Anda di halaman 1dari 271

MODUL MATA KULIAH

“ BAHASA INDONESIA ”

2 SKS

PROGRAM STUDI: TEKNIK INFORMATIKA

OLEH :

Dian Megasari, S.H., M.H

UNIVERSITAS PAMULANG

TANGERANG SELATAN-
SELATAN BANTEN

2019

1
PERTEMUAN KE – 1

SOSIALISASI SILABUS

Sosialisasi Silabus

1. Membahas tujuan,

2. materi,

3. strategi,

4. sumber dan evaluasi,

5. tugas,

6. tagihan dalam perkuliahan,

7. memotivasi belajar,

8. kebutuhan mahasiswa belajar bahasa Indonesia, dan

9. dapat memahami rencana perkuliahan semester.

SILABUS

Identitas Mata Kuliah :

Nama Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Nomor Kode :

Jumlah SKS : 2 SKS

Semester :

Kelompok Mata Kuliah : Mata Kuliah Umum ( MKU)

Program Studi : Teknik Informatika/S-1

Status Mata Kuliah :Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU)

2
Prasyarat :-

Dosen : Dian Megasari, S.H., M.H.

Tujuan :

Mahasiswa memiliki kemampuan berbahasa yaitu kemampuan berbahasa Indonesia yang


baik dan benar, baik secara tertulis maupun secara lisan. Kemampuan berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar, yang diperlukan untuk penulisan karya tulis ilmiah seperti makalah,
laporan praktek latihan akademik, skripsi, dan lain-lain.

Deskripsi Isi :

Mahasiswa memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif dapat diwujudkan
dengan mendorong mahasiswa memelihara bahasa nasional, mengutamakan bahasanya dan
menggunakannya sebagai lambang identitas bangsanya, serta menggunakan bahasanya sesuai
dengan kaidah dan aturan yang berlaku.

Mahasiswa diharapkan dapat menyusun karya tulis ilmiah sederhana dalam bentuk dan isi
yang baik, dapat melakukan tugas-tugas dari dosen-dosen lain dengan menerapkan dasar-
dasar yang diperoleh dari mata kuliah bahasa Indonesia.

Pendekatan Pembelajaran :

1. Metode : Ceramah, pengumpulan data lapangan, diskusi dan pemecahan masalah.


2. Tugas : Makalah, penyajian, pembuatan literatur dan diskusi.
3. Media : OHP, LCD/Powerpoint

Evaluasi :

1. Kehadiran
2. Makalah
3. Penyajian dan diskusi

3
4. UTS
5. UAS

Rincian Materi Perkuliahan Tiap Pertemuan :

1. Pertemuan ke 1 : Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia.


2. Pertemuan ke 2 : Ragam bahasa Indonesia.
3. Pertemuan ke 3 : EYD ( Ejaan Yang Disempurnakan).
4. Pertemuan ke 4 : Diksi ( Pemilihan kata).
5. Pertemuan ke 5 : Definisi.
6. Pertemuan ke 6 : Kalimat Efektif.
7. Pertemuan ke 7 : Paragraf (alinea) dalam Bahasa Indonesia.
8. Pertemuan ke 8 : Penalaran dalam Karangan.
9. Pertemuan ke 9 : Topik Karya Ilmiah.
10. Pertemuan ke 10: Konvensi Naskah Ilmiah.
11. Pertemuan ke 11: Naskah Ilmiah.
12. Pertemuan ke 12: Kerangka Karya Ilmiah.
13. Pertemuan ke 13: Karya Ilmiah.
14. Pertemuan ke 14: Kutipan dan Sumber Kutipan.

Daftar Buku :

Alwi, Hasan, l998, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka

Arifin, E.Zainal, l989, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Jakarta, MSP.

BS. Kusno, l986, Pengantar Tata Bahasa Indonesia, Bandung, CV Rosda

BS Kusno, l990, Problematika Bahasa Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta

Badudu,JS., l985, Cakrawala Bahasa Indonesia, Jakarta, PT Gramedia

Chaer, Abdul, Tata Bahasa Praktis, Jakarta, Bharatara

Depdikbud, 1990, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung, IKIP.

4
Depdikbud, l997, Ejaan Yang Disempurnakan, Jakarta, Balai Pustaka.

Dyen, Isidore, 1967, A Descriptive Indonesian Grammar, New Haven, Yale University.

Keraf,Gorys, l980, Komposisi, Ende Plores, Nusa Indah.

Parera, JD, l993, Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa,Jakarta, PT.Gramedia.

Sarumpaet, JP. L967, The Structuree of BahasA Indonesia, Melbourne; University of


Melbourne.

SD.Vismaia, 2005, Sintaksis Bahasa Indonesia, Bandung, UPI.

Soedjito, l988, Kosa Kata Bahasa Indonesia, Jakarta, Gramedia.

5
PERTEMUAN KE – 1

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

1. Tujuan Pembelajaran
a. Untuk mengetahui bagaimana sejarah bahasa Indonesia.
b. Agar mengetahui fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional.
c. Agar dapat menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan fungsi dan
kedudukan.
d. Agar dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2. Latar Belakang

Mahasiswa ditingatkan kesadarannya bahwa bahasa Indonesia adalah, alat


komunikasi paling penting untuk mempersatukan seluruh bangsa Indonesia. Hal ini
mengingat bahasa Indonesia merupakan alat mengungkapkan diri baik secara lisan
maupun tertulis, dari segi rasa, karsa, dan cipta serta pikir, baik secara etis, estetis,
maupun secara logis. Warga negara Indonesia yang mahir berbahasa Indonesialah yang
akan dapat menjadi warga negara yang mampu memenuhi kewajibannya di mana pun
mereka berada di wilayah tanah air dan dengan siapa pun mereka bergaul di wilayah
N.K.R.I. Oleh sebab itu, kemahiran berbahasa Indonesia menjadi bagian dari kepribadian
Indonesia.

Kemahiran berbahasa Indonesia bagi mahasiswa Indonesia tercermin dalam tata


pikir, tata ucap, tata tulis, dan tata laku berbahasa Indonesia dalam konteks ilmiah dan
akademis. Oleh karena itu, bahasa Indonesia masuk kedalam kelompok mata kuliah
pengembangan kepribadian mahasiswa, yang kelak sebagai insan terpelajar akan terjun
ke dalam kancah kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai pemimpin dalam
lingkunganya masing-masing.

Oleh karena mahasiswa diharapkan kelak dapat menyebarkan pemikiran dan


ilmunya, mereka diberi kesempatan melahirkan karya tulis ilmiah dalam berbagai bentuk
dan menyajikannya dalam forum ilmiah. Mahasiswa peserta kuliah perlu disadarkan
akan kenyataan ini dan ditimbulkan kebanggaannya terhadap bahasa nasional kita.

6
Kemudian mahasiswa hendaknya juga ditingkatkan kesadarannya akan kedudukan
BI sebagai bahasa Negara dan bahasa nasional, dan fungsi BI sebagai bahasa lingua
franca yang berpotensi untuk mempersatukan seluruh bangsa. Untuk selanjutnya, mereka
hendaknya diminta untuk mengidentifikasi implikasi-implikasi dari semua butir tentang
bahasa Indonesia tersebut bagi mereka sebagai warga Negara yang bertanggung jawab.
Penyadaran dicapai lewat kegiatan ceramah dan Tanya jawab/diskusi, sedangkan
identifikasi implikasi lewat diskusi kelompok.

A. Bahasa Indonesia sebelum Kemerdekaan.


Bahasa Melayu adalah bahasa bahasa kebangsaan Brunei, Indonesia, Malaysia,
dan Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan
bahasa resmi Negara Republik Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa Melayu,
yang pokoknya dari bahasa melayu Riau (bahasa Melayu di provinsi Riau,Sumatra,
Indonesia). Nama Melayu mulamula sekali digunakan sebagai nama kerajaan tua di
daerah jambi di tepi sungai Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukan
oleh kerajaan Sriwijaya. Selama empat abad kerajaan ini berkuasa di daerah Sumatra
Selatan bagian timur dan dibawah pemerintahan raja-raja Syailendra bukan raja
menjadi pusat politik di Asia Tenggara, melainkan juga menjadi pusat ilmu
pengetahuan.
Berdasarkan beberapa prasasti yang ditemukan, yaitu Kedukan Bukit (683),
Talang Tua (684), Telaga Batu (tidak berangka tahun),Kota Kapur,Bangka (686), dan
Karang Brahi (686) membuktikan bahwa kerajaan Sriwijaya menggunakan bahasa
Melayu, yaitu yang biasa disebut Melayu kuno, sebagai bahasa resmi dalam
pemerintahnya.
Dengan kata lain, prasastiprasasti itu menunjukkan bahwa pasa abad ke-7 bahasa
Melayu telah digunakan sebagai bahasa resmi di daerah kekuasaan Sriwijaya yang
bukan hanya di Sumatra, melainkan juga di Jawa dengan ditemukanya prasastri
Gandasuli di Jawa Tengah (832) dan didekat bogor (942). Disamping sebagai bahasa
resmi pemerinntahan, bahasa melayu juga sudah digunakan sebagai bahasa
kebudayaan,yaitu bahasa pengantar dalam mempelajari ilmu agama dan bahasa
perdagangan.
Pada abad ke-15 kerajaan Malaka di Semenanjung berkembang dengan sangat
cepat menjadi pusat perdagangan dan pusat pertemuan para pedagang dari
Indonesia,Tiongkok, dan dari Gujarat. Para pedagang yang dari Jawa pada waktu itu

7
dikuasai oleh Majapahit membawa rempahrempah,cengkih, dan pala dari Indonesia
Timur ke Malaka. Hasil bumi di Sumatra yang berupa kapur barus,lada,kayu cendana.
Dan yang lainya di bawa ke Malaka mereka membeli barang-barang dagangan yang
dibawa ke Malaka oleh para pedagang dari Sumatra. Di Malaka mereka membeli
barangbarang dagangan yang dibawa oleh para pedagang dari Tiongkok dan Gujarat
berupa Sutera dari India, kain pelikaty dari Koromandel, minyak wangi dari Persia,
Kain dari Arab, kain sutra dari Cina,kain bersulam emas dari Tiongkok, dan barang-
barang perhiasan yang lain.
Letak kota pelabuahan Malaka sangat menguntungkan bagi lalu lintas dagang
melalui laut dalam abad ke-14 dan 15. Semua kapal dari Tiogkok dan di Indonesia
yang akan berlayar ke barat melalui Selat Malaka, demikian pula semuah kapal-kapal
dari Negara-negara yang terletak disebelah barat Malaka apabila berlayar ke
Tiongkok atau ke Indonesia juga melalui selat Malaka. Oleh karena itu malaka
menguasai perdagangan antara Negara-negara yang terletak di daerah uitara,barat dan
timurnya.
Perkembangan Malaka yang sangat cepat berdampak positif terhadap bahasa
Melayu. Sejalan dengan lalu lintas perdagangan, bahasa melayu yang digunakan
sebagai bahasa perdagangan dan juga penyiaran agama Islam dengan cepat tersebar
keselurug Indonesia, dari Sumatra sampai ke kawasan timur Indonesia.
Perkembangan maka sangat cepat, tetapi hanya sebentar, karena pada tahun 1511
Malaka ditaklukkan oleh angkatan laut Portugis dan pada tahun 1641 ditaklukan pula
oleh Belanda, Dengan kata lain, Belanda telah menguasai hampir seluruh Nusantara.
Belanda, seperti halnya Negara-negara asing yang lain sangat tertarik dengan rempah-
rempah Indonesia. Mereka tidak puas kalau hanya menerima rempah-remph dari
pedagang Gujarat.
Oleh karena itu, mereka dating sendiri ke daerah rempah-rempah itu. Pada tahun
1956 datanglah pedagang belanda ke daerah Banten dibawah nama VOC. Tujuan
utama mereka adalah untuk berdagang, tetapi sejak tahun 1799 diambil oleh penerima
Belanda. Dengan demikian, tujuanya bukan hanya untuk berdagang, melainkan juga
untuk tujuan social dan pendidikan. Masalah yang segera dihadapi oleh Belanda
adalah masalah bahasa pengantar. Tidak ada pilihan lain kecuali bahasa Melayu yang
dapat digunakan sebagai bahasa Melayu yang dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar, karena pada saat itu bahasa melayu secara luas sudah digunakan sebagai
lingua franca diseluruh Nusantara.
8
Pada tahun 1521 Pigafetta yang mengikuti pelayaran magalheans mengelilingi
dunia, ketika kapalnya berlabuh di Tidore, menuliskan hal-hal Melayu. Hal ini
membuktikan bahwa bahasa Melayu yang berasal dari Indonesia sebelah barat itu
tersebar luas sampai ke daerah Indonesia sebelah timur. Dari hari kehari kedudukan
bahasa melayu sebagai lingua franca semakin kuat,terutama dengan tumbuhnya rasa
persatuan dan kebangsaan dikalangan pemuda pada awal abad ke-20 sekalipun
mendapat rintangan dari pemerintah dan segolongan orang belanda yang berusaha
keras menghalangi perkembangan bahasa Melayu dan berusaha menjadikan bahasa
Belanda sebagai bahasa nasional di Indonesia.
Para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi, para cerdik pandai
bangsa Indinesia berusaha keras mempersatukan rakyat. Mereka sadar bahwa hanya
dengan persatuan seluruh rakyat, bangsa Indonesia dapat menghalau kekuasaan kaum
penjajah dari bumi Indonesia dan mereka sadar juga hanya dengan bahasa Melayu
mereka dapat berkomunikasi dengan rakyat. Usaha mereka mempersatukan rakyat,
terutama para pemudahnya memuncak pada Kongres Pemuda di Jakarta pada tanggal
28 oktober 1928.
Dalam kongres itu para pemuda dari berbagai organisasi pemuda mengucapkan
ikrar mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia mengaku bertahan air satu, tanah air
Indonesia dan menjungjung tinggi bahasa persatuan, bahasa indonesia. Demikianlah
tanggal 28 Oktober merupakan hari yang amat penting, merupakan hari pengankatan
atau penobatan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, atau dengan kata lain
sebagai bahasa nasional.
Pengakuan dan pernyataan yang di ikrarkan pada tanggal 28 oktober 1928 itu
tidak aka nada artinya tanpa diikuti usaha untuk mengenmbvangkan bahasa Indonesia,
meningkatkan kemampuan bahasa Indonesia sebagai bahasa Indonesia, meningkatkan
kemampuan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Sebagai realisasi usaha itu pada tahun 1939 para cendekiawan dan budayawan
Indinesia menyelenggarakansuatu kongres, yaitu kongres Bahasa Indonesia I di Solo,
Jawa Tengah. Dalam kongres itu Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa “jang
dinamakan ‘bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen
pokonja berasal dari ‘melajoe riaoe akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah
atoe dikoerangi meneoret keperloean zaman dan alam baharoe,hingga bahasa
itoe laloe loedah dipakai oleh rakjat di seloeruh Indonesia;…” oleh karena itu,
kongres pertama ini tidak memuaskan lagi tidak sesuai dengan perkembangan bahasa
9
Indonesia sehingga perlu disusun tata bahasa Indonesia sehingga perlu disusun tata
bahasa baru yang sesuai dengan perkembangan bahasa.
Hingga berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia pada tahun 1942 tak satu
keputusan pun yang telah dilaksanakan karena pemerintah Belanda tidak merasa perlu
melaksanakan keputusan-keputusan itu. Barulah pada masa pendudukan Jepang
Bahasa Indonesia memperoleh kesempatan berkembang karena pemerintah Jepang
seperti halnya pemerintah penjajah yang lain sesungguhnya bercita-cita menjadikan
bahasa Jepang menjadi bahasa resmi di Indonesia terpaksa menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi di Indonesia terpaksa menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah.
Perkembangan berjalan dengan sangat cepat sehingga pada waktu kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, bahasa Indonesia telah siap
menerimma kedudukan sebagai bahasa begara, seperti yang tercantum dalam undang-
undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36.

B. Bahasa Indonesia Sesudah Kemerdekaan


Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, bahasa Indonesia semakin
mantap kedudukanya. Perkembanganya juga cukup pesat. Sehari sesudah proklamasi
kemerdakaan, pada tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-undang Dasar 1945 yang
didalamnya terdapat pasal, yaitu pasal 36, yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara
ialah Bahasa Indonesia.” Dengan demikian, di samping berkedudukan sebagai bahasa
Negara, bahasa Indonesia dipakai dalam semuah urusan yang berkaitan dengan
pemerintahan dan Negara. Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami
perkembangan yang pesat.
Setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah. Kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara juga semakin kuat. Perhatian
terhadap bahasa Indonesia baik di pemerintah maupun masyarakat sangat besar.
Pemerintah orde lama dan orde baru menaruh perhatian yang sangat besar terhadap
perkembangan bahasa Indonesia diantaranya melalui pembentukan lembaga yang
mengurus masalag kebahasan yang sekarang menjadi Pusat Bahasa dan
penyelenggaraan Kongres Bahasa Indinesia.
Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan van Ophujisen ke Ejaan Soewandi
hingga Ejaan yang disempurnakan selalu mendapattanggapan dari masyarakat. Dalam
era globalisasi sekarang ini, bahasa Indonesia mendapat saingan berat dari bahasa
10
Inggris. Semakin banyak orang Indonesia yang belajar dan menguasai bahasa Inggris,
yang tentu saja merupakan hal yang positif dalam rangka pengembangan ilmu dan
teknologi.
Akan tetapi, ada gejala semakin mengecilnya perhatian orang terhadap bahasa
Indonesia. Tampaknya orang lebih bangga memakai bahasa inggris daripada bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia yang dipakai juga banyak dicampur dengan bahasa
inggris kekurang pedulian terhadap bahasa Indonesia ini akan menjadi tantangan yang
berat dalam pengembangan bahasa Indonesia.
Pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan pustaka (Malaysia) dan Majelis
Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (MABBIM) mencanangkan Bahasa
Melayu dijadikan sebagai bahasa resmi ASEAN dengan memandang lebih separu
jumlah penduduk ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Walau
bagaimanapun,perkara ini masih dalam perbincangan.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mencapai
perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah penggunanya, maupun dari segi
system tata bahasa dan kosakatanya serta maknanya. Sekarang bahasa Indonesia telah
menjadi bahasa besar yang digunakan dan dipelajari tidak hanya di seluruh Indonesia
tetapi juga di banyak negara.
Bahkan keberhasilan Indonesia dalam mengajarkan bahasa Indonesia kepada
generasi muda telah dicatat sebagai prestasi dari segi peningkatan komunikasi bantar
warga Negara Indonesia.

C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa Nasional diatas Bahasa daerah. Pada
18 agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan, Bahasa Indonesia secara
legal konstitusional di kukuhkan sebagai bahasa Negara. Seperti yang tercantum
dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36, yang berbunyi “Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”. Dasar hukum tersebut, memberikan landasan yang kuat dan resmi bagi
pemakaian bahasa Indonesia, bukan saja sebagai bahasa Nasional, melainkan juga
sebagai bahasa resmi kenegaraan.
1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa Nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai:
a) Lambang kebanggaan kebangsaan,
11
b) lambang identitas nasional,
c) alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan
d) alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.

Keempat fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional diatas dimiliki oleh
bahasa Indonesia sejak tahun 1928 sampai sekarang.
a) Lambang kebanggaan nasional.
Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai-
nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang
dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga, menjunjung dan
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan terhadap bahasa Indonesia,
harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita
harus bangga memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya.

b) Lambang identitas nasional.


Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang
bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia dapat mengetahui identitas
seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Kita
harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di
dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa
Indonesia yang sebenarnya.

c) Alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial


budaya dan bahasanya. Dengan fungsi ini memungkinkan masyarakat Indonesia
yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat
menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama.
Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya,
karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh
masyarakat suku lain. Karena dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilainilai sosial budaya
daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masingmasing. Kedudukan dan
fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan,
bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

12
d) Alat penghubung antarbudaya antardaerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek
kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan
dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan
mudah diinformasikan kepada warga. Apabila arus informasi antarmanusia
meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan seseorang.
Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan pembangunan akan
cepat tercapai.

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara


Di dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a) Bahasa resmi kenegaraan,
b) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan,
c) alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan dan
pemerintahan, dan
d) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Fungsi bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara diatas harus betulbetul dilaksanakan di dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Setiap petugas negara harus memperhatikan fungsi-
fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara tersebut.

Pada tanggal 25-28 Februari 1975, hasil perumusan seminar politik bahasa Nasional
yang diselenggarakan di jakarta. Dikemukakan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa Negara adalah :
a) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan. Kedudukan pertama dari
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan dengan
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan R.I
1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

b) Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan. Kedudukan


kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan
dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga
pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk
13
media cetak juga harus berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan
menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri.
Cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan bahasa
Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek).

c) Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan


perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan Kedudukan
ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan
dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antar badan pemerintah
dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu
hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media
komunikasi massa. Tujuan agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan
cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

d) Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan


Teknologi. Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa Negara dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi,
baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah
maupun media cetak lainnya. Karena sangatlah tidak mungkin bila suatu buku
yang menjelaskan tentang suatu kebudayaan daerah, ditulis dengan
menggunakan bahasa daerah itu sendiri, dan menyebabkan orang lain belum
tentu akan mengerti.

2. Perkembangan fungsi Bahasa Melayu/ Bahasa Indonesia


a. Abad ke-7 sampai abad ke-15, berfungsi sebagai :
1) Bahasa perhubungan lokal.
2) Bahasa perdagangan.
3) Bahasa pemerintahan.
4) Bahasa agama.

b. Abad ke-15- awal abad XX (1920), berfungsi sebagai :


1) Bahasa perhubungan/pergaulan local.
2) Bahasa perdagangan.
3) Bahasa sastra.

14
4) Bahasa pemerintahan.
5) Bahasa agama.

c. Awal abad XX (1920-1945), berfungsi sebagai :


1) Lingua franca.
2) Bahasa pergaulan.
3) Bahasa perdagangan.
4) Bahasa sastra.
5) Bahasa pemerintahan.
6) Bahasa pergerakan.
7) Bahasa agama.
8) Bahasa surat kabar dan media komunikasi.
9) Bahasa kebudayaan.

d. Tahun 1945-sekarang, berfungsi sebagai :


1) Lingua franca.
2) Bahasa pergaulan.
3) Bahasa surat-menyurat (resmi,tak resmi).
4) Bahasa perdagangan.
5) Bahasa agama.
6) Bahasa sastra.
7) Bahasa kebudayaan.
8) Bahasa pemerintahan.
9) Bahasa politik.
10) Bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
11) Bahasa pendidikan.
12) Bahasa Negara.
13) Bahasa persatuan.
14) Bahasa surat kabar dan media komunikasi.
15) Bahasa pembangunan.
16) Bahasa dokumentasi.
17) Bahasa pertemuan ilmiah.

15
3. Kedudukan dan fungsi lain Bahasa Indonesia.
Fungsi bahasa Indonesia adalah nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai
tugas pemakaian bahasa itu di dalam kedudukan yang diberikan kepadanya (Halim,
1976:19). Rumusan ini kemudian menjadi rumusan seminar Politik Bahasa Nasional
dan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Prof. Dr. Slamet Mulyana dalam pidato
pengukuhannya sebagai guru besar pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia tahun
1959 mengemukakan tiga fungsi pokok bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,
yaitu :
a. Sebagai alat menjalankan administrasi negara.
b. Sebagai alat merapatkan pelbagi suku menjadi satu bahasa.
c. Sebagai alat untuk menampung kebudayaan baru nasional.

Umar Junus merumuskan fungsi bahasa Indonesia dalam bukunya “Sejarah dan
Perkembangan ke Arah Bahasa Indonesia” (halaman 46-47), sebagai berikut :
a. Menyatukan seluruh suku bangsa yang ada diwilayah Republik Indonesia dalam
suatu kesatuan kebangsaan yang kokoh.
b. Sebagai bahasa administrasi negara.
c. Sebagai bahasa pengantar dalam lapangan pendidikan mulai dari tingkat
terendah sampai ke tingkat yang tertinggi, dan juga merupakan bahasa yang
dapat digunakan sebagai alat untuk menuliskan hasil-hasil penyelidikan yang
selanjutnya merupakan bahasa ilmu pengetahuan.
d. Sebagai bahasa yang digunakan dalam perdagangan.
e. Sebagai bahasa pergaulan.

4. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah.


Bahasa daerah (BD) merupakan salah satu bahasa yang digunakan di samping
bahasa nasional yang dipakai sebagai bahasa pergaulan intra-daerah di wilayah RI.
Bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup sesuai
dengan penjelasan UUD 1945 Bab XV pasal 36 yang berbunyi: “di daerah-daerah
yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik
(misalnya bahasa Jawa, Sunda, Bali, Madura, Bugis, Makassar, dan sebagainya),
bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh Negara. Bahasa-bahasa
itupun merupakan sebagian kebudayaan Indonesia yang hidup.” Dengan demikian,

16
bahasa daerah adalah salah satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh
Negara.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, maka bahasa daerah berfungsi
sebagai:
a. Lambang kebanggaan daerah,
b. lambang identitas daerah, dan
c. alat penghubung antarwarga masyarakat daerah.

Adapun dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, selain sebagai alat
perhubungan antar budaya, antar daerah juga berfungsi sebagai:
a. Pendukung bahasa nasional,
b. bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan
untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan
c. alat pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah.

5. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing.


Bahasa asing yang dimaksud adalah semua bahasa, kecuali bahasa Indonesia, bahasa
daerah, dan bahasa Melayu. Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa
seperti Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Jepang, Cina, Arab, dan lain-lain,
berkedudukan sebagai bahasa asing. Kedudukan ini didasarkan atas kenyataan bahwa
bahasa asing tertentu diajarkan di lembagalembaga pendidikan pada tingkat tertentu.
dalam kedudukan demikian, bahasa-bahasa asing tidak bersaing dengan bahasa
Indonesis dan bahasa daerah.

Bahasa asing berfungsi sebagai:


a. Alat penghubung antarbangsa, dan
b. alat pembantu pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, alat
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan
nasional.

17
Kesimpulan

Sesuai dengan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai Sejarah Bahasa
Indonesia, beserta fungsi dan kedudukannya sebagai berikut:

1. Sejarah Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yang sudah
digunakan sejak abad ke 7, pada masa Kerajaan Sriwijaya. Bahasa Melayu pada saat
itu digunakan sebagai sebagai bahasa perhubungan (Lingua franca). Bermula dari
Ikrar Sumpah Pemuda, yang tertuang pada butir ke tiga, bahwa bahasa Indonesia
sebagai jati diri bangsa dan merupakan bahasa persatuan. Dan Secara yuridis bahasa
Indonesia telah diakui sebagai Bahasa Nasional pada 18 Agustus 1945 dan ditetapkan
dalam UUD 1945 bab XV pasal 36.
2. Kedudukan Bahasa Indonesia Seperti tertulis pada UUD 1945 bab XV pasal 36,
bahasa Indonesia berkedudukan sebagai Bahasa nasional. Bahasa yang menjadi
pemersatu untuk rakyat Indonesia yang memiliki banyak bahasa daerah.
3. Fungsi Bahasa Indonesia.
a. Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar
belakangi Sosial, Budaya dan Bahasa.
b. Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas Nasional.
c. Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan Nasional.

LATIHAN: KE – 1

1. Jelaskan bagaimana sejarah bahasa Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan!.


2. Jelaskan dan sebutkan fungsi bahasa Indonesia, dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional!.
3. Jelaskan mengapa bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pemersatu, dan sebagai
bahasa pengantar di dunia pendidikan?.
4. Jelaskan Kedudukan dan Fungsi Bahasa Daerah, serta apa bunyi pasal 36 bab XV UUD
1945?.
5. Jelaskan mengapa bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara?, dan berikan contoh!.

18
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun. 2013. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Bahasa Indonesia. Makassar:
Badan Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
http://kokokurnia.wordpress.com/2011/11/05/fungsi-bahasa-indonesia-sebagai-
bahasanasional-dan-bahasa-negara/ http://muhfaishalf.blogspot.com/2011/10/v-
behaviorurldefaultvmlo.html http://andierwina.blogspot.com/2012/10/sejarahfungsi-dan-
kedudukan-bahasa.html

https://www.slideshare.net/shallyrah/makalahsejarah-kedudukan-dan-fungsi-bahasa-
indonesia

19
PERTEMUAN KE – 2

RAGAM BAHASA INDONESIA

A. Tujuan Pembelajaran

Bertujuan untuk mengetahui tentang ragam bahasa Indonesia, dan macam-macam ragam
bahasa Indonesia ditinjau dari berbagai aspek.

Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan ragam bahasa dan
mengetahui adanya berbagai ragam bahasa Indonesia yang sering digunakan, serta
bagaimana penggunaan ragam bahasa.

Agar kita atau siapa pun penduduk di Indonesia menggunakan ragam bahasa yang baik
dan benar sehingga keberadaan ragam bahasa itu sendiri tidak punah dengan adanya
bahasa-bahasa yang terkadang jauh dari aturan bahasa yang ada di Indonesia bahkan
bertentangan.

B. Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai
oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia,
namun tidak semua orang menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar, salah
satunya pada penggunaan bahasa Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan
maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh karena itu pengetahuan tentang ragam
bahasa cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh yang
akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar sehingga identitas
kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.
Bahasa Indonesia wajib dipelajari oleh semua lapisan masyarakat. Tidak hanya
pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa
Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia dimana ragam bahasa yaitu variasi bahasa
Indonesia yang digunakannya berbeda-beda. Ada ragam bahasa lisan dan ada ragam
bahasa tulisan. Disini yang lebih lebih ditekankan adalah ragam bahasa lisan, karena
lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan ngobrol, puisi, pidato,
ceramah, dan lain-lain.

20
Pentingnya Bahasa

Manusia merupakan makhluk sosial. Makhluk yang tidak dapat hidup sendiri atau
individu. Manusia sangat membutuhkan manusia lain dalam menjalankan aktivitas. Salah
satu contoh penggunaan bahasa yaitu komunikasi dengan orang lain.

Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai


sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat
untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri. Gorys Keraf (1994:1)
memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa juga mencakup dua
bidang, yaitu bunyi vokal dan arti atau makna. Bahasa sebagai bunyi vokal berarti
sesuatu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia berupa bunyi yang merupakan getaran
yang merangsang alat pendengar. Sedangkan bahasa sebagai arti atau makna berarti isi
yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan orang
lain.

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat Indonesia. Bahasa juga


menunjukkan perbedaan antara satu penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-
masing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu
menyesuaikan dengan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat. Selain itu, fungsi bahasa
juga melambangkan pikiran atau gagasan tertentu, dan juga melambangkan perasaan,
kemauan bahkan dapat melambangkan tingkah laku seseorang.

Tanpa adanya bahasa didalam kehidupan bermasyarakat, maka kita akan sulit untuk
menyampaikan maksud dalam melakukan suatu tindakan. Baik itu secara langsung
melalui ucapan yang keluar dari ucapan kita, ataupun tulisan yang kita tulis untuk
disampaikan.

Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan


kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk
berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam
lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.

C. Pengertian Ragam Bahasa


Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang

21
yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh
penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa
digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-
undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat
dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu
masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di
kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi
tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa
baku.

Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam
bahasa terdiri dari:
1. Ragam bahasa lisan.
2. Ragam bahasa tulis

Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai
unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa
tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita menggunakan lafal, dalam ragam bahasa tulis,
kita menggunakan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata
dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang
unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul
kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa
itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak
identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada kedekatan aspek tata
bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu
dari yang lain.

D. Sebab Terjadinya Ragam Bahasa


Ragam bahasa timbul seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu berupa
variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannnya. Agar banyaknya variasi tidak
mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien, dalam bahasa timbul
mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang
disebut ragam standar.

22
E. Macam-Macam Ragam Bahasa
Ragam bahasa memiliki jumlah yang sangat banyak karena penggunaan bahasa
sebagai alat komunikasi tidak terlepas dari latar budaya penuturnya yang berbeda-beda.
Selain itu, pemakaian bahasa juga bergantung pada pokok persoalan yang dibicarakan
serta keperluan pemakainya.

Ragam bahasa di bagi berdasarkan beberapa cara yang pertama berkomunikasi


yaitu:
1. Ragam Lisan, dan
2. ragam tulisan, kedua berdasarkan cara pandang penutur yaitu:
a) Ragam Dialek,
b) ragam terpelajar,
c) ragam resmi, dan
d) ragam tak resmi, berdasarkan pesan komunikasi yaitu:
(1) Ragam politik,
(2) ragam hukum,
(3) ragam pendidikan,
(4) ragam sastra, dan sebagainya.

1. Ragam Bahasa Menurut Cara Berkomunikasi


a. Ragam Lisan
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga
kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi
ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk
kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam
struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena
situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna
gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya
dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam
bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis,
tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk
tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-
ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa
23
itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing,
ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Ciri-ciri ragam lisan:

1) Memerlukan orang kedua/teman bicara;


2) Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
3) Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta
bahasa tubuh;
4) Berlangsung cepat;
5) Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
6) Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
7) Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi;
8) Di pengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Contoh ragam lisan:

a) Penggunaan Bentuk Kata


(1) Nia sedang baca surat kabar.
(2) Ari mau nulis surat.
(3) Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
(4) Mereka tinggal di Medan.
(5) Jalan layang itu untuk mengatasi kamacetan lalu lintas

b) Penggunaan Kosa Kata


(1) Alzeta bilang kalau kita harus belajar.
(2) Kita harus bikin karya tulis.
(3) Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.

c) Penggunaan Struktur Kalimat


(1) Rencana ini sudah saya sampaikan kepada Direktur.
(2) Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Jakarta.

b. Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang
diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa

24
baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian
sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu,
dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan
di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur
kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan
media tulis seperti kertas dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam
tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata. Dengan kata lain
dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa
seperti bentuk kata atau pun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca daam mengungkapkan ide. Ragam
tulis yang standar kita temui dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat
kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis non standar dalam
majalah remaja, iklan, atau poster.

Ciri-ciri ragam tulis :

1) Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara.


2) Bersifat objektif.
3) Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu.
4) Mengemban konsep makna yang jelas.
5) Harus memperhatikan unsur gramatikal.
6) Berlangsung lambat.
7) Jelas struktur bahasanya, susunan kalimatnya juga jelas, dan runtut.
8) Selalu memakai alat bantu;
9) Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
10) Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu
dengan tanda baca.

Ketentuan-ketentuan ragam tulis :

1) Memakai ejaan resmi.


2) Menghindari unsur kedaerahan.
3) Memakai fungsi gramatikal secara eksplisit.
4) Memakai bentuk sintesis.
5) Pemakaian partikel secara konsisten.

25
6) Menghindari unsur leksikal yang terpengaruh bahasa daerah

Kelebihan ragam bahasa tulis :

1) Informasi yang disajikan bisa pilih untuk dikemas sebagai media atau materi
yang menarik dan menyenangkan.
2) Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
3) Sebagai sarana memperkaya kosakata.
4) Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau
mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan
pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :

1) Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan tidak ada
akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
2) Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cendrung miskin daya pikat
dan nilai jual.
3) Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh
karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
4) Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.’
5) Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan
tata bahasa dan kosa kata):

c. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
1) Ragam bahasa lisan:
(a) Nia sedang baca surat kabar.
(b) Ari mau nulis surat.

2) Ragam bahasa tulis:


(a) Nia sedang membaca surat kabar.
(b) Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
(c) Mereka bertempat tinggal di Menteng.
(d) Akan saya tanyakan soal itu.

26
d. Kosa kata
1) Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata:
(a) Ragam Lisan.
(b) Ariani bilang kalau kita harus belajar.
(c) Kita harus bikin karya tulis.
(d) Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak.

e. Ragam Tulis
1) Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
2) Kita harus membuat karya tulis.
3) Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa
standar, semi standar dan nonstandar. Bahasa ragam standar memiliki sifat
kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak
bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di
bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis
laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).

Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan


berdasarkan:

a. Topik yang sedang dibahas,


b. Hubungan antarpembicara,
c. Medium yang digunakan,
d. Lingkungan, atau
e. Situasi saat pembicaraan terjadi

Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandard
adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti,


b. Penggunaan kata tertentu,
c. Penggunaan imbuhan,
d. Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
e. Penggunaan fungsi yang lengkap.

27
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam
standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita
hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu,
Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan
menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan
menggunakan kata gue.

Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai


perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan
kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu.
Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus
menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.

Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam


standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan
karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-
kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan
fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke
mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk
menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi
tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Misalnya, pembeda intonasi ini hanya
ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis. Beberapa
penyusun buku seperti E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai (1999:18-19)
mengatakan bahwa pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas
ragam baku dan ragam tidak baku.

Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian
besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka
rujukan norma bahasa dalam penggunaannya atau ragam bahasa yang dipakai jika
kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau jika topik
pembicaraan bersifat resmi (mis. Surat-menyurat dinas, perundang-undangan,
karangan teknis), atau jika pembicara dilakukan didepan umum. Ragam tidak
baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang
menyimpang dari norma ragam baku.

28
Ragam baku itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Kemantapan dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa, kalau katarasa dibubuhi
awalan pe, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi pe-, akan terbentuk
kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa,
kata rajin dibubuhi pe, akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita
berpegang pada sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima.
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Kata langganan mempunyai makna
ganda, yaitu orang yang berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam
hal ini, tokonya disebut langganan dan orang yang berlangganan itu
disebut pelanggan.

b) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat
resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini
dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak
melalui jalur pendidikan formal (sekolah).
Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran
apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku
dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca.
Seragam Ragam baku bersifat seragam, pada hakikatnya, proses
pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain,
pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal
terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramugara dan pramugari.
Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang
disebut steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi
ragam baku.

Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak
disepekati untuk dipakai. Yang timbul dalam masyarakat ialah
pramugara atau pramugari.
Dalam berbahasa Indonesia, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam
tulis, ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu muncul ragam baku

29
tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai
dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya.
Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha
itu dilakukan dengan menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang
tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan.
Dalam masalah ragam baku lisan, ukuran dan nilai ragam baku lisan ini
bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam
ucapan. Seseorang dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam
pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.

2. Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan cara pandang penutur


Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa dibagi menjadi empat, yaitu: Ragam
Dialek, Ragam Terpelajar, Ragam Resmi, dan Ragam Takresmi.
a. Ragam Dialek
Ragam daerah/dialek adalah variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok
banhasawan ditempat tertentu(lihat Kridalaksana, 1993:42). Dalam istilah lama
disebut dengan logat-logat yang paling menonjol yang mudah diamati ialah lafal
(lihat Sugono, 1999:11). Logat bahasa Indonesia orang Jawa tampak dalam
pelafalan /b/pada posisi awal nama-nama kota, seperti mBandung,
mBayuwangi,atau realisai pelafalan kata seperti pendidi’an, tabra’an, kenai’an,
gera’an. Logat daerah paling kentara karena tata bunyinya. Logat indonesia yang
dilafalkan oleh seorang Tapanuli dapat dikenali, misalnya, karena tekanan kata
yang amat jelas; logat Indonesia orang bali dan jawa, karena pelaksanaan bunyi /t/
dan /d/-nya. Ciri-ciri khas yang meliputi tekanan, turun naiknya nada, dan panjang
pendeknya bunyi bahasa membangun aksen yang berbeda-beda.

b. Ragam Terpelajar

Tingkat pendidikan penutur bahasa indonesia juga mewarnai penggunaan bahasa


Indonesia. Bahasa indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur
berpendidikan tampak jelas perbedeaannya dengan yang digunakan oleh
kelompok penutur yang tidak berpendidikan. Terutama dalam pelafalan kata yang
berasal dari bahasa asing, seperti contoh dalam tabel berikut:

30
Tidak Terpelajar Terpelajar

Pidio Video

Pilem Film

Komplek Kompleks

Pajar Fajar

Pitamin Vitamin

c. Ragam Resmi dan Tak Resmi


Kedua ragam bahasa tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1) Ragam resmi
Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti
pertemuan-pertemuan, peraturan-peraturan, dan undangan-undangan.

Ciri-ciri ragam bahasa resmi :


1) Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;
2) Menggunakan imbuhan secara lengkap;
3) Menggunakan kata ganti resmi;
4) Menggunakan kata baku;
5) Menggunakan EYD;
6) Menghindari unsur kedaerahan.

2) Ragam tak resmi


Ragam tak resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi tak resmi,
seperti dalam pergaulan, dan percakapan pribadi, seperti dalam pergaulan, dan
percakapan pribadi (lihat Keraf,1991:6).

31
Ciri- ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi. Ragam
bahasa bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang
tidak normal.
Ragam bahasa resmi atau tak resmi ditentukan oleh tingkat keformalan bahasa
yang digunakan. Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu bahasa, derarti
semakin resmi bahas yang digunakan. Sebaliknya semakin rendah pula tingkat
keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan-
(lihat Sugono, 1998:12-13). Contoh: Bahasa yang digunakan oleh bawahan
kepada atasan adalah bahas resmi sedangkan bahasa yang digunakan oleh anak
muda adalah ragam bahasa santai/takresmi.

3. Ragam bahasa Indonesia menurut topik pembicaraan.


Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa dibagi menjadi: ragam politik, ragam
hukum, ragam pendidikan, ragam jurnalistik, dan Ragam sastra dan sebagainya.
Kelima jenis ragam bahasa tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Ragam politik
Bahasa politik berisi kebijakan yang dibuat oleh penguasa dalam rangka menata
dan mengatur kehidupan masyarakat. dengan sendirinya penguasa merupakan
salah satu sumber penutur bahasa yang mempunyai pengaruh yang besar dalam
pengembangan bahasa di masyarakat.

b. Ragam hukum
Salah satu ciri khas dari bahasa hukum adalah penggunaan kalimat yang panjang
dengan pola kalimat luas. Diakui bahwa bahasa hukum Indonesia tidak terlalu
memperhatikan sifat dan ciri khas bahasa Indonesia dalam strukturnya. Hal ini
disebabkan karena hukum Indonesia pada umumnya didasarkan pada hukum yang
ditulis pada zaman penjajahan Belanda dan ditulis dalam bahasa Belanda. Namun,
terkadang sangat sulit menggunakan kalimat yang pendek dalam bahasa hukum
karena dalam bahasa hukum kejelasan norma-norma dan aturan terkadang
membutuhkan penjelasan yang lebar, jelas kriterianya, keadaan, serta situasi yang
dimaksud.

32
c. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial dapat didefinisikan sebagai ragam bahasa yang sebagian norma dan
kaidahnya didasarkan atas kesepakantan bersama dalam lingkungan sosial yang
lebih kecil dalam masyarakat. Ragam sosial membedakan penggunaan bahasa
berdasarkan hubungan orang misalnya berbahasa dengan keluarga, teman akrab
dan atau sebaya, serta tingkat status sosial orang yang menjadi lawan bicara.
Ragam sosial ini juga berlaku pada ragam tulis maupun ragam lisan. Sebagai
contoh orang takkan sama dalam menyebut lawan bicara jika berbicara dengan
teman dan orang yang punya kedudukan sosial yang lebih tinggi. Pembicara dapat
menyebut “kamu” pada lawan bicara yang merupakan teman tetapi takkan
melakukan itu jika berbicara dengan orang dengan status sosial yang lebih tinggi
atau kepada orang tua.
Ragam fungsioanal, sering juga disebut ragam professional merupakan ragam
bahasa yang diakitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan
tertentu lainnya. Sebagai contoh yaitu adanya ragam keagamaan, ragam
kedokteran, ragam teknologi dan lain-lain. Kesemuaan ragam ini memiliki fungsi
pada dunia mereka sendiri.

1) Ragam jurnalistik
Bahasa Jurnalistik adalah ragam bahasa yang dipergunakan oleh dunia
persurat-kabaran (dunia pers = media massa cetak). Dalam perkembangan
lebih lanjut, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang dipergunakan oleh seluruh
media massa. Termasuk media massa audio (radio), audio visual (televisi) dan
multimedia (internet). Hingga bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam
bahasa, yang dibentuk karena spesifikasi materi yang
disampaikannya. Ragam khusus jurnalistik termasuk dalam ragam bahasa
ringkas.

Ragam ringkas mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut:


a) Bahasanya padat.
b) Selalu berpusat pada hal yang dibicarakan.
c) Banyak sifat objektifnya daripada subjektifnya.
d) Lebih banyak unsure pikiran daripada perasaan.
e) Lebih bersifat memberitahukan daripada menggerakkan emosi.
33
Tujuan utama ialah supaya pendengar/pembaca tahu atau mengerti. Oleh
karena itu, yang diutamakan ialah jelas dan seksamanya. Kalimat-kalimatnya
disusun selogis-logisnya. Bahasa jurnalistik ditujukan kepada umum, tidak
membedakan tingkat kecerdasan, kedudukan, keyakinan, dan pengetahuan.

3. Ragam sastra
Ragam bahasa sastra memiliki sifat atau karakter subjektif, lentur,
konotatif, kreatif dan inovatif. Dalam bahasa yang beragam khusus terdapat
kata-kata, cara-cara penuturan, dan ungkapan-ungkapan yang khusus, yang
kurang lazim atau tak dikenal dalam bahasa umum. Bahasa sastra ialah bahasa
yang dipakai untuk menyampaikan emosi (perasaan) dan pikiran, fantasi dan
lukisan angan-angan, penghayatan batin dan lahir, peristiwa dan khayalan,
dengan bentuk istimewa. Istimewa karena kekuatan efeknya pada
pendengar/pembaca dan istimewa cara penuturannya.
Bahasa dalam ragam sastra ini digunakan sebagai bahan kesenian di
samping alat komunikasi. Untuk memperbesar efek penuturan dikerahkan
segala kemampuan yang ada pada bahasa. Arti, bunyi, asosiasi, irama,
tekanan, suara, panjang pendek suara, persesuaian bunyi kata, sajak, asonansi,
posisi kata, ulangan kata/kalimat dimana perlu dikerahkan untuk
mempertinggi efek. Misalnya, bahasa dalam sajak jelas bedanya dengan
bahasa dalam karangan umum.
Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak
mengunakan kalimat yang tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya
melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai
dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam
imajinasi pembaca.

Jika ditelusuri lebih jauh, ragam berdasarkan cara pandang penutur dapat
dirinci lagi berdasarkan ciri:
(1) Kedaerahan,
(2) pendidikan, dan

34
(3) Sikap penutur sehingga di samping ragam yang tertera diatas,
terdapat pula ragam menurut daerah, ragam menurut pendidikan,
dan ragan menurut sikap penutur.

Ragam menurut daerah akan muncul jika para penutur dan mitra
komunikasinya berasal sari suku/etnik yang sama. Pilihan ragam akan beralih
jika para pelakunya multietnik atau suasana berubah, misalnya dari tak resmi
menjadi resmi.
Penetapan ragam yang dipakai bergantung pada situasi, kondisi, topik
pembicaraan, serta bentuk hubungan antar pelaku. Berbagai faktor tadi akan
mempengaruhi cara pandang penutur untuk menetapkan salah satu ragam yang
digunakan (dialeg, terpelajar, resmi, takresmi).
Dalam praktek pemakaian seluruh ragam yang dibahas diatas
sering memiliki kesamaan satu sama lain dalam hal pemakaian kata. Ragam
lisan (sehari-hari) cenderung sama dengan ragam dialek, dan ragam
takresmi, sedangkan ragam tulis (formal) cenderung sama dengan ragam resmi
dan ragam terpelajar. Selanjutnya, ragam terpelajar tentu mirip dengan ragam
ilmu.
Dibawah ini akan diberikan contuh ragam-ragam tersebut. Ragam ilmu
sengaja dipertentangkan dengan ragam non ilmu demi kejelasan ragam ilmu
itu sendiri.

35
Ragam Contoh:

a. Lisan Sudah saya baca buku itu.

b. Tulis Saya sudah membaca buku itu.

c. Dialek Gue udah baca itu buku.

d. Terpelajar Saya sudah membaca buku itu

e. Resmi Saya sudah membaca buku itu

f. Takresmi Sudah saya baca buku itu.

Ragam

Nonilmu (nonilmiah) Ilmu (ilmiah)

– Ayan bukan penyakit


– Epilepsi bukan penyakit menular.
menular.
– Polisi bertugas menginterogasi
– Polisi
bertugas menanyai tersangka. tersangka.

– Setiap agen – Setiap agen akan


akan mendapatkan potongan. mendapatkan rabat.

– Jalan cerita sinetron itu – Alur cerita sinetron itu


membosankan. membosankan

Ciri-ciri ragam ilmiah:

1) Bahasa Indonesia ragam baku;


2) Penggunaan kalimat efektif;
3) Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda;

36
4) Penggunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari
pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias;
5) Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi
tulisan;

Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan antaralinea.

Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan:


1. Dia dihukum karena melakukan tindak pidana. (ragam hukum).
2. Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon. (ragam
bisnis).
3. Cerita itu menggunakan unsur flashback. (ragam sastra).
4. Anak itu menderita penyakit kuorsior. (ragam kedokteran).
5. Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif. (ragam
psikologi).

Kesimpulan

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta
menurut medium pembicara. Dalam konteks ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan
bahasa baku tulis.

Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan para penulis mampu menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan Ejaan bahasa yang telah Disempurnakan
(EYD), sedangkan untuk ragam bahasa lisan diharapkan para warga negara Indonesia mampu
mengucapkan dan memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan
sebagaimana pedoman yang ada.

LATIHAN – 2

1. Apakah yang dimaksud dengan ragam bahasa?.


2. Apa saja macam-macam ragam bahasa?.
3. Jelaskan bagaimana cara menggunakan ragam bahasa yang baik dan benar?.

37
DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1994. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. NTT: Nusa Indah.

Rahardi, Kunjawa. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Penerbit
Erlangga

http://pendidikanmatematika2011.blogspot.com/2012/04/reski-andika-saing.html(Jum’at 21
November, 11.05)

http://merrycmerry.blogspot.com/2011/10/makalah-bahasa-indonesia-ragam-bahasa.html

(Jum’at 21 November, 11.17)

http://irfanisprayudhi.wordpress.com/2013/09/30/arti-fungsi-dan-ragam-bahasa(Jum’at 21

https://sarahfaradita.wordpress.com/2015/10/27/makalah-ragam-bahasa/

38
PERTEMUAN KE – 3

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

A. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui penggunaan EYD yang benar.
2. Untuk mengetahui kesalahan yang sering ditemukan dalam penggunaan ejaan pada
karya ilmiah.
3. Untuk mengetahui revisi dari kesalahan penggunaan ejaan yang sesuai dengan ejaan
bahasa Indonesia.
4. Agar terciptanya ragam kebahasaan yang efektif, mudah dipahami, dan benar dilihat
dari struktur serta ejaannya.

B. Latar Belakang
Bahasa Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi dalam masyarakat Indonesia.
Seperti yang diketahui bahwa kegiatan komunikasi dimulai dari hal yang ingin
disampaikan oleh komunikator, kemudian dilanjutkan dengan mengolah gagasan atau hal
yang disampaikan komunikator sehingga hal yang disampaikan komunikator tersebut
dapat diterima oleh komunikan dengan tepat. Dengan demikian, sebagai alat komunikasi,
bahasa Indonesia harus mampu menyampaikan maksud komunikator dengan
tepat. Maksud atau amanat komunikasi ini bisa berupa informasi tentang fakta,
peristiwa, ungkapan ide, pendapat, perasaan, keinginan, dan sebagainya. Hal-hal itu
dituangkan dalam aspek kebahasaan yang berupa kata, kalimat, paragraf (komunikasi
tulis) atau paraton (komunikasi lisan), ejaan dan tanda baca dalam bahasa tulis, serta
unsur-unsur prosodi (intonasi, nada, irama, tekanan, tempo) dalam bahasa lisan.
Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia mempunyai variasi-variasi atau
ragam-ragam, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dalam proses komunikasi
(Sloka, 2006:118). Variasi-variasi tersebut sejajar, dalam pengertian tidak ada yang lebih
tinggi daripada yang lain. Salah satu variasi tersebut “diangkat” untuk mendukung
fungsi-fungsi tertentu. Variasi tersebut dinamakan bahasa baku atau standar. Variasi-
variasi yang lain, yang disebut variasi nonbaku atau nonstandard, tetap hidup dan
berkembang sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai alat komunikasi dalam situasi yang
tidak resmi.

39
Bahasa Indonesia yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah bahasa
baku.Sebagai bahasa baku, terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam
penggunaan ragam bahasa. Standar tersebut meliputi penggunaan tata bahasa dan ejaan
bahasa Indonesia yang disempurnakan. Tata bahasa Indonesia yang baku salah satunya
meliputi penggunaan kata, dan EYD yang sesuai dengan kaidah baku. Kaidah tata bahasa
Indonesia yang baku adalah kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa
yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia. Sementara itu, kaidah ejaan bahasa
Indonesia yang baku adalah kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Dengan
demikian, bahasa yang digunakan harus sesuai kaidah-kaidah kebahasaan termasuk
dalam penggunaan ejaan. Kesalahan penggunaan bahasa bisa menimbulkan interpretasi
yang berbeda antara orang yang satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, melihat pentingnya penggunaan ejaan dengan tepat seperti yang
telah disampaikan diatas, maka dalam makalah ini penulis akan memaparkan tentang
analisis kesalahan penggunaan ejaan.

C. Penggunaan EYD yang Benar


1. Pengertian EYD.
Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi. Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan
menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Ejaan mengatur
keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi
oleh pemakai bahasademi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam
bahasa tulis.
Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu :
a) Pemakaian Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak
menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan
sebanyak 26 buah.
1) Huruf Abjad.
2) Huruf Vokal.
3) Huruf Konsonan.
4) Huruf Diftong.
5) Gabungan Huruf Konsonan.

40
b) Penulisan Huruf
1) Penulisan Huruf Besar (Kapital)
Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :
(a) Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
(b) Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
(c) Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
(d) Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan,
keagamaan yang diikuti nama orang.
(e) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan
nama tempat.
(f) Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang.
(g) Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama
bahasa.
(h) Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
(i) Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.
(j) Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat
kata penghubung.
(k) Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan
pengacuan.
(l) Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
(m) Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat
dan sapaan.
(n) Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,
serta dokumen resmi.
(o) Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah,
surat kabar, dan karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata
penghubung.

41
2) Penulisan Huruf Miring
Huruf miring digunakan untuk :
(a) Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam
tulisan.
(b) Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok
kata.

c) Penulisan Kata
Ada beberapa hal yang pelru diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :
1) Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis
sebagai suatu kesatuan.
2) Kata Turunan (Kata berimbuhan) Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan
kata turunan, yaitu :
(a) Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
(b) Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung
mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan
kata.
(c) Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat
awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.
(d) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,
gabungan kata itu ditulis serangkai.
3) Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-) Jenis jenis
kata ulang yaitu :
(a) Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal. Misalnya = Laki : Lelaki.
(b) Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan. Misalnya =
Laki : Laki-laki.
(c) Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem. Misalnya = Sayur
: Sayur-mayur.
(d) Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.
Misalnya = Main : Bermain-main.

42
d. Penulisan Unsur Serapan
Dalam hal penulisan unsur serapan dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli
bahasa Indonesia menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian
karena pemakai bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa
memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya
menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah
diterapkan.
Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan,
sepanjang :
1. Konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa
Indonesia, dan
2. unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak
mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau
dipakai dalam bahasa Indonesia.

Sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili
konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima. Menerima
unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa
Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata.
Penyerapan unsur serapan asing merupakan hal karena setiap bahasa
mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur
bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat
terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam
masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep “radio” dan
“televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di
Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka
menyerap bahasa Indonesia itu dalam bahasa Inggris. Berdasarkan taraf
integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua bagian,
yaitu :
a. Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh,
baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang
tergolong secara adopsi, yaitu : editor, civitas academica, de facto, bridge.
b. Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam
kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah
43
satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem,
atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.

2. Pemakaian Tanda Baca


a. Tanda Titik (.)
Penulisan tanda titik di pakai pada :
1) Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
2) Akhir singkatan nama orang.
3) Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
4) Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.Bila singkatan itu terdiri
atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
5) Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
6) Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
7) Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
8) Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi
dan tabel.

b. Tanda koma (,)


Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :
1) Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
2) Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang
didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
3) Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
4) Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
5) Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
6) Dipakai diantara :
(a) Nama dan alamat,
(b) bagina-bagian alamat,
(c) tempat dan tanggal,
(d) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.

(e) Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
44
(f) Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
(g) Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat
pada awal kalimat.
(h) Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
(i) Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
(j) Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau seru.

c. Tanda Titik Tanya ( ? )


Tanda tanya dipakai pada :
1) Akhir kalimat tanya.
2) Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

d. Tanda Seru ( ! )
Tanda seru dugunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan
atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa
emosi yang kuat.
e. Tanda Titik Koma ( ; )
Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. üMemisahkan
kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

f. Tanda Titik Dua ( : )


Tanda titik dua dipakai :
1) Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
2) Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
3) Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
4) Di antara jilid atau nomor dan halaman.
5) Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.
45
6) Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
7) Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.

g. Tanda Elipsis (…)


Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan
menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang
dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi
jarak atau loncatan.

h. Tanda Garis Miring ( / )


Tanda garis miring ( / ) di pakai :
1) Dalam penomoran kode surat.
2) Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.

i. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( „)


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.

j. Tanda Petik Tunggal ( „…‟ )


Tanda petik tunggal dipakai :
1) Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
2) Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
k. Tanda Petik ( “…” )
Tanda petik dipakai :
1) Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau
yang belum.
2) Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
3) Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau
bahan tertulis lain.
D. Analisis Kesalahan Penggunaan Ejaan
Di bawah ini ada beberapa kesalahan :
1. Jurusan Teknologi pendidikan.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

46
a. Hubungan antara pemahaman Media Belajar dan Pemanfaatan Media Belajar di
SMA Negeri di kota Tuban,
b. Hubungan antara Motivasi Mengajar pada Guru dengan Pemanfaatan Media
Belajar di SMA Negeri di kota Tuban,
c. Kekuatan dan arah hubungan antara tingkat Pemahaman Media Belajar
danMotivasi mengajar para Guru dengan efektivitas Pemanfaatan Media Belajar
di SMA Negeri di kota Tuban.
3. Populasi penelitian ini adalah guru SMA Negeri di kota Tuban, karena populasi
penelitian ini sedikit, maka dalam penelitian ini tidak meneliti sampel tetapi meneliti
populasi.

Analisis dari beberapa kesalahan tersebut adalah:

1. Kesalahan yang terdapat pada data pertama terletak pada kesalahan penulisan huruf.
Mengapa salah?
Penulisan nama jurusan yang merupakan institusi, huruf awalnya harus ditulis
dengan huruf kapital.
2. Kesalahan yang terdapat pada data kedua adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan kata untuk.
b. Tidak adanya tanda baca titik (:) setelah kata mengetahui.
c. Tidak adanya tanda baca titik dua (:)
d. Penggunaan tanda titik (.) setelah (1).
e. Kesalahan juga terdapat pada penggunaan huruf kapital pada awal
kata Hubungan,Media, Belajar, dan Pemanfaatan.
f. Penulisan kota menggunakan huruf kecil pada awal katanya.
Mengapa salah?

Penggunaan kata untuk menjadikan kalimat tersebut pleonastis. Penggunaan kata


bertujuan saja sudah cukup.

a. Karena kalimat tersebut merupakan kalimat pemerian.


b. Hal tersebut salah karena pemakaian tanda kurung (( )) saja sudah cukup.
c. Kalimat yang mengandung kata-kata tersebut bukan merupakan sebuah judul,
jadi sebaiknya digunakan huruf kecil.

47
d. Nama tempat/geografis yang langsung diikuti nama tempatnya harus ditulis
dengan huruf kapital pada awal katanya.

3. Kesalahan yang terdapat pada data nomor tiga adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan tanda titik (.) setelah (2).
b. Kesalahan pemakaian antara dan dengan.
c. Kesalahan juga terdapat pada penggunaan huruf kapital pada awal
kata Hubungan, Motivasi, Mengajar, Guru, Pemanfaatan Media, dan Belajar.
d. Penulisan kota menggunakan huruf kecil pada awal katanya.
Mengapa salah?

Hal tersebut salah karena pemakaian tanda kurung (( )) saja sudah cukup.

1) Kata antara memiliki pasangan tetap dan. Jadi, kata tersebut tidak cocok
dipasangkan dengan kata dengan.
2) Kalimat yang mengandung kata-kata tersebut bukan merupakan sebuah judul,
jadi tidak perlu ditulis dengan huruf kapital pada awal katanya.
3) Nama tempat/geografis yang langsung diikuti nama tempatnya harus ditulis
dengan huruf kapital pada awal katanya.

4. Kesalahan yang terdapat pada data nomor empat adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan tanda titik (.) setelah (3) .
b. Kesalahan pada penggunaan huruf kapital pada awal kata Kekuatan, Pemahaman,
Media, Belajar, Motivasi, Guru, dan Pemanfaatan.
c. Penulisan kota harus diawali dengan huruf kapital karena diikuti nama kotanya.
Mengapa salah?
d. Karena pemakaian tanda kurung (( )) saja sudah cukup.
e. Kalimat yang mengandung kata-kata tersebut bukan merupakan sebuah judul,
jadi tidak perlu ditulis dengan huruf kapital pada awal katanya.
f. Nama tempat/geografis yang langsung diikuti nama tempatnya harus ditulis
dengan huruf kapital.

5. Kesalahan yang terdapat pada data nomor lima adalah sebagai berikut.
a. Penulisan kota yang diawali dengan huruf kecil.
b. Kalimat yang panjang dan tidak jelas.

48
c. Penggunaan kata dalam.
d. Penggunaan kata penelitian.
Mengapa hal tersebut salah?
e. Nama tempat/geografis yang langsung diikuti nama tempatnya harus ditulis
dengan huruf kapital.
f. Sebaiknya dijadikan sebuah kalimat baru agar tidak terlalu panjang dan lebih
enak dibaca.
g. Karena ide/gagasan yang dikandung kalimat berikutnya berbeda. Sebaiknya
kalimat tersebut dipecah menjadi dua kalimat sehingga batas-batas ide/gagasan
dalam kalimat tersebut jelas. Untuk itu tanda koma di
belakang Boyolali sebaiknya diganti dengan tanda titik dan kata karena diawali
dengan huruf kapital.
h. Penggunaan kata dalam membuat kedudukan subjek dalam kalimat tersebut
menjadi tidak jelas.
i. Karena yang bisa meneliti adalah peneliti bukan penelitian. Oleh karena itu
katapeneltiian sebaiknya diganti dengan penelitian.

E. Revisi Kesalahan Penggunaan Ejaan


Revisi dari beberapa kesalahan tersebut adalah:
1. Jurusan Teknologi Pendidikan.
2. Penelitian ini bertujuan mengetahui:
a. Hubungan antara pemahaman media belajar dan pemanfaatan media belajar di
SMA Negeri di Kota Tuban,
b. hubungan antara motivasi mengajar pada guru dan pemanfaatan media belajar di
SMA Negeri di Kota Tuban,
c. kekuatan dan arah hubungan antara tingkat pemahaman media belajar dan
motivasi mengajar para guru dengan efektivitas pemanfaatan media belajar di
SMA Negeri di Kota Tuban.
3. Populasi penelitian ini adalah guru SMA Negeri di Kota Tuban. Karena populasi
penelitian ini sedikit, maka peneliti tidak meneliti sampel tetapi meneliti populasi.

49
Kesimpulan
Berdasarkan data yang dianalisis di atas, kesalahan ejaan dan kalimat tampak seperti hal
yang lumrah terjadi di tempat-tempat umum. Data di atas hanya sebagian kecil dari begitu
banyaknya kesalahan yang terdapat tempat umum. Kesalahan berbahasa terjadi secara
sistematis kerena belum dikuasainya sistem kaidah bahasa yang bersangkutan. Kesalahan
ejaan umumnya mencakup kesalahan tanda baca, kesalahan penggunaan kata baku, dan
kesalahan prefiks. Sedangkan kesalahan kalimat mencakup kesalahan struktur dan kesalahan
prinsip pemilihan kata.

Kesalahan-kesalahan akan terlihat jelas apabila kita menganalisis dan


mengembalikannya atau mengacu pada sistem kaidah yang berlaku. Berbahasa tidak hanya
terhenti pada aspek makna (pokoknya dimengerti). Namun, sebagai bahasa ilmu, aspek
gramatikal merupakan suatu hal yang tidak boleh dikesampingkan. Jadi, setiap kalimat yang
dibangun harus memenuhi syarat gramatikal.

LATIHAN KE – 3

1. Jelaskan bagaimana penggunaan EYD yang benar?.


2. Jelaskan kesalahan apa sajakah yang sering ditemukan dalam penggunaan ejaan pada
karya ilmiah?.
3. Jelaskan bagaimanakah revisi dari kesalahan penggunaan ejaan yang sesuai dengan
ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan?.

DAFTAR PUSTAKA

Sugihastuti, dkk. 2006. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Finoza, Lamudin. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia,.

Alwi, Hasan. Dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi-2. Jakarta: Balai
Pustaka.

http://inasholikhatin.blogspot.co.id/2015/11/makalah-bahasa-indonesia-eyd.html

50
PERTEMUAN KE – 4

DIKSI (PEMILIHAN KATA)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mengetahui syarat-syarat yang dibutuhkan dalam penggunaan diksi.
2. Memahami penjelasan tentang kata ilmiah, kata populer, kata jargon dan slang.
3. Memahami penjelasan pilihan kata dan penggunaan diksi.
4. Memahami dan dapat menenjelaskan mengenai diksi yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam segi makna dan relasi, gaya bahasa, ungkapan, kata
kajian, kata popular, kata sapaan dan kata serapan.
5. Memahami dan mempelajari pengolahan kata dalam membuat kalimat.
6. Dengan mempelajari diksi diharapkan mahasiswa dan mahasiswi memiliki ketetapan
dalam menyampaikan dan menyusun suatu gagasan agar yang disampaikan mudah
dipahami dengan baik.

B. LATAR BELAKANG

Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan


pentingnya penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau diksi.

Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik
dan yang benar, sehingga ketika kita berbahasa, baik lisan maupun tulisan, sering
mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa, paragraf, dan wacana.

Agar tercipta suatu komunikasi yang efektif dan efisien, pemahaman yang baik
ihwal penggunaan diksi atau pemilihan kata dirasakan sangat penting, bahkan mungkin
vital, terutama untuk menghindari kesalapahaman dalam berkomunikasi.

Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan


kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk menimbulkan
gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya.

51
Indonesia memiliki bermacam-macam suku bangsa dan bahasa. Hal itu juga disertai
dengan bermacam-macam suku bangsa yang memiliki banyak bahasa yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang digunakan juga memiliki karakter berbeda-
beda sehingga penggunaan bahasa tersebut berfungsi sebagai sarana komunikasi dan
identitas suatu masyarakat tersebut. Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa terlepas dari
berkomunikasi dengan sesama dalam setiap aktivitas. Dalam kehidupan bermasyarakat
sering kita jumpai ketika seseorang berkomunikasi dengan pihak lain tetapi pihak lawan
bicara kesulitan menangkap informasi dikarenakan pemilihan kata yang kurang tepat
ataupun dikarenakan salah paham.

Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu keberhasilan
dalam berkomunikasi. Pilihan kata atau diksi bukan hanya soal pilih-memilih kata,
melainkan lebih mencakup bagaimana efek kata tersebut terhadap makna dan informasi
yang ingin disampaikan. Pemilihan kata tidak hanya digunakan dalam berkomunikasi
namun juga digunakan dalam bahasa tulis (jurnalistik). Dalam bahasa tulis pilihan kata
(diksi) mempengaruhi pembaca mengerti atau tidak dengan kata-kata yang kita pilih.

C. Pengertian Diksi
Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat dan selaras untuk
menyatakan atau mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu. Pilihan
kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun
dalam dunia tutur setiap hari. Ada beberapa pengertian diksi di antaranya adalah
membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap
apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, untuk mencapai target komunikasi
yang efektif, melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal, membentuk gaya
ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan
pendengar atau pembaca.
Diksi, dalam arti pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh
penulis atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan
kata – seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga
kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan
intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya. Harimurti (1984) dalam
kamus linguistic, menyatakan bahwa diksi adalah pilhan kata dan kejelasan lafal untuk
memperoleh efek tertentu dalam berbicara di dalam karang mengarang.

52
Dalam KBBI (2002: 264) diksi diartikan sebagai pilihan kata yanng tepat dan selaras
dalam penggunaanya untuk menggungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
seperti yang diharapkan. Jadi, diksi berhubungan dengan pengertian teknis dalam hal
karang-mengarang, hal tulis-menulis, serta tutur sapa.

D. Persyaratan Diksi
Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi dalam memilih kata-kata, yaitu
persyaratan ketetapan dan kesesuaian. Tepat, artinya kata-kata yang dipilih itu dapat
mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin diungkapkan. Di samping itu, ungkapan itu
juga harus dipahami pembaca dengan tepat, artinya tafsiran pembaca sama dengan apa
yang dimaksud dengan penulis.

Untuk memenuhi persyaratan ketetapan dan kesesuaian dalam pemilihan kata, perlu
diperhatikan :
1. Kaidah kelompok kata/ frase.
2. Kaidah makna kata.
3. Kaidah lingkungan sosial.
4. Kaidah karang-mengarang.

Hal ini di jelaskan satu persatu, sebagai berikut :

1. Pilihan kata sesuai dengan kaidah kelompok kata /frase.


Pilihan kata/ diksi yang sesuai dengan kaidah kelompok kata/frase, seharusnya
pilihan kata/diksi yang tepat,seksama, lazim,dan benar.
a) Tepat
Contohnya :
Makna kata lihat dengan kata pandang biasanya bersinonim, tetapi kelompok
kata pandangan mata tidak dapat digantikan dengan lihatan mata.
b) Seksama
Contohnya :
Kata besar, agung, akbar, raya, dan tinggi termasuk kata-kata yang bersinonim.
Kita biasanya mengatakan hari raya serta hari besar, tetapi kita tidak pernah
mengatakan hari agung, hari akbar ataupun hari tinggi. Begitu pula dengan
kata jaksa agung tidak dapat digantikan dengan jaksa besar ataupun jaksa raya,
atau pun jaksa tinggi karena kata tersebut tidak seksama.

53
c) Lazim
Lazim adalah kata itu sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Kata yang tidak
lazim dalam bahasa Indonesia apabila dipergunakan sangatlah akan
membingungkan pengertian saja.
Contohnya :
Kata makan dan santap bersinonim. Akan tetapi tidak dapat mengatakan Anjing
bersantap sebagai sinonim anjing makan. Kemudian kata santapan rohani tidak
dapat pula digantikan dengan makanan rohani. Kedua kata ini mungkin tepat
pengelompokannya, tetapi tidak seksama serta tidak lazim dari sudut makna dan
pemakain-nya.

2. Pilihan kata sesuai dengan kaidah makna kata.


a. Jenis Makna.
1) Berdasarkan bentuk maknanya, makna dibedakan atas dua macam yaitu:
(a) Makna Leksikal adalah makna kamus atau makna yang terdapat di dalam
kamus. Makna ini dimiliki oleh kata dasar. Contoh : makan, tidur, ibu,
adik, buku.
(b) Makna Gramatikal adalah makna yang dimiliki kata setelah mengalami
proses gramatikal, seperti proses afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi
(pengulangan), dan komposisi (pemajemukan).
Contoh :
(1) Proses afiksasi awalan me- pada kata dasar kotor ;
Adik mengotori lantai itu.
(2) Proses reduplikasi pada kata kacang ; Kacang-kacangan merupakan
salah satu sumber protein nabati.
(3) Proses komposisi pada kata rumah sakit bersalin ; Ia bekerja di rumah
sakit bersalin.

2) Berdasarkan sifatnya, makna dibedakan atas dua macam:


(a) Makna Denotasi adalah makna kata yang sesuai dengan hasil observasi
panca indra dan tidak menimbulkan penafsiran lain. Makna denotasi
disebut juga sebagai makna sebenarnya.
Contoh :
(1) Kepala : organ tubuh yang letaknya paling atas.
54
(2) Besi : logam yang sangat keras.

(b) Makna konotasi adalah makna kata yang tidak sesuai dengan hasil
observasi pancaindra dan menimbulkan penafsiran lain. Makna konotasi
disebut juga sebagai makna kias atau makna kontekstual.
Contoh :
(1) Ibu kota : pusat pemerintahan.
(2) Ibu jari : jari yang paling besar atau jempol.
(3) Jamban : kamar kecil

3) Berdasarkan wujudnya, makna dibedakan atas :


(a) Makna referensial adalah makna kata yang mempunyai rujukan yang
konkret.
Contoh :
Meja, baju, membaca, menulis.
(b) Makna inferensial adalah makna kata yang tidak mempunyai rujukan
yang konkret.
Contoh :
Baik, indah, sedih, gembira.

b. Perubahan Makna
1) Berdasarkan cakupan maknanya, perubahan makna dibedakan atas.
(a) Meluas, cakupan makna sekarang lebih luas daripada sebelumnya.
Misalnya:

Kata Dulu Sekarang

Berlayar Mengarungi laut dengan memakai Mengarungi lautan dengan


kapal layar alat apa saja

Putera-puteri Dipakai untuk sebutan anak-anak Sebutan untuk semua anak


raja laki-laki dan perempuan

2) Menyempit, cakupan makna sekarang lebih sempit dari pada makna dahulu

55
Kata Dulu Sekarang

Sekarang Sebutan untuk semua orang Gelar untuk orang yang


cendikiawan sudah lulus dari perguruan
tinggi

Madrasah Sekolah Sekolah yang mempelajari


ilmu agama Islam

3) Berdasarkan nilai rasanya, perubahan makna dibedakan atas :


(a) Ameliorasi adalah perubahan makna ke tingkat yang lebih tinggi. Artinya
baru dirasakan lebih baik dari arti sebelumnya.
Contoh:
(1) Kata wanita dirasakan lebih baik nilainya daripada perempuan.
(2) Kata istri atau nyonya dirasakan lebih baik daripada kata bini.
(b) Peyorasi adalah perubahan makna ke tingkat yang lebih rendah. Arti baru
dirasakan lebih rendh nilainya dari arti sebelumnya.
Contoh:
(1) Kata perempuan sekarang dirasakan lebih rendah artinya.
(2) Kata bini sekarang dirasakan kasar.

c. Pergeseran Makna
Pergeseran makna dibedakan atas 2 macam:
1) Asosiasi adalah pergeseran makna yang terjadi karena adanya persamaan
sifat.
Contoh:
a) Tasya menyikat giginya sampai bersih.
b) Pencuri itu menyikat habis barang-barang berhatga dirumah itu.

2) Sinestesia adalah perubahan makna akibat adanya pertukaran tanggapan


antara dua indra yang berbeda.
Contoh:
a) Sayur itu rasanya pedas sekali.
b) Kata-katanya sangat pedas didengar.

56
3) Relasi Makna
a) Homonim adalah dua buah kata yang mempunyai persamaan tulisan dan
pengucapan.
Contoh :
(1) Bisa berarti ;
(a) Dapat, sanggup.
(b) Racun.
(2) Buku berarti ;
(a) Kitab,
(b) antara ruas dengan ruas.

b) Homograf adalah dua buah kata atau lebih yang mempunyai persamaan
tulisan tetapi berlainan pengucapan dan arti.
Contoh:
(1) Teras (inti) dengan teras (halaman rumah).
(2) Sedan (isak) dengan sedan (sejenis mobil).
(3) Tahu (paham) dengan tahu (sejenis makanan).

c) Homofon adalah dua buah kata atau lebih yang mempunyai persamaan
pengucapan tetapi berlainan tulisan dan arti.
Contoh:
(1) Bang dengan bank.
(2) Masa dengan massa.

d) Sinonim adalah dua buah kata yang berbeda tulisan dan pengucapanya
tetapi mempunyai arti yang sama.
Contoh:
(1) Pintar dengan pandai.
(2) Bunga dengan kembang.

Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan.


Oleh sebab itu, di dalam sebuah karang mengarang sebaiknya
dipergunakan sinomin kata supaya ada variasinya dan ada pergantiannya
yang membuat lukisan di dalam karangan itu menjadi hidup.

57
Sinonim dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

1. Pengaruh bahasa daerah


Contoh :
a. Kata harimau yang diberi sinonim dengan macan.
b. Kata auditorium bersinonim dengan kata pendopo.
c. Kata rindu bersinonim dengan kata kangen.

2. Perbedaan dialek regional


Contoh :
a. Handuk bersinonim tuala,
b. selop bersinonim seliper.

3. Pengaruh bahasa asing


Contoh :
a. Kolosal bersinonim besar,
b. aula bersinonim ruangan,
c. realita bersinonim kenyataan.

4. Perbedaan dialek sosial


Contohnya :
a. Suami bersinonim laki,
b. istri bersinonim bini,
c. mati bersinonim wafat.

5. Perbedaan ragam bahasa


Contohnya :
a. Membuat bersinonim menggubah,
b. assisten bersinonim pembantu,
c. tengah bersinonim madya.

6. Perbedaan dialek temporal


Contohnya :
a. Hulubalang bersinonim komandan,

58
b. kempa bersinonim stempel,
c. peri bersinonim hantu.

e) Antonim adalah kata-kata yang berlawanan artinya.


Contoh:
(1) Tua- muda
(2) Besar – kecil
(3) Luas – sempit

f) Polisemi berasal adalah kata poly dan sema, yang masing-masing


berarti’banyak’ dan ‘tanda’. Jadi polisemi berarti suatu kata yang
memiliki banyak makna.
Contoh:
(1) Kata kepala yang mempunyai arti bahagian atas tubuh manusia tetapi
dapat juga berarti orang yang menjadi pimpinan pada sebuah kantor
dan sebagainya.
(2) Kata kaki yang dipergunakan untuk menahan tubuh manusia tetapi
dapat juga kaki meja yang menahan meja.

3. Pilihan kata sesuai dengan Kaidah Lingkungan Sosial Kata


Diksi harus selalu diperhatikan lingkungan pemakian kata-kata. Dengan
membedakan lingkungan itu, pilihan kata yang kita lakukan akan lebih tepat dan
mengena. Lingkungan itu dapat kita lihat berdasarkan :
a. Tingkat sosial yang mengakibatkan terjadinya sosiolek
Contoh:
Kata- kata mati, meninggal dunia, wafat, tewas, mampus, mangkat kita bedakan
penggunaanya di dalam bahasa Indonesia berdasarkan rasa bahasa bukanlah
melihat tingkat sosialnya.

b. Daerah/geografi yang mengakibatkan dialek


Contoh:
Kata-kata bis,kereta, dan motor kita bedakan penggunaanya berdasarkan
geografinya.

59
c. Formal/nonformal yang mengakibatkan bahasa baku/ tidak baku.
Contoh:
Kata tersangka, terdakwa, dan tertuduh kita bedakan berdasarkan maknanya.

Umum dan khusus yang mengakibatkan terjadinya bahasa umum dan


khusus.
1. Makna Umum( hipernim) adalah makna yang cakupannya luas.
Contoh:
bunga, bulan, hewan, kendaraan.
2. Makna khusus( hiponim) adalah makna yang cakupannya sempit atau
terbatas.
Contoh:

Hipernim Hiponim

Melihat Menengok,menatap, melirik,menjenguk,melotot

Bunga Melati, Anggrek, Sedap Malam

Bulan Januari,Februari, Maret

Hewan Ayam, Burung, kambing

4. Pilihan kata sesuai dengan kaidah mengarang.


Pilihan kata akan memberikan imformasi sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Pilihan kata dengan kaidah mengarang memiliki kelompok kata yang berpasangan
tetap, pilihan kata langsung dan pilihan kata yang dekat dengar pembaca.
Contoh :
a. Terdiri dari, terdiri dalam, terdiri atas.
b. Ditemani oleh, ditemani dari, ditemani dengan.
c. Ia menelpon kekasihnya (pilihan kata langsung), Ia memanggil kekasihnya
melalui telepon (pilihan kata yang panjang dan berbelit-belit).
d. Tidak semua pendengar/pembaca mengerti singkatan balita, KISS, dan
kelompencir.

60
E. Kata Ilmiah, Kata Populer, Kata Jargon dan Slang
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang dapat diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
1. Kata popular adalah kata yang biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari
masyarakat umum.
Berikut adalah contoh dari kata ilmiah dan kata populer tersebut.

Kata Ilmiah Kata Popular

Analogi Kiasan

Frustasi rasa kecewa

Final akhir

Diskriminasi perbedaan perlakuan

Prediksi ramalan

Kontradiksi pertentangan

Format ukuran

Anarki kekacauan

Biodata biografi singkat

Bibliografi daftar pustaka

2. Jargon adalah kata-kata yang mengandung makna suatu bahasa, dialek, atau tutur
yang dianggap aneh kata ini juga merupakan kata sandi/kode rahasia untuk kalangan
terterntu (dokter, militer, perkumpulan rahasia, ilmuwan dsb).
Contohnya :
Populasi, volume, abses, H2O,dan sebagainya.
3. Kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau kadang berupa
pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang makna yang lain. Kata-
kata ini bersifat sementara, kalau sudah teras usang hilang atau menjadi kata-kata
biasa.
Contohnya :
Asoy, manatahan dan sesuatu ya.

61
F. Pilihan Kata dan Penggunaanya
1. Kata dari dan daripada
Contoh :
a) Kertas itu terbuat dari kayu jati (keterangan asal).
b) Peristiwa itu timbul dari peristiwa seminggu yang lalu (keterangan sebab).
c) Buku itu ditulis dari pengalamanya selama di Jerman (menyatakan alasan).

2. Kata pada dan kepada


Contoh :
a) Buku catatan saya ada pada Astuti (pengantar keterangan).
b) Saya ketemu dengan dia pada suatu sore hari. (keterangan waktu).

3. Kata di dan ke
Contoh :
a) Atik sedang berada di luar kota (fungsi kata depan di).
b) Di saat usianya suadah lanjut, orang itu semakin malas belajar (keterangan
waktu).

4. Kata dan dan dengan


Contoh :
a) Ayah dan Ibu pergi ke Jakarta kemarin.
b) Ibu memotong kue dengan pisau.

5. Kata antar dan antara


Contoh :
a) Kabar ibu belum pasti,antara benar dan tidak (menyataan pemilihan).
b) Dia akan tiba antara jam 04.00 sampai jam 06.00 (jangka waktu).

Kesimpulan

Kreativitas dalam memilih kata merupakan kunci utama pengarang dalam menulis
gagasan atau ungkapan. Penguasaan dalam pengolahan kata juga merupakan kunci utama

62
dalam menghasilkan tulisan yang indah, dapat dibaca serta ide yang ingin disampaikan
penulis dapat dipahami dengan baik.

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang
ingin disampaikannya baik secara lisan maupun dengan tulisan. Pemilihan kata juga harus
sesuai dengan situasi kondisi dan tempat penggunaan kata–kata itu. Pembentukan kata atau
istilah adalah kata yang mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas
dalam bidang tertentu.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa diksi mempunyai


persamaan yaitu sama-sama penulis ingin menyampaikan sesuatu di hasil karya tulisannya
dengan maksud agar pembaca dapat memahami maksud dan tujuan penulis.

LATIHAN KE – 4

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan diksi (pilihan kata)?.


2. Jelaskan bagaimana persyaratan diksi (pilihan kata)?.
3. Jelaskan bagaimana yang dimaksud kata ilmiah, kata populer, kata jargon dan slang/?.
4. Jelaskan bagaimana pilihan kata, dan penggunaan diksi (pilihan kata)?.

DAFTAR PUSTAKA

Moeliono, Anton, 1991. Santun bahasa, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sugono, Dendy, 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa,Jakarta.

Amran, Tasai. 2010 Cermat Berbahasa Indonesia. (Jakarta :CV Akademika Pressindo.

Adi, Tri. 2007 Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik, CV Andi Offset, Yogyakarta.

Rahaedi, Kunjana. 2003. Bahasa Indonesia perguruan tinggi. Erlangga. Jakarta

http://tugaskuliah15.blogspot.co.id/2015/10/makalah-bahasa-indonesia-diksi-atau.html

63
PERTEMUAN KE – 5

DEFINISI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mengetahui tentang definisi,
2. memberikan pemahaman tentang tujuan definisi,
3. jenis Definisi,
4. teknik Mendefinisikan, dan
5. aturan-aturan Definisi.

B. Latar Belakang

Indonesia adalah suatu negara yang multikultur dengan berbagai macam suku,
budaya, bahasa dan lain sebagainyaa. Namun Indonesia memiliki Satu Bahasa Kesatuan
Yaitu bahasa Indonesia, Meskipun Bangsa Indonesia mempunyai bermacam-macam
bahasa daerah, namun Bahasa Bahasa Nasional Negara Indonesia adalah Bahasa
Indonesia, yang bisa menjadi alat komunikasi antar Warga Negara Indonesia dari sabang
sampai merauke.

Bahasa indonesia ini sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari bangsa


indonesia karena bahasa Indonesia sangat bermakna bagi Warga Negara Indonesia,
karena tidak semu warga Negara Indonesia mengerti bahsa daerah yang sangat banyak
jumlahnya, oleh karena itu digunakanlah Bahas Indonesia, agar menjadi suatu cara
Berkomunikasi untuk seluruh warga Negaara Indonesia, yang dapat dimengerti oleh
setiap warga.

Pada zaman sekarang, sedikit sekali masyarakat atau remaja yang mengenal bahasa
Indonesia secara benar. Kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa gaul sebagai
bahasa komunikasi. Sebenarnya itu adalah kesalahan besar masyarakat kita. Masyarakat
tidak bangga dengan bahasa resminya. Mereka lebih bangga dengan bahasa yang telah
mereka rusak sendiri. Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia yang baik lebih
bangga dengan bahasa resmi kita, tidak dengan bahasa gaul yang telah kita ciptakan
sendiri tanpa menggunakan kaidah EYD yang berlaku. Masalah ini telah menjadi
masalah yang serius bagi kita, karena sebagai warga negara yang baik, seharusnya mau
mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.

64
C. Pengertian Definisi
Definisi yaitu suatu perumusan yang singkat, padat, jelas dan tepat yang
menerangkan “apa sebenarrnya suatu hal itu”, sehingga dapat dengan jelas dimengerti
dan dibedakan dari semua hal lain.
Dari penjelasan diatas, jelaslah bahwa Definisi mempunyai tugas untuk menentukan
batas dari suatu pengertian, dengan tepat, jelas dan singkat. Maksudnya, menentukan
batas-batas pengertian tertentu sehingga jelas apa yang dimaksud, tidak kabur dan tidak
dicampur aduk kan dengan pengertian-pengertian lain, maka definisi yang baik harus
memenuhi syarat :
1. Merumuskan dengan jelas, lengkap dan singkat dari semua unsur pokok (isi)
pengertian tertentu.
2. Yaitu unsur-unsur yang perlu dan cukup untuk mengetahui apa sebenarnya barang itu
(tidak lebih dan tidak kurang).
3. Sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari semua barang yang lain.

Setiap definisi harus mempunyai 2 bagian, yaitu :


1. Sesuatu yang akan didefinisikan, yang dikenal dengan istilah definiendum.
2. Penjelasan yang menjelaskan sesuatu tersebut, yang dikenal dengan istilah definiens.
Contoh : ayah = orang tua laki-laki.

Dalam setiap definiens terbagi lagi menjadi dua, yaitu :


a. Genera (genus), dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah jenis.
b. differentia (difference), dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah sifat pembeda.

Jadi dalam mendefinisikan suatu kata adalah menganalisis jenis dan sifat pembeda
yang dikandungnya.

Maka dapat kita lihat bahwa Ayah merupakan definiendum sedangkan orang tua
laki-laki adalah definiens, yang bisa kita bedakan menjadi orang tua sebagai genera dan
laki-laki sebagai differentia.

D. Tujuan Membuat Definisi


Menurut Nicholas Rescher membagi Tujuan membuat Definisi menjadi dua, yaitu :
1. Tujuan Umum
Antara lain :

65
a) Memfasilitasi komunikasi dengan membantu proses komunikasi yang
berlangsung menjadi sederhana dan lebih tepat, atau dengan kata lain
mempersingkat ekspresi suat pernyataan yang panjang dan kompleks sifatnya.
Contoh : WHO, singkatan dari World Health Organization.
b) Definisi dibuat untuk memperkenalkan kata baru dalam bahasa.
c) Definisi juga dapat memberikan suatu arti baru terhadap kata yang sudah lama.
Contoh : kata ‘Bibi’, dahulu dudefinisikan sebagai adik kandung ayah atau ibu
perempuan, namun saat ini bisa mempunyai arti pembantu rumah tangga.
d) Definisi adalah suatu cara yang terbaik dan paling efektif untuk menjamin
ketepatan dan kebenaran dari penggunaan kata tersebut.

2. Tujuan Khusus
Terdiri dari :
a) Definisi yang tepat (Precising definition), yaitu definisi yang biasa digunakan
dalam bahasa mempunyai arti dan tujuan khusus, contoh : Dewasa adalah orang
yang berusia 21 tahun keatas, dan definisi ini berimplikasi atau mempunyai
tujuan khusus pada penetapan hukuman dalam peradilan.
b) Definisi yang bersifat teoritis (Theoritical definition), Definisi ini tidak saja
merupakan penjelasan sederhana dari suatu kata tetapi juga merupakan suatu
penjelasan yang bersifat teoritis yang didapat dari ilmu pengetahuan/ penelitian
dan juga kehidupan sehari-hari.

Menurut Irving M Copi, menjelaskan ada 5 tujuan membuat definisi, yaitu :

1. Menambah Perbendaharaan Kata


Karena bahasa merupakan suatu instrumen yang rumit dan terus berkembang maka
dimungkinkan satu kata akan berkembang mempunyai arti baru atau suatu kejadian
akan menimbulkan suatu istilah baru yang memperkaya perbendaharaan bahasa.

2. Menghilangkan Kerancuan atau Ambiguitas


Hal ini penting karena dengan menggunakan suatu kata yang rancu nantinya akan
mengakibatkan argumen yang dikeluarkan juga menjadi rancu.
3. Memperjelas Arti Suatu Kata

66
Dengan membuat definis maka kita tidak akan ragu-ragu lagi dalam menggunakan
kata yang bersangkutan sehingga argumen yang dikeluarkan akan tepat dan benar.

4. Menjelaskan Secara Teoritis


Definisi dibuat untuk menjelaskan teori yang didapat dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Contoh : H2O adalah unsur kimia untuk air.

5. Mempengaruhi Tingkah Laku


Sering definis dibuat untuk mempengaruhi pikiran, perbuatan atau mengendalikan
emosi seseorang.
Contoh : Kejujuran, adalah kelurusan hati, perbuatan baik. Dengan membaca kata
kejujuran orang dapat dipengaruhi untuk menjadi orang jujur.

E. Jenis-jenis Definisi
Menurut Alex Lanur, Poespoprodjo dan Nicholas Rescher secara garis besar jenis
definisi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Definisi Nominal (Nominal Definition or Stipulative Definition).
Suatu jenis definisi yang baru sama sekali atau memberikan suatu arti baru pada kata
yang sudah lama ada. Dan definisi ini merupakan suatu cara untuk menjelaskan
sesuatu dengan menguraikan arti katanya. Contoh : Madrasah adalah sekolah agama
bagi orang muslim.

Dalam Definisi Nominal dapat dinyatakan dalam 3 cara, yaitu :


a. Definisi dapat diuraikan dari asal-usulnya (etimologi), contoh : Filsafat, yaitu dari
Philos yang berarti pencinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan jadi arti
Filsafat adalah Pencinta Kebijaksanaan.
b. Namun tidak semua bisa dilakukan dengan cara etimologi, maka supaya jelas
definisi nominal ini harus dilengkapi keterangan tentang bagaimana definisi ini
telah digunakan dalam masyarakat.
c. Dapat dinyatakan dengan menggunakan sinonim.

67
2. Definisi Riil (Real Definition or Lexical Definition).
Mendefinisikan kata yang sudah umum digunakan, biasanya yang terdapat dalam
kamus bahasa. Definisi Riil dapat dibedakan dalam 4 jenis definisi, yaitu :
a. Definisi Hakiki, definisi yang sungguh-sungguh menyatakan hakekat sesuatu,
atau suatu pengertian yang abstrak yang hanya mengandung unsur pokok yang
sungguh-sungguh perlu untuk memahami suatu golongan yang tertentu dan untuk
membedakannya dari semua golongan yang lain, sehingga sifat golongan itu
tidak termasuk dalam hakekat sesuatu itu. Contoh : Burung Merpati dan Burung
Layang dapat dibedakan.
b. Definisi Deskriptif, definisi ini menggunakan ciri khas sesuatu yang akan
didefinisikan. Ciri khas adalah ciri yang selalu dan tetap terdapat pada setiap
benda yang tertentu,
contoh : cinta kasih itu sabar, cinta kasih itu murah hati, tidak memegahkan diri,
tidak angkuh, tidak lekas marah, tidak mementingkan diri sendiri, suka akan
kebenaran.
c. Definisi Final atau definisi yang menunjukkan maksud dan tujuan sesuatu,
contoh: arloji adalah suatu alat untuk menunjukkan waktu yang disusun
sedemikian rupa sehingga dapat dimasukkan dalam saku atau diikat di lengan.
d. Definisi Kausalitas, yaitu definisi yang menunjukkan sebab akibat,
contoh : gerhana bulan terjadi karena bumi berada diantara bulan dan matahari.
e. Namun Nicholas Rescher menambahkan dengan definisi yang ia sebut
sebagai “Loaded” Definition. Definisi ini tidak menjelaskan arti dari suatu kata
dengan sederhana atau mudah, tetapi dalam memberikan definisi ditambahkan
suatu pernyataan yang mengevaluasi pernyataan sebelumnya, contoh : Anarki
adalah suatu ideologi negara yang menganut sistem kerajaan dan dalam sistem ini
fungsi pemerintahan tidak dibutuhkan dan tidak diinginkan.

Menurut Irving M Copi, mengatakan bahwa ada 5 jenis definisi, yang kesemuanya
mengacu dari 5 tujuan dibuatnya definisi, yaitu :
a. Definisi Stipulatif, penjelasannya sama dengan definisi nominal diatas.
b. Definisi Lexical, penjelasannya pun sama dengan definisi riil.
c. Definisi Ketepatan (Precising Definition), definisi dibuat dan dapat menimbulkan
definisi baru sehingga harus benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi kerancuan.

68
d. Definisi Teoritis, definisi yang muncul u\dalam rangka mengusulkan agar teori yang
ditemukan diterima dengan mudah oleh masyarakat.
e. Definisi Persuasif, yaitu suatu definisi yang dibuat untuk mempengaruhi pikiran,
tingkah laku dan emosi orang yang membaca dan mendengarnya.

F. Teknik Mendefinisikan
Ada 8 teknik yang dikemukakan oleh Nicholas Rescher, yaitu :
1. Enumerative Definition, yaitu suatu teknik pendefinisian dengan cara memberikan
daftar lengkap dari setiap bagian kata yang didefinisikan, contoh : Propinsi di
Indonesia adalah DI Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, (dan seterusnya sampai
propinsi terakhir).

Kelemahan dari teknik ini adalah :


a. Kata yang tidak dapat kita temukan generanya.
b. Kata yang tidak dapat kita temukan differentianya.
c. Kata yang tidak dapat ditangkap maksudnya kecuali bila dihubungkan dengan
kata lain, seperti : dan, atau , yang dan sebagainya.
Karena memiliki sifat kesendirian yang tidak terbatas sehingga tidak ditemukan sifat
pembedanya.
2. Ostensive Definition, definisi dibuat dengan mengungkapkan perwakilan dari bagian
kata yang didefinisikan, contoh : Pahlawan bangsa adalah orang yang gugur dalam
membela dan mempertahankan kedaulatan bangsa sepeti Gajah Mada, Diponegoro,
Ahmad Yani.
3. Dengan metode Genus dan Difference, Yaitu definisi dengan
memperhatikan genus dan difference, contoh : manusia adalah mahluk simbol
(mahluk adalah genus sedangkan simbol adalah difference).
4. Genetic Definition, definisi dibuat dengan memaparkan organisasi atau unsur-unsur
pembangun kata yang didefinisikan, contoh Ayam bekisar adalah hasil perkawinan
silang antara ayam hutan dengan ayam kampung.
5. Constructive Definition,definisi yang dibuat dengan mengungkapkan instruksi atau
perintah, seperti mendefinisikan pesawat terbang kertas, penjelasannya dapat
diberikan dengan mengacu bagaimana pesawat terbang kertas itu dibuat.
6. Operational Definition,Definisi yang dibuat berdasarkan serangkaian percobaan yang
dapat menentukan cocok atau tidaknya kata itu dalam kasus yang khusus sifatnya.
69
7. Synonymous Definition,defini yang dibuat dengan menacu pada definiendum yang
sama, contoh : laki-laki adalah pria.
8. Abbreviative Definition, Definisi yang dibuat dengan menjelaskan kepanjangan,
simbol dari definiendum, contoh : INA adalah Indonesia, yth adalah yang terhormat.

G. Aturan-aturan Definisi
Definisi yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Definisi tidak boleh membentuk lingkaran, atau dengan kata lain apa yang
didefinisikan tidak boleh masuk ke dalam definisi.
Contoh : Logika adalah ilmu yang menerangkan hukum logika.
2. Definis tidak boleh terlalu luas dan terlalu sempit.
Contoh : Merpati adalah burung yang dapat terbang (terlalu luas) dan Kursi adalah
tempat duduk yang terbuat dari kayu (terlalu sempit).
3. Definisi harus mengacu pada atribut esensial yang dimiliki atau terdapat dalam
definiendum.
Contoh : sepatu tidak dapat didefinisikan hanya dengan menyebutkan bentuk dan
bahan pembuatnya tetapi juga harus diungkapkan kegunaannya.
4. Definisi harus jelas, harus menghindari kerancuan dan kesamar-samaran.
Contoh : kehidupan adalah sepotong keju atau aluminium adalah satu tipe besi yang
ringan.
5. Definisi harus literal, definisi yang diberikan biasanya tidak sesuai dengan
definiendumnya kurang lengkap informasinyasehingga definiens tidak
mencerminkan definiendum.
Contoh : Anjing adalah sahabat manusia.
6. Definisi tidak boleh dalam bentuk kalimat negatif.
Contoh : Keindahan adalah suatu keadaan yang tidak jelek.
7. Definisi harus dievaluasi senetral mungkin, ini ada kaitannya dengan “Loaded”
Definition.
8. Definisi yang dibuat harus teris konsisten dengan definisi yang sudah berlaku, contoh
:ramada adalah rumah yang tidak berdinding, sedangkan definisi rumah adalah
bangunan kecil, dan bangunan adalah suatu struktur yang ditutup dengan dinding dan
atap, jadi ramada adalah rumah yang tidak berdinding tidak konsisten.
9. Definisi harus dapat dibolak-balikkan dengan hal yang didefinisikan.
Contoh : Perempuan adalah wanita, dan wanita adalah perempuan.
70
Kesimpulan

Dalam pembahasan makalah ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam makalah
ini membahas tentang Definisi. Definisi mempunyai tugas untuk menentukan batas dari suatu
pengertian, dengan tepat, jelas dan singkat. Maksudnya, menentukan batas-batas pengertian
tertentu sehingga jelas apa yang dimaksud, tidak kabur dan tidak dicampur aduk kan dengan
pengertian-pengertian lain.

Didalam membuat Definisi terdapat tujuan khusus dan tujuan umum, kemudian definisi
mempunyai jenis-jenisnya diantaranya, Definisi Nominal dan Definisi Riil, kemudia dalam
Definisi terdapat Teknik dalam mendefinisikan diantaranya Enumerative
Definition, Ostensive Definition, metode Genus dan Difference, Constructive
Definition, Operational Definition, Abbreviative Definition, Synonymous Definition.

Kemudian dalam definisi terdapat pula Aturan-aturan Definisi diantaranya yaitu yang
didefinisikan tidak boleh masuk ke dalam definisi, Definis tidak boleh terlalu luas dan terlalu
sempit, Definisi harus mengacu pada atribut esensial yang dimiliki, Definisi harus jelas,
Definisi harus literal, Definisi tidak boleh dalam bentuk kalimat negative, Definisi harus
dievaluasi senetral mungkin, Definisi yang dibuat harus terus konsisten dengan definisi yang
sudah berlaku, Definisi harus dapat dibolak-balikkan dengan hal yang didefinisikan. Macam-
macam dari pembahasan makalah ini mempunyai fungsi yang bermacam-macam pula, tetapi
saling berkaitan dan mendukung terciptanya bahasa Indonesia yang baik.

LATIHAN KE – 5

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Definisi?.


2. Jelaskan hal apa saja yang terdapat dalam Definisi?.
3. Sebutkan dan berikan contoh aturan-aturan definisi yang baik serta yang memenuhi
syarat!.

71
DAFTAR PUSTAKA

Ansyoriah, Siti. dkk. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Bahasa Indonesia. Jakarta:
Laboratorium Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta.

HS, Widjono. 2005. Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Grassindo.

http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/04/08/definisi/

[1] Siti Ansyoriah, Bahan Ajar Mata Kuliah Bahasa Indonesia, (Jakarta : Laboratorium
Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta, 2008) , hlm 143

[2] Widjono, HS, Bahasa Indonesia, (Jakarta :PT. Grassindo, 2005), hlm 67

[3] Arif, definisi, (Jakarta : http://staff.blog.ui.ac.id, 2010) hlm 4

[4] Siti Ansyoriah, Bahan Ajar Mata Kuliah Bahasa Indonesia, (Jakarta : Laboratorium
Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta, 2008) , hlm 150

[5] Widjono, HS, Bahasa Indonesia, (Jakarta :PT. Grassindo, 2005), hlm 73.

https://ekapuspitahandayani.wordpress.com/2012/06/11/makalah-b-indonesia-definisi/

72
PERTEMUAN KE – 6

KALIMAT EFEKTIF

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunakan bahasa Indonesia sehingga menjadi
baik dan benar.
2. Mengetahui apa dan bagaimana penggunaan kalimat efektif dalam berbahasa.
3. Menjaga kemurnian bahasa Indonesia
4. Agar bisa memahami bagaimana yang dikatakan dengan kalimat efektif.
5. Agar kita bisa menjaga budaya Bahasa Indonesia yang baik dan mampu
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
6. Jika ingin membuat suatu karya ilmiah atau hal-hal lain yang berhubungan dengan
penggunaan teknik menulis didalamnya, maka perlulah memahami pengertian
paragraf/alinea serta hal-hal yang berkaitan dengan paragraf/alinea itu sendiri, seperti
ciri-ciri, syarat penulisan, tanda paragraf, serta teknik pengembangan paragraf/alinea.
7. Masing-masing jenis paragraf/alinea dapat dipahami dengan mencari dan melihat,
berbagai jenis paragraf/alinea yang ada pada buku-buku materi bahasa Indonesia,
maupun melalui informasi yang didapat di internet.

B. LATAR BELAKANG
Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama
anggota masyarakat lain pemakai bahasa itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau
perasaan yang ada pada diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu
hendaklah dapat mendukung maksud secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan,
atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar atau pembaca. Kalimat yang dapat
mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat efektif.
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya
secara tepat dan dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau
gagasan yang disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat memahami pikiran
tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau
pembicaranya. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada
sebagian lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa maksud yang diucapkan atau

73
yang dituliskan. Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakainya
secara tepat, unsur kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-
unsur kalimat seharusnya ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur
yang seharusnya tidak ada tidak perlu dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan
semacam itu dapat diukur berdasarkan keperluan komunikasi dan kesesuaiannya dengan
kaidah (Mustakim, 1994:86).
Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi
syarat sebagai bahasa ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-
kalimat yang dituliskan kabur, kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya
kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud kalimat yang kita sampaikan karena
kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan kenyataan inilah penulis tertarik untuk
membahas kalimat efektif dengan segala permasalahannya.

C. PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF


Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan
kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti gagasan yang ada
pada pikiran pembicara atau penulis. Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil
menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud
si pembicara atau penulis. Kalimat efektif adalah kalimat yang terdiri atas kata-
kata yang mempunyai unsur SPOK atau kalimat yang mempunyai ide atau gagasan
pembicara/ penulis.

D. UNSUR-UNSUR KALIMAT EFEKTIF


Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia
lama lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata dalam kalimat, yaitu subjek
(S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa
Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni subjek dan predikat.

Unsur yang lain (objek, pelengkap, dan keterangan) dalam suatu kalimat dapat wajib
hadir, tidak wajib hadir, atau wajib tidak hadir.

1. Subjek (S)
Subjek (S) adalah bagian kalimat menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu
hal, suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya diisi
74
oleh jenis kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal. Untuk lebih jelasnya
perhatikan contoh sebagai berikut ini:
a) Ayahku sedang melukis.
b) Meja direktur besar.
c) Yang berbaju batik dosen saya.
d) Berjalan kaki menyehatkan badan.
e) Membangun jalan layang sangat mahal.

Kata-kata yang dicetak tebal pada kalimat di atas adalah S.

Contoh S yang diisi oleh kata dan frasa benda terdapat pada kalimat (a) dan (b),
contoh S yang diisi oleh klausa terdapat pada kalimat (c), dan contoh S yang diisi
oleh frasa verbal terdapat pada kalimat (d) dan (e).

Dalam bahasa Indonesia, setiap kata, frasa, klausa pembentuk S selalu merujuk
pada benda (konkret atau abstrak). Pada contoh di atas, kendatipun jenis kata yang
mengisi S pada kalimat (c), (d) dan (e) bukan kata benda, namun hakikat fisiknya
tetap merujuk pada benda. Bila kita menunjuk pelaku pada kalimat (c) dan (d),
yang berbaju batik dan berjalan kaki tentulah orang (benda). Demikian
juga membangun jalan layang yang menjadi S pada kalimat (e), secara implisit juga
merujuk pada “hasil membangun” yang tidak lain adalah benda juga. Di samping itu,
kalau diselami lebih dalam, sebenarnya ada nomina yang lesap, pada awal kalimat
(c) sampai (e), yaitu orang pada awal kalimat (c) dan kegiatan pada awal kalimat (d)
dan (e).

Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan memakai
kata tanya siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Kalau ada jawaban yang
logis atas pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika ternyata jawabannya tidak ada dan
atau tidak logis berarti kalimat itu tidak mempunyai S.

Inilah contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak jelas pelaku
atau bendanya.

1. Bagi siswa sekolah dilarang masuk.

2. Di sini melayani obat generic.

75
3. Memandikan adik di pagi hari.

Contoh (a) sampai (c) belum memenuhi syarat sebagai kalimat karena tidak
mempunyai S. Kalau ditanya kepada P, siapa yang dilarang masuk pada contoh
(a) siapa yang melayani resep pada contoh (b) dan siapa yang memandikan
adik pada contoh (c), tidak ada jawabannya. Kalaupun ada, jawaban itu terasa tidak
logis.

2. Predikat (P)
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu melakukan (tindakan) apa atau
dalam keadaan bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat).
Selain memberitahu tindakan atau perbuatan subjek (S), P dapat pula menyatakan
sifat, situasi, status, ciri, atau jatidiri S. termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah
pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki oleh S. predikat dapat juga berupa
kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga
numeralia, nomina, atau frasa nominal. Perhatikan contoh berikut:
(a) Kuda meringkik.
(b) Ibu sedang tidur siang.
(c) Putrinya cantik jelita.
(d) Kota Jakarta dalam keadaan aman.
(e) Kucingku belang tiga.
(f) Robby mahasiswa baru.
(g) Rumah Pak Hartawan lima.

Kata-kata yang dicetak tebal dalam kalimat di atas adalah P.


katameringkik pada kalimat (a) memberitahukan perbuatan kuda. Kelompok
katasedang tidur siang pada kalimat (b) memberitahukan melakukan apa ibu,cantik
jelita pada kalimat (c) memberitahukan bagaimana putrinya, dalamkeadaan
aman pada kalimat (d) memberitahukan situasi kota Jakarta, belang tiga pada
kalimat (e) memberitahukan ciri kucingku, mahasiswa baru pada kalimat (f)
memberitahukan status Robby, dan lima pada kalimat (g) memberitahukan jumlah
rumah Pak Hartawan.

Berikut ini contoh kalimat yang tidak memiliki P karena tidak ada kata-kata
menunjuk pada perbuatan, sifat, keadaan, ciri, atau status pelaku atau bendanya.

76
(1) Adik saya yang gendut lagi lucu itu.
(2) Kantor kami yang terletak di Jln. Gatot Subroto.
(3) Bandung yang terkenal kota kembang.

Walaupun contoh (a), (b), (c) ditulis persis seperti lazimnya kalimat normal,
yaitu diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, namun di
dalamnya tidak ada satu kata pun yang berfungsi sebagai P. Tidak ada jawaban atas
pertanyaan melakukan apa adik yang gendut lagi lucu (pelaku) pada contoh (a),
tidak ada jawaban atas pertanyaan kenapa atau ada apa dengan kantor di Jalan Gatot
Subroto dan Bandung terkenal sebagai kota kembang itu pada contoh (b) dan (c).
karena tidak ada informasi tentang tindakan, sifat, atau hal lain yang dituntut oleh P,
maka contoh (a), (b), (c) tidak mengandung P. Karena itu, rangkaian kata-kata yang
cukup panjang pada contoh (a), (b), (c) itu belum merupakan kalimat, melainkan
baru merupakan kelompok kata atau frasa.

3. Objek (O)
Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. objek pada umumnya diisi oleh
nomina, frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba
transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O, seperi pad contoh di bawah
ini.
a) Nurul menimang …
b) Arsitek merancang …
c) Juru masak menggoreng …

Verba transitif menimang, merancang, dan menggoreng pada contoh tersebut adalah
P yang menuntut untuk dilengkapi. Unsur yang akan melengkapi P pada ketiga
kalimat itulah yang dinamakan objek.

Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan. Itulah sebabnya sifat O dalam
kalimat dikatakan tidak wajib hadir. Verba intransitive mandi, rusak, pulang yang
menjadi P dalam contoh berikut tidak menuntut untuk dilengkapi.

1) Nenek mandi.
2) Komputerku rusak.
3) Tamunya pulang.

77
Objek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan.
Perhatikan contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan ubahan
posisinya bila kalimatnya dipasifkan.

a. 1) Martina Hingis mengalahkan Yayuk Basuki (O)


2) Yayuk Basuki (S) dikalahkan oleh Martina Hingis.

b. 1) Orang itu menipu adik saya (O)


3) Adik saya (S) ditipu oleh oran itu.

4. Pelengkap (pel)
Pelengkap (P) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. letak
Pelengkap umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga
ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat
berupa nomina, frasa nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat
perbedaan. Perhatikan cnntoh di bawah ini:

1. Ketua MPR membacakan Pancasila.

S P O

2. Banyak orpospol berlandaskan Pancasila.

S P Pel

Kedua kalimat aktif (a) dan (b) yang Pel dan O-nya sama-sama diisi oleh
nomina Pancasila, jika hendak dipasifkan ternyata yang bisa hanya kalimat (a) yang
menempatkan Pancasila sebagai O.

Ubahan kalimat (a) menjadi kalimat pasif adalah sebagai berikut:

Pancasila dibacakan oleh ketua MPR.

S P O

Posisi Pancasila sebagai Pel pada kalimat (b) tidak bisa dipindah ke depan
menjadi S dalam kalimat pasif. Contoh berikut adalah kalimat yang tidak gramatikal.

Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol.

78
Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya. Selain diisi oleh
nomina dan frasa nominal, Pelengkap dapat juga diisi oleh frasa adjectival dan frasa
preposisional.

Di samping itu, letak Pelengkap tidak selalu persis di belakang P. Apabila dalam
kalimatnya terdapat O, letak pel adalah di belakang O sehingga urutan penulisan
bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel. Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam
kalimat.

a. Sutardji membacakan pengagumnya puisi kontemporer.


b. Mayang mendongengkan Rayhan Cerita si Kancil.
c. Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum.
d. Annisa mengirimi kakeknya kopiah bludru.
e. Pamanku membelikan anaknya rumah mungil.

5. Keterangan (ket)
Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal
mengenai bagian kalimat yang lainnya. Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S, P,
O, dan Pel. Posisinya bersifat bebas, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.
Pengisi Ket adalah frasa nominal, frasa preporsisional, adverbia, atau klausa.
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket dalam kalimat. Para
ahli membagi keterangan atas Sembilan macam (Hasan Alwi dkk, 1998:366) yaitu
seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.

E. CIRI-CIRI KALIMAT EFEKTIF


1. Memiliki unsur penting atau pokok, minimal unsur SP.
2. Taat terhadap tata aturan ejaan yang berlaku.
3. Menggunakan diksi yang tepat.
4. Menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis dan
sistematis.
5. Menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai.
6. Melakukan penekanan ide pokok.
7. Mengacu pada kehematan penggunaan kata.
8. Menggunakan variasi struktur kalimat.

79
KESIMPULAN

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara
secara tepat sehingga pndengar/pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah,
jelas dan lengkap seperti apa yang dimasud oleh penulis atau pembicaranya.

Unsur-unsur dalam kalimat meliputi : subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel),
dan keterangan (Ket).

Ciri-ciri kalimat efektif yaitu : Kesepadanan, keparalelan, ketegasan, kehematan,


kecermatan, kepaduan, kelogisan.

LATIHAN KE - 6

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kalimat efektif?.


2. Jelaskan dan sebutkan apa saja unsur-unsur kalimat?.
3. Sebutkan apa ciri-ciri kalimat efektif?.
4. Jelaskan apa saja syarat yang mendasari kalimat efektif?.
5. Jelaskan bagaimana struktur kalimat efektif?.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Lukman dkk. 1991. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Badudu, J.S. 1983. Membina Bahasa Indonesia baku. Bandung: Pustaka Prima.

Finoza, Lamuddin. 2002.. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.

Razak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif. Jakarta: Gramedia.

http:////Pengertian, Ciri, dan Penggunaan Kalimat Efektif.html.

http://kalimatefektif2013.blogspot.co.id/

https://sarahfaradita.wordpress.com/2015/12/01/makalah-bahasa-indonesia-kalimat-efektif/

80
PERTEMUAN KE – 7

PARAGRAF (ALINEA) DALAM BAHASA INDONESIA

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui mengenai paragraf atau alinea secara umum yang sering
digunakan dalam kegiatan karya tulis.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan paragraf atau alinea itu sendiri,
mulai dari syarat sebuah paragraf atau hingga berbagai macam bentuk paragraf atau
alinea berdasarkan jenis atau teknik pemaparannya.
3. Mahasiswa dan mahasiswi mampu memahami pengertian paragraf atau alinea yang
sering digunakan dalam penulisan karya ilmiah.
4. Mampu memahami hal-hal berkaitan dengan paragraf atau alinea yang sering
digunakan dalam penulisan karya ilmiah, seperti jenis-jenis paragraf/alinea, struktur
paragraf/alinea, manfaat pengembangan paragaf/alinea hingga teknik pengembangan
paragraf/alinea.
5. Dapat menjadi tambahan referensi contoh-contoh makalah yang dapat dijadikan
acuan atau pedoman dipembuatan makalah-makalah baik tugas-tugas mata pelajaran
Bahasa Indonesia maupun mata pelajaran yang lainnya.

B. LATAR BELAKANG
Media cetak atau dengan kata lain melalui tulisan adalah salah satu media yang
banyak digunakan untuk menyebarluaskan hasil pemikiran, baik konseptual maupun
yang disertai bukti empiris. Makin efektif tulisan yang dibuat, makin tinggi kemungkinan
tulisan dipahami oleh pembaca.
Untuk menghasilkan tulisan yang efektif, salah satu hal yang perlu diperhatikan
adalah mengenai paragraf. Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan
suatu gagasan atau topik. Seluruh isi paragraf memperbincangkan satu masalah atau
sekurang-kurangnya bertalian erat dengan masalah itu. Hal ini menjadi penting agar yang
membaca tulisan tersebut dapat menangakap ide yang disampaikan dengan benar.
Selain pemahaman mengenai apa itu paragraf/alinea,kita juga diharuskan memahami
hal-halyang berkaitan dengan paragraf/alinea itu sendiri.

81
Untuk mengetahui lebih jauh tentang paragraf/alinea dan hal-hal yang berhubungan
dengan paragraf/alinea, makalah sederhana ini mencoba menguraikan semua point-point
yang ada dan disajikan pada bab II pembahasan masalah.

C. Pengertian Paragraf/Alinea
Paragraf disebut juga alinea. Kata tersebut merupakan serapan dari bahasa Inggris
paragraph. Kata Inggris “paragraf” terbentuk dari kata Yunani para yang berarti
“sebelum” dan grafein “menulis atau menggores”. Sedangkan kata alinea dari bahasa
Belanda dengan ejaan yang sama. Alinea berarti “mulai dari baris baru” (Adjad
Sakri,1992). Paragraf atau alinea tidak dapat dipisah-pisahkan seperti sekarang, tetapi
disambung menjadi satu. Menurut Lamuddin Finoza, paragraf adalah satuan bentuk
bahasa yang biasanya merupakan gabungan beberapa kalimat, sedangkan dalam bahasa
Yunani, sebuah paragraf (paragraphos, “menulis di samping” atau “tertulis di samping”)
adalah suatu jenis tulisan yang memiliki tujuan atau ide. Jadi, paragraf atau alinea adalah
suatu bagian dari bab pada sebuah karangan yang mana cara penulisannya harus dimulai
dengan baris baru dan kalimat yang membentuk paragraf atau alinea harus
memperlihatkan kesatuan pikiran. Selain itu, kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf atau
alinea harus saling berkaitan dan hanya membicarakan satu gagasan. Bila dalam sebuah
paragraf atau alinea terdapat lebih dari satu gagasan, paragraf atau alinea itu tidak baik
dan perlu dipecah menjadi lebih dari satu paragraf atau alinea. Perhatikan contoh
paragraf atau alinea di bawah ini.
Sampah yang setiap hari kita buang sebenarnya bisa disederhanakan menjadi dua
macam, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah
yang mudah membusuk, seperti sisa makanan dan daun-daunan yang biasanya basah.
Sampah anorganik adalah sampah yang sulit atau yang tidak bisa membusuk,
umpamanya plastik, kaca, logam, kain, dan karet.
Dalam contoh paragraf atau alinea di atas terdapat satu pokok pembicaraan, yaitu
sampah (organik dan anorganik). Masalah tersebut diungkapkan dengan menggunakan
tiga kalimat, bobot ide/gagasan yangdihasilkan oleh paragraf atau alinea itu tentu lebih
tinggi atau lebih luas jika dibandingkan dengan ide sebuah kalimat.
Bandingkan besar ide kalimat dan ide paragraf atau alinea dalam gambar di bawah
ini.

82
Dalam gambar di atas, ide kalimat dilambangkan dengan lingkaran dan segitiga besar.
Perhatikan : beberapa lingkaran dan segitiga kecil (kalimat) bergabung membentuk
lingkaran dan segitiga besar (paragraf atau alinea).

D. Fungsi Paragraf atau Alinea


Paragraf/alinea memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Mengekspresikan gagasan tertulis dengan bentuk suatu pikiran yang tersusun logis
dalam satu kesatuan.
2. Menandai peralihan gagasan baru dalam sebuah karangan yang terdiri dari beberapa
paragraf.
3. Memudahkan pengorganisasian gagasan bagi penulis, sehingga pembaca dapat
memahami dengan mudah.
4. Memudahkan pengendalian variabel dalam karangan.

Berdasarkan uraian diatas kiranya menjadi jelas bahwa alinea atau paragraf
diperlukan untuk menulis karangan. Tanpa kemampuan menyusun paragraf atau alinea,
tidak mungkin bagi seseorang mewujudkan sebuah karangan. Paragraf atau alinea yang
dijadikan contoh pada poin 2.1 sekaligus dapat dianggap sebagai karangan sederhana.
Karangan singkat yang hanya terdiri atas satu alinea itu tentulah dapat dikembangkan
menjadi karangan yang lebih panjang yang terdiri atas beberapa paragraf atau alinea.
Dengan pengembangan itu gagasan karangan juga makin meluas. Demikianlah peranan
paragraf atau alinea dalam membangun gagasan karangan.

E. Syarat Pembentukan Paragraf/Alinea


Suatu paragraf/alinea dianggap bermutu dan efektif mengkomunikasikan gagasan yang
didukungnya apabila paragraf/alinea itu lengkap, artinya mngandung pikiran utama dan
pikiran-pikiran penjelas. Di samping itu sama halnya dengan kalimat,
paragraf/alineaharus memenuhi persyaratan tertentu.(Keraf, 1980:67) Adapun syarat-
syarat tersebut antara lain.
1. Kesatuan (Unity)
Yang dimaksud dengan kesatuan (unity) adalah bahwa paragraf/alinea tersebut
harus memperlihatkan dengan jelas suatu maksud atau sebuah tema tertentu.
Kesatuan di sini tidak boleh diartikan bahwa saja hanya memuat satu hal saja.
Sebuah paragraf/alinea yang mempunyai kesatuan bisa saja mengandung beberapa
hal atau beberapa perincian, tetapi semua unsur tadi haruslah bersama-sama

83
digerakkan untuk menunjang maksud tunggal. Maksud tungggal itulah yang ingin
disampaikan penulis dalam paragraf/alinea itu (Keraf, 1980:67).
Jadi kesatuan atau unity di sini bukan berarti satu atau singkat kalimatnya,
melainkan berarti kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf/alinea tersebut menyatu
untuk mendukung pikiran utama sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
Contoh paragraf/alinea yang memenuhi persyaratan kesatuan.
Masalah mahasiswa di Indonesia umum sekali. Mereka kebanyakan sulit untuk
sepenuhnya memusatkan perhatian pada studi mereka. Kebanyakan dari mereka
adalah pemuda-pemuda dari keluarga biasa yang kurang mampu. Para mahasiswa itu
pun mencari pekerjaan. Oleh karena itu selama belajar mereka kadang-kadang
terganggu oleh keadaan ekonomi.

Apabila paragraf/alinea di atas kita analisis, akan kita temukan.


a. Pikiran utama : masalah umum dalam dunia mahasiswa.
b. Pikiran penjelas : sulit memusatkan perhatian berasal dari keluarga biasa
terganggu oleh ekonomi.

Unsur-unsur penunjang pada paragraf/alinea di atas benar-benar mendukung


gagasan utama. Dengan perkataan lain, unsur-unsur penunjang
paragraf/alinea tersebut membentuk kesatuan ide (unity).

2. Kepaduan (Koherensi)
Syarat kedua yang harus dipenuhi sebuah paragraf/alinea adalah bahwa
paragraf/alinea tersebut harus mengandung koherensi atau kepaduan yang baik.
Kepaduan yang baik itu terjadi apabila hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat
yang membina paragraf/alinea tersebut, baik, wajar, dan mudah dipahami tanpa
kesulitan. Pembaca dengan mudah mengikuti jalan pikiran penulis, tanpa merasa
bahwa ada sesuatu yang menghambat atau semacam jurang yang memisahkan sebuah
kalimat dari kalimat lainnya, tidak terasa loncatan-loncatan pikiran yang
membingungkan (Keraf, 1980:75).
Kepaduan bergantung dari penyusunan detil-detil dan gagasan-gagasan sekian
macam sehingga pembaca dapat melihat dengan mudah hubungan antar bgaian-
bagian tersebut. Jika sebuah paragraf/alinea tidak memliki kepaduan, maka pembaca
seolah-olah hanya menghadapi suatu kelompok kalimat yang masing-masing berdiri
84
lepas dari yang lain, masing-masing dengan gagasannya sendiri, bukan suatu uraian
yang integral.
Pendeknya sebuah paragraf/alinea yang tidak memiliki kepaduan yang baik,
akan menghadapkan pembaca dengn loncatan-loncatan pikiran yang
membingungkan, menghadapkan pembaca dengan urutan waktu dan fakta yang tidak
teratur, atau pengembangan gagasan utamanya dengan perincian yang tidak logis dan
tidak lagi berorientasi kepada pokok uatama tadi.
Dengan demikian kalimat-kalimat dalam paragraf bukanlah kalimat-kalimat
yang dapat berdiri sendiri. Kalimat-kalimat tersebut harus mempunyai hubungan
timbal balik, artinya kalimat pertama berhubungan dengan kalimat kedua, kalimat
kedua berhubungan dengan kalimat ketiga, demikian seterusnya. Koherensi suatu
paragraf dapat ditunjukkan oleh:
a. Pengulangan kata/kelompok kata kunci atau disebut repetisi.
b. Penggantian kata/kelompok kata atau subtitusi.
c. Pengulangan kata/kelompok kata atau transisi.
d. Hubungan implisit atau penghilangan kata/kelompok kata tertentu atau ellipsis.

Berikut ini dikemukakan kata-kata atau frase transisi, seperti dikemukakan oleh
Keraf (1980:80-81):

a. Hubungan yang menyatakan tambah terhadap sesuatu yang telah disebut,


misalnya: lebih lagi, tambahan, lagi pula, selanjutnya, di damping itu, akhirnya,
dan sebagainya.
b. Hubungan yang menyatakan pertentangan, misalnya: tetapi, namun,
bagaimanapun juga, sebaliknya, walaupun, demikian, biarpun, meskipun.
c. Hubungan yang menyatakan perbandingan, misalnya: sama halnya, seperti,
dalam hal yang sama, dalam hal yang demikian, sebagaimana.
d. Hubungan yang menyatakan akibat, misalnya; sebab itu, oleh sebab itu, oleh
karena itu, jadi, maka, akibatnya, karena itu.
e. Hubungan yang menyatakan tujuan, misalnya: untuk maksud itu, untuk maksud
tertentu, untuk maksud tersebut, supaya.
f. Hubungan yang menyatakan singkatan, misalnya contoh intensifikasi:
singkatnya, ringkasnya, secara singkat, pendeknya, pada umumnya, dengan kata
lain, yakni, yaitu, sesungguhnya.

85
g. Hubungan yang menyatkn waktu, misalnya: sementara itu, segera, beberapa saat
kemudian, sesudah, kemudian.
h. Hubungan yang menyatakan tempat, misalnya: di sini, di situ, dekat, di seberang,
berdekatan dengan, berdampingan dengan.

Contoh paragraf/alinea menggunakan transisi yang benar.


Perkuliahan bahasa Indonesia sering dapat membosankan, sehingga tidak
dapat perhatian sama sekali dari mahasiswa. Hal ini disebabkan bahwa kuliah yang
disajikan dosen sebenarnya merupakan masalah yang sudah diketahui mahasiswa,
atau merupakan masalah yang tidak diperlukan mahasiswa. Di samping
itu mahasiswa yang sudah mempelajari bahasa Indonesia sejak mereka duduk di
bangku sekolah dasar atau sekurang-kurangnya sudah mempelajari bahasa Indonesia
selama dua belas tahun, merasa sudah mampu menggunakan bahasa
Indonesia. Akibatnya memilih atau menentukan bahan kuliah yang akan diberikan
kepada mahasiswa merupakan kesulitan tersendiri bagi para pengajar.
Perhatikan kata atau frase transisi yang digunakan (digarisbawahi) menatakan
hubungan kalimat. Tanpa menggunakan frase transisi ini tulisan di atas akan
terpotong-potong dan hubungan antar kalimat tidak jelas.

3. Kejelasan
Suatu paragraf/alinea dikatakan lengkap, apabila kalimat topik ditunjang oleh
sejumlah kalimat penjelas. Tentang kalimat-kalimat penjelas ini sudah dibicarakan di
bagian awal tulisan ini, yaitu pada unsur-unsur paragraf. Kalimat-kalimt penjelas
penunjang utama atau penunjang kedua harus benar-benar menjelaskan pikiran
utama. Cara mengembangkan pikiran utama menjadi paragraf serta hubungan antar
kalimat utama dengan kalimat penjelas (detil-detil penunjang) dapat dilihat dari
urutan rinciannya. Rincian itu dapat diurut secara urutan waktu (kronologis), urutan
logis, terdiri atas sebab-akibat, akibat-sebab, umum-khusus, khusus-umum, urutan
ruang (spasial), urutan proses, contoh-contoh dan dnegan detail fakta.

Pengait Paragraf/Alinea
Agar paragraf/alinea menjadi padu digunakan pengait paragraf, yaitu berupa:
a. Ungkapan penghubung transisi.
b. Kata ganti.
86
c. Kata kunci (pengulangan kata yang terpenting).
d. Pembagian Paragraf/Alinea menurut Jenisnya

Dalam sebuah karangan biasanya terdapat tiga macam paragraf jika dilihat dari segi
jenisnya.

Paragraf/Alinea Pembuka

Paragraf ini merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala
pembicaraan yang akan menyusul kemudian. Paragraf pembuka harus dapat menarik
minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menghubungkan pikiran pembaca
kepada masalah yang akan disajikan selanjutnya. Salah satu cara untuk menerik
perhatian ini ialah dengna mengutip pertanyaan yang memberikan rangsangan dari
para orang terkemuka atau orang yang terkenal.

Sebagai awal sebuah karangan, paragraf pembuka harus mampu menjalankan fungsi:

a. Menghantar pokok pembicaraan.


b. Menarik minat dan perhatian pembaca.
c. Menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui isi seluruh
karangan.

Paragraf/Alinea Pengembangan

Paragraf pengembangan ialah paragraf yang terletak antara paragraf pembuka


dan paragraf yang terakhir sekali di dalam bab atau anak bab. Paragraf ini
mengembangkan pokok pembicaraan yang dirancang. Paragraf pengembangna
mengemukakan inti persoalan yang akan dikemukakan. Satu paragraf dan paragraf
lain harus memperlihatkan hubungan dengan cara ekspositoris, dengan cara
deskriptif, dengan cara naratif, atau dengan cara argumentative yang akan
dibicarakan pada halaman-halaman selanjutnya.

Secara lebih rinci dapat dirumuskan bahwa fungsi paragraf pengembang di dalam
karangan adalah:

a. Mengemukakan inti persoalan.


b. Mempersiapkan dasar atau landasan bagi kesimpulan.
c. Meringkas alinea sebelumnya.

87
d. Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya.

Paragraf/Alinea Penutup

Paragraf penutup adalah paragraf yang terdapat pada akhir karangan atau pada
akhir suatu kesatuan yang lebih kecil di dalam karangan itu. Paragraf penutup
berupa simpulan semua pembicaraan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian
sebelumnya. Karena paragraf ini dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau
bagian karangan, penyajiannya harus memperhatikan hal berikut ini:

a. Sebagai bagian penutup, paragraf ini tidak boleh terlalu panjang.


b. Isi paragraf harus benar-benar merupakan penutup atau kesimpulan akhir
sebagai cerminan inti seluruh uraian.
c. Sebagai bagian paling akhir yang dibaca, hendaknya paragraf ini dapat
menimbulkan kesan yang mendalam bagi pembacanya.

F. Tanda Paragraf/Alinea
Sebuah paragraf dapat ditandai dengan memulai kalimat pertama agak menjorok ke
dalam, kira-kira lima ketukan mesin ketik atau kira-kira dua sentimeter. Agar para
pembaca mudah dapat melihat permulaan tiap paragraf sebab awal paragraf ditandai oleh
kalimat permulaannya yang tidak ditulis dengan sejajar dengan garis margin atau garis
pias kiri. Penulis dapat pula menambahkan tanda sebuah paragraf itu dengan
memberikan jarak agak renggang dari paragraf sebelumnya.

G. Rangka atau Struktur Paragraf


Sebelum membahas mengenai struktur paragraf, yang perlu kita ketahui adalah ciri-ciri
paragraf, yaitu:
a. Paragraf menggunakan pikiran utama yang dinyatakan dalam kalimat topik.
b. Setiap paragraf menggunakan satu kalimat topik, selebihnya merupakan kalimat
penjelas dalam menguraikan kalimat topik.
c. Paragraf mengunakan pikiran penjelas yang dinyatakan dalam kalimat penjelas
paragraf hanya berisi satu kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka seluruh kalimat yang membangun paragraf pada
umumnya dapat diklasifikasikan atas dua jenis, yaitu kalimat topik atau kalimat
pokok dan kalimat penjelas atau kalimat pendukung. Kalimat topik adalah kalimat

88
yang berisi ide pokok atau ide utama paragraf. Kalimat ini merupakan kalimat
terpenting yang harus ada dalam setiap paragraf. Jika kalimat topik tidak ada dalam
satu paragraf, berarti ide paragraf itu juga tidak ada. Adapun kalimat penjelas atau
pendukung sesuai dengan namanya berfungsi mendukung atau menjelaskan ide
utama yang terdapat di dalam kalimat topik.

Ciri kalimat topik dan kalimat penjelas adalah sebagai berikut:

a. Ciri kalimat topik


1) Mengandung permasalahn yang potensial untukdirinci dsn diuraikan lebih
lanjut.
2) Merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri.
3) Mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan kalimat
lain dalam satu paragraf.
4) Dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambung atau penghubung/transisi.

b. Ciri kalimat penjelas


1) Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri (dari segi arti).
2) Arti kalimat ini kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan dengan
kalimat lain dalam satu paragraf.
3) Pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung atau frasa
penghubung/transisi.
4) Isinya berupa rincian, keterangan, contoh dan data tambahan lain yang
bersifat memperjelas (mendukung) kalimat topik.

H. Posisi Kalimat Topik Paragraf atau Alinea


1. Pada Awal Paragraf ( Deduktif)
Kalimat pokok ditempatkan pada bagian awal paragraf sehingga paragraf bersifat
deduktif, yaitu cara penguraian yang menjadikan pokok permasalahan lebih dahulu,
lalu menyusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan paragraf
(urutan umum-khusus).

Media massa merupakan salah satu sarana penting untuk membina dan
mengembangkan bahasa Indonesia.

89
Melalui media massa setiap hari disebarkan informasi yang memakai bahasa sebagai
sarananya. Dalam penyebaran informasi itu sudah barang tentu media massa
senantiasa memperhatikan pemakaian bahasa Indonesia. Dalam hubungan tersebut,
media massa telah memberi sumbangan yang berharga bagi pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia.

Kalimat topik pada awal paragraf

kalimat penjelas

2. Akhir Paragraf ( Induktif)


Kalimat pokok yang ditempatkan pada akhir paragraf akan membentuk paragraf
induktif, yaitu cara penguraian yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu, barulah
diakhiri dengan pokok pembicaraan (urutan khusus-umum). Penyajian
paragraf dengan cara ini lebih sulit jika dibandingakan dengan paragraf deduktif,
tetapi paragrafnya akan terasa lebih argumentatif.

Rumah sakit dengan karyawan yang dapat bekerja secara efisien akan dapat
mengatasi persaingan yang ketat. Rumah sakit dewasa ini bukan lagi sebagai unit
pelayanan sosial semata, melainkan lebih merupakan unit pelayanan sosial-
ekonomik. Rumah sakit memerlukan manajer yang ahli menghitung pengelolaan
investasi yang ditanam, pengelolaan sumber daya manusia yang efisien, serta
mampu menghitung dengan tepat biaya pelayanan medis yang ditawarkan kepada
pasien. Kini makin dirasakan perlunya pemimpin rumah sakit yang mempunyai latar
belakang pendidikan Manajemen.

kalimat topik pada akhir paragraf

kalimat penjelas

3. Pada awal dan akhir paragraf/alinea


Kalimat pokok ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf/ alinea
sehingga terbentuk paragraf/alinea campuran. Kalimat pada akhir paragraf/alinea
akan lebih bersifat pengulangan atau penegasan kembali gagasan utama
paragraf/alinea yang terdapat pada awal paragraf/alinea.

90
Pemerintah menyadari bahwa rakyat Indonesia sangat memerlukan rumah murah,
sehat, dan kuat. Departemen PU sudah lama menyelidiki bahan rumah yang murah,
tetapi kuat. Agaknya bahan perlit yang diperoleh dari batu-batuan gunung berapi
sangat menarik perhatian para ahli. Bahan ini tahan api dan tahan air. Lagi pula
bahan perlit dapa dicetak menurut keinginan seseorang.Usaha ini menunjukkan
bahwa pemerintah berusaha membangun rumah murah, sehat, dan kuat untuk
memenuhi keperluan rakyat.

Kalimat topik

4. Pada seluruh paragraf/alinea


Seluruh kalimat yang membangun paragraf/alinea sama pentingnya sehingga
tidak satu pun kalimat khusus menjadi kalimat topik. Kondisi demikian bisa terjadi
akibat sulitnya menentukan kalimat topik karena kalimat yang satu dengan yang lain
sama-sama penting. Paragraf/alinea semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian
yang bersifat deskriptif dan naratif.
Contoh:

Pagi hari itu aku duduk di bangku yang panjang dalam taman di belakang rumah.
Matahari belum tinggi benar, baru sepenggallah. Sinar matahari pagi
menghangatkan badan. Di depanku bermekaran bung beraneka warna. Angin
pegunungan membelai wajah, membawa harum. Ku hirup hawa pagi yang segar
sepuas-puasku.

kalimat topik pada seluruh alinea

Pengembangan Paragraf/Alinea
Mengarang itu adalah usaha mengembangkan beberapa kalimat topik.
Dengan demikian, dalam karangan itu kita harus mengembangkan beberapa paragraf
demi paragraf. Oleh karena itu, kita harus hemat menempatkan kalimat topik. Satu
paragraf hanya mengandung sebuah kalimat topik.

I. Teknik Pengembangan Paragraf


Beberapa teknik pengembangan paragraf sebagai berikut:

91
1. Generalisasi adalah pengembangan paragraf dengan mengambil kesimpulan secara
umum berdasarkan sejumlah data. Jumlah data atau peristiwa yang dikemukakan
harus cukup dan dapat mewakili pengembangan paragraf tersebut.
Contoh: Setelah karangan anak - anak kelas tiga diperiksa, ternyata Ali, Totok, Alex,
dan Burhan mendapat nilai 8. Anak- anak yang lain mendapat nilai 7. Hanya Maman
yang mendapat nilai 6, dan tidak seorang pun mendapat nilai kurang. Boleh
dikatakan anak kelas 3 cukup pandai mengarang.

2. Analogi adalah pengembangan paragraf dengan memperbandingkan dua hal yang


banyak persamaannya, sehingga dapat menarik kesimpulan dari persamaan tersebut.
Dengan tujuan untuk menjelaskan hal yang kurang dikenal pada perbandingan itu.
Contoh: Sifat manusia ibarat padi yang terhampar di sawah yang luas. Ketika
manusia itu meraih kepandaian, kebesaran, dan kekayaan, sifatnya menjadi rendah
hati dan dermawan. Begitu pula dengan padi yang semakin berisi, ia akan semakin
merunduk. Apabila padi itu kosong, ia akan berdiri tegak. Demikian pula dengan
manusia apabila diberi kepandaian atau kelebihan, bersikaplah seperti padi yang
selalu merunduk.

3. Klasifikasi adalah pengenbangan dengan cara mengkelompokkan benda- benda yang


memiliki persaman ciri, sifat, bentuk, dan ukuran, agar terperinci dalam
pengelompokkan.
Contoh: Ketika ribuan peserta Olimpiade Beijing 2008, puluhan ribu warga London
berpesta untuk merayakan kemenangannya dalam Olimpiade tersebut. Tanpa kecuali
Inggris pun melakukan hal yang sama, karena pada tahun 2012 Olimpiade akan
dilaksanakan di Inggris, setiap negara bertarung untuk memperebutkan posisi terbaik
mereka dalam menorehkan prestasi. Dimana pada Olimpiade Beijing, Inggris
menorehkan prestasi terbaik dalam 100 tahun terakhir, merebut posisi empat dengqn
19 emas, 13 perak, dan 15 perunggu.

4. Perbandingan adalah memperjelas gagasan utama dengan memperbandingkan hal-


hal yang dibicarakan. Dalam hal ini penulus menunjukkan persamaan dan perbedaan
antara dua hal. Dengan memakai konjungsi tetapi, melainkan, apalagi.
Contoh: Walaupun jelas berbeda dalam bentuk dari segi dan sudut manapun sudah
jelas mangga dan kedondong itu berbeda, mangga memiliki banyak serat ketika
92
sudah matang, sedangkan kedondong memiliki serat yang sedikit dan memiliki biji
keras ketika sudah masak dan itu sangat berbeda sekali, tetapi walaupun demikian
mangga dan kedondong sangatlah baik untuk kita konsumsi, karena sama-sama
mengandung vitamin C.

5. Sebab akibat adalah pengembangan yang dimulai dengan mengemukakan fakta


khusus yang menjadi sebab, dan sampai pada simpulan yang menjadi akibat.
Penalaran ini digunakan untuk menerangkan suatu kejadian dan akibat yang
ditimbulkannya atau sebaliknya. Artinya, hubungan kejadian dan penyebabnyaharus
terungkap jelas dan informasinya sesuai dengan jalan fikiran manusia.
Contoh: Kemarau tahun ini cuku panjang. Sebelumnya pohon-pohon di hutan
sebagai penyerap air banyak yang ditebang. Ditambah lagi harga pupuk yang
semakin mahal dan kurangnya pengetahuan para petani dalam menggarap lahannya.
Oleh karena itu, tida mengherankan panen di daerah ini selalu gagal.

6. Akibat sebab adalah pengembangan yang dimulai dengan fakta husus yang menjadi
akibat, kemudian fakta itu dianalisis untuk diambil kesimpulan.
Contoh: Hasil panen para petani hampir setiap musim tidak memuaskan. Banyak
tanaman mati sebelum berbuah karena diserang hama. Banyak pula tanaman yang
tidak berhasil tumbuh dengan baik. Dan sistem pengairanpun tidak berjalan sesuai
dengan aturannya. Semua itu merupakan akibat dari kurangnya pengetahuan para
petani dalam pengolahan pertanian.

7. Metode definisi luas adalah usaha untuk menerapkan dan menerangkan konsep istilah
tertentu sehingga memerlukan uraian yang panjang. Untuk itu perlu memperhatikan
klasifikasi konsep dan tidak boleh mengulang kata atau istilah yang didefinisikan di
dalam teks definisi itu sendiri.
Contoh: Istilah organisasi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata kerja bahasa
Latin organizare yang berarti membentuk sebagian yang menjadi keseluruhan yang
saling bergantung dan terkoordinasi. Diantara para ahli menyebut paduan itu sistem,
ada juga yang menamakannya sarana.

93
8. Metode alamiah/proses adalah jika isi penguraiannya berupa suatu proses tindakan
atau perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu. Misalnya: proses kerja
suatu mesin, tentu sangat berbeda dengan proses peristiwa sejarah.
Contoh: Proses pembuatan tape adalah sebagai berikut: Mula – mula disiapkan
bahannya ketela yang sudah dikupas kulitnya. Kemudian, ketela itu dicuci bersih dan
ditiriskan. Setelah itu, tanak ketela yang sudah dipotong – potong, jika sudah matang,
angkat. Lalu didinginkan, setelah dingin campur dengan ragi tape, setelah itu tunggu
3 hari dalam proses fermentasi tersebut.

9. Metode gambar adalah dimaksudkan untuk menambah dan memperjelas pernyataan


tertulis. Gambar dicantumkan supaya pembaca mengetahui gambar yang harus
dilihatnya. Pengertian gambar disini meliputi tabel, grafik, diagram, model peta,
gambar tangan, gambar teknik, fotografi.

10. Pembagian Paragraf Menurut Teknik Pemaparannya

Paragraf menurut teknik pemapanrannya dapat dibagi dalam empat macam, yaitu
deskriptif, ekspositoris, argumentatif, dan naratif.

a. Deskriptif
Paragraf deskriptif disebut juga paragraf melukiskan. Paragraf ini melukiskan apa
yang terlihat di depan pembicaranya dapa berurutan dari atas ke bawah atau dari
kiri ke kanan. Dengan kata lain, deskriptif berurusan dengna hal-hal yang
tertangkap oleh pancaindera.

Contoh sebuah paragaf deskriptif


Pasar Taman Wisma adalah sebuah pasar yang sempurna. Semua barang ada
disana. Di toko yang paling depan berderet toko baju seragam dan sepatu. Di
dalam terdapat penjual ikan-ikan yang masih segar-segar dan berderet. Di
samping kanan pasar terdapat penjual sayur-sayuran, bumbu dapur dan peralatan
masak. Di samping kiri pasar terdapat penjual pakain dan obat-obatan. Pada
bagian belakang pasar kita dapat menemukan pedagang daging dan penjual es
cendol.

94
b. Ekspositoris
Paragraf ekspositoris disebut juga paragraf paparan. Paragraf ini menampilkan
suatu objek. Peninjuannya tertuju pada satu unsur saja. Penyampaiannya dapat
menggunakan perkembangan analisi kronologis atau keruangan.

Contoh paragraf ekspositoris


Pasar Taman Wisma Asri adalah pasar yang kompleks. disamping itu
terdapat dua puluh lima kios penjual kebutuhan sehari-hari. setiap hari rata-rata
terjual dua puluh meter untuk setiap kios. Dari data ini dapat diperkirakan berapa
besarnya uang yang masuk ke kas Bekasi dari pasar Taman Wisma Asri.

c. Argumentasi
Paragraf argumentasi sebenarnya dapat dimasukkan ke dalam ekspositoris.
Paragraf argumentasi disebut juga persuasi. Paragraf ini lebih bersifat membujuk
atau meyakinkan pembaca terhadap suatu hal atau objek. Biasanya, paragraf ini
menggunakan perkembangan analisis.

Contoh paragraf argumentasi


Industrialisasi di negara kita mendorong mendorong didirikannya berbagai
macam pabrik yang memproduksi beraneka barang. Pabrik-pabrik itu
memberikan lapangan kerja kepada ribuan tenaga kerja, baik yang berasal dari
masyarakat di sekitar pabrik maupun dari daerah-daaerah lain. Dengan demikian,
adanya berbagai macam pabrik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di
samping itu, beraneka barang yang diproduksi oleh pabrik-pabrik tersebut telah
meningkatkan ekspor non migas serta menghasilkan devisa bagi negara kita.

d. Naratif
Karangan narasi biasanya dihubung-hubungkan dengan cerita. Oleh sebab itu,
sebuah karangan narasi atau paragraf narasi hanya kia temukan dalam novel,
cerpen, atau hikayat.

95
Contoh paragraf naratif :
Siang itu ibu kelihatan benar-benar marah. Aku sama sekali dilarang keluar
rumah. Bahkan ibu mengatakan bahwa aku tidak akan mendapatkan uang jajan ke
sekolah. Itu semua di gara-gara aku menghilangkan barang kesayangan ibu.

Kesimpulan

a. Paragraf/alinea adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan yang mana cara
penulisannya harus dimulai dengan garis baru.
b. Secara umum paragraf/alinea diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas dari
kalimat.
c. Syarat-syarat paragraf/alinea yang baik harus memiliki dua ketentuan yaitu kesatuan,
kepaduan,dan kejelasan paragraf/alinea.
d. Pembagian paragraf/alinea menurut jenisnya yaitu paragraf/alinea pengembang,
paragraf/alinea pembuka, dan paragraf/alinea penutup.
e. Paragraf/alinea dapat ditandai dengan memulai kalimat pertama agak menjorok ke dalam
atau memberikan jarak agak renggang dari paragraf sebelumnya.
f. Rangka atau struktur sebuah paragraf/alinea terdiri atas sebuah kalimat topik dan
beberapa kalimat penjelas.
g. Ada empat macam cara untuk menempatkan kalimat topik atau kalimat pokok dalam
sebuah paragraf/alinea, yaitu pada awal paragraf/alinea, pada akhir paragraf/alinea, pada
awal dan akhir paragraf/alinea, dan pada seluruh paragraf/alinea.
h. Mengarang itu adalah usaha mengembangkan beberapa kalimat topik.
i. Pada umumnya ada enam metode yang dugunakan untuk pengembangan alinea, yaitu
generalisasi, analogi, klasifikasi, perbandingan, sebab akibat, akibat sebab, metode
definisi, metode alamiah, dan metode bergambar.
j. Paragraf menurut teknik pemapanrannya dapat dibagi dalam empat macam, yaitu
deskriptif, ekspositoris, argumentatif, dan naratif.

LATIHAN KE – 7

1. Apa itu paragraf atau alinea?


2. Apa saja fungsi paragraf atau alinea?

96
3. Apa saja syarat-syarat paragraf atau alinea?
4. Bagaimana pembagian paragraf atau alinea menurut jenisnya?
5. Apa tanda paragraf atau alinea?
6. Bagaimana rangka/struktur paragraf atau alinea?
7. Bagaimana posisi kalimat topik paragraf atau alinea?
8. Untuk apa pengembangan paragraf atau alinea itu?
9. Bagaimana teknik pengembangan paragraf atau alinea?
10. Bagaimana pengembangan paragraf menurut teknik pemaparannya?

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta : Akademika Pressindo.
2. Akhadiah, Sabarti, dkk. 1993. Materi Pokok Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Peningkatan Mutu Guru SD Setara D-II dan
Pendidikan Kependudukan.
3. Finoza, Lamuddin . 2000. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Non Jurusan
Bahasa. Jakarta: Mawar Gempita.
4. Juanda, Asep dan Kaka Rusdyanto . 2007. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia untuk
SMA kelas X, XI, XII. Bandung : CV. Pustaka Setia.
5. Wardani, I.G.A.K, dkk. 2008. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Universitas
Terbuka Departemen Pendidikan Nasional.

Internet :

1. http://arifust.web.id/2010/03/03/paragraf-induktif-dan-deduktif/.Diakses tanggal 04
Oktober 2010.
2. http://cairuddin.blogspot.com/2009/10/penulisan-dan-pengembangan-paragraf.html.
Diakses tanggal 05 Oktober 2010.
3. http://cribo5.livejournal.com/893.html. 05 Oktober 2010. Diakses tanggal 04 Oktober
2010.
4. http://dianapermatasari.wordpress.com/2009/10/19/tugas-bahasa-indonesia/. Diakses
tanggal 05 Oktober 2010.
5. http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/paragraf.html. Diakses tanggal 05 Oktober 2010.

97
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Paragraf .Diakses tanggal 05 Oktober 2010.
7. http://karangan-dhesy.blogspot.com/2008/04/pengertian-paragraf.html. Diakses tanggal
05 Oktober 2010.
8. http://organisasi.org/pengertian_paragraf_alinea_danbagian_dari_paragraf_bahasa_indon
esia. Diakses tanggal 05 Oktober 2010.
9. http://www.contohmakalah.co.cc/2009/07/jenis-jenis-paragraf.html. Diakses tanggal 05
Oktober 2010.
10. http://triezdamila.blogspot.co.id/p/paragraf-dalam-bahasa-indonesia.html

98
PERTEMUAN KE – 8

PENALARAN DALAM KARANGAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Memahami pengertian penalaran karangan.
2. Memahami unsur-unsur penalaran.
3. Memahami pengertian penalaran induktif.
4. Memahami pengertian penalaran deduktif.

B. LATAR BELAKANG

Menulis merupakan proses bernalar. Menulis suatu topik kita harus berfikir,
menghubungkannya dengan berbagai fakta, dan membandingkan.Selama hidup kita,
terutama dalam keadaan tidak tidur, kita selalu berfikir.Menulis merupakan kegiatan
mental. Pada waktu kita berfikir, dalam benak kita timbul serangkaian gambar sesuatu
yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi dengan
sendirinya, tanpa kesadaran, misalnya melamun. Kegiatan yang lebih tinggi dilakukan
secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk
sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berfikir yang terakhir inilah yang
disebut kegiatan bernalar. Dapat dicatat bahwa proses bernalar atau singkatnya penalaran
merupakan proses berfikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa
pengetahuan. Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah. Dari
prosesnya, penalaran itu dibedakan sebagai penalaran induktif dan deduktif.

Berdasarkan uraian diatas mengenai penalaran maka dapat kita katakan penalaran
merupakan proses berpikir manusia untuk menghubungkan data atau fakta yang ada
sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Sementara dalam karangan penalaran berarti
penggunaan pikiran untuk suatu kesimpulan yang tuangkan dalam bentuk tulisan.
Dengan penalaran yang tepat, hal-hal yang akan dituangkan dalam karangan menjadi
kuat. Penyajian materi karangan akan sesuai dengan jalan pikiran yang tepat. Oleh
karena itu, setiap pengungkapan harus dipertimbangkan terlebih dahulu agar hal-hal yang
tidak tepat tidak masuk dalam karangan.

99
C. Pengertian Penalaran Karangan
Menurut Widjono, (2007:209), mengungkapkan penalaran dalam beberapa definisi yaitu:
1. Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan
sampai dengan simpulan.
2. Menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan.
3. Proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau
pengertian baru.
4. Dalam karangan terdiri dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji,
membahas, atau menganalisis dengan menghubung-hubungkan variabel yang dikaji
sampai menghasilkan suatu derajat hubungan suatu simpulan.
5. Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa
pengetahuan atau pengertian baru.

Dari beberapa pengertian mengenai penalaran karangan diatas jadi dapat disimpulkan
Penalaran karangan ialah proses berpikir logis untuk mengkaji topik berupa fakta yang
terdapat dalam karangan sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan
atau pengertian baru. Kemudian hasil atau simpulan dalam suatu karangan itu
menghasilkan sebuah analisis induktif dan deduktif.

D. Unsur-unsur penalaran
Menurut Widjono,(2007:210), unsur penalaran penulisan ilmiah sebagai berikut :
1. Topik
Topik adalah ide sentral dalam bidang kajian tertentu yang spesifik dan berisi
sekurang-kurangnya dua variabel.
2. Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk proposisi adalah
kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau kesalahannya.
3. Proposisi
Proposisi mempunyai beberapa jenis, antara lain:
a. Proposisi empirik yaitu proposisi berdasarkan fakta.
contoh : Anak cerdas dapat memanfaatkan potensinya.
b. Proposisi mutlak
Proposisi mutlak adalah pembenaran yang tidak memerlukan pengujian untuk
melakukan benar atau salahnya.
Contohnya: Gadis yaitu wanita muda yang belum pernah menikah.
c. Proposisi hipotetik

100
Proposisi hipotetik adalah persyaratan hubungan subjek dan predikat yang harus
dipenuhi.
Contohnya: Jika dijemput, X akan ke rumah.
d. Proposisi kategoris
Proposisi kategoris adalah tidak adanya persyaratan hubungan subjek dan
predikat.
Contohnya: X akan menikahi Y.
e. Proposisi positif universal
Proposisi positif universal adalah pernyataan positif yang mempunyai kebenaran
mutlak.
Contonya: Semua hewan akan mati.
f. Proposisi positif persial
Proposisi positif persial adalah pernyataan bahwa sebagian unsur pernyataan
tersebut bersifat positif.
Contohnya: Sebagian orang ingin hidup kaya.
g. Proposisi negatif universal
Proposisi negatif universal adalah kebalikan dari proposisi positif universal.
Contohnya: Tidak ada gajah tidak berbelalai.
h. Proposisi negatif persial
Proposisi negatif persial adalah kebalikan dari proposisi positif persial.
Contohnya: Sebagian orang hidup menderita.
i. Proses berpikir ilmiah
Proses berfikir ilmiah adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti, dan
terarah menuju suatu kesimpulan.
4. Logika
Logika adalah metode pengujian ketepatan penalaran,penggunaan(alasan),
argumentasi (pembuktian), fenomena, dan justufikasi (pembenaran).
5. Sistematika
Sistematika adalah seperangkat proses atas bagian-bagian atau unsur-unsur proses
berpikir ke dalam suatu kesatuan.
6. Permasalahan
Permasalahan adalah pertanyaan yang harus dijawab (dibahas) dalam karangan.
7. Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik yang akan dianalisis.

101
8. Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi analisis
(pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengklasifikasi, mencari hubungan (korelasi), membandingkan, dan lain-lain.
9. Pembuktian (argumentasi) adalah proses pembenaran bahwa proposisi itu
terbukti kebenarannya atau kesalahannya.
10. Hasil adalah akibat yang ditimbulkan dari sebuah analisis induktif dan deduktif.
11. Kesimpulan (simpulan) adalah penafsiran atau hasil pembahasan, dapat
berupa implikasi atau inferensi.

E. Pengertian Penalaran Induktif


Menurut Minto Rahayu, (2007:41) proses bernalar pada dasarnya ada dua macam,
yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses
berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian,
dan diakhiri dengan kesimpulan umum. Kesimpulan ini dapat berupa prinsip atau sikap
yang berlaku umum atas fakta yang bersifat khusus. Ada tiga macam penalaran induktif,
diantaranya: Generalisasi, Analogi, dan Sebab-akibat.
1. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah data
yang bersifat khusus yang disusun secara logis dan diakhiri dengan kesimpulan yang
bersifat umum.
2. Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas data khusus dengan
membandingkan atau mengumpamakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara
jelas terhadap objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku
umum.
3. Sebab-akibat adalah proses penalaran berdasarka hubungan antardata yang mengikuti
pola sebab-akibat, akibat-sebab, sebab – akibat-akibat.

Contoh Penalaran Induktif:


Seorang polisi lalu lintas mengidenfikasi proses terjadinya kecelakaan lalu
lintas di perempatan Rawamangun Muka, persilangan Rawamangun Muka-Utan
Kayu dan Cililitan-Tanjung Priok, yang terjadi pada tanggal 11 April 2011 pukul
07.30 pagi tadi. Sebuah truk dari arah Cililitan menabrak bajaj sehingga terpental 100
meter, bagian depan truk penyok sedalam 15 cm, dan supir bajaj terpental keluar dari
kendaraannya. Seorang saksi mata menuturkan bahwa bajaj tersebut terpental
berguling-guling di udara. Dalam pengamatannya, melalui proses penghitungan
102
waktu, polisi menyatakan bahwa pada saat truk melintas dari arah Cililitan ke
Rawamangun Muka lampu hijau menyala dan dibenarkan oleh para saksi. Polisi juga
menyatakan bahwa dalam keadaan lampu menyala merah sebuah bajaj berkecepatan
tinggi dari arah Tanjung Priok menerobos sehingga tertabrak oleh truk yang sedang
berbelok dari arah selatan ke arah Rawamangun Muka.

Hasil pengamatan: supir bajaj terbukti bersalah.

Kesimpulan:

1. Supir Bajaj menanggung biaya kerusakannya sendiri.


2. Supir Bajaj mengganti biaya perbaikan truk yang menabraknya.
3. Supir Bajaj membayar denda atas pelanggarannya.

Proses bernalar diawali dari topik sampai dengan simpulan:


a. Topik
1. (mendesain kerangka dasar penalaran) menjadikannya sebuah kerangka
karangan.
2. (mendesain metode) pengumpulan data, deskripsi data, dan analisis.
3. (menetapkan) hasil
b. Analisis
Kesimpulan (menafsirkan hasil analisis).

Pengertian Penalaran Deduktif


Penalaran deduktif adalah suatu proses berpikir logis yang diawali dengan penyajian
fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus, dan diakhiri simpulan khusus
yang berupa prinsip, sikap, atau fakta yang berlaku khusus. Karangan deduktif
mempunyai bermacam-macam jenis berdasarkan tehnik pengembangannya maupun
uraian isinya. Dalam paragraf sederhana jenis-jenis tersebut dapat dilihat pada contoh
berikut.

Contoh:
LKMSM (Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Siswa Muslim) pada bulan
Ramadhan sangat meriah. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh siswa-siswi kota Depok
yang diadakan di sekolah SMAN 1 Depok yang dibimbing oleh Mahasiswa UI

103
Depok. Semua siswa-siswi yang mengikuti kegiatan tersebut sangat semangat apalagi
para panitia dan pembimbing sudah menyiapkan hadiah dan sertifikat untuk siswa
yang berprestasi saat mengikuti acara.

Paragraf di atas berupa karangan deduktif.


Proses penalaran diawali dengan :
1. Pernyataan yang bersifat umum : Kegiatan LKMSM (Latihan Kepemimpinan
Manajemen.
2. Siswa Muslim) pada bulan Ramadhan sangat meriah.
3. Pembahasan kuantitas peserta.
4. Spesifikasi keadaan kegiatan.
5. Pemberian hadiah dan sertifikat untuk siswa yang berprestasi saat mengikuti
acara.

Bahasan topik karangan berdasarkan penelitian tersebut relatif rumit dan sulit.
Namun, sebuah karangan dapat ditulis dalam bentuk yang sederhana dan mudah.
Pengembangan topik dapat dilakukan berdasarkan urutan peristiwa, waktu, ruang,
penalaran sederhana, sebab-akibat, deduksi sederhana, induksi sederhana, dan
sebagainya.
Karangan disusun berdasarkan satu kesatuan konsep, dikembangan dalam urutan
logis, sistematik, jelas, dan akurat. Urutan dapat disususn berdasarkan urutan
peristiwa, waktu, ruang, penalaran (induksi, deduksi, sebab-akibat), proses,
kepentingan, dan sebagainya.
a. Urutan Peristiwa (Kronologis)
Karangan dengan urutan peristiwa secara kronologis ialah menyajikan bahasan
berdasarkan urutan kejadian. Peristiwa ini terjadi kemudian diuraikan lebih dulu,
peristiwa yang terjadi kemudian diuraikan. Urutan dapat disajikan dengan pola
sebagai berikut:
Cara pertama: urutan kronologis secara alami.
1) Peristiwa 1,
2) Peristiwa 2,
3) Peristiwa 3, dan seterusnya

Cara kedua: urutan peristiwa dengan sorot barik flashback.

104
1) Peristiwa terakhir,
2) Peristiwa pertama s.d ketiga dalam bentuk sorot balik atau flashback,
3) Kembali ke peristiwa terakhir dan melanjutkan cerira.

b. Urutan Ruang
Urutan ruang dipergunakan untuk menyatakan hubungan tempat atau ruang.
Untuk menyatakan urutan ruang itu, kita dapat menggunakan ungkapan-
ungkapan:di sana, di sini, di situ, di, pada, di bawah, di atas, di tengah, di utara, di
selatan, di depan, dimuka, dibelakang, dikiri, di kanan, di luar, di dalam,
berhadapan, bertolak belakang dengan, berseberangan, melalui, belok kanan,
belok kiri, ke depan, ke atas, ke samping, di sisi, di seberang, di hadapan, di
persimpangan.

c. Urutan Alur Penalaran


Berdasarkan alur penalarannya, suatu paragraf dapat dikembangkan dalam
urutan umum-khusus dan khusus-umum. Urutan ini menghasilkan paragraf
deduktif dan induktif. Dalam karangan yang panjang terdiri beberapa bab akan
menghasilkan bab simpulan.

d. Urutan umum-khusus banyak dipergunakan dalam karya ilmiah.


Tulisan yang paragraf-paragrafnya dikembangkan dalam urutan ini secara
menyeluruh lebih mudah dipahami isinya.

e. Urutan Kepentingan
Suatu karangan dapat dikembangkan dengan urutan berdasarkan kepentingan
gagasan yang dikemukakan. Dalam hal ini arah pembicaraan ialah dari yang
paling penting sampai yang paling tidak penting atau sebaliknya.

Salah Nalar
Salah nalar yaitu gagasan, perkiraan, kepercayaan, atau kesimpulan yang keliru atau
sesat. Ada 10 macam salah nalar yang sering terdapat didalam sebuah karangan.
a. Diduksi yang salah.
b. Generalisasi yang terlalu luas.
c. Pemikiran ‘atau ini, atau itu’.
105
d. Salah nilai atas penyebab.
e. Analogi yang salah.
f. Penyimpangan masalah.
g. Pembenaran pokok masalah lewat pokok sampingan.
h. Argumentasi Ad-Huminem.
i. Imbauan pada keahlian yang disangsikan.
j. Non seguitur.

F. Isi Karangan
Isi karangan dapat berupa sajian fakta (benda, kejadian, gejala, sifat atau ciri
sesuatu, dan sebagainya), pendapat/sikap dan tanggapan, imajinasi, ramalan, dan
sebagainya. Karya ilmiah berisi ilmu pengetahuan dan teknologi, membahas
permasalahan, pembahasan, dan pembuktian.
Dalam bagian ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan fakta,
generalisasi, spekifikasi, klasifikasi, perbandingan dan pertentangan, sebab-akibat,
analogi, dan perkiraan (ramalan).
1. Generalisasi dan Spesifikasi.
Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku untuk semua atau sebagian besar
gejala yang diamati. Di dalam pengambangan karangan, generalisasi perlu ditunjang
pembuktian dengan fakta, contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang
merupakan spesifikasi atau ciri khusus. Generalisasi yang mengemukakan fakta
disebut generalisasi faktual atau opini. Generalisasi faktual lebih mudah diyakini oleh
pembaca daripada generalisasi yang berupa pendapat atau penilaian (value
judgement). Fakta mudah dibuktikan atau diuji.
2. Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokan fakta berdasarkan atas ciri atau kriteria
tertentu. Klasifikasi ada dua jenis, yaitu klasifikasi sederhana yang mengelompokkan
objek menjadi dua kelompok.
Misalnya:
a. Manusia terdiri dari dua jenis yaitu pria dan wanita, dan klasifikasi kompleks
yang mengelompokkan objek menjadi tiga kelompok atau lebih.
b. Usia manusia dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu anak
balita, anak usia sekolah SD, SMP, dan SMU, orang dewasa, dan manula.

106
Dalam pengembangan karangan, klasifikasi merupakan karangan sejenis
generalisasi. Fakta mengemukakan dua macam generalisasi yaitu generalisasi biasa
dan generalisasi klasifikasi.

3. Perbandingan dan Pertentangan


Perbandingan ialah membahas kesamaan dan kemiripan. Sedangkan
pertentangan ialah membahas perbedaan dan ketidaksamaan. Kalimat-kalimat
berikut merupakan dikator perbandingan dan pertentangan.
Contoh :
a. Dahulu di gunung kidul air sangat langka, sekarang mudah didapat.
b. Anak muda sekarang lebih bebas bergaul daaripada anak muda dahulu.
c. India adalah negara benua sedangkan Indonesia adalah negara maritim.
d. Perbedaan sistem liberal dan demokrasi Pancasila.

4. Sebab dan Akibat


Suatu peristiwa dapat menyebabkan serangkaian akibat sehingga timbullah
serangkaian sebab-akibat.
Berikut merupakan proses mengarang dengan penalaran sebab-akibat:
a. Menentukan topik,
b. Menentukan pola,
c. Menentukan sebab,
d. Mulai menulis dengan kalimat topik yang menjadi sebab,
e. Menjelaskan sebab-sebab tersebut, mengapa sebab-sebab itu terjadi,
f. Menyebutkan/menjelaskan akibat yang ditimbulkan.

5. Analogi
Analogi adalah bentuk suatu kias persamaan atau perbandingan dua atau lebih
objek yang berlainan. Secara garis besar analogi dapat dibedakan atas:
a. Analogi sederhana.
b. Analogi yang berupa kiasan.

Analogi berdasarkan pengungkapan Isi:


1) Analogi deklaratif

107
a) Menjelaskan suatu objek yang belum dikenal berdasarkan persamaannya
dengan objek yang sudah dikenal.
b) Tidak menghasilkan simpulan.
c) Tidak memberikan pengetahuan baru.
d) Kata-kata yang digunakan dalam analogi deklaratif adalah bagaikan, laksana,
seperti, bagai.
e) se.... (kale keadaan, misalnya “seindah”).

Contoh:
Ia berdiri di depan kelas dengan wajah merah padam. Matanya melotot bagaikan
Batara Kala yang sedang marah. Lalu, sambil meletakkan pistol dari tangan
kirinya di meja, seperti militer siap tembak musuh. Ia memukul meja di
hadapannya, sambil berteriak tak terkendali. Suaranya menggelegar,
mengejutkan seperti guntur di musim panas. Semua orang yang hadir terdiam
dan mengerut seperti bekicot disiram garam.
2) Analogi induktif
a) Menjelaskan suatu objek yang dapat memberikan pengetahuan baru.
b) Menghasilkan suatu kesimpulan induktif yang khusus (bukan generalisasi).
c) Kesimpulan dapat dijadikan dasar pengetahuan bagi objek yang
lain, berdasarkan persamaan ciri.
d) Kata-kata yang sering digunakan: maka, dengan demikian, dengan begitu.

Contoh:
Pada pertengahan Juli 1981, Saya pergi ke kampus London University untuk
mengikuti kuliah pagi. Masih ada waktu 30 menit untuk mengikuti kuliah
tersebut maka saya dapat berjalan santai sambil menikmati musim panas yang
masih terasa sejuk. Di depan kampus, tiba-tiba saya mendengar teriakan, “ Halo
Indonesia “. Saya menengok ke arah suara, sambil bertanya, “ How do you
know ? “ . Meraka bertiga menjawab dalam bahasa Indonesia, “ Mudah saja,
walaupun anda tampak seperti orang philipin, jalan anda persis orang Indonesia.
Santai ! “. Dengan pengalaman itu, saya perlu mengubah jalan saya. Walaupun
tidak secepat orang Inggris atau orang Eropa pada umumnya. Mereka benar.
Orang berjalan santai berisiko dicopet, dipalak, atau sejenisnya. Tegasnya, Saya
harus berjalan cepat seperti kebiasaan orang Eropa.
108
6. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling
berhubungan. Misalnya: tembok ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan
kita sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan.

7. Ramalan / Perkiraan
Ramalan adalah semacam inferensi yang berisi pernyataan tentang sesuatu
yang terjadi pada waktu yang akan datang. Ramalan dibedakan menjadi atas ramalan
tidak ilmiah dan ramalan ilmiah. Ramalan tidak ilmiah adalah ramalan yang
diperoleh melalui prosedur yang tidak ilmiah. Misalnya, sesuatu yang bersifat gaib.
Ramalan ilmiah disusun berdasarkan hasil penalaran ilmiah, perhitungan atas fakta,
pengalaman empirik, pengujian, atau analisis ilmiah.

Kata-kata yang lazim digunakan dalam perkiraan:


a. memperkirakan/diperkirakan,
b. ditaksir,
c. sangat mungkin,
d. boleh jadi,
e. anggapan,
f. dapat diproyeksikan,
g. mungkin,
h. diduga akan.

G. Cara menyimpulkan karangan


Cara menyimpulkan karangan sangat lah mudah, untuk mengambil sebuah
kesimpulan harus menggunkan pola penalaran infuktif dan deduktif, barulah mencari
sebab akibat, sebab sebab, akibat akibat. Lalu, untuk mentimpulkan suatu karangan
diperlukan pemikiran yang logis agar dapat menarik kesimpulan secara tepat.
Data yang dianalisis dan dievakuasi menghasilkan fakta. Fakta hasil analisis dapat
diinterpretasikan menjadi suatu simpulan yang dapat barupa: perkiraan, implikasi,
inferensi, atau tindakan.
1. Implikasi adalah simpulan yang bersifat melibatkan data. Misalnya: Sore hari ini
tidak hujan. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan fakta yang masih terlihat pada
saat simpulan dibuat.
109
2. Inferensi diambil berdasarkan analisis yang bersumber pada referensi atau rujukan.
Misalnya: Majapahit adalah kerajaan di Jawa timur yang mengalami kejayaan pada
masa kekuasaan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Simpulan tersebut didasarkan
pada tanda-tanda atau sisa-sisa yang masih diamati sebagai argumentasi.
3. Tindakan adalah simpulan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari suatu kajian.
Misalnya: Setelah dilakukan studi yang mendalam, sebuah perusahaan hampir
bangkrut karena mesin teknologi yang digunakan sudah usang. Alternatif solusi,
menjual perusahaan dengan harga murah atau meminjam uang di bank untuk
peremajaan mesin produksi.

Kesimpulan

1. Penalaran karangan ialah proses berpikir logis untuk mengkaji hubungan-hubungan fakta
yang terdapat dalam karangan sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa
pengetahuan atau pengertian baru. Kemudian hasil atau simpulan dalam suatu karangan
itu menghasilkan sebuah analisis induktif dan deduktif.
2. Induktif dan deduktif pada dasarnya merupakan proses bernalar yang nantinya akan
menghasilkan suatu simpulan.
3. Dalam karangan terdapat isi karangan. Isi karangan tersebuta meliputi generalisasi,
klasifikasi, perbandingan dan pertentangan, sebab dan akibat, analogi, ramalan dan
perkiraan, dan simpulan.

LATIHAN KE - 8
1. Apa yang dimaksud dengan Penalaran Karangan ?
2. Apa saja unsur-unsur Penalaran ?
3. Apa yang dimaksud Penalaran Induktif ?
4. Apa yang dimaksud Penalaran Deduktif ?

110
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal dan Tasai, Amran., 2006, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi,Jakarta : Akapres.

Hs, Widjono, 2007, Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di


Perguruan Tinggi,Jakarta: Grasindo.

Rahayu, Minto, 2007, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, Jakarta: Grasindo.

https://mrdtila.blogspot.co.id/2016/12/penalaran-karangan-oleh-nama-mardatila.html

111
PERTEMUAN KE – 9

TOPIK KARYA ILMIAH

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Memahami pengertian karya ilmiah;
2. Memahami pemilihan topik;
3. Memahami pembatasan topik;
4. Memahami penentuan judul;
5. Memahami perumusan tema;
6. Memahami cara pengumpulan bahan;
7. Memahami cara penyusunan kerangka karya ilmiah.
8. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa untuk menulis artikel dengan penggunaaan
ejaan yang baik dan benar.
9. Sebagai ringkasan singkat bagi mahasiswa untuk memberikan pelajaran singkat pada
orang lain mengenai cara penggunaan ejaan yang baik dan benar.

B. Latar Belakang

Seluruh aktivitas menulis, baik menulis puisi, novel, cerpen, ataupun karya ilmiah
merupakan suatu proses kreatif. Selama mengerjakan tulisannya, penulis menggali ide-
ide yang terdapat dalam pikirannya serta memperkaya ide-ide tersebut dengan mengolah
ide dan fakta-fakta yang relevan yang diperoleh dari berbagai referensi. Ide-ide tersebut
kemudian dipilah-pilah, dikombinasikan, diorganisasikan, dan kemudian diungkapkan
secara tertulis dengan menerapkan sistematika dan metode atau teknik penulisan tertentu
agar tulisan tersebut dapat dipahami secara jelas serta mampu memenuhi tujuannya.

Dengan mengkombinasikan kedua kemampuan ini, barulah seseorang dapat


menghasilkan sebuah tulisan ilmiah. Dengan kata lain, hanya orang-orang kreatiflah
yang akan dapat menjadi penulis yang baik. Menulis merupakan aktivitas yang tahapan
prosesnya berbeda-beda di antara seorang penulis dengan penulis lain. Meskipun
demikian, terdapat beberapa tahapan logis yang perlu ditempuh untuk menghasilkan
tulisan yang bagus. Di dalam praktik penulisan, tahapan-tahapan itu tidak ditempuh

112
secara linier, melainkan melompat-lompat dengan gerakan maju dan mundur dari satu
tahapan ke tahapan lain.

Penulisan karya ilmiah sangat perlu untuk diketahui. Karya ilmiah merupakan
suatu karya tulis yang disusun oleh seseorang atau kelompok orang yang membahas
suatu pokok bahasan yang merupakan hasil penelitian di bidang pendidikan dan
kebudayaan. Oleh karena itu, di dalam makalah ini sangat jelas pembahasan tata cara
penulisan karya ilmiah yang baik dan benar dan jenis-jenis karya ilmiah dari hasil
penelitian.

C. Pengertian Karya Ilmiah


Kata karya dapat diartikan dengan hasil perbuatan atau ciptaan. Kata ilmiah dapat
diartikan dengan bersifat ilmu atau memenuhi syarat ilmu pengetahuan. Jadi dapat
dikatakan bahwa karya ilmiah adalah karangan yang bersifat ilmu atau memenuhi syarat
ilmu pengetahuan. Menurut Danial (2001:4) bahwa karya ilmiah adalah berbagai macam
tulisan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan tata cara
ilmiah. Tata cara ilmiah adalah suatu sistem penulisan yang didasarkan pada sistem,
masalah, tujuan, teori dan data untuk memberikan alternatif pemecahan masalah tertentu.
Sedangkan Djuroto dan Bambang (2003:12-13) bahwa karya tulis ilmiah adalah suatu
tulisan yang membahas suatu masalah. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan
penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian, baik
penelitian lapangan, tes laboratorium ataupun kajian pustaka. Maka dalam memaparkan
dan menganalisis datanya harus berdasarkan pemikiran ilmiah. Pemikiran ilmiah adalah
pemikiran yang logis dan empiris. Logis artinya masuk akal, sedangkan empiris adalah
dibahas secara mendalam, berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan (dapat
dibuktikan).
Di dalam proses pemikiran ilmiah seseorang selalu memulai dengan apa yang
disebut pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah, merupakan gabungan dari dua
pendekatan, yaitu pendekatan induktif dan pendekatan deduktif. Pemahaman terhadap
pendekatan induktif dan deduktif ini perlu dilakukan secara bersama, karena hasil yang
dicapai dari kedua pendekatan itu berbeda. Pendekatan induktif adalah pengalaman atau
pengamatan seseorang pada tingkat empiris, menghasilkan konsep, memodifikasi model
hipotesis menjadi teori, dan bermuara di tingkat abstrak. Pendekatan deduktif merupakan

113
titik tolak penalaran serta perenungan di tingkat abstrak, yang menghasilkan pengukuran
konsep serta pengujian hipotesis.
Karya tulis ilmiah merupakan serangkaian kegiatan penulisan berdasarkan hasil
penelitian, yang sistematis berdasar pada metode ilmiah, untuk mendapatkan jawaban
secara ilmiah terhadap permasalahan yang muncul sebelumnya. Banyak cara untuk
menemukan jawaban dari penelitian tersebut. Untuk memperjelas jawaban ilmiah
terhadap permasalahan atau pertanyaan yang ada dalam penelitian, penulisan karya
ilmiah harus menggali khazanah pustaka, guna melengkapi teori-teori atau konsep-
konsep yang relevan dengan permasalahan yang ingin dijawabnya. Untuk itu penulisan
karya ilmiah harus rajin dan teliti dalam hal membaca dan mencatat konsep-konsep serta
teori-teori yang mendukung karya tulis ilmiahnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa karya ilmiah adalah karangan yang pembicaraannya bersifat objektif, berdasarkan
data dan penyimpulan-penemuan di dalamnya berpola induktif dan deduktif serta
pembahasan datanya berdasarkan rasio.
Ditinjau dari hasil atau isi karangan ilmiah ada beberapa jenis karangan ilmiah yaitu:
1. Makalah;
2. Skripsi;
3. Tesis;
4. Disertasi;
5. kerjas kerja.

D. Pemilihan Topik
Topik adalah pokok pembicaraan dalam keseluruhan tulisan yang digarap. Topik
harus ditentukan sebelum mulai menulis sebab aktivitas menulis tidak mungkin
dilakukan tanpa topik. Oleh karena itu, kegiatan pertama yang harus dilakukan pada
tahap prapenulisan ialah memilih topik.

Di dalam memilih topik karya ilmiah harus dipertimbangkan hal-hal berikut:


1. Topik harus bermanfaat dan layak dibahas. Bermanfaat berarti bahwa pembahasan
topik itu akan memberi sumbangan bagi pengembangan ilmu dan profesi. Lalu layak
dibahas berarti bahwa topik itu memang memerlukan pembahasan dan sesuai dengan
bidang yang ditekuni, misalnya: pelestarian sumber daya perairan, angkutan laut,
pemakaian pupuk buatan, dan sebagainya. Akan tetapi topik jumlah propinsi di

114
Indonesia dan topik lainnya yang mempunyai sifat yang serupa dinilai tidak layak
dibahas.
2. Topik cukup menarik, terutama bagi penulis. Topik yang demikian dapat memotivasi
penulis berusaha secara kontinu mencari data yang berguna dalam membahas
masalah yang dihadapi dan motivasi penulis menyelesaikan karya ilmiahnya secara
baik. Bagi pembaca, topik yang demikian mengandung minat untuk menmbacanya.
3. Topik dikenal baik. Ini berarti topik yang dipilih, harus topik yang dikuasai atau
diketahui penulis sendiri. Sekurang-kurangnya prinsip-prinsip ilmiahnya dikuasai
penulis serba sedikit.
4. Bahan yang diperlukan untuk pembicaraan topik itu, dapat diperoleh dan cukup
memadai. Artinya sumber-sumber bahan yang relevan dan memadai dapat diperoleh,
baik dari perpustakaan pribadi penulis maupun dari perpustakaan yang ada di daerah
atau di kota penulis.
5. Tidak terlalu luas dan tidak sempit. Topik yang terlalu luas seperti pendidikan,
budaya, tidak memberi kesempatan kepada penulis untuk membahasnya secara
mendalam. Apabila jika panjang karya ilmiah dibatasi (misalnya, oleh panitia
seminar). Sebaliknya, bila topik terlalu sempit, maka sifatnya terlalu khusus, tidak
dapat digeneralisasi, sehingga tidak banyak gunanya bagi pengembangan ilmu.

E. Pembatasan Topik
Topik terlalu umum atau luas, yang tidak sesuai dengan kemampuan penulis untuk
membicarakannya, dapat dibatasi ruang lingkupnya. Hal ini dilakukan agar penulis
hanyut dalam suatu persoalan yang tidak habis-habisnya dan dapat menulis dengan suatu
tujuan khusus. Topik yang cukup terbatas untuk dibahas, misalnya penanganan dan
pencegahan klaim PT Djakarta Lloyd Cabang Medan-Belawan, pembudidayaan kerang
mutiara di Maluku Selatan dan sebagainya.

F. Penentuan Judul
Judul adalah nama karya ilmiah. Judul tidak sama dengan topik. Topik adalah pokok
yang akan dideskripsikan atau masalah yang hendak dikemukakan dalam karya ilmiah.
Pernyataan topik mungkin saja mungkin sama dengan judul tetapi mungkin juga tidak.
Di dalam karya ilmiah, judul harus tepat menunjukkannya topiknya. Penentuan judul
harus dipikirkan secara serius dengan mengingat beberapa syarat berikut:
1. harus bebentuk frasa;

115
2. tanpa ada singkatan atau akronim;
3. awal kata harus huruf kapital kecuali preposisi dan konjungsi;
4. tanpa tanda baca di akhir judul karangan;
5. menarik perhatian;
6. logis; dan
7. sesuai dengan isi.

G. Perumusan Tema
Meskipun topik yang terbatas telah diperoleh, penulis belum bisa mulai menulis.
Penulis harus menetapkan maksud dan tujuannya menggarap topik. Tujuannya ialah
untuk mengarahkan perkembangan tulisan. Setelah itu, penulis membuat rumusan
mengenai masalah dan tujuan yang dicapai dengan topik. Rumusan itu dinamakan tema.
Untuk memenuhi keperluan penyusunan sebuah kerangka tulisan ilmiah, rumusan
tema harus berbentuk kalimat. Rumusan singkat yang mengandung tema dasar sebuah
karya ilmiah disebut tesis. Ini berarti bahwa ada satu gagasan sentral yang menonjol. Bila
tulisan tidak menonjolkan suatu gagasan utama, maka yang disampaikan, dapat
dinyatakan dalam bentuk penjelasan singkat. Rumusan singkat yang tidak menekankan
tema dasar disebut pengungkapan maksud.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat rumusan tema, yaitu:
1. Usahakan merumuskan tema atau tujuan dalam satu kalimat yang sederhana;
2. Ajukan pertanyaan dengan menggunakan salah satu kata tanya terhadap rumusan
yang kita buat;
3. Jika kita dapat menjawab dengan pasti pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan,
berarti rumusan tujuan yang kita buat sudah cukup jelas dan tepat.

H. Pengumpulan Bahan
Bahan penulisan adalah semua informasi atau data yang relevan digunakan untuk
mencapai tujuan penulisan. Data itu mungkin merupakan teori, contoh-contoh, rincian
atau detail, perbandingan, fakta, hubungan sebab-akibat, pengujian dan pembuktian,
angka-angka, kutipan, gagasan, dan sebagainya yang dapat membantu penulis dalam
mengembangkan tema. Sumber utama bahan penulisan adalah pengalaman dan inferensi
dari pengalaman.

116
Pengalaman sumber adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh melalui
pancaindera. Inferensi adalah kesimpulan atau nila-nilai yang tertarik dari pengalaman,
dan inferensi ini kemudian menjadi bagian pengalaman dan mungkin dijadikan sebagai
sumber inferensi baru.
Bahan penulisan yang diperoleh dari pengalaman, mungkin didapat melalui dua sumber,
yaitu observasi langsung atau melalui bacaan.

Pengumpulan bahan juga dapat dilakukan dengan cara:


1. Memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber data, informasi, dan bahan untuk
tulisan,
2. Melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi tulisan.

I. Penyusunan Kerangka Makalah


Kerangka makalah dapat juga disebut rancangan bangun makalah. Menyusun
kerangka berarti memecahkan tema ke dalam gagasan-gagasan. Kerangka itu dapat
berbentuk kerangka topik dan dapat pula berbentuk kerangka kalimat. Butir-butir
kerangka topik terdiri dari topik-topik yang berbentuk kata atau frase. Pada tahap
penulisan kerangka kalimat lebih mengarahkan penulisan jika dibandingkan dengan
kerangka topik.
Untuk menghasilkan sebuah makalah yang uraiannya logis dan sistematis,
kerangkanya harus logis, sistematis, dan konsisten. Contohnya:

Contoh penulisan Kerangka karangan:


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian

117
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori
B. Kerangka Konseptual
C. Hipotesis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN DAN KAJIAN


A. ........
B. ........
C. ........
D. ........

BAB IV ANALISIS DATA

A. .........
B. .........
C. .........

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. .........
B. .........

DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN:

Karya ilmiah harus mengandung kebenaran ilmiah, yakni kebenaran yang tidak hanya
didasarkan atas rasio, tetapi juga dapat dibuktikan secara empiris. Proses berpikir ilmiah
terdiri atas pengajuan masalah, perumusan hipotesis dan verifikasi data. Sedangkan hasilnya
(hasil berpikir ilmiah) disajikan dan ditulis secara sistematis menurut aturan metode ilmiah.
Karya ilmiah biasanya ditampilkan dalam bentuk makalah ilmiah, skripsi, tesis, disertasi dan
hasil penelitian. Penelitian ilmiah lebih ditujukan untuk pengembangan ilmu dan menguji

118
kebenaran ilmu. Sedangkan makalah ilmiah dapat juga dibuat para mahasiswa di perguruan
tinggi dalam rangka penyelesaian studinya. Proses berpikir ilmiah dapat dilakukan melalui
pola berpikir deduktif dan berpikir induktif.

LATIHAN KE – 9

1. Apa pengertian karya ilmiah?


2. Bagaimana cara memilihan topik karya ilmiah?
3. Bagaimana membatasi topik karya ilmiah?
4. Bagaimana menentukan judul karya ilmiah?
5. Bagaimana merumuskan tema karya ilmiah?
6. Bagaimana cara mengumpulkan bahan karya ilmiah?
7. Bagaimana cara menyusun kerangka karya Ilmiah?

DAFTAR PUSTAKA

Barus, Sanggup, dkk. Bahasa Indonesia Pengembang Kepribadian. Medan: UNIMED

Danial AR, Endang. 2001. Penulisan Karya Ilmiah: Salah Satu Pandunan untuk Mahasiswa
dan Guru PPKN dalam Mengembangkan Profesi melalui Karya
Tulis Ilmiah. Bandung: Ath-thoyyibiyah.

Djuroto, Totok dan Bambang Suprijadi. 2003. Menulis Artikel & Karya Ilmiah. Bandung:
Remaja Rosda Karya.

Khairina, dkk. 2007. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Medan: IAIN Sumatera
Utara.

Widyamartaya, AL. 2000. Dasar-Dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT. Gramedia.

https://unserebloggie.wordpress.com/2013/05/03/kelompok-8-penulisan-karya-ilmiah-i/

119
PERTEMUAN KE – 10

KONVENSI NASKAH ILMIAH

(CARA MENYUSUN KONVENSI NASKAH DAN PENYUNTINGAN / BEDAH KTI)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Untuk mengetahui cara-cara penulisan dalam bahasa Indonesia dan menghasilkan
penampilan tulisan yang indah sesuai dengan aturan yang ada dengan aturan yang
benar, demi menarik minat para pembaca.
2. Agar dapat mengetahui pengertian dari konvensi naskah ilmiah.
3. Memberikan kemudahan kepada mahasiswa dalam membuat suatu karya tulis.
4. Dalam mendalami tentang dunia jurnalistik terutama penyuntingan, sangat dituntut
pemahaman tentang penggunaan kaidah bahasa Indonesia.
5. Karena hal ini akan menunjang profesionalisme seorang penyunting.
6. Pemahaman tentang teori atau ilmu tentang penyuntingan akan sangat bermanfaat.

B. LATAR BELAKANG
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional Bangsa Indonesia. Sebagai bahasa
nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pemersatu berbagai bahasa daerah
di Indonesia. Contoh kasus, jika orang jawa yang memakai bahasa Jawa dalam
berkomunikasi, dan orang Irian yang berkomunikasi dengan bahasa daerahnya. Suatu
ketika mereka harus berkomunikasi satu sama lain. Jika mereka menggunakan bahasa
daerahnya masing-masing dalam berkomunikasi, tentunya komunikasi akan sulit
dilakukan, karena kemungkinan keduanya tidak dapat saling mengerti. Dalam kasus
seperti ini, Bahasa Indonesia sangat diperlukan dalam berkomunikasi.
Bahasa tidak hanya digunakan dalam komunikasi secara lisan, tetapi juga dalam
komunikasi secara tertulis. Begitu halnya dengan Bahasa Indonesia. Dalam
penggunaanya, Bahasa Indonesia memiliki aturan-aturan baku.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa di zaman sekarang sudah banyak sekali penulis
yang terkenal, dengan tulisan-tulisannya telah membuat para pembaca dapat memahami
dan mengerti dengan apa yang ditulis dan apa yang dimaksud dari tulisan tersebut.

120
Akan tetapi, bagi seorang penulis yang menyampaikan gagasan atau isi pikiran yang
akan dituangkan dalam suatu tulisan. Maka, penulis harus pandai memilih kata yang
tepat sehingga dapat merangkai kata manjadi kalimat yang ringkas, jelas, dan juga
mudah dipahami. Oleh karena itu, penulis akan mencoba menjelaskan segala ketentuan-
ketentuan dalam penulisan naskah atau disebut juga dengan konvensi naskah.
Dengan mempelajari konvensi naskah, penulis dapat menciptakan tulisan yang indah
dalam menampilkan sebuah tulisan itu sendiri, sehingga pembaca tertarik untuk
membaca tulisan tersebut.

C. Pengertian Konvensi Naskah


Untuk membuat sebuah naskah yang baik, sebelumnya kita harus membuat kerangka
karangan terlebih dahulu. Dalam kerangka karangan akan terlihat bab-bab, sub-sub bab
yang mengandung ide-ide pokok dari suatu naskah. Setelah itu pengembangan pun akan
mudah dilakukan dan naskah yang dihasilkan sistematis.
Selain hal diatas, dalam pembuatan naskah juga harus memperhatikan struktur
kalimat dan pilihan kata/diksi, agar naskah yang kita tulis itu jelas, teratur dan menarik
untuk di baca.
Selain hal-hal diatas, hal terpenting lainnya adalah naskah harus memenuhi syarat-
syarat tertentu seperti persyaratan formal. Persyaratan formal mensyaratkan naskah
supaya bentuk atau wajah tampak menarik dan indah. Persyaratan formal ini meliputi
bagian-bagian pelengkap dan kebiasaan-kebiasaan yang harus diikuti dalam dunia
kepenulisan yang umum disebut konvensi naskah. Konvensi naskah adalah penulisan
sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah lazim, dan sudah disepakati.
Berdasarkan persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan
secara formal, semi formal, dan non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu
karya memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara semi
formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah yang
dituntut konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya tidak
memenuhi syarat-syarat formalnya.

D. Syarat Formal Penulisan Sebuah Naskah


Pengorganisasian karangan sangat diperlukan dalam menyusun sebuah karangan.
Pengorganisasian karangan adalah penyusunan seluruh unsur karangan menjadi satu
kesatuan karangan dengan berdasarkan formal kebahasaan yang baik, benar, cermat,
121
logis, penguasaan, wawasan keilmuan bidang kajian yang ditulis secara memadai dan
format pengetikan yang sistematis.

Persyaratan formal yang harus dipenuhi sebuah karya tulis yaitu Bagian pelengkap
pendahuluan, isi karangan, bagian pelengkap penutup.
1. Bagian Pelengkap Pendahuluan
a. Judul Pendahuluan (Judul Sampul).
b. Halaman Judul.
c. Halaman Persembahan (kalau ada).
d. Halaman Pengesahan (kalau ada).
e. Kata Pengantar.
f. Daftar Isi.
g. Daftar Gambar (kalau ada).
h. Daftar Tabel (kalau ada).

2. Bagian Isi Karangan


a. Pendahuluan.
b. Tubuh Karangan.
c. Kesimpulan.

3. Bagian Pelengkap Penutup


a. Daftar Pustaka (Bibliografi).
b. Lampiran (Apendix).
c. Indeks.
d. Riwayat Hidup Penulis.

4. Bagian Pelengkap Pendahuluan


Bagian pelengkap pendahuluan atau halaman-halaman pendahuluan tidak
menyangkut isi karangan. Bagian ini dipersiapkan sebagai bahan informasi bagi
pembaca dan menampilkan karangan tersebut dalam bentuk yang lebih menarik.
a. Judul Pendahuluan (Judul Sampul) dan Halaman Judul
Judul pendahuluan adalah nama karangan. Pada halaman judul pendahuluan tidak
megandung apa-apa kecuali judul karangan. Penulisan judul karangan dengan

122
huruf kapital dan letaknya ditengah sedikit ke atas. Tetapi variasi format lainnya
juga banyak.
Pada makalah atau skripsi, halaman judul mencantumkan nama karangan,
penjelasan tugas, nama pengarang, kelengkapan indentitas pengarang (NPM,
kelas), nama unit studi atau unit kerja, nama lembaga(jurusan, fakultas,
universitas), nama kota dan tahun penulisan.
Untuk memberikan daya tarik pembaca, penyusunan judul perlu memperhatikan
unsur-unsur sebagai berikut:
1) Judul menggambarkan keseluruhan isi karangan.
2) Judul harus menarik pembaca baik makna maupun penulisannya.
3) Sampul: nama karangan, penulis, dan penerbit.
4) Halaman judul: nama karangan, penjelasan adanya tugas, penulis,
kelengkapan identitas pengarang, nama unit studi, nama lembaga, nama kota,
dan tahun penulisan (dalam pembuatan makalah atau skripsi).
5) Seluruh frasa ditulis pada posisi tengah secara simetri (untuk karangan
formal), atau model lurus pada margin kiri (untuk karangan yang tidak terlalu
formal).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan makalah atau skripsi pada
halaman judul:
a) Judul diketik dengan huruf kapital, misalnya:
UPAYA MENGATASI KEMISKINAN PADA
MASYARAKAT PEMUKIMAN KUMUH
DI KELURAHAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR

b) Penjelasan tentang tugas disusun dalam bentuk kalimat, misalnya:


Makalah ini Disusun untuk Melengkapi Ujian Akhir
Mata Kuliah Bahasa Indonesia Semester Ganjil 2011
Atau
Skripsi ini Diajukan untuk Melengkapi Ujian Sarjana Ilmu Komputer
pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Gunadarma.
c) Nama penulis ditulis dengan huruf kapital, di bawah nama dituliskan
Nomor Induk Mahasiswa (NIM), misalnya:
RAKHMAT MALIK IBRAHIM
11122334.
123
d) Logo universitas untuk makalah, skripsi, tesis, dan disertasi; makalah
ilmiah tidak diharuskan menggunakan logo.
e) Data institusi mahasiswa mencantumkan program studi, jurusan, fakultas,
unversitas, nama kota, dan tahun ditulis dengan huruf kapital, misalnya:
JURUSAN SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2011.

Hal-hal yang harus dihindarkan dalam halaman judul karangan formal:


(1) Komposisi tidak menarik.
(2) Tidak estetik.
(3) Hiasan gambar tidak relevan.
(4) Variasi huruf jenis huruf.
(5) Kata “ditulis (disusun) oleh.”
(6) Kata “NIM/NRP.”
(7) Hiasan, tanda-tanda, atau garis yang tidak berfungsi.
(8) Kata-kata yang berisi slogan.
(9) Ungkapan emosional.
(10) Menuliskan kata-kata atau kalimat yang tidak berfungsi.

b. Halaman Persembahan
Bagian ini tidak terlalu penting. Bila penulis ingin memasukan bagian ini, maka
hal itu semata-mata dibuat atas pertimbangan penulis. Persembahan ini jarang
melebihi satu halaman, dan biasanya terdiri dari beberapa kata saja, misalnya:
(a) Kutulis novel ini dengan cahaya cinta untuk mahar menyunting belahan jiwa,
(b) Muyasaratun Sa’idah binti KH. Muslim Djawahir, alm.
(c) Rabbana hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa Qurrata a’yuni
waj’alnaa lil muttaqiina imaama. Amin.

Bila penulis menganggap perlu memasukkan persembahan ini, maka


persembahan ini ditempatkan berhadapan dengan halaman belakang judul buku,

124
atau berhadapan dengan halaman belakang cover buku, atau juga menyatu dengan
halaman judul buku.

c. Halaman Pengesahan
Halaman pengesahan berfungsi sebagai bukti bahwa karya tulis telah
memenuhi persyaratan administratif sebagai karya ilmiah. Halaman ini biasanya
ditanda tangani oleh pembimbing, penguji dan ketua jurusan. Halaman
pengesahan biasanya dilampirkan pada skripsi, tesis, disertasi. Sedangkan untuk
makalah atau karangan lainnya tidak harus mensertakan halaman ini. Halaman
pengesahan ditulis dengan mengikuti persyaratan formal urutan dan tata letak
unsur-unsur yang tertulis di dalamnya.
Judul karangan ditulis dengan menggunakan huruf kapital seluruhnya dan
diletakkan ditengah-tengah antara margin kiri dan kanan. Nama lengkap dan
gelar akademis pembimbing materi, penguji, ketua program jurusan ditulis secara
benar dan disusun secara simetri kiri-kanan dan atas-bawah. Nama kota dan
tanggal pengesahan ditulis di atas kata ketua jurusan.

Hal-hal yang harus dihindarkan:


1) Menggaris-bawahi nama dan kata-kata lainnya.
2) Menggunakan titik atau koma pada akhir nama.
3) Tulisan melampaui garis tepi.
4) Menulis nama tidak lengkap.
5) Menggunakan huruf yang tidak standar.
6) Tidak mencantumkan gelar akademis.
d. Kata Pengantar
Kata pengantar merupakan bagian dari karangan yang isinya berupa
penjelasan mengenai motivasi menulis sebuah karangan. Kata pengantar
berfungsi seperti sebuah surat pengantar.
Setiap karangan ilmiah seperti: buku, skripsi, tesis, disertasi,makalah harus
melampirkan halaman kata pengantar yang menyajikan informasi sebagai berikut:
1) Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Penjelasan adanya tugas penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi,
atau laporan formal ilmiah).

125
3) Penjelasan pelaksanaan penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi,
atau laporan formal ilmiah).
4) Penjelasan adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang,
sekolompok orang, atau organisasi/lembaga.
5) Ucapan terima kasih kepada seseorang, sekolompok orang, atau
organisasi/lembaga yang membantu.
6) Penyebutan nama kota, tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis,
tanpa dibubuhi tanda-tangan.
7) Harapan penulis atas karangan tersebut.
8) Manfaat bagi pembaca serta kesediaan menerima kritik dan saran.

Kata pengantar merupakan bagian keseluruhan dari suatu karangan ilmiah yang
sifatnya formal dan ilmiah. Oleh sebab itu dalam penulisannya harus
menggunakan kata-kata yang baku, baik dan benar. Isi dari kata pengantar tidak
membahas tentang pendahuluan, isi, penutup. Dan berlaku sebaliknya, hal-hal
yang sudah dibahas dibagian kata pengantar tidak boleh di bahas lagi dalam isi
karangan.

Hal-hal yang harus dihindarkan:

(a) Menguraikan isi karangan.


(b) Mengungkapkan perasaan berlebihan.
(c) Menyalahi kaidah bahasa.
(d) Menunjukkan sikap kurang percaya diri.
(e) Kurang meyakinkan.
(f) Kata pengantar terlalu panjang.
(g) Menulis kata pengantar semacam sambutan.
(h) Kesalahan bahasa: ejaan, kalimat, paragraf, diksi, dan tanda baca tidak efektif.

e. Daftar Isi
Daftar isi merupakan pelengkap dari pendahuluan yang isinya memuat garis
besar isi karangan secara lengkap dan menyeluruh dari halaman pertama sampai
halaman terakhir. Fungsi dari halaman ini untuk menyajikan informasi nomor
halaman dari judul bab, sub bab, dan unsur-unsur pelengkap dari buku yang
bersangkutan.

126
Daftar isi disusun secara konsisten baik penomoran, penulisan, maupun tata
letak judul bab, judul sub-sub bab.
f. Daftar Gambar
Bila suatu karangan memuat suatu gambar-gambar, maka setiap gambar
tersebut harus ditulis di dalam daftar gambar yang menginformasikan judul
gambar dan nomor halaman gambar tersebut.
g. Daftar Tabel
Bila suatu karangan memuat suatu tabel-tabel, maka setiap tabel tersebut
harus ditulis di dalam daftar tabel yang menginformasikan nama tabel dan nomor
halaman tabel tersebut.

E. Bagian Isi Karangan


Isi karangan merupakan inti dari sebuah karangan. Bagian-bagian isi karangan akan
dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
1. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan bab 1 dalam sebuah karangan yang tujuannya adalah
menarik perhatian pembaca, memusatkan perhatian pembaca terhadap masalah yang
dibicarakan dan menunjukkan dasar yang sebenarnya dari uraian itu. Pendahuluan
terdiri dari latar belakang, masalah, tujuan pembahasan, pembatasan masalah,
landasan teori dan metode pembahasan. Keseluruhan isi pendahuluan mengantarkan
pembaca pada materi yang akan dibahas, dianalisis, diuraikan dalam bab 2 sampai
bab terakhir.
Untuk menulis pendahuluan yang baik, penulis perlu memperhatikan pokok-
pokok yang harus tertuang dalam masing-masing unsur pendahuluan sebagai berikut:
a) Latar belakang masalah, menyajikan:
1) Penalaran (alasan) yang menimbulkan masalah atau pertanyaan yang akan
diuraikan jawabannya dalam bab pertengahan antara pendahuluan dan
kesimpulan dan dijawab atau ditegaskan dalam kesimpulan. Untuk itu, arah
penalaran harus jelas, misalnya deduktif, sebab-akibat, atau induktif.
2) Kegunaan praktis hasil analisis, misalnya: memberikan masukan bagi
kebijakan pimpinan dalam membuat keputusan, memberikan acuan bagi
pengembangan sistem kerja yang akan datang.
3) Pengetahuan tentang studi kepustakaan, gunakan informasi mutakhir dari
buku-buku ilmiah, jurnal, atau internet yang dapat dipertanggungjawabkan
127
secara ilmiah. Penulis hendaklah mengupayakan penggunaan buku-buku
terbaru.
4) Pengungkapan masalah utama secara jelas dalam bentuk pertanyaan, gunakan
kata tanya yang menuntut adanya analisis, misalnya: bagaimana....,
mengapa.....
5) Tidak menggunakan kata apa karena tidak menuntut adanya analisis, cukup
dijawab dengan ya atau tidak.

b) Tujuan penulisan berisi:


1) Target, sasaran, atau upaya yang hendak dicapai, misalnya: mendeskripsikan
hubungan X terhadap Y; membuktikan bahwa budaya tradisi dapat
dilestarikan dengan kreativitas baru; menguraikan pengaruh X terhadap Y.
2) Upaya pokok yang harus dilakukan, misalnya: mendeskripsikan data primer
tentang kualitas budaya tradisi penduduk asli Jakarta; membuktikan bahwa
pembangunan lingkungan pemukiman kumuh yang tidak layak huni
memerlukan bantuan pemerintah.
3) Tujuan utama dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan masalah
yang akan dibahas. Jika masalah utama dirinci menjadi dua, tujuan juga
dirinci menjadi dua.

c) Ruang lingkup masalah berisi:


1) Pembatasan masalah yang akan dibahas.
2) Rumusan detail masalah yang akan dibahas.
3) Definisi atau batasan pengertian istilah yang tertuang dalam setiap variabel.
Pendefinisian merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan untuk
mengungkapkan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan
sebagainya dengan kata-kata.

d) Landasan teori menyajikan:


1) Deskripsi atau kajian teoritik variabel X tentang prinsip-prinsip teori,
pendapat ahli dan pendapat umum, hukum, dalil, atau opini yang digunakan
sebagai landasan pemikiran kerangka kerja penelitian dan penulisan sampai
dengan kesimpulan atau rekomendasi.

128
2) Penjelasan hubungan teori dengan kerangka berpikir dalam mengembangkan
konsep penulisan, penalaran, atau alasan menggunakan teori tersebut.

e) Sumber data penulisan berisi:


1) Sumber data sekunder dan data primer.
2) Kriteria penentuan jumlah data.
3) Kriteria penentuan mutu data.
4) Kriteria penentuan sample.
5) Kesesuaian data dengan sifat dan tujuan pembahasan.

f) Metode dan teknik penulisan berisi:


1) Penjelasan metode yang digunakan dalam pembahasan, misalnya: metode
kuantitatif, metode deskripsi, metode komparatif, metode korelasi, metode
eksploratif, atau metode eksperimental.
2) Teknik penulisan menyajikan cara pengumpulan data seperti wawancara,
observasi, dan kuisioner; analisis data, hasil analisis data, dan kesimpulan.

g) Metode dan teknik penulisan berisi:


1) Gambaran singkat penyajian isi pendahuluan, pembahasan utama, dan
kesimpulan.
2) Penjelasan lambang-lambang, simbol-simbol, atau kode (kalau ada).

2. Tubuh Karangan
Tubuh karangan atau bagian utama karangan merupakan inti karangan berisi
sajian pembahasan masalah. Bagian ini menguraikan seluruh masalah yang
dirumuskan pada pendahuluan secara tuntas (sempurna).
Di sinilah terletak segala masalah yang akan dibahas secara sistematis.
Kesempurnaan pembahasan diukur berdasarkan kelengkapan unsur-unsur berikut ini:
a. Ketuntasan materi:
Materi yang dibahas mencakup seluruh variabel yang tertulis pada kalimat
karangan, baik pembahasan yang berupa data sekunder (kajian teoretik) maupun
data primer. Pembahasan data primer harus menyertakan pembuktian secara
logika, fakta yang telah dianalisis atau diuji kebenarannya, contoh-contoh, dan
pembuktian lain yang dapat mendukung ketuntasan pembenaran.
129
b. Kejelasan uraian/deskripsi:
1) Kejelasan konsep:
Konsep adalah keseluruhan pikiran yang terorganisasi secara utuh,
jelas, dan tuntas dalam suatu kesatuan makna. Untuk itu, penguraian dari
bab ke sub-bab, dari sub-bab ke detail yang lebih rinci sampai dengan uraian
perlu memperhatikan kepaduan dan koherensial, terutama dalam
menganalisis, menginterpretasikan (manafsirkan) dan menyintesiskan dalam
suatu penegasan atau kesimpulan. Selain itu, penulis perlu memperhatikan
konsistensi dalam penomoran, penggunaan huruf, jarak spasi, teknik
kutipan, catatan pustaka, dan catatan kaki.
2) Kejelasan bahasa:
Kejelasan dan ketetapan pilihan kata yang dapat diukur kebenarannya.
Untuk mewujudkan hal itu, kata lugas atau kata denotatif lebih baik daripada
kata konotatif atau kata kias (terkecuali dalam pembuatan karangan fiksi,
kata konotatif atau kata kias sangat diperlukan)
Kejelasan makna kalimat tidak bermakna ganda, menggunakan
struktur kalimat yang betul, menggunakan ejaan yang baku, menggunakan
kalimat efektif, menggunakan koordinatif dan subordinatif secara benar.
Kejelasan makna paragraf dengan memperhatikan syarat-syarat
paragraf: kesatuan pikiran, kepaduan, koherensi (dengan repetisi, kata ganti,
paralelisme, kata transisi), dan menggunakan pikiran utama, serta
menunjukkan adanya penalaran yang logis (induktif, deduktif, kausal,
kronologis, spasial).
3) Kejelasan penyajian dan fakta kebenaran fakta:
Kejelasan penyajian fakta dapat diupayakan dengan berbagai cara,
antara lain: penyajian dari umum ke khusus, dari yang terpenting ke kurang
penting; kejelasan urutan proses. Untuk menunjang kejelasan ini perlu
didukung dengan gambar, grafik, bagan, tabel, diagram, dan foto-foto.
Namun, kebenaran fakta sendiri harus diperhatikan kepastiannya.
Hal-hal lain yang harus dihindarkan dalam penulisan karangan (ilmiah):
1) Subjektivitas dengan menggunakan kata-kata: saya pikir, saya rasa, menurut
pengalaman saya, dan lain-lain. Atasi subjektivitas ini dengan
menggunakan: penelitian membuktikan bahwa…, uji laboratorium
membuktikan bahwa…, survei membuktikan bahwa…,
130
2) Kesalahan: pembuktian pendapat tidak mencukupi, penolakan konsep tanpa
alasan yang cukup, salah nalar, penjelasan tidak tuntas, alur pikir (dari topik
sampai dengan simpulan) tidak konsisten, pembuktian dengan prasangka
atau berdasarkan kepentingan pribadi, pengungkapan maksud yang tidak
jelas arahnya, definisi variabel tidak (kurang) operasional, proposisi yang
dikembangkan tidak jelas, terlalu panjang, atau bias, uraian tidak sesuai
dengan judul.

c. Kesimpulan
Kesimpulan atau simpulan merupakan bagian terakhir atau penutup dari isi
karangan, dan juga merupakan bagian terpenting sebuah karangan ilmiah.
Pembaca yang tidak memiliki cukup waktu untuk membaca naskah seutuhnya
cenderung akan membaca bagian-bagian penting saja, antara lain kesimpulan.
Oleh karena itu, kesimpulan harus disusun sebaik mungkin. Kesimpulan harus
dirumuskan dengan tegas sebagai suatu pendapat pengarang atau penulis
terhadap masalah yang telah diuraikan.

d. Penulis dapat merumuskan kesimpulannya dengan dua cara:


1) Dalam tulisan-tulisan yang bersifat argumentatif, dapat dibuat ringkasan-
ringkasan argumen yang penting dalam bentuk dalil-dalil (atau tesis-tesis),
sejalan dengan perkembangan dalam tubuh karangan itu.
2) Untuk kesimpulan-kesimpulan biasa, cukup disarikan tujuan atau isi yang
umum dari pokok-pokok yang telah diuraikan dalam tubuh karangan itu.

F. Bagian Pelengkap Penutup


Bagian pelengkap penutup juga merupakan syarat-syarat formal bagi suatu karangan
ilmiah.
1. Daftar pustaka (Bibliografi)
Setiap karangan ilmiah harus menggunakan data pustaka atau catatan kaki dan
dilengkapi dengan daftar bacaan. Daftar pustaka (bibliografi) adalah daftar yang
berisi judul buku, artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian
dengan sebuah atau sebagian karangan.

131
Unsur-unsur daftar pustaka meliputi:
a) Nama pengarang: penulisannya dibalik dengan menggunakan koma.
b) Tahun terbit.
c) Judul buku: penulisannya bercetak miring.
d) Data publikasi, meliputi tempat/kota terbit, dan penerbit.
e) Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel, nama majalah, jilid, nomor,
dan tahun terbit.

Contoh: Tarigan, Henry. 1990. Membaca sebagai Suatu Keterampilan


Berbahasa. Bandung: Angkasa. (Banyak versi lainnya, misal: Sistem Harvard,
Sistem Vancover, dan lain-lain).

Keterangan:
(1) Jika buku itu disusun oleh dua pengarang, nama pengarang kedua tidak perlu
dibalik.
(2) Jika buku itu disusun oleh lembaga, nama lembaga itu yang dipakai untuk
menggantikan nama pengarang.
(3) Jika buku itu merupakan editorial (bunga rampai), nama editor yang dipakai
dan di belakangnya diberi keterangan ed. ‘editor’
(4) Nama gelar pengarang lazimnya tidak dituliskan.
(5) Daftar pustaka disusun secara alfabetis berdasarkan urutan huruf awal nama
belakang pengarang.

2. Lampiran (Apendix)
Lampiran (apendix) merupakan suatu bagian pelengkap yang fungsinya
terkadang tumpang tindih dengan catatan kaki. Bila penulis ingin memasukan suatu
bahan informasi secara panjang lebar, atau sesuatu informasi yang baru, maka dapat
dimasukkan dalam lampiran ini. Lampiran ini dapat berupa esai, cerita, daftar nama,
model analisis, dan lain-lain. Lampiran ini disertakan sebagai bagian dari pembuktian
ilmiah. Penyajian dalam bentuk lampiran agar tidak mengganggu pembahasan jika
disertakan dalam uraian.
3. Indeks
Indeks adalah daftar kata atau istilah yang digunakan dalam uraian dan
disusun secara alfabetis (urut abjad). Penulisan indeks disertai nomor halaman yang
132
mencantumkan penggunaan istilah tersebut. Indeks berfungsi untuk memudahkan
pencarian kata dan penggunaannya dalam pembahasan.

4. Riwayat Hidup Penulis


Buku, skripsi, tesis, disertasi perlu disertai daftar riwayat hidup. Dalam skripsi
menuntut daftar RHP lebih lengkap. Daftar riwayat hidup merupakan gambaran
kehidupan penulis atau pengarang. Daftar riwayat hidup meliputi: nama penulis,
tempat tanggal lahir, pendidikan, pengalaman berorganisasi atau pekerjaan, dan
karya-karya yang telah dihasilkan oleh penulis.

G. Pengertian Penyuntingan
1. Latar Belakang Penyuntingan
Menjadi seorang penyunting (editor) ternyata bukanlah tugas yang biasa saja.
Jika ingin menyandang jabatan itu, seseorang harus memikirkan bahwa dia memiliki
tanggung jawab untuk melengkapi dirinya dalam dunia yang luas, yaitu dunia
literatur. Jadi, seorang penyunting tidak hanya bermodal ejaan yang baik dan benar
saja, akan tetapi harus memiliki "beban" sebagai seorang penyunting yang baik dan
benar pula.
"Buku Pintar Penyuntingan Naskah" yang ditulis oleh Pamusuk Eneste benar-
benar dapat dijadikan salah satu referensi bagi para penyunting, khususnya yang baru
saja menggeluti bidang ini. Isinya tidak hanya hal-hal teknis seputar penyuntingan,
akan tetapi beberapa bab menjelaskan mengenai tugas-tugas, syarat, dan hal-hal yang
harus diperhatikan seorang editor. Bagian-bagian tersebut dapat membangkitkan
semangat untuk lebih mengembangkan diri atau untuk menguji apakah saat ini
seseorang telah menjadi editor yang baik dan benar.
Dalam menjaga kemantapan atau bahkan peningkatan mutu berkala, fungsi
penyaring harus dijalankan ketat walaupun dalam pelaksanaanya dapat dilakukan
baik secara pasif maupun aktif. Begitu sautu berkala ilmiah terbit, secara tidak
langsung telah tercipta saringan terhadap karangan yang akan dimasukkan. Dari
nomor perdata suatu ilmiah berkala sudah dapat terbaca ruang lingkup bidang,
kedalaman spesialisasi, macam bahasa sebaran dan cakupan.
Geografi, keteknisan, serta corak pembaca yang menjadi sasarannya. Petunjuk
penulis merupakan saringan kedua sebab hanya karangan yang sesuai dengan
petunjuk tadi diterima untuk diterbitkan. Saringan ketiga dilakukan secara aktif oleh
133
penyaring dengan menelaah nilai dan kadar ilmiah dwn mgengevakuasi makna
sumbangannya untuk memajuk,an ilmu dan teknologi. Hanya karangan ilmiah yang
lolos bentuk saringan ini yang diproses lebih lanjut untuk di terbitkan.
Untuk mencapai semua sasaran prsyaratan yang dibakukan ini menjadi hak
para penyunting untuk memperbaiki , merevisi, mgengatur kembali isi dan
menyelaraskan atau terkadang mengubah gaya karya ilmiah yang ditujukan
dseseorang untyuk diterbitkan dalam berkala yang diasuhnya.
Perlu ditekankan sekali lagi bahwa tugas penyunting karya terbatas pada
pengolahan naskah menjadi suatu bahan yang siap , dan menawasi pelaksaan segi
teknis sampai naskah tadi . penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak
bertanggung jawab atas masalahkeuangan, penyebaluasan serta pengelolaan suatu
penerbitan. Para penyunting bertanggung jawab atas isi dan bukan atas produksi
bahan yang diterbitkan.
Untuk memapankan peran danm kedudukan penyunting sebagai agen yang
ikut berperan dalam memajukkan ilmu dan teknologi. Sebagai sepak terjang kegiatan
penyunting haruslah didasarkan pada seperangkat kode etik cara bersikap dan
bekerja. Kesadaran akan fungsi terhormat yang harus diisinya diharapkan
menumbuhkan tebinanya korps penyunting dan mitra bestari yang terandalkan.
Berikut ini adalah rangkuman berbagai sikap dan cara kerja yang sangat doisarankan
dipatuhi dalam penyunting dalam menurunkan tugas dan fungsinya.
Buku pintar ini juga memberikan tuntunan kepada para penyunting tentang
pentingnya setiap proses penyuntingan. Seperti, proses Pra penyuntingan naskah
yang meliputi pengecekan kelengkapan naskah, ragam naskah, daftar isi, bagian-
bagian bab, ilustrasi/tabel/gambar, catatan kaki, informasi mengenai penulis, dan
membaca naskah secara keseluruhan.
Dalam proses penyuntingan itu sendiri, yang perlu diperhatikan dengan cermat
dan seksama oleh penyunting adalah masalah ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta,
legalitas, konsistensi, gaya penulis, konvensi penyuntingan naskah, dan gaya
penerbit/gaya selingkung.
Tidak kalah pentingnya juga proses pasca penyuntingan naskah. Dalam proses
ini setiap editor harus memeriksan kembali kelengkapan naskah, nama penulis,
kesesuai daftar isi dan isi naskah, tabel/ilustrasi/gambar, prakata/kata pengantar,
sistematikan tiap bab, catatan kaki, daftar pustaka, daftar kata/istilah, lampiran,

134
indkes, biografi singkat, sinopsis, nomor halaman, sampai siap diserahkan kepada
penulis atau penerbit.
Ternyata tidak begitu sederhana juga tugas seorang penyunting naskah itu,
bukan? Semua membutuhkan kemauan dan kerja keras untuk dapat menjdi
penyunting yang baik dan benar. Semua kerja keras itu bahkan tidak boleh berhenti
pada satu puncak, harus terus ditingkatkan hari demi hari.

2. Hakikat Penyuntingan
Penyuntingan berasal dari kata dasar sunting melahirkan bentuk turunan
menyunting (kata kerja), penyunting (kata benda), dan peyuntingan (kata benda).

Kata menyunting bermakna sebagai berikut:


(1) mempersiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi
istematika penyajiannya, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur
kalimat); mengedit;
(2) merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah);
(3) menyusun dan merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan
memasang kembali (KBBI, 2001 : 1106).

Orang yang melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting, yaitu orang


yang bertugas menyiapkan naskah (KBBI, 2001:1106). Selanjutnya kata penyunting
bermakna proses, cara, perbuatan sunting-menyunting; segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan menyunting; pengeditan. Dengan demikian,
penyuntingan naskah adalah pross, cara, perbuatan menyunting naskah.
Berdasarkan perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah
penyuntingan disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur. Kata yang
pertama diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau
mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari
perkataan latin “redigore“ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua perkataan
inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan, menyeleksi dan dan
menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan catatan bahwa istilah
editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan demikian istilah penyuntingan yang
kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah yang di selangkan dengan istilah

135
redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya lebih sering di pakai orang berdasarkan
hasil serapannya dari bahasa Belanda “ Redactic”.
Konotasi yang berkembang di Indonesia lebih mengaitkan istilah redaksi pada
surat kabar dan majalah berkala. Istilah ini sulit diterima untuk kegiatan seperti
mempersiapkan buku buat penerbitan, atau pemeriksaan tugas tesis mahasiswa
sebelum diuji. Perkataan penyuntingan yang baru digali dari kosakata pribumi itu
dianggap lebih netral untuk memenuhi berbagai keperluan yang maksudnya semakin
luas. Oleh karena itu, penyuntingan dapat didefenisikan sebagai orang yang
mengatur, memperbaiki, merevisi, mengubah isi dan gaya naskah orang lain, serta
menyesuaikan dengan suatu pola yang dilakukan untuk kemudian membawanya ke
depan umum dalam bentuk terbitan.
Pekerjaan penyuntingan karya ilmiah untuk diterbitkan bukanlah pekerjaan
yang ringan sehingga tidak dapat dijadikan kegiatan sampingan. Namu , sudah bukan
rahasia lagi bahwa penyuntingan berkala tidak pula pekerjaan berat. Pada pihak lain
penyuntingan menuntut banyak dari seseorang, sebab disamping itu secara sempurna
menguasai bidang. Umumya ia harus mempunyai kesempurnaan bahasa yang tinggi.
Selanjutnya ia pun perlu memahami gaya penyuntingan dan proses penerbitan
ataupun redaksi penernbitan karya termaksud. Oleh karena itu, untuk dapat
memenuhi fungsinya dengan baik seorang penyunting haruslah mempunyai modal
waktu, kemauan, kemampuan, dsiplin kerja serta pemahan teori.
Karena pentingnya fungsi penyunting sebagai penghubung, haruslah tersedia
saluran akrab dan terbuka diantara penulis-penyunting-pembaca. Semuanya harus
satu nada, satu irama, dan satu gelombang. Keselarasan tersebut akan sangat
menentukan keteraturan isi karya yang disusun oleh penulis, kemudian diolah
penyunting dan dikeluarkan penerbit serta akhirnya di telaah pembaca. Pengaturan
dan penyelarasan semua parameter tadi berada di tangan penyunting yang kemudian
menghasilkan berbagai kategori terbitan berkala.
Menjadi hak penyunting untuk menggariskan dalam menentukan tingkat
keteknisan berkala yang diasuhnya. Begitu pula para penyuntinglah yang
memutuskan bentuk penampilan majalah, besar ukuran kertas, tata letak dan
perwajahan, serta tebal atau jumlah halaman per nomor atau per jilid. Dalam
mengeluarkan petunjuk pada calon penyumbang naskah, para penyunting majalah
bermaksud telah memformulasikan gaya selingkung yang mutlak harus diisi demi

136
kekosistenannya. Tetapi, begitu pola ditetapkan, menjadi kewajiban penyunting pula
untuk menjaga kemantapan semua yang telah digariskan tadi.
Penyuntingan bermaksud mengenal pasti masalah yang terdapat dalam
taipskrip dan menyelesaikannya. Penyuntingan melibatkan tugas-tugas menulis
semula, menyusun semula, melengkapkan, membaiki dan menyelaraskan taipskrip
bagi mengawal dan meningkatkan mutunya untuk tujuan penerbitan.

Untuk bisa menjadi seorang editor atau penyunting yang baik, ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi oleh penyunting. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
a) Editor hendaklah mempunyai kelayakan dan pengetahuan dalam bidang yang
dinilai.
b) Mempunyai waktu yang cukup untuk menilai taipskrip dalam tempoh yang
ditentukan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka.
c) Bertanggungjawab terhadap laporan penilaiannya.

3. Tujuan Penyuntingan
Tujuan Penyuntingan yang dilakukan oleh para penyunting adalah sebagai berikut.
a. Untuk menjadikan taipskrip sebagai karya yang sempurna yang dapat dibaca dan
dihayati dengan mudah oleh pembaca apabila diterbitkan kelak.
b. Untuk memastikan isi dan fakta taipskrip berkenaan disampaikan dengan jelas,
tepat, dan tidak bercanggah atau menyalahi agama, undang-undang, etika dan
norma masyarakat.
c. Untuk memastikan pengaliran atau penyebaran idea daripada penulis kepada
pembaca dapat disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah dan
menarik.
d. Untuk menjadikan persembahan e-buku yang akan diterbitkan itu dapat
menggambarkan nilai dan identiti karya itu sendiri sehingga dapat menarik minat
pembaca.
e. Menonjolkan identiti penerbit dengan memastikan e-buku itu menepati gaya
penerbitan penerbit.

Dalam penyuntingan, kita mengenal dua tahap penyuntingan, yaitu penyuntingan


substansif dan penyuntingan kopi. Berdasarkan tahap-tahap penyuntingan yang ada,
maka ada beberapa tujuan lain dari penyuntingan.
137
a. Penyuntingan Substantif
Tujuan penyuntingan subtantif dilakukan adalah untuk memastikan hasrat
atau idea penulis dapat disampaikan setepat, sepadat, dan sejelas yang mungkin.
Semasa membuat penyuntingan subtantif, editor akan membaca taipskrip
sepintas lalu dengan memberikan tumpuan kepada kandungan, pendekatan
secara menyeluruh, bahasa, susunan atau konsep taipskrip berkenaan.
Berdasarkan penelitian tersebut, editor akan membuat teguran dan cadangan
kepada penulis untuk sama ada melengkapkan taipskrip, menulis semula,
menyusun semula, menggugurkan atau memotong bahagian teks atau ilustrasi
yang tidak perlu, dan membuat tambahan.

Berikut ialah perkara yang perlu diteliti semasa penyuntingan substantif:


1) Tajuk tepat dan jelas.
2) Pembahagian bab dan tajuk kecil jelas.
3) Adanya kesinambungan antara bahagian, bab dan paragraf.
4) Keseimbangan antara setiap bab dan paragraf.
5) Taipskrip tidak bercanggah dengan undang-undang, moral dan agama.
6) Penguasaan bahasa.
7) Keselarasan istilah dan ejaan.
8) Bahan awalan, teks dan akhir hendaklah lengkap mengikut
halamankandungan.
9) Memastikan fakta tepat, mencukupi dan fakta yang tidak relevan tidak
dimasukkan.
10) Petikan bahan daripada karya lain telah mendapat keizinan.

3. Penyuntingan Kopi
Tujuan penyuntingan kopi adalah untuk menghapuskan semua halangan yang
wujud antara pembaca dengan apa yang hendak disampaikan oleh penulis.
Penyuntingan kopi memerlukan perhatian yang teliti terhadap setiap butiran di dalam
taipskrip.
Editor perlu berpengetahuan tentang apa yang patut disunting dan gaya yang
patut diikuti di samping mempunyai kebolehan untuk membuat keputusan dengan
cepat, lojik, dan yang boleh dipertahankan. Semasa membuat suntingan kopi, editor
akan membaca taipskrip berkenaan dengan teliti, iaitu membaca perkataan demi
138
perkataan, ayat demi ayat, baris demi baris dan kadang-kadang melihat huruf demi
huruf. Kebanyakan daripada masa penyuntingan itu, editor akan berurusan dengan
hal penyusunan, bahasa dan kebolehbacaan taipskrip itu.

Tahapan dalam penyuntingan kopi:


1) Membuat penyuntingan baris demi baris.
2) Memberi tumpuan khusus kepada fakta dan bahasa.
3) Memastikan kapsyen bagi ilustrasi ringkas, tepat, padat dan lengkap.
4) Memastikan keselarasan ejaan, istilah dan gaya bahasa.
5) Memastikan ketepatan dan keselarasan ilustrasi dan bahan lain dalam teks
tersebut.
6) Menandakan teks dengan kaedah tanda atau piawaian sebagai arahan teknikal
mengatur huruf.
7) Memberi tumpuan kepada gaya penerbitan.

Berikut ialah hal-hal yang perlu diteliti semasa penyuntingan kopi:

1) Fakta - Pastikan semua butiran dalam teks betul. Editor perlu menyemak dengan
teliti untuk memastikan ketepatan. Kadang-kadang kesilapan fakta boleh berlaku
semasa teks ditaip. Contohnya, papan lapis menjadi papan lapik dan tidak mahal
harganya menjadi mahal harganya. Selain itu ada sesetengah pernyataaan yang
tidak tepat dan berunsur negatif sehingga boleh membawa kepada tindakan
undang-undang.
2) Bahasa, bahasa yang dimaksud mencakup.
a) Diksi ialah pemilihan penggunaan kata-kata. Dalam hal ini editor kopi perlu
memastikan:
(1) kata-kata yang dipilih berkesan dari segi maksud dan
(2) kata-kata yang dipilih sesuai dengan laras bahasa yang digunakan.
(3) Contohnya, laras bahasa sains, laras bahasa undang-undang dan lain-lain.

b) Semasa menyemak diksi, editor kopi mungkin perlu membuang atau


menggantikan perkataan yang;
(1) tidak tepat
(2) sukar difahami

139
(3) tidak tersusun dengan baik
(4) terlalu umum atau samar
(5) terlalu banyak
(6) bentuknya tidak konsisten
(7) tidak menarik dan tidak sesuai untuk pembaca

c) Perbendaharaan kata - Editor kopi perlu memastikan perbendaharaan kata


tersebut sesuai dengan peringkat dan golongan pembaca sasarannya.
d) Tatabahasa - Aspek-aspek tatabahasa yang digunakan dalam teks seperti:
(1) kata terbitan
(2) kata sendi
(3) kata ganti singkat
(4) partikel
(5) unsur imbuhan asing
(6) rangkai kata setara
(7) hukum DM
(8) kata ulang
(9) kata majmuk

Editor kopi hanya perlu membaiki kesalahan dari segi tatabahasa tanpa mengubah
gaya asas atau idea yang hendak disampaikan oleh penulis.

a. Pembinaan Ayat dan Pemerengganan Dalam aspek ini editor kopi perlu melihat
wujudnya:
1. Kepelbagaian dalam struktur dan panjang ayat sesuatu penulisan itu perlu
mempunyai binaan ayat aktif dan pasif.
2. Ayat-ayat yang berkesan, iaitu ayat-ayat yang tidak terlalu panjang,
munasabah mengikut urutan idea atau penekanan dalam ayat.
3. Pembentukan perenggan yang baik dan sesuai mengikut ideanya. Sebaik-
baiknya setiap perenggan membicarakan satu idea sahaja dan setiap idea
hendaklah dihuraikan dengan ayat-ayat gramatis, tepat dan berkesan. Panjang
pendek sesuatu perenggan bergantung pada sepanjang mana sesuatu idea
dapat dihuraikan dengan sempurna. Selain itu pastikan tidak terdapat ayat
tergantung atau tidak lengkap, dan ayat-ayat yang ditulis dalam bahasa yang

140
berbelit-belit. Ayat tersebut haruslah diperbaiki dan dipermudahkan,
sekiranya perlu ditulis semula.
4. Ejaan - Pastikan perkataan dieja dengan betul. Kesalahan ejaan kadangkala
boleh menyebabkan kesalahan fakta. Contohnya, perkataan yang patut dieja
sebagai lancang menjadi lancung.
5. Istilah - Editor kopi perlu mengenal pasti istilah yang tidak tepat, tidak
kemas kini atau tidak selaras. Dalam hal ini, editor kopi perlu membaiki,
mengemas kini dan menyelaraskan penggunaannya.
6. Gaya, Editor kopi perlu mengambil perhatian terhadap gaya persembahan
supaya menepati dan selaras penggunaannya. Berikut perkara yang perlu
diberi perhatian:
a) Tanda baca
b) Singkatan, akronim dan simbol
c) Huruf besar dan huruf condong
d) Penomoran
e) Cara/Gaya penyampaiaan

Kesimpulan

Konvensi naskah adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang
sudah lazim, dan sudah disepakati.

Berdasarkan persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara
formal, semi formal, dan non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu karya
memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara semi formal
adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut
konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi syarat-
syarat formalnya.

Persyaratan formal yang harus dipenuhi sebuah karya tulis yaitu Bagian pelengkap
pendahuluan, isi karangan, bagian pelengkap penutup.

Berdasarkan perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan


disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama diturunkan
dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau mengeluarkan ke depan

141
umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari perkataan latin “ redigore “ yang
bermakna membawa kembali lagi. Kedua perkataan inggris tadi kemudian berkembang
menjadi berarti, menyiapkan, menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk
penerbitan, dengan catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan
demikian istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah yang
di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya lebih sering di pakai
orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasa belanda “ Redactic”.

LATIHAN KE – 9

1. Apakah yang dimaksud dengan konvensi naskah? Jelaskan!.


2. Apakah syarat formal penulisan sebuah naskah? Jelaskan!.
3. Apa hakikat penyuntingan? Jelaskan!.
4. Apa tujuan penyuntingan? Jelaskan!.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.syahroneiy.co.cc

http://mywritingblogs.com/jurnalisme/xmlrpc. (diakses pada tanggal 5 Maret 2008)

http://penyunt.blogspot.co.id/2014/05/makalah-kelompok-konvensi-naskah-dan.html

https://bloggueblog.wordpress.com/2012/03/23/pengertian-konvensi-naskah-karya-ilmiah/

142
PERTEMUAN KE – 10

PENULISAN KARYA ILMIAH

A. Latar Belakang

Karya ilmiah merupakan hasil tulisan yang menuruti suatu aturan tertentu. Aturan
tersebut biasanya merupakan suatu persyaratan tata tulis yang telah dibakukan. Secara
umum, proses penulisan karya ilmiah dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: tahap
prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap perbaikan.

Sebagai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah setiap karangan ilmiah mengandung
komponen adanya masalah yang menjadi topik karangan ilmiah itu. Adanya tujuan
penelitian, metode penelitian, teori yang dianut, objek penelitian, instrumen yang
digunakan, dan adanya hasil penelitian yang diperoleh. Setelah kaidah ditemukan dan
dirumuskan, kegiatan penelitian harus diwujudkan dalam bentuk laporan. Hal ini
dimaksudkan karena sasaran akhir penelitian adalah mengkomunikasikan hasil penelitian
pada khalayak terkait. Oleh karena itu, menulis laporan merupakan tahap akhir yang
penting dalam penelitian, karena menulis laporan merupakan proses komunikasi yang
membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan pembaca.

Dengan belajar menulis karya ilmiah dapat memperjelas sasaran atau tujuan
dilaksanakannya penelitian sehingga dalam pembahasannya dapat disampaikan secara
tepat dan mudah dipahami oleh pembaca.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian karya ilmiah.
2. Untuk mengetahui pengertian karya ilmiah.
3. Untuk mengetahui karakteristik karya ilmiah.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat sebuah karya ilmiah.
5. Untuk mengetahui struktur karya ilmiah.
6. Untuk mengetahui cara pembuatan karya ilmiah.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis karya ilmiah.

143
C. Pengertian Karya Ilmiah
1. Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan
ditulis menurut metodelogi penulisan yang baik dan benar (Wardani, dkk 2007).
2. Karya ilmiah merupakan hasil pemikiran ilmiah tentang displin ilmu tertentu yang
disusun secara sistematis, benar, logis, utuh, bertanggung jawab, serta menggunakan
bahasa yang benar. (Pateda 1993: 93)

Dan dari kedua pengertian di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Karya ilmiah
itu adalah jenis tulisan yang memiliki karakteristik dan gaya tersendiri, karena dia
disusun dengan aturan-aturan yang sangat ketat. Karya ilmiah merupakan hasil
pemikiran ilmiah tentang disiplin ilmu tertentu yang disusun secara sistematis, benar,
logis, utuh, bertanggung jawab, serta menggunakan bahasa yang benar.

D. Ciri-ciri Karya Ilmiah


1. Struktur sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal
(pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal
merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok
yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian
penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang
tindak lanjut gagasan tersebut.

2. Komponen dan substansi


Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya
ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel
ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.

3. Sikap penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, dengan banyak menggunakan
bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.

4. Penggunaan bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari
pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

144
E. Karakteristik Karya Ilmiah
Karakteristik karya ilmiah yang membedakannya dengan karya non-ilmiah adalah :
1. Mengacu pada teori sebagai landasan berpikir dalam pembahasan masalah.
2. Lugas, dengan arti tidak mengandung interpretasi lain.
3. Logis, disusun berdasarkan urutan yang konsisten.
4. Efisien, hanya menggunakan kalimat yang penting dan mudah dipahami.
5. Efektif, ringkas dan padat.
6. Objektif berdasarkan fakta-fakta yang ada dan konkret.
7. Sistematis, baik penulisan maupun pembahasan sesuai prosedur dan system yang
berlaku.

F. Syarat-Syarat Karya Ilmiah


Sifat karya ilmiah formal harus memenuhi syarat:
a. lugas dan tidak emosional, Mempunyai satu arti, sehingga tidak ada tafsiran sendiri-
sendiri (interprestasi yang lain).
b. Logis, disusun berdasarkan urutan yang konsisten.
c. Efektif, satu kebulatan pikiran, ada penekanan dan pengembagan.
d. Efisien, hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami.
e. Ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.

G. Struktur Karya Ilmiah.

Selain sistematis, benar, logis, utuh, bertanggung jawab, serta menggunakan bahasa yang
benar. penulisan karya ilmiah juga ditentukan dari struktur penulisannya sendiri. Jika
diperhatikan, akan ditemukan bahwa karya ilmiah selalu tersusun dari tiga bagian, yaitu
bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. (UM, 2005; Musaddat, 2006).

1. Bagian Pelengkap Pendahuluan


Bagian ini dimaksudkan husus pada halaman judul, karena itu juga, dalam
setiap karya ilmiah hanya terdapat satu bagian pelengkap pendahuluan. Halaman
judul sendiri berfungsi untuk menampilkan karangan agar terlihat lebih menarik.
Pada halaman judul ini dicantumkan hal-hal: judul tulisan, keterangan tugas
(misalnya tugas dari guru, dosen, atau disampaikan pada sebuah seminar), nama
penulis, tempat, dan tahun. Ada juga cara lain untuk menulis halaman judul selain
yang sudah disebutkan. Yaitu dengan tidak menggunakan halaman judul. Sebagai

145
gantinya, penulis meletakkan judul makalah dan informasinya pada bagian isi tulisan.
Judul tulisan dan nama penulis diletakkan di tengah atas, keterangan tentang tugas
serta keterangan penulis dicantumkan pada catakan kaki. Yang perlu dipahami adalah
bila menggunakan cara pertama, cara kedua tidak perlu digunakan.

2. Bagian Isi
Bagian ini merupakan inti dari karya ilmiah. Kita dapat membaginya menjadi
tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, pembahasan, dan simpulan. Bagian
pendahuluan berguna untuk menarik perhatian pembaca terhadap masalah yang akan
dibicarakan, oleh karena itu, pendahuluan harus memuat (a) latar belakang masalah;
(b) alasan memilih topik; (c) uraian mengenai pentingnya masalah; (d) pembatasan
ruang lingkup masalah; dan (e) jika perlu ditutup dengan harapan penulis.
Bagian pembahasan merupakan bagian utama dari bagian isi. Disinilah semua
hasil riset dan penelitian mengenai segala persoalan yang telah dibahas diuraikan
secara sistematis dan utuh. Kemudian bagian simpulan merupakan sari dari pokok-
pokok yang sudah diuraikan dalam bagian pembahasan. Simpulan sendiri harus
dirumuskan dengan tegas sebagai pendapat penulis terhadap masalah yang telah
diuraikan. Namun banyak juga penulis yang tidak memberikan simpulan pada
makalahnya, melainkan menggunakan penutup. Konsekuensinya ketika memilih
menggunakan bab penutup adalah, penulis tidak perlu lagi memberikan simpulan,
tetapi cukup dengan memberikan harapan yang diinginkan. Pada konteks ini, tidak
dibenarkan menggunakan kedua cara ini secara bersamaan.

3. Bagian Pelengkap Penutup


Bagian ini biasanya terdiri dari bibliografi atau daftar pustaka. Daftar pustaka
sendiri adalah daftar yang breisi judul buku-buku, artikel-artikel, atau bahan
penerbitan lainnya yang berhubungan dengan tulisan. Ada beberapa unsur yang
terdapat dalam daftar pustaka, antara lain: nama pengarang, tahun penerbitan, judul
buku, termasuk judul tambahan, tempat terbit, dan penerbit.
Sederhananya, jika diurutkan secara vertikal, struktur karya tulis ilmiah akan menjadi
seperti ini:
Bagian pelengkap pendahuluan:
a. Halaman judul (Wajib).
b. Halaman pengesahan.
146
c. Moto dan persembahan/abstrak.
d. Kata pengantar.
e. Daftar isi.
f. Daftar table.
g. Daftar gambar.
h. Daftar lampiran.

Bagian isi:
a. Pendahuluan:latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah,
tinjauan/manfaat, definisi istilah.
b. Kajian pustaka/landasan teori/penelitian relevan/kerangka teori.
c. Metode penelitian: jenis penelitian, data dan sumber data, sample, metode
pengumpulan data, metode analisis data, metode pengkajian hasil analisis data.
d. Hasil + pembahasan.
e. Simpulan dan saran/penutup

Bagian pelengkap penutup:

a. Daftar pustaka/bibliografi.
b. Lampiran-lampiran/biografi

H. Jenis-Jenis Karya Ilmiah


Umum karya ilmiah di perguruan tinggi, menurut Arifin (2003), dibedakan menjadi:
1. Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang
pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. makalah
menyajikan masalah dengan melalui proses berpikir deduktif atau induktif.
2. Kertas kerja seperti halnya makalah, adalah juga karya tulis ilmiah yang menyajikan
sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Analisis dalam
kertas kerja lebih mendalam daripada analisis dalam makalah.
3. Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan
pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta
empiris-objektif, baik bedasarkan penelitian langsung (obsevasi lapangan, atau
percobaan di laboratorium), juga diperlukan sumbangan material berupa temuan baru

147
dalam segi tata kerja, dalil-dalil, atau hukum tertentu tentang salah satu aspek atau
lebih di bidang spesialisasinya.
4. Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dibandingkan dengan
skripsi. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian
sendiri.
5. Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat
dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dengan analisis
yang terinci). Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri, yang berupa temuan
orisinal. Jika temuan orisinal ini dapat dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan
penguji, penulisnya berhak menyandang gelar doktor (S3).

I. Pembuatan Karya Ilmiah


1. Pemilihan Topik
Topic adalah pokok pembicaraan dalam keseluruhan tulisan yang digarap. Didalam
memilih topic karya Ilmiah harus dipertimbangkan hal-hal berikut ini :
a. Topic harus bermanfaat dan layak dibahas. Bermanfaat berarti bahwa
pembahasan topic itu akan member sumbangan bagi pengembangan ilmu dan
profesi. Layak dibahas berarati bahwa topic itu memang memerlukan pembahsan
sesuai dengan bidang yang ditekuni.
b. Topic cukup menarik terutama bagi penulis. Topic yang demikian dapat
memotivasi penulis berusaha secara kontinu mencari data yang berguna dalam
membahas masalah yang dihadapi.
c. Topic dikenal baik. Ini berarti topic yang dipilih harus topic yang diketahui atau
dikuasai penulis sendiri.
d. Bahan yang diperlukan untuk pembicaraan topic itu, dapat diperoleh dan cukup
memadai.
e. Tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.

2. Pembatasan Topik
Topic yang terlalu umum atau luas, yang tidak sesuai dengan kemampuan penulis
untuk membicarakannya, dapat dibatasi ruang lingkupnya. Hal ini dilakukan agar
penulis tidak hanyut dalam suatu persoalan yang tidak ada habis-habisnya dan dapat
menulis dengan satu tujuan khusus. Proses pembatasan topik dapat dipermudah
dengan cara membuat diagram jam, diagram pohon dan pyramid terbalik.
148
Dengan cara diagram jam, topic diletakkan dalam sebuah lingkaran. Dari topic itu
diturunkan beberapa topic yang lebih sempit.
Contoh :

Ilmu kelautan

Laut fasifik laut sebagai sumber energy

Lautan atlantik kekayaan di laut

LAUT

Laut territorial laut di Indonesia

Indonesia LAUT

Laut sbg lap kerja kehidupan dalam laut

Peranan laut dalam kandungan kimia air laut

Hubungan antar bangsa

Riwayat Laut

3. Penentuan Judul
Topic berbeda dengan judul.
Topic adalah pokok pembicaraan dalam keseluruhan karya ilmiah. Sedangkan judul
ialah nama, title, atau semacam label untuk suatu karya ilmiah. Penentuan judul harus
dipikirkan secara serius dengan mengingat beberapa syarat berikut :
a. Judul harus sesuai topic atau isi karya ilmiah.
b. Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase benda bukan dalam bentuk
kalimat. Misalkan “Kerang Mutiara di Maluku Selatan Perlu dibudidayakan” di
nilai tidak tepat. Sebaiknya “Pembudidayaan Kerang Mutiara di Maluku
Selatan”.
c. Judul karya ilmiah diusahakan sesingkat mungkin. Misalkan “Cara Yang
Dilakukan Dalam Menangani Dan Mencegah Klaim Pada PT Djakarta Loyd
Cabang Medan-Belawan” dapat disingkat menjadi “Proses Penanganan dan
Pencegahan Klaim pada PT Djakarta Loyd Cabang Medan-Belawan”.
d. Judul karya ilmiah harus dinyatakan secara jelas.

149
4. Perumusan Tema
Setelah penentuan judul, langkah selanjutnya yaitu penentuan tema. Penulis membuat
rumusan mengenai masalah dan tujuan yang ingin dicapai tadi. Rumusan itu
dinamakan tema. Untuk memenuhi keperluan penyusunan sebuah kerangka tulisan
ilmiah, rumusan tema harus berbentuk kalimat. Rumusan singkat yang berisi tema
dasar sebuah karya ilmiah, disebut Thesis. Rumusan singkat yang tidak menekankan
tema dasar disebut Pengungkapan maksud.

Perhatikan contoh pembuatan rumusan tesis dan pengungkapan maksud dibawah ini!
Topik : pertanian rakyat di Indonesia.
Tujuan : mendorong rakyat untuk meningkatkan produksi pertanian.
Tesis : dalam rangka meningkatkan produksi pertanian rakyat Indonesia
hendaknya rakyat di dorong atau dirangsang dengan memberi kredit
dan penerangan.

Topik : Penanganan Klaim Pada PT. Djakarta Llloyd Cabang Medan-


Belawan

Tujuan : menggambarkan penanganan Klaim Pada PT. Djakarta Llloyd


Caban Medan-Belawan.

Pengungkapan : Penulis ingin menggambarkan penanganan klaim pada PT Djakarta

Maksud Lloyd cabang Medan Belawan sehingga gambaran proses penanganan .

5. Pengumpulan bahan
Bahan penulisan adalah semua informasi atau data yang relevan digunakan
untuk mencapai tujuan penulisan. Dalam tahap ini, penulis atau penyusun harus giat
mencari informasi dari kepustaan mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan
judul yang digarap. Sumber utama bahan penulis adalah pengalaman dan inferensi
dari pengalaman. Untuk memperoleh pengalaman yang diperlukan melalui observasi,
pedoman wawaqncara, angket, atatu instrument instrument lain dapat digunakan
penulis.
6. Penyusunan kerangka makalah
Dalam kerangka karangan itu ditentukan dahulu judul skripsi, makalah atau
laporan penelitian, judul bab dan judul anak bab. Judul bab dan judul anak bab

150
merupakan pecaham masalah dari judul kerangka ilmiah yang ditulis. Apabila sudah
dibuat pembagian bab menjadi anak bab, dan anak bab menjadi sub bab, penulis
kemudian menuangkannya kedalam kerangka karangan. Kerangkan karangan inilah
yang dijadikan pijakan bekerja sehingga tidak terjadi penganalisaan yang tumpang
tindih.
Contoh:

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1.1 Latar Belakang

1.1.2 Masalah

1.2 Ruang Lingkup Permasalahan

1.3 Landasan Teori

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

1.4.2 Manfaat Penelitian

1.5 Metode dan Teknik Penelitian

1.6 Populasi dan Sampel

1.6.1 Populasi

1.6.2 Sampel

7. Penulisan Makalah
a. Penulisan Pendahuluan
Penulisan pendahuluan bertujuan untuk memusatkan perhatian pembaca
atau peserta diskusi kepada masalah yang akan dibahas dan menunjukkan dasar
pembahasannya dan penganalisisannya.
Untuk mencapai tujuan itu, hal-hal yang biasa ditulis atau diurai pda
bagian pendahuluan makalah sebagian berikut.
a. Harapan yang seyogianya sudah terwujud sesuai dengan topic yang digarap.

151
b. Fenomena yang melatarbelakangi muncullnya masalah.

Dalam penulisan pendahuluan makalah, deskripsi fenomena yang diketahui


melalui pengamatan, harus dinyatakan sebagai hasil pengamatan; kalau
diketahui melalui pembaca sumber tertulis, maka deskripsi fenomena itu
harus dikutip.

c. Pentingnya masalah.
Selainkan mengemukakan pentingnya masalah, perlu juga diuraikan secara
singkat efek negativ yang mungkin ditimbulkan permasalahan itu apabila
tidak dibahas untuk mendapatkan penyelesaiannya.
d. Rumusan Masalah
Masalah dapat dirumuskan daslam bentuk pernyataan dan pertanyaan.
e. Teori, pandangan, dan sikap.
f. Istilah.

Cara terbaik untuk menentukan panjangnya pendahuluan adalah dengan


menetapkan banyaknya uraian masing-masing.

b. Penulisan pembahasan

Penulisan pembahsan bertujuan untuk menemukan atau memperoleh jawaban


yangjelas dan logis terhadap masalah atau pernyataan yang harus dijawab dalam
makalah itu. Penulisan pembahasan harus dilakukan secara sistematis. Tiap
bagian harus merupakan suatu kesatatuan, tetapi bukan kesatuan yang tertutup,
melainkan kesatuan terbuka yang memberikan alternative hubungan organic
kebelakang dan kedepan.

c. Penulisan Penutup

Penulisan penutup bertujuan untuk memberi simpulan dan saran.

8. Enumerasi

Enumerasi adalah tata cara penomoran butir-butir pembicaraan dalam


penulisan makalah. Tata cara penomoran bermacam-macam. Tata cara penomoran
menyangkut penentuan cara menguraikan bagian pembahasan.

152
9. Penulisan Kutipan

Kutipan adalah fakta, ide, opini atau pendapat yang dikutip dari sumber
tertulis untuk mendukung dan memperjelas argument, posisi, tatu opini tertulis
dalam suatu karya ilmiah. Dalam penulisan makalah kutipan digunakan dalam
penulisan pendahuluan dan penulisan pembahasan. Dalam penulisan pendahuluan
bisanya digunakan untuk menguraikan fenomena, pentingya masalah, teori atau
pndangan yang digunakan, dan istilah khusus. Lalu, dalam penulisan pembahasan
kutipan digunakan untuk mendukung argument dan opini penulis dalam membahas
masalah. Semua kutipan yang digunakan dalam penulisan makalah, diberi tanda
dengan nama keluarga pengarang, tahun terbit sumber kutipan, dan nomor urut
halaman sumber kutipan itu..

Ada beberapa kata tertentu yang digunakan dalam penulisan kutipan, antara lain
menyatakan, menerangkan, mengemukakan, berpendapat, melaporkan,
menyarankan. Bila penulis menilai bahwakutipan itu merupakan suatu pernyataan
penulis buku sumber, maka kata yang digunakan adalah menyatakan.

Contoh : Danim (2006 : 139 ) menyatakan, “kemampuan sekolah dibidang


penganggaran hanya salah satu aspek dari persolan manajeman pendidikan dan
pelatihan kita, termasuk kegiatan penelitian dan pengembangan.

Kalau penulis sebuah sumber kutipan dua orang, kedua nama keluarga penulis ikut
sebagai tanda. Akan tetapi, kalau penulisnya lebih dari dua orang yang ikut sebagai
tanda kutipan , hanya nama keluarga penulis pertama dengan diikuti singkatan dkk.

Contoh: Saylor, dkk ( 1981 : 98 ) menyatakan, “Pengertian kurikulum sebagai


sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik, merupakan konsep
kurikulum yang samapi saat ini banyak mewarnai teori-teori dan praktik pendidikan”

Penulisan sumber kutipan yang dicantumkan dalam teks, dapat dibagi atas dua
bentuk, yaitu bentuk integral dan non integral. Penulisan sumber kutipan dikatakan
berbentuk integral apabila apa bila nama penulis yang pendapatnya dikutip menyatu
dengan teks. Sedangkan penulisan sumber kutipan yang berbentuk nonintegral
adalah penulisan kutipan yang penulisnya tidak menyatu dengan teksnya.

153
Perhatikanlah contoh dibawah ini:

a. Kutipan integral

Effendy (1997 : 32) menyatakan, “strategi pada hakekatnya adalah perencanaan


dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan”.

b. Kutipan nonintegral

usaha periklanan bisa ditunjang oleh kegiatan Humas (Jefkins, 1996).

Konsistensi penulisan kutipan dalam penulisan sebuah makalah harus diwujudkan.


Oleh karena itu, dalam rangka penulisan sebuah makalah penulis harus menetapkan
salah satu ketentuan untuk ditaati.

Kalau nomor halaman rujukan ikut dijadikan sebagai tanda kutipan, maka setiap kali
menulis kutipan mulai dari awal sampai akhir proses penulisan makalah nomor
halaman buku rujukan tetap dijadikan salah satu tanda, sebaliknya juga kalau nomor
buku rujukan tidak ikut dijadikan sebagai tanda kutipan, maka dari awal hingga
akhir tidak perlu diikut sertakan.

10. Penulisan Daftar Rujukan


Ada dua istilah yang digunakan untuk menamai bagian karya tulis, tempat
sejumlah rujukan didaftarkan, yaitu daftar pustaka dan daftar rujukan. Kedua istilah
itu mempunyai konsep yang berbeda. Daftar pustaka adalah sejumlah rujukan yang
menjadi sumber kutipan yang member kutipan secara tidak langsung, sedangkan
daftar rujukan adalah daftar semua sumber kutipan yang digunakan dalam penulisan
sebuah karya tulis.
Petunjuk penulisan daftar rujukan.
a. Nama penulis ditulis tanpa gelar.
b. Identitas setiap buku rujukan diketik satu spasi dan jarak dua spasi untuk
identitas buku selanjutnya.
c. Buku-buku rujukan didaftarkan secara alpabetis dan tidak diberi nomor urut.
d. Urutan identitas setiap buku dalam penulisannya dapat dijelaskan sebagai
berikut:

154
1) Nama penulis (tanpa gelar). Tahun terbit. Judul buku. Nama kota tempat
penerbitan; nama penerbit. Dalam hal ini, judul buku harus digaris bawahi
atau dicetak dengan huruf miring.
2) Penulisan nama keluarga mendahului penulisan nama diri penulis dan
dipisahkan dengan tanda koma.
3) Bila buku ini ditulis oleh dua orang penulis, disisipkan kata dan diantara
kedua nama penulis.
4) Bila buku ini ditulis lebih dari dua orang, yang ditulis hanya nama penulis
pertama dengan menambahkan singkatan dkk, di belakangnnya.
11. Revisi
Jika konsep karya ilmiah sudah selesai, maka konsep perlu dibaca kembali. Mungkin
konsep itu perlu direvisi, dikurangi atau perlu diperluas. Pada tahap ini penulis
meneliti konsep atau naskah karya ilmiahnya secara menyeluruh tentang sistematika,
ejaan, penggunaan bahasa, kutipan rujukan, dan sebagainya.

Adapun yang menjadi manfaat penyusunan karya ilmiah adalah sebagai berikut :

Menurut sikumbang (1981), sekurang-kurangnya ada enam manfaat yang diperoleh


dari kegiatan tersebut.

1. Penulis dapat terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif


karena sebelum menulis karya ilmiah, ia mesti membaca dahulu kepustakaan
yang ada relevansinya dengan topik yang hendak dibahas.
2. Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber,
mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih
matang.
3. Penulis dapat berkenalan dengan kegiatan perpustakaan seperti mencari bahan
bacaan dalam catalog pengarang atau katalog judul buku.
4. Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan
menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis.
5. Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual.
6. Penulis turut memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat.

155
KESIMPULAN

Dari pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa, karya ilmiah adalah karya tulis
yang disusun oleh seorang penulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah yang telah
dilakukannya. Karya ilmiah juga biasa disebut karangan ilmiah yang disajikan secara fakta
dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.

Dalam penulisan karya ilmiah banyak aspek yang mesti diketahui oleh calon pembuat
karya ilmiah karena itu sangat berperan dengan hasil karya ilmiah yang akan dibuat,
misalnya, calon penulis karya ilmiah paling harus mengetahui etika dan kode etik dalam
penulisan karya ilmiah, tehnik penyusunan karya ilmiah yang baik dan benar dan sikap-sikap
dalam menulis karya ilmiah serta harus menjalani dan menerima berbagai kendala dan
masalah dalam proses penulisan karya ilmiah, karena itu merupakan suatu pembelajaran
ketika akan membuat karya ilmiah.

Karya ilmiah mempunyai beberapa jenis seperti, makalah, kertas kerja, skripsi, tesis,
disertasi, artikel, esai, opini, dan fiksi. Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah, antara lain
untuk menyampaikan gagasan, memenuhi tugas dalam studi, untuk mendiskusikan gagasan
dalam suatu pertemuan, mengikuti perlombaan, serta untuk menyebarluaskan ilmu
pengetahuan/hasil penelitian.

Karya ilmiah dapat berfungsi sebagai rujukan, untuk meningkatkan wawasan, serta
menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Bagi penulis, menulis karya ilmiah bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan membaca dan menulis, berlatih mengintegrasikan berbagai
gagasan dan menyajikannya secara sistematis, serta memperluas wawasan.

LATIHAN KE - 10

1. Jelaskan apa pengertian karya ilmiah, dan berikan contoh!.


2. Bagaimana karakteristik karya ilmiah, dan berikan contoh!.
3. Sebutkan dan jelaskan syarat sebuah karya ilmiah!.
4. Jelaskan bagaimana struktur sebuah karya ilmiah, dan berikan contoh!.
5. Jelaskan bagaimana pembuatan karya ilmiah, dan berikan contoh!.
6. Senutkan dan jelaskan apa saja jenis-jenis karya ilmiah!.

156
DAFTAR PUSTAKA

Dwiloka, Bambang. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Rineka Cipta

Farkhan, M. 2006. Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta : Penerbit Cella

Ritonga, dkk. 2010. Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong Jaya

http://novitasitanggang.blogspot.co.id/2016/04/makalah-penulisan-karya-ilmiah.html

157
PERTEMUAN KE – 11

NASKAH ILMIAH

( Konvensi Naskah)

A. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui cara-cara penulisan dalam bahasa Indonesia, dan menghasilkan
penampilan tulisan yang indah sesuai dengan aturan yang ada, demi menarik minat
para pembaca.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan pengertian dari konvensi naskah.
3. Untuk mendapat hasil tulisan dengan penampilan yang indah dengan aturan yang
benar.
4. Memberikan kemudahan dalam membuat suatu karya tulis.

B. Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional Bangsa Indonesia. Sebagai bahasa nasional,
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pemersatu berbagai bahasa daerah di
Indonesia. Contoh kasus, jika orang jawa yang memakai bahasa Jawa dalam
berkomunikasi, dan orang Irian yang berkomunikasi dengan bahasa daerahnya. Suatu
ketika mereka harus berkomunikasi satu sama lain. Jika mereka menggunakan bahasa
daerahnya masing-masing dalam berkomunikasi, tentunya komunikasi akan sulit
dilakukan, karena kemungkinan keduanya tidak dapat saling mengerti. Dalam kasus
seperti ini, Bahasa Indonesia sangat diperlukan dalam berkomunikasi.

Bahasa tidak hanya digunakan dalam komunikasi secara lisan, tetapi juga dalam
komunikasi secara tertulis. Begitu halnya dengan Bahasa Indonesia. Dalam
penggunaanya, Bahasa Indonesia memiliki aturan-aturan baku.

Sebagaimana telah diketahui, bahwa di zaman sekarang sudah banyak sekali penulis
yang terkenal, dengan tulisan-tulisannya telah membuat para pembaca dapat memahami
dan mengerti dengan apa yang ditulis dan apa yang dimaksud dari tulisan tersebut.

Akan tetapi, bagi seorang penulis yang menyampaikan gagasan atau isi pikiran yang
akan dituangkan dalam suatu tulisan. Maka, penulis harus pandai memilih kata yang

158
tepat sehingga dapat merangkai kata manjadi kalimat yang ringkas, jelas, dan juga
mudah dipahami. Oleh karena itu, penulis akan mencoba menjelaskan segala ketentuan-
ketentuan dalam penulisan naskah atau disebut juga dengan konvensi naskah.

Dengan mempelajari konvensi naskah, penulis dapat menciptakan tulisan yang indah
dalam menampilkan sebuah tulisan itu sendiri, sehingga pembaca tertarik untuk
membaca tulisan tersebut.

C. Pengertian Konvensi Naskah


Untuk membuat sebuah naskah yang baik, sebelumnya kita harus membuat kerangka
karangan terlebih dahulu. Dalam kerangka karangan akan terlihat bab-bab, sub-sub bab
yang mengandung ide-ide pokok dari suatu naskah. Setelah itu pengembangan pun akan
mudah dilakukan dan naskah yang dihasilkan sistematis.
Selain hal diatas, dalam pembuatan naskah juga harus memperhatikan struktur kalimat
dan pilihan kata/diksi, agar naskah yang kita tulis itu jelas, teratur dan menarik untuk di
baca.
Selain hal-hal diatas, hal terpenting lainnya adalah naskah harus memenuhi syarat-syarat
tertentu seperti persyaratan formal. Persyaratan formal mensyaratkan naskah supaya
bentuk atau wajah tampak menarik dan indah. Persyaratan formal ini meliputi bagian-
bagian pelengkap dan kebiasaan-kebiasaan yang harus diikuti dalam dunia kepenulisan
yang umum disebut konvensi naskah. Konvensi naskah adalah penulisan sebuah naskah
berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah lazim, dan sudah disepakati.
Berdasarkan persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara
formal, semi formal, dan non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu karya
memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara semi
formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah yang
dituntut konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya tidak
memenuhi syarat-syarat formalnya.

D. Syarat Formal Penulisan Sebuah Naskah


Pengorganisasian karangan sangat diperlukan dalam menyusun sebuah karangan.
Pengorganisasian karangan adalah penyusunan seluruh unsur karangan menjadi satu
kesatuan karangan dengan berdasarkan formal kebahasaan yang baik, benar, cermat,
logis, penguasaan, wawasan keilmuan bidang kajian yang ditulis secara memadai dan

159
format pengetikan yang sistematis. Persyaratan formal yang harus dipenuhi sebuah karya
tulis yaitu Bagian pelengkap pendahuluan, isi karangan, bagian pelengkap penutup.
1. Bagian Pelengkap Pendahuluan
a. Judul Pendahuluan (Judul Sampul).
b. Halaman Judul.
c. Halaman Persembahan (kalau ada).
d. Halaman Pengesahan (kalau ada).
e. Kata Pengantar.
f. Daftar Isi.
g. Daftar Gambar (kalau ada).
h. Daftar Tabel (kalau ada).
2. Bagian Isi Karangan
a. Pendahuluan.
b. Tubuh Karangan.
c. Kesimpulan.
3. Bagian Pelengkap Penutup
a. Daftar Pustaka (Bibliografi).
b. Lampiran (Apendix).
c. Indeks.
d. Riwayat Hidup Penulis.

A. Bagian Pelengkap Pendahuluan


Bagian pelengkap pendahuluan atau halaman-halaman pendahuluan tidak
menyangkut isi karangan. Bagian ini dipersiapkan sebagai bahan informasi bagi
pembaca dan menampilkan karangan tersebut dalam bentuk yang lebih menarik.
1. Judul Pendahuluan (Judul Sampul) dan Halaman Judul
Judul pendahuluan adalah nama karangan. Pada halaman judul pendahuluan tidak
megandung apa-apa kecuali judul karangan. Penulisan judul karangan dengan
huruf kapital dan letaknya ditengah sedikit ke atas. Tetapi variasi format lainnya
juga banyak.
Pada makalah atau skripsi, halaman judul mencantumkan nama karangan,
penjelasan tugas, nama pengarang, kelengkapan indentitas pengarang (NPM,
kelas), nama unit studi atau unit kerja, nama lembaga(jurusan, fakultas,
universitas), nama kota dan tahun penulisan.
160
Untuk memberikan daya tarik pembaca, penyusunan judul perlu memperhatikan
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Judul menggambarkan keseluruhan isi karangan.
b. Judul harus menarik pembaca baik makna maupun penulisannya.
c. Sampul: nama karangan, penulis, dan penerbit.
d. Halaman judul: nama karangan, penjelasan adanya tugas, penulis,
kelengkapan identitas pengarang, nama unit studi, nama lembaga, nama kota,
dan tahun penulisan (dalam pembuatan makalah atau skripsi).
e. Seluruh frasa ditulis pada posisi tengah secara simetri (untuk karangan
formal), atau model lurus pada margin kiri (untuk karangan yang tidak terlalu
formal).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan makalah atau skripsi pada
halaman judul:

Judul diketik dengan huruf kapital, misalnya:

UPAYA MENGATASI KEMISKINAN PADA

MASYARAKAT PEMUKIMAN KUMUH

DI KELURAHAN JATINEGARA JAKARTA TIMUR

Penjelasan tentang tugas disusun dalam bentuk kalimat, misalnya:

Makalah ini Disusun untuk Melengkapi Ujian Akhir

Mata Kuliah Bahasa Indonesia Semester Ganjil 2017

Atau

Skripsi ini Diajukan untuk Melengkapi Ujian Sarjana Ilmu Komputer pada

Fakultas Ilmu Komputer Universitas Pamulang

Nama penulis ditulis dengan huruf kapital, di bawah nama dituliskan


Nomor Induk Mahasiswa (NIM), misalnya:

RAKHMAT MALIK IBRAHIM

11122334

161
Logo universitas untuk makalah, skripsi, tesis, dan disertasi; makalah ilmiah tidak
diharuskan menggunakan logo.

Data institusi mahasiswa mencantumkan program studi, jurusan, fakultas,


unversitas, nama kota, dan tahun ditulis dengan huruf kapital, misalnya:

JURUSAN SISTEM INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS GUNADARMA

JAKARTA

2011

Hal-hal yang harus dihindarkan dalam halaman judul karangan formal:

1. Komposisi tidak menarik.


2. Tidak estetik.
3. Hiasan gambar tidak relevan.
4. Variasi huruf jenis huruf.
5. Kata “ditulis (disusun) oleh.”
6. Kata “NIM/NRP.”
7. Hiasan, tanda-tanda, atau garis yang tidak berfungsi.
8. Kata-kata yang berisi slogan.
9. Ungkapan emosional.
10. Menuliskan kata-kata atau kalimat yang tidak berfungsi.

2. Halaman Persembahan
Bagian ini tidak terlalu penting. Bila penulis ingin memasukan bagian ini, maka
hal itu semata-mata dibuat atas pertimbangan penulis. Persembahan ini jarang
melebihi satu halaman, dan biasanya terdiri dari beberapa kata saja, misalnya:
a. Kutulis novel ini
b. dengan cahaya cinta
c. untuk mahar menyunting belahan jiwa,
d. Muyasaratun Sa’idah binti KH. Muslim Djawahir, alm.
e. Rabbana hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa

162
f. Qurrata a’yuni waj’alnaa lil muttaqiina imaama. Amin.

Bila penulis menganggap perlu memasukkan persembahan ini, maka


persembahan ini ditempatkan berhadapan dengan halaman belakang judul buku,
atau berhadapan dengan halaman belakang cover buku, atau juga menyatu dengan
halaman judul buku.

3. Halaman Pengesahan
Halaman pengesahan berfungsi sebagai bukti bahwa karya tulis telah memenuhi
persyaratan administratif sebagai karya ilmiah. Halaman ini biasanya ditanda
tangani oleh pembimbing, penguji dan ketua jurusan. Halaman pengesahan
biasanya dilampirkan pada skripsi, tesis, disertasi. Sedangkan untuk makalah atau
karangan lainnya tidak harus mensertakan halaman ini. Halaman pengesahan
ditulis dengan mengikuti persyaratan formal urutan dan tata letak unsur-unsur
yang tertulis di dalamnya.
Judul karangan ditulis dengan menggunakan huruf kapital seluruhnya dan
diletakkan ditengah-tengah antara margin kiri dan kanan. Nama lengkap dan
gelar akademis pembimbing materi, penguji, ketua program jurusan ditulis secara
benar dan disusun secara simetri kiri-kanan dan atas-bawah. Nama kota dan
tanggal pengesahan ditulis di atas kata ketua jurusan.

Hal-hal yang harus dihindarkan:


a. Menggaris-bawahi nama dan kata-kata lainnya.
b. Menggunakan titik atau koma pada akhir nama.
c. Tulisan melampaui garis tepi.
d. Menulis nama tidak lengkap.
e. Menggunakan huruf yang tidak standar.
f. Tidak mencantumkan gelar akademis.

4. Kata Pengantar
Kata pengantar merupakan bagian dari karangan yang isinya berupa penjelasan
mengenai motivasi menulis sebuah karangan. Kata pengantar berfungsi seperti
sebuah surat pengantar. Setiap karangan ilmiah seperti: buku, skripsi, tesis,
disertasi,makalah harus melampirkan halaman kata pengantar yang menyajikan
informasi sebagai berikut:

163
a. Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Penjelasan adanya tugas penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi,
atau laporan formal ilmiah).
c. Penjelasan pelaksanaan penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi,
atau laporan formal ilmiah).
d. Penjelasan adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang,
sekolompok orang, atau organisasi/lembaga.
e. Ucapan terima kasih kepada seseorang, sekolompok orang, atau
organisasi/lembaga yang membantu.
f. Penyebutan nama kota, tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis,
tanpa dibubuhi tanda-tangan.
g. Harapan penulis atas karangan tersebut.
h. Manfaat bagi pembaca serta kesediaan menerima kritik dan saran.

Kata pengantar merupakan bagian keseluruhan dari suatu karangan ilmiah yang
sifatnya formal dan ilmiah. Oleh sebab itu dalam penulisannya harus
menggunakan kata-kata yang baku, baik dan benar. Isi dari kata pengantar tidak
membahas tentang pendahuluan, isi, penutup. Dan berlaku sebaliknya, hal-hal
yang sudah dibahas dibagian kata pengantar tidak boleh di bahas lagi dalam isi
karangan.

Hal-hal yang harus dihindarkan:

a. Menguraikan isi karangan.


b. Mengungkapkan perasaan berlebihan.
c. Menyalahi kaidah bahasa.
d. Menunjukkan sikap kurang percaya diri.
e. Kurang meyakinkan.
f. Kata pengantar terlalu panjang.
g. Menulis kata pengantar semacam sambutan.
h. Kesalahan bahasa: ejaan, kalimat, paragraf, diksi, dan tanda baca tidak efektif.

5. Daftar Isi
Daftar isi merupakan pelengkap dari pendahuluan yang isinya memuat garis besar
isi karangan secara lengkap dan menyeluruh dari halaman pertama sampai

164
halaman terakhir. Fungsi dari halaman ini untuk menyajikan informasi nomor
halaman dari judul bab, sub bab, dan unsur-unsur pelengkap dari buku yang
bersangkutan.
Daftar isi disusun secara konsisten baik penomoran, penulisan, maupun tata letak
judul bab, judul sub-sub bab.

6. Daftar Gambar
Bila suatu karangan memuat suatu gambar-gambar, maka setiap gambar tersebut
harus ditulis di dalam daftar gambar yang menginformasikan judul gambar dan
nomor halaman gambar tersebut.

7. Daftar Tabel
Bila suatu karangan memuat suatu tabel-tabel, maka setiap tabel tersebut harus
ditulis di dalam daftar tabel yang menginformasikan nama tabel dan nomor
halaman tabel tersebut.

B. Bagian Isi Karangan


Isi karangan merupakan inti dari sebuah karangan. Bagian-bagian isi karangan akan
dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
1. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan bab 1 dalam sebuah karangan yang tujuannya adalah
menarik perhatian pembaca, memusatkan perhatian pembaca terhadap masalah
yang dibicarakan dan menunjukkan dasar yang sebenarnya dari uraian itu.
Pendahuluan terdiri dari latar belakang, masalah, tujuan pembahasan, pembatasan
masalah, landasan teori dan metode pembahasan. Keseluruhan isi pendahuluan
mengantarkan pembaca pada materi yang akan dibahas, dianalisis, diuraikan
dalam bab 2 sampai bab terakhir.
Untuk menulis pendahuluan yang baik, penulis perlu memperhatikan pokok-
pokok yang harus tertuang dalam masing-masing unsur pendahuluan sebagai
berikut:
a. Latar belakang masalah, menyajikan:
1) Penalaran (alasan) yang menimbulkan masalah atau pertanyaan yang akan
diuraikan jawabannya dalam bab pertengahan antara pendahuluan dan

165
kesimpulan dan dijawab atau ditegaskan dalam kesimpulan. Untuk itu,
arah penalaran harus jelas, misalnya deduktif, sebab-akibat, atau induktif.
2) Kegunaan praktis hasil analisis, misalnya: memberikan masukan bagi
kebijakan pimpinan dalam membuat keputusan, memberikan acuan bagi
pengembangan sistem kerja yang akan datang.
3) Pengetahuan tentang studi kepustakaan, gunakan informasi mutakhir dari
buku-buku ilmiah, jurnal, atau internet yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis hendaklah mengupayakan
penggunaan buku-buku terbaru.
4) Pengungkapan masalah utama secara jelas dalam bentuk pertanyaan,
gunakan kata tanya yang menuntut adanya analisis, misalnya:
bagaimana...., mengapa.....
5) Tidak menggunakan kata apa karena tidak menuntut adanya analisis,
cukup dijawab dengan ya atau tidak.

b. Tujuan penulisan berisi:


1) Target, sasaran, atau upaya yang hendak dicapai, misalnya:
mendeskripsikan hubungan X terhadap Y; membuktikan bahwa budaya
tradisi dapat dilestarikan dengan kreativitas baru; menguraikan pengaruh
X terhadap Y.
2) Upaya pokok yang harus dilakukan, misalnya: mendeskripsikan data
primer tentang kualitas budaya tradisi penduduk asli Jakarta;
membuktikan bahwa pembangunan lingkungan pemukiman kumuh yang
tidak layak huni memerlukan bantuan pemerintah.
3) Tujuan utama dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan
masalah yang akan dibahas. Jika masalah utama dirinci menjadi dua,
tujuan juga dirinci menjadi dua.

c. Ruang lingkup masalah berisi:


1) Pembatasan masalah yang akan dibahas.
2) Rumusan detail masalah yang akan dibahas.
3) Definisi atau batasan pengertian istilah yang tertuang dalam setiap
variabel. Pendefinisian merupakan suatu usaha yang sengaja dilakukan

166
untuk mengungkapkan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa,
dan sebagainya dengan kata-kata.

d. Landasan teori menyajikan:


1) Deskripsi atau kajian teoritik variabel X tentang prinsip-prinsip teori,
pendapat ahli dan pendapat umum, hukum, dalil, atau opini yang
digunakan sebagai landasan pemikiran kerangka kerja penelitian dan
penulisan sampai dengan kesimpulan atau rekomendasi.
2) Penjelasan hubungan teori dengan kerangka berpikir dalam
mengembangkan konsep penulisan, penalaran, atau alasan menggunakan
teori tersebut.

e. Sumber data penulisan berisi:


1) Sumber data sekunder dan data primer.
2) Kriteria penentuan jumlah data.
3) Kriteria penentuan mutu data.
4) Kriteria penentuan sample.
5) Kesesuaian data dengan sifat dan tujuan pembahasan.

f. Metode dan teknik penulisan berisi:


1) Penjelasan metode yang digunakan dalam pembahasan, misalnya: metode
kuantitatif, metode deskripsi, metode komparatif, metode korelasi, metode
eksploratif, atau metode eksperimental.
2) Teknik penulisan menyajikan cara pengumpulan data seperti wawancara,
observasi, dan kuisioner; analisis data, hasil analisis data, dan kesimpulan.
g. Sistematika penulisan berisi:
1) Gambaran singkat penyajian isi pendahuluan, pembahasan utama, dan
kesimpulan.
2) Penjelasan lambang-lambang, simbol-simbol, atau kode (kalau ada).
c. Tubuh Karangan
Tubuh karangan atau bagian utama karangan merupakan inti karangan berisi
sajian pembahasan masalah. Bagian ini menguraikan seluruh masalah yang
dirumuskan pada pendahuluan secara tuntas (sempurna). Di sinilah terletak
segala masalah yang akan dibahas secara sistematis.
167
Kesempurnaan pembahasan diukur berdasarkan kelengkapan unsur-unsur
berikut ini:
1) Ketuntasan materi:
Materi yang dibahas mencakup seluruh variabel yang tertulis pada kalimat
karangan, baik pembahasan yang berupa data sekunder (kajian teoretik)
maupun data primer. Pembahasan data primer harus menyertakan
pembuktian secara logika, fakta yang telah dianalisis atau diuji
kebenarannya, contoh-contoh, dan pembuktian lain yang dapat mendukung
ketuntasan pembenaran.
2) Kejelasan uraian/deskripsi:
a) Kejelasan konsep:
Konsep adalah keseluruhan pikiran yang terorganisasi secara utuh, jelas,
dan tuntas dalam suatu kesatuan makna. Untuk itu, penguraian dari bab
ke sub-bab, dari sub-bab ke detail yang lebih rinci sampai dengan uraian
perlu memperhatikan kepaduan dan koherensial, terutama dalam
menganalisis, menginterpretasikan (manafsirkan) dan menyintesiskan
dalam suatu penegasan atau kesimpulan. Selain itu, penulis perlu
memperhatikan konsistensi dalam penomoran, penggunaan huruf, jarak
spasi, teknik kutipan, catatan pustaka, dan catatan kaki.

b) Kejelasan bahasa:
Kejelasan dan ketetapan pilihan kata yang dapat diukur kebenarannya.
Untuk mewujudkan hal itu, kata lugas atau kata denotatif lebih baik
daripada kata konotatif atau kata kias (terkecuali dalam pembuatan
karangan fiksi, kata konotatif atau kata kias sangat diperlukan).
Kejelasan makna kalimat tidak bermakna ganda, menggunakan struktur
kalimat yang betul, menggunakan ejaan yang baku, menggunakan
kalimat efektif, menggunakan koordinatif dan subordinatif secara benar.
Kejelasan makna paragraf dengan memperhatikan syarat-syarat paragraf:
kesatuan pikiran, kepaduan, koherensi (dengan repetisi, kata ganti,
paralelisme, kata transisi), dan menggunakan pikiran utama, serta
menunjukkan adanya penalaran yang logis (induktif, deduktif, kausal,
kronologis, spasial).

168
c) Kejelasan penyajian dan fakta kebenaran fakta:
Kejelasan penyajian fakta dapat diupayakan dengan berbagai cara, antara
lain: penyajian dari umum ke khusus, dari yang terpenting ke kurang
penting; kejelasan urutan proses. Untuk menunjang kejelasan ini perlu
didukung dengan gambar, grafik, bagan, tabel, diagram, dan foto-foto.
Namun, kebenaran fakta sendiri harus diperhatikan kepastiannya.

Hal-hal lain yang harus dihindarkan dalam penulisan karangan


(ilmiah):
1) Subjektivitas dengan menggunakan kata-kata: saya pikir, saya rasa,
menurut pengalaman saya, dan lain-lain. Atasi subjektivitas ini
dengan menggunakan: penelitian membuktikan bahwa…, uji
laboratorium membuktikan bahwa…, survei membuktikan bahwa…,
2) Kesalahan: pembuktian pendapat tidak mencukupi, penolakan konsep
tanpa alasan yang cukup, salah nalar, penjelasan tidak tuntas, alur
pikir (dari topik sampai dengan simpulan) tidak konsisten,
pembuktian dengan prasangka atau berdasarkan kepentingan pribadi,
pengungkapan maksud yang tidak jelas arahnya, definisi variabel
tidak (kurang) operasional, proposisi yang dikembangkan tidak jelas,
terlalu panjang, atau bias, uraian tidak sesuai dengan judul.

d. Kesimpulan
Kesimpulan atau simpulan merupakan bagian terakhir atau penutup dari isi
karangan, dan juga merupakan bagian terpenting sebuah karangan ilmiah.
Pembaca yang tidak memiliki cukup waktu untuk membaca naskah seutuhnya
cenderung akan membaca bagian-bagian penting saja, antara lain kesimpulan.
Oleh karena itu, kesimpulan harus disusun sebaik mungkin. Kesimpulan harus
dirumuskan dengan tegas sebagai suatu pendapat pengarang atau penulis
terhadap masalah yang telah diuraikan.

Penulis dapat merumuskan kesimpulannya dengan dua cara:


1) Dalam tulisan-tulisan yang bersifat argumentatif, dapat dibuat ringkasan-
ringkasan argumen yang penting dalam bentuk dalil-dalil (atau tesis-tesis),
sejalan dengan perkembangan dalam tubuh karangan itu.
169
2) Untuk kesimpulan-kesimpulan biasa, cukup disarikan tujuan atau isi yang
umum dari pokok-pokok yang telah diuraikan dalam tubuh karangan itu.
C. Bagian Pelengkap Penutup
Bagian pelengkap penutup juga merupakan syarat-syarat formal bagi suatu karangan
ilmiah.
1. Daftar pustaka (Bibliografi)
Setiap karangan ilmiah harus menggunakan data pustaka atau catatan kaki dan
dilengkapi dengan daftar bacaan. Daftar pustaka (bibliografi) adalah daftar yang
berisi judul buku, artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai
pertalian dengan sebuah atau sebagian karangan.

Unsur-unsur daftar pustaka meliputi:


a. Nama pengarang: penulisannya dibalik dengan menggunakan koma.
b. Tahun terbit.
c. Judul buku: penulisannya bercetak miring.
d. Data publikasi, meliputi tempat/kota terbit, dan penerbit.
e. Untuk sebuah artikel diperlukan pula judul artikel, nama majalah, jilid,
nomor, dan tahun terbit.

Contoh:
Tarigan, Henry. 1990. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa. (Banyak versi lainnya, misal: Sistem Harvard, Sistem
Vancover, dan lain-lain).

Keterangan:
a. Jika buku itu disusun oleh dua pengarang, nama pengarang kedua tidak
perlu dibalik.
b. Jika buku itu disusun oleh lembaga, nama lembaga itu yang dipakai untuk
menggantikan nama pengarang.
c. Jika buku itu merupakan editorial (bunga rampai), nama editor yang
dipakai dan di belakangnya diberi keterangan ed. ‘editor’.
d. Nama gelar pengarang lazimnya tidak dituliskan.
e. Daftar pustaka disusun secara alfabetis berdasarkan urutan huruf awal
nama belakang pengarang.
170
2. Lampiran (Apendix)
Lampiran (apendix) merupakan suatu bagian pelengkap yang fungsinya
terkadang tumpang tindih dengan catatan kaki. Bila penulis ingin memasukan
suatu bahan informasi secara panjang lebar, atau sesuatu informasi yang baru,
maka dapat dimasukkan dalam lampiran ini. Lampiran ini dapat berupa esai,
cerita, daftar nama, model analisis, dan lain-lain. Lampiran ini disertakan sebagai
bagian dari pembuktian ilmiah. Penyajian dalam bentuk lampiran agar tidak
mengganggu pembahasan jika disertakan dalam uraian.

3. Indeks
Indeks adalah daftar kata atau istilah yang digunakan dalam uraian dan disusun
secara alfabetis (urut abjad). Penulisan indeks disertai nomor halaman yang
mencantumkan penggunaan istilah tersebut. Indeks berfungsi untuk memudahkan
pencarian kata dan penggunaannya dalam pembahasan.

4. Riwayat Hidup Penulis


Buku, skripsi, tesis, disertasi perlu disertai daftar riwayat hidup. Dalam skripsi
menuntut daftar RHP lebih lengkap. Daftar riwayat hidup merupakan gambaran
kehidupan penulis atau pengarang. Daftar riwayat hidup meliputi: nama penulis,
tempat tanggal lahir, pendidikan, pengalaman berorganisasi atau pekerjaan, dan
karya-karya yang telah dihasilkan oleh penulis.

KESIMPULAN

Konvensi naskah adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang
sudah lazim, dan sudah disepakati.
Berdasarkan persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara
formal, semi formal, dan non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu karya
memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara semi
formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah yang
dituntut konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya tidak
memenuhi syarat-syarat formalnya.

171
Persyaratan formal yang harus dipenuhi sebuah karya tulis yaitu Bagian pelengkap
pendahuluan, isi karangan, bagian pelengkap penutup.

A. Bagian Pelengkap Pendahuluan


a. Judul Pendahuluan (Judul Sampul)
b. Halaman Judul
c. Halaman Persembahan (kalau ada)
d. Halaman Pengesahan (kalau ada)
e. Kata Pengantar
f. Daftar Isi
g. Daftar Gambar (kalau ada)
h. Daftar Tabel (kalau ada)

B. Bagian Isi Karangan


a. Pendahuluan
b. Tubuh Karangan
c. Kesimpulan

C. Bagian Pelengkap Penutup


a. Daftar Pustaka (Bibliografi)
b. Lampiran (Apendix)
c. Indeks
d. Riwayat Hidup Penulis

LATIHAN KE: 11

1. Apakah yang dimaksud dengan konvensi naskah ?.


2. Apakah syarat formal penulisan sebuah naskah ?.
3. Bagaimana cara menulis Riwayat Hidup Penulis ?.
4. Jelaskan bagaimana cara menulis kesimpulan yang baik dan benar ?.

172
DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah, 1994.

HS, Widjono. BAHASA INDONESIA Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di


Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo, 2007.

Maryani, Yani, dkk. Intisari Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Drs. AS Haris Sumadiria M.Si. Bahasa Jurnalistik (Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis.
Simbiosa Rekatama Media.

http://www.syahroneiy.co.cc

http://rakhmatmalik.blogspot.co.id/2011/12/konvensi-naskah.html

173
PERTEMUAN KE – 12

KERANGKA KARYA ILMIAH

METODE PENULISAN KARYA ILMIAH (bab 1, 2 dan 3)

1. Standar Kompetensi Mata Latih


Setelah mengikuti kegiatan ini peserta pelatihan diharapkan memiliki kemampuan
memahami karakteristik karya ilmiah, sistematika dan kerangka penulisannya.
2. Kompetensi Dasar
Setelah menempuh mata kuliah ini, diharapkan peserta pelatihan mampu:
a) Dapat mengenali ragam karya ilmiah
b) Dapat membedakan karya ilmiah artikel untuk jurnal, makalah bahan seminar dan
laporan penelitian
3. Prasyarat Mata Latih
Mata latih ini diharapkan diikuti oleh peserta yang telah lulus mengikuti Metodologi
Penelitian di Program S1.
4. Metode dalam Mempelajari Buku Ajar:
Untuk lebih mudah memahami buku ajar ini maka, peserta pelatihan harus:
a. Membaca bagian petunjuk yang terdapat dalam buku, hal ini dilakukan untuk
menghindari kerancuan materi.
b. Berlatih mengerjakan tugas atau soal-soal yang terdapat dalam buku ajar
c. Berdiskusi dengan teman-teman dalam kelompok kerja untuk mendalami suatu
permasalahan/topik.
d. Membuat laporan kegiatan.

BAB I
RAGAM KARYA ILMIAH DAN SISTEMATIKA PENULISANNYA

Pengantar

Karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan
hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan
memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.

174
Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau
simposium, artikel jurnal, yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari
kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah
tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau
pengkajian selanjutnya.

Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya
ilmiah, seperti makalah, laporan praktikum, dan skrispsi (tugas akhir). Yang disebut terakhir
umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil tetapi dilakukan cukup mendalam.
Sementara itu makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan
pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang
ditulis pakar-pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum
ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan
menyusun laporan penelitian, sebab dalam beberapa hal ketika mahasiswa melakukan
praktikum, ia sebetulnya sedang melakukan “verifikasi” proses penelitian yang telah
dikerjakan ilmuwan sebelumnya. Kegiatan praktikum didesain pula untuk melatih
keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.

Ketika kita membuat tulisan ilmiah, disadari atau tidak, kita membangun narasi yang
memberikan suatu makna naratif. Mode naratif, dalam konteks ini, tidaklah terbatas pada
kajian pustaka atau kasus, tetapi pada salah satu dari dua mode dasar dan kognitif yang
universal, yakni mode naratif itu sendiri dan mode logika-ilmiah. Berbeda dari mode logika
ilmiah yang berupaya mencari kondisi-kondisi kebenaran, mode naratif secara kontekstual
berupaya mencari hubungan-hubungan tertentu di antara kejadian-kejadian. Hubungan-
hubungan di antara kejadian-kejadian inilah yang disebut makna (Hempel dalam Winarno,
dkk, 2004:16).

Kapan saja kita menulis tulisan ilmiah, sesungguhnya kita menuturkan semacam cerita, atau
sebagian dari narasi yang lebih luas. Sebagian dari cerita yang kompleks diuraikan lebih
konkret dan dekat dengan kita, sedangkan yang lainnya lebih abstrak, berjarak dari
pengalaman kita, dan memantapkan hegemoni yang sudah ada. Malahan tak hanya sebatas
itu. Ketika kita memaparkan cerita, kerap kali kita mempertautkan kajian kita dengan sesuatu
yang meta naratif. Misalnya, bagaimana kajian kita dalam menyumbangkan suatu gagasan
baru bagi ilmu pengetahuan tertentu. Laporan penelitian konversional menggambarkan
subteks yang digerakkan oleh narasi: teori (tinjauan pustaka adalah masa lampau atau

175
penyebab peneliti melakukan sebuah kajian ke masa depan – penemuan dan implikasi (bagi
peneliti, yang diteliti, dan ilmu (pengetahuan). Oleh karena itu, struktur narasi adalah
praoperatif atau prakonsepsi, tidak soal apakah seseorang menulis dalam mode naratif atau
mode logika-ilmiah. Karya ilmiah dibedakan menjadi artikel, makalah dan leporan
penelitian.
Berikut ini akan dipaparkan mengenai ragam karya ilmiah.

A. Ragam Karya Ilmiah


1. Artikel
a. Pengertian Artikel
Artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau
buku kumpulan artikel yang ditulis dengan tata cara ilmiah dan mengikuti
pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati. Artikel yang ditulis oleh
mahasiswa, dosen, pustakawan, peneliti, dan penulis lainnya dapat diangkat dari
hasil pemikiran dan kajian pustaka, atau hasil pengembangan proyek. Dari segi
sistematika penulisan dan isinya, artikel dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu artikel hasil penelitian dan artikel nonpenelitian. Setiap mahasiswa
penulis skripsi dan tesis sangat dianjurkan menuliskan kembali karyanya dalam
bentuk artikel untuk diterbitkan dalam jurnal.

b. Sistematika Penulisan Artikel


Setiap Perguruan Tinggi memiliki sistematika penulisan jurnal, sesuai selingkung
jurnal yang ditetapkan. Secara garis besar, artikel dalam sebuah jurnal ini perlu
ditulis dengan sistematika yang berbeda agar para pembaca jurnal dapat segera
mengenali jenis artikel yang dibacanya secara cepat dari sistematikanya, apakah
artikel itu merupakan hasil penelitian atau hasil pemikiran konseptual. Yang
paling membedakan keduanya bahwa dalam artikel hasil penelitian harus ada
bagian yang diberi subjudul “metode” dan “hasil”. Sedangkan dalam artikel
konseptual tidak ada bagian yang diberi subjudul seperti itu. Artikel konseptual
biasanya terdiri dari beberapa unsur pokok, yaitu judul, nama penulis, abstrak dan
kata kunci, pendahuluan, bagian inti atau pembahasan, penutup, dan daftar
rujukan.

176
Uraian singkat tentang unsur-unsur tersebut disampaikan di bawah ini:
1) Judul
Judul artikel konseptual hendaknya mencerminkan dengan tepat masalah
yang dibahas. Pilihan kata-kata yang tepat, mengandung unsur-unsur utama
masalah, jelas dan setelah disusun dalam bentuk judul harus memiliki daya
tarik yang cukup kuat bagi pembaca. Judul dapat ditulis dalam bentuk kalimat
berita atau kalimat tanya. Salah satu ciri penting judul adalah “provokatif”,
yaitu merangsang pembaca untuk membaca artikel. Hal ini penting karena
artikel konseptual pada dasarnya bertujuan membuka wacana diskusi,
argumentasi, analisis dan sintesis pendapat-pendapat para ahli atau pemerhari
bidang tertentu. Hal ini berguna untuk menghindari penulisan rasa perbedaan
antara junioritas dengan senioritas dan wibawa atau inferioritas penulis.

2) Nama Penulis
Nama penulis artikel ditulis tanpa disertai gelar akademik atau gelar
profesional yang lain. Jika dikehendaki gelar kebangsawanan atau keagamaan
boleh disertakan. Nama lembaga tempat penulis bekerja ditulis sebagai
catatan kaki dihalaman pertama. Jika penulis lebih dari dua orang, ada dua
cara (1) tetap mencantumkan semua nama penulis, (2) mencantumkan nama
penulis utama saja, disertai tambahan dkk (dan kawan-kawan) atau nama
penulis lain ditulis dalam catatan kaki atau di tempat lain jika tempat catatan
kaki tidak memcukupi.

3) Abstrak dan kata kunci


Abstrak dan kata kunci harus selalu ada dalam setiap artikel yang ditulis
untuk dimuat dalam jurnal. Kata kunci hendaknya disertai 3-5 kata kunci.
Kata kunci berisikan istilah-istilah yang mewakili ide-ide atau konsep-
konsep dasar yang terkait dalam artikel. Jika dapat diperoleh, kata kunci
hendaknya diambil dari bidang ilmu terkait.
Pada dasarnya, abstrak artikel berisi seperangkat pernyataan yang ditulis
secara ringkas dan padat tentang isi artikel yang dianggap paling penting
dalam sebuah artikel. Bagian kata kunci memuat kata-kata yang mengandung
konsep pokok yang dibahas dalam artikel itu. Pemilihan kata dianggap kunci
informasi ilmiah. Dengan kata-kata kunci itu, suatu artikel dapat ditemukan
177
dengan mudah jika jurnal yang memuatnya telah melakukan komputerisasi
dalam sistem informasi ilmiah. Tata cara penulisan abstrak dan kata kunci
dalam sebuah jurnal merupakan bagian penting yang diatur dalam gaya
selingkung jurnal ilmiah. Penulis artikel harus memerhatikan tata cara
penulisan abstrak dan kata kunci yang berlaku untuk sebuah jurnal karena
masing-masing jurnal mungkin mengikuti tata cara yang berbeda-beda.
Dengan membaca abstrak, pembaca diharapkan segera memperolah
gambaran umum masalah yang dibahas di dalam artikel. Ciri-ciri umum
artikel konseptual seperti kritis dan provokatif hendaknya juga sudah terlihat
di dalam abstrak ini, sehingga pembaca tertarik meneruskan bacaannya.

3) Pendahuluan
Bagian ini menguraikan hal-hal yang dapat menarik perhatiam pembaca dan
memberikan acuan (konteks) permasalahan yang akan dibahas, misalnya
menonjolkan hal-hal yang kontroversial atau belum tuntas dalam
pembahasan permasalahan terdahulu. Bagian pendahuluan ini hendaknya
diakhiri dengan rumusan singkat (1-2 kalimat) tentang hal-hal pokok yang
akan dibahas dan tujuan pembahasan.

4) Bagian inti
Isi bagian ini sangat bervariasi, lazimnya berisi kupasan, analisis,
argumentasi, komparasi, keputusan, dan pendirian atau sikap penulis
mengenai masalah yang dibicarakan. Banyak subbagian juga tidak
ditentukan, tergantung kepada kecukupan kebutuhan penulisan
menyampaikan pikiran-pikiran. Di antara sifat-sifat artikel terpenting yang
seharusnya ditampilkan di dalam bagian ini adalah kupasan argumentatif,
analitik dan kritis dengan sistematika yang runtut dan logis, sejauh mungkin
juga berisi komparatif dan menjauhi sifat tertutup dan instruktif. Walaupun
demikian, perlu dijaga agar tampilan bagian ini tidak terlalu panjang dan
menjadi bersifat enumaratif seperti diklat. Penggunan subbagian dan sub-
subbagian yang terlalu banyak juga akan menyebabkan artikel tampil sepertu
diklat.

178
5) Penutup
Penutup biasanya diisi dengan simpulan atau penegasan pendirian penulis
atas masalah yang dibahas pada bagian sebelumnya. Banyak penulis yang
berusaha menampilkan segala yang telah dibahas di bagian terdahulu, secara
ringkas. Sebagian penulis menyertakan saran-saran atau pendirian alternatif.
Jika memang dianggap tepat bagain terakhir ini dapat disajikan dalam
subbagian tersendiri. Contoh bagian ini dapat dilihat pada berbagai artikel
atau jurnal. Walaupun mungkin terdapat beberapa perbedaan gaya
penyampaian, misi bagian akhir ini pada dasarnya sama; mengakhiri suatu
diskusi dengan suatu pendirian atau menyodorkan beberapa alternatif
penyelesaian.

2. Makalah
a. Pengertian Makalah
Makalah adalah suatu karya tulis ilmiah mengenai suatu topik atau masalah yang
disajikan dalam seminar ilmiah. Makalah juga diartikan sebagai karya ilmiah
mahasiswa mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup
suatu perkuliahan. Makalah mahasiswa umumnya merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan suatu perkuliahan, baik berupa kajian pustaka maupun hasil
kegiatan perkuliahan lapangan. Pengertian yang lain dari makalah adalah karya
tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau topik tertentu yang
ditulis secara sistematis dan runtut dengan disertasi analisis yang logis dan
objektif. Makalah ditulis untuk memenuhi tugas terstruktur yang diberikan oleh
dosen atau ditulis atas inisiatif sendiri untuk disajikan dalam forum ilmiah.

b. Karakteristik Makalah
Makalah mahasiswa yang dimaksudkan dalam hal ini memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Diangkat dari suatu kajian literatur dan atau laporan pelaksanaan kegiatan
lapangan.
2) Ruang lingkup makalah berkisar pada cakupan permasalahan dalam suatu
mata kuliah.

179
3) Memperlihatkan kemampuan penulis/mahasiswa tentang permasalahan
teoritis yang dikaji atau dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip atau teori
yang berhubungan dengan perkuliahan.
4) Memperlihatkan kemampuan para peneliti/mahasiswa dalam memahami isi
dari sumber-sumber yang digunakan.
5) Menunjukkan kemampuan peneliti/mahaiswa dalam merangkai berbagai
sumber informasi sebagai satu kesatuan sintesis yang utuh.

c. Sistematika Makalah
Secara garis besar makalah yang ditulis mahasiswa terdiri dari tiga bagian pokok
sebagai berikut :
1) Pendahuluan, memuat tentang persoalan yang akan dibahas antara lain
meliputi latar belakang masalah, fokus dan rumusan masalah, prosedur
pemecahan masalah dan sistematika uraiannya.
2) Isi, yakni bagian yang memuat tentang kemampuan penulis dalam
mendemonstrasikan kemampuannya untuk menjawab persoalan atau masalah
yang dibahasnya. Pada bagian isi boleh terdiri dari lebih satu bagian sesuai
dengan permasalahan yang dikaji.
3) Kesimpulan, yakni bagian yang memuat pemaknaan dari penulis terhadap
diskusi atau pembahasan masalah berdasarkan kriteria dan sumber-sumber
literatur atau data lapangan. Kesimpulan ini mengacu kepada hasil
pembahasan permasalahan dan bukan merupakan ringkasan dari isi makalah.

3. Laporan Penelitian
a. Pengertian laporan penelitian
Laporan penelitian adalah karya ilmiah yang disusun sebagai satu rangkaian dari
kegiatan penelitian yang dilakukan untuk menyampaikan hasil penelitian.
Banyak, bahkan mungkin orang tidak pernah menghitung, hasil penelitian yang
hanya menjadi dokumen mati di perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi,
kelembagaan penelitian, atau perpustakaan pribadi. Mungkin juga hasil penitian
hanya digunakan oleh penelitinya untuk keperluan kenaikan pangkat, sesudah itu
menjadi dokumen mati. Ketika laporan penelitian selesai dibuat, seharusnya ada
beban moral dan akademik pada diri peneliti untuk mempublikasikannya.

180
Salah satu kegiatan yang dilakukan peneliti pada keseluruhan kegiatan
ilmiahnya adalah menulis laporan penelitian. Ketika memasuki fase ini, kemauan
dan kemampuan menulis manjadi keniscayaan. Tanpa kemauan dan kemampuan
itu, laporan penelitian tidak akan dapat diselesaikan secara total, dan kalaupun
selesai tidak akan memberi sumbangsih yang berarti dilihat dari tujuan penelitian.

Secara umum tujuan laporan penelitian adalah melaporkan proses dan hasil
kerja penelitian agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas atau pemakai, di
samping tujuan yang diperuntukkan bagi peneliti sendiri, seperti mendapatkan
angka kredit, dibukukan untuk dikirim ke penerbit, dikirim ke perpustakaan
resmi, dikirim ke sejawat, dan sebagainya.

Pekerjaan menulis laporan dan mempublikasikan hasil temuan tersebut


bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak energi yang harus dikeluarkan untuk
pekerjaan ini. Di samping itu, peneliti perlu memiliki keterampilan khusus untuk
menuangkan hasil penelitiannya secara baik.

b. Sistematika Laporan Penelitian


Tidak ada standar buku sistematika laporan, yang ada adalah standar minimal dan
standar “standar rasional “. Merujuk pada tradisi penelitian pada umumnya,
beberapa contoh standar rasional adalah sebagai berikut:
1) Latar belakang masalah mendahului rumusan masalah.
2) Telaah pustaka mendahului metodologi penelitian.
3) Asumsi-asumsi mendahului hipotesis-hipotesis.
4) Hasil penelitian diikuti dengan diskusi atau pembahasan.
5) Kesimpulan mendahului saran dan implikasi.
6) Deskripsi tujuan penelitian mendahului deskripsi mengenai kegunaan hasil
penelitian.

Tidak ada sistematika baku bagi sebuah laporan penelitian. Kalaupun ada, sifat
dibakukannya tidak lebih dari sebuah konvensi atau kesepakatan. Menulis laporan
merupakan suatu pekerjaan yang harus dilakukan secara sadar, kemudian
mendisiplinkan diri sendiri untuk menyelesaikannya. Kemampuan menulis tidak
datang dari seseorang atau bagaikan durian runtuh atau muncul secara tiba-tiba.
Menulis membutuhkan kemauan, kedisiplinan, dan latihan secara terus-menerus.
Tidak banyak orang yang dapat menulis dengan baik tanpa adanya latihan dan

181
kemauan keras untuk itu. Namun demikian, peneliti jangan gemetar dan cemas
karena siapa pun sebenarnya akan dapat menjadi penulis yang baik sepanjang ada
kemauan kuat untuk itu.

c. Petunjuk praktis penyusunan laporan


Menyusun laporan merupakan suatu seni sehingga peneliti dapat berkreasi
dengan caranya sendiri. Peneliti mempunyai keleluasaan untuk bekerja dengan
caranya sendiri. Berikut disajikan petunjuk praktis penyusunan laporan dengan
ketentuan dapat dilakukan secara kenyal. Adapun langkah-langkah tentatif adalah
sebagai berikut:
1) Buat outline (garis-garis besar laporan penelitian) dengan memperhatikan
pedoman yang berlaku atau ditentukan.
2) Buat draf batang tubuh laporan, mulai dari bagian pendahuluan hingga
kesimpulan, rekomendasi, implikasi, dan daftar kepustakaan.
3) Buat abstrak laporan, barangkali dalam dua versi bahasa.
4) Buat kata pengantar laporan.
5) Buat daftar tabel, gambar, foto, grafik, lampiran, apendik, dan sejenisnya.
6) Buat daftar isi secara lengkap.
7) Lakukan pengetikan laporan penelitian.
8) Lengkapi daftar isi dengan halaman-halaman.
9) Lengkapi laporan secara menyeluruh, baik segi-segi ilmiah, bahasa atau
cara pengetikan.
10) Lakukan pengetikan akhir.
11) Penjilidan laporan.
12) Pengiriman laporan.

4. Skripsi
Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan
karya ilmiah, seperti makalah, laporan praktikum, dan skrispsi, (tugas akhir). Yang
disebut terakhir umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil tetapi
dilakukan cukup mendalam. Sementara itu makalah yang ditugaskan kepada
mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan
penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis pakar-pakar dalam bidang
persoalan yang dipelajari. (Harry, 2004: 1).

182
a. Pengertian Skripsi
Skripsi merupakan karya ilmiah akhir dari mahasiswa guna menyelesaikan
program S1 di Fakultas Ilmu Sosial Universitar Negeri Semarang. Skripsi
tersebut sebagai bukti kemampuan akademis mahasiswa yang berhubungan
dengan penelitian dan pemecahan masalah-masalah sosial. Atas dasar itu maka
skripsi yang disusun mahasiswa harus dipertahankan dalam suatu ujian akhir
guna mencapai gelar Sarjana.

b. Karakteristik Skripsi
Beberapa karakteristik pokok yang perlu dimiliki dalam penyusunan skripsi
mahasiswa, antara lain :
1) Disusun berdasarkan hasil kajian literatur dan atau pengamatan lapangan.
2) Ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
berdasarkan ejaan yang disempurnakan.
3) Bidang kajian difokuskan kepada permasalahan sosial dan upaya
pemacahannya, baik dalam lingkup mikro maupun makro.
4) Sistematika Skripsi

Skripsi yang disusun mahasiswa terdiri dari tiga bagian pokok seperti berikut ini.

a) Bagian Persiapan :
(1) SAMPUL
(2) HALAMAN JUDUL
(3) HALAMAN PENGESAHAN
(4) ABSTRAK
(5) KATA PENGANTAR
(6) DAFTAR ISI
(7) DAFTAR TABEL
(8) DAFTAR BAGAN (GAMBAR)
b) Bagian Teks:
(1) BAB I. PENDAHULUAN
(2) BAB II. LANDASAN TEORI (Diberi judul sesuai dengan isi Bab II)
(3) BAB III. METODE PENELITIAN
(4) BAB IV. DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN
(5) BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.

183
c) Bagian Akhir:
(1) DAFTAR PUSTAKA
(2) LAMPIRAN-LAMPIRAN

B. Fokus Karya Ilmiah


Sebuah karya ilmiah yang baik harus mempunyai fokus yang jelas. Karya ilmiah
ditulis dengan rumusan dan tujuan yang jelas dan penulisnya harus memenuhi
kebutuhan dan tuntutan pembaca. Menurut Bogdan dan Biklen dalam Danim, 2002,
menyebutkan ada tiga macam fokus yang dapat dikembangkan dalam penulisan
naskah ilmiah.
Ketiga fokus tersebut ialah: (1) fokus tesis, (2) fokus tema, (3) fokus topik.
1) Fokus Tesis
Fokus tesis adalah suatu preposisi yang diajukan oleh peneliti yang kemudian
barangkali bisa didebat oleh orang lain. Tesis ini dapat dihasilkan oleh peneliti
atau dari acuan ilmiah yang khusus membahas hal itu. Dengan tesis, peneliti
membandingkan apa yang diajukan sebelum pelaksanaan dengan apa yang telah
dibuktikan dalam penelitian. Tesis merupakan fokus yang baik karena bersifat
argumentatif dan dapat menimbulkan minat pembaca. Dalam membuat fokus
tesis, peneliti harus berhati-hati dan penuh pertimbangan. Di luar fokus tesis,
dikenal pula fokus paper dan fokus kerja. Fokus sebuah kertas kerja dapat
menggambarkan manfaat dari konsep atau tema yang telah dikembangkan oleh
orang lain. Jika peneliti terlibat dalam penelitian evaluasi, fokusnya seringkali
ialah pertanyaan yang akan dikembangkan ketika menandatangani sebuah kontrak
untuk pekerjaan tertentu.

2) Fokus Tema
Sebuah tema adalah beberapa konsep atau teori yang muncul dari data penelitian.
Termasuk di dalamnya adalah beberapa kecenderungan, konsep utama, atau
beberapa perbedaan penting. Tema dapat dirumuskan dengan berbentuk abstraksi
dari pernyataan-pernyataan umum tentang manusia, perilaku mereka dan situasi
pada umumnya.

184
3) Fokus Topik
Topik merupakan deskripsi atau gambaran. Dalam praktik, jarang dapat
diterapkan satu jenis fokus saja secara ekslusif, melainkan lebih sering berupa
persilangan dari ketiga unsur tersebut. Memilih topik mana yang paling tepat
untuk laporan sangat tergantung pada seberapa jauh peneliti mengenal lapangan
tempat bekerja dan apa yang diperlukan.
Karya tulis ilmiah mahasiswa dikelompokkan dalam tiga macam yaitu :
makalah, proposal penelitian skripsi dan skripsi. Masing-masing karya tulis ilmiah
itu memiliki karakteristik tertentu. Makalah merupakan bagian dari tugas-tugas
perkuliahan, proposal penelitian merupakan desain yang menjadi acuan penelitian
sebagai bahan penulisan skripsi, sedangkan skripsi merupakan karya ilmiah
terakhir yang harus disusun mahasiswa dan dipertahankan di depan sidang (ujian)
akhir guna memperoleh gelar Sarjana.
Mahasiswa dapat mengungkapkan pemikirannya melalui karya tulis ilmiah
secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan. Karya tulis ilmiah ini
juga merupakan wahana komunikasi hasil penelitian ilmiah dengan masyarakat
akademik untuk diuji secara terbuka dan objektif serta mendapatkan koreksi dan
kritik. Selain sebagai wahana komunikasi, karya tulis ilmiah mahasiswa juga
merupakan wahana untuk menyajikan nilai-nilai praktis dan teoritis hasil
pengkajian dan penelitian ilmiah.
Dengan sifat dan kedudukan seperti ini maka karya tulis ilmiah akan
memperkaya khasanah keilmuan dan memperkokoh paradigma keilmuan pada
bidang yang relevan. Dengan tetap mengacu kepada permikiran sebagaimana
dikemukakan di atas maka karya tulis ilmiah dapat dikatakan mengemban dua
misi utama yaitu:
1. Sebagai wahana untuk melatih para mahasiswa di dalam mengungkapkan
hasil pemikirannya secara sistematis dan dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah.
2. Memberikan konstribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
pengetahuan dalam bidang Sosial. (UMSU: 1997).

Suatu karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan dipublikasi
yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh
seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang
185
dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Terdapat berbagai jenis
karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium,
artikel jurnal, yang pada dasarnya ke semuanya itu merupakan produk dari
kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam
karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam
melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.

KESIMPULAN:

a) Karya ilmiah secara umum dapat dibedakan menjadi makalah bahan seminar,
artikel jurnal ilmiah, dan laporan hasil penelitian. Laporan penelitian dapat
bedakan menjadi pola laporan penelitian kuantitatif dan laporan penelitian
kualitatif. Laporan hasil penelitian dari mahasiswa antara lain Skripsi untuk
mahasiswa S1,
b) Karya ilmiah makalah bahan seminar artikel untuk jurnal, makalah bahan
seminar dan laporan penelitian merupakan karya ilmiah tetapi ketiganya
memiliki ciri masing-masing. Artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang
untuk dimuat dalam jurnal atau buku kumpulan artikel yang ditulis dengan
tata cara ilmiah dan mengikuti pedoman atau konvensi ilmiah yang telah
disepakati.
Makalah adalah suatu karya tulis ilmiah mengenai suatu topik atau masalah
yang disajikan dalam seminar ilmiah. Makalah juga diartikan sebagai karya
ilmiah mahasiswa mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam ruang
lingkup suatu perkuliahan.
Laporan penelitian adalah karya ilmiah yang disusun sebagai satu
rangkaian dari kegiatan penelitian yang dilakukan untuk menyampaikan hasil
penelitian. Salah satu laporan hasil penelitian mahasiswa adalah skripsi.
Dalam menulis karya ilmiah dikenal ada tiga macam fokus yang dapat
dikembangkan.
Ketiga fokus tersebut ialah:
(1) fokus tesis,
(2) fokus tema,
(3) fokus topik.

186
LATIHAN KE: 1 dari 12
1. Dapat mengenali ragam karya ilmiah.
2. Dapat membedakan karya ilmiah artikel iuntuk jurnal, makalah bahan
seminar dan laporan penelitian.

BAB II
KERANGKA DAN BAGIAN-BAGIAN KARYA ILMIAH

1. Pengantar
Dalam penulisan karya ilmiah, terdapat beberapa kerangka dan bagian-bagian yang
harus dipatuhi. Kerangka dan bagian-bagian dari karya ilmiah ini selain berfungsi
sebagai acuan dasar penulisan juga dapat mempermudah penulis untuk memaparkan alur
tulisannya. Untuk itu, sebelum karya ilmiah ditulis maka kerangka dan bagian-bagian
karya ilmiah merupakan langkah awal yang harus dilalui oleh penulis.

2. Standar Kompetensi
Setelah mengikuti kegiatan ini peserta pelatihan diharapkan memiliki kemampuan
memahami kerangka penulisan karya ilmiah, dan metode penulisannya.

3. Kompetensi dasar
Setelah menempuh mata kuliah ini, diharapkan peserta pelatihan:
a. Dapat menjelaskan bagian-bagian dari kerangka karya ilmiah untuk artikel dan
makalah.
b. Dapat menyusun pendahuluan, tinjauan pustaka, metode kajian (langkah penulisan
karya ilmiah).
c. Dapat menyusun contoh penyajian hasil kajian dan pembahasan.
d. Dapat menyusun contoh pembuatan simpulan dan saran.

A. JUDUL
Karya ilmiah baik artikel jurnal, makalah bahan seminar maupun laporan hasil
penelitian di tulis dengan judul tertentu. Judul karya ilmiah ditulis dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Dirumuskan secara singkat.

187
2. Mencerminkan area permasalahan, variabel penelitian dan target populasi.
3. Memuat kata-kata kunci yang akan diacu dalam penelitian.
4. Memisahkan antara judul utama dan judul pelengkap.

B. KATA PENGANTAR
Dalam kata pengantar dicantumkan ucapan terimakasih penulis yang ditujukan
kepada orang-orang, lembaga, organisasi, dan/atau pihak-pihak lain yang telah
membantu dalam mempersiapkan, melaksanakan dan menyelesaikan karya ilmiah
tersebut. Tulisan kata pengantar dikerik dengan huruf kapital, simetris di batas atas
bidang pengetikan dan tanpa tanda titik. teks pada pengantar diketik dengan spasi ganda
(2 Spasi). Panjang teks tidak lebih dari dua halaman kertas kuarto. Pada Bagian akhir
teks (di pojok kanan-bawah) dicantumkan kata penulis tanpa menyebut nama terang.

C. ABSTRAK
Kata abstrak ditulis di tengah halaman dengan huruf kapital, simetris dibatas atas
bidang pengetikan dan tanpa tanda titik. Nama penulis dikerik dengan jarak dua spasi
dari kata abstrak, di tepi kiri dengan urutan nama akhir diikuti koma, nama awal, nama
tengah (jika ada), diakhiri titik. Tahun penulisan ditulis setelah nama diakhiri dengan
titik. Judul dicetak miring dan diketik dengan huruf kecil (kecuali huruf-huruf pertam
dari (setiap kata) dan diakhiri dengan titik. Kata jenis karya ilmiah,
misalnya skripsi, tesis atau disertasi ditulis setelah judul dan diakhiri dengan koma,
diikuti dengan nama jurusan, tidak boleh disingkat, nama universitas dan diakhiri dengan
titik. kemudian diocantumkan siapa nama pembimbing penulisan karya ilmiah tersebut.
Dalam abstrak dicantumkan kata kunci yang ditempatkandi bawah nama dosen
pembimbing. Jumlah kata kunci berkisar antara 3-5 buah. Kata kunci diperlukan untuk
komputerisasi sistem informasi ilmiah. Dengan kata kunci dapat ditemukan judul-judul
penelitian dan lapotran penelitian dengan mudah.
Dalam teks abstrak disajikan secara padat intisari penelitian dan laporan penelitian
yang mencakup latar belakang, masalah yang diteliti, metode yang digunakan, hasil yang
diperoleh, kesimpulan yang dapat ditarik, dan saran yang diajukan.
Dalam suatu karya ilmiah yang mempunyai tingkat keformalan yang tinggi, seperti
misalnya skripsi, sistematika penulisan lebih baku, dan beberapa paparan lainnya sering
diminta dari mahasiswa, seperti seperti Kesimpulan dan Rekomendasi (Saran-Saran)
pada bagian akhir, atau Kata Pengantar pada bagian awal. Banyak jurnal dan majalah
188
meminta abstrak, yakni rangkuman informasi yang ada dalam dokumen laporan,
makalah, atau skripsi, lengkapnya. Abstrak yang ditulis secara baik memungkinkan
pembaca mengenali isi dokumen lengkap secara secara cepat dan akurat, untuk
menentukan apakah isi dokumen sesuai dengan bidang minatnya, sehingga dokumen
tersebut perlu dibaca lebih lanjut. Abstrak sebaiknya tidak lebih dari 250 kata (dalam
satu atau dua paragraf), menyatakan secara singkat tujuan dan lingkup
penelitian/pengkajian, metode yang digunakan, rangkuman hasil, serta kesimpulan yang
ditarik.

Contoh Abstrak Artikel Jurnal:


Abstract
The absorption of graduates in opportunities of employment that matc with their
discipline is one indicator of the education institution success. Seeking the absorption of
Sociology and Anthropology Study Program graduates in opportunities of employment is
much needed. Most of the Sociology and Anthropology Study Program graduates are
become teacher, both in state or private school. Beside become a teacher, they work in
non educational field, such as in bank, in hospital, etc. to access job opportunities,
Sociology and Anthropology Study Program graduate seek the information through
asking friends, internet media, mass media, and trial and error method.
Key words: absorption, graduates, job opportunity.

Contoh Abstrak Laporan Hasil Penelitian:


Abstrak
Kelestarian hutan dan ketahanan pangan merupakan dua hal yang seringkali issue yang
mengemuka. Terkait dengan issue tersebut yang perlu diketahui adalah kemungkinan
memanfaatkan hutan untuk medukung ketahanan pangan masyarakat khususnya di
sekitar hutan tanpa menimbulkan gangguan kerusakan hutan.
Pemanfaatan Lahan Di Bawah Tegakan (PLDT) di wilayah perhutani merupakan
salah satu upaya peningkatan ketahanan pangan. PLDT diharapkan dapat meningkatkan
taraf hidup masyarakat tanpa menimbulkan kerusakan hutan. Rumusan masalah yang
dijadikan tujuan utama penelitian ini antara lain: Kontribusi hasil PLDT setiap satu kali
musim tanam; Kajian dan analisa perilaku penduduk terhadap lingkungan hutan; Kajian
bentuk dan tingkat responcibility penduduk setempat dalam pemanfaatan lahan hutan

189
milik negara; Solusi jenis tanaman PLDT ramah lingkungan; Model PLDT yang sesuai
potensi setempat dalam mendukung ketahanan pangan.

Penelitian ini merupakan jenis research and development yang dilakukan dengan tahap-
tahap berikut: Tahap Persiapan; Tahap Pengumpulan Basis Data; Tahap Pembuatan
Basis Data Spasial; dan Tahap Pembuatan Laporan. Analisis yang digunakan mencakup
pendekatan ekologi bentang lahan; pendekatan keruangan (spatial approach); dan
kualitatif-kuantitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan:

(1) PLDT memberikan konstribusi penciptaan pendapatan pokok dan sampingan bagi
sebagian masyarakat;
(2) Perilaku penduduk terhadap lingkungan hutan terdiri atas:
(a) Membuka lahan;
(b) Memanfaatkan Lahan Hutan untuk Pertanian;
(c) Menjaga Kelestarian Hutan;
(d) Menjaga Keamanan Hutan;
(3) bentuk dan tingkat responcibility penduduk setempat dalam pemanfaatan lahan hutan
milik negara. Terwujud dalam bentuk berikut: pembentukan organisasi kelompok
tani, dan pembentukan organisasi LMDH; Peningkatan Partisipasi Desa;
(4) Pengembangan Tanaman PLDT Ramah Lingkungan yang telah dikembangkan
terdiri atas tanaman perdu kacang tanah, padi, jagung, ketela pohon di hutan jati
Semirejo; dan kapulogo, kopi serta tanaman buah di hutan lindung Desa Klakah
Kasihan. Model PLDT yang sesuai potensi setempat dalam mendukung ketahanan
pangan.

D. PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bab pertama yang mengantarkan pembaca untuk mengetahui
ikhwal topik penelitian, alasan, dan pentingnya suatu karya ilmiah. Pendahuluan dalam
laporan penelitian lebih kompek daripada pendahuluan dalam makalah dan artikel ilmiah
untuk jurnal. Pendahuluan untuk artikel dan makalah disampaikan secara lebih ringkas
dan unsur-unsurnya tidak harus dicantumkan secara eksplisit.
Bab pendahuluan biasanya memuat latar belakang yang dengan singkat mengulas
alasan mengapa penelitian dilakukan, tujuan, dan hipotesis jika ada. Memberikan alasan

190
yang kuat, termasuk kasus yang dipilih dan alasan memilih alasan tersebut, perumusan
dan pendekatan masalah, metode yang akan digunakan dan manfaat hasil penelitian. Bab
ini seyogianya membimbing pembaca secara halus, tetap melalui pemikiran logis yang
berakhir dengan pernyataan mengenai apa yang diteliti dan apa yang diharapkan dari
padanya. berikan kesan bahwa apa yang anda teliti benar-benar bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan pembangunan. Bagian tujuan penelitian mengakhiri bab pendahuluan
yang berisi pernyataan singkat mengenai tujuan penelitian. Dalam menuliskan tujuan,
gunakan kata kerja yang hasilnya dapat diukur dan dilihat, seperti menjajaki,
menguraikan, menerangkan, menguji, membuktikan, atau menerapkan suatu gejala,
konsep, atau dugaan (Widya dkk, 2004: 6-7).
Pendahuluan dalam penelitian dapat dibedakan pada laporan penelitian kuantitatif dan
laporan penelitian kualitatif. Pendahuluan dalam laporan penelitian kualitatif memuat
uraian tentang:
(1) latar belakang masalah penelitian,
(2) identifikasi masalah,
(3) cakupan masalah (penegasan dan pembatasan masalah),
(4) rumusan masalah,
(5) tujuan penelitian,
(6) keguanaan penelitian,
(7) sistematik.

(1) Latar Belakang Masalah


Bagian ini menerangkan keternalaran (kerasionalan) mengapa topik yang dinyatakan
pada judul karya tulis ilmiah itu diteliti. Untuk menerangkan keternalaran tersebut
perlu dijelaskan dulu pengertian topik yang dipilih. Baru kemudian diterangkan
argumen yang malatarbelakangi pemilihan topik itu dari sisi substansi dalam
keseluruhan sistem substansi yang melingkupi topik itu. Dalam hal ini dapat
dikemukakan misalnya adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, antara
teori dan praktek, antara dasolen dan dasain dari konsep dalam topik.

Setelah itu diterangkan keternalaran pemilihan topik dari paradigma penelitian


sejenis. Untuk itu perlu dilakukan kajian pustaka yang memuat hasil-hasil penelitian
tentang topik atau yang berkaitan dengan topik yang dipilih. Dengan melihat hasil

191
yang diperoleh dalam penelitian sebelumnya dapat ditunjukkan bahwa topik yang
dipilih masih layak untuk diteliti.

Topik yang pernah diteliti boleh saja diteliti, asal penelitian yang baru itu dapat
menghasilkan sesuatu yang baru, yang berbeda dan dapat mengatasi kekurangan hasil
penelitian sebelumnya, atau dalam penelitian yang baru itu digunakan teori atau
metode tyang berbeda dan diduga dapat menghasilkan temuan yang lain dari
sebelumnya.
Dalam skripsi atau tugas akhir, kajian pustaka untuk mengemukakan keternalaran
(kerasionalan) pemilihan topik penelitian itu bisa dikemukakan di bawah judul
tersendiri, misalnya hasil penelitian sebelum ini. Dalam kajian pustaka itu,
pembicaraan dilakukan secara kronologis. Dengan demikian, diketahui kemajuan
penelitian yang dilakukan pada peneliti selama ini dan diketahui pula posisi peneliti
sekarang dalam deretan penelitian sejenis. Dengan demikian peneliti memiliki alasan
yang mendasar (baik empiris, praktis, maupu teoritis) mengenai pemilihan topik
penelitiannnya.

Contoh Latar Belakang Masalah:

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan terdapat beberapa aspek yang harus
diperhatikan, antara lain guru, kurikulum, sarana/prasarana, lingkungan belajar dan
masyarakat serta pemerintah. Dalam pembelajaran guru dituntut harus profesional
dalam melaksanakan tugasnya dan para siswa harus terlibat aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran, dan ditunjang dengan tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai.
Tersedianya guru yang professional, siswa berperan aktif serta tersedianya sarana dan
prasarana, belum cukup untuk menunjang kegiatan pembelajaran. Agar kegiatan
pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan, perlu tersedianya kurikulum
yang senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan kata lain, agar kegiatan
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik maka perlu tersedianya guru yang
professional, adanya peran aktif dari para siswa, tersedianya kurikulum yang baik, dan
ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai.

Mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi sebagai salah satu mata pelajaran di SMA
diajarkan sejak Kurikulum 1984 hingga sekarang. Pada Kurikulum 1984, mata
pelajaran Sosiologi dan Antropologi digabung. Mata pelajaran ini tidak dipelajari

192
sejak kelas I SMA, namun diberikan sejak kelas II untuk jurusan A3 dan A4. Pada
Kurikulum 1994, mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi dipisah. Mata pelajaran
Sosiologi diberikan mulai dari kelas II program umum sampai kelas III jurusan IPS
dan Bahasa, sedangkan mata pelajaran Antropologi hanya diberikan di jurusan IPS
dan Bahasa. Pada Kurikulum 2004 dan KTSP, mata pelajaran Sosiologi diberikan di
kelas X, kelas XI dan XII untuk Jurusan IPS. Mata pelajaran Antropologi diberikan di
kelas XI dan XII untuk jurusan Bahasa.

Kegiatan pembelajaran Sosiologi dan Antropologi di SMA perlu ditunjang dengan


tersedianya guru yang professional, adanya peran aktif dari para siswa, tersedianya
kurikulum yang baik, dan ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Muatan kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja, tenaga guru yang
profesional dan kompeten, sarana dan prasarana disesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Pendidik atau guru sebagai salah satu pelaku dalam kegiatan pembelajaran Sosiologi
dan Antropologi harus tersedia secara memadai, baik secara kuantitas maupun secara
kualitas. Secara kuantitas, guru Sosiologi dan Antropologi harus tersedia dalam
jumlah tertentu agar beban mengajarnya tidak terlalu banyak. Secara kualitas, guru
Sosiologi dan Antropologi harus memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan
mata pelajaran yang diampunya.

Meskipun mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi di berikan di SMA sejak


Kurikulum 1984, namun lembaga pencetak tenaga guru (ex IKIP) di Indonesia baru
tahun 2001 membuka Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi.
Akibatnya, dengan belum adanya tenaga guru mata pelajaran Sosiologi dan
Antropologi maka menjadi terbatasnya jumlah tenaga guru. Lebih dari itu, mata
pelajaran Sosiologi dan Antropologi diampu oleh guru yang tidak sesuai dengan
kualifikasi pendidikannya. Mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi diampu oleh
guru-guru yang kekurangan jam mengajarnya. Sebab ada ketentuan dari otoritas
pendidikan bahwa beban mengajar guru minimal 18 jam per minggu. Itulah sebabnya
tidak aneh jika mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi diampu oleh guru-guru yang
berlatar belakang pendidikan Geografi, Sejaran, Teknik, PKn, dan PKK. Bagaimana
keadaan dan kebutuhan guru Sosiologi dan Antropologi di SMA Negeri di Jawa

193
Tengah saat ini? Untuk memperoleh gambaran mengenai ini perlu diadakan
penelitian.

(2) Identifikasi dan Rumusan Masalah


Rumusan masalah adalah rumusan persoalan yang perlu dipecahkan atau
dipertanyakan yang perlu dijawab dengan penelitian. Perumusan itu sebaiknya
disusun dalam bentuk kalimat tanya, atau sekurang-kurangnya mengandung kata-kata
yang menyatakan persoalan atau pertanyaan. Yakni apa, siapa, berapa, seberapa,
sejauh mana. Bagaimana (bisa tentang cara atau wujud keadaan) dimana, kemana,
dari mana, mengapa dan sebagainya.

Rumusan masalah harus diturunkan dari rumusan topik, tidak boleh keluar dari
lingkup topik. Oleh karena itu, rumusan masalah hendaklah mencakupi semua
variabel yang tergambarkan dalam topik. Kalau ada variabel umum dan khusus,
hendaklah dirumuskan masalah pokok beserta sub-sub masalahnya. Jadi, rumisan
masalah harus terinci dan teruarai dengan jelas agar dapat dipecahkan dan dicarikan
data pemecahannya.

Rumusan masalah yang baik harus memungkinkan untuk menentukan metode


penentuan data dan pemecahannya secara tepat atau akurat. Untuk itu, sebelum
masalah dirumuskan perlu diidentifikasi dengan baik.

Identifikasi masalah bisa dikemukakan di bawah sub-judul tersendiri sesudah latar


belakang, meskipu yang penting bukan judulnya melainkan identifikasinya. Dengan
identifikasi masalah, memungkinkan perumusan masalah yang operasional menjadi
lebih mudah.

Masalah yang operasional memiliki ciri, antara lain:

(1) Masalahnya dapat dipecahkan,


(2) menggambarkan variabel penelitian yang jelas,
(3) bentuk dan jenis data yang diperlukan dapat dipastikan secara akurat,
(4) teknik pengumpulan data dapat ditentikan secara tepat,
(5) teknik analisis data dapat diterapkan secara tepat.

Permasalahan penelitian dikategorikan baik jika memenuhi kriteria berikut:

194
(a) Pernyataan masalah pokok bersifat spesifik dan mencerminkan signifikan dan
pentingnya penelitian.
(b) Analisis yang tajam mengenai fakta, penjelasan, keberadaan informasi dan
pengetahuan dan memuat faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi munculnya
permasalahan.
(c) Mencerminkan interelasi antarvariabel dan relevansinya dengan area
permasalahan.
(d) Mengungkapkan faktor-faktor atau variabel-variabel yang akan dikaji dan
menjalaskna hubungannya dengan area permasalahan.
(e) Disajikan secara sistematis dan teratur, memuat interelasi, relevansi fakta dengan
konsep dalam area permasalahan.
(f) Identifikasi masalah diungkapkan dngam pernyataan yang jelas.
(g) Variabel-variabel penelitian yang dianalisis tidak membingungkan dan secara
nyata dapat dibedakan yang tergolong variavel beas, terikat, dan sebagainya.
(h) Ada perbedaan yang jelasn antara pertanyaan-pertanyaan masalah dengan
orientasi faktual dan orientasi nilai dalam penelitian.
(i) Ada perbedaan yang jelas antara orientasi teoritis penelitian dan orientasi praktis,
ingin mencari hubungan, perbedan, atau proyeksi.
(j) Pernyataan maslah harus mengacu pada perumusan hipotesis, mengungkapkan
data empiris atau keduanya.
(k) Pernyataan masalah tidak memuat masalah-masalah yang sepele.

Contoh Rumusan Masalah Artikel Ilmiah:

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai


berikut:

1. Bagaimana keterserapan lulusan prodi pendidikan Sosiologi dan Antropologi


Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES pada lapangan kerja yang
tersedia?.
2. Lapangan kerja apa saja yang menyerap lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi dan
Antropologi Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES?.
3. Bagaimana upaya lulusan dalam mengakses lapangan kerja?.
Contoh Rumusan Masalah Laporan Hasil Penelitian:

195
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka masalah adalah “Bagaimana
keadaan dan kebutuhan guru Sosiologi dan Antropologi di SMA Negeri di Jawa
Tengah”? Berangkat dari permasalahan ini maka penelitian ini ingin menjawab:
a. Bagaimana keadaan guru mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi SMA di
Jawa Tengah?.
b. Bagaimana kebutuhan-kebutuhan guru mata pelajaran Sosiologi dan
Antropologi SMA di Jawa Tengah?.

(3) Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian mengungkapkan apa yang hendak dicapai dengan penelitian.
Tujuan dirumuskan sejajar dengan rumusan masalah. Misalnya: (1) apakah ada
pengaruh X terhadap Y, maka tujuannya ialah menentukan ada tidaknya pengaruh X
terhadap Y, (2) apakah ada antara hubungan antara X dan Y, maka tujuannya ialah
menentukan ada tidaknya hubungan antar X dan Y, (3) bagaimanakan persepsi
peneliti terhadap pelayanan akademik, maka tujuannya ialah mendeskripsikan
persepsi..dst.

Contoh Tujuan Penelitian dalam Artikel Jurnal:


Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Memperoleh data tentang guru mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi SMA di
Jawa Tengah.
b. Memperoleh masukan tentang kebutuhan-kebutuhan guru mata pelajaran
Sosiologi dan Antropologi SMA di Jawa Tengah.

(4) Kegunaan Penelitian


Yang diuraikan disini ialah kegunaan atau pentingnya penelitian dilakukan, baik bagi
pengembangan ilmu maupun bagi kepentinagn praktik Uraian ini sekaligus berfungsi
untuk menunjukan bahwa masalah yang dipilih memang layak diteliti.
Pendahuluan dalam laporan peenelitian kualitatif pada dasarnya menguraikan bagian-
bagian yang sama seperti dalam laporan penelitian yang menggunakan penelitian
kuantitatif yang berisi:
(1) latar belakang,
(2) identifikasi dan pembatasan masalah,
(3) perumusan masalah atau fokus masalah,
196
(4) tujuan penelitian,
(5) kegunaan penelitian, dan
(6) sistematika.

Meskipun demikian ada persoalan yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan
laporan penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif,:
(a) Perumusan masalah perlu mendapat perhatian karena ada perbedaan substansial
anatara penelitian kualitatif dan kuantitatif. penelitian kualitatif lebih diarahkan
atau ditujukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa. oleh karena
itu, perumusan masalah harus difokuskan pada persoalan utama secara tegas dan
jelas. jika perlu, peneliti dapat menyertakan masalah-masalah yang lebih kecil
sebagai unsur dari masalah utama (pokok) dan disajikan setelah masalah pokok.
(b) Tujuan penelitian mengungkapkan apa yang ingin dicapai dalam penelitian dan
menggambarkan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mencari jawaban
atas masalah penelitian. Tujuan dirumuskan dengan kalimat yang jelas,
operasional, dan merupakan jabaran pemecahan masalah penelitian.
(c) Kegunaan atau pentingnya penelitian, baik bagi pengembangan ilmu maupun
bagi kepentingan praktis, diuraikan secara jelas. uraian dalam sub Bab ini
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa masalah yang dipilih itu benar-benar
penting untuk diteliti.

Contoh Kegunaan Penelitian dalam Artikel Jurnal:

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh data tentang guru mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi SMA
di Jawa Tengah.
2. Memperoleh masukan tentang kebutuhan-kebutuhan guru mata pelajaran
Sosiologi dan Antropologi SMA di Jawa Tengah.

E. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian diperlukan 2 landasan, yakni kerangka teoritis dan metodologis.
Kerangka teoritis adalah teori yang digunakan untuk membangun kerangka kerja
penelitian. kerangka metodoligis ialah hal ikhwal yang berkaitan dengan desain
penelitian, termasuk langka-langkah pengumpulan dan pengolahan data (variabel,

197
instrument, validitas dan realibilitas instrument, serta teknik pengumpulan dan
analisis data) dengan berbagai alasannya. Keduanya diuraikan dalam dua bagian
penelitian yang berbeda, tetapi berirutan. Kerangka teoritis diuraikan dalam bab II,
sedangkan kerangka metodologi diuaraikan dalam bab III.

Dalam kerangka teoritis dinyatakan teori apa yang digunakan untuk landasan
kerja penelitian. Teori itu bisa disusun sendiri secara eklektik. bisa juga berupa teori
yang digunakan oleh seorang ahli. Namun, teori apapun, yang digunakan harus dapat
dipertanggungjawabkan melalui kajian sejumlah pustaka dan hasil penelitian dalam
lingkup topic penelitian atau tugas akhir.

Penyebutan nama teori saja tidaklah cukup. Prinsip-prinsip teotri itu perlu
diuaraikan, termasuk pendekatan dan metode kerja teori itu. variabel-variabel
penelitian perlu diterangkan menurut pandangan teori yang dipilih itu. Untuk itu,
landasan teori merupakan pemaparan konsep-konsep menurut pendapat penulis atau
penemu. Teori tersebut dan kemudian dipaparkan menurut sudut pandang peneliti
dengan disertai cara mengukurnya.

Dalam laporan penelitian kualitatif terdapat bagian penelaahan kepustakaan


dan/atau kerangka teritik, sesuai dengan pendekatan dan desain penelitian yang
digunakan. bagaian ini disajikan dalam bab tersendiri (Bab II), dan disarankan bukan
hanya menguraikan penelaahan kepustakaan, melainkan dilengkapi dengan kerangka
teoritiknya.

Pentingnya penelaahan kepustakaan dalam penelitian atau penyusunan laporan


penelitian yaitu karena pada hakikatnya hasil penelitian seseorang bukanlah satu
penemuan baru yang berdiri sendiri melainkan sesuatu yang berkaitan dengan temuan
dari penelitian sebelumnya. Dalam bagian ini hasil penelitian sebelumnya harus
dikemukakan untuk memberi gambaran pengetahuan yang mendasari pola kesamaan
penelitian dan pada gilirannya dapat diketahui kontribusi hasil penelitian bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan/atau kebijakan praktis secara jelas. Penelaahan
kepustakaan disusun secara kronologis sesuai dengan kemutakhiran teori maupun data
empiris sehingga dapat diketahui perkembangan keilmuan dan hasil penelitian.

Kerangka teoritik berfungsi sebagai “hipotesis kerja” dimungkinkan untuk


disajikan dalamm penelitian kualittatif. Kerangka teoritik dalam penelitian kualitatif

198
metupakan kumpulan konsep-konsep relevan yang terintegrasi dalam satu system
penjelasan yang berfungsi sebagai pedoman kerja, baik dalam menyusun metode,
pelaksanaan di lapangan, maupun pembahasan hasil penelitian.

Meskipun tidak mutlak kehadirannya, telaah pustaka tetap menjadi kaharusan


dalam penelitian kualitatif.

Telaah pustaka atau landasan teori dikategorikan baik jika memenuhi kriteria
berikut:

1. Menggunakan sumber-sumber mutahir disamping sumber yang dianggap klasik.


2. Menggunakan sumber2 berupa artikel yang dimuat pada jurnal atau majalah
ilmiah.
3. Kutipan atas sumber pustaka disajikan secata tepat, dianalisis dan dihubungkan
dengan permasalahan.
4. Jumlahnya mencukupi dan tidak ada kesan berlebihan.

Prosedur penelitian (rancangan dan metodologi) dikategorikan baik jika memenuhi


kriteria berikut:
(a) Logika struktur dan strategi studi disajikan secara hati-hati, termasuk
didalamnya identifikasi variabel, ketepatan paradigma, bagan arus, atu model
skematik.
(b) Deskripsi sampel penelitian diungkapkan secara jelas, meliputi cara penarikan
sampel, ukuran sampel, dan strata.
(c) Menggunakan prosedur pengumpulan data yang tepat dan terkait dengan
masalah dan fokus penelitian.
(d) Ada kesesuaian antara rumusan masalah dan fokus penjelajahan di lapangan.
(e) Ketepatan menggunakan prosedur pengolahan data.

Contoh Tinjauan Pustaka dalam Artikel Jurnal:

Untuk mengkaji keterserapan lulusan pada lapangan kerja terdapat beberapa tulisan
yang dapat digunakan untuk pijakan.

Pertama, tulisan Drost Sj (1990) yang membahas tentang untuk apa perguruan tinggi
didirikan. Diaktakan bahwa ide dasar pendidikan perguruan tinggi adalah untuk

199
menciptakan manusia-manusia intelektual yang manusiawi, yang sanggup berpikir
dan bekerja untuk masyarakat dan negaranya.

Kedua, tulisan Widiastono (1990: 23) yang menjelaskan bahwa harapan masyarakat
kepada perguruan tinggi begitu besar. Ribuan lulusan SLTA setiap tahun memasuki
perguruan tinggi dengan harapan kelak setelah selesai mengikuti pendidikan di
perguruan tinggi masa depannya akan cerah.

Ketiga, tulisan Adi (1990: 60-62) yang menjelaskan tentang sarjana dan pasar tenaga
kerja . Dalam penjelasannya itu, dikemukakan bahwa dalam perkembangannya
Indonesia makin memasuki pasar bebas. Hal itu berarti, pasar yang semula lebih
didominasi pemerintah makin bergeser ke peran swasta. Oleh karena swasta semakin
penting menyediakan lapangan kerja. Permintaan pasar kerja diduga akan lebih
banyak dari dunia industri. Oleh karena itu, pendirian Prodi dan Jurusan Keilmuan
harus lebih memikirkan alternative lapangan kerjanya. Meskipun demikian ia
mengatakan bahwa sarjana tetap menjadi pilihan pasar kerja.

Keempat, Imron (1990: 52-64) yang menjelaskan tentang dialektika pendidikan tinggi
dan signifikansi masa depan. Dikatakan bahwa dinegara berkembang pendidikan
tinggi merupakan sarana mencapai kemajuan bangsa. Pendidikan yang dilakukan
dengan baik dapat menjadi alat pengusir kebodohan dan kemiskinan.

F. METODE PENULISAN/PENELITIAN
Dalam karya ilmiah laporan penelitian bagian metode penelitian dibuat dalam bab
tersendiri. Dalam artikel untuk jurnal metode penelitian/penulisan juga ditulis dalam
bagian tersendiri tetapi tidak dalam bentuk bab. Dalam karya ilmiah makalah bahan
seminar bagian metode penelitian tidak ditulis secara eksplisit menjadi bab.
Dalam laporan penelitian ada perbedaaan antara metode penelitian dalam metode
kuantitatif dan metode kualitatif. Metode penelitian dalam laporan penelitian kuantitatif,
prosedur penelitian dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data, dan diakhiri
dengan analisis data.

Yang perlu diuraikan dalam bab pendekatan atau penelitian kuantitatif adalah:
1. Jenis dan desain penelitian,

200
2. populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel,
3. variabel yang dirumuskan secara operasional,
4. instrument penelitian disertai penentuan validitas dan reliabilitasnya,
5. teknik pengumpulan data, dan
6. teknik pengolahan dan analisis data.

Dalam uraian tentang metode penelitian itu tidak cukup hanya disebut istilah-istilah,
seperti angket guide interview observasi, wawancara. masing-masing istilah tersebut
perlu diterangkan prosedur penggunaan atau pelaksanaannya. bahkan, kegunaan dari
masing-masing teknik atau metode yang digunakan perlu diterangkan secara jelas.

Sebaliknya pengertian populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, angket, guide


interview, guide observation, wawancara dan sebagainya tidak perlu diuraikan
sebagaimana dalam mata kuliah metodologi penelitian. yang diuraikan adalah siapa atau
apa populasinya, berapa ukuran populasinya, berpa ukuran sampelnya, apa teknik
penarikan sampelnya, apa alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, apa teknik
pengumpulan datanya, apa teknik pengolahan dan analisis data yang dipilih dan
digunakan. masing-masing metode penelitian yabg dipilih perlu diuraikan secara
operasional sesuia dengan apa yang dikerjakan oleh peneliti.

Metode penelitian dalam laporan penelitian kualitatif terdapat beberapa perancangan


dan hal ini mengakibatkan penyajiannya akan berbeda pula.

Ada beberapa pendekatan penelitian kualitatif yang sering digunakan, seperti:

a) Fenomologi,
b) hermeneutika,
c) etnografi, dan
d) grounded theory.

Adapun desain penelitian kualitatif dapat berupa studi kasus, grounded study,
etnometodologi, biografi, historical social science, riset klinis dan lain-lain. Kerangka
penelitian kualitatif yang diuraiakan dan dalam pedoman ini tidak dimaksudkan untuk
semua jenis penelitian kualitatif yang bersifat khusus melainkan hanya untuk memberi
kerangka dasar bagi penulisan karya ilmiah atau laporan penelitian yang menggunakanj
metode penelitian kulaitatif secara umum.

201
Metode penelitian dalam laporan penelitian kualitatif mencakup bagian-bagian sebagai
berikut:

1) Dasar penelitian,
2) fokus penelitian,
3) sumber data,
4) teknik sampling,
5) alat dan teknik pengumpulan data,
6) objektivitas dan keabsahan data,
7) model analisis data, dan
8) prosedur penelitian.

Bagian-bagian tersebut harus diuraikan sesuai dengan apa terutama dalam penusunan
laporan yang dilakukan peneliti, Dengan kata lain, uaraian bagian ini hanya bersifat
konseptual atau teoritik, tetapi menyajikan uraian mengenai kejadian yang dilakukan
peneliti di lapangan, misalnya, untuk mendapatkan data yang objektif dilakukan
triangulasi.

Secara teoritik ada 4 macam triangulasi yaitu:

1) Motode,
2) sumber,
3) peneliti, dan
4) teori.

Demikian juga dengan model analisis, secara teoritik ada beberapa model yang dapat
digunakan seperti: interactive analysis models dan (2) flow analysisi models.

Contoh Metode Penelitian dalam Artikel Jurnal:

Subyek penelitian adalah semua lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi
terdiri atas lulusan tahun 2005,2006, dan 2007. Untuk keperluan penelitian tidak semua
subyek peneltian yang diwawancarai tetapi dari lulusan tersebut diambil sejumlah
diantaranya menjadi informan melalui teknik cuplikan dari tiap angkatan.
Sumber data penelitian ini adalah lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi.
Sumber data lain adalah dokumen data lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi dan
Antropologi dan sumber kepustakaan lainnya. Teknik pengumpulan data dilakukan

202
dengan wawancara terbuka dan tertutup. Alat yang digunakan adalah pedoman
wawancara dan angket.

Data yang telah masuk dianalisis dengan metode deskriptif kuantitatif menggunakan
statistik sederhana yaitu prosentase dan deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah
reduksi data, display data, dan verifikasi/ penarikan simpulan. Setelah data dikumpulkan
lalu dipilih yang benar-benar memiliki hubungan dengan pokok masalah selanjutnya
diambil kesimpulan.

G. HASIL DAN PEMBAHASAN


Karya ilmiah artikel dan makalah bahan seminar maupun laporan hasil penelitian
memuat bagian hasil dan pembahasan. Dalam artikel dan makalah hasil dan pembahasan
dapat berbentuk bab maupun tidak dalam bentuk bab. Dalam laporan penelitian bagian
hasil dan pembahasan kecenderungannya dibuat dalam bentuk bab.
Bagian hasil dan pembahasan dalam laporan penelitian dapat dipecah menjadi beberapa
bab tergantung kebutuhan. Dalam hasil disampaian data yang diperoleh dalam penelitian.
Dengan demikian hasil harus disajikan secara objektif dan sesuai dengan data yang
diperoleh (tabel atau gambar).

Dalam bagian hasil penelitian diuraikan apa saja hasil penelitian yang mencakup
semua aspek yang terkait dengan penelitian. Analisa dan pembahasan membahas tentang
keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang diajukan
kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan dan
menganalisa proses dan hasil penyelesaian masalah.Penulisan hasil dan pembahasan
menggunakan huruf times new roman, 10 pt, Bold) (kosong 1 spasi tunggal, Times New
Roman, 10 pt).

Hasil eksperimen atau survei atau rancang bangun beserta analisisnya dan
pembahasannya dapat disajikan secara bersama-sama atau secara terpisah berupa uraian,
tabel dan gambar. Data yang dilaporkan sudah harus berupa data terolah, bukan data
mentah. Tabel dan gambar harus dilengkapi nomor urut menggunakan angka Arab, dan
bila diperlukan, disertai keterangan tambahan, seperti acuan dan arti singkatan. Untuk
karya tulis hasil tinjauan pustaka dan hasil bahasan teoritis, informasi pustaka yang akan
dipermasalahkan dan pembahasannya dapat diuraikan secara bersamasama atau secara

203
terpisah, disajikan secara sistematis, rasional dan lugas. (Times New Roman, 10 pt,
Regular, 1 spasi tunggal) (kosong 2 spasi tunggal, Times New Roman, 10 pt).

Bab pembahasan data merupakan bab yang paling penting dalam penulisan karya
ilmiah karena dalam bab ini dilakukan kegiatan analisis data, sintetis pembahasan,
interpretasi penulis, pemecahan masalah, dan temuan pendapat baru yang diformulakan
(bila ada).

Bab ini terdiri dari dua bagian besar yaitu:

a. Deskripsi Data
Berisi serangkaian data yang berhasil dikumpulkan, baik data pendukung seperti latar
belakang lembaga / instansi yang diteliti, struktur organisasi dan sebagainya sert data
utama yang diperlukan untuk pengujian hipotesis. Data-data tersebut harus
dideskripsikan secar sistematis.
b. Pembahasan
Bagian ini berisi pembahasan tentang hasil penelitian sesuai dengan acuan dan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Bagian pembahasan ini
memperlihatkanketajaman dan keluasan wawasan penulis mengenai permasalahan
yang dikajinya.

Hasil berupa data penelitian yang telah diolah dan dituangkan dalam bentuk tabel, grafik,
foto, atau gambar. Pembahasan berisi hasil analisis dan hasil penelitian yang dikaitkan
dengan struktur pengetahuan yang telah mapan (tinjauan pustaka yang diacu oleh
penulis), dan memunculkan ‘teori-teori’ baru atau modifikasi terhadap teori-teori yang
telah ada. Berisi tentang kupasan, analisis, argumentasi dan pendirian penulisan
mengenai masalah yang dibicarakan.

Sajikan hasil penelitian sewajarnya secara bersistem. Jika data terlalu banyak,
adakalanya Anda perlu selektif dalam menyajikannya. Dengan pertimbangan yang
masak, rancanglah tabel, grafik, gambar atau alat penolong lain untuk memperjelas dan
mempersingkat uraian yang harus diberikan. Jangan berikan informasi berulang,
misalnya dalam bentuk tabel dan gambar. Tabel dan gambar perldisebut dalam teks dan
letaknya tidak berjauhan dari teks yang bersangkutan. Hindari pengulangan informasi
yang sudah ada dalam ilustrasi secara panjang lebar. Tafsirkan hasil yang diperoleh
dengan memperhatikan dan menyesuaikannya dengan masalah atauhipotesis yang

204
diungkapkan dalam Pendahu-luan. Adakalanya Hasil digabungkan dengan Pembahasan,
menjadi bagian yang dinamakan Hasil dan Pembahasan.
Sewaktu mengumpulkan data, mengolahnya, dan menyusunnya dalam tabel, dengan
sendirinya Anda telah memiliki sejumlah gagasan yang telah dikembangkan dalam
Pembahasan. Pengembangan gagasan ini disebut ‘argumen’. Anda harus
membandingkan dengan hasil peneliti terdahulu, kemudian buatlah pertimbangan
teoretisnya. Dengan demikian, maka Pembahasan merupakan kumpulan argumen
mengenai relevansi, manfaat, dan kemungkinan atau keterbatasan percobaan Anda, serta
hasilnya.

Dikatakan oleh Rifai (1995), bahwa Pembahasan merupakan bagian tempat seseorang
paling bebas berekspresi. Pendapat orang yan sudah diringkas dalam Pendahuluan atau
Tinjauan Pustaka tidak perlu diulang lagi tetapi diacu saja seperlunya. Bentangkan arti
temuan serta jelaskan bagaimana simpulan baru itu memperluas cakrawala ilmu dan
teknologi. Bila perlu berikan implikasi penerapan temuan aru tadi dan tunjukkan segi-
segi lain yang perlu diteliti lebih lanjut. Akhiri pembahasan secara positif, tegas, dan
kuat.

Menurut Calderon & Gonzales (1993), ada lima unsur yang dapat dituliskan dalam
berargumen dan menyampaikan implikasi dari temuannya, yaitu:

1) Nyatakan situasi yang ditemukan dalam penelitian: bisa memuaskan atau tidak
memuaskan. Misal: Mayoritas guru sains di Provinsi A tidak memenuhi kualifikasi
untuk mengajarkan sains.
2) Nyatakan kemungkinan penyebab situasi itu. Jika ada situasi,mestinya ada penyebab,
dan mestinya ada hubungan logis antarasituasi dan penyebab; bila tidak, yang
dianggap penyebab bukanlah penyebab yang sesungguhnya. Dalam contoh di atas,
penyebab logis kurangnya guru berkualifikasi untuk menangani mata ajaran sains
ialah kurang cermatnya petugas rekrutmen dalam menyeleksi calon guru, atau tidak
cukupnya pelamar yang berkualifikasi untuk menduduki posisi guru sains.
3) Nyatakan efek yang mungkin timbul dari situasi itu. Hampir pasti, ada pula efek yang
timbul dari situasi tsb. dan mestinya ada hubungan logis antara situasi dan efek yang
mungkin. Efek logis dari kurangnya guru berkualifikasi pada pengajaran sains ialah
bahwa pengajaran akan kurang efektif dan ini dapat merugikan siswa.

205
4) Nyatakan tindakan untuk mengatasi situasi yang kurang memuaskan atauuntuk
meningkatkan situasi yang sudah baik. Wajar saja untuk mengambil tindakan guna
meng-atasi situasi yang kurang memuaskan. Namun, situasi yang sudah baik pun
perlu terus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Langkah logis untuk mengatasi
keadaan guru yang tidak berkualifikasi ialah dengan mensyaratkan
peningkatankualitas melalui pendidikan dalam bidang sains, menghadiri seminar,
mengikuti pelatihan, membaca lebih banyak publikasi sains.
5) Nyatakan badan atau bidang terkait yang terpengaruhi. Dalam contoh yang diambil
ini, pengajaran sains di Provinsi A yan terpengaruhi. Anda dapat melanjutkan
pembahasan tentang implikasi temuan Anda pada pengajaran sains. Implikasi ini
barangkali tidak berlaku untuk keadaan pendidikan secara keseluruhan. Hasil dan
Pembahasan: Kedua bagian ini dapat disatukan atau dipisah, bergantung pada gaya
selingkung jurnal yang bersangkutan. Di bagian ini dapat dikemukakan produk dan
dihasilkan dan spesifikasinya, uraian teknik instalasi produk (jika diperlukan), uraian
hasil uji efisiensi dan fungsional produk, tabel dan gambar teknis atau foto setiap
aplikasi metode, produk, dan hasil pengujian.

Penyajian dan analisis data dikategorikan memenuhi kriteria yang baik jika memenuhi
kriteria berikut:

a) Dirumuskan secara logis dan teratur, kerangka hipotesis. Deduksi, tujuan dan
pertanyaan penelitian ditempatkan pada dimensi keterkaitan yang intensif.
b) Tidak menyajikan hal-hal yang bersifat subjektif dan spekulatif.
c) Analisis terhadap fakta yang diperoleh secara konsisten.
d) Terhindar dari generalisasi yang berlebihan (overgeneralization) atau pengungkapan
yang tidak ada hubungannya dengan data penelitian.
e) Kesalinghubungan penemuan empiris selama penelitian diungkap secara eksplisit
dengan menghindari distorsi data penelitian.
f) Faktor-faktor tidak terkontrol yang diduga dapat mempengaruhi ketepatan data
diantipasi sedemikian rupa melalui diskusi.
g) Harus jelas perbedaan antara fakta dan kecendurungan yang berkembang dalam
proses penelitian.
h) Hindari kontradiksi, ketidakkonsistenan atau elemen-elemen yang tidak terarah
dalam data temuan.

206
i) Tabel, gambar, bagan, dan sejenisnya disajikan secara tepat baik bentuk, isi, maupun
posisi.

Pada bagian pembahasan dihubungkan untuk memperhatikan ataupun merujuk pula hasil
penelitian lain ataupun terdahulu. Selain itu perlu diungkapkan pula keterbatasan ataupun
limitasi dari hasil yang diperoleh dan diperiksa apakah hasil yang diperoleh telah sesuai
dengan maksud dan tujuan penelitian tersebut, dan perlu juga diungkapkan saran ataupun
penelitian lanjutan yang perlu dilaksanakan.

H. PENUTUP
Bagian penutup dari karya ilmiah adaalah simpulan dan saran. Cara penulisan pada
artikel bergantung pada gaya selingkung jurnal, Bagian ini dapat merupakan bagian
terpisah atau bergabung dengan bagian Pembahasan atau Hasil dan Pembahasan. Dalam
bagian ini diuraikan keberhasilan metode dikaitkan dengan hasi kerja, dan dampak
produk.
Dalam laporan penelitian kuantitatif, penutup merupakan Bab terakhir dari isi pokok
laporan penelitian. sesuai dengan isinya, bagian ini dapat dibagi menjadi dua sub-bab
yaitu simpulan dan saran. Simpulan harus sejalan dengan masalah, tujuan, dan uraian
tentang hasil penelitian dan pembahasannya. masalah yang dikemukakan dibagian
pendahuluan semuanya harus terjawab dan dengan jawaban itu semua tujuan dapat
tercapai. Uraian atau pembahasan masalah dalam bab sebelumnya harus ada
simpulannya.
Saran harus sejalan dengan simpulan atau temuan. saran hendaknya disertai dengan
argumentasinya. kalau mungkin juga disertai jalan keluarnya. saran dapat bersifat praktis
atau teoritis termasuk saran yang berharga adalah saran tentang perlunya dilakukan
penelitian lanjutan, mengingat bahwa belum tentu semua masalah dapat dipecahkan
secara tuntas atas dasar penelitian yang telah dilakukan atau setelah selesainya penelitian
ini timbul masalah lain yang terkait.

Dalam penyusunan laporan penelitian kualitatif bagian penutup merupakan bab


terakhir dari isi pokok laporan penelitin yang terdiri dari simpulan dan saran. Simpulan
hendaknya berisi uraian tentang -temuan yang penting dalam penelitian dan implikasi-
implikasi dari temuan tersebut. Simpulan harus sejalan dengan masalah, tujuan, dan
merupakan ringkasan dari hasil pembahasan dan analisi. Uraian dalam simpulan harus

207
menjawab masalah yang dikemukakan dalam bab pendahuluan dan emmenuhi semua
tujuan penelitian.

Saran dikemukakan dengan mengaitkan temuan dalam simpulan dan jika


memungkinka jalan keluarnyajuga disampaikan. saran dapat bersifat praktis atai teoritis.
Selain itu, perlu juga dikemukakan masalah-masalah baru yang ditemukan dalan
penelitian yang memerlukan penelitian lanjutan.

Kesimpulan dan saran dikategorikan baik jika memenuhi syarat sebagai berikut:

(a) Pernyataan mengenai kesimpulan diungkap secara tepat dan akurat tanpa disertai
pernyataan baru atau pengantar yang tidak relevan.
(b) Kesimpulan dibuat menurut ruang lingkup generalisasi atas dasar justifikasi data
yang disajikan.
(c) Kesimpulan seyogyanya diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan baru, berupa saran
atai rekomendari bagi penelitian lebih lanjut.
(d) Saran yang dikemukakan bersifat objektif dan disertai langkah-langkah operasional
bagi implementasinya.
(e) Saran semata-mata ditujukan pada upaya perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang
dikemukakan atau berupa rekomendasi aplikasi temuan, berikut langkah-langkah
teknisnya.

Contoh Simpulan dan Saran Artikel Jurnal:


Berdasarakan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Keterserapan lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Jurusan Sosiologi
dan Antropologi FIS UNNES pada lapangan kerja, termasuk memerlukan waktu
yang singkat dari tahun pertama hingga tahun ketiga telah terserap dengan prosentase
yang tinggi.
2. Lapangan kerja yang menyerap lulusan Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi
Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS UNNES sebagian besar telah sesuai dengan
lapangan kerja yaitu guru mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi atau IPS.
3. Upaya lulusan dalam mengakses lapangan kerja dengan cara mencari informasi
melalui teman dan kenalan, media internet, media massa cetak dan metode trial dan
error, belum didasarkan pada perencanaan dan konseptual yang jelas dan baru
dilakukan setelah lulus.

208
Contoh Saran dalam Artikel Jurnal:

Saran yang diusulkan dari penelitian ini adalah:

1. Lulusan dalam mengakses lapangan kerja perlu persiapan sejak di bangku kuliah
dengan mengembangkan ketrampilan dalam mengakses informasi melalui internet,
media masssa cetak, mengembangkan jaringan dengan sekolah-sekolah.
2. Prodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi perlu membekali ketrampilan
mengakses lapangan kerja bagi mahasiswa di lingkungannya agar kelak jika lulus
sudah lebih siap dalam memasuki lapangan kerja yang tersedia atau menciptakan
lapangan kerja sendiri.
3. Pemerintah dan penyelenggara lembaga pendidikan sebaiknya meningkatkan
pengaturan pengajaran agar guru-guru dalam mengajar mata pelajaran sesuai dengan
bidang kelilmuannya. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat mendukung
profesionalisme dalam pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan.

I. DAFTAR PUSTAKA
Karya ilmiah perlu dilengkapi dengan daftar pustaka, yang memaparkan karya ilmiah
lain yang digunakan sebagai rujukan. Agar dapat ditelusuri orang lain penulisan karya
ilmiah rujukan tersebut perlu memuat nama pengarang, judul karya ilmiah, tahun
penerbitan, serta penerbitnya. Tata cara penulisan daftar pustaka merlu juga memberikan
isyarat apakah karya ilmiah yang dirujuk itu berupa buku, jurnal, makalah seminar,
laporan penelitian yang tidak dipublikasi, dokumen WEB, dll. Oleh karenanya ada tata
cara yang ditetapkan untuk menuliskan daftar pustaka. Namun demikian terdapat banyak
versi tata cara penulisan daftar pustaka, bergantung pada tradisi yang dipegang oleh
masyarakat keilmuan dalam masing-masing bidang. Tata cara penulisan daftar pustaka
yang disarankan dalam “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” di UPI diadopsi sebagian
besar dari tata cara yang ditetapkan “American Psychological 3 Hf/bhs.Ind/kim/2000

Daftar pustaka hanya berisi sumber-sumber tertulis yang dikutip dan digunakan dalam
karya ilmiah (skripsi), karena itu sumber tertulis lain yang tidak dikutip meskipun pernah
dibaca penulis dalam kaitannya dengan penulisan skripsinya tidak perlu dimasukkan
dalam daftar pustaka.

Penulisan pustaka disusun menurut abjad dari nama penulisnya dan nama keluarga harus
ditulis lebih dahulu tanpa menyertakan gelar. Sumber tulisan (pustaka) yang

209
menggunakan lebih dari satu baris diketik satu spasi dengan menjorok ke dalam sejauh
0,5 inchi untuk baris ke dua dan seterusnya, sedangkan jarak antar pustaka diketik
dengan dua spasi dan diawali pada margin kiri.

Tata cara apapun dapat saja dipakai asalkan pemakaiannya konsisten. Namun
demikian apabila karya ilmiah kita ingin dipublikasikan dalam jurnal tertentu, kita harus
menyesuaikan diri dengan tata cara penulisan daftar pustaka yang ditetapkan oleh redaksi
jurnal tersebut.

Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal, buku atau pun naskah ilmiah yang
digunakan sebagai referensi/acuan ditulis pada bagian ini. Referensi/ acuan yang dirujuk
haruslah yang mempunyai kontribusi nyata dalam penelitian tersebut. Penulisan daftar
pustaka diurut sesuai dengan urutan penunjukkannya dalam naskah dengan
menggunakan angka Arab seperti terlihat pada contoh. Penulisan pustaka dimulai nama
keluarga dan singkatan nama kecil yang ditulis dengan huruf kapital. Semua nama
penulis harus disebutkan. Untuk penulisan majalah/jurnal, setelah penulisan nama diikuti
dengan judul karangan, nama majalah, volume majalah yang diberi garis bawah, nomor
dan tahun majalah masing-masing dalam tanda kurung kecil serta halaman majalah.
Nama buku ditulis di antara tanda kutip atau ditebalkan diikuti dengan nomor edisi buku,
editor (jika ada), nama penerbit, tempat penerbitan, tahun penerbitan, dan halaman.
(Times New Roman, 10 pt, Regular, 1 spasi tunggal) (kosong 2 spasi tunggal, Times
New Roman, 10 pt)

Contoh: Buku tanpa editor:

SNEDECOR, G.W. and COCURAN, W.G.,Statistical Methodes, State Univ. Press Iowa
(1972).
IAEA, “Radiation Protection Procedures” (Safety Series No. 38), IAEA, Vienna (1973).

Contoh: Buku dengan editor:

HAMMOND, C.R., “The Element, Handbook of Chemistry and Physics”, 45th ed.,
WEST, R.C., SELBY, S.M., AND HODGMAN, C.D., Eds, The Chemical Rubber o.
Cleveland (1964) 27-47.

KOLAR, G.F., In Chemical Carcinogens, 2 nd ed., SEARLE, C.E., Ed., ACS onograph
182, American Chemical Society, Washington DC, 1984; Vol. 2, Chapter 14. Prosiding:

210
MITCHELL, N.T.,Transfer of radionuclides to man through environmental athways
(Proc. of a Seminar on Population Dose Evaluation and Standards for Man and His
environment, Portoroz, 1974), IAEA, Vienna (1974) 485.

SUGIHARTO, Studi distribusi waktu tinggal pada proses pencampuran kontinu dengan
model bejana berderet (Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi
Isotop dan Radiasi, Jakarta 6-7 November 2001), Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta (2002) 109.

Majalah:
ZAHIRUDDIN, Penentuan mangan, uranium, crom, tembaga dan molybdenum dalam
baja special (baja uranium) dengan cara aktivasi neutron, Majalah BATAN XI:2, (1972)
1-15.

Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal, buku ataupun naskah ilmiah yang digunakn
sebagai referensi/acuan ditulis pada bagian ini. Reference yang dirujuk haruslah yang
benar-benar mempunyai kontribusi nyata dalam penelitian tersebut. Daftar pustaka ialah
daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah, misalnya, makalah atau skripsi yang
berisikan identitas buku dan pengarang yang disusun secara alfabetis (setelah nama
marga pengarang dikedepankan).

Kepustakaan atau juga daftar pustaka memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Diambil dari buku, majalah, makalah, surat kabar, internet, dan orasi dalam ilmiah;
b. berisikan nama pengarang atau lembaga;
c. memiliki identitas buku, yaitu judul, tahun terbit, cetakan atau edisi, nama penerbit,
dan tempat terbit.

Fungsi dari daftar pustaka ialah sebagai berikut:


a. Menunjukkan bahwa tulisan itu ilmiah (bersifat ilmu pengetahuan);
b. menginformasikan bahwa karya ilmiah itu (penelitian) memiliki referensi dan
akumulasi dari karya ilmiah sebelumnya;
c. merupakan alat kontrol pada landasan teoretis atau tinjauan pustaka.

211
Teknik penulisan daftar pustaka ialah berikut:

a. Nama pengarang dibalikkan atau diputar dengan catatan nama yang dikedepankan,
atau nama marga/unsur nama akhir yang dipisahkan oleh koma. Setelah itu, nama
pengarang disusun secara alfabetis;
b. Bila nama pengarang ada dua, yang dibalikkan ialah nama pengarang pertama;
Contoh: Emil Salim dan Philip Kotler menjadi Salim, Emil dan Philip Kotler.
c. Jika nama pengarang ada tiga atau lebih, nama pengarang pertamalah yang diputar
dan diikuti oleh dkk.
Contoh: Emil Salim, Philip Kotler, Djoemad Tjiptowardojo menjadi Salim, Emil.
dkk.
d. Bila tidak terdapat nama pengarang, nama departemen atau lembagalah yang ditulis;
bila tidak ada kedua-duanya, tulislah tanpa pengarang, atau tanpa lembaga;
e. Gelar akademik pengarang tidak dicantumkan;
f. Judul buku harus dicetak miring dalam komputer atau digarisbawahi dalam mesin tik
atau tulisan tangan;
g. Judul artikel, skripsi, tesis, atau disertasi yang belum dibukukan diapit oleh tanda
petik dua;
h. Bila ada edisi atau cetakan ditulis sesudah judul buku;
i. Jika buku tersebut merupakan terjemahan dari buku bahasa asing, penerjemah ditulis
sesudah edisi;
j. Spasi dalam daftar pustaka satu spasi;
k. Perpindahan dari satu pengarang ke pengarang yang lain dua spasi.
l. Bila dalam satu buku diperlukan dua baris atau lebih, baris yang kedua atau
selanjutnya dimulai dari 1 tabulasi (5-7 ketukan);
m. Jika seorang pengarang menuliskan lebih dari satu buku, nama pengarang ditulis satu
kali; nama pengarang itu diganti dengan garis panjang atau tanpa garis panjang;
n. Bila ada dua atau lebih karya ilmiah (buku) yang ditulis oleh seorang pengarang,
urutan penulisannya berdasarkan tahun terbit;
o. Bila ada dua atau lebih buku (karya ilmiah) dari seorang pengarang yang ditulis
dalam tahun yang sama, urutan penulisannya diikuti nomor urut a, b, c, dsb.

212
Bentuk Pertama

Perhatikan urutan penulisan, nama marga dan nama kecil, (dipisahkan koma), (diakhiri
titik), tahun terbit, (diakhiri titik), judul buku–anak judul, (diikuti titik dua dan diakhiri
titik), cetakan (diakhiri titik), nama tempat (diakhiri titik dua), nama penerbit (diakhiri
titik).
Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan
Kajian. Cetakan III.Bandung: Eresco.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1989. “Tata Bahasa Kasus dan Valensi Verba” dalam
PELLBA 2. Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. Jakarta: Kanisius.

Bentuk Kedua

Djajasudarma, T. Fatimah1993a Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:


Eresco.
1993b Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.
Sistematika suatu karya ilmiah sangat perlu disesuaikan dengan sistematika yang diminta
oleh media publikasi (jurnal atau majalah ilmiah), sebab bila tidak sesuai akan sulit untuk
dimuat. Sedangkan suatu karya ilmiah tidak ada artinya sebelum dipublikasi. Walaupun
ada keragaman permintaan penerbit tentang sistematika karya ilmiah yang akan
dipublikasi, namun pada umumnya meminta penulis untuk menjawab empat pertanyaan
berikut:

(1) Apa yang menjadi masalah?,


(2) Kerangka acuan teoretik apa yang dipakai untuk memecahkan masalah?,
(3) Bagaimana cara yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah itu?,
(4) Apa yang ditemukan?, serta
(5) Makna apa yang dapat diambil dari temuan itu?.

Paparan tentang apa yang menjadi masalah dengan latar belakangnya biasanya dikemas
dalam bagian Pendahuluan. Paparan tentang kerangka acuan teoretik yang digunakan
dalam memecahkan masalah umumya dikemukakan dalan bagian dengan judul Kerangka
Teoritis atau Teori atau Landasan Teori, atau Telaah Kepustakaan, atau label-label lain
yang semacamnya. Paparan mengenai apa yang dilakukan dikemas dalam bagian yang
seringkali diberi judul Metode atau Metodologi atau Prosedur atau Bahan dan Metode.

213
Jawaban terhadap pertanyaan apa yang ditemukan umumnya dikemukakan dalam bagian
Temuan atau Hasil Penelitian. Sementara itu paparan tentang makna dari temuan
penelitian umumnya dikemukakan dalam bagian Diskusi atau Pembahasan. Tentu saja
sistematika karya ilmiah ini tidak baku, atau harga mati. Sistematika karya ilmiah sangat
bergantung pada tradisi masarakat keilmuan dalam bidang terkait, jenis karya ilmiah
(makalah, laporan penelitian, skripsi).

KESIMPULAN:

1. Karya ilmiah merupakan kesatuan tulisan yang disusun secara sistematis. Karya
ilmiah laporan penelitian memiliki bagian-bagian yang terstruktur dalam kerangka
penulisan ilmiah. Bagian-bagian dari karya ilmiah secara umum adalah pendahuluan,
tinjauan pustaka, metode penulisan/penelitian, hasil penelitian dan pembahasan,
penutup berisi simpulan dan saran, daftar pustaka.
2. Kerangka Karya ilmiah makalah dan artikel terdiri atas Pendahuluan, Isi dan
Kesimpulan. Pendahuluan memuat tentang latarbelakang masalah, rumusan masalah,
prosedur pemecahan masalah dan sistematika uraiannya.Isi, memuat tentang
kemampuan penulis dalam mendemonstrasikan kemampuannya untuk menjawab
persoalan atau masalah yang dibahasnya. Pada bagian isi boleh terdiri dari lebih satu
bagian sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Kesimpulan, yakni bagian yang
memuat pemaknaan dari penulis terhadap diskusi atau pembahasan masalah
berdasarkan kriteria dan sumber-sumber literatur atau data lapangan.
3. Dalam karya ilmiah laporan penelitian bagian metode penelitian dibuat dalam bab
tersendiri. Dalam artikel untuk jurnal metode penelitian/penulisan juga ditulis dalam
bagian tersendiri tetapi tidak dalam bentuk bab. Dalam karya ilmiah makalah bahan
seminar bagian metode penelitian tidak ditulis secara eksplisit menjadi bab.

LATIHAN KE: 2 dari 12

1. Artikel dan makalah memiliki bagian-bagian yang merupakan kesatuan. Jelaskan


bagian dari karya ilmiah artikel dan makalah yang utama.
2. Apakah isi yang terdapat dalam pendahuluan artikel dan laporan penelitian.

214
3. Mengapa tinjauan pustaka diperlukan dalam karya ilmiah ? Apa isi yang termuat
dalam tinjauan pustaka. Apakah karya ilmiah harus eksplisit menyebutkan sub
tinjauan pustaka ?.
4. Apa yang membedakan bagian metode penelitian dalam laporan penelitian kualitatif
dan kuantitatif?.
5. Apa yang dimaksud dengan hasil kajian dan pembahasan ? Apa beda antara isi
bagian hasil dan pembahasan?.
6. Apakah hasil kajian dan pembahasan selalu harus dipisah ?.

215
BAB III

KODE ETIK DAN PENULISAN RUJUKAN

Standar Kompetensi

Setelah mengikuti kegiatan ini peserta pelatihan diharapkan memiliki kemampuan memahami
karakteristik karya ilmiah, sistematika dan kerangka penulisannya, memahami metode
penulisan karya ilmiah; memahami kode etik dan cara-cara menulis rujukan; serta format
penulisan ilmiah.

Kompetensi dasar

Setelah menempuh mata kuliah ini, diharapkan peserta pelatihan mampu:

1. Peserta latih dapat mengenali kode etik penulisan karya ilmiah.


2. Peserta latih dapat menulis daftar pustaka untuk jurnal dan makalah bahan seminar
serta laporan penelitian.
3. Peserta latih dapat menulis karya ilmiah dengan menggunakan format penulisan
ilmiah.

A. Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah


Kode etik adalah seperangkat norma yang perlu diperhatikan dalam penulisan karya
ilmiah. Norma ini berkaitan dengan pengutipan dan perujukan, perizinan terhadap bahan
yang digunakan dan penyebutan sumber data atau informasi.

Dalam penulisan karya ilmiah, penulis harus secara jujur menyebutkan rujukan terhadap
bahan atau pikiran yang diambil dari sumber lain. Pemakaian bahan atau pikiran dari
suatu sumber atau orang lain yang tidak disertai dengan rujukan dapat diidentikan
dengan pencurian.

Penulis karya ilmiah harus menghindarkan diri dari tindak kecurangan yang lazim
disebut plagiat. Plagiat merupakan tindak kecurangan yang berupa pengambilan tulisan
atau pemikiran orang lain yang diakui sebagai hasil tulisan atau pemikiran orang lain
yang diakui sebagai hasil tulisan atau hasil pemikirannya sendiri. Oleh karena itu, penulis
skripsi dan tesis wajib membuat dan mencantumkan pernyataan dalam skripsi, tesis atau
disertasinya bahwa karyanya itu bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pemikiran orang lain.

216
Dalam menulis karya ilmiah, rujuk-merujuk dan kutip-mengutip merupakan kegiatan
yang tidak dapat dihindari. Kegiatan ini amat dianjurkan, karena perujukan dan
pengutipan akan membantu pengembangan ilmu.

Dalam menggunakan bahan dari suatu sumber (misalnya instrumen, bagan, gambar, dan
tabel), penulis wajib meminta izin kepada pemilik bahan tersebut. Permintaan izin
dilakukan secara tertulis. Jika pemilik bahan tidak dapat dijangkau, penulis harus
menyebutkan sumbernya dengan menjelaskan apakah bahan tersebut diambil secara
utuh, diambil sebagian, domodifikasi atau dikembangkan.

Namun sumber data dan informasi, terutama dalam penelitian kualitatif, tidak boleh
dicantumkan apabila pencantuman nama tersebut dapat merugikan sumber data atau
informan. Sebagai gantinya, nama sumber data atau informan dinyatakan dalam bentuk
kode atau nama samaran. Setelah bagian pendahuluan ini akan diuaraikan secara
berturut-turut tentang skripsi dan tesis hasil penelitian kuantitatif, dan penelitian
kualitatif, kajian pustaka dan hasil kerja pengembangan (proyek).

B. Cara Merujuk dan Menulis Daftar Rujukan


1. Cara Merujuk
Perujukan dilakukan dengan menggunakan nama akhir dan tahun diantara tanda
kurung. Jika ada dua penulis, perujukan dilakukan dengan cara menyebut nama akhir
ledua penulis tersebut. Jika penulis lebih dari dua orang, penulisan rujukan dilakukan
dengan cara menulis nama pertama dari penulis tersebut diikuti dengan dan kawan-
kawan. Jika nama penulis tidak disebutkan, yang dicantumkan dalam rujukan adalah
nama lembaga yang menerbutkan, nama dokumen yang diterbitkan, atau nama koran.
Untuk karya terjemahan, perujukan dilakukan dengan cara menyebutkan nama
penulis aslinya, rujukan dari dua sumber yang ditulis oleh penulis yang berbeda
dicantumkan dalam satu tanda kurung, dengan titik, sebagai tanda pemisahnya.
2. Cara Merujuk Kutipan-Kutipan Langsung
a. Kutipan Kurang dari 40 Kata
kutipan yang berisi kurang dari 40 kata diantara tanda kutip (“…”) sebagai bagian
yang terpadu dalam teks utama, dan diikuti nama penulis, tahun dan nomor
halaman. Nama penulis dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau menjadi satu
dengan tahun dan nomor halaman di dalam kurung. Lihat contoh berikut:
Nama penulis disebut dalam teks secara terpadu.

217
Contoh:
Soebronto (1990: 123) menyimpulkan “ada hubungan yang erat antara faktor
sosial ekonomi dengan kemajuan belajar”.
Nama penulis disebut dengan tahun penerbit dan nomor halaman.
Contoh:
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah: “ada hubungan yang erat antara
faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar”( Soebronto, 1990: 123).
Jika ada tanda kutip dalam kutipan, digunakan tanda kutip tunggal (‘…’).
Contoh:
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah “terdapat kecenderungan semakin
banyak ‘campur tangan’ pimpinan perusahaan semakin rendah tingkat partisipasi
karyawan di daerah perkotaan” (Soewignyo, 1991: 101).

b. Kutipan 40 Kata atau Lebih


Kutipan yang berisi 40 kata atau lebih ditulis tanpa tanda kutip secara terpisah
dari teks yang mendahului ditulis 1,2 cm atau terus 7 ketukan dari garis tepi
sebelah kiri dan kanan, dan diketik dengan spasi tinggal. Nomor halaman juga
harus ditulis.
Contoh:
Smith (1990: 276) menarik kesimpulan sebagai berikut:
The ‘plecebo effect’. Which had been verified in previous studies, dissappeared
whwn behavior were studied in this manner. Furthermore, the behavior were
never exhibited again, even when real drugs were administered Earlier student
were clearly premature in attributing the results to aplecebo effect.
c. Kutipan Yang Sebagian Dihilangkan
Apabila dalam mengutip langsung ada kata-kata dalam kalimat yang dibuang,
maka kata-kata yang dibuang diganti dengan tiga titik.
Contoh:
“Semua puhak yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah…
diharapkan sudah melaksanakan kurikulum baru” (Manan, 1995: 278).
Apabila ada kalimat yang dihubungkan, maka kalimat yang dibuang diganti
dengan empat titik.
d. Contoh:
“Gerak manipulatif adalah keterampilan yang memerlukan koordinasi antara
218
mata, tangan, atau bagian tubuh lain…yang termasuk gerak manipulatif adalah
menangkap bola, menendang bola, dan menggambar” (Asim, 1995:319).

3. Cara Merujuk Kutipan Tidak Langsung


Kutipan yang disebut secara tak langsung atau dikemukakan dengan bahasa penulis
sendiri ditulis tanda kutip dan terpadu dalam teks. Nama penulis bahan kutipan dapat
disebut terpadu dalam teks, atau disebut dalam kurung bersama tahun penerbinya.
Jika memungkinkan nomor halaman disebutkan. Perhatikan contoh berikut:
Nama penulis disebut terpadu dalam teks.
Contoh:
Mahasiswa tahun ketiga ternyata lebih baik daripada tahun keempat
(Salimin,1990:13).

4. Cara menulis Daftar Rujukan


Daftar rujukan merupakan daftar yang berisi buku,makalah, atau bahan lainnya yang
dikutip baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahanyang dibaca akan
dikutip secara langsung ataupun tak langsung dalan teks harus dicatumkan dalam
daftar rujukan.
Pada dasarnya, unsur yang ditulis dalam daftar rujukan secara berturut-turut meliputi:
a. Nama penulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanda
gelar akademik,
b. tahun penrrbitan,
c. judul, termasuk anak judul (subjudul),
d. kota tempat penerbitan dan
e. nama penerbit.
Unsur-unsur tersebut dapat bervariasi tergantung jenis sumber pustakanya. Jika
penulisnya lebih dari sati, cara penulisan namanya sama dengan penulis pertama.
Nama penulis yang terdiri dari dua bagaian ditulis dengan urutan: nama akhir diikuti
koma, nama awal (disingkat atau tidak disingkat tetapi harus dalam satu karya
ilmiah), diakhiri dengan titik. Apabila sumber yang dirujuk ditulis oleh tim, semua
nama penulisnya harus dicantumkan dalam daftar rujukan.

5. Rujukan dari Buku


Cara menulis rujukan dari buku adalah sebagai berikut:
219
a. Nama penulis, baik penulis Indonesia maupun bukan Indonesia, dimulai dengan
nama belakang (diketik lengkap), diikuti nama depan (sebaiknya diketik
singkatan nama depannya), diakhiri dengan tanda (.).
b. Tahun terbit, diakhiri dengan tanda titik (.).
c. Judul buku, diketik dengan huruf miring (italic) atau diberi garis bawah, semua
diketik dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama judul dan subjudul, diakhiri
dengan tnda (.).
d. Kota tempat penerbit atau negara bagian tanpa penerbit (yang dapat didahului
dengan kota tempat penerbit), diakhiri dengan tanda titik (:), dan
e. Nama penerbit, diakhiri dengan tanda titik (.).
f. Jika ada beberapa buku yang dijadikan sumber ditulis oleh orang yang sama dan
diterbitkan dalam tahun yang sama pula, data tahun penerbitan diikuti oleh
lambang a, b, c, dan seterusnya yang urutannya ditentukan secara kronologis atau
berdasarkan abjad buku-bukunya.
Contoh:
Bandura, A. 1977. Social Learning Theory. Prentice-Hall: Englewood Clifis.
New Jercy.
Bar-Tal, D. 1979. Prosocial Behavior. Theory and Research. New York: John-
Weley.
Lewin. K 1935. A Dynamic Theory of Personality : Selected Papers. New York:
Mc Graw-Hill.
______. 1935. Principle og Topological Psycology. New York: Mc Graw-Hill.

6. Rujukan dari Buku yang Berisi Kumpulan Artikel (Ada Editornya)


Seperti menulis rujukan dari buku ditambah dengan tulisan (Ed.) jika ada satu editor
dan (Eds). Jika editornya lebih dari satu, diantara nama penulis dan tahun tahun
penerbitan.
a. Nama penulis, baik penulis Indonesia maupun bukan penulis Indonesia, dimulai
dengan nama belakang (diketik oleh lengkap), diikuti nama depan (diketik
singkatannya), diakhiri dengan tanda titik (.).
b. Tahun terbit, diakhiri dengan tanda titi (.).
c. Judul artikel, tidak diketik dengan huruf miring (italic) atau dibagi garis bawah,
semua diketik dengan huruf kecil kecuali huruf pertama judul dan subjudul ,
diakhiri dengan tanda titik (.).
220
d. Ditambah dengan tulisan Ed. jika ada satu editor dan Eds. jika editornya lebih
dari satu diantara nama penulis dan tahun penerbitan diketik di belakan kata
‘Dalam’ dan dimulai dengan nama belakangnya (diketik singkatannya), diikuti
nama belakang (diketik lengkap), diakhiri dengan tanda titik dua (:).
e. Judul buku diketik huruf miring (italic) atau diberi garis bawah, semua diketik
dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama judul dan subjudul, diakhiri dengan
tanda titik (.).
f. Kota tempat penerbit atau negara bagian tempat penerbit (yang dapat didahului
dengan kotya tempat penerbit), diakhiri dengan tanda titik dua (:).
g. Nama penerbit, diakhiri dengan tnda titik (.).
Contoh:
Letheridge, S. & Cannon, C.R. (Eds.). 1980. Bilingualm Education: Teaching as
a Second Languege. New York: Praeger Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan
Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI
Komisariat Malang dan YA3.

7. Rujukan dari artikel dalam buku kumpulan artikel (ada editornya)


Nama penulis artikel ditulis di depan diikuti dengan tahun penerbitan. Judul artikel
ditulis tanpa cetak miring. Nama editor ditulis seperti: menulis nama biasa, diberi
katerangan (Ed.) bila hanya satu editor, dan (Eds.) bila lebih dari satu editor judul
buku kumpulanny ditulis dengan huruf miring, dan nomor halamannya disebutkan
dalam kurung.
Contoh:
Hartley. J.T., Harker, J.O., & Walsh, D.A. 1980. Contemporery Issues dan New
Directions in Adult Development of Learning and Memory. Dalam L.W. Poon (Ed.),
Aging in the 1980s: Psychological Issue (hlm. 239-252). Washington, DC.: American
Psychologicaql Association.
Hasan, M.Z. 1990. Karakteristik Penelitian Kualitatif. Dalam Aminuddin (Ed.),
Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm. 12-25).
Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
Lewin. K. 1958. Group desicion and Social Change. Dalam E.E. Maccoby, T.M.
Newcomb & E.L. Hartley (Eds). Reading in Social Psychology. 3 edition. New York:
Holt, Rinehard & Wilson.

221
¬¬_____. 1968. Quasi-stationary social equilibrium and the problem og permanent
change. Dalam W.G. Bennis, K.D. Benne, & R. Chin (Eds). The Planning of Change.
New York: Holt, Rinehard & Wiston.
atau
Lewin. K. 1958. Group desicion and Social Change. Dalam E.E. Maccoby, T.M.
Newcomb & E.L. Hartley (Eds). Reading in Social Psychology. 3 edition. New York:
Holt, Rinehard & Wilson.
_____. 1968. Quasi-stationary social equilibrium and the problem og permanent
change. Dalam W.G. Bennis, K.D. Benne, & R. Chin (Eds). The Planning of Change.
New York: Holt, Rinehard & Wiston.

8. Rujukan dari artikel dalam jurnal


Nama penulis ditulis paling depan diikuti dengan tahun dan judul artikel yang ditulis
dengan cetak biasa, dan huruf besar pada setiap katanya ditulis dengan huruf kecil
kecuali kata hubung. Bagian akhir berturut-turut ditulis jurnal tahun keberapa, nomot
berapa (dalam kurung), dan nomor halaman dan artikel tersebut.
a. Nama penulis, baik pnulis Indonesia maupun bukan Indonesia, dimulai dengan
nama belakang (diketik lengkap), diikuti nama depan (diketik singkatan), diakhiri
dengan tandi titik (.).
b. Tahun terbit diakhiri dengan tanda titik (.).
c. Judul artikel, tidak diketik dengan huruf miring (italic) atau diberi garis bawah,
semua diketikdengan huruf kecil, kecuali huruf pertama judul dan subjudul,
diakhiri dengan tanda titik (.).
d. Nama judul, diketik dengan huruf miring (italic) atau diberi garis bawah, diakhiri
dengan tanda koma (.).
e. Nomor halaman, tidak diketik dengan huruf miring (italic), nomor halaman ini
diketik mulai dari halaman awal sampai dengan akhir artikel.
Contoh:
Bell, S.M. 1970. The Develompent of the Concept of object as Related to Infant-
Mother Attachment. Child Development, 41, 291-311.
Bower. G.H. 1981. Mood adn Memory. American Psychologyst, 36, 139-148.
atau
Bell, S.M. 1970. The Develompent of the Concept of object as Related to Infant-
Mother Attachment. Child Development, 41, 291-311.
222
Bower. G.H. 1981. Mood adn Memory. American Psychologyst, 36, 139-148.

9. Rujukan dari artikel dalam jurnal dari CD-ROM


10. Penulisannya di daftar rujukan sama dengan rujukan dari artikel dalam jurnal cetak
ditambah dengan penyebutan CD-ROM-nya dalam kurung.
Contoh:
Krashen, S,. Long, M. & Scaecella, R. 1979. Age, Rate and Eventual Attaiment in
second Langueage Acquisition. TESOL Quarterly, 13: 573-82 (CD-ROM: TESOL
Quarterly Diginal, 1997).

11. Rujukan dari artikel dalam majalah atau koran


Nama penulis ditulis paling depan, diikuti oleh tanggal, bulan, dan tahun (jika ada).
Judul artikel ditulis dengan cetak biasa, dan huruf besar pada setiap huruf awal kata,
kecuali kata hubung. Nama majalah ditulis dengan huruf kecil huruf pertama setiap
kata, dengan dicetak miring. Nomor halaman disebut pada bagian bagian akhir.
Contoh:
Garner, H. 1981. Do babies Sing a Universal Song? Psuchology Today, hlm. 70-76.
Suryadarma, S. V. C. 1990. Prosor dan Interface: komunikasi data. Info Komputer,
IV (4) 46-48.

12. Rujukan dari koran tanpa penulis


Nama koran ditulis di bagian awal. Tanggal, bulan, dan tahun ditulis setelah nama
koran, kemudian judul ditulis denan huruf besar kecil dicetak miring dan diikuti
dengan nomor halaman.
Contoh:
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.

13. Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang diterbitkan oleh suatu penerbit
tanpa penulis dan tanpa lembaga
Judul atau nama dokumen ditulis di bagaian awal dengan cetak miring, diikuti tahun
penerbitan, kota penerbitan dan bulan penerbit.
Contoh:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. 1990. Jakarta PT Armas Duta Jaya.
223
14. Rujukan dari Lembaga yang Ditulis Atas Nama Lembaga tersebut
Nama lembaga penanggung jawab langsung ditulis paling depan, diikuti dengan
tahun. Judul karangan yang dicetak miring, nama tempat penerbitan, dan nama
lembaga yang bertanggung jawab atau penerbitan larangan tersebut.
Contoh:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa 1978. Pedoman Penulisan Laporan
Penelitian Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

15. Rujukan Berupa Karya Terjemahan


Nama penulis asli ditulis paling depan, diikuti tahun penerbitan, nama penerjemah,
tahun terjemahan, nama tempat penerbitan dan nama penerbit terjemahan. Apabila
tahun penerbitan buku asli tidak dicantumkan, ditulis dengan kata tanpa tahun.
Contoh:
Ary, D., Jacobs, L.C., & Razavieh, A. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian
Pnedidikan. Terjemahan Arief Ferchan. 1982. Surabaya. Usaha Nasional.
Mulder, N. 1984. kebatinan dan Hidup Sehari-Hari Orang Jawa dan Perubahan
Kultural. Diterjemahkan oleh A.A Nugroho. Jakarta: Gramedia.

16. Rujukan berupa Skripsi, Tesis, atau Disertasi


Nama penulis ditulis paling depan, diikuti tahun yang tercantum pada sampul, judul
skripsi, tesis, atau disertasi ditulis dengan cetak miring diikuti dengan pernyataan
skripsi, tesis atau disertasi tidak diterbitkan, nama kota tempat perguruan tinggi, dan
nama fakultas serta nama perguruan tinggi.
Contoh:
Ardian, 1995. pengaruh Informasi dan Pendidikan terhadap pemahaman ibu dalam
Penggunaan ASI. Bandung: Universitas Padjadjaran. Tesis tidak dipublikasikan.
Pangarubuan, T. 1992. Perkembangan Kompetensi Kewacanaan Pembelajar Bahasan
Inggris di LPTK. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP
MALANG.

17. Rujukan berupa Makalah yang Disajikan dalam Seminar, Penataran, atau
Lokakarya
Nama penulis ditulis paling depan, judul makalah ditulis dengan cetak miring
kemudian diikuti pernyataan “Makalah disajikan dalam…”… nama pertemuan,
224
lembaga penyelenggara, tempat penyelenggaraan, dan tanggal serta bulannya.
Contoh:
Manan, Bagir. 2004. Mewujudkan Peradilan yang Bersih dan Berwibawa Melalui
Good Governance. Makalah disajikan pada Seminar Nasional diselenggarakan
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, tanggal 10 Januari.
Karin, Z. 1987. Tata kota di Negara-negara Berkembang. Makalah disajikan dalam
Seminar Tata kota, BAPPEDA Jawa Timur, Surabaya, 1-2 September.

18. Rujukan dari Internat berupa karya individual


Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut
oleh tahun, judul karya tersebut (dicetak miring) dengan diberi keterangan dalam
kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan
keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh:
Hitchcock, S., Carr, L., & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-
95: The Calm Before the Storm, (Online), http://joornal.acs.soton.ac.uk/survey.html,
diaksus 12 Juni 1996).

19. Rujukan dari Internet berupa artikel dari jurnal


Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut
oleh tahun, judul artikel, nama jurnal (dicetak miring) dengan diberi keterangan
dalam alamat sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, di
antara tanda kurung.
Contoh:
Griffith, A. L. 1995. Coordinating Family and School: Mothering for Scooling.
Education Policy Analysis, Archives, (Online), Vol. 3, No. 1,
(http:/olam.ed.asu.edu/epaa/, diakses 12 Februari 1997).
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal
Ilmu Pendidikan, (Online), Jilid 5, No. 4. (http:/www.malang.ac.id, diakses 20
Januari 2000).

20. Rujukan dari Internet Berupa Bahan Diskusi


Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara berturut-turut
oleh tanggal, bulan dan tahun, topik bahan diskusi (dicetak miring) dengan diberi
225
keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan e-mail sumber rujukan
tersebut disertai dengan keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh:
Wilson, D. 20 November 1995. Summaru of Citing Internet Sites. NETTRAIN
Discussion List. (Online), (NETTRAIN2ubvm.cc.buffalo.edu, diakses 22 November
1995).

21. Rujukan dari Internet E-mail pribadi


Nama pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dala, kurung (alamat e-mail
pengirim), diikuti secara berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik, isis bahan
(dicetak miring), nama yang dikirim disertai keterangan dalam kurung (alamat e-mail
yang dikirim).
Contoh:
Davis, A. (a.dav s@uwts edu.au). 10 juni 1996. Learningto Use web Authoring
Tools. E-mail Kepada Alison hunter (huntera@usq.edu.au).

C. Tabel dan Gambar


1. Penulisan Tabel
Penggunaan tabel dapat dipandang sebagai salah satu cara yang sistematis untuk
menyajikan data statistik untuk menyajikan data statistik dalam kolom-kolom dan
lajur, sesuai dengan klasifikasi masalah. Dengan menggunakan tabel, pembaca
akan dapat memahami dan menafsirkan data secara cepat, dan mencari hubungan-
hubungannya.

Tabel yang baik seharusnya sederhana dan dipusatkan pada beberapa ide.
Memasukkan terlalu banyak data dalam suatu tabel dapat mengurangi nilai
penyajian tabel. Lebih baik menggunakan banyak tabel daripada menggunakan
sedikit tabel yang isinya terlalu padat. Tabel yang baik harus dapat
menyampaikan ide dan hubungannya secara efektif.

Jika suatu tabel cukup besar (lebih dari setengah halaman), maka tabel harus
ditempatkan pada halaman tersendiri, dan jika tabel cukup pendek (kurang dari
setengah halaman), sebaiknya diintegrasikan dalam teks.

226
Tabel harus diberi identitas (berupa nomor dan nama tabel) dan ditempatkan di
atas tabel. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan perujukan. Jika tabel lebih
dari satu halaman, maka bagian kepala tabel (termasuk teksnya) harus diulang
pada halaman selanjutnya. Akhir tabel pada halaman pertama tidak perlu diberi
garis horizontal. Pada halaman berikutnya tulislah Lanjutan Tabel…pada tepi
kiri, tiga spasi dari garis horizontal teratas tabel. Hanya huruf pertama kata tabel
ditulis dengan menggunakan huruf besar. Kata “Tabel” ditulis di pinggir, diikuti
nomor dan judul tabel. Jika judul tabel lebih dari satu baris, baris kedua dan
seterusnya ditulis sejajar dengan huruf awal judul dengan jarak satu spasi. Judul
tabel tanpa diakhiri tanda titik. Berilah jarak tiga spasi antara teks sebelum tabel
dan teks sesudah tabel. Nomor tabel ditulis dengan angka Arab sebagai identitas
yang menunjukkan bab tempat itu dimuat dan nomor urutnya dalam bab yang
bersangkutan. Dengan demikian untuk setiap bab nomor urut tabel dumulai dari
Nomor 1.

Contoh:
Tabel 4.1. Jumlah Kriminal Keganasan dan Harta Benda di Malaysia
Nomor tabel ini menunjukkan bahwa tabel yang berjudul Persepsi Terhadap
Ancaman Korupsi terletak pada Bab IV nomor urut yang pertama. Pengacuan
Tabel menggunakan angka, bukan dengan menggunakan kata tabel di atas atau
tabel di bawah.

Garis yang paling atas dari tabel diletakkan tiga spasi di bawah nama tabel.
Kolom pengetahuan (heading), dan deskripsi tentang ukuran atau unit data harus
dicantumkan. Istilah-istilah seperti: nomor, persen, frekuensi, dituliskan dalam
bentuk singkatan/lambang. No., %, dan f. Data yang terdapat dalam tabel ditulis
dengan menggunakan spasi tunggal. Garis akan digunakan jika dipandang lebih
mempermudah pembacaan tabel, tetapi garis vertikal di bagian kiri, tengah, dan
kanan tabel tidak diperlukan. Tabel yang dikutip dari sumber lain wajib diberi
keterangan mengenai nama akhir penulis, tahun publikasi, dan nomor halaman
tabel asli di bawah tabel dengan jarak tiga spasi dari garis horizontal terbawah,
mulai dari tepi kiri. Jika diperlukan catatan untuk menjelaskan butir-butir tertentu
yang terdapat dalam tabel, gunakan simbol tertentu dan tulis dalam bentuk
superskrip. Catatan kaki untuk tabel ditempatkan di bawah tabel, dua spasi di
bawah sumber, bukan pada bagian bawah halaman.

227
Contoh:
Tabel 4.1 Jumlah kriminal keganasan dan Harta Benda di
Malaysia Tahun 1993-2003
Tahun Kriminal Keganasan Kriminal Harta Benda Jumlah
1993 11,164 68,729 79,893
1994 10,301 65,674 75,975
1995 10,623 70,598 81,221
1996 12,340 75,562 87,902
1997 16,919 104,257 121,176
1998 19,673 139,186 158,859
1999 21,157 147,958 169,115
2000 21,604 145,569 167,173
2001 20,390 136,076 156,469
2002 20,843 128,199 149,042
2003 22,790 133,525 156,315

Sumber: Madani, Vol. 5 No. 3. (Oktober 2004: 367)

2. Penyajian Gambar
Istilah gambar mengacu pada foto, grafik, chart, peta sket, diagram, bagan, dan
gambar lainnya. Gambar dapat menyajikan data dalam bentuk-bentuk visual yang
dapat dengan mudah dipahami. Gambar tidak harus dimaksudkan untuk
mambangun deskripsi tetapi dimaksudkan untuk menekankan hubungan tertentu
yang signifikan. Gambar juga dapat digunakan untuk menyajikan data statistik
berbentuk grafik.
Beberapa pedoman penggunaan gambar dapat dikemukakan seperti berikut:
a. Judul gambar ditempatkan di bawah gambar, bukan di atasnya. Cara
penulusan judul gambar sama dengan penulisan judul tabel.
b. Gambar harus sederhana untuk dapat menyampaikan ide dengan jelas dan
dapat dipahami tanpa harus disertai penjelasan tekstual.
c. Gambar harus digunakan dengan hemat. Terlalu banyak gambar dapat
mengurangi nilai penyajian data.
d. Gambar yang memakan tempat lebih dari setengah halaman harus ditempatkan
pada halaman tersendiri.
e. Penyebutan adanya gambar seharusnya mendahului gambar.

228
f. Gambar diacu dengan menggunakan angka, bukan dengan menggunakan kata
gambat di atas gambat di bawah.
g. Gambar dinomori dengan menggunakan angka Arab seperti pada penomoran
tabel.

D. Penggunaan Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar


Bahasa Indonesia adalah bahasa yang kita gunakan untuk berkomunikasi secara resmi
maupun tidak resmi dengan teman, kolega, keluarga dan lain-lain. Namun,
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam menulis bahan ajar bukan
merupakan hal yang mudah. Banyak kaidah-kaidah bahasa yang perlu diikuti
sehingga penggunaan bahasa dalam penulisan bahan ajar menjadi baik dan benar.
Penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam bahan ajar akan meningkatkan
kualitas bahan ajar tersebut, sehingga dapat dimengerti dengan mudah oleh
pemakainya.

1. Pembentukan Kata
Dalam pembentukan kata yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Jika meng- ditambahkan pada dasar yang bnersuku sati, bentuknya berubah
menjadi menge-
meng- + tik = mengetik
meng- + bom = mengebom
meng- + cek = mengecek.
b. Konsonan rangkap pada awal kata tidak lulus apabila ditambahkan dengan
meng-,
meng- + produksi = memproduksi
meng- + klasifikasi = mengklasifikasi
meng- + transfer = mentransfer.
c. Jika verbal berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan
dipertahankan peluluhan konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku satu
mempertahankan nge- di depan dasar yang diredupliksi;
tulis = menulis = menulis-nulis
pijit = memijit = memijit-mijit.

229
d. Bila kata majemuk direduplikasi yang diulang adalah kata awal.
kereta api = kereta-kereta api
meja makan = meja-meja makan.

2. Asas Pemungutan Kata


a. Asas pemungutan secara utuh
Abad= biadab
ilham= hikayat
radio= ijab
mode= izin
hotel= motor
b. Asas pemungutan dengan perubahan atau penyesuaian bunyi
subject = subjek
system = sistem
effektive = efektif
frequency = frekuensi
description = deskripsi
c. Asas pemungutan dengan terjemahan
medical = pengobatan
spoortein = kareta api
dentist = dokter gigi
vulcano = gunung api
sportsman = olahraga

3. Bentuk baku dan tidak baku


Baku =Tidak baku
Kemarin= kemaren
hakika= hakekat
sistem= sistim
konkret= konkrit
khotbah= khutbah
4. Pembentukan Kalimat
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kalimat adalah apakah
kalimat-kalimat yang kita hasilkan dapat memenuhi syarat suatu kalimat yang
230
benar (gramatikal). Kalimat yang gramatikal adalah kalimat yang strukturnya
benar berdasarkan kaidah bahasa (aturan bahasa). Selain itu, apakah kita dapat
mengenali kalimat gramatikal yang dihasilkan orang lain.
a) Syarat kalimat
Sekurang-kurangnya, kalimat memiliki subjek dan predikat. Kalau tidak
memiliki unsur subjek dan predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat.
Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia ada dua macam, yaitu:
(1) kalimat yang berpredikat kata kerja, dan
(2) kalimat yang berpredikat bukan kata kerja.
Contoh: Tugas itu dikerjakan oleh para pegawai BRI.
Kata kerja dalam kalimat itu ialah dikerjakain. Kata dikerjakan adalah predikat
dalam kalimat itu. Setelah ditemukan predikat dalam kalimat itu, subjek dapat
ditemukan dengan cara mengejukan pertanyaan dengan kata apa atau siapa.
Apa yang dikerjakan? Atau, siapa yang dikerjakan?
Jawaban atas pertanyaan itu ialah tugas itu. Kata tugas itu, merupakan subjek
kalimat. Kalau tidak ada yang dijadikan jawaban pertanyaan itu, berarti subjek
tidak ada. Dengan demikian, pertanyaan dalam bentuk deretan kata-kata itu
bukanlah kalimat.
Perhatikan pernyataan berikut!
(1) Berdiri aku di atas bangku.
(2) Kumandikan adik pada pagi hari.

Perhatikanlah pula pernyataan berikut:


Dalam kamar ini memerlukan empat buah kursi. Mari kita gunakan cara
menemukan subjek dan predikat seperti di atas. Mula-mula kita temukan
subjek dan predikat seperti di atas. Mula-mula kita temukan dulu kata kerja
dalam kalimat itu, yaitu memerlukan. Kata memerlukan adalah predikat
kalimat. Selain itu, kita berusaha menemukan subjek kalimat dengan bertanya
apa atau siapa yang memerlukan. Jawabannya adalah kamar ini. Dalam
kalimat di atas, kata kamar ini didahului kata dalam, sehingga tidak
memungkinkan kata kamar ini berstatus subjek. Kata dalam menandai kata di
belakangnya itu sebuah keterangan tempat. Dengan demikian, pernyataan itu
tidak bersubjek, jadi bukan kalimat.

231
Kalimat-kalimat yang tidak gramatikal serinng disebabkan oleh ketaksaan
pikiran penutur bahasa, yaitu dua konsep dipadukan menjadi satu sehingga
melahirkan struktur kalimat yang tidak tegas dan bermakna ganda.

b) aktif dan pasif


Saya sudah katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu
tidak mudah.
Kalimat itu merupakan perpaduan dari dua konsep kalimat aktif dan pasif.
Kalimat aktif:

Saya sudah mengatakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu
tidak mudah.

Kalimat pasif:

Sudah saya katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu
tidak mudah.

c) Subjek dan keterangan.


Contoh: Dalam konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidak
memutuskan tempat penyelenggaraan konferensi berikutnya. Kalimat itu
merupakan perpaduan dari dua konsep, yaitu: subjek dan keterangan.

Subjek:
Konferensi tinggkat tinggi negara-negara nonblok tidak memutuskan tempat
penyelenggaraan konferensi berikutnya.

Keterangan:
Dalam konferensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidak diputuskkan
tempat penyelenggaraan konferensi berikutnya.

d) Pengantar kalimat dan predikat


Contoh:
Menurut ahli geologi itu dinyatakan bahwa perembesan air laut telah sampai
ke wilayah Jakarta Pusat.
Kalimat itu, merupakan perpaduan dari dua konsep yaitu pengantar kalimat
dan predikat.

232
Pengantar kalimat:
Menurut ahli geologi itu, perbesaran air laut telah sampai ke wilayah Jakarta
Pusat.
Predikat:
Ahli geologi itu menyatakan bahwa perembesan air laut telah sampai ke
wilayah Jakarta Pusat.

e) Kalimat majemuk dan kalimat bersusun


Contoh:
Meskipun kita tidak menghadapi musuh, tetapi kita harus selalu waspada.
Kalimat itu merupakan perpaduan dari dua konsep yaitu kalimat majemuk dan
kalimat bersusun.

Kalimat majemuk:

Kita tidak menghadapi musuh, tetapi (kita) harus selalu waspada.

(1) induk kalimat dan anak kalimat


(2) pernyataan yang tidak mengandung unsur subjek.
Contoh :
Dengan demikian akan membantu para karyawan riset, teknisi, dan
peminat yang lain, terutama mahasiswa dalam melaksanakan tugasnya.
(3) pernyataan yang tidak mengandung unsur predikat.
Contoh:
Jalan layang itu mengatasi kemacetan lalu lintas.
(4) Pernyataan berupa anak kalimat.
Contoh:
Meskipun peningkatan mutu para dosen dan karyawan adalah jelas tidak
identik dengan pengembangan fakultas.
(5) Pernyataan berupa unsur keterangan penjelas atau keterangan tambahan.
Contoh: Baik bila kita berada di restoran, di pasar, terminal bus, maupun
tempat-tempat umum lainnya.
(6) Pernyataan berupa ungkapan preposisi.

233
Contoh:
Bagi seorang peneliti, sebagai pedoman perbandingan, perlu diperhatikan
kegiatan yang telah dilakukan.

E. Format Penulisan
Skripsi, paper/makalah, laporan penelitian, dan lain sebagainya, memiliki format
penulisan tertentu untuk bisa disebut sebagai sebuah karya ilmiah. Uraian di bawah
ini membahas format penulisan karya ilmiah berupa skripsi pada Program S-1
Pemerintahan Integratif. Namun beberapa poin penting dalam format penulisan
dimaksud bisa dipakai sebagai acuan dalam penulisan karya ilmiah selain skripsi,
seperti paper/makalah, artikel dalam jurnal ilmiah, dan lain sebagainya.
1. Bahan dan Ukuran Kertas
Bahan dan ukuran kertas yang dipakai dalam sebuah karya ilmiah adalah sebagai
berikut:
a. Ukuran kertas: A4 (21 x 29,7 cm).
b. Jenis kertas: HVS 80 gram.
c. Kertas doorslag berwarna (sesuai dengan warna yang telah ditentukan)
dengan lambang Universitas Mulawarman sebagai pembatas.

2. Pengetikan
Ketentuan-ketentuan dalam pengetikan sebuah karya ilmiah dirinci sebagai
berikut:
a. Menggunakan software pengolah kata dengan flatform Windows, seperti MS
Word, Excel, dan lain-lain.
b. Jenis huruf yang digunakan adalah Times New Roman dengan ukuran 12
kecuali untuk: halaman judul sampul/luar (hard cover) dan halaman judul
dalam (soft cover), yang menggunakan huruf tegak (kecuali istilah asing) dan
dicetak tebal (bold) dengan ukuran font mulai 12 sampai 16 (disesuaikan
dengan panjang judul, lihat Lampiran). Catatan kaki (footnotes), yang
menggunakan font ukuran 10.
c. Huruf tebal (bold) digunakan untuk judul dan sub-judul (sub-bab, sub-sub-
bab), memberi penekanan, pembedaan, dan sejenisnya.
d. Huruf miring (italic) digunakan untuk istilah dalam bahasa asing atau bahasa
daerah, memberi penekanan, pembedaan (termasuk pembedaan sub-judul yang
234
hirarkhinya tidak setingkat), dan sejenisnya. Judul sub sub-sub-bab dibuat
dengan mengkombinasikan huruf miring dan huruf tebal (italic-bold atau bold-
italic). Judul sub sub-sub-sub-bab dan seterusnya dibuat dengan huruf miring
biasa (italic).
e. Batas tepi (margin):
1) Tepi atas : 4 cm
2) Tepi bawah : 3 cm
3) Tepi kiri : 4 cm
4) Tepi kanan : 3 cm
f. Sela ketukan (ind3e nsi) selebar 1 cm. Indensi Tab dipakai pada baris pertama
alinea baru. Indensi gantung digunakan untuk daftar pustaka.
g. Spasi bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir:
h. Bagian awal dari karya ilmiah
Termasuk di dalamnya adalah halaman judul, halaman pengesahan, halaman
pernyataan, abstrak, riwayat hidup, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel,
daftar gambar dan daftar lampiran. Spasi yang digunakan adalah:
1) Pernyataan ditulis dengan spasi tunggal.
2) Riwayat Hidup dan Kata Pengantar ditulis dengan spasi ganda.
3) Abstrak, antara 150-250 kata (dalam satu halaman) ditulis dengan
menggunakan spasi tunggal.
4) Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, disusun dengan menggunakan
spasi tunggal.
5) Bagian isi karya ilmiah
Meliputi Bab I sampai BAB V, disusun dengan menggunakan spasi ganda.
6) Bagian akhir karya ilmiah
Terdiri dari Daftar Pustaka, yang daftar referensinya memakai spasi
tunggal dan indensi gantung (jarak antar referensi dengan spasi ganda),
dan Lampiran yang ditulis dengan spasi tunggal atau disesuaikan dengan
bentuk/jenis lampiran.

3. Judul karya ilmiah, bab, sub bab, dan lain sebagainya:


a. Judul karya ilmiah dan bab, diketik dengan huruf besar/kapital, dicetak tebal,
tanpa singkatan (kecuali yang berlaku umum seperti PT., CV.), posisinya di
tengah halaman, dan tanpa diakhiri tanda titik. Perkecualiannya adalah judul
235
pada halaman Persetujuan Seminar dan Pengesahan Skripsi (dengan huruf
biasa, dicetak tebal).
b. Judul sub-bab diketik sejajar dengan batas tepi (margin) sebelah kiri dengan
menggunakan huruf A, B, C, dan seterusnya. Huruf pertama setiap kata
dimulai dengan huruf besar (Title Case) kecuali kata penghubung dan kata
depan, tanpa diakhiri titik. Judul sub-bab dicetak dengan huruf tebal (bold).
c. Judul sub sub-bab dimulai dengan angka 1, 2, 3 dan seterusnya. Huruf pertama
setiap kata dimulai dengan huruf besar (Title Case) kecuali kata penghubung
dan kata depan, tanpa diakhiri titik. Judul sub sub-bab dicetak dengan huruf
tebal (bold).
d. Judul sub sub-sub-bab dimulai dengan huruf a, b, c dan
seterusnya. Huruf pertama setiap kata dimulai dengan huruf besar (Title Case)
kecuali kata penghubung dan kata depan, tanpa diakhiri titik. Judul sub sub-
sub-bab dicetak dengan huruf tebalmiring (bold-italic).
e. Judul sub sub-sub-sub bab dimulai dengan angka 1), 2), 3) dst. (tanpa titik),
dan judul sub sub-sub-sub-sub bab dimulai dengan huruf a), b), c) dst. (tanpa
titik). Huruf pertama setiap kata dimulai dengan huruf besar (Title Case)
kecuali kata penghubung dan kata depan, tanpa diakhiri titik. Judul sub sub-
sub-sub-bab dan sub subsub- sub-sub-bab dicetak dengan huruf miring (italic).
f. Judul sub-bab, sub sub-bab, dan sub sub-sub-bab, dan seterusnya (headings
hierarchy) perlu dibedakan dengan rincian poin-poin atau item-item
(points/items hierarchy). Penulisan headings hierarchy dimulai dari A, B, C,
lalu 1, 2, 3, kemudian a, b, c, dan seterusnya (lihat Box) dibuat sejajar dengan
batas tepi kiri pengetikan (batas margin kiri). Isi atau teksnya (alinea, kalimat)
juga dibuat sejajar dengan batas tepi kiri pengetikan dan awal kalimat dalam
alinea baru dibuat dengan indensi 1 cm). Sementara penulisan points/items
hierarchy tidak sejajar dengan batas tepi kiri pengetikan (batas margin kiri),
melainkan mengikuti poin-poin/item-item dimaksud atau posisinya
disesuaikan dengan memperhatikan estetika. Penggunaan angka atau huruf
awal untuk poin-poin atau item-item juga disesuaikan (bisa dimulai dari 1,2,3
atau a, b, c). Penulisan headings hierarchy (sub-judul) – sejajar batas tepi kiri:
Batas tepi kiri pengetikan.
Contoh:
C. Judul Sub-Bab (bold)
236
1. Judul Sub Sub-Bab (bold)
a. Judul Sub Sub-Sub-Bab (bold-italic)
1) Judul Sub Sub-Sub-Sub-Bab (italic)
2) Judul Sub Sub-Sub-Sub-Bab (italic)
b. Judul Sub Sub-Sub-Bab (bold-italic)
1) Judul Sub Sub-Sub-Sub-Bab (italic)
2) Judul Sub Sub-Sub-Sub-Bab (italic)
a) Judul Sub Sub-Sub-Sub-Sub-Bab (italic)
b) Judul Sub Sub-Sub-Sub-Sub-Bab (italic)

2. Judul Sub Sub-Bab (bold)


D. Judul Sub-Bab (bold)
1. Judul Sub Sub-Bab (bold)
2. Judul Sub Sub-Bab (bold)
Penulisan points/items hierarchy (rincian poin-poin/item-item) – tidak
sejajar dengan batas tepi kiri (masuk ke dalam, disesuaikan):
a. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang perbedaan
keduanya (headings hierarchy dan points/items hierarchy) dalam
sebuah teks/tulisan, lihat contohnya pada Lampiran.
b. Sepanjang memungkinkan, hindari penggunaan hirarkhi sub-judul
(headings hierarchy) yang terlalu banyak tingkatannya (sub sub-
subsub-bab dan seterusnya). Hal ini bisa dilakukan dengan
memanfaatkan penggunaan rincian poin-poin atau item-item
(points/items hierarchy).
3. Bilangan dan satuan:
a. Bilangan diketik dengan angka kecuali bilangan yang terletak pada
awal kalimat yang harus dieja. Contoh: Umur mesin 10 tahun.
Sepuluh perusahaan besar… dan seterusnya.
b. Bilangan desimal ditandai dengan koma (contoh: Rp1.150,25).
c. Satuan dinyatakan dengan singkatan resmi tanpa tanda titik (kg, cm,
dan lain-lain).

237
Batas tepi kiri pengetikan,

Contoh:

A. Poin/Item
1. Sub-Poin/Item
a. Sub Sub-Poin/Item
1) Sub) Sub-Sub-Poin/Item
2) Sub) Sub-Sub-Poin/Item
b. Sub Sub-Poin/Item
1) Sub Sub-Sub-Poin/Item
2) Sub Sub-Sub-Poin/Item
a) Sub Sub-Sub-Sub-Poin/Item
b) Sub Sub-Sub-Sub-Poin/Item
(1) Sub Sub-Sub-Sub-Sub-Poin/Item
(2) Sub Sub-Sub-Sub-Sub-Poin/Item
(a) Sub Sub-Sub-Sub-Sub-Sub-Poin/Item
(b) Sub Sub-Sub-Sub-Sub-Sub-Poin/Item
2. Sub-Poin/Item
B. Poin/Item
1. Sub-Poin/Item
2. Sub-Poin/Item
Catatan:
Poin/Item dan sub-subnya ditulis dengan huruf biasa,
Pecahan yang berdiri sendiri ditulis dengan angka, sedangkan pecahan yang
bergabung dengan bilangan bulat harus ditulisdengan huruf/dieja. Contoh:
tiga dua pertiga.

F. Penomoran Halaman
Ketentuan-ketentuan dalam penomoran halaman, seperti halaman-halaman awal,
halaman judul bab, halaman teks utama, dan lain sebagainya, adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal karya ilmiah (halaman judul, halaman pengesahan, halaman
pernyataan, abstrak, riwayat hidup, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar
gambar, dan daftar lampiran) diberi nomor halaman dengan angka romawi kecil

238
(i, ii, iii, dan seterusnya) dan ditempatkan di tengah bagian bawah. Halaman judul
tidak diberi nomor, tetapi tetap dihitung.
2. Mulai dari BAB I sampai dengan halaman terakhir pada Daftar Pustaka diberi
nomor halaman dengan angka latin (1, 2, 3, dan seterusnya). Nomor halaman
ditempatkan di sebelah kanan atas, kecuali bab baru yang tidak diisi nomor
halaman.
3. Data yang mendukung penelitian disajikan dalam lampiran yang disajikan
menurut kelompoknya tanpa diberi nomor halaman.
Contoh:
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Lampiran 2. Peta Desa Mahak Baru

KESIMPULAN:
1. Kode etik penulisan karya ilmiah Kode etik adalah seperangkat norma yang perlu
diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah. Norma ini berkaitan dengan
pengutipan dan perujukan, perizinan terhadap bahan yang digunakan dan
penyebutan sumber data atau informasi.
2. Cara Merujuk dan Menulis Daftar Rujukan dalam karya ilmiah ada bermacam-
macam. Hal tersebut dipengaruhi oleh kaidah selingkung, kutipan langsung atau
tidak langsung, dan juga macam sumber yang dirujuk.
3. Unsur yang ditulis dalam daftar rujukan secara berturut-turut meliputi:
(1) nama penulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, dan nama tengah, tanda
gelar akademik,
(2) tahun penrrbitan,
(3) judul, termasuk anak judul (subjudul),
(4) kota tempat penerbitan dan
(5) nama penerbit.
Unsur-unsur tersebut dapat bervariasi tergantung jenis sumber pustakanya.
4. Penggunaan tabel dapat dipandang sebagai salah satu cara yang sistematis untuk
menyajikan data statistik untuk menyajikan data statistik dalam kolom-kolom dan
lajur, sesuai dengan klasifikasi masalah. Dengan menggunakan tabel, pembaca
akan dapat memahami dan menafsirkan data secara cepat, dan mencari hubungan-
hubungannya.
239
5. Penulisan ilmiah perlu memperhatikan format. Dala format penulisan ilmiah
antara lain harus memperhatikan tentang batas tepi kanan, tepi kiri, atas dan
bawah dari suatu halaman. Selain itu juga perlu memperhatikan jenis huruf yang
digunakan serta penomoran.

LATIHAN KE: 3 dari 12

1. Apa yang dimaksud kode etik penulisan karya ilmiah.


2. Buat contoh daftar pustaka yang merujuk dari buku banga rampai dan artikel
dalam jurnal.
3. Jelaskan format penulisan karya ilmiah pada umumnya. Apa saja aturan yang
harus diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Danial, Deni Muhammad. 2008. Menjadi Penulis Mulai Dari Sekarang. Semarang: PT Sindur
press.
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi penelitian kualitatif: ancangan metodologi, presentasi, dan
publikasi hasil penelitian untuk mahasiswa dan peneliti pemula bidang ilmu-ilmu sosial,
pendidikan, dan humaniora. Bandung: CV. Pustaka setia.

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang (2003). Panduan Bimbingan, Penyusunan
Pelaksanaan Ujian, dan Penilaian Skripsi Mahasiswa.

Gie, The Liang. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi.

Gunawan, Agustin Widia dkk. 2004. Metode Penyajian Karya Ilmiah. Bogor: IPB PRESS.

Hadi, Sutrisno. 2000. Bimbingan Menulis Skripsi & Thesis. Yogyakarta: ANDI
Joyomartono, Mulyono dkk. 1992. Komponen dan / atau Indikator Variabel Penelitian pada
Penelitian Bahasa, Sosial, dan Budaya. Semarang: IKIP Semarang PRESS.

Nasution, S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.


Pennen, Paulina & Purwanto. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: PAU-PPAI-UT.
Santana, Septiawan. 2007. Menulis Ilmiah: Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

240
Sulistiya, dkk. 1991. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Tanjung, Nur Bahdin dan Ardian. 2005. Pedoman penulisan karya ilmiah (proposal, skripsi,
dan tesis) dan mempersiapkan diri menjadi penulis artikel ilmiah.

Westra, Paridjata. 1991. Pedoman Penulisan Skripsi Berdasarkan Penelitian Empiris di


Lingkungan Perguruan Tinggi. Surabaya: Airlangga University Press.

Winarto, dkk. 2004. karya tulis ilmiah sosial: menyiapkan. Memulis dan mencermatinya.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. 2008. Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah. Homepage: http://www.pin.or.id, Email: pin@pin.or.id. Diakses 23 November
2009.

https://saripedia.wordpress.com/tag/kerangka-karya-ilmiah/

https://oerleebook.wordpress.com/2011/02/08/metode-penulisan-karya-ilmiah-2/

https://oerleebook.wordpress.com/2011/02/08/metode-penulisan-karya-ilmiah-3/

suber: http://www.scribd.com/doc/2954715/METODE-PENULISAN-ILMIAH

241
PERTEMUAN KE – 13

KARYA ILMIAH

A. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah adalah untuk memberi latihan ataupun
pembelajaran kepada mahasiswa untuk memaparkan secara sistematis hasil kajian baik
melalui experimen ataupun analisa yang diperoleh dari suatu penelitian. Selain itu akan
membuat penulis terlatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif karena
sebelum menulis karya ilmiah ia mesti membaca dahulu topik yang akan dibahas.

B. Latar Belakang

Secara umum suatu karya ilmiah dapat diartikan sebagai suatu hasil karya yang
dipandang memiliki kadar ilmiah tertentu serta dapat dipertanggungjawabkan dalam
bentuk karangan atau tulisan ilmiah, dapat pula disampaikan secara lisan dalam bentuk
pidato atau orasi ilmiah dan dapat melalui suatu bentuk demonstrasi. Berbeda dengan
karya sastra atau seni, karya ilmiah mempunyai bentuk serta sifat yang formal karena
isinya harus mengikuti persyaratan-persyaratan tertentu sesuai dengan kaidah-kaidah
berdasarkan hasil dari berfikir ilmiah. Ini berarti tidak semua karya tulis dinamakan
karya ilmiah sebab tidak semua proses berfikir adalah berfikir ilmiah.

Tujuan penulisan karya ilmiah adalah menyampaikan seperangkat keterangan,


informasi, dan pikiran secara tegas, dan ringkas. Karya tulis ilmiah dikemukakan
berdasarkan pemikiran, kesimpulan, serta pendapat atau pendirian penulis yang
dirumuskan setelah mengumpulkan dan mengolah berbagai informasi sebanyak-
banyaknya dari berbagai sumber. Karya ilmiah senantiasa bertolak dari kebenaran ilmiah
dalam bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan yang disajikan. Isi
suatu karya ilmiah dapat berupa keterangan atau informasi yang bersifat faktual
(mengemukakan fakta), hipotesis (dugaan-dugaan), konklusif (mengemukakan
kesimpulan), dan implementatif (mengemukakan rekomendasi atau saran-saran serta
solusi).

C. Pengertian Karya Ilmiah

Karya ilmiah adalah suatu karangan ilmu pengetahuan yang meyajikan fakta ditulis
menurut metedologi penulisan yang baik dan benar. Dalam hal ciri khusus karya ilmiah
242
harus ditulis secara jujur dan akurat berdasarkan fakta dan kebenarannya. Kebenaran
dalam karya ilmiah itu adalah kebenaran yang objektif, positif sesuai dengan fakta di
lapangan.

Ada beberapa jenis karya ilmiah antara lain makalah, kertas kerja, skripsi, laporan
penelitian, tesis dan desertasi. Istilah-istilah itu dipakai untuk memberi nama suatu karya
tulis yang bersifat ilmiah. Semua jenis karya ilmiah itu selalu menyajikan suatu hasil
kegiatan penelitian tentang suatu pokok masalah berdasarkan data dan fakta di lapangan.
Karya ilmiah seperti itu disusun berdasarkan metode ilmiah yang menyajikan suatu topik
secara sistematis dan dilengkapi dengan data dan fakta yang ada dan menggunakan
bahasa yang khas. Jadi tidak semua karya tulis bisa disebut sebagai karya ilmiah.

D. Jenis-Jenis Karya Ilmiah


1. Makalah.
Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang
pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat objektif. Makalah
menyajikan makalah dengan melalui proses berfikir deduktif dan induktif. Makalah
menggunakan bahasa yang lugas dan tegas. Jika dilihat dari bentuknya makalah
adalah bentuk yang paling sederhana di antara karya tulis ilmiah yang lain.

2. Kertas Kerja.
Kertas kerja, seperti halnya makalah kertas kerja juga karya ilmiah yang menyajikan
sesuatu berdasarkan data di lapangan yang juga bersifat objektif. Analisis dalam
kertas kerja lebih serius daripada analisis dalam makalah. Kertas kerja ditulis untuk
disajikan dalam suatu seminar.

3. Laporan Penelitian.
Laporan Penelitian adalah penyampaian hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan berdasarkan jenis dan tujuan penelitian.

4. Skripsi.
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan
pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta

243
yang objektif baik berdasarkan penelitian langsung (observasi lapangan) maupun
penelitian tidak langsung (studi kepustakaan). Skripsi ditulis sebagai tugas akhir
dalam suatu study di perguruan tinggi guna melengkapi syarat mendapat gelar
sarjana atau diploma.

5. Tesis.
Tesis adalah karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi. Tesis akan
mengungkapkan pengetahuan baru yang yang diperoleh dari penelitian sendiri. Karya
tulis ini akan memperbincangkan pengujian terhadap suatu hipotesis atau lebih ditulis
oleh mahasiswa pascasarjana.

6. Desertasi
Desertasi adalah karya ilmiah yang mengemukakan suatu pendapat yang dapat
dibuktikan oleh penulis berdasarkan fakta dan data yang benar dan dengan analisis
yang terinci. Desertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri yang berupa temuan
original. Jika temuan original ini dapat dipertahankan oleh penulis dari sanggahan
penguji maka penulisnya berhak menyandang gelar doktor. Semua jenis karya ilmiah
hendaklah ditulis dengan padat serta disusun secara logis dan cermat.

E. Berfikir Deduktif dan Induktif

Berfikir deduktif atau berfikir rasional merupakan sebagian dari berfikir ilmiah.
Dalam logika deduktif menarik suatu kesimpulan dimulai dari pernyataan umum menuju
pernyataan khusus dengan menggunakan penalaran atau rasional. Hasil berfikir deduktif
dapat digunakan untuk menyusun hipotesis yakni jawaban sementara yang kebenaranya
masih perlu diuji atau dibuktikan melalui proses keilmuan. Sedangkan

Proses berfikir induktif adalah kebalikan dari berfikir deduktif yakni pengambilan
kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan
yang bersifat umum. Proses berfikir induktif tidak dimulai dari teori yang beersifat
umum tapi dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan di lapangan. Data dan
fakta hasil pengamatan disusun, diolah, dikaji, untuk kemudian ditarik makna dalam
bentuk pernyataan atau kesimpulan yang bersifat umum.

244
F. Tujuan Karya Ilmiah
1. Memberi penjelasan.
2. Memberi komentar atau penilaian.
3. Memberi saran.
4. Menyampaikan sanggahan.
5. Membuktikan hipotesa atau perkiraan sementara.

G. Manfaat Karya Ilmiah


1. Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif.
2. Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber.
3. Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan.
4. Meningkatkan pengorganisasian fakta atau data secara jelas dan sistematis.
5. Memperoleh kepuasan intelektual.
6. Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.

H. Sikap Penulisan Karya ilmiah

Dalam penulisan karya ilmiah ada 7 sikap ilmiah yang merupakan sikap yang harus ada
agar karyanya bisa diertanggungjawabkan. Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah
sebagai berikut :

1. Sikap ingin tahu. Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya.
2. Sikap kritis. Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak
mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-
kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
3. Sikap terbuka. Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan
pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya
pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima
karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
4. Sikap objektif. Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya,
tanpa diikuti perasaan pribadi.
5. Sikap rela menghargai karya orang lain. Sikap menghargai karya orang lain ini
terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau

245
pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang
lain.
6. Sikap berani mempertahankan kebenaran. Sikap ini menampak pada ketegaran
membela fakta dan hasil temuan lapangan atau pengembangan walapun bertentangan
atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang ada.
7. Sikap menjangkau ke depan. Sikap ini dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan
hipotesis yang disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya.

I. Tahap-Tahap Penyusunan Karya Ilmiah

Pada dasarnya dalam penyusunan karya ilmiah terdapat lima tahap antara lain, persiapan,
pengumpulan data, pengorganisasian dan pengonsepan, pemeriksaan, dan penyajian.

1. Persiapan
Dalam tahap persiapan dilakukan pemilihan topic atau masalah, penentuan judul, dan
pembuatan rangka karangan.
a) Pemilihan Topik atau Masalah
Topik atau masalah adalah pokok pembicaraan. Dalam hubungan pemilihan topic
yang akan diangkat ke dalam karya ilmiah adalah penyusun karya ilmiah lebih
baik meulis sesuatu yang menarik perhatian dengan pokok persoalan yang benar-
benar diketahui daripada menulis pokok-pokok yang tidak menarik atau tidak
diketahui sama sekali.

b) Penentuan Judul
Penentuan judul karya ilmiah dapat ditempuh dengan melontarkan
pertanyaan masalah apa, mengapa, bagaimana, dimana, dan kapan. Tentu saja,
tidak semua pertanyaan itu harus digunakan pada penentuan judul.

c) Pembuatan Rangka Karangan


Rangka karangan disebut juga ragangan. Penyusunan rangka pada prinsipnya
adalah proses penggolongan dan penataan berbagai fakta yang kadang berbeda
jenis dan sifatnya menjadi kesatuan yang berpautan.

246
2. Pengumpulan Data
Jika judul karya ilmiah dan rangkanya sudah disetujui oleh embimbing atau lembaga
pendidikan yang bersangkutan penyusun sudah dapat melakukan pengumpulan data.
Langkah pertama yang harus ditempuh adalah mencari informasi dari kepustakaan
(buku, Koran, majalah, brosur) mengenai hal-hal yang ada hubungannya dengan
topic pembahasan. Informasi diambil intinya dan dicatat. Di samping pencarian
informasi dari kepustakaan penyusun juga dapat langsung terjun ke lapangan. Akan
tetapi, sebelum terjun ke lapangan penyusun meminta izin kepada pimpinan
perusahaan yang akan diteliti. Data dilapangan data dikumpulkan melalui
pengamatan, wawancara, atau esperimen.

3. Pengorganisasian dan Pengonsepan


Jika data sudah terkumpul penyusun menyeleksi dan mengorganisasi data tersebut.
Penyusun harus menggolongkan data menurut jenis, sifat, atau bentuk. Penulis
menentukan data mana yang akan dibicarakan kemudian. Jadi penyusun harus
mengolah dan menganalisis data yang ada. Selanjutnya, penyusun dapat mengonsep
karya ilmiah itu sesuai dengan urutan dalam rangka yang ditetapkan.

4. Pemeriksaan
Sebelum mengetik konsep, penyusun memeriksa dahulu konsep tersebut. Tentu ada
bagian yang tumpang tindih atau ada penjelasan yang berulang-ulang. Buanglah
penjelasan yang tidak perlu dan tambahkan penjelasan yang dirasa menunjang
pembahasan.

5. Penyajian
Dalam mengetik naskah penyusun hendaknya memperhatikan segi kerapian dan
kebersihan. Penyusun memperhatikan tata letak unsur-unsur dalam karya ilmiah.

J. Konvensi Karya Ilmiah


1. Pengantar
Walaupun tiap-tiap perguruan memiliki ketentuan masing-masing tentang prosedur
pembuatan karya ilmiah, pada dasarnya konvensi penulisannya sama. Konvensi
penulisan karya ilmiah itu menyangkut Bentuk Karya Ilmiah, Bagian-Bagian Karya
Ilmiah.

247
a) Pembicaraan bentuk karya ilmiah mencakup.
1. Bahan Yang Digunakan.
2. Perwajahan.
3. Penomoran Halaman.
b) Pembicaraan bagian-bagian karya ilmiah mencakup.
1. Judul karya ilmiah.
2. Judul bab-bab dalam karya ilmiah.
3. Judul anak bab.
4. Judul tabel, grafik, bagan, gambar.
5. Daftar pustaka.
6. Lampiran.

2. Bahan dan Jumlah Halaman


Kertas yang digunakan untuk mengetik karya ilmiah sebaiknya kertas HVS
yang berukuran kuarto (21,5 x 28 cm2), sedangkan untuk kulitnya menggunakan
kertas yang agak tebal. Kemudian gunakan warna huruf yang hitam dalam
pengetikan.Jumlah karya ilmiah untuk mata kuliah tertentu bias berkisar antara 10-15
halaman termasuk daftar isi dan daftar pustaka. Jika dalam skripsi untuk memenuhi
syarat ujian diploma atau sarjana tidak kurang dari 30 halaman.

3. Perwajahan
Yang dimaksud perwajahan adalah tata letak unsur-unsur karya ilmiah serta aturan
penulisan unsur-unsur tersebut, yang dikaitkan dengan segi keindahan dan estetika
naskah.

4. Penomoran Halaman
a) Angka yang Digunakan
Penomoran yang lazim digunakan dalam krya ilmiah adalah dengan angka
romawi yang kecil, besar, dan angka arab. Angka romawi kecil dipakai untuk
menomori halaman judul, halaman yang berisi prakata, daftar isi, daftar tabel,
daftar grafik (jika ada), daftar bagan (jika ada) daftar skema (jika ada), daftar
singkatan dan lambing. Angka romawi besar digunakan untuk menomori tajuk
bab pendahuluan, bab pembahasan, dan bab kesimpulan, angka arab digunakan
untuk menomori halaman-halaman naskah mulai bab pendahuluan sampai dengan
248
halaman terakhir dan untuk menomori nama-nama tabel, grafik, bagan, dan
skema.
b) Letak Penomoran
Halaman judul, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar bagan daftar skema,
daftar singkatan dan lambing menggunakan lambing menggunakan angka romawi
kecil yang diletakkan pada bagian bawah, tepat ditengah-tengah. Halaman
yang bertajuk bab pendahuluan, bab pembahasan, bab kesimpulan, daftar
pustaka, indeks, dan lampiran menggunakan angka arab yang diletakkan pada
bagian bawah, tepat ditengah-tengah. Halaman naskah lanjutan menggunakan
angka arab yang diletakkan pada bagian atas, tepat ditengah-tengah.

5. Penyajian
Dalam mengetik naskah penyusun hendaknya memperhatikan segi kerapian dan
kebersihan. Penyusun memperhatikan tata letak unsur-unsur dalam karya ilmiah.

K. Sistematika Karya Ilmiah


1. Bagian Pembuka
a) Kulit Luar/Kover.
(1) Judul karya ilmiah.
(2) Nama Penyusun.
(3) Nama Lembaga Pendidikan.
(4) Nama Kota.
b) Halaman Pengesahan.
Dalam halaman ini dicantumkan nama dosen pembimbing, dan tanggal, bulan,
tahun persetujuan.

c) Kata Pengantar
Kata pengantar dibuat untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca
tentang penulisan karya ilmiah. Kata pengantar hendaknya singkat tapi jelas.
Yang dicantumkan dalam kata pengantar adalah:
(1) Puji syukur kepada Tuhan.
(2) Keterangan dalam rangka apa karya dibuat.
(3) Kesulitan atau hambatan yang dihadapi.
249
(4) Ucapan terima kasih kepada pihak yang membantu tersusunnya karya ilmiah.
(5) Harapan penulis.
(6) Tempat, tanggal, tahun, dan nama penyusun karya ilmiah.

d) Daftar Tabel.
Tajuk Daftar Tabel dituliskan dengan huruf kapital semua dan terletak di tengah.

e) Daftar Grafik, Bagan, atau Skema.


Pada dasarnya penulisannya hampir sama seperti penulisan Daftar Tabel.

f) Daftar Singkatan/Lambang.
Penulisan sama dengan penulisan Daftar Tabel, Grafik, Bagan, atau Skema.
2. Bagian Inti Karangan
a) Bab Pendahuluan
(1) Latar Belakang Masalah
Bagian ini memuat alasan penulis mengambil judul itu dan manfaat
praktis yang dapat diambil dari karangan ilmiah tersebut. Alasan-alasan ini
dituangkan dalam paragraf-paragraf yang dimulai dari hal yang bersifat
umum sampai yang bersifat khusus.

(2) Rumusan masalah


Permasalahan yang timbul akan dibahas dalam bagian pembahasan dan ini
ada kaitannya dengan latar belakang masalah yang sudah dibahas
sebelumnya. Permasalahan ini dirumuskan dalam kalimat-kalimat pertanyaan.

(3) Tujuan
Bagian ini mencantumkan garis besar tujuan pembahasan dengan jelas dan
tujuan ini ada kaitannya dengan rumusan masalah dan relevansinya dengan
judul.

(4) Ruang Lingkup


Ruang lingkup ini menjelaskan pembatasan masalah yang dibahas.
Pembatasan masalah hendaknya terinci dan istilah istilah yang berhubungan

250
dirumuskan secara tepat. Rumusan ruang lingkup harus sesuai dengan tujuan
pembahasan

(5) Landasan Teori


Landasan teori berisi prinsip-prinsip teori yang mempengaruhi dalam
pembahasan. Teori ini juga berguna untuk membantu gambaran langkah
kerja sehingga membantu penulis dalam membahas masalah yang sedang
diteliti.

(6) Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan/perkiraan yang dirumuskan dan untuk
sementara diterima, serta masih harus dibuktikan kebenarannya dengan data-
data otentik yang ada, pada bab-bab be rikutnya. Hipotesis harus dirumuskan
secara jelas dan sederhana, serta cukup mencakup masalah yang dibahas.

(7) Sumber data atau kajian pustaka


Sumber data atau kajian pustaka yang digunakan penulis karangan ilmiah
biasanya adalah kepustakaan, tempat kejadian peristiwa (hasil observasi),
interview, seminar, diskusi, dan sebagainya.

(8) Metode dan teknik


a. Metode Pengumpulan Data.
Metode pengumpulan data adalah cara mencari data bagi suatu penulisan,
ada yang secara deduktif dan atau induktif. Mencari data dapat dilakukan
dengan cara studi pustaka, penelitian lapangan, wawancara, seminar,
diskusi, dan lain sebagainya.
b. Teknik Penelitian.
Teknik penelitian yang dapat digunakan ialah teknik wawancara,angket,
daftar kuesioner, dan observasi. Semua ini disesuaikan dengan masalah
yang dibahas.

251
c. Sistematika Penulisan.
Sistematika Penulisan adalah suatu tulisan mengenai isi pokok secara
garis besar dari bab I sampai bab terakhir atau kesimpulan dari suatu
karangan ilmiah. Berdasarkan landasan teori

b) Bab Analisis/Bab Pembahasan


Bab ini merupakan bagian pokok dari sebuah karangan ilmiah,yaitu masalah-
masalah akan dibahas secara terperinci dan sistematis. Jika bab pembahasan
cukup besar, penulisan dapat dijadikan dalam beberapa anak bab.

c) Bab Kesimpulan dan Saran


Bab ini berisi kesimpulan yang telah diperoleh dari penelitian yang telah
dilakukan. Kesimpulan adalah gambaran umum seluruh analisis dan relevansinya
dengan hipotesis yang sudah dikemukakan.Yang dimaksudkan dengan saran
adalah saran penulis tentang metode penelitian lanjutan, penerapan hasil
penelitian, atau beberapa saran yang ada hubungannya dengan hambatan yang
dialami selama penelitian.

3. Bagian Penutup
Pada bagian Penutup terdiri dari Kutipan, Daftar Pustaka, dan Catatan
Kaki Penulisan kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki berkaitan erat dengan
proses pengambilan data untuk kepentingan penulisan karya ilmiah. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pengambilan data.
a. Harus mencantumkan sumber aslinya. Hal ini penting karena pengambilan data
tanpa mencantumkan sumber aslinya dapat dikategorikan sebagai penjiplakan
atau plagiat.
b. Data yang diambil harus sesuai dengan fakta, tidak boleh diubah ataupun
direkayasa.
c. Pengambilan data hendaknya diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya, baik
dari objektivitas, metode pengumpulan, (jika data diperoleh dari
pengamatan, pengujian, atau angket) maupun kewenangan pihak pemberi
data.

252
Bagian ini terdiri dari atas daftar pustaka dan catatan kaki.

a. Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel, dan
bahan-bahan penerbitan lain yang mempunyai pertalian dengan karangan yang
telah disusun. Petunjuk umum penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut:
1. Daftar pustaka diletakkan pada bagian akhir tulisan.
2. Daftar pustaka tidak diberi nomor urut.
3. Nama penulis diurutkan menurut abjad setelah nama pengarang dibalik.
4. Tiap sumber bacaan diketik dengan jarak satu spasi.
5. Jarak antarsumber bacaan yang satu dengan yang lainnya dua spasi.

Hal-hal lain yang perlu kita perhatikan dalam penyusunan daftar pustaka adalah
sebagai berikut:

1. Nama Pengarang
a. Penulisan nama pengarang dari buku dengan seorang pengarang.
1) Nama keluarga ditulis sebelum nama kecil atau inisial.
2) Jika buku disusun oleh sebuah komisi/lembaga, nama komisi/lembaga
dipakai untuk menggantikan nama pengarang.
3) Jika tidak ada nama pengarang, urutan dimulai dari judul buku.
Contoh: Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:
Gramedia.

b. Penulisan nama pengarang dari buku dengan dua atau tiga pengarang.
1. Nama pengarang kedua dan ketiga tidak dibalik. Ketentuan lain sama
dengan bagian.
2. Urutan nama pengarang harus sesuai dengan yang tercantum dalam
halaman judul buku dan tidak boleh ada perubahan urutan.
3. Contoh: Kridalaksana, Harimurti dan Djoko Kentjono,ed. 1991.
Seminar Bahasa Indonesia 1968. Ende-Flores: Nusa Indah.
c. Penulisan nama pengarang dari buku dengan banyak pengarang.
1. Hanya nama pertama yang dicantumkan dengan susunan terbal.
2. Nama-nama pengarang yang lainnya dituliskan dengan singkatan dkk.

253
Contoh: Karso, dkk. 1994. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum.
Bandung: Angkasa. 2. Tahun Terbit

2. Tahun terbit
Tahun terbit ditulis sesudah nama pengarang dipisahkan dengan tanda titik
dan diakhiri debgan titik.
Misalnya:
Syahrani, Ridwan.1995.
Mustofa, Z. 1996.

3. Judul Buku
Judul digaris bawahi atau dicetak miring. Setiap huruf awal kata dalam judul
diketik dengan huruf kapital, kecuali kata depan dan konjungsi.
Misalnya:
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik.

4. Tempat Terbit
Tempat terbit ditulis sesudah judul buku, dipisahkan dengan tanda titik.
Misalnya:
Suhono, Budi. 1991. Ular-ular Berbisa di Jawa.Jakarta.
Yunus, Ahmad. 1999. Ketenagakerjaan. Bandung.

5. Penerbit
Nama penerbit ditulis sesudah nama tempat terbit, dipisahkan dengan tanda
titik dua (:) dan diakhiri dengan titik.

Misalnya:

Suhono, Budi. 1991. Ular-ular Berbisa di Jawa.Jakarta: Antarkota

Yunus, Ahmad. 1999. Ketenagakerjaan. Bandung: Karya Nusantara.

254
6. Penulisan daftar pustaka dari buku yang terdiri atas dua jilid atau lebih
a. Angka jilid ditempatkan sesudah judul dipisahkan dengan sebuah tanda
titik.
b. Tulisan jilid disingkat Jil. atau Jld..
Contoh: Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia.
Jil. 2 . Yogyakarta: Kanisius.

7. Penulisan data pustaka dari sebuah buku terjemahan


a. Nama pengarang asli diurutkan dalam daftar urutan alfabetis.
b. Keterangan penerjemah ditempatkan sesudah judul buku dipisahkan
dengan tanda koma.
Contoh: Multatuli. 1972. Max Havelar, atau Lelang Kopi Persekutuan
Dagang Belanda, terj. H.B. Jassin. Jakarta: Jambatan.

8. Data Pustaka dari artikel majalah


a. Judul artikel dan judul majalah diapit oleh tanda petik.
b. Tidak ada tempat publikasi dan penerbit, tapi dicantumkan
nomor, tanggal, dan halaman.
Contoh: Solihin, Burhan, dkk. “Selamat Datang di Surga Nirkabel”.
Tempo. Edisi 4-10 April 2005, hal 90-91.

9. Artikel dari Harian


Tanda titik dipakai sesudah nama pengarang/penulis, selanjutnya
menggunakan tanda koma sebagai pemisah.
Contoh :Pramudianto. ”Penderita dan Pemulihan Nias”. Dalam Kompas, 2
April 2005, hal 46.

b. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan
pada kaki halaman karangan yang bersangkutan. Semua kutipan, baik langsung
maupun tidak langsung dapat dijelaskan sumbernya dalam sebuah catatan kaki.

255
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat catatan kaki.
1. Hubungan catatan kaki dan teks ditandai dengan nomor penunjukan yang
ditempatkan agak ke atas setengah spasi dari teks.
2. Pemberian nomor urut yang berlaku untuk tiap bab atau untuk seluruh
karangan.
3. Teknik pembuatan catatan kaki adalah sebagai berikut.
a) Sediakan tempat secukupnya pada kaki halaman tersebut.
b) Sesudah baris terakhir dari teks dalam jarak 3 spasi harus dibuat sebuah
garis, mulai dari kiri sepanjang 15 ketikan.
c) Dalam jarak 2 spasi dan garis dalam jarak 5-7 ketikan dari margin kiri
diketik nomor penunjukan.
d) Langsung sesudah nomor, setengah ke bawah mulai diketik baris pertama
dari catatan kaki.
e) Jarak antarbaris dalam catatan kaki adalah spasi rapat, sedangkan jarak
antarcatatan kaki pada halaman yang sama adalah dua spasi.

Unsur-unsur yang ada dalam catatan kaki dan penulisannya adalah


sebagaiberikut.

1. Pengarang
a. Nama pengarang dicantumkan sesuai urutan biasa, pada penunjukan yang
kedua dan selanjutnya cukup dipergunakan nama singkat.
b. Bila terdiri dari dua atau tiga pengarang, semuanya dicantumkan,
sedangkan lebih dari 3 orang cukup nama pertama yang dicantumkan.
Nama yang lain digantikan dengan singkatan dkk.
c. Penunjukan kepada sebuah kumpulan sama dengan no (a) dan (b)
ditambah singkatan ed. (editor) di belakang nama penyunting dan
dipisahkan dengan tanda koma.
d. Jika tidak ada pengarang/editor, langsung dimulai dengan judul.

2. Judul
a. Semua judul mengikuti peraturan yang sama dengan daftar pustaka.
b. Sesudah catatan kaki pertama, penyebutan sumber yang sama digantikan
dengan Ibid., Op.cit., Loc.cit..

256
c. Sesudah penunjukan pertama sebuah artikel dalam majalah atau harian,
maka selanjutnya cukup dipergunakan judul majalah atau harian tanpa
judul artikel.

3. Data Publikasi
a. Tempat dan tahun penerbitan dicantumkan pada referensi pertama dan
ditempatkan dalam tanda kurung dan dipisahkan dengan tanda koma,
misalnya (Jakarta, 2005).
b. Majalah harus dicantumkan nomor jilid dan nomor halaman, tanggal,
bulan dan tahun. Semua keterangan dapat ditempatkan dalam kurung.
c. Data publikasi sebuah harian terdiri dari hari, tanggal, bulan, tahun, dan
nomor halaman. Penanggalan tidak ditempatkan dalam kurung.

L. Penggunaan Bahasa dalam Karya Ilmiah


Dalam penulisan karya Ilmiah memiliki Syarat –syarat Kebahasaan
1. Baku
Struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku baik
mengenai struktur kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata/istilah,
dan penulisan sesuai dengan kaidah ejaan.

2. Logis
Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat
diterima akal.

3. Kuantitatif
Keterangan yang dikemukakan dalam tulisan dapat diukur secara pasti.

4. Tepat
Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh penutur atau
penulis dan tidak mengandung makna ganda.

257
5. Denotatif
Kata vang digunakan dipilih sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak melibatkan
perasaan karena sifat ilmu itu objektif

6. Ringkas
Ide dan gagasan diungkapkan dengan kalimat pendek sesuai dengan kebutuhan,
pemakaian kata seperlunya, tidak berlebihan. tetapi isinya bernas.

7. Runtun
Ide diungkapkan secara teratur sesuai dengan urutan dan tingkatannya baik dalam
kalimat maupun dalam paragraf.

M. Ketentuan Umum Penulisan Karya Ilmiah


Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yangmenyajikan fakta dan
ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Yang termasuk karangan
ilmiah adalah makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian.
Ketentuan umum yang harus diperhatikan dalam pembuatan karangan ilmiah:
1. Kertas yang digunakan untuk mengetik karangan adalah kertas HVS berukuran
kuarto (21,5 x 28 cm). Untuk kulitnya, digunakan kertas yang agak tebal.
2. Pengetikan menggunakan huruf tegak dan jelas (misalnya, Times New
Roman) dengan ukuran 12.
3. Menggunakan tinta berwarna hitam.
4. Batas-batas pengetikan:
a. pias atas 4 cm;
b. pias bawah 3 cm;
c. pias kiri 4 cm; dan
d. pias kanan 3 cm.

N. Ciri-ciri Karya Ilmiah


Tidak semua karya yang ditulis secara sistematis dan berdasarkan fakta di lapangan
adalah sebuah karya ilmiah sebab karya ilmiah mempunyai ciri-ciri seperti berikut ini:
1. Objektif.
Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan
berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga setiap
258
pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa
dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek
(memverifikasi) kebenaran dan keabsahannya.

2. Netral.
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari
kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok.
Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau
mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.

3. Sistematis.
Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti
pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan
sebagainya. Dengan cara demikian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan
mudah alur uraiannya.

4. Logis.
Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif
atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan
pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau
hipotesis digunakan pola deduktif.

5. Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan).


Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu
menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional
(menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang
berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan
marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.

6. Tidak Pleonastis
Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat kata-katanya
atau tidak berbelit-belit (langsung tepat menuju sasaran).

259
7. Bahasa yang digunakan adalah ragam formal/baku.
Bahasa yang biasa digunakan dalam suasana resmi atau formal, misalnya surat
dinas, pidato dan makalah atau karya tulis. Ragam bahasa resmi (formal) biasanya
menggunakan tata bahasa yang baik (sesuai EYD), lugas, sopan, menggunakan
bahasa yang baku, baik itu dalam bahasa lisan maupun tertulis. Bahasa resmi atau
formal adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, seperti urusan surat-
menyurat, bertutur dengan orang yang tidak kita kenal dekat atau lebih tinggi
status dan pangkatnya.

O. Syarat Penulisan dalam Karya Ilmiah.


1. Penulisannya berdasarkan hasil penelitian.
2. Pembahasan masalahnya objektif sesuai dengan fakta.
3. Karangan mengandung masalah yang sedang dicarikan pemecahannya.
4. Baik dalam penyajian maupun dalam pemecahan masalah digunakan metode
tertentu.
5. Bahasanya harus lengkap, terperinci, teratur dan cermat.
6. Bahasa yang digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas, dan tepat sehingga tidak
terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir.

P. Keterampilan dan Pengetahuan Penulis.


1. Memahami Masalah yang diteliti dan dibahasnya.
2. Memahami Metode Penelitian.
3. Mengerti Teknik Penulisan Karangan Ilmiah.
4. Mengerti penguasaan bahasa yang baik.

KESIMPULAN

Karya ilmiah adalah suatu karangan ilmu pengetahuan yang meyajikan fakta ditulis menurut
metedologi penulisan yang baik dan benar. Dalam hal ciri khusus karya ilmiah harus ditulis
secara jujur dan akurat berdasarkan fakta dan kebenarannya. Kebenaran dalam karya ilmiah
itu adalah kebenaran yang objektif, positif sesuai dengan fakta di lapangan.

Ada beberapa jenis karya ilmiah antara lain makalah, kertas kerja, skripsi, laporan penelitian,
tesis dan desertasi. Istilah-istilah itu dipakai untuk memberi nama suatu karya tulis yang

260
bersifat ilmiah. Semua jenis karya ilmiah itu selalu menyajikan suatu hasil kegiatan penelitian
tentang suatu pokok masalah berdasarkan data dan fakta di lapangan. Karya ilmiah seperti itu
disusun berdasarkan metode ilmiah yang menyajikan suatu topik secara sistematis dan
dilengkapi dengan data dan fakta yang ada dan menggunakan bahasa yang khas. Jadi tidak
semua karya tulis bisa disebut sebagai karya ilmiah.

LATIHAN: KE - 13

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan karya ilmiah, dan berikan contoh!.
2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis karya ilmiah!.
3. Jelaskan tujuan dari penulisan karya ilmiah!.

DAFTAR PUSTAKA

Arivin, E. Zaenal. 1987. Petunujuk Praktis Penyusunan Karya Tulis. Jakarta: PT Grasindo.

Sikumbang, Abdul Razak. 1981. Penulisan Karangan Ilmiah. Padang: FKSS, IKIP Padang.

Sudjiman, Panuti dan Dendy Sugono, Editor. 1986. Diktat. Petunjuk Penulisan Karya
Ilmiah. Jakarta:Kelompok 24.

http://sugikmaut.blog.com/?p=15

http://www.anneahira.com/makalah-penulisan-karya-ilmiah.htm

http://blogerdwi.blogspot.co.id/2012/12/makalah-karya-ilmiah_11.html

https://paxdhe-mboxdhe.blogspot.co.id/2016/10/ragam-bahasa-resmi-dan-tidak-
resmi.html?m=0

261
PERTEMUAN KE – 14

KUTIPAN DAN SUMBER KUTIPAN

(Tata Cara Penulisan Kutipan, Daftar Pustaka dan Footnote)

A. Latar Belakang
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa yang dimaksud dengan karya ilmiah
merupakan karya tulis yang memiliki ciri obyektif, logis, sistematis, dan dapat
dipertanggung jawabkan. Jenis-jenis karya ilmiah beragam salah satunya adalah skripsi.
Memasuki jenjang perguruan tinggi sudah dituntut untuk mengetahui apa itu skripsi.
Apalagi bagi mahasiswa S1, karena salah satu prasyarat tugas akhir untuk dapat meraih
gelar sarjana adalah dengan membuat skripsi. Proses penulisan skripsi berbeda-beda
tergantung dari kebijakan jurusan. Seperti halnya jurusan Teknik Informasi yang
memiliki kebijakan dari semester 6 sudah harus memikirkan skripsi paling tidak judul
sudah terkonsep.
Untuk dapat menulis skripsi tidaklah mudah, banyak aturan-aturan yang harus
diikuti. Aturannya pun sangat rumit, hal tersebut juga tergantung pada pembimbing yang
nantinya akan membimbing mahasiswa/i dalam proses penulisan skripsi. Terkadang ada
pembimbing yang konsen, dan teliti pada penggunaan tanda baca seperti titik, koma,
huruf besar, dan lain-lain. Melihat tidak mudahnya dalam penulisan skripsi, maka dalam
tulisan ini akan dibahas mengenai tata tulis penulisan karya ilmiah, pada bab penulisan
kutipan, penulisan daftar pustaka, dan penulisan footnote.

B. Tata Tulis Penulisan Karya Ilmiah


1. Tata Cara Penulisan Kutipan
Pengutipan adalah proses peminjaman kalimat atau pendapat seorang pengarang atau
ucapan seorang ahli dalam bidang yang sedang ditulis.
Fungsi kutipan adalah sebagai landasan teori, sebagai penjelas, dan sebagai penguat
pendapat yang dikemukakan penulis.
a. Jenis kutipan
1) Kutipan Langsung.
Kutipan Langsung merupakan pernyataan yang ditulis dalam susunan aslinya
tanpa mengalami perubahan sedikitpun. Bahan yang dikutip harus

262
direproduksi tepat seperti apa adanya sesuai sumber, termasuk ejaan, tanda
baca, dan sebagainya.
Contoh Kutipan Langsung:
Agus mengatakan, “perlu dikembangkan sikap apresiatif dan aspiratif
terhadap pengetahuan-pengetahuan tandingan yang dimiliki dan dipegang
teguh kaum miskin yang terlibat dalam akar penjarahan” (Sudibyo, 2002 :
184). ………………………………

2) Kutipan Tak Langsung:


Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis
dengan kata-katanya sendiri. Yang dikutip adalah pokok-pokok pikiran, atau
ringkasan dan kesimpulan dari sebuah tulisan kemudian dinyatakan dengan
bahasa sendiri. Walaupun yang dikutip berasal dari bahasa asing, namun tetap
dinyatakan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Contoh Kutipan Tidak Langsung:
Sikap apresiatif dan aspiratif terhadap pengetahuan-pengetahuan tandingan
yang dimiliki dan dipegang teguh kaum miskin yang terlibat dalam akar
penjarahan perlu dikembangkan agar lebih terbuka pada perkembangan yang
ada disekitarnya. Hal itu penting agar mereka tidak terpaku pada padi, jagung,
tetapi juga pada komoditi yang lain (Sudibyo, 2001 : 12). Selain itu Joni
menyataka bahwa ………………………………………….

2. Cara penulisan Kutipan


a. Di depan
Muass (1989:23) Perpustakaan merupakan ………
b. Di tengah
Mengenai kalimat efektif, Anton M. Moeliono mengemukakan: “Kalimat efektif
dapat dikenal karena ciri-cirinya yang berikut: keutuhan, perpautan, pemusatan
perhatian, dan keringkasan.”
c. Di Akhir
Pengembangan Koleksi harus didasarkan pada kajian pemakai yang tepat
sehingga terjadi efesiensi dan tingkat keterpakaian yang tinggi (Meisel
1976:125)

263
Aturan Penulisan Kutipan antara lain :
a. Penulis satu
Menyebutkan nama akhirnya saja (kata terakhir dari nama seseorang)
Contoh : Calvin (1978:34) menyatakan bahwa …………….

b. Penulis dua
Menyebutkan kata terakhir dari penulis pertama dan nama terakhir penulis kedua.
Contoh : Kebijakan Pengembangan Koleksi, menurut Othmer dan Frenstrom
(1978:23) menghasilkan …………

c. Penulis lebih dari dua


Menuliskan nama akhir penulis pertama yang dicantumkan dengan diikuti dengan
singkatan dkk .
Contoh : Pengembangan Koleksi harus didasarkan pada kajian pemakai yang
tepat sehingga terjadi efesiensi dan tingkat keterpakaian yang tinggi (Meisel dkk,
1976:125)

d. Pengutipan lebih dari satu karangan


Suatu kalimat kutipan seringkali merupakan suatu rangkuman dari berbagai
sumber yang menguraikan hal yang sama (mengandung suatu pengertian yang
sama). Di dalam hal yang seperti itu, pencantuman nama penulis satu dengan
yang lainnya dipisahkan dengan tanda titik koma (;)
Contoh : Sebagaimana dinyatakan oleh Delvin (1987:34); Asidie dan Hermawan
(1989:76); dan Basuki (2004:90) bahwa…….

e. Sitasi dari Sitasi


Hal ini boleh dilaksanakan apabila terpakasa, misalnya publikasi aslinya sulit
sekali untuk ditemukan. Sebelum melakukan sitasi seperti itu hendaknya
mahasiswa melakukan konsultasi dengan pembimbing.
Contoh : Sebagaimana dinyatakan oleh Hary (1987) seperti dikutip oleh Heri
(1990:87) bahwa ……….. Lain halnya dinyatakan oleh Henry (1999); Herni
(2000) bahwa ………..

264
C. Tata Cara Penulisan Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar untuk menyajikan semua pustaka yang diambil dalam
skripsi. Penyajian disusun secara sistematik, yaitu nama penulis dibalik jika penulis
tersebut orang luar negeri, sedangkan untuk nama Indonesia hanya dibalik jika nama
tersebut mengandung marga. Kemudian daftar pustaka diurutkan secara alfabetis. Semua
gelar akademik tidak dicantumkan dalam penyusunan daftar pustaka. Daftar pustaka
ditulis dengan satu spasi, tetapi antara satu pustaka dengan pustaka berikutnya diberi
jarak dua spasi. Setiap pustaka ditulis dengan urutan nama, tahun, judul, kota terbit, dan
penerbit dengan masing-masing menggunakan tanda baca yang telah ditentukan.

Berikut cara penulisan daftar pustaka beserta penggunaan tanda bacanya:


1. Pustaka berupa buku
a. Nama keluarga (last name) pada penulis pertama diletakkan di depan diikuti
tanda koma (,) diteruskan nama lengkapnya. Jika penulisnya dua orang, nama
pengarang yang kedua tidak mengalami perubahan. Antara nama penulis pertama
dan kedua dihubungkan dengan kata dan.
b. Tahun ditulis lengkap. Tidak boleh diputus dan diakhiri dengan tanda titik.
c. Huruf pertama masing-masing kata pada judul buku ditulis dengan menggunakan
huruf kapital, kecuali untuk kata-kata depan, misalnya kata dalam, pada, dan,
di, dan dari.
d. Penerbit buku dicantumkan setelah kota penerbit yang diikuti dengan titik dua (:),
kemudian nama penerbit dan diikuti tanda titik.
Contoh daftar pustaka berupa buku:
Huda, Nurul dan Heru Ramli. 2004. Managemen Pembinaan dan Pengembangan
Koleksi.Yogyakarta: Nilai Ilmu.

2. Pustaka berupa majalah


Yang dimaksudkan majalah disini dapat berupa buletin, jurnal, dan sejenisnya.
Penulisannya didalam daftar pustaka hampir seperti yang lain, yaitu dimulai dari
penulis artikel, diikuti tahun terbit, judul karangan, nama majalah (cetak miring),
nomor atau edisi majalah.
Misalnya:
Buckland, Michael K. 1991. “Information as Thing”. Dalam Journal of the American
Society for Information Science, Volume V, Nomor 11.

265
3. Pustaka dari artikel pada surat kabar
Sumber yang berupa surat kabar dicantumkan seperti penulisan artikel dari majalah.
Misalnya:
Torsina, M. 1998. “Rintihan di Balik Penjarahan”. Kompas, 29 Mei 1998, Th. 33 No.
338, Hlm. 4.

4. Pustaka dari suatu abstrak atau intisari


Penggunaan abstrak atau intisari sebagai rujukan dapat digunakan hanya manakala
dokumen aslinya tidak ditemukan. Pustaka dari abstrak atau intisari penulisannya di
daftar pustaka pelu dicantumkan kata abstrak atau intisari diantara tanda kurung
yang diletakkan pada urutan paling belakang atau setelah nama (majalah) abstraknya.
Misalnya:
Almquist, J.O. and B.C. Cunningham. 1996. “Semen Traits of Beef Bull Ejaculated
Frecuently”. Dalam Journal Animal Science (abstrak)

5. Pustaka dari publikasi dalam buku yang diterbitkan oleh editor


Suatu buku dapat diterbitkan oleh editor, yaitu kumpulan dari berbagai tulisan dalam
suatu bidang, kemudian dilakukan pengeditan oleh seseorang atau lebih. Dengan
demikian, di dalam buku itu ada penulis aslinya dan ada pula editornya.
Penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut:
Levin, R.J. 1994. “Absorption from the Alimentary Tract in: phsyologi and
Biochemestry of the Domestic Fowl”. Dalam Chemistry. B.M. Freeman (ed.).
Vol. 5., London, Orlando, and Tokyo: academic Press.

6. Pustaka dari suatu skripsi


Pada pustaka ini hampir sama dengan buku. Hanya saja setelah judul skripsi
disebutkan nama fakultas, nama universitas, dan nama lokasi universitasnya.

Misalnya:
Rusdi, Ibnu. 2001. “Tingkat Keterpakaian Bahan Nonbuku pada Perpustakaan
Khusus DIY” (skripsi). Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.

266
7. Pustaka dari internet
Misalnya:
Victor, H. 2004. “Perpustakaan Digital pada Era Teknologi”. www.presscom.com,
tanggal 11 November 2004, pukul 14.32.

8. Penulisan pustaka tanpa tahun terbit, kota, dan penerbit.


Bila tahun terbit tidak tercantum pada sebuah dokumen, terpaksa ditulis dengan
kata tanpa tahun (dapat disingkat t.t.) diantara tanda kurung (t.t.). jika tanpa kota
terbit tulislah tanpa kota(disingkat t.k.) diantara tanda kurung (t.k.). jika tanpa
penerbit tulislah tanpa penerbit (disingkat t.p.) diantara tanda kurung (t.p.).

9. Pustaka dari karangan institusi


Yang dimaksud institusi disini dapat berupa universitas, badan pemerintahan,
lembaga penelitian, organisasi, dan sebagainya.
Misalnya:
AOAC. 1970. Official Methods of Analysis, 11th ed. Washington DC: Association of
Official Analytical Chemists.

10. Pustaka yang tidak diketahui pengarangnya


Untuk sumber yang tidak diketahui pengarangnya, bagian yang seharusnya
dicantumkan pengarang diganti kata anonim.
Misalnya:
Anonim. 1993. “Earth’s Most Primitive Mammals”. The Won-ders of Life on
Earth. New York: Life Public.

D. Penulisan Footnote atau Catatan kaki


1. Fungsi Catatan kaki atau footnote
a. Sebagai tempat bagi catatan-catatan kecil yang jika disatukan dengan uraian
akan mengganggu kelancaran penulisan.
b. Memberi keterangan tambahan.
c. Petunjuk sumber informasi bagi pernyataan ilmiah yang terdapat dalam tulisan
karya ilmiah.
d. Referensi silang, yakni petunjuk yang menyatakan pada bagian mana atau
halaman berapa hal yang sama dibahas dalam tulisan.

267
2. Cara penulisan catatan kaki
a. sumber yang dirujuk berupa buku :
1) Nama penyusun tanpa dibalik seperti dalam daftar pustaka.
Contoh :[i] Selo Soemardjan …….
2) judul buku sesudah tanda koma, dicetak miring, dan huruf awal setiap kata-
kata yang bukan kata depan, kata sandang, dan kata penghubung ditulis
dengan huruf capital.
Contoh : [ii]……….., Sosiologi Pendidikan, ……….
3) nama editor, penerjemah atau pemberi kata pengantar (jika ada), dicantumkan
(sesudah tanda koma).
Contoh : [iii]…., Metode Penelitian Kualitatif, Editor Sugiyono,…..
4) Nomor cetakan atau edisi (jika ada) sesudah tanda koma.
Contoh : [iv] Hasyim Muhammad, Dialog antara Tasawuf dan
Psikologi, edisi dan kata pengantar M. Amin Sukur, Cet. I (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2002), hal 1-4.
5) Nama kota tempat penerbitan sesudah tanda kurung buka tanpa spasi. Jika
tidak ada, diganti dengan ttp (tanpa tempat penerbitan).
Contoh : [v] Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: ttp,
2012), hal 9.
6) nama Penerbit sesudah titik dua. Jika tidak ada diganti dengan tnp (tanpa
nama penerbit).
Contoh : [vi] Al-Syafi’I, Al-Um, (ttp:tnp., tt), hal. 304.
7) tahun terbit setelah tanda koma dan langsung diikuti oleh kurung tutup tanpa
spasi. Jika tidak ada tahun terbit, diganti dengan t,t (tanpa tahun).
Contoh : [vii] Al-Syafi’I, Al-Um, (ttp:tnp., tt), hal. 304.
8) nomor jilid (jika ada) dengan angka romawi besar sesudah tanda koma. Jika
tidak ada nomor jilid, diganti dengan hal. (singkatan dari halaman).
Contoh : [viii]Al-Syafi’I, Al-Um, (ttp:tnp., tt), hal. 304.
b. Penulis lebih dari satu orang
Apabila penyusunya lebih dari satu orang, maka nama kedua penyusun itu ditulis
dengan kata penghubung dan. Apabila lebih dari dua orang cukup nama penyusun
pertama saja yang ditulis dan nama-nama lain ditulis dengan dkk.

268
Contoh : [ix] Ikhsan dan Sena, Ilmu Perpustakaan, Cet. I (Yogyakarta: Ilmu
Perss, 2000), hal. 9.
c. Penyusun adalah Editor
Apabila penyusun adalah editor, maka didalam catatan kaki sesudah nama
penyusun yang sekaligus editor itu ditulis (ed). (singkatan dari editor) .
Contoh : [x] Sanusi (ed.), Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Gramedia,
1980), hal.9.
d. Penyusun adalah suatu perhimpunan, lembaga, panitia, atau tim.
Apabila penyusun adalah suatu perhimpunan, lembaga, panitia, atau tim, maka
dalam catatan kaki pada tempat nama penyusun itu ditulis nama penghimpun,
lembaga, panitia atau tim itu.
e. Contoh : [xi] Panitia Penerbitan Buku dan Seminar, Refleksi Pembaharuan
Pemikiran Islam 70 Tahun Harun Nasution, Cet1 (Jakarta: Lembaga Studi Agama
dan Filsafat, 1989), hal.89.
f. Tanpa nama penyusun
Apabila buku yang dirujuk tidak ada nama penyusunnya, maka dalam catatn kaki
langsung ditulis judul buku.
Contoh : [xii]Ke-Nu-an (Yogyakarta: Pengurus Wilayah NU DY,1999), hal. 22.
g. Buku Terjemahan
Apabila Sumber Rujukan buku terjemahan, maka dalam catatan kaki disebutkan
pengarang asli, judul terjemahan, penerjemah. Jika judul asli tidak diterjemahkan,
disebutkan judul asli dan apabila diinginkan menyebutkan bahasa asli atau judul
asli bersama judul terjemahan dapat dilakukan.
Contoh : [xiii]Al-Syafi;I, Ar-Risalah, alih bahasa Ahmadie Toha, Cet I (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1987), hal.46.
h. Buku Saduran
Apabila sumber yang dirujuk adalah buku saduran, maka dalam catatan kaki
disebutkan pengarang asli, judul buku dan penyadur. Jika tidak ada pengarang
asli, disebutkan nama penyadur yang diikuti oleh singkatan (peny.).
Contoh : [xiv]Lili Rosyidi (peny.), Filsafat Ilmu, Cet 2 (Bandung: CV Remaja,
1987), hal.4.
i. Himpunan Artikel
Apabila buku yang dirujuk adalah sumber artikel, maka penulisan catatan
kakinya sebagai berikut : [xv] Ani, “Pebelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah

269
Dasar” , dalam Jauhar Hatta (ed.) Pembelajaran di SD, Cet. 1 (Yogyakarta :
Pena, 2008), hal. 123.
j. Ensiklopedi dan Kamus
Apabila buku yang dirujuk adalah ensiklopedi atau kamus sama penulisanya
catatan kakinya yaitu: [xvi] Al-Mu;jam al-falsafi, Lembaga Bahasa ARRAM
(Kairo: Al-Matabai; al-Amiriyyah, 1978), hal. 123, artikel : “Qanun”, oleh Musa.
k. Majalah, Jurnal, Surat Kabar
1) terdapat nama pengarang
Apabila yang ditulis dari majalah, surat kabar, jurnal ataupun penerbitan
berkala lainnya maka penulisannya: Khoiruddin Bashori, “ Pendidikan
Karakter”,Kedaulatan Rakyat, No. 11, Tahun XLI (24 Januari 2012), hal. 8.
Kolom 7.
2) tidak terdapat pengarang
Apabila tidak ada pengarang, maka disebutkan judul atau langsung nama
penerbitan yang bersangkutan. Contoh : [xvii]KUHP yang Baru Harus Beri
Rasa Keadilan Masyarakat”, Kedaulatan Rakyat, 123, Tahun XLI (12
Oktober 2010), hal. 9.
l. Internet
Apabila mengutip dari internet maka penulisan catatan kakinya sebagai berikut:
[xviii] Khoirudin Bashori, “Manusia Bekas”, dikutip dari http//www.uin.suka-
ac.id/-artikel 1109/accessed 24 Oktober 2009.

KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan diatas dapat diketahui bagaimana tata cara penulisan kutipan,
daftar pustaka, dan footnote. Pada dasarnya penulisan dari ketiganya memiliki aturan masing-
masing. Seperti untuk dapat menuliskan kutipan harus terlebih dahulu menentukan jenis
kutipannya, apakah langsung ataukah tidak langsung, lalu cari tahu jenis artikel yang akan
dikutip atau dilihat dari redaksinya, apakah pengarang satu atau lebih. Untuk penulisan daftar
pustaka, juga berbeda-beda tergantung jenis bahan pustaka seperti apa yang akan gunakan
sebagai referensi, apakah buku, majalah, ataukah dari intenet masing-masing memiliki aturan.
Kemudian yang terakhir, untuk penulisan footnote juga tergantung dari sumber apa yang
akan gunakan, atau aturan masing-masingpun sumber berbeda. Jadi untuk dapat menuliskan

270
kutipan, daftar pustaka, dan footnote dengan benar, maka harus mengetahui terlebih dahulu
jenis dari sumber yang akan gunakan.

LATIHAN KE - 14
1. Bagaimana tata cara penulisan kutipan dan berikan contoh!.
2. Bagaimana tata cara penulisan daftar pustaka, dan berikan contoh!.
3. Bagaimana tata cara penulisan footnote, dan berkan contoh!.

Daftar Pustaka
Agam, Rameli. 2009. Menulis karya ilmiah. Yogyakarta: Familia Pustaka Keluarga.
Ichsan, dkk. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi : Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Masruri, Anis, dkk. 2004. Panduan Penulisan Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu
Perpustakaan dan Informasi Fakutas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Nasucha, Yakub, dkk. 2002. Bahasa Indonesia Untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta:
Media Perkasa.
http://pintarbersamaabrar.blogspot.co.id/2014/11/makalah-tata-cara-penulisan-kutipan.html

***************SEMOGA BERMANFAAT***************

271

Anda mungkin juga menyukai