Anda di halaman 1dari 13

Skenario 3.

‘’Pak Dilan Sesak Nafas’’

Pak Dilan, usia 57 tahun datang ke klinik 24 jam dengan keluhan sesak nafas
dirasakan sejak 2 minggu dan bertambah berat 2 hari terakhir. Sesak nafas semakin
meningkat apabila menghirup asap dan beraktivitas berat. Keluhan berkurang dengan posisi
duduk. Keluhan sesak nafas hilang timbul selama 2 tahun berakhir, dan pernah mendapatkan
pengobatan salbutamol dan teosal. Saat ini keluhan tidak berkurang dengan minum obat.
Keluhan sesak nafas disertai batuk dan demam. Batuk berdahak bewarna putih, tidak disertai
darah dan sering terjadi pada pagi hari saat bangun tidur. Nafsu makan sedikit menurun.
Demam sejak 2 minggu lalu, demam dirasakan naik turun, tidak menggil ataupun berkeringat
malam hari. Pak Dilan merokok sejak umur 18 tahun dan berhenti merokok sejak 50 tahun,
merokok 2 bungkus/hari. Pada pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 140/90 mmHg,
nadi 88x/menit, RR 26x/menit, suhu 38 C. Pemeriksaan thoraks: inspeksi bentuk thorak
barrel chest, palpasi pelebaran sela iga, perkusi hipersonor, auskultasi SD vasikuler melemah,
ST wheezing +/+.

Step 1. Klarifikasi Istilah

1. Salbutamol : obat golongan B adregenik agonis obat ini digunakan untuk mengatasi
gejala sesak nafas yang disebabkan oleh penyempitan saluran bronkus seperti pada
penyakit asma dan PPOK .
2. Teosal : jenis obat bronkodilator yang mengandung teofilin dan salbutamol. Obat ini
digunakan untuk mengatasi ganguan dari bronkus seperti asma bronkial dan brokitis
akut.
3. Sesak nafas : kesulitan bernafas dan adanya otot2 bantu pernapasan.
4. Barrel chest : bentuk dada seperti barrel/tong. Barrel chest ditandai dengan diameter
AP lebih besar dari diameter latero-lateral.
5. Wheezing: jenis bunyi kontinyu seperti bersiul yang merupakan bunyi tambahan
paru. Dapat didengar pada saat ekspirasi.

Step 2. Identifikasi Masalah

1. Apa penyebab sesak nafas pada pasien?


2. Mengapa sesak nafas meningkat saat aktivitas dan menghirup asap?
3. Mengapa pasien mengalami demam dan batuk?
4. Mengapa batuk berdahak terjadi pada pagi hari?
5. Apa hubungn keluhan pasien dengan keluhan pasien?
6. Mengapa thorak mengalami barrel chest?
7. Mengapa pasien diberi salbutamol dan teosal tidak sembuh?
8. Apa diagnosis sementara pada skenario?
Step 3. Analisis Masalah

1. Sesak nafas secara umum


 Penyakit saluran nafas
- Asma
- Bronkitis kronis
- Emfisema
- Sumbatan laring
- Tertelan benda asing
 Penyakit parenkim
- Gagal jntung kongestif
- Pneumonia
- Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
- Pulmonary Infiltrates with Eosinophilla (PIE)
 Penyakit vaskular paru
- Emboli paru
- Cor pulmonal
- Hipertensi paru primer
- Penyakit veno-oklusi paru
 Penyakit pleura
- Pneumothoraks
- Efusi pleura
- Fibrosis
 Penyakit dinding paru
- Trauma
- Penyakit neurologik

Berdasarkan skenario, sesak napas disebabkan karena adanya obstruksi yang


menyebabkan CO2 tertumpuk di dalam alveoli, sedangkan tubuh memerlukan O2 yang
banyak. Hambatan aliran udara inilah yang menyebabkan sesak napas pada pasien.

2. Asap yang dihirup mengandung bahan-bahan kimia yang dapat memperburuk kadar
O2 yang dihirup. Salah satu kandungan dari asap ada CO (karbon monoksida). CO
masuk dalam sirkulasi darah akan menggantikan posisi O2 dalam berikatan dengan
Hb (hemoglobin). Ikatan CO dalam darah akan membentuk karboksi hemoglobin. Ini
akan menyebabkan 2 hal :
a) O2 kalah bersaing dengan CO, sehingga kadar O2 dalam darah manusia akan
menurun drastis.

b) CO akan menghambat terjadinya proses respirasi/oksidasi sitokrom.


Selain itu, terjadinya sesak nafas dapat dibagi sebagai berikut :
a) Oksigenasi jaringan menurun
b) Kebutuhan O2 meningkat
c) Kerja pernapasan meningkat
d) Rangsang pada SSP dan beberapa penyakit lainnya
3. Demam merupakan suatu bentuk sistem pertahanan non-spesifik yang menyebabkan
perubahan mekanisme pengaturan suhu tubuh yang mengakibatkan kenaikan suhu
tubuh diatas variasi sirkandian normal. Sebagai akibat dari perubahan pusat
termogulasi yang terletak di hypothalamus anterior. Demam dapat disebabkan oleh
faktor infeksi dan non-infeksi. Beberapa penyebab demam dari infeksi meliputi
infeksi meliputi infeksi dari virus, jamur, parasit maupun bakteri.
4. Batuk berdahak pada pagi hari karena sputum yang dihasilkan pada pagi merupakan
akumulasi sputum dari malam hari yang waktunya lebih panjang sehingga produksi
sputum menjadi lebih banyak ditambah dengan posisi berbaring saat tidur membuat
akumulasi mukus bermuara ke saluran pernafasan atas sehingga saat pagi hari mukus
banyak dikeluarkan.
5. Merokok merupakan faktor resiko terjadinya gangguan fungsi paru, juga dapat
menderita penyakit saluran pernafasan yang diakibatkan oleh tembakau. Partikel asap
rokok dan lainnya yang mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan nafas
dalam membentuk faktor kemotaksik (mediator inflamasi). Pelepasan faktor
kemotaksik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur paru. Merokok
juga dapat menyebabkan hipereaktivitas bronkhi (HBR), yaitu meningkatnya
kepekaan bronkhi dibandingkan saluran nafas normal terhadap zat-zat yang
merangsang, tidak spesifik dihirup, sehingga mengalami penyakit saluran nafas
kronik yang diakibatkan oleh kelainan reverible pada bronkus yang ditandai dengan
adanya obstruksi pada fungsi paru.
6. Barrel chest atau bentuk dada menyerupai tong, terjadi diakibatkan karena hasil
hiperinflasi paru. Hiperinflasi adalah terjebaknya udara akibat saluran nafas yang
sempit. Pada keadaan ini terjadi peningkatan diameter anteroposterior,penyakit yang
bermanifestasikan barrel chest misal asma berat dan PPOK.
7. Penggunaan obat seperti salbutamol maupun teosal, dimana salbutamol merupakan
obat sistem saluran nafas yang termasuk golongan agonis adrenoreseptor beta 2
selektif kerja pendek (short acting beta adrenergik reseptor agonist). Penentuan dosis
salbutamol tergantung pada tingkat keparahan gejala dan kondisi kesehatan pasien.
Bentuk obat yang digunakan juga akan menjadi pertimbangan dalam menentukan
takaran salbutamol. Oleh karena itu, akan dianjurkan dosis efektif yang terendah lalu
dosis akan dievaluasi /direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi
penderita karena itu penderita disarankan untuk menjalami pemeriksaan kesehatan
secara rutin untuk memntau keefektifan dosis salbutamol yang dibutuhkan sedangkan
untuk teosal sendiri adalah jenis obat bronkodilator yang mengandung teofilin dan
salbutamol. Pada skenario penggunaan obat ini tidak memberikan efek pengurangan
bisa disebabkan akibat dosis yang dignakan tidak sesuai.
8. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik ditemukan adanya riwayat merokok sejak
usia 18 tahun, sesak nafas hilang timbul selama 2 tahun terakhir, batuk berdahak putih
pada pagi hari saat bangun tidur, pemeriksaan fisik didapatkan barrel chest, ICS
melebar, ST wheezing,perkusi hipersonor, SD vesikuler melemah. Maka diagnosa
sementara pasien PPOK (penyakit paru obstruktif kronik).
Step 6. Belajar Mandiri

Step 7.

1. Etiologi dan faktor resiko PPOK


Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
adalah :
a) Kebiasaan merokok
b) Polusi udara
c) Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja
d) Riwayat infeksi saluran nafas
e) Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini
2. Patofisiologi PPOK
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK
yangdiakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu
inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan
penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan
deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi
pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan
mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di
paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat
menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan menyebabkan terjadinya peroksidasi
lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi.
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan
menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan
leukotrien B4,tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1
dan reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang neutrofil
melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul
kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan
menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti
proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan
antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan
mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksida dengan
bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik
akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion
fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl). Pengaruh radikal
bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk kronis sehingga
percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan fungsi paru terjadi sekunder
setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol
yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh
leukosit dan polusi dan asap rokok.
3. Manifestasi klinis PPOK
Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :
a) Batuk
b) Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
terutama munculnya pada pagi hari
c) Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas
d) Napas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut
4. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan penunjang PPOK
a) Anamnesis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda dan
gejala. Diagnosis lain seperti asma, TB paru, bronkiektasis, keganasan dan
penyakit paru kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat
menegakkan diagnosis. Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK
adalah sebagai berikut :
 Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun
terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat
terjadi sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
 Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang
pasien menyatakan hanya berdahak terus menerustanpa disertai batuk.
Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun
tidur.
 Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami
adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini
tidak dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran
sesak napas sesuai skala sesak
Selain gejala klinis, dalam anamnesis pasien juga perlu ditanyakan riwayat
pasien dan keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor resiko yang terlibat.
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk PPOK. Lebih dari 80% kematian
pada penyakit ini berkaitan dnegan merokok dan orang yang merokok memiliki
resiko yang lebih tinggi (12-13 kali) dari yang tidak merokok. Resiko untuk
perokok aktif sekitar 25%. Akan tetapi, faktor resiko lain juga berperan dalam
peningkatan kasus PPOK. Faktor resiko lain dapat antara lain paparan asap rokok
pada perokok pasif, paparan kronis polutan lingkungan atau pekerjaan, penyakit
pernapasan ketika masa kanak-kanak, riwayat PPOK pada keluarga dan defisiensi
α1- antitripsin. Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya
pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk
kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas
pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.

b) Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi paru
yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang
jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad
berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi
toraks.Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
 Inspeksi -Bentuk dada:
- barrel chest (dada seperti tong)
- Terdapat purse lips breathing (seperti orang meniup)
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
 Palpasi :
- Sela iga melebar Perkusi
- Hipersonor
 Palpasi
- Fremitus melemah
 Auskultasi
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung menjauh
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
c) Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya
menggunakan spirometri. The National Heart, Lung, dan Darah Institute
merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun atau lebih tua,
terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk, mengi, atau dahak
persisten. Meskipun spirometri merupakan gold standard dengan prosedur
sederhana yang dapat dilakukan di tempat, tetapi itu kurang dimanfaatkan
oleh praktisi kesehatan. Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV1
(Forced Expiratory Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1
adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan secara pak dalam satu detik
pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada pasien dapat diprediksi dari usia,
jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah volume maksimum total udara
yang pasien dapat hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut:
1) Derajat 0 (berisiko)
 Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
 Spirometri : Normal 14
2) Derajat I (PPOK ringan)
 Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
 Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%
3) Derajat II (PPOK sedang)
 Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi
sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas).
 Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%
4) Derajat III (PPOK berat)
 Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih
sering terjadi
 Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5) Derajat IV (PPOK sangat berat)
 Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai
komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
 Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%
 Foto thoraks:
1) Bayangan luscent, corakan paru bertambah atau masih ada
2) Dinding toraks membesar (ICS melebar, barrel chest, costa mendatar,
diafragma mendatar)
3) Jantung kelihatan kecil (tear drop appearance)
4) Puncak inspirasi diafragma > ICS V.

 Kadar Hb:
Meningkat karena hipoksemia kronis.
 Analisis gas darah:
Seringnya normal, pada kasus yang berat dapat ditemukan hipoksemia.
 Apusan sampel dahak, kultur, dan tes sensitivitas antibiotik:
Berguna pada kasus dengan eksaserbasi yang dipicu oleh bakteri.
 EKG:
Bila ada komplikasi cor pulmonale maka dapat ditemukan gelombang P
pulmonal, right bundle branch block, dan right ventricular hypertrophy
(dapat terjadi karena hipoksemia kronis).
 Ekokardiografi:
Mengamati fungsi jantung bila terdapat komplikasi.
 Level α1 antitripsin dan genotipnya:
Kadar normal α-1 antitripsin 100-300 mg/dl (defisiensi merupakan salah
satu etiologi).
5. Diagnosis dan Diagnosis Banding PPOK
a) Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang sudah disebutkan sebelumnya sehingga dapat diambil kesimpulan
berdasarkan gambaran klinis yang telah disebutkan diatas, pasien pada skenario
didiagnosa terkena Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Penyakit Obstruktif
Kronis (PPOK) adalah hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible,
bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap
pertukaran gas.
b) Diagnosis Banding
 Asma
Adalah kondisi ketika saluran udara meradang, sempit, dan membengkak, dan
menghasilkan lendir berlebih sehingga menyulitkan untuk bernafas.
 Bronkitis
Adalah infeksi pada saluran pernafasan utama dari paru – paru atau bronkus
yang menyebabkan terjadinya peradangan atau inflamasi pada saluran
tersebut.
 Bronkiektasis
Merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang
abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular
dinding bronkus.
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis)
Adalah obstruksi saluran nafas yang ditemukan pada penderita pasca TB
dengan lesi paru yang minimal atau yang disebabkan karena bekas dari luka
infeksi TB.
6. Tata Laksana PPOK
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non-
farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi
gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan
komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi angka kematian. Terapi non farmakologi dapat dilakukan
dengan cara menghentikan kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan
olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal
penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK
berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit. Pada terapi farmakologis,
obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan utama adalah
bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan
antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan
secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan
klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebulizer tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang
(long acting).
Macam-macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagaibronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
b) Golonganβ – 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik dan β – 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
d) Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
7. Prognosis dan Komplikasi PPOK
Prognosis PPOK tergantung pada umur dan gejala klinis dan waktu berobat
serta penanganan yang tepat,
Prognosis :
a) Quo ad vitam = Ad bonam ( jika tidak ada kegawatdaruratan )
b) Quo ad sanam = Ad bonam
c) Quo ad fungsionam = Ad bonam
Prognosis juga bergantung terhadap keberhasilan terapi untuk memperbaki atau
mempertahankan fungsi paru. Edukasi yang menyeluruh, hal yang dapat dioerhatikan
kepada pasien yaitu PPOK bersifat irreversible dan yang menjadi tujuan pengobatan
adalah untuk mencegah progresifitas penyakit dan meningkatkan toleransi aktifitas
pasien sebisa mungkin.
Komplikasi PPOK antara lain :
a) Bronkhitis akut
b) Pneumonia
c) Emboli pulmo
d) Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK stabil
8. Peran Dokter Keluarga
a) Promotif : Memberi penyuluhan dan memberi tahu sebab akibat dari PPOK
b) Preventif : Mengajarkan masyarakat untuk hidup sehat sejak dini
c) Kuratif : Melakukan anamnesis ,Pemeriksaan fisik dengan baik dan benar.
d) Rehabilitatif: Memberi obat yang tepat sesuai keluhan dan melakukan rujuk
apabila diperlukan pemeriksaan penunjang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Penyakit Paru Obstruktif Kronis : Pedoman Praktis


Diagnosis dan Penatalaksanaan Di
Indonesia.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2009.
2. Soeroso J. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed
VI.2006. Jakarta : EGC
3. Carpenito, L J. 2006. Diagnosa keperawatan Aplikasi
pada 13 Praktek Klinik Edisi 6. Jakarta: EGC.
4. Edward Ringel. 2012. “buku saku hitam kedokteran
paru” Jakarta : Permata Puri Media

Anda mungkin juga menyukai