Penetapan Indeks Pembusaan
Penetapan Indeks Pembusaan
Di susun oleh:
1. Agung Hartono Putra
2. Aka Nugraha
3. Lisa Ayu Ristya
4. Oktaviani Kartika Putri
5. Wulan Indriani
6. Yuliya Maharani
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari kemampuan obat
dengan seluruh aspeknya baik sifat kimiawi maupun fisikanya kegiatan fisiologi resorpsi
dan nasibnya didalam organisme hidup. (untuk menyelidiki semua interaksi antara obat
dan tubuh manusia khususnya serta penggunaan pada pengobatan penyakit disebut
farmakologi klinis. Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak.
Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Dua
perangkat neuron dalam komponen otonom pada sistem saraf perifer adalah neuron
aferen atau sensorik dan neuron eferen atau motorik. Neuron aferen mengirimkan impuls
ke sistem saraf pusat, dimana impuls itu diinterprestasikan. Neuron eferen menerima
impuls (informasi) dari otak dan meneruskan impuls ini melalui medulla spinalis ke sel-
sel organ efektor. Jalur eferen dalam sistem saraf otonom dibagi menjadi dua cabang
yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dimana kedua sistem saraf ini bekerja pada
organ-organ yang sama tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar tercapainya
homeostatis (keseimbangan). Kerja obat-obat pada sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis dapat berupa respon yang merangsang atau menekan. Dalam dunia
farmasi sistem saraf otonom ini sangat erat hubungannya dengan farmakologi dan
toksikologi karena kita dapat mengetahui mekanisme kerja obat yang akan mempengaruhi
sistem sara' otonom itu sendiri.
b. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu mengukur dan
mengevaluasi diameter pupil mata kelinci akibat pengaruh obat kolonomimetik
muskarinik bloker, agonis adrenergik dan adrenergik bloker.
Sistem saraf dibagi menjadi 2, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf Tepi (SST).
SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis, SST mempunyai 2 cabang, sistem
saraf somatik (SSS) dan sistem saraf otonom (SSO). SSS merupakan saraf volunter
karena mensarafi otot rangka yang dapat dikendalikan, sedangkan SSO bekerja pada otot
polos dan kelenjar yang tidak dapat dikendalikan. Fungsi SSO adalah mengendalikan dan
mengatur organ-organ otonom. Seperti jantung, saluran gastrointestinal (GI) mata,
kandung kemih, pembuluh darah, kelenjar, paru-paru dan bronkus.
SSO mempunyai 2 neuron, yaitu aferen (sensorik) dan eferen (motorik). Neuron
aferen mengirimkan inpuls (informasi) ke SSP, untuk diinterprestasikan. Neuron eferen
menerima inpuls dari otak dan diteruskan melalui medulla spinalis ke sel-sel organ
efektor, seperti jantung, paru-paru, dan saluran pencernaan. Jalur eferen dari (SS) dibagi
menjadi 2, saraf simpatik dan saraf parasimpatik yang sering disebut sebagai sistem saraf
simpatik dan sistem saraf para simpatik. Sistem sarafsimpatik dan parasimpatik jika
bekerja pada organ yang sama akan menghasilkan efek yang berlawanan untuk tujuan
keseimbangan, kecuali pada organ tertentu. Sistem saraf simpatik bersifat katabolik
artinya menghabiskan energi. Sistem saraf parasimpatik bersifat anabolik berarti berusaha
menyimpan energi. kerja obat pada kedua sistem saraf ini menyebabkan perangsangan
atau penghambatan. Istilah untuk obat perangsangan simpatik adalah adrenergik,
simpatomimetik atau agonis adrenergik, dan penghambat simpatik, dan penghambat
simpatik disebut simpatolitik atau antiadrenergik. Istilah untuk perangsang parasimpatik
adalah kolinergik, parasimpatomimetik atau agonis kolinergik, dan penghambat
parasimpatik disebut parasimpatolitik atau antikolinrgik.
- Pengaruh obat otonom terhadap otot iris mata kelinci yang diberi Pilokarpin (mata
kiri) dan atropin (mata kanan)
D pupil Diameter pupil kanan (cm) Diameter pupil kiri (cm)
normal
Kanan Kiri 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 30’ 0,5’ 1’ 10’ 15’ 30’
0,4 0,5 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0,9 0,5 0,5 0,4 0,4 0,3
b. Pembahasan
Pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata, ini menggunakan hewan uji
berupa kelinci. Pada praktikum ini, menggunakan obat tetes mata berupa atropin, dan
pilokarpin. Setiap kelinci diukur terlebih dahulu diameter matanya, digunakan sebagai
pembanding ketika telah ditetesi obat.
Pada kelinci pertama, mata kanan ditetesi atropin sebanyak 2 tetes. Lalu dihitung tiap
menit sesuai data pengamatan. Atropin merupakan obat golongan antimuskarinik. Yang dapat
menyebabkan dilatasi pupil. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa mata kanan kelinci
pada saat normal berukuran 0,4 cm, sedangkan setelah 0,5 menit berukuran 0,5cm, 1 menit
0,6cm, 5 menit 0,7cm, 10 menit 0,8cm, 15 menit 0,9cm, 30 menit 0,9cm. Pemberian atropin
ada perubahan karena ukuran pupil kelinci mengalami dilatasi pupil begitupun pada
kelompok 1 dan 3, keduanya mengalami dilatasi pupil dengan menggunakan obat Atropin
dan Epinefrin.
Pada mata kelinci sebelah kiri memiliki diameter mata normalnya 0,5 cm. mata kiri
diberikan pilokarpin 2 tetes yang telah diketahui bisa menyebabkan kontriksi pupil atau
pengecilan pada diameter pupil. Setelah pemberian pada 0,5 menit 0,5cm, 1 menit 0,5cm
tidak terjadi perubahan pada pupil mata. Pada 10 menit 0,4cm, 15 menit 0,4cm dan 30 menit
0,3cm karena obat baru bekerja dan menyebabkan efek kontriksi pupil.
V. KESIMPULAN
Hasil yang didapat pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata yaitu:
1. Sistem saraf dibagi menjadi 2, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST).
SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis, SST mempunyai 2 cabang, sistem
saraf somatik (SSS) dan sistem saraf otonom (SSO).
2. Jalur eferen dari (SS) dibagi menjadi 2, saraf simpatik dan saraf parasimpatik yang
sering disebut sebagai sistem saraf simpatik dan sistem saraf para simpatik.
3. Pada obat Pilokarpin menyebabkan efek kontriksi pupil.
4. Pada obat Atropin menyebabkan efek dilatasi pupil.
5. DAFTAR PUSTAKA
- https://www.academia.edu/29959532/LAPORAN_PRAKTIKUM_FARMAKOL
OGI_PENGARUH_OBAT_OTONOM_TERHADAP_MATA_KELOMPOK_4
- http://indrianabilla.blogspot.co.id/2015/04/laporan-praktikum-syaraf-pusat-
dan.html
6. GAMBAR