Kul Farmakodinamik 2018
Kul Farmakodinamik 2018
FARMAKOLOGI
MODUL FUNGSI NORMAL
REPRODUKSI DAN URINARIA
FARMAKODINAMIK
• Farmakodinamik adalah subdisplin
farmakologi yang mempelajari efek biokimiawi
dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya.
• Tujuan mengetahui mekanisme kerja obat:
meneliti efek utama obat
mengetahui interaksi obat dg sel
mengetahui urutan peristiwa serta
spektrum efek dan respon yg terjadi
Farmakodinamik
hidrogen
ion kovalen
Ikatan obat-
Ikatan Obat- reseptor
Reseptor
Van der
hidrofobik
waals
5
Reseptor Obat
• Protein regulator
– Memediasi kerja sinyal endogen (NT, hormon)
• Enzim
– c/: dihidrofolat reduktase (reseptor metotreksat)
• Protein Transport
– c/: Na+/K+ATPase (reseptor digitalis)
• Protein Struktural
– c/: tubulin (reseptor kolkisin)
6
Reseptor untuk molekul pengatur
fisiologis
• Berdasarkan fungsinya, domain fungsional reseptor
dibagi menjadi 2:
– Ligand binding tempat pengikatan ligan
– Efektor menghantarkan sinyal
G-protein-coupled
Enzim: receptors (GPCRs):
Ligand-gated ion Faktor transkripsi
Fosforilasi protein efektor 1. Gs penghantar
dan reseptor sitokin channels
2. Gi penhambat
38
Glossary
• Agonis : Obat - Reseptor respon biologi
• Agonis parsial : Obat-Reseptor respon biologi, tapi pd dosis
besar tidak menghasilkan respon maksimal
• Antagonis: Obat-Reseptor tidak menginisiasi respon biologis
• Potensi: Conc. Obat yg dibthkan u/ mghasilkan ½ respon biologi
maksimal
• Afinitas: kemampuan obat utk berikatan dg reseptornya
• Aktivitas intrinsik/efektivitas/manfaat : kemampuan intrinsik
kompleks obat-reseptor utk menimbulkan efek
• Efek maksimal /efektivitas: respon obat maksimal yg dihasilkan
jika diberikan pd conc. Tinggi
• Spesifisitas: Efek obat akibat interaksi pd suatu reseptor spesifik
• Selektivitas: Efek tunggal obat pd dosis rendah dan efek lain baru
timbul pada pada dosis yg lebih tinggi
39
Kerja Obat :
1. mempengaruhi fisiologi normal atau proses
biokimia dalam tubuh
2. respon thdp perubahan proses dlm tubuh
akibat penyakit
Contoh:
- Salbutamol (bronkodilator) efek relaksasi bronkus yg kecil
pd orang sehat, tapi memberikan efek yg signifikan pd px
asma
- AM Sulfonamide bekerja dgn menghambat PABA scr
kompetitif. Kuman memerlukan PABA untuk membentuk
asam folat. Pd manusia, folat tdk disintesis shg sulfonamide
tdk mempengaruhi persediaan folat pd manusia
40
Interaksi Obat-Reseptor
(kompleks reseptor obat & respon obat)
• Reversibel
• Ikatan antara obat dengan reseptor ikatan lemah
– ikatan ion
– Hidrogen
– Hidrofobik
– van der Waals
41
• Interaksi obat-reseptor dlm menghasilkan efek,
terkadang melibatkan second messenger,
seperti: cyclic-AMP.
ex: noradrenaline + bronchial β-adrenoreceptor
aktivasi enzim adenylcyclase mengkatalis sintesis
cyclic-AMP relaksasi otot polos bronkus (~
perubahan conc. Ca dlm otot polos)
42
Interaksi Obat-Reseptor
(kompleks reseptor obat & respon obat)
43
Hubungan Dosis dan Respon
• interaksi obat-reseptor ini analog dengan interaksi substrat-enzim
persamaan Michaelis-Menten:
44
Hubungan kadar/dosis-intensitas efek
• Hubungan antara kadar/dosis
obat [D] dengan besarnya efek
[E] konsentrasi VS respon
kurva dosis-efek (graded dose-
effect curve/DEC) yang
berbentuk hiperbola.
45
Hubungan kadar/dosis-intensitas efek
46
Hubungan kadar/dosis-intensitas efek
• 1/KD = afinitas obat
terhadap reseptor :
kemampuan obat untuk
berikatan dengan
reseptornya.
• Makin besar KD makin
kecil afinitas obat
terhadap reseptornya.
• Emax = aktivitas intrinsik
/ efektivitas obat =
kemampuan intrinsik
kompleks obat-reseptor
untuk menimbulkan efek
farmakologik.
47
VARIABEL
HUBUNGAN DOSIS-INTENSITAS EFEK OBAT
• Log DEC memiliki 4 variabel
karakteristik yaitu:
– Potensi
– Kecuraman (slope)
– Efek maksimal
– Variasi individual
48
VARIABEL
HUBUNGAN DOSIS-INTENSITAS EFEK OBAT (2)
• Potensi
– kisaran dosis obat yang menimbulkan efek, ditentukan
oleh:
• Kadar obat yang mencapai reseptor (tergantung farmakokinetik
obat)
• Afinitas obat terhadap reseptor
– potensi terlalu rendah, akan merugikan karena dosis yang
diperlukan terlalu besar.
– potensi terlalu tinggi, akan membahayakan bila obat
mudah menguap atau mudah diserap melalui kulit.
– Variabel ini relatif tidak penting karena dalam klinik
digunakan dosis sesuai potensinya (ekuipoten).
49
VARIABEL
HUBUNGAN DOSIS-INTENSITAS EFEK OBAT (3)
• Efek maksimal atau efektivitas
– respon maksimal yang dapat ditimbulkan oleh obat jika
diberikan pada dosis tinggi.
– ditentukan oleh aktivitas intrinsik obat dan ditunjukkan
oleh plateau pada kurva DEC.
– merupakan variabel yang penting, misalnya morfin dan
aspirin berbeda dalam efek maksimal/efektivitasnya
sebagai analgesik (morfin dapat menghilangkan rasa nyeri
yang hebat, sedangkan aspirin tidak).
– Efektivitas obat tidak selalu berhubungan dengan
potensinya.
50
VARIABEL
HUBUNGAN DOSIS-INTENSITAS EFEK OBAT (4)
• Slope atau kemiringan log DEC
– Merupakan variabel yang penting, menunjukkan batas-batas
keamanan obat.
– Slope obat yang curam, misalnya pada fenobarbital,
menunjukkan bahwa dosis yang menimbulkan koma hanya
sedikit lebih tinggi daripada dosis yang menimbulkan
sedasi/tidur.
• Variasi biologik
– Adalah variasi antar individu dalam besarnya respon terhadap
dosis obat yang sama pada populasi yang sama.
– Garis horizontal menunjukkan bahwa untuk menimbulkan efek
obat dengan intensitas tertentu pada populasi diperlukan satu
kisaran dosis.
– Garis vertikal menunjukkan bahwa pemberian obat dengan
dosis tertentu pada populasi akan menimbulkan satu kisaran
intensitas efek.
51
HUBUNGAN DOSIS OBAT-PERSEN RESPONSIF
• Menentukan dosis yg direspon sebagian besar
populasi
• Dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50%
individu = dosis terapi median / dosis efektif median
(=ED50).
• Dosis yang menimbulkan kematian pada 50%
individu = dosis letal median (=LD50).
• Sedangkan TD50 = dosis toksik 50%.
• Indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam rasio:
52
• Afinitas Obat A afinitasnya > Obat B, karena [obat A]
untuk respon ½ max < Obat B
• Obat C aktivitas
intrinsiknya ½ dari
obat B, karena
[obat C] yang
diperlukan untuk
menghasilkan 50%
respon maksimum
obat C (25%
pada skala respon)
> obat B
• Obat A & B = agonis, obat C = agonis parsial
• Seberapa pun tingginya konsentrasi obat C tidak akan
menghasilkan respon yang maksimal 53
Agonis
• Obat yg berikatan dg reseptor mampu secara
internsik(respon biologis) menimbulkan efek
farmakologik menyerupai respon ligan endogen
• Mis: phenyleprin adrenoreseptor α1 efek spt
ligan endogen norepineferin
54
Antagonis
• Obat yg berikatan dg reseptor yg sama tidak
mampu secara internsik menimbulkan efek
farmakologik
• Antagonis menghalangi agonis atau ligan endogen
berikatan dg reseptornya menurunkan kerja obat
agonis
• Kompentitif reseptor yg diduduki sama, misal:
Antihipertensi prazozin >< noepinefrin pd reseptor
adrenoreseptor α1
• Non Kompetitif reseptor yg diduduki tdk sama
55
Agonis Parsial
• agonis yg lemah kemampuan secara internsik dan
efektifisanya rendah sehingga efek farmakologiknya
lemah
56
Peran Ganda Agonis Parsial
• Agonis parsial bahkan bila ditambahkan konsentrasi
tinggi, tidak menghasilkan respon penuh yang
jaringan mampu
• Adanya full agonis, hasil akhir 2 senyawa tsb
bergantung pada konsentrasi full agonis
• Pada konsentrasi agonis yang rendah, penambahan
agonis parsial efek aditif
• Pada konsentrasi agonis yang lebih tinggi efek
akhir penambahan agonis parsial: penurunan
respons
57
Kurva log konsentrasi – respon
agonis parsial dengan agonis murni
• A = hanya agonis parsial
• Konsentrasi relatif agonis
murni B < C < D
• Kurva B & C : [agonis murni]
< respon max oleh agonis
parsial efek agonisnya
aditif
• Kurva D : respon akibat
agonis murni melebihi
agonis parsial & responnya
diantagonis oleh respon
maksimum agonis parsial
58
Peran Ganda Agonis Parsial
• Fenomena tsb konsenkuensi penting dalam
penggunaan bbrp obat agonis parsial
• Contoh
– nalorfin, digunakan untuk membalikkan efek overdosis
narkotik, = agonis narkotik parsial
• Bila diberikan pada orang tanpa narkotik, nalorfin sendiri
menyebabkan depresi pernapasan & mempotensiasi depresi
napas akibat obat non-narkotik obat c/ barbiturat
– Nalokson, antagonis narkotik tanpa sifat agonis parsial,
tidak menyebabkan hal tsb
59
Peran Ganda Agonis Parsial
• Antagonis β-adrenoceptor Pindolol
– Antihipertensi efektif pada dosis oral 10-30 mg per hari
– Punya sifat agonis parsial jika efek terapi yang
diinginkan tidak tercapai dengan dosis yang biasa,
peningkatan dosis lebih lanjut kurang berpengaruh, karena
dosis yang lebih tinggi malah menghasilkan respon agonis
yang signifikan
ubah antagonis β-adrenoceptor yang tidak bersifat
agonis parsial atau menambahkan obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda
60
Spesifisitas dan Selektivitas
61
• Selektivitas obat hub. Dosis terapi dan
dosis obat yg menimbulkanefek toksik
indeks terapi obat
• Indeks terapi berlaku u/ 1 efek tx
• Ex: Aspirin index terapi sbg analgesik >>
indeks terapi sbg antireumatik krn Do
antireumatik >> Do analgesik
62
• Selektifitas obat juga suatu fungsi rute
pemberian obat
• Contoh: selektifitas relatif salbutamol terhadap
reseptor β2 bronkus dapat ditingkatkan dengan
pemberian obat sebagai spray langsung ke Paru
daripada melalui oral atau intravena
63
Spesifisitas Obat dan Selektivitas
• Kebanyakan obat menyebabkan lebih dari 1
respon
• Bbrp efek multipel menguntungkan
– Efek antipiretik & analgetik aspirin untuk terapi
simptomatik influenza
Namun lebih sering membatasi efek
– Klorpromazin, selain berefek kompleks di SSP, juga
bekerja pada reseptor kolinergik, adrenergik,
histaminergik perifer
• Klorpromazin & gol. Fenotiazin merupakan obat
nonspesifik karena kerjanya pada reseptor yang
bervariasi
64
Spesifisitas Obat dan Selektivitas
• Obat dapat bekerja pada reseptor yang spesifik tetapi
masih menghasilkan respon farmakologis yang beragam
• Atropin, antagonis reseptor muskarinik asetilkolin,
– kegunaannya untuk supresi sekresi asam lambung untuk terapi
ulkus peptik dibatasi oleh efek sampingnya
– Dosis atropin yang efektif untuk supresi sekresi asam lambung,
biasanya menyebabkan mulut kering & penglihatan kabur
karena kerja obat pada reseptor muskarinik di kelenjar liur dan
mata
– Jadi, atropin, meskipun spesifik karena kerjanya pada reseptor
tertentu, secara farmakologis tidak selektif karena distribusi
reseptornya luas di berbagai organ efektor yang berbeda
65
Spesifisitas Obat dan Selektivitas
• Bbrp obat bisa spesifik & tidak selektif, contoh
obat yang bekerja pada β-adrenoceptor.
– Isoprenalin pada β-adrenoceptor menyebabkan
peningkatan kecepatan & kekuatan kontraksi jantung,
dilatasi pembuluh darah otot skelet, relaksasi otot
bronkial, juga punya efek minimal pada α-
adrenoceptor yaitu konstriksi pembuluh darah &
meningkatkan TD
isoprenalin spesifik tetapi tidak selektif agonis
adrenoceptor berefek pada β1-adrenoceptor di
jantung & β2-adrenoceptor di pembuluh darah
perifer & bronkus
66
Spesifisitas Obat dan Selektivitas
• Bbrp obat bisa spesifik & tidak selektif, contoh obat yang
bekerja pada β-adrenoceptor.
– Propranolol, antagonis non-selektif, bekerja pada β1 reseptor
jantung untuk menurunkan denyut jantung, & pada β2
reseptor bronkus untuk konstriksi jalan napas
– Atenolol & metoprolol punya bbrp derajat selektifitas pada β1
reseptor jantung obat spesifik & juga relatif selektif pada
kerjanya di jantung
– Salbutamol, terbutalin, fenoterol selektifitasnya relatif
terhadap reseptor β2 bronkus, menyebabkan relaksasi
bronkus pada dosis yang menyebabkan stimulasi jantung
sedikit
67
Potensi VS Spesifisitas & Selektifitas
68
Potensi VS Spesifisitas & Selektifitas
69
Potensi VS Spesifisitas & Selektifitas
70
Terima Kasih
71