1. Mengapa ditemui dada tong dan sela iga melebar, pekak jantung menyempit, hipersonor,
hiperluscent?
BARREL CHEST, SELA IGA MELEBAR, DAN DIAFRAGMA MENDATAR
Sumber : Hubungan merokok dengan obstruksi jalan napas. Saminan. Bagian Ilmu
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. JURNAL
KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 1 April 2013
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometry, jika salah satu indicator ini ada pada
individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnostic pasti, tetapi
keberadaan beberapa indicator kunci meningkatkan kemungkinan dx PPOK. Spirometri
diperlukan untuk memastikan dx PPOK.
PEMERIKSAAN FISIK
INSPEKSI
1) Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik
2) Barrel chest (diameter AP dan transversal sebanding)
3) Penggunaan otot bantu napas
4) Hipertropi otot bantu napas
5) Pelebaran sela iga
6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
7) Penampilan pink puffer atau blue bloater
Pink Puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed-lips breathing
Blue Bloater
Gambaran khas pada bronchitis kronis, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer
PALPASI
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
PERKUSI
Pada emfisema :
1) Hipersonor
2) Batas jantung mengecil
3) Letak diafragma rendah
4) Hepar terdorong ke bawah
AUSKULTASI
1) Suara napas vesikuler normal, melemah
2) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
3) Ekspirasi memanjang
4) Bunyi jantung terdengar jauh
DD
1) ASMA
2) SOPT (sindroma obstruksi pasca TB) penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan
pada penderita pasca TB dengan lesi paru yang minimal
3) Pneumothorax
4) Gagal jantung kronik
5) Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis dan destroyed
lung
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnose yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda.
Meskipun PPOK dan asma berhubungan dengan inflamasi kronis saluran napas
namun terdapat perbedaan dalam hal sel inflamasi dan mediator yang terlibat di
dalamnya, yang akan menyebabkan perbedaan efek faal, gejala, dan respon
terhadap terapi. Terdapat kemiripan inflamasi antara asma berat dan PPOK.
Beberapa pasien PPOK memiliki gambaran seperti asma dan mungkin memiliki pola
inflamasi yang ditandai dengan peningkatan eosinophil. Sebaliknya pasien asma yang
merokok memiliki gambaran patologis mirip dengan PPOK
Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Edisi Buku Lengkap, JULI 2011. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia halaman 24-26
dan 31-34
Beberapa studi longitudinal telah mengikuti populasi hingga 20 tahun, termasuk periode
pra-dan perinatal yang penting dalam membentuk masa depan individu yang beresiko PPOK.
Pada dasarnya semua resiko PPOK merupakan hasil dari interaksi lingkungan dan gen.
Misalnya, dua orang dengan riwayat merokok yang sama, hanya satu yang berkembang
menjadi PPOK, karena perbedaan dalam predisposisi genetic untuk penyakit ini, atau dalam
berapa lama mereka hidup.
Status social ekonomi dapat dihubungkan dengan BB lahir anak yang berdampak pada
pertumbuhan dan pengembangan paru. Dengan demikian beberapa hal yang berkaitan
dengan resiko timbulnya PPOK sampai saat ini dapat disimpulkan pada table dibawah ini :
PENJELASAN
1. ASAP ROKOK
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari factor penyebab lainnya. Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi
sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1 .
Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan dengan
bukan perokok. Perokok dengan pipa dan cerutu mempunyai morbidity dan mortality
lebih tinggi dibandingkan bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan
perokok cigarette. Tipe lain dari jenis rokok yang popular di berbagai negara tidak
dilaporkan.
Resiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks brinkman)
Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh
factor resiko genetic setiap individu. Perokok pasif (atau dikenal sebagai environmental
tobacco smoke-ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan
PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas. Merokok
selama kehamilan dapat beresiko terhadap janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru
di uterus dan dapat menurunkan system imun awal.
Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-
rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
Asap rokok merupakan penyebab terpenting, jauh lebih penting dari factor
penyebab lainnya
Identifikasi merokok sebagai factor resiko yang paling biasa ditemui untuk PPOK
telah menyebabkan penggabungan program berhenti merokok sebagai elemen kunci
dari pencegahan PPOK, serta intervensi penting bagi pasien yang sudah memiliki
penyakit.
2. POLUSI UDARA
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat menjadi
penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek
yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK. Agar lebih mudah
mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara terbagi menjadi :
Polusi di dalam ruangan
a. Asap rokok
b. Asap kompor
Polusi di luar ruangan
a. Gas buangan kendaraan bermotor
b. Debu jalanan
Polusi tempat kerja
a. Bahan kimia
b. Zat iritasi
c. Gas beracun
POLUSI DI DALAM RUANGAN
Kayu, serbuk gergaji,batu bara dan minyak tanah yang merupakan bahan
bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam runagan. Kejadian
polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan
ventilasi kurang baik merupakan factor resiko terpenting timbulnya PPOK,
terutama pada perempuan di negara berkembang (Case Control studies).
3. STRES OKSIDATIF
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul dari
sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok.
Oksidan intraselular (endogen) sepeti derivate electron mitokondria transport termasuk
dalam mekanisme seluler signalling pathway.
Sel paru dilindungi oleh oxidative challenge yang berkembang secara enzimatik atau non
enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk,
misalnya ekses oksidan dana tau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif.
Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi pari.
5. SOSIAL EKONOMI
Social ekonomi sebagai factor resiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan secara
pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, permukiman yang padat, nutrisi yang
jelek dan factor lain yang berhubungan dengan status social ekonomi kemungkinan
dapat menjelaskan hal ini.
Peranan nutrisi sebagai sebagai factor resiko tersendiri penyebab berkembangnya PPOK
belum jelas. Malnutrisi dan penurunan BB dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan
otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot. Kelaparan dan
status anabolic/katabolic berkembang menjadi emfisema pada percobaan binatang. CT
scan paru perempuan dengan kekurangan nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan
seperti emfisema
7. ASMA
Asma kemungkinan sebagai factor resiko terjadinya PPOK, walaupun belum dapat
disimpulkan. Pada laporan “The Tucson Epidemiological Study” didapatkan bahwa orang
dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun
telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK
dengan ditemukannya obstruksi jalan napas irreversible.
8. GEN
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-lingkungan. Factor
resiko genetic yang paling sering terjadi adalah kekurangan alpha-1 antitripsin sebagai
inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu
origin Eropa Utara. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan emfisema panlobular
dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok
dengan kekurangan alpha-1 antitripsin yang berat. Banyak variasi individu dalam hal
beratnya emfisema dan penurunan fungsi paru.
Meskipun kekurangan alpha-1 antitripsin hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, hal
ini menggambarkan adanya interaksi antara gen dan pajanan lingkungan yang
menyebabkan PPOK. Gambaran di atas menjelaskan bagaimana factor resiko genetic
berkontribusi terhadap timbulnya PPOK.
Resiko obstruksi aliran udara yang diturunkan secara genetic telah diteliti pada perokok
yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian menunjukkan
keterkaitan bahwa factor genetic mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK. Telah
diidentifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam pathogenesis PPOK, termasuk TGF-1,
mEPHX1, dan TNF. Gen-gen diatas banyak yang belum pasti kecuali kekurangan alpha-1
antitripsin.
Faktor resiko PPOK mungkin juga dihubungkan dengan cara yang lebih kompleks, karena
harapan hidup manusia yang menjadi lebih lama, memungkinkan terjadinya paparan
seumur hidup yang lebih besar terhadap berbagai factor resiko.
Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis yang mendasari PPOK
sampai terjadinya gejala yang karakteristik. Misalnya penurunan FEV1 yang terjadi
disebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas
yang menurun disebabkan kerusakan parenkim yang terjadi pada emphysema.
KETERBATASAN ALIRAN UDARA DAN AIR TRAPPING
Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil
berkorelasi dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan FEV1
merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini
menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi.
HIPERSEKRESI LENDIR
Hipersekresi lendir yang mengakibatkan batuk produktif kronis adalah gambaran dari
bronchitis kronis tidak selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara. Sebaliknya tidak
semua pasien dengan pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi lendir. Hal ini
disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet dan
membesarnya kelenjar submucosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran napas
oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan protease merangsang
hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor factor EGFR.
HIPERTENSI PARU
Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat proses
vasokontriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang kemudian mengakibatkan
perubahan structural yang meliputi hyperplasia intimal dan kemudian hipertrofi otot
polos/hyperplasia.
Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat di saluran udara dengan
bukti terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirukulasi paru sehingga terjadi pulmonary
hypertension yang bersifat progresif dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan
akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale).
Kakeksia umumnya terlihat pada pasien PPOK berat disebabkan karena hilangnya massa otot
rangka dan kelemahan sebagai akibat dari apoptosis yang meningkat dan/ atau tidak
digunakannya otot-otot tersebut. Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses
osteoporosis, depresi dan anemia kronis.
Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-alfa, IL-6 dan radikal bebas
oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik. Peningkatan resiko penyakit
kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan Protein C-Reaktif (PCR). Berikut ini adalah
gambar tentang PPOK dengan berbagai penyakit yang dapat berkorelasi :
EKSASERBASI
Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam saluran napas
pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau oleh polusi lingkungan.
Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum
diketahui dalam eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrophil, beberapa
studi lainnya juga menemukan eosinophil dalam dahak dan dinding saluran napas. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF-alfa, LTB4, dan
IL-8 serta peningkatan biomarker stres oksidatif.
Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian
menunjukkan peningkatan neutrophil pada dinding saluran napas dan peningkatan ekspresi
kemokin. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara,
dengan aliran ekspirasi berkurang, sehingga terjadi sesak napas meningkat. Terdapat juga
memburuknya abnormalitas VA/Q yang mengakibatkan hipoksemia berat.
GAMBARAN KLINIS
ANAMNESIS
1) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
2) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
3) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
4) Terdapat factor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
5) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
6) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
PEMERIKSAAN FISIK
INSPEKSI
1) Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik
Blue Bloater
Gambaran khas pada bronchitis kronis, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer
PALPASI
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
PERKUSI
Pada emfisema :
1) Hipersonor
2) Batas jantung mengecil
3) Letak diafragma rendah
4) Hepar terdorong ke bawah
AUSKULTASI
5) Suara napas vesikuler normal, melemah
1) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
2) Ekspirasi memanjang
3) Bunyi jantung terdengar jauh
KADAR ENZIM ALFA ANTITRIPSIN kadar alfa-1 antitripsin rendah pada emfisema
herediter (emfisema usia muda), defisiensi alfa-1 antitripsin jarang ditemukan di Indonesia
2) RADIOLOGI
Foto thorax PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada
emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)
5) RADIOLOGI
CT scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto thorax polos
Scan ventilasi perfusi mengetahui fungsi respirasi paru
6) ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan
7) ECHOKARDIOGRAFI
Menilai fungsi jantung kanan
8) BAKTERIOLOGI
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotic yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
Prodi keperawatan
Prodi farmasi
1. Apa saja terapi farmakologi dan non farmakologi, tujuan terapi, serta monitoring?
1) Edukasi
2) Berhenti merokok
3) Obat-obatan
4) Rehabilitasi
5) Terapi O2
6) Ventilasi mekanik
7) Nutrisi
1. EDUKASI
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka Panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi asma. Karena PPOK adalah penyakit
kronik yang irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversible menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan asma.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala
prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
1) Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2) Penggunaan obat-obatan
Macam obat dan jenisnya
Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebulizer)
Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selang waktu tertentu atau kalau perlu
saja)
Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3) Penggunaan O2
Kapan O2 harus digunakan
Berapa dosisnya
Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4) Mengenal dan mengatasi ESO atau terapi O2
5) Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
Batuk atau dan sesak bertambah
Sputum bertambah
Sputum berubah warna
6) Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7) Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Edukasi diberikan dengan Bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke
pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya
diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali
pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka Panjang pada
PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang irreversible.
2. BERHENTI MEROKOK
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi
resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.
3. OBAT-OBATAN
BRONKODILATOR
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebulizer tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
1) GOLONGAN ANTIKOLINERGIK
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir (max 4x perhari).
4) GOLONGAN XANTHIN
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminophiline darah.
ANTIINFLAMASI
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi IV, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >20% dan minimal 250mg.
Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid,
kombinasi LABACs dan PDE-4.
ANTIBIOTIK
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.
ANTIOKSIDAN
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
MUKOLITIK
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempervepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous
(misalnya ambroxol dan erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis
kronik tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin
ANTITUSIF
Diberikan dengan hati-hati
PHOSPODIESTERASE-4 INHIBITOR
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki riwayat
eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phopodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat
mengurangi eksaserbasi diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.
Gambar dibawah ini memperlihatkan target terapi masa depan yang kemungkinan
ada
4. REHABILITASI PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi letihan dan memperbaiki
kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program
rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
Simptom pernapasan berat
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualitas hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun di luar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.
LATIHAN FISIS
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen.
Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot
pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila kedua bentuk latihan
tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh
karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat indivudual. Apabila
ditemukan kelelahan otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan
diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan
ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.
ENDURANCE EXERCISE
* Latihan dinamik
* Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan,
jogging, sepeda
Rumah sakit
Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe
latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan
keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita
lebih penting dari pada hasil pemeriksaaan subyektif atau obyektif.
Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah
adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walking-
jogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3
menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal.
Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut jantng 60%-70%
maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat.
Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari selama
5 hari perminngi. Denyut nadi maksimal adalah 220 – umur dalam tahun.
PSIKOSOSIAL:
LATIHAN PERNAPASAN:
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mongontrol sesak napas.
Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips breathing guna
memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan toraks.
5. TERAPI OKSIGEN
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di
otot maupun organ-organ lainnya.
Manfaat oksigen:
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi:
1) PaO2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90 %
2) PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Korpulmonal,
perubahan P pulmonal, Ht > 55 % dan tanda- tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas
darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen
di atas 90%.
1) Nasal kanul
2) Sungkup venturi
3) Sungkup rebreathing
4) Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu harus dilakukan secara hati-hati, disesuaikan dengan tujuan
terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut. Pemberian
okisgen yang terlalu tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar CO2. Bila
terdapat kenaikan PCO2 dipilih sungkup nonrebreathing.
6. VENTILASI MEKANIK
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
gagal napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau
di rumah.
1) Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal paradoksal
2) Asidosis sedang sampai berat pH < 7.30 – 7.35
3) Frekuensi napas > 25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
disamping harus menggunakan peerlengkapan yang tidak sederhana.
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi
sebagai berikut :
7. NUTRISI
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah
mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah.
Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat dan prognosis dalam PPOK, baik
kelebihan berat badan dan kurus bisa menjadi masalah. Khusus rekomendasi gizi
untuk pasien dengan PPOK didasarkan pada pendapat ahli. Kira-kira 25% dari
pasien dengan PPOK derajat II sampai derajat IV menunjukkan penurunan baik
indeks massa tubuh dan massa lemak bebas. Pengurangan indeks massa tubuh
merupakan faktor risiko independen untuk mortalitas PPOK (Bukti A).
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena
berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan
ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :
1) Hipophospatemi
2) Hiperkalemi
3) Hipokalsemi
4) Hipomagnasemi