Pak Dilan, usia 57 tahun datang ke klinik 24 jam dengan keluhan sesak nafas
dirasakan sejak 2 minggu dan bertambah berat 2 hari terakhir. Sesak nafas semakin
meningkat apabila menghirup asap dan beraktivitas berat. Keluhan berkurang dengan posisi
duduk. Keluhan sesak nafas hilang timbul selama 2 tahun berakhir, dan pernah mendapatkan
pengobatan salbutamol dan teosal. Saat ini keluhan tidak berkurang dengan minum obat.
Keluhan sesak nafas disertai batuk dan demam. Batuk berdahak bewarna putih, tidak disertai
darah dan sering terjadi pada pagi hari saat bangun tidur. Nafsu makan sedikit menurun.
Demam sejak 2 minggu lalu, demam dirasakan naik turun, tidak menggil ataupun berkeringat
malam hari. Pak Dilan merokok sejak umur 18 tahun dan berhenti merokok sejak 50 tahun,
merokok 2 bungkus/hari. Pada pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 140/90 mmHg,
nadi 88x/menit, RR 26x/menit, suhu 38 C. Pemeriksaan thoraks: inspeksi bentuk thorak
barrel chest, palpasi pelebaran sela iga, perkusi hipersonor, auskultasi SD vasikuler melemah,
ST wheezing +/+.
1. Salbutamol : obat golongan B adregenik agonis obat ini digunakan untuk mengatasi
gejala sesak nafas yang disebabkan oleh penyempitan saluran bronkus seperti pada
penyakit asma dan PPOK .
2. Teosal : jenis obat bronkodilator yang mengandung teofilin dan salbutamol. Obat ini
digunakan untuk mengatasi ganguan dari bronkus seperti asma bronkial dan brokitis
akut.
3. Sesak nafas : kesulitan bernafas dan adanya otot2 bantu pernapasan.
4. Barrel chest : bentuk dada seperti barrel/tong. Barrel chest ditandai dengan diameter
AP lebih besar dari diameter latero-lateral.
5. Wheezing: jenis bunyi kontinyu seperti bersiul yang merupakan bunyi tambahan
paru. Dapat didengar pada saat ekspirasi.
2. Asap yang dihirup mengandung bahan-bahan kimia yang dapat memperburuk kadar
O2 yang dihirup. Salah satu kandungan dari asap ada CO (karbon monoksida). CO
masuk dalam sirkulasi darah akan menggantikan posisi O2 dalam berikatan dengan
Hb (hemoglobin). Ikatan CO dalam darah akan membentuk karboksi hemoglobin. Ini
akan menyebabkan 2 hal :
a) O2 kalah bersaing dengan CO, sehingga kadar O2 dalam darah manusia akan
menurun drastis.
Step 7.
b) Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi paru
yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang
jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad
berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi
toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
Inspeksi -Bentuk dada:
- barrel chest (dada seperti tong)
- Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
Palpasi :
- Sela iga melebar Perkusi
- Hipersonor
Palpasi
- Fremitus melemah
Auskultasi
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung menjauh
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya
menggunakan spirometri. The National Heart, Lung, dan Darah Institute
merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih tua,
terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak
persisten. Meskipun spirometri merupakan gold standard dengan prosedur
sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang dimanfaatkan
oleh praktisi kesehatan. Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV1
(Forced Expiratory Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1
adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu detik
pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada pasien dapat diprediksi dari usia,
jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah volume maksimum total udara
yang pasien dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut:
1) Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal 14
2) Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%
3) Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas).
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%
4) Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih
sering terjadi
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5) Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%
Foto thoraks:
1) Bayangan luscent, corakan paru bertambah atau masih ada
2) Dinding toraks membesar (ICS melebar, barrel chest, costa mendatar,
diafragma mendatar)
3) Jantung kelihatan kecil (tear drop appearance)
4) Puncak inspirasi diafragma > ICS V.
Kadar Hb:
Meningkat karena hipoksemia kronis.
Analisis gas darah:
Seringnya normal, pada kasus yang berat dapat ditemukan hipoksemia.
Apusan sampel dahak, kultur, dan tes sensitivitas antibiotik:
Berguna pada kasus dengan eksaserbasi yang dipicu oleh bakteri.
EKG:
Bila ada komplikasi cor pulmonale maka dapat ditemukan gelombang P
pulmonal, right bundle branch block, dan right ventricular hypertrophy
(dapat terjadi karena hipoksemia kronis).
Ekokardiografi:
Mengamati fungsi jantung bila terdapat komplikasi.
Level α1 antitripsin dan genotipnya:
Kadar normal α-1 antitripsin 100-300 mg/dl (defisiensi merupakan salah
satu etiologi).
5. Diagnosis dan Diagnosis Banding PPOK
a) Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang sudah disebutkan sebelumnya sehingga dapat diambil kesimpulan
berdasarkan gambaran klinis yang telah disebutkan diatas, pasien pada skenario
didiagnosa terkena Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Penyakit Obstruktif
Kronis (PPOK) adalah hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible,
bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap
pertukaran gas.
b) Diagnosis Banding
Asma
Adalah kondisi ketika saluran udara meradang, sempit, dan membengkak, dan
menghasilkan lendir berlebih sehingga menyulitkan untuk bernafas.
Bronkitis
Adalah infeksi pada saluran pernafasan utama dari paru – paru atau bronkus
yang menyebabkan terjadinya peradangan atau inflamasi pada saluran
tersebut.
Bronkiektasis
Merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular
dinding bronkus.
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis)
Adalah obstruksi saluran nafas yang ditemukan pada penderita pasca TB
dengan lesi paru yang minimal atau yang disebabkan karena bekas dari luka
infeksi TB.
6. Tata Laksana PPOK
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non-
farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi
gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan
komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi angka kematian. Terapi non farmakologi dapat dilakukan
dengan cara menghentikan kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan
olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal
penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK
berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit. Pada terapi farmakologis,
obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan utama adalah
bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan
antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan
secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan
klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebulizer tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang
(long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagaibronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
b) Golonganβ – 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik dan β – 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
d) Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
7. Prognosis dan Komplikasi PPOK
Prognosis PPOK tergantung pada umur dan gejala klinis dan waktu berobat
serta penanganan yang tepat,
Prognosis :
a) Quo ad vitam = Ad bonam ( jika tidak ada kegawatdaruratan )
b) Quo ad sanam = Ad bonam
c) Quo ad fungsionam = Ad bonam
Prognosis juga bergantung terhadap keberhasilan terapi untuk memperbaki atau
mempertahankan fungsi paru. Edukasi yang menyeluruh, hal yang dapat dioerhatikan
kepada pasien yaitu PPOK bersifat irreversible dan yang menjadi tujuan pengobatan
adalah untuk mencegah progresifitas penyakit dan meningkatkan toleransi aktifitas
pasien sebisa mungkin.
Komplikasi PPOK antara lain :
a) Bronkhitis akut
b) Pneumonia
c) Emboli pulmo
d) Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK stabil
8. Peran Dokter Keluarga
a) Promotif : Memberi penyuluhan dan memberi tahu sebab akibat dari PPOK
b) Preventif : Mengajarkan masyarakat untuk hidup sehat sejak dini
c) Kuratif : Melakukan anamnesis ,Pemeriksaan fisik dengan baik dan benar.
d) Rehabilitatif: Memberi obat yang tepat sesuai keluhan dan melakukan rujuk
apabila diperlukan pemeriksaan penunjang.
DAFTAR PUSTAKA