Anda di halaman 1dari 33

RANGKUMAN SOCA

BLOK 4.4

DISKUSI I
Informasi 1
Dokter Andi, seorang dokter yang baru selesai internship, bertugas menjadi dokter PTT di puskesmas
terpencil yang mengalami banyak permasalahan kesehatan yang harus segera diatasi. Dokter Andi
mengumpulkan data mengenai masalah kesehatan sebagai berikut :

Indikator Besaran Standar


Angka Kematian Maternal 400/100.000 150/100.000
Angka Kematian Bayi 75/1000 25/1000
Prevalensi Malaria 5% 1%
Prevalensi Pneumonia pada Balita 8% 2%
Angka cakupan imunisasi campak 75 % 90 %
Angka persalinan di tenaga kesehatan terlatih 60 % 90 %
Angka balita dengan gizi kurang 2% 0%
Angka kunjungan pasien rawat jalan per bulan 5% 10 %
Dokter Andi mengalami kebungnan masalah kesehatan manakah yang harus diselesaikan terlebih
dahulu.
Klarifikasi Istilah
1. Prevalensi
Jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu
tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada dengan kondisi pada waktu
tertentu dan penyebutnya adalah populasi total (Dorland, 2010)
2. Rasio
Nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan dua nilai kuantittif yang pembilangnya tidak
merupakan bagian dari penyebut (Budiarto, 2003)
3. Angka Kematian Maternal
Angka kematian maternal (maternal mortality rate) / angka kematian ibu adalah
banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau dalam masa kehamilan atau selama 42
hari sejak terminasi kehamilan tanpada memandang lama dan tempat persalinan, yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab lain per
100.000 kelahiran hidup (WHO, 2004).
4. Angka Kematian Bayi
Banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu
tahun tertentu (Statistik Indonesia, 2014).
1
Cara Menghitung

Dimana:
AKB = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)
D0-<1th =Jumlah Kematian Bayi (berumur kurang 1 tahun) pada satu tahun tertentu di daerah
tertentu.
∑lahir hidup = Jumlah Kelahiran Hidup pada satu tahun tertentu di daerah tertentu (lihat
modul fertilitas untuk definisi kelahiran hidup).
K = 1000

Batasan Masah
1. Penjelasan tiap masalah yang ditemukan Dr. Andi
2. Tahapan-tahapan Community Health Analysis (CHA) dan penjelasannya
3. Analisis situasi pada kasus
4. Identifikasi masalah pada kasus

Jawaban
1. Penjelasan tiap masalah yang ditemukan Dr. Andi
a. Angka Kematian Maternal
Pada kasus ini, angka kematian maternal termasuk ke daam kategori masalah, dikarenakan
angka kematian maternal yang tinggi, yaitu 400/100.000 dibandingkan dengan standar
150/100.000.
b. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi juga merupakan masalah, dikarenakan jumlahnya yang melebihi
standar, yaitu sebesar 75/1000 kelahiran bayi.
c. Prevalensi Malaria
Pada wilayah Puskesmas ini didapatkan angka prevalensi malaria sebesar 5 %, yang bila
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan angka ini menunjukkan peningkatan
5 kali lipat dari 1%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prevalensi malaria
termasuk ke dalam masalah yang terdapat di wilayah puskesmas tersebut.
d. Prevalensi Pneumonia pada Balita
Angka prevalensi pneumonia balita pada wilayah Puskesmas di Kabupaten Belu ini
ditemukan sebanyak 8% dari standarnya 2%. Peningkatan ini menunjukkan bahwa ini
merupakan masalah bagi Kepala Puskesmas yang juga harus diperhatikan.

2
e. Angka Cakupan Imunisasi Campak
Angka cakupan imunisasi campak pada wilayah kerja Puskesmas masih kurang, yaitu
sebesar 75% yang seharusnya dapat mencapai 90%. Oleh karena itu, hal ini dapat
dimasukkan ke dalam masalah yang harus dipertimbangkan lebih lanjut oleh kepala
puskesmas mengenai tindak lanjutnya.
f. Angka Persalinan di Tenaga Kesehatan Terlatih
Pada wilayah kerja Puskesmas pada kasus, dapat dilihat bahwa angka persalinan di tenaga
kesehatan terlatih belum mencapai standar, yaitu masih 60% dibandingkan standarnya
90%. Banyak penyebab yang mengakibatkan rendahnya angka tersebut, sehingga hal ini
masih harus diperhatikan apakah harus ditindak lanjuti lagi dengan memperhatikan
berbagai aspek lainnya.
g. Angka Balita dengan Gizi Kurang
Dari data yang telah didapat, masih terdapat balita dnegan gizi kurang yaitu sebesar 2%.
Padahal, seharusnya tidak ditemukan lagi balita dengan gizi kurang. Oleh karena itu,
kepala puskesmas masih harus memperhatikan masalah terseut untuk ditindaklanjuti.
h. Angka Kunjungan Pasien Rawat Jalan per Bulan
Angka kunjungan pasien rawat jalan di wilayah Puskesmas ini belum dapat mencapai
standar, yaitu sebesar 5% dari standarnya 10%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat di tempat tersebut masih sangat kurang. Sehingga membutuhkan perhatian
lebih lanjut untuk dapat diselesaikan.

2. Tahapan-tahapan Community Health Analysis (CHA) dan penjelasannya


CHA adalah Serangkaian proses untuk menilai adanya permasalahan kesehatan di
masyarakat, menganalisis penyebab, menyusun dan melaksanakan solusi untuk permasalahan
tersebut, mengevaluasi apakah solusi tersebut mampu mencapai tujuan.
CHA sebagai upaya melakukan diagnosis komunitas dan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.
Tahapan-tahapan yang harus dilakukan dokter dalam Community Health Analysis atau
Problem Solving Cycle, adalah sebagai berikut: (Muninjaya, 2004)
a. Analisis Situasi / Kebutuhan
Analisis situasi dapat menggambarkan keadaan / status kesehatan dari sebuah wilayah.
Analisis ini didapatkan dari data demografi, sosial ekonomi, status kesehatan, faktor
risiko, dan sumber daya kesehatan yang relevan. Data data tersebut dapat ditampilkan
dalam bentuk tabel , grafik, atau yang menunjukkan trend (perubahan dari waktu ke

3
waktu). Dalam langkah analisis situasi ini data yang ada dapat dibandingkan dengan
standar (indikator nasional).
b. Identifikasi dan Penyusunan Prioritas Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara realitas (kenyataan) dengan keinginan (target, standar)
dan adanya kehendak untuk merubah kesenjangan tersebut. Masalah tersebut dapat
berbentuk: Input, Proses, Output. Dalam CHA, masalah itu ditekankan pada outputnya.
Terdapat berbagai kriteria masalah, yaitu sebagai berikut:
1) Berdampak pada banyak orang
2) Ada konsekuensi serius
3) Adanya kesenjangan yang nyata
4) Menunjukan trend yang meningkat
5) Bisa diselesaikan (ada intervensi yang terbukti efektif).
Penyusunan prioritas masalah dapat disusun melalui beberapa metode yaitu:
1) Metode Hanlon
Dalam menyusun prioritas masalah diperlukan suatu metode, salah satu metodenya
adalah metode Hanlon. Metode Hanlon didasarkan pada penghitungan skor dari 4
kriteria A, B, C, D. Kemudian akan dihitung nilai prioritas dasar (NPD) dan nilai
prioritas total (NPT). NPT terbesar diberikan prioritas utama (Mulyanto, 2014).
a) Komponen A
Komponen A merupakan besarnya masalah yang didasarkan pada ukuran besarnya
populasi yang mengalami masalah tersebut. Bisa diartikan sebagai angka kejadian
penyakit. Angka kejadian terbesar diberikan skor lebih besar. Penyebutnya harus
sama, misalnya, jika menggunakan persen maka persen semua, jika permil maka
permil semua (Mulyanto, 2014).

Tabel 2.1: Skoring pada komponen A (Mulyanto, 2014)

Besarnya Masalah Skor


(Jumlah Populasi Yg Terkena)
≥ 25 % 10
10 -24,9 % 8
1 – 9,9 % 6
0,1 – 0,9 % 4
< 0,1 % 2

4
b) Komponen B
Komponen B merupakan keseriusan masalah. Keseriusan masalah dilihat dari 3
aspek, yaitu :
- Kesegeraan (urgency): Apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian
segera, menjadi perhatian publik. Mungkin bukan kejadian fatal.
- Keparahan (severity): Memberikan mortalitas atau fatalitas yang tinggi.
Menunjukkan tingkat keparahan.
- Ekonomi (cost): Besarnya dampak ekonomi kepada masyarakat.
Kemudian masing-masing aspek akan diberikan skor. Aspek yang paling penting
diberikan skor paling besar, kemudian dihitung rata-ratanya dari ketiga aspek
tersebut untuk menetukan keseriusan masalah (Mulyanto, 2014).
Tabel Skoring pada komponen B (Sumber: Mulyanto, 2014)

Urgency Severity Cost Score


Very urgent Very severe Very costly 10
Urgent Severe Costly 8
Some urgency Moderate Moderate costly 6
Little urgency Minimal Minimal cost 4
No urgency None No cost 2

c) Komponen C
Komponen C merupakan ketersediaan solusi yang efektif (bisa dipecahkan atau
tidak). Semakin tersedia solusi efektif, diberikan skor semakin tinggi (Mulyanto,
2014).
Tabel Skoring pada komponen C (Sumber: Mulyanto, 2014).

Effectiveness of available interventions Effectiveness rating


in preventing the health problem
Very effective ( 80-100%) 9-10
Relatively effective (60-80%) 7-8
Effective (40-60 %) 5-6
Moderately effective (20-40%) 3-4
Relatively effective (5-20%) 1-2
Almost entirely ineffective (<5%) 0

5
d) Komponen D
Komponen D menggunakan kriteria PEARL, berupa jawaban ya atau tidak.
Apabila ya diberikan skor 1 dan tidak diberikan skor 0 (Mulyanto, 2014). Jika ada
jawaban tidak pada salah satu komponen saja, maka nilainya 0. Jika ingin
memperoleh skor 1 maka semua komponen harus ‘ya’. Kriteria PEARL, yaitu :
- Propiety : kesesuaian program dengan masalah.
- Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat
- Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat
- Resources: adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah
- Legality: tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada
Contoh: P ya, E ya, A ya, R ya, L ya maka skor 1, P ya, E ya, A tidak, R ya, L ya
maka skor 0, P tidak, E tidak, A ya, R tidak, L tidak maka skor 0.

Penentuan bobot masing-masing komponen ditentukan oleh tim ahli (5-8 orang).
Formula Hanlon adalah sebagai berikut :
Nilai Prioritas Dasar (NPD)= (A+B)C
Nilai Prioritas Total (NPT)= [(A+B)C]xD

Keterangan nilai tiap komponen:


A= Besar Masalah (0-10)
B= Berat/tingkat kegawatan (0-10)

C= Kemudahan Penanggulangan (0-10)

D= Pearl faktor (0 atau 1)

Metode lain:
2) Metode Relative Worth
Dalam 1 kelompok, partisipan diberikan modal poin tertentu (misal 1000). Partisipan diberikan
kebebasan untuk mendistribusikan poin yg dipunyai kepada masalah yang ada. Masalah yang
dianggap paling penting diberikan poin tertinggi. Prioritas didasarkan pada masalah dengan
jumlah poin tertinggi dari seluruh partisipan (Jamil, 2007).
3) Metode Forced Ranking
Setiap masalah diberikan ranking, masalah yang paling penting diberikan ranking “1”,
selanjutnya yang kurang penting diberikan ranking lebih besar. Setiap partisipan
memberikan ranking berdasar pentingnya masalah. Ranking ditabulasi dari seluruh

6
partisipan, masalah yang mendapat total ranking paling kecil adalah yang
diprioritaskan (Jamil, 2007).
4) Metode Delphi
Delphi merupakan teknik memprioritaskan masalah secara non skoring yang
melibatkan para ahli untuk dimintai ide dan solusi pemecahan masalah. Diperlukan
beberapa tahap. Diperlukan koordinator kelompok. Koordinator meminta partisipan
untuk menulis daftar masalah kesehatan yang paling penting, dengan batas waktu
tertentu. Daftar tersebut dikembalikan kepada koordinator dan dikompilasi menjadi
daftar masalah berdasar pada frekuensi yang paling sering muncul dari partisipan.
Daftar tersebut dikembalikan ke partisipan, dan diminta memilih 5 besar masalah.
Setelah masing-masing partisipan memilih 5 besar masalah, dikembalikan kepada
koordinator, dikompilasi lagi menjadi 5 besar secara keseluruhan. Dikembalikan
kepada partisipan untuk memilih 3 besar masalah, dikembalikan kepada koordinator,
dan dikompilasi lagi. Sampai terpilih prioritas yang paling penting (Jamil, 2007).
5) Metode Delbeque
Delbeque merupakan teknik memprioritaskan masalah secara non skoring yang
meminta pendapat beberapa ahli secara voting. Dilakukan 2 tahap (Jamil, 2007):
a) Tahap 1, partisipan memberikan masukan terhadap masalah yang dianggap
penting (biasanya 2-3) masalah. Masalah dikompilasi oleh koordinator, untuk
menentukan 2-3 masalah terbesar dari hasil masukan partisipan. Pada tahap ini
partisipan tidak diperbolehkan berkomentar.
b) Tahap 2, koordinator membuka diskusi, partisipan diberikan kesempatan untuk
klarifikasi, memberikan masukan terhadap daftar masalah yang ada. Partisipan
secara bersama dan terbuka menentukan masalah yang dianggap penting.
c. Analisis Penyebab Masalah
Analisis penyebab masalah adalah inti dari CHA dan menentukan penyebab utama
masalah dilakukan sebagai dasar untuk melakukan intervensi (pemecahan masalah).
Dalam menganalisis peneyebab masalah perlu disusun kerangka konseptual masalah
berdasarkan dasar teori yang relevan. Kerangka konseptual adalah bagan skema dasar
teori yang berisi faktor-faktor risiko yang berhubungan (merupakan penyebab) dari
permasalahan. dalam diskusi ini kita menyusun berdasarkan risk factor, direct
contributing factor, dan indirect contributing factor.

7
Metode Analisis Penyebab Masalah
1) Segitiga Epidemiologi
Segitiga epidemiologi yang sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi
merupakan konsep dasar yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor
utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah keadaan kesehatan lainnya
yaitu: Host, Agen, dan Lingkungan (Mulyani, Dkk., 2010).

Penjelasan:
a) Keadaan sehat, keadaan seimbang antara host, agent dan enviroment.
b) Keadaan sakit karena adanya peningkatan agent infeksius.
Contoh: mutasi influenza virus
c) Keadaan sakita karena peningkatan suspectibility pada populasi.
Contoh: peningkatan jumlah anak yang rentan terhadap campak.
d) Keadaan sakit karena adanya perubahan lingkungan yang
mempermudah/menguntungkan penyebaran agent.
Contoh: akibat banjir.
e) Keadaan sakit karena terjadinya perubahan lingkunagn yang
merugikan/menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh.
Contoh: polusi udara.
2) Teori H.L Bloom
Konsep hidup sehat H.L Bloom sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan.
Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik melainkan juga
spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini
diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. H.L Bloom
menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah
kesehatan (Anwar, 2002).
8
Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style), faktor
lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis
cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut
saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan
masyarakat. Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor
determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor
lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan
dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga sangat
dipengaruhi oleh perilaku masyarakat (Anwar, 2002).
3) Fishbone
Diagram fishbone atau disebut juga sebagai diagram Ishikawa adalah diagram sebab
akibat yang diciptakan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun 1968. Setiap penyebab dari
masalah adalah sumber dari variasi. Penyebab akan dikelompokkan kedalam kategori
untuk mengidentifikasi sumber dari variasi tersebut. Kategori yang dimaksud adalah
(Ishikawa, 1968):
a) Orang (siapapun yang terlibat dalam proses)
b) Metode (bagaimana proses dilakukan dan persyaratan spesifik apa yang
dibutuhkan, seperti kebijakan, prosedur, peraturan, dan hukum)
c) Mesin (peralatan, komputer dan sebagainya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan)
d) Material (material mentah, pulpen, pena, kertas dan sebagainya untuk
memproduksi produk akhir)
e) Pengukuran (data yang didapatkan dari proses yang digunakan untuk
mengevaluasi kualitas)
f) Lingkungan (kondisi seperti lokasi, waktu, temperatur, dan kebudayaan)
4) RCA (Root cause analysis)
Root Cause Analysis adalah cara berpikir tepat, disiplin, metodologi dan fokus
berpikir. Hal ini sangat diperlukan karena memberi pengetahuan tentang akar
penyebab masalah dan mendefinisikan masalah dengan benar, sehingga masalah yang
ada dapat segera ditangani dengan cermat. RCA terdiri dari Risk factor, Direct
contributing factor, Indirect contributing factor, main problem dan basic problem.
Akan tetapi dalam kaitannya dengan komunitas, maka tahapan RCA yang dilakukan
hanya sampai ke Indirect contributing factor (Heuvel et al, 2008).
a) Risk Factor adalah faktor-faktor yang telah terbukti kebenaraannya bahwa faktor
itu yang menyebabkan penyakit.
9
b) Direct contributing factor adalah aktor yang secara langsung member efek pada
faktor resiko
c) Indirect contributing factor adalah faktor yang lebih spesifik yang secara tidak
langsung berefek pada faktor resiko dan berkontribusi pada level direct factor
(Heuvel et al, 2008).

d. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Alternatif pemecahan masalah dipilih salah satu dengan metode skoring. metode yang
digunakan adalah metode RINKE dengan komponen (MIV)/C dan nilai tertinggi adalah
alternatif yang dipilih. Menurut Tayibnapis (2008), metode RINKE merupakan metode
yang mempergunakan skor atau dengan kata lain merupakan suatu metode kuantitatif.
Nilai skor berkisar 1-5 atas serangkaian kriteria sebagai berikut:
M = magnitude of the problem (besrnya masalah yang dapat dilihat dari persen atau
jumlah/kelompok yang terkena masalah, keterlibatan masyarakat serta kepentingan
instansi terkait).
I = importancy kegawatan masalah (tingginya angka morbiditas dan mortalitas serta
kecenderungan dari waktu ke waktu).
V = vulnerability (sensitif atau tidaknya pemecahan masalah dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi). Sensitifitasnya dapat diketahui dari perkiraan hasil (output) yang
diperoleh dibandingkan dengan pengorbanan (input) yang dipergunakan.
C = cost (biaya atau dana yang dipergunakan untuk melaksanakan pemecahan masalah).
Semakin besar biaya semakin kecil skornya.
Setelah nilai keempat variabel ditentukan kemudian besarnya skor total dihitung dengan
rumus (M.I.V/C), opsi yang memiliki skor tertinggi merupakan opsi yang paling ideal
menurut metode ini.

e. Penyusunan POA
Plan of action merupakan detil teknis dari pemecahan kegiatan. Disusun seperti sebuah
proposal kegiatan. Di dalam proposal kegiatan tersebut harus berisi:
1) Siapa saja yang akan terlibat
2) Terdapat alat ukur, berupa indikator-indikator yang nantinya dijadikan parameter
keberhasilan CHA.
3) Harus sesuai dengan program-program nasional
4) Kegiatan yang dilakukan harus realistik, tidak mengada-ada
5) Terdapat batasan yang jelas
10
6) Bersifat kepada tujuan tertentu, misal : meningkatkan, menurunkan, atau memperbaiki
Kriteria POA yang baik  SMART (IASTP, 2001) :
1) Spesific (spesifik)
POA harus spesifik dan berkaitan dengan keadaan-keadaan yang ingin diubah. POA
anda perlu penjelasan secara pasti berapa kolega yang anda butuhkan, siapa mereka,
dan bagaimana dan kapan anda mengomunikasikannya.
2) Measurable (terukur)
Rencana anda harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya telah dan ingin anda
capai.
3) Attainable/achievable (dapat dicapai)
POA anda harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini berarti bahwa
rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus membutuhkan anggaran
yang besar. Jika anda mendapat dana maka anda harus mendesain sebuah POA yang
sesuai dengan anggaran yang tersedia.
4) Relevant
Secara alamiah anda tidak akan bisa menerapkan semua yang telah anda pelajari di
tempat pelatihan anda. Anda perlu menghabiskan waktu beberapa saat dalam
berpikir tentang pelajaran yang paling diperlukan atau relevan dengan anda,
organisasi anda dan pengawas atau pelanggan.
5) Timebound (sesuai waktu)
POA anda harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan sekarang atau sesuatu yang
segera anda butuhkan. Hindari memilih topik yang akan diperlukan dalam waktu dua
(2) tahun mendatang.
f. Implementasi POA
g. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dilakukan pada saat berlangsung kegiatan, apakah sesuai dengan rencana atau
tidak. Sedangkan evaluasi digunakan untuk menilai apakah kegiatan mencapai tujuan
yang direncanakan. Evaluasi adalah penilaian yang sistematis dari tindakan yang telah
dikerjakan dalam rangka meningkatkan perencanaan atau pelaksanaan kegiatan saat ini
dan masa yang akan datang (Tumusiime, 2004). Semua hal tersebut diukur berdasarkan
pada indikator keberhasilan (dibagi pada input, proses, output). Monitoring adalah
penilaian yang sistematis dan berkesinambungan terhadap kemajuan dari suatu kegiatan
dari waktu ke waktu (Tumusiime, 2004).
Monitoring berfungsi untuk memastikan
1) Pekerjaan berlangsung sesuai dengan jadwal.
11
2) Standar seperti penyimpanan dan pemberian vaksin dipertahankan.
3) Sumber daya yang digunakan secara rasional dan seperti yang direncanakan.
4) Informasi yang diperlukan tersedia dan digunakan.
5) Masalah yang terdeteksi selama periode pelaksanaan sehingga dapat dilakukan
langkah-langkah perbaikan.

3. Tahap Pertama: Analisis situasi pada kasus


a. Puskesmas berada di daerah terpencil sehingga akses transportasi dan informasi sulit.
b. Akses transportasi dan informasi yang sulit berakibat pada rendahnya tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai berbagai masalah, terutama masalah kesehatan
c. Jumlah petugas kesehatan tidak sebanding dengan jumlah penduduk.

4. Tahap Kedua: Identifikasi masalah pada kasus


Masalah merupakan hal yang paling mendasari dari pengambilan keputusan. Sehingga dapat
masalah dapat difenisikan sebagai gap antara idealita (tujuan yang ditetapkan) dengan realita
(pencapaian sekarang). Jenis masalah ada yang rutin, crisis dan opportunity/peluang.
Kebanyakan manajer berkutat pada masalah rutin dan penyelesaian konflik,sehingga peluang
jarang didapatkan. Cara untuk mengidentifikasi masalah adalah dengan melakukan survey
(data primer), brainstorming dan analisis sistem. Braistorming adalah mengumpulkan banyak
pendapat dalam sebuah kelompok tanpa ada diskusi secara kritis. Analisis sistem merupakan
cara untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang paling efektif, cara analisis
system ini terdiri dari input (sumber daya), proses (pelayanan kesehatan), output
(penyakitnya) (Jamil NA, 2007).
Berdasarkan teori diatas, analisis sistem dari kasus PBL 1, adalah :
a. Input : keterbatasan Sumber Daya Manusia di bidang kesehatan
b. Proses : Angka kunjungan pasien rawat jalan perbulan
Angka cakupan imunisasi campak
Program KIA/Kesga
Angka persalinan dengan tenaga kerja terlatih
c. Output : Angka prevalensi Tuberkulosis
Angka balita kurang gizi
Angka prevalensi malaria
Angka prevalensi pneumonia pada bayi
d. Outcome : Angka kematian maternal
Angka kematian bayi
Kesejahteraan turun

12
Informasi 2
Komponen A : Besarnya Masalah

Besarnya Masalah Skor


(Jumlah Populasi Yg Terkena)
≥ 25 % 10
10 -24,9 % 8
1 – 9,9 % 6
0,1 – 0,9 % 4
< 0,1 % 2

Komponen B : Keseriusan Masalah


Urgency Severity Cost Score
Very urgent Very severe Very costly 10
Urgent Severe Costly 8
Some urgency Moderate Moderate costly 6
Little urgency Minimal Minimal cost 4
No urgency None No cost 2
Urgency :
- AKM, AKB, dan malaria adalah bagian MDGs diberikan skor urgensi maksimal
- Pneumonia pada balita dan angka (di lembaran informasinya kosong, tetapi mungkin
maksudnya angka cakupan imunisasi campak) merupakan masalah nasional tapi bukan bagian
MDGs sehingga diberikan skor urgensi dibawah maksimal
Severity :
- Case Fatality Rate untuk AKM: 0,4%, AKB:4%, Malaria:5%, Pneumonia:8%, Gizi kurang:
2%
Cost :
- Kerugian ekonomi yang timbul per kasus AKM: Rp. 100 jt, AKB: Rp. 200 jt, Malaria: Rp. 25
jt, Pneumonia: Rp. 100 jt, Gizi Kurang: Rp. 100 jt
Komponen C : Tersedianya solusi yang terbukti efektif untuk mencegah masalah kesehatan
Ketersediaan solusi efektif untuk Skor
pencegahan masalah kesehatan
Sangat efektif ( 80-100%) 10
Efektif (60-80%) 8
Cukup efektif (40-60 %) 6
Kurang efektif(20-40%) 4
Tidak efektif (0-20%) 2
Solusi :
- Deteksi Ibu Hamil Risiko Tinggi oleh bidan desa efektifitas mencapai 75% untuk mengatasi
masalah angka kematian ibu.

13
- Penanganan bayi baru lahir oleh bidan desa efektifitas mencapai 55% untuk mengatasi angka
kematian bayi.
- Program surveilans aktif malaria efektifitas mencapai 65% untuk mengatasi kasus malaria.
- Manajemen terpadu balita sakit oleh kader desa efektifitas mencapai 85% untuk mengatasi
masalah pneumonia.
- Pemberian makanan tambahan oleh POSYANDU efektifitas mencapai 55% untuk mengatasi
masalah gizi kurang.

Komponen D : Kriteria PEARL ( Ya = 1, Tidak = 0), Skoring Kriteria PEARL untuk semua
masalah adalah Ya = 1.

Batasan Masalah
Lanjutan Tahap Kedua: Menentukan prioritas masalah pada kasus

Jawaban
Menggunakan metode Hanlon
Karena metode Hanlon dapat mengurangi subjektivitas. Hal ini disebabkan karena di dalam metode
Hanlon terdapat 4 komponen yang dinilai, dimana dalam setiap komponennya akan dilakukan scoring
dengan mempertimbangkan data primer dan sekunder yang telah ada. Misalnya dengan melihat angka
kejadian penyakit untuk mempertimbangkan scoring pada komponen A, dan dilakukan penghitungan
CFR (Case Fatality Rate) pada komponen B. Hal tersebut secara langsung dapat mempengaruhi
proses scoring dan mengurangi subjektivitas yang tanpa beralasan.

Nilai komponen B:
No. Indikator U S C B
1 Angka kematian maternal 10 4 4 6
2 Angka kematian bayi 10 6 10 8,7
3 Prevalensi malaria 10 8 8 8,7
4 Prevalensi pneumonia pada balita 8 10 10 9,3
5 Angka balita dengan gizi kurang 10 4 8 6,7
Ini adalah tabel yang disesuaikan dari Info 2. Setelah mengetahui nilai rata-rata komponen B, tuliskan
nilai komponen A, C, dan D lalu cari nilai NPD dan NPT.
INDIKATOR BESARAN A B C D NPD NPT PRIORITAS
Angka kematian 0,4% 4 6 8 1 80 80 4
maternal
Angka kematian 7,5% 6 8,7 6 1 88,2 88,2 3
bayi
Prevalensi malaria 5% 6 8,7 8 1 117,6 117,6 2

14
Prevalensi 8% 6 9,3 10 1 153 153 1
pneumonia pada
balita
Angka balita 2% 6 6,7 6 1 76,2 76,2 5
dengan gizi kurang
Berdasarkan Perhitungan Metode Hanlon, didapatkan prioritas masalah di Desa tersebut
adalah Pneumonia pada Balita.

Informasi 3
Dari hasil perhitungan metode Hanlon kuantitatif, permasalahan kesehatan yang harus diprioritaskan
untuk diselesaikan oleh Dokter Andi adalah :
“Angka Kejadian Pneumonia pada Balita sebesar 8%”

Batasan Masalah
Melakukan langkah keempat: Menganalisis penyebab masalah pada kasus dengan metode Root Cause
Analysis (RCA)

Jawaban
RCA Pneumonia pada balita (Said, 2010).
Faktor Risiko Direct Contributing Indirect Contributing Factor
factor
Status sosial Indoor air polution 1. Kepadatan tempat tinggal
ekonomi rendah 2. Ventilasi tidak memadai
3. Penggunaan tungku bakar
4. Asap rokok
5. Jenis rumah tidak permanent
6. Penggunaan obat nyamuk

Imunisasi tidak Tempat pelayanan 1. Jumlah petugas imunisasi terbatas


lengkap imunisasi terbatas 2. Akses ke tempat yang kurang/jauh
Persepsi masyarakat 1. Adat istiadat menentang
terhadap imunisasi 2. Kurangnya kesadaran pentingnya
imunisasi
3. Informasi yang didapat kurang
Status gizi kurang Asupan kurang 1. Pengetahuan rendah
(defisinsi vit A, ASI 2. Penghasilan rendah
tidak eksklusif, BBLR) 3. Akses makanan bergizi jauh
Pola diet yang salah 1. Kebiasaan
2. Pengetahuan rendah
3. Penghasilan rendah
Pengobatan yang Akses ke layanan 1. Lokasi jauh
terlambat kesehatan terbatas 2. Penghasilan rendah
Sarana dan prasarana 1. Kurangnya kader kesehatan
tidak memadai 2. Kader kesehatan tidak kompeten
3. Anggaran pembiayaan kesehatan
terbatas
15
Informasi 4
Hasil Pengambilan Data Faktor Risiko Pneumonia pada Balita
No Faktor Risiko Kategori Persentase
1 BBLR BBLR 20%
Normal 80%
2 Status Gizi Kurang 25%
Baik 75%
3 Imunisasi Tidak lengkap 30%
Lengkap 70%
4 ASI Eksklusif Tidak 45%
Ya 55%
5 Sanitasi Rumah Kurang 60%
Baik 40%
6 Indoor Air Pollution Tinggi 70%
Rendah 30%

Batasan Masalah
Lanjutan tahap ketiga: Menentukan main problem
Jawaban: Yaitu Indoor Air Pollution
1. Alternatif pemecahan masalah
2. Tujuan POA
3. Indikator Monitoring dan Evaluasi

Informasi 5
Tingginya indoor air pollution disebabkan oleh banyaknya perokok aktif dalam rumah dan umumnya
mereka tidak mengetahui bahwa merokok meningkatkan risiko pneumonia pada balita.

Informasi 6
Dr. Andi mengusulkan beberapa alternative pemecahan masalah yang selama ini sudah pernah
dilakukan di tempat lain dan cukup efektif
- Kampanye “Bahaya Merokok” bagi keluarga Balita
Menjangkau 70% populasi, keberlanjutan sedang, efektivitas 15%, biaya sedang.
- Konseling individual berhenti merokok pada perokok aktif keluarga Balita
Menjangkau 30% populasi, keberlanjutan rendah, efektivitas 80%, biaya tinggi.
- Pemberdayaan kader kesehatan untuk pencegahan bahaya merokok pada keluarga Balita
Menjangkau 60%, keberlanjutan tinggi, efektivitas 70%, biaya sedang.

16
Magnitude SkorSustainbility Skor Sensitivity Skor Cost Skor
80-100% 10Very sustain 10 Very Sensitive 10 Very costly 10
60-79% 8Sustain 8 Sensitive 8 Costly 8
40-59% 6Moderate 6 Moderate 6 Moderate 6
20-39% 4Low sustain 4 Low Sensitive 4 Low Cost 4
<20% 2Very Low 2 Very Low 2 Very Low 2
Sustain Sensitive Cost
Batasan Masalah: Menentukan Alternatif Pemecahan Masalah Menggunakan Metode Rinke
(Langkah Keempat)
Jawaban terdapat pada informasi 7 dengan melihat informasi pada informasi 6

Informasi 7
Hasil perhitungan RINKE dr. Andi sebagai berikut :
Alternatif M I V C TOTAL PERINGKAT
Kampanye 8 6 2 6 16 III
Konseling 4 4 10 8 20 II
Pemberdayaan Kader 8 8 8 6 86 I

Batasan Masalah
1. Langkah Kelima: Penyusunan POA
2. Langkah Keenam: Implementasi
3. Langkah Ketujuh: Monitoring dan Evaluasi

Jawaban
1. Dengan kriteria POA, contoh:
Spesifik: Meningkatkan pemberdayaan kader untuk menurunkan angka kejadian Pneumonia
pada balita di desa X
Measurable: menjadi 2% (mengikuti standar nasional)
Attainable: sesuai biaya dari dinas kesehatan dan APBD Kab/Kota
Relevant: melalui pelatihan kader terstandarisasi
Timebound: dalam jangka waktu 5 tahun (misal mengikuti Rancangan Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD))
2. Tahap Keenam
3. Tahap Ketujuh
Monitoring dan Evaluasi (MONEV) sesuai kriteria keberhasilan
Input: pembuatan modul/pedoman terstandarisasi bagi pelatihan kader, menyesuaikan anggaran
Proses: proses pelatihan terlaksana teratur dan sesuai rencana, anggaran mencukupi
Output: tercipta kader yang terstandarisasi
17
Outcome: masyarakat sadar akan bahaya merokok, penurunan angka kejadian pneumonia pada
balita

Tambahan Dari Rangkuman Kating (belum diminta membuat POA sedetil ini, dan di SOCA
kayaknya ga masuk)
POA adalah cara spesifik yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. POA
ini dapat memiliki bentuk sebagai berikut (IASTP, 2001):
a. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu yang lebih pendek.
b. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya suatu alternatif intervensi.
c. POA operasional memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber daya yang spesifik
dan akontabilitas untuk setiap tahapannya.

Secara umum POA operasional mengandung unsur – unsur (IASTP, 2001) :


a. Tahapan atau POA spesifik yang harus dilakukan.
b. Adanya orang yang bertanggung jawab agar setiap tahap atau tindakan dapat diselesaikan
dengan baik.
c. Jadual untuk menjalankan setiap tahapan atau tindakan
d. Sumber daya yang perlu dialokasikan agar tahapan atau tindakan tersebut dapat
diselesaikan dengan baik
e. Adanya mekanisme umpan balik untuk memantau setiap tahapan atau tindakan.

Tujuan Pembuatan POA (IASTP, 2001) :


a. Mengidentifikasi apa yang harus dilakukan
b. Menguji dan membuktikan bahwa:
1.) Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadualkan
2.) Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
3.) Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
4.) Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat diperoleh
5.) Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan.
c. Berperan sebagai media komunikasi
2.) Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi memiliki peran
yang berbeda dalam pencapaian
3.) Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran.

Langkah-langkah membuat POA (IASTP, 2001) :


18
a. Mengidentifikasi tindakan yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1) Kegiatan apa yang mendukung pencapaian sasaran organisasi
2) Apa saja masalah atau hambatan yang harus dipecahkan untuk mencapai sasaran
tersebut
3) Bagaimana urutan dari kegiatan yang diperlukan untuk memecahkan masalah diatas ?
4) Bagaimana sasaran dapat dijabarkan kedalam waktu, unit, tingkat, fungsi atau lokasi
geografis?
a. Menentukan rangkaian kegiatan yang paling sesuai untuk sasaran
b. Menjabarkan rangkaian kegiatan di atas menjadi beberapa tahapan. Setiap tahapan harus
berfokus pada hasil spesifik yang lebih kecil dalam jangka waktu yang lebih pendek untuk
unit-unit yang lebih kecil
c. Untuk setiap tahapan tersebut harus ditentukan:
1) Siapa yang harus bertanggung jawab dan memiliki akntabilitas untuk mendapatkan
hasil yang diharapkan?
2) Kapan dimulai dan berakhirnya setiap tahapan kegiatan ?
3) Berapa banyak waktu dan biaya yang diperlukan ?
4) Bagaimana dan kapan organisasi dapat mengetahui bila terjadi penyimpangan pada
POA.
d. Bersama-sama dengan pihak yang berkepentingan menguji dan melakukan validasi POA
untuk mendapatkan kesepakatan dan dukungan.

19
KASUS KEDUA

Informasi 1

Dokter Andi merupakan dokter yang baru lulus dan telah menyelesaikan internship. Dokter
Andi merupakan dokter praktek swasta murni yang telah mendirikan klinik selama kurang lebih satu
tahun terakhir. Klinik dr. Andi merupakan klinik yang beroperasi 24 jam dan telah memiliki ijin
melakukan pelayanan rawat inap dengan fasilitas 10 tempat tidur. Dr. Andi merupakan pemilik
tunggal klinik tersebut dan untuk membantu pekerjaannya dr. Andi merekrut 3 orang dokter, 4 orang
perawat, 1 orang apoteker, 1 orang analis lab, 1 orang radiographer dan 3 orang tenaga administrasi.
Layanan kesehatan yang diberikan meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat inap, gawat
darurat, serta laboratorium dan radiologi sederhana. Klinik dr. Andi berlokasi di kota kecamatan,
sarana pelayanan kesehatan yang lain adalah puskesmas, dan 2 orang dokter praktek perseorangan.
RS terdekat berjarak 40 km dan dapat ditempuh dengan perjalanan darat selama kurang lebih 1 jam.
Dokter Andi mendapati setelah 1 tahun klinik beroperasi bahwa tingkat kepuasan pasien rawat
jalan mencapai 60% lebih rendah dari standar yang mencapai 75%. Untuk fasilitas rawat inap tingkat
kepuasan mencapai 65% (standar 75%). BOR mencapai 65% dan ALOS mencapai 7,6 hari. Selama
ini klinik dr Andi hanya menerima pasien umum dan pasien membayar secara tunai.

Klarifikasi Istilah
1. Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/ atau spesialistik, diselenggarakan
oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis
(Permenkes RI, 2011).
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua puluh empat) jam harus
menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan yang setiap saat berada di
tempat (Permenkes RI, 2011).
2. Rawat inap
Menurut Soeprapto dalam Jarwati, (2004), definisi rawat inap adalah kegiatan penderita
berkunjung ke rumah sakit untuk memeperoleh pelayanan kesehatan yang berlangsung selama
kurang lebih 24 jam. Sedangkan menurut Depkes RI 1987 mengatakan bahwa rawat inap
adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk ke rumah sakit yang menggunakan tempat tidur
untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau penunjang medik
lainnya (Nugroho, 2009).

20
3. ALOS (Average Length of Stay)
Merupakan salah satu pengukuran efisiensi terhadap penggunaan sumberdaya klinik,
yaitu lamanya waktu inap. Semakin pendek waktu inap, maka semakin intensif pelayanan
yang diberikan dan juga lebih mahal per harinya (OECD, 2010). Nilai Standar Nasional
Depkes RI untuk ALOS adalah 4-6 hari.
4. BOR (Bed Occupancy Rate)
Merupakan presentasi pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu.
Indikator ini memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya pamanfaatan tempat tidur RS.
Nilai ideal untuk BOR adalah 75%-85%.

Batasan Masalah
1. Masalah apa yang dihadapi dr. Andi?
2. Intrepetasi BOR dan ALOS (tambahan: serta indikator lain sebuah faskes)
3. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan Dr. Andi?
4. Syarat Penyelenggaran Rawat Inap
5. Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
6. Cara pembiayaan di pelayanan kesehatan
7. Metode dan cara mengukur tingkat kepuasan pasien
8. Syarat penyelenggaraan klinik rawat inap
9. Mengapa kepuasan pasien penting?

Jawaban
1. Masalah apa yg dihadapi Dr. Andi?
a. Tingkat kepuasan pasien selama 1 tahun berkurang : Rawat jalan 60% (standard 75%);
rawat inap 65% (standar 75%); BOR 65% (standar 75-85%); ALOS 7,6 hari (standard 4-
6 hari)
b. Klinik hanya menerima pembayaran tunai
c. Tenaga pelayanan kesehatan yang kurang
d. Keluhan pasien terhadap klinik
1) Rawat jalan : waktu tunggu lama, sama seperti Puskesmas yg tarifnya lebih murah
2) Rawat inap : lama tinggal kelamaan, biaya tinggi dan sering tak terduga

21
2. Intrepetasi BOR dan ALOS (tambahan kita: serta indikator lain sebuah faskes)
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut
bersumber dari sensus harian rawat inap:
a. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator
ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005). Rumus :
Jumlah hari perawatan rumah sakit
BOR =Jumlah tempat tidur × Jumlah hari dalam satu periode × 100%

b. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping
memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari
(Depkes RI, 2005). Rumus :
Jumlah lama dirawat
AVLOS =Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

c. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat
terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat
tidur (Depkes RI, 2005). Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan)
TOI = Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

d. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat
tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu (Depkes RI, 2005). Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. Rumus :
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
BTO = Jumlah tempat tidur

e. NDR (Net Death Rate)


NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita
keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit (Depkes RI,
2005). Rumus :
Jumlah pasien mati > 48 jam
NDR = × 1000 ‰
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

22
f. GDR (Gross Death Rate)
GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar (Depkes RI,
2005). Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya
GDR =Jumlah pasien keluar (hidup + mati) × 1000 ‰

3. Syarat penyelenggaraan rawat inap


Menurut Permenkes RI, (2011), klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap harus
menyediakan:
a. Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
b. Tempat tidur pasien minimal 5 (lima) dan maksimal 10 (sepuluh);
c. Tenaga medis dan keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasinya;
d. Tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan dan/atau
tenaga non kesehatan lain sesuai kebutuhan;
e. Dapur gizi;
f. Pelayanan laboratorium Klinik Pratama.

4. Faktor yg mempengaruhi kepuasan pasien


Menurut Muninjaya (2004), kepuasan pengguna jasa pelayanan kesejatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.
b. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.
c. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard
bagi pasien dan keluarganya.
d. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan
(tangibility).
e. Jaminan keamanan yang ditunjukka olehpetugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal
pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini.
f. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan
perawatan.
g. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).
Menurut Khalila, (2012), faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah:
a. Harapan pasien dan keluarganya ketika ia dirawat
b. Keadaan emosi pasien dan keluarganya
c. Tidak jarang mengabaikan konsekuensi keuangan

23
d. Kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan
e. Perubahan sistem sosial ekonomi budaya dan tata nilai sikap mental yang disebabkan oleh
keadaan sakit
Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur dengan
(Muninjaya, 2004), yaitu:
a. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya
b. Surat pembaca di Koran
c. Surat kaleng
d. Surat masuk di kotak saran, dan sebagainya
e. Survey tingkat kepuasan pengguna pelayanan RS

5. Cara pembiayaan di pelayanan kesehatan


a. Fee for service
Sistem ini menganut pembayaran kepada provider atas jasa kesehatan yang dilakukan
kepada pasien. Ada 3 pembagian dalam sistem ini (Berenson & Rich, 2010):
1) Open ended fee: Pelayanan kesehatan berhak mengatur sendiri tarif yang ditetapkan
yang nantinya harus dibayar pasien / asuransi.
2) Negotiated fee: Tarif yang berlaku disini adalah hasil kesepakatan antara asuransi dan
pemberi pelayanan kesehatan.
3) Regulated fee: Dalam sistem ini pemerintah ikut andil dalam menentukan tarif yang
berlaku melalui aturan yang dikeluarkan berskala nasional.
b. Salary
Sistem ini berarti pembayaran tidak dipengaruhi oleh jumlah pasien maupun
banyaknya jenis pengobatan yang diberikan. Jumlah uang tetap untuk jumlah waktu yang
tetap. Dapat diatur melalui negosiasi. Bisa disesuaikan dengan usia, khusus, pengaturan,
tanggung jawab dokter (Card & Krueger, 2005).
c. Kapitasi
Kapitasi berasal berarti “kepala”. Sistem Kapitasi berarti cara perhitungan berdasarkan
jumlah kepala yang terikat dalam kelompok tertentu. Kepala dalam hal ini berarti orang atau
peserta atau anggota. Pembayaran bagi pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dengan Sistem
Kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu Lembaga kepada PPK atas jasa
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anggota lembaga tersebut. Yaitu dengan
membayar di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost)
tertentu. Yang dimaksud dengan Lembaga adalah Badan Penyelenggara JPKM (Bapel).
24
Sedangkan yang dimaksud dengan Satuan Biaya (Unit Cost) adalah harga rata-rata pelayanan
kesehatan perkapita (disebut juga Satuan Biaya Kapitasi) yang disepakati kedua belah pihak
(PPK dan Lembaga) untuk diberlakukan dalam jangka waktu tertentu (Miller, 2009).
Sistem pembayaran yang berarti pemberi layanan kesehatan dapat bekerja sama
dengan pihak lain yang kemudian dapat menentukan tarif sesuai dengan jumlah peserta
asuransi tersebut. Pihak yang diajak kerja sama dapat berupa asuransi kesehatan atau bahkan
industri yang ingin menjamin tingkat kesehatan karyawannya (Miller, 2009).

d. Case payment
Jumlah inklusif tetap per kasus (biasanya per diagnosis), terlepas dari layanan dan
prosedur yang diberikan. Biasanya digunakan untuk perawatan rawat inap. Contoh:
Diagnostic Related Groups (DRG 's). Bisa flat rate tunggal per kasus, atau dapat disesuaikan
tingkat risiko (Busse et al., 2009).
Keuntungan dari penerapan sistem DRG menurut (Langenbrunner, 2014) adalah:
1) Berdasarkan jumlah kasus;
2) Melakukan kegiatan secara efisien, dimana rumah sakit tidak akan menahan pasien untuk
tinggal lebih lama.
3) Transparan, dimana dengan penerapan DRG akan lebih jelas untuk pembayarannya.
Kekurangan dari penerapan sistem DRG menurut (Langenbrunner, 2014) adalah
1) Sistem yang sangat kompleks;
2) Layanan per kasus;
3) Terjadi dumping, creaming, skimping dan up/wrong-coding-gaming.
Dampak penggunaan sistem DRG pada negara yang termasuk OECD (Organisation for
Economic Co-operation and Development) menurut (Langenbrunner, 2014) adalah sebagai
berikut:
1) Menurunkan biaya per pasien, seperti:
a) Menurunkan lama rawat inap;
b) Menurunkan intensitas layanan kesehatan;
c) Memilih pasien;
2) Meningkatkan pendapatan per pasien, seperti:
a) Merubah kode;
b) Merubah pola praktek
3) Meningkatkan jumlah pasien, seperti:
a) Merubah aturan admisi;
b) Meningkatkan reputasi rumah sakit.
25
e. Line item budget
Provider dibayar jumlah per periode tertentu (biasanya satu tahun) untuk tanggung
jawab yang ditetapkan ketentuan layanan. Jumlah total dipecah menjadi item seperti gaji, obat,
peralatan, dll. Biasanya diterapkan dalam infrastruktur publik (Smith & Lynch, 2004).
f. Global budget
Pembayaran yang diberikan kepada suatu pelayanan kesehatan untuk menjalankan
segala tindakan dan diberi kebebasan untuk mengatur manajemen sistem pembayaran dan
operasional di pelayanan kesehatan itu sendiri (Smith & Lynch, 2004).
Anggaran fasilitas dan penggunaan layanan digunakan untuk untuk periode waktu
yang tetap untuk populasi tertentu. Biasanya digunakan untuk rumah sakit. Perhitungan
didasarkan pada (Smith & Lynch, 2004).:
1) Input
2) Sejarah belanja dan kegiatan
3) Volume layanan dan jenis kasus
g. Per Diem
Jumlah biaya tetap untuk setiap hari rawat inap tanpa penggunaan pelayanan aktual,
obat-obatan, dan produk medis. Gunakan untuk rawat inap (rumah sakit). Total anggaran
rumah sakit dalam setahun. Total jumlah hari rawat inap rumah sakit dalam setahun.
Kekurangan dan kelebihan provider payment system (PPS)
Tabel 2.1 Rangkuman kekurangan dan kelebihan tiap PPS
Sistem Kelebihan Kekurangan
pembayaran
Fee For a. efektif untuk kegiatan promotif a. over treatment
Service dan preventif b. provider dapat melakukan
tindakan yang tidak perlu
dilakukan
Salary a. good cost control a. under treatment
b. lebih mudah dalam membayar b. kualitas pelayanan menurun
dokter karena bayaran dokter tidak
ditentukan dari pelayanan yang
dilakukan
c. Memanfaatkan system rujukan
yang tidak perlu

26
Capitation a. Lebih efektif untuk upaya a. Menambah pelayanan yang tidak
preventif dan promotif dikapitasi sehingga pasien harus
b. Meminimalisir terjadinya over membayar untuk pelayanan
treatment tersebut
b. Hanya mengambil kelompok
beresiko rendah saja
c. Memanfaatkan system rujukan
yang tidak perlu
Per Diem a. Menguntungkan pasien dengan a. Meningkatkan waktu rawat inap
penyakit berat pasien di rumah sakit
b. Semakin banyak pasien yang
dirawat inap
c. Perawatan menjadi kurang
berkualitas karena baik atau tidak
layanan biaya tetap sama
Case a. Meminimalisir tindakan yang a. Diagnosis pasien dilebih-lebihkan
Payment tidak perlu dilakukan b. Pasien yang belum sembuh
b. Biaya yang dikeluarkan lebih dipulangkan agar datang lagi
jelas dengan keluhan yang sama
sehingga dapat dihitung sebagai
kasus baru
c. Under treatment
Line Item a. Control lebih mudah a. Tidak fleksibel karena anggaran
Budget b. Administrasi jelas tidak dapat dialihkan ke divisi lain
b. Memungkinkan terjadinya
kelebihan atau kekurangan dana
c. Memudahkan terjadinya korupsi
Global a. Soft  lebih fleksibel karena a. Hard tidak fleksibel karena
Budget dilakukan pemantauan tiap 3 anggaran tidak dapat dialihkan
bulan untuk mengetahui cukup b. Belum dapat dibuktikan
tidaknya anggaran keefektifannya karena belum ada
b. Administrasi jelas bukti yang jelas

6. Metode dan cara mengukur kepuasan pasien?

27
Menurut Muninjaya, (2011), untuk mengukur kepuasan pasien, kita dapat menggunakan
beberapa hal berikut, yaitu:
a. Survey kepuasan pasien melalui penilaian lima dimensi antara lain:
1) Empati (bagaimana dokter dapat memahami perasaan pasien).
2) Tangibility (kenyamanan mengenai hal-hal yang terlihat secara fisik).
3) Security assurance (ketepatan jadwal kunjungan dokter serta keterkaitan dengan
adanya asuransi kesehatan).
4) Reliability (keandalan dan keterampilan, kepercayaan pasien terhadap dokter).
5) Responsiveness (kecepatanggapan petugas dalam merespon keluhan).
b. Penilaian melalui kotak saran atau disebut juga sebagai complaint and suggestion system.
c. Wawancara terhadap pasien yang meninggalkan klinik, misalnya dengan lost consumer
analysis.
d. Menggunakan metode diskusi antar karyawan dengan cara focus group discussion oleh
karyawan di SMF masing-masing.

7. Syarat penyelenggaraan klinik rawat inap?


Menurut Permenkes RI, (2011), klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap
harus menyediakan:
g. Ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
h. Tempat tidur pasien minimal 5 (lima) dan maksimal 10 (sepuluh);
i. Tenaga medis dan keperawatan yang sesuai jumlah dan kualifikasinya;
j. Tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan dan/atau
tenaga non kesehatan lain sesuai kebutuhan;
k. Dapur gizi;
l. Pelayanan laboratorium Klinik Pratama.

8. Mengapa tingkat kepuasan pasien penting?


Tingkat kepuasan pasien diperhatikan dalam menejemen Klinik dikarenakan pasien adalah
salah satu dari tiga stakeholder dalam menejemen Klinik, selain provider (sumber daya
kesehatan klinik), dan eksternal (badan regulator seperti Kemenkes). Dari segi pasien, yang
perlu diperhatikan adalah bahwa pasien selalu berkeinginan untuk mendapatkan pelayanan
yang terbaik, yang manusiawi, yang ramah, dan penuh empati.
Menurut Muninjaya, (2004) tingkat kepuasan pasien juga dapat digunakan sebagai alat
untuk menentukan antara lain:
a. Alat penentu kebijakan pengambilan keputusan guna meningkatkan kerja rumah sakit.
28
b. Alat untuk menyusun strategi pemasaran produk layanan.
c. Alat untuk memantau dan mengendalikan aktivitas sehari-hari staf dalam memberikan
pelayan kesehatan.
d. Alat untuk mencapai misi yang telah ditetapkan oleh rumah sakit yaitu untuk memperoleh
kepercayaan masyarakat melalui kepuasan pasien.

Informasi 2
Dokter Andi mengidentifikasi bahwa penyebab lama tungg pada layanan rawat jalan disebabkan oleh
lamanya proses registrasi dan pencarian rekam medik yang masih berbentuk manual, selain itu durasi
pemeriksaan pasien antardokter juga bervariasi satu sama lain, dan ada 2 orang dokter yang sering
terlambat ketika memberikan layanan terutama pada waktu sore hari.
Dokter Andi juga menemukan bahwa penyebab memanjangnya lama tinggal pada pasien rawat inap
adalah karena sering terjadinya komplikasi pada pasien yang dirawat, yang membuat perawatan
bertambah lama dan menambah biaya yang harus ditanggung oleh pasien. Hal ini terjadi karena tidak
adanya panduan terapi baku yang menjadi acuan bagi dokter yang bertugas.
Untuk mengendalikan biaya operasional klinik, selama ini dokter Andi membayar tenaga medis yang
bekerja padanya dengan sistem gaji tetap. Hampir seluruh staf yang bekerja di klinik Dokter Andi
juga dibayar dengan sistem gaji. Pada umumnya staf yang bekerja berusia muda dan baru lulus dari
pendidikan
Batasan Masalah dan Jawaban
1. Apakah metode yg mungkin digunakan Dr. Andi untuk mengetahui penyebab masalah yg
dialaminya?
flow chart, fish bone analysis, atau root cause, diminta buat flow chart
2. Apakah sistem (remunerasi) penggajian dokter dan staf klinik ikut berkontribusi dalam
permasalahan? Jelaskan!
* Remunerasi adalah suatu imbalan atau penggajian yang diberikan kantor/ perusahaan
kepada tenaga kerjanya karena telah bekerja pada kantor untuk mencapai tujuan.
Iya, karena system penggajian menggunakan gaji tetap sehingga tidak ada reward and
punishment terhadap kinerja tenaga kerja dan tidak memotivasi, sehingga menimbulkan
ketidakdisiplinan kerja.

9. Menurut anda, apakah yang harus dipertimbangkan oleh Dr. Andi sebelum mencari alternatif
strategi?
Membuat Analisis SWOT

29
a. Strength
1) Terdapat nilai jual pada klinik (24 jam)
2) Tenaga medis dan non medis sudah memadai
3) Fasilitas cukup lengkap
b. Weakness
1) Registrasi dan rekam medis manual
2) Kedisiplinan tenaga kerja masih renda
3) Buku panduan atau SOP belum ada
4) Sistem penggajian
5) Peningkatan biaya yg tdk diduga
c. Opportunities
1) Jarak ke fasilitas lain (ke RS 40 km) sehingga pasien cenderung ke klinik
d. Threat
1) Waktu tunggu lama sehingga pasien cenderung ke puskesmas (tarif lebih murah)
2) Tingkat kepuasan pasien rendah

10. Apakah strategi yang memungkinkan dan bermanfaat untuk klinik dalam jangka panjang?
Strategi yg bermanfaat untuk jangka panjang bisa digunakan dengan FOCUS PDCA cycle ,
yg terdiri dari :
FOCUS
1) F (Find a process to improve)
Proses apa yang harus ditingkatkan mutunya
2) O (Organize a team)
Membentuk suatu tim dengan penempatan sumberdaya sesuai kemampuannya
3) Clarify the process
- Proses yang akan ditingkatkan diyujukan untuk siapa?
- Apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan proses tersebut?
4) Understand the problem
- Menentukan penyebab masalah
- Menggunakan fishbone sehingga bisa diketahui penyebab masalahnya apa
- Dilihat dari Man, Material, Method, Machine, Measurement
5) Select a process to improvement
- Menentukan langkah yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dari proses
tersebut.
PDCA
a. Plan :
- Mengidentifikasi output pelayanan, siapa yg menggunakan jasa pelayanan (pasien
rawat jalan dan rawat inap)
- Mengukur dan menganalisis situasi (menemukan data apa yang dikumpulkan dalam
proses)
30
- Mengidentifikasi akar penyebab masalah
- Menemukan dan memilih penyelsaian (mencari berbagai alternatif dalam memecahkan
masalah)
b. Do :
- Merencenakan suatu projek uji coba
1. Merencanakan sumber daya manusia : menambah tenaga kerja yg sesuai kebuthhan
dan berkualitas
2. Merencankan teknologi dalam administrasi: menggunakan teknologi informasi
data sehingga menjadi lebih efisien dan lebih cepat
3. Merencanakan sumber dana : biaya yg mahal sehingga membutuhkan jaminan
kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan pada pasien sehingga lebih
efektif
- Meningkatkan sis. Manajemen mutu ( dgn cara mengukur memonitor, mengendalikan,
memelihara dan menyempurnakan ) ,
c. Check :
- Evaluasi hasil, mengecek kembali apa yang sudah dikerjakan telah sesuai standar
yang ada atau masih ada kekurangan.
d. Action :
- Standarisasi perubahan
Revisi proses yang telah diperbaiki, lakukan pelatihan pada tenaga kerja pelayanan
kesehatan, mengembangkan rencana yang jelas dan dokumentasikan.
- Memonitor perubahan
Melakukan pengukuran dan pengendalian proses secara teratur

Informasi 3
Untuk lebih mengembangkan kliniknya, dr. Andi berencana bekerja sama dengan Badan
Pengelola Jaminan Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan pada peserta jaminan
kesehatan di wilayah kecamatan tersebut. Klinik dr. Andi direncanakan akan bertanggung jawab
terhadap 10.000 peserta yang tinggal di wilayah kecamatan tersebut. Struktur demografi dari peserta
relatif didominasi usia muda dan dewasa muda, jumlah lansia kurang dari 5%. Jenis layanan yang
akan diberikan berupa rawat jalan termasuk obat, tindakan, pemeriksaan penunjang sederhana.
Sedangkan untuk rawat inap ditanggung sesuai dengan fasilitas yang ada. BPJK akan membayar
klinik dengan metode kapitasi untuk layanan rawat jalan dan case payment (DRGs) untuk rawat
inap.
Data historical menunjukkan angka utilisasi rawat jalan setiap bulan mencapai 12%,
pemeriksaan penunjang 2%, tindakan 1%. Untuk biaya satuan diperhitungkan biaya administrasi
adalah Rp. 10.000/ pasien, jasa medis dan paramedic Rp. 25.000/ pasien, pemeriksaan penunjang Rp.
50.000/ pasien, biaya obat Rp. 40.000/ pasien, biaya tindakan Rp. 100.000/ pasien.
Untuk rawat inap, data menunjukkan bahwa 60% kasus rawat inap yang terjadi adalah demam
tifoid. Dr. Andi diminta mengajukan perhitungan kapitasi untuk rawat jalan, dan contoh perhitungan

31
biaya rawat inap untuk demam tifoid sebagai acuan untuk cse payment. BPJK memperbolehkan klinik
mengambil keuntungan maksimal 20%.

Batasan Masalah
1. Perhitungan Biaya Kapitasi Rawat Jalan
2. Perhitungan Biaya Case Report Rawat Inap

Jawaban
1. Perhitungan Biaya Kapitasi Rawat Jalan
Tabel 2.2 Perhitungan Biaya Kapitasi Rawat Jalan
Unit cost Persentase Utilisasi
Jasa medis dan 25000/ pasien 12 % 1200 30.000.000
paramedis
administrasi 10.000/ pasien 12 % 1200 12.000.000
Pemeriksaan 50.000/ pasien 2% 200 10.000.000
penunjang
Obat-obatan 40.000/ pasien 12 % 1200 48.000.000
Tindakan 100.000/ pasien 1% 100 10.000.000
Jumlah 110.000.000
Keterangan: N = 10.000
Biaya kapitasi pasien rawat jalan = 110.000.000:10.000 = Rp. 11.000,-

Keuntungan 20% x 11.000 = Rp. 2.200,-


Total biaya kapitasi pasien rawat jalan = Rp. 11.000,- +
Rp. 2.200,-
= Rp. 13.200,-/orang

2. Perhitungan Biaya Rawat Inap dengan sistem Case Payment (DRGs)


Sebenarnya datanya tidak ada, namun caranya dapat dipelajari yaa
a. Medis
Tabel 2.3 Perhiungan Biaya Rawat Inap Medis

b. Nonmedis
Tabel 2.4 Perhitungan Biaya Rawat Inap Nonmedis

32
Total Perhitungan:
Biaya Medis+Non Medis
= Rp2.520.000.000 + Rp900.000.000
= Rp3.420.000.000
Biaya perorangan/ hari
= Rp3.420.000.000 : 10000
= Rp342.000/ hari
Biaya perorangan selama 5 hari
= Rp342.000 x 5
= Rp1.710.000
Profit:
20% per hari = Rp1.710.000 x 20%
= Rp68.400,-/orang
Profit Per 5 hari = Rp68.400,- x 5
= Rp342.000,-
Biaya case payment per 5 hari = Rp1.710.000,- + Rp342.000,-
= Rp. 2.052.000,-/orang/5 hari

33

Anda mungkin juga menyukai