1 HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Prinsi
1 HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Prinsi
" "
# " " $
% " "#
" ( " #
) * #
* #
, #
"
-$ .//0
" !!+
iii
Daftar Isi
1. Definisi
a. Definisi Schmitthoff
F. Penutup
A. Pengantar
B. Negara
1. Peran Negara
2. Imunitas Negara
D. Individu
1. Perusahaan Multinasional
2. Bank
E. Penutup
A. Pengantar
1. Perjanjian Internasional
5. Kontrak
6. Hukum Nasional
C. Penutup
A. Pengantar
B. Sejarah GATT
D. Prinsip-prinsip GATT
F. Penutup
A. Pengantar
C. Penutup
A. Pengantar
1. Pengantar
8. Pengakuan Penerimaan
D. Penutup
A. Pengantar
1. Negosiasi
2. Mediasi
3. Konsiliasi
4. Arbitrase
1. Pengantar
1. Pengantar
a. Definisi Schmitthoff
hukum ini:
1) Jual beli dagang internasional: (i) pembentukan kontrak; (ii)
perwakilan-perwakilan dagang (agency); (iii) Pengaturan
penjualan eksklusif;
4) Asuransi
7) Arbitrase komersial.9
perdagangan internasional:
semakin kondusif.
oleh Immanuel Kant, yang selama ini dikenal juga sebagi bapak
telah cukup lama disadari di tanah air. Salah seorang kepala suku
berikut:
“One of thse chiefs was Amanna Gappa (=father of Gappa) who
headed his countrymen at Makassar. Most probably he was a
very intelligent and energetic man and he may have been the
first to realize the great importance of navigation and
trade for his people as the only fields of endeavour in
which they could earn a living. We may assume that this was
the bacground of his taking initiative in inviting his
colleagues from other parts of Indonesia in order to
collect the different rules which were in force in their
respective regions and to compile a uniform navigation and
trade law. By doing so he tried to prevent heavy
competition among his countrymen and to stimulate co-
operation for their own welfare.”46 (Huruf miring oleh
kami).
44 Lihat, Lew and Stanbrook, Interational Trade: Law and Practice, Bath:
56 Uraian lebih lanjut mengenai AFTA ini lihat: Huala Adolf, Hukum
Ekonomi Internasional ..., op.cit., hlm. 110-124.
E. Unifikasi dan Harmonisasi Hukum Perdagangan
Internasional 1. Perlunya Unifikasi dan Harmonisasi Hukum
58 Klausul choice of law tidak wajib sifatnya untuk harus ada dalam
kontrak-kontrak internasional. Tetapi keberadaan klausul ini akan
sedikit banyak membantu para pihak dalam penyelesaian sengketanya
(apabila sengketa memang timbul) di kemudian hari (Lihat Sudargo
Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Bandung: Alumni, 1977, hlm. 26.
Ketiga, teknik yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan
unifikasi dan harmonisasi hukum aturan-aturan substantif hukum
perdagangan internasional.59 Teknik ketiga ini dipandang cukup
efisien. Cara ini memungkinkan terhindarnya konflik di antara
sistem-sistem hukum yang dianut oleh masing-masing negara.
Kedua kata ini hampir sama maksudnya, namun ada nuansa atau
perbedaan yang perlu untuk dicatat. Kedua kata sama-sama berarti
upaya atau proses menyeragamkan substansi pengaturan sistem-
sistem hukum yang ada. Penyeragaman tersebut mencakup
pengintegrasian sistem hukum yang sebelumnya berbeda.
1. Pengantar
1. Pengantar
1. Pengantar
25.
Karena itu upaya badan ini tidak lain adalah berupaya
membuat produk atau instrumen hukum yang modern yang dapat
memberi kebutuhan hukum untuk memperlancar perdagangan
internasional dan perkembangan ekonomi dunia.74
77
http://www.iccwbo.org/home/menu_what_is_icc.asp; Schmitthoff,
op.cit., Commercial Law, hlm. 24-25.
78
ICC memiliki badan arbitrase serta aturan (rules) arbitrasenya. The
ICC International Court of Arbitration terbentuk pada tahun 1923 atas
jasa Presiden ICC pertama, yaitu Etienne Clémentel, mantan menteri
perdagangan Perancis. Badan arbitrase ICC telah terkenal menjadi badan
penyelesaian sengketa bisnis ternama. Pada tahun 2002 saja badan
arbitrase ICC menerima 590 kasus atau kira-kira 50 kasus per bulan.
(http://www.iccwbo.org/home/menu_what_is_icc.asp).
(2) sebagai forum untuk menyebarluaskan informasi dan kebijakan
serta aturan-aturan hukum dagang internasional di antara
pengusaha-pengusaha di dunia; dan
tidak mengikat.
dagang.
79
<http://www.iccwbo.org/home/statements_rules/menu_rules.asp>
(16) ICC International Code of Advertising Practice (April 1997);
80
Chia-Jui Cheng (ed.), op.cit., hlm. 213.
81
Chia-Jui Cheng (ed.), op.cit., hlm. 214.
F. Penutup
August, Ray, Internatoinal Business Law: Text, Cases and Readings, New
Euromoney, 1983.
BAB II
A. Pengantar
B. Negara
1. Peran Negara
berikut:
4 Hans Van Houtte, The Law of International Trade, London: Sweet and
Maxwell, 1995, hlm. 31.
5 Hans Van Houtte, op.cit., hlm. 31.
3
2. Imunitas Negara
menyatakan bahwa:
16 Hans van Houtte, op.cit., hlm. 34. (Pendapat ini juga mengutip
berbgai sarjana antara lain C. Schreur).
8
(1978).
D. Individu
1 Perusahaan Multinasional
2. Bank
(b) Bank menjembatani antara penjual dan pembeli yang satu sama
lain mungkin saja tidak mengenal karena mereka berada di
negara yang berbeda. Perannya di sini adalah peran bank dalam
memfasilitasi pembayaran antara penjual dan pembeli.
28 Rafiqul Islam, International Trade Law, NSW: LBC, 1999, hlm. 273.
E. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
A. Pengantar
1. Perjanjian Internasional
b. Isi Perjanjian
2) Integrasi ekonomi
3) Harmonisasi Hukum
4) Unifikasi Hukum
disepakati atau diatur. Karena itu mereka membuat Model Hukum ini
yang sifatnya tidak mengikat. Pembuat atau perancang Model Hukum
berharap, meski namanya model hukum atau legal guide, negara-
negara dapat mengacu muatan aturan-aturan model hukum atau legal
guide ini ke dalam hukum nasionalnya.
c. Standar Internasional
tidak jelas atau tidak mengatur sama sekali mengenai suatu hal di
bidang perdagangan internasional.25
25 Michelle Sanson, op.cit., hlm. 7.
17
5. Kontrak
sebagai berikut:
6. Hukum Nasional
C. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Cavendish, 2002.
BAB IV
A. Pengantar
1 Olivier Long, Law and Its Limitations in the GATT Multilateral Trade
System, Martinus Nijhoff Publishers, 1987, hlm. 101.
2
B. Sejarah GATT
GATT dibentuk sebagai suatu dasar (atau wadah) yang
sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul
6
D. Prinsip-prinsip GATT.
Prinsip most-favoured-nation.
E Gunther Jaenicke, Op.cit., hlm. 22. Namun demikian prinsip ini tidak
berlaku terhadap transaksi-transaksi komersial di antara anggota GATT
yang secara teknis bukan merupakan impor atau ekspor ‘produk-produk’
seperti pengangkutan internasional, pengalihan paten, lisensi dan hak-
hak tak berwujud lainnya atau aliran modal.
11
G. Ibid.
14
5. Prinsip Resiprositas.
F. Penutup
ternyata masih relevan bahkan masih terus relevan untuk masa yang
akan datang. Aturan dan prinsip yang diaturnya memuat aturan-
aturan yang dapat diterima oleh hampir banyak negara (meskipun
dari keanggotaannya masing-masing negara memiliki sistem hukum
yang berbeda). Khususnya prinsip non-diskriminasi merupakan
prinsip yang memang dapat diterima universal.
Daftar Pustaka
Long, Olivier, Law and Its Limitations in the GATT Multilateral Trade
System, Martinus Nijhoff Publishers, 1987.
A. Pengantar
1 Hans Van Houtte, The Law of International Trade, London: Sweet and
Maxwell, 1995, 257; Amir M.S., Letter of Credit: Dalam Bisnis Ekspor
a. Pendahuluan
Aspek Hukum dan Bisnis, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2000, hlm 1.
(Ramlan Ginting menyebutkan pula bahwa L/C ini adalah primadona dalam
pembayaran transaksi ekspor-impor. Dari sini tergambar bahwa L/C
mempunyai fungsi sebagai suatu sistem pembayaran).
batas. Alasan utama para pedagang menyukai sistem ini, adalah karena
adanya unsur janji bayar yang ada pada sistem ini.10 Ramlan
berikut:
12 Hans Van Houtte, 258. Definisi ini disarikan beliau dari batasan yang
terdapat dalam Pasal 2 the Uniform Customs and Practice for Documentary
Credits (UCP) yang berbunyi sebagai berikut: "Any arrangement, however
named or described, whereby a bank (the Issuing Bank), acting at the
request and on the instructions of a customer (the Applicant) or on its
own behalf,
26 Ramlan Ginting, op.cit., hlm. 15; Hans van Houtte, op.cit., hlm 259.
(Menurut van Houtte, dengan tidak adanya hubungan antara kontrak penjualan
atau jual beli dengan L/C, seorang nasabah (penjual) tidak dapat meminta
bank penerbit untuk tidak melakukan pembayaran dengan alasan bahwa barang
yang dikirim kepadanya tidak sesuai dengan kontrak).
L/C telah terpenuhi.19 Hal inilah yang disebut juga sebagai
prinsip otonomi dari L/C.20
(h) Hans Van Houtte, op.cit., 263; Chia-Jui Cheng, op.cit., hlm. 581.
(k) Hans Van Houtte, op.cit., 264; lihat pula Ramlan Ginting, op.cit.,
hlm. 88-89; Chia-Jui Cheng, op.cit., hlm. 582.
dengan mandatnya, atau telah menerima suatu bill of exchange
(wesel) yang ditarik oleh penerima, maka ia berhak atas
pembayaran dari bank penerbit.27
28 Hans Van Houtte, op.cit., 264; lihat pula Ramlan Ginting, op.cit.,
hlm. 92.
(e) Nilai L/C yang dibuka dengan shipping terms yang talah
disetujui (FOB/CIF/C&F);
(o) Cara penyampaian L/C lewat surat atau teleks, dan sebagainya.
2) Pembukaan/Penerbitan L/C (Opening/Issuing of the Credit)
3) Syarat-syarat L/C
(e) Menyebutkan nama dan alamat penerima dan pemohon dengan jelas;
Bila tidak ada hukum yang dipilih, maka hukum yang berlaku
adallah hukum di negara di mana kredit tersebut dicairkan. Hal
ini adalah hukum di (negara) mana penerima (beneficiary) atau
penjual menerima dokumen dan menerima pembayaran, yaitu
biasanya negara dari bank penerus (the adivising bank) atau
bank pengkonfirmasi (confirming bank).34
54 Jika tidak ada hukum yang dipilih oleh bank, maka hubungan
antara bank penerbit (the issuing bank) dan bank penerus (the
advising bank) diatur oleh hukum di mana bank penerbit
(advising bank) berada (didirikan). Hal ini biasanya berlaku
terhadap hubungan antara bank penerus (the advising bank) dan
penerima (the beneficiary). Sulit untuk diterima bila sistem
hukum yang berbeda diterapkan terhadap dua aspek dari satu
atau transaksi yang sama.35
57 Ramlan Ginting, op.cit., hlm. 25; Hans Van Houtte, op.cit., 265.
61 M. Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 350 (mengaskan bahwa “... the parties
to the underlying transaction specify a choice of law and forum and
submit themselves to the law and jurisdictions of that country in the
case of a dispute”); Lihat pula Ramlan Ginting, op.cit., 25.
62 Hans Van Houtte, op.cit., 265.
(2) Uniform Customs and Practice36
ICC untuk pertama kali menerbitkan UCP pada tahun 1933. UCP
mengalami beberapa kali revisi. Revisi dilakukan pada tahun 1951,
1962, 1974, 1983 dan terakhir 1993 (UCP DC No 500 tahun 1993 yang
berlaku mulai tanggal 1 Januari 1994). Revisi ini dilakukan untuk
mengakomodasi perkembangan teknologi, perkembangan teknik dan
perkembangan di bidang pengangkutan.
64 Documents
65 Miscellaneuous provisions
66 Transferable credits
67 Assignment of proceeds.
68 Han van Houte, op.cit., hlm. 265.
69 Lihat antara lain, E.P. Ellinger, op.cit., hlm. 248 et.seq., George
Curmi, "Documentary Credits and Their Administration," dalam Jonathan
Reuvid (ed.), Strategic Guide to International Trade, Kogan Page, 1997,
hlm. 133 et.seqq.; M. Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 350-351.
(11) Lihat pasal 1 UCP; Lihat pula Clive M. Schmitthoff, “The New
Uniform Customs for Letters of Credit,” dalam: Chia-Jui Chen (ed.),
op.cit., hlm. 449.
(12) E.P. Ellinger, op.cit., hlm. 252-253.
(13) Ramlan Ginting, op.cit., hlm. 3.
g. Klasifikasi L/C
74 Revocable L/C
Menurut UCP, para pihak harus menegaska apakah suatu L/C adalah
Red Clause L/C adalah jenis L/C yang dibayar di muka setelah
Amir M.S., Letter of Credit: Dalam Bisnis Ekspor Impor, Jakarta: PPM,
Edisi 2, Juli 2001.
Bugeja, John, "Trade Finance and Its Sources," dalam: Jonathan Reuvid
(ed.), The Strategic Guide to International Trade, Kogan Page,
1997.
Van Houtte, Hans, The Law of International Trade, London: Sweet and
Maxwell, 1995.
1
BAB VI
COMMERCE 1996
A. Pengantar
20) Abu Bakar Munir, op.cit., hlm. 205; Sanson, op.cit., hlm. 144
(Sanson mengungkapkan pula 4 masalah dalam bertransaksi secara e-
commerce, ini:
7) kerahasiaan; (2) keaslian data (authentication); (3) integritas
data; dan (4) masalah non-repudiation, yaitu masalah pengakuan pengirim
data bahwa memang ia telah mengirim data tersebut).
7 Rafiqul Islam, International Trade Law, London: LBC, 1999, hlm. 426.
3
transaksi-transaksi komersial.
1. Pengantar
Tujuan utama atau tujuan khusus dari Model Law ini adalah:
16 Dari struktur atau komposisi Bab yang diaturnya tampak sekilas bahwa
bab-bab UNCITRAL Model Law tidak lengkap. Khususnya bab terakhir yaitu
bidang-bidang khusus (specific areas), ternyata hanya memuat 1 bab saja
yaitu bab mengenai pengangkutan barang. Hal ini memang oleh perancang
Model Law sengaja dibuat demikian. Perancang Model Law sebenarnya
berharap bahwa di kemudian hari ada perkembangan pengaturan yang khusus
mengenai bidang-bidang lainnya. Sehingga Model Law memuat ketentuan
demikian. Lihat pula para. 11 dan 12 Guide to Enactment. Sebagai contoh
pada tahun 1998, UNCITRAL memasukkan pasal tambahan baru untuk pasal 5
yaitu pasal 5 bis.
(5) Cf., lihat Bab III di atas mengenai sumber-sumber hukum perdagangan
internasional. Dalam hal mengenai penafsiran, hukum internasional telah
memberi aturan mengenai penafsiran dalam Konvensi Wina 1969 tentang
Hukum Perjanjian (the Vienna Convention on the Law of Treaties of
1969).
(6) Pasal3 UNCITRAL Model Law tidak secara tegas menjelaskan apa yang
dimaksud dengan kebutuhan-kebutuhan khusus ini. Tetapi dalam Guide to
Enactment kita dapat pahami bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan-kebutuhan
khusus tersebut tidak lain adalah Model Law itu sendiri. Para.
a. Syarat Tertulis
c. Syarat Keaslian
Model Law melihat ke-3 syarat ini cukup sulit sebab syarat
keaslian suatu ‘dokumen’ dari suatu pesan data sudah barang tentu
sangat berbeda denga dokumen-dokumen asli yang pada umumnya
disyaratkan untuk transaksi-transaksi tertentu, misalnya akte
tanah, polis asuransi, dll. Dokumen-dokumen tertulis terakhir ini
relatif agak sulit untuk dipalsukan atau diubah oleh salah satu
pihak. Hal ini berbeda dengan pesan data atau data elektronik.
(7) pesan data disimpan dalam format yang sama dengan semula,
dikirim atau diterima, atau dalam bentuk yang dapat
ditampilkan sehingga informasi yang akurat sejak awal, dikirim
atau diterima; dan
(m) Pasal12 UNCITRAL Model Law. Pasal ini disusun pada tahap akhir
perumusan Model Law. Pasal ini dibuat untuk menegaskan prinsip dari
akibat dari suatu kontrak yang sah. (Para. 81 Guide to Enactment).
15
(4) pesan data tersebut dikirim oleh: (a) pihak pembuat sendiri;
(6) bahwa pesan data yang diterima oleh pihak penerima (addressee)
berasal dari tindakan-tindakan agent dari pembuat asli yang
memungkinkan agent tersebut untuk memperoleh akses terhadap
suatu metoda yang digunakan oleh pihak originator untuk
mengidentifikasi data-data sebagai miliknya.36
35 Bunyi pasal ini sebenarnya mengacu kepada pasal 5 dari Model Law
UNCITRAL mengenai transfer kredit internasional (UNCITRAL Model Law on
International Credit Transfer). Pasal ini meletakkan kewajiban-
kewajiban dari pengirim dalam melakukan tansfer kredit. (Para. 83 Guide
to Enactment).
36 Rafiqul Islam, Op.cit., hlm. 429. Maksud utama pasal ini bukan untuk
menentukan siapa yang akan bertanggung jawab tetapi untuk memberi
kriteria mengenai pengiriman pesan-pesan data denga menetapkan suatu
praduga kapan suatu pesan data berasal dari pengirim asli (originator).
[CEK APA BENAR INI PENJELASANNYA, BUKANNYA MASUK KE FN No 35].
16
8. Pengakuan Penerimaan
terpenuhi.
61 Perlu untuk dikemukakan di sini bahwa suatu pesan data tidak boleh
dipertimbangkan isinya apabila pesan data tersebut sekedar sampai pada
sistem informasi si penerima, tetapi gagal untuk masuk ke dalamnya.
Dalam hal ini Model Law tidak secara tegas mengatur masalah kemungkinan
tidak berfungsinya (rusaknya) sistem informasi sebagai dasar untuk
lahirnya tanggung jawab, khususnya manakala sistem informasi penerima
tidak berfungsi sama sekali atau berfungsi tetapi ada kerusakan atau
meskipun dapat berfungsi dengan baik namun tidak dapat dimasuki oleh
adanya pesan data. Karena itu pengiriman berdasarkan Model Law tidak
terjadi. (Para. 104 Guide to Enactment).
20
43 Model Law menyatakan: “... Part two of the Model Law does not in any
way limit or restrict the field of application of the general
provisions of the Model Law.” (Para. 109 Guide to Enactment).
21
68 hal-hal lain yang terkait dengan hak atas barang, hak dan
kewajiban berdasarkan kontrak.44
b. Certification Authority
D. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
BAB VII
A. Pengantar
timbul.
Biasanya pula kelalaian para pihak untuk menentukan forum ini
akan berakibat pada kesulitan dalam penyelesaian sengketanya.
Karena, dengan adanya kekosongan pilihan forum tersebut akan
menjadi alasan yang kuat bagi setiap forum untuk menyatakan
(17) Penulis berpandangan pada yang luas ini. Kata alternatif mencakup
semua alternatif penyelesaian sengketa yang dapat digunakan para pihak,
termasuk di dalamnya pengadilan.
3
80 bahwa salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak berupaya
menipu, menekan atau menyesatkan pihak lainnya;
memilihnya.9
memilih ini yang harus dihormati oleh badan peradilan adalah pasal
Arbitration:
“The arbitral tribunal shall decide the dispute in accordance
with such rules of law as are chosen by the parties as
applicable to the substance of the dispute. Any designation
of the law or legal system of a given State shall be
construed, unless otherwise expressed, as directly referring
to the substantive law of that State and not to its conflict
of laws rules.”
(8) Pasal 38:2 Statuta Mahkamah Internasional: "This provision shall not
prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono, if
the parties agree hereon."
7
1. Negosiasi
2. Mediasi
26 Gerald Cooke, op. cit., p. 200. Lihat pula Michelle Sanson, Essential
International Trade Law, Sydney: Cavendish, 2002, hlm. 132. (Sanson
menyatakan bahwa mediasi lebih banyak dipraktekkan oleh negara-negara di
Asia khususnya Taiwan dan Vietnam), Hong Kong dan Filipina). Di Indonesia
cara mediasi juga cukup aktif diterapkan untuk sengketa-sengketa bisnis
khususnya oleh pengadilan dan badan arbitrase. Dalam pengadilan dan
13
melalui mediasi.
3. Konsiliasi
4. Arbitrase.34
34 Pembahasan mengenai hal ini lihat lebih lanjut antara lain: Huala
Adolf, Arbitrase Komersial Internasional, Jakarta: Rajawali Pers, cet.2.,
1994; Huala Adolf, Hukum Arbitrase Komersial Internasional, Jakarta:
Rajawali pers, 1994.
17
b. Perjanjian Arbitrase
c. Lembaga-lembaga Arbitrase
42 Palith TB. Kohona, op.cit., hlm. 192; Verloren van Themaat, The
Changing Structure of International Economic Law, the Netherlands:
Martinus Nijhoff Publishers, 1981, hlm. 189.
21
1. Pengantar
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak sepakat
mengenai salah satu hukum nasional tersebut, biasanya kemudian
mereka akan berupaya mencari hukum nasional yang relatif lebih
netral.
oleh salah satu pihak atau kedua pihak). Tidak sekedar hanya
pihak untuk memilih hukum yang akan berlaku. Pasal 28 Model Law
1). Ketentuan yang sama dalam Model Law tercantum dalam pasal 28
Masalah ini pula yang saat ini menjadi ciri utama kelemahan
dari putusan-putusan penyelesaian sengketa oleh badan-badan
penyelesaian sengketa asing. Inti masalahnya adalah dilaksanakan
sutau putusan mencerminkan efektivitas suatu putusan.57
57 Hans Van Houtte, The Law of International Trade, London: Sweet and
Maxwell, 1995, p. 369.
29
60 Rene David berpendapat bahwa pasal ini memberi keuntungan kepada pihak
yang menang di dalam memohon eksekusi karena ia cukup menunjukkan dua
dokumen tersebut kepada Pengadilan (Rene David, Arbitration in
International Trade, Netherlands: Kluwer, 1985, h1m. 96).
62 Hans Van Houtte, op. cit., p. 356. (Biasanya perjanjian bilateral ini
memuat hal-hal yang tidak tercakup dalam Perjanjian Regional mengenai
32
64 Hans Van Houtte, op. cit., p. 356 (menurut Houtte, hal lain yang
membedakannya adalah bahwa Konvensi Lugano tidak memberikan jaminan
penafsiran yang seragam dibandingkan dengan Konvensi Brussel. Houtte,
op.cit., hlm. 356).
33
G. Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Kluwer, 1985.
Cavendish, 2002.