 33 Se 34 Br 35 Kr 36
58.71 63.54 65.37 69.72 72.59 74.92 78.96 79.91 83.80
8 2 10 1 10 2 1 2 3 4 5
3d 4s 3d 4s 3d 4s 4p 4p 4p 4p 4p 4p 6
Pd 46 Ag 47 Cd 48 In 49 Sn 50 Sb 51 Te 52 I 53 Xe 54
106.4 107.87 112.40 114.82 118.69 121.75 127.60 126.90 131.30
10 10 1 10 2 1 2 3 4 5
4d 4d 5s 4d 5s 5p 5p 5p 5p 5p 5p 6
Pt 78 Au 79 Hg 80 Tl 81 Pb 82 Bi 83 Po 84 At 85 Rn 86
195.09 196.97 200.59 204.37 207.2 208.98 (210) (218) (222)
5d 96s1 5d 106s1 5d 106s 2 6p1 6p 2 6p 3 6p 4 6p 5 6p 6
110†† 111†† 112†† 114††
(269) (272) (277) (289)

Eu 63 Gd 64 Tb 65 Dy 66 Ho 67 Er 68 Tm 69 Yb 70 Lu 71
152.0 157.25 158.92 162.50 164.93 167.26 168.93 173.04 174.97
4f 76s 2 5d 14f 76s 2 5d 14f 86s 2 4f 106s 2 4f 116s 2 4f 126s 2 4f 136s 2 4f 146s 2 5d 14f 146s 2
Am 95 Cm 96 Bk 97 Cf 98 Es 99 Fm 100 Md 101 No 102 Lr 103
(243) (245) (247) (249) (254) (253) (255) (255) (257)
5f 76d 07s 2 5f 76d 17s 2 5f 86d 17s 2 5f 106d 07s 2 5f 116d 07s 2 5f 126d 07s 2 5f 136d 07s 2 6d 07s 2 6d 17s 2
APPENDIX D • SI Units

TABLE D.1 SI Units


SI Base Unit

Base Quantity Name Symbol

Length Meter m
Mass Kilogram kg
Time Second s
Electric current Ampere A
Temperature Kelvin K
Amount of substance Mole mol
Luminous intensity Candela cd

TABLE D.2 Some Derived SI Units


Expression in Expression in
Terms of Base Terms of Other
Quantity Name Symbol Units SI Units

Plane angle radian rad m/m


Frequency hertz Hz s⫺1
Force newton N kg ⭈ m/s2 J/m
Pressure pascal Pa kg/m ⭈ s2 N/m2
Energy; work joule J kg ⭈ m2/s 2 N⭈m
Power watt W kg ⭈ m2/s 3 J/s
Electric charge coulomb C A⭈s
Electric potential volt V kg ⭈ m2/A ⭈ s 3 W/A
Capacitance farad F A2 ⭈ s 4/kg ⭈ m2 C/V
Electric resistance ohm ⍀ kg ⭈ m2/A2 ⭈ s 3 V/A
Magnetic flux weber Wb kg ⭈ m2/A ⭈ s 2 V⭈s
Magnetic field intensity tesla T kg/A ⭈ s2
Inductance henry H kg ⭈ m2/A2 ⭈ s 2 T ⭈ m2/A

A.34

Anda mungkin juga menyukai