Anda di halaman 1dari 38

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM

MEMBUAT JURNAL PENYESUAIAN MATA PELAJARAN


ADMINISTRASI PERKANTORAN MELALUI
OPTIMALISASI PEMAHAMAN PSIKOLOGI BELAJAR
SISWA KELAS XI APK 3 SMK NEGERI 1 SURABAYA
TAHUN AJARAN 2010/2011

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

Siti Nurmala, S. Pd
NIP : 132 093 227

DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA


SMK NEGERI 1 SURABAYA

2010
ABSTRAK

Proses pembelajaran administrasi perkantoran, faktor yang


terpenting adalah bukan pada tataran kemampuan siswa dalam
pengenalan konsep. Namun jauh dari itu tujuan dari tujuan
pembelajaran administrasi perkantoran adalah sejauh mana kemampuan
siswa mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Adanya sebuah
kesadaran psikologis di harapkan akan menumbuhkan sebuah kesadaran
kognitif pada siswa bagaimana seharusnya besikap dan bertingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pada saat berada di tengah-
tengah dunia kerja mampu ikut menyelesaikan segala persoalan-
persoalan kemasyarakatan. Dengan demikian penelitian ini mengambil
sebuah deskripsi penelitian yaitu meningkatkan kemampuan siswa
dalam membuat jurnal penyesuaian mata pelajaran administrasi
perkantoran melalui optomalisasi pemahaman psikologi belajar siswa
kelas XI APK 3 SMK Negeri 1 Surabaya tahun ajaran 2010/2011.
Penelitian ini betujuan untuk mendapatkan gambaran empiris
tentang: meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat jurnal
penyesuaian mata pelajaran administrasi perkantoran melalui
optimalisasi pemahaman psikologi belajar siswa kelas XI APK 3 SMK
Negeri 1 Surabaya tahun ajaran 2010/2011.
Observasi dasar dilakukan kepada seluruh siswa kelas XI APK 3
SMK Negeri 1 Surabaya tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 2
kelas. Observasi dasar dilaksanakan dalam kondisi siswa mengikuti
pelajaran Administrasi perkantoran di dalam kelas. Waktu observasi
dilaksanakan selama 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan dilaksanakan
selama 2 jam pelajaran. Setting atau lokasi PTK ini siswa kelas XI APK
3 SMK Negeri 1 Surabaya tahun ajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa
24 anak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa optimalisasi pemahaman
psikologis belajar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
membuat siswa dalam membuat jurnal penyeseuaian mata pelajaran
administrasi perkantoran melalui siswa kelas XI APK 3 SMK Negeri 1
Surabaya tahun ajaran 2010/2011 adalah memuaskan. Secara
keseluruhan hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan, baik
dalam menganilisis masalah maupun motivasi belajar siswa.
KATA PENGANTAR

Puji syukur pada setiap nikmat yang diberikan Tuhan pada


penulis termasuk dalam menyelesaikan makalah ini. Penelitian
pendidikan ini tentunya banyak sekali keterbatasan-keterbatasan dalam
penelitian ini mendeskripsikan “Meningkatkan kemampuan siswa
dalam membuat jurnal penyesuaian mata pelajaran administrasi
perkantoran melalui optimalisasi pemahaman psikologi belajar siswa
kelas XI APK 3 SMK Negeri 1 Surabaya tahun ajaran 2010/2011”.
Penulisan juga menyampaikan terima kasih kepada beberapa
pihak yang telah membantu terselesainya karya tulis ini baik itu sacara
moriil maupun materiil kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
mencatat segala amal kebaikannya.
Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenannya
kepada pembaca manakala dalam penulisan karya tulis ini terjadi
kesalahan dan kekeliruan segala bentuk saran dan kritik sangat kami
harapkan demi perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Penulis

Siti Nurmala, S.Pd


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i


LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………….. ii
ABSTRAK …………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR ………………………………………… iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………… v

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………... 5
C. Tujuan Penelitian …………………………………………. 5
D. Manfaat Penelitian ………………………………………... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Konsep Belajar ……………………………………………. 7
B. Teori Ilmu Jiwa Daya Atau Mental Disiplin …………….. 9
C. Pengaruh Teori Belajar Terhadap Kurikulum ……………. 26
D. Hipotesis Tindakan …………………………………………30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Identifikasi Masalah …………………………………….….31
B. Perencanaan ……………………………………………..….31
C. Lokasi Penelitian ……………………………………….…..35

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Deskripsi Setting Penelitian …………………………….….36
B. Setting/Subjek Penelitian ……………………………….….36
C. Laporan Per Siklus …………………………………………36
D. Pembahasan ………………………………………………...38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan ……………………………………………………39
B. Saran ………………………………………………………..39
DAFTAR PUSAKA…………………………………………………..40
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan tingkah laku bukan di lihat dari perubahan sifat-


sifat fisik misalnya tinggi dan berat badan, kekuatan fisik
misalnya untuk mengangkat, yang terjadi sebagai suatu
perubahan fisiologis dalam besar otot atau efisiensi dari proses-
proses sirkulasi dan respirasi , perubahan ini tidak termasuk
belajar. Prilaku berbicara , menulis , bergerak , dan lainnya
memberi kesempatan kepada manusia untuk mempelajari
perilaku-perilaku seperti berpikir , merasa , mengingat ,
memecahkan masalah , berbuat kreatif , dan lain-lainnya,
penibahan ini termasuk hasil belajar. Sedangakan istilah
pengalaman membatasi macam-macam perubahan perilaku yang
dapat dianggap mewakili belajar. (Syaiful Sagala ;2003).
Batasan ini penting dan sulit untuk didefinisikan , biasanya
bataasan ini di lakukan dengan memperhatikan penyebab-
penyabab perubahan dalam perilaku yang tidak dapat di anggap
sebagai hasil pengalaman. Jadi, perubahan perilaku yang di
sebabkan oleh kelelahan, adaptasi indera, obat-obatan, dan
kekuatan mekanis tidak di anggap sebagai perubahan yang di
sebabkan oleh pengalaman, dan karena itu tidak dapat dianggap ,
bahwa belajar telah terjadi. Wilis Dahar (1989:12) memberi
ilustrasi, bila seseorang masuk kedalam kamar yang gelap,
lambat laun ia akan melihat lebih jelas, perubahan yang di alami
orang ini di akibatkan oleh pembukaan pupil dan perubahan-
perubahan foto kimia dalam retina, hal ini merupakan suatu yang
fisiologis, dan tidak mewakili belajar. Perubahan-perubahan
dalam perilaku yang di sebabkan oleh alcohol atau obat-obatan
lainnya tidak dapat di anggap sebagai belajar, sebab perubahan-
perubahan ini juga bersifat fisiologis.
Proses lain yang menghasilkan perubahan perilaku, yang
tidak termasuk belajar adalah kematangan, yaitu perubahn
perilaku disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan dari
organisma-organisma secara fisiologis. Pemikiran tentang belajar
mengacu pada proses : (1) belajar tidak hanya sekedar
menghafal, siswa harus mengkonstruksikan pengatahuan di
benak mereka sendiri; (2) anak belajar dari mengalami, anak
mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan
bukan di beri begitu saja oleh guru; (3) para ahli sepakat bahwa
pengetahuan yang di miliki seseorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu
persoalan (Subjek matter) ; (4) pengetahuan tidak bisa di pisah-
pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat di terapkan ; (5)
manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi
situasi bam; (6) siswa perlu di biasakan memecahkan masalah
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya , dan bergelut
dengan ide-ide ; (7) proses belajar dapat mengubah struktur otak,
pembahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan
perkembangan orgnisasi pengetahuan dan keterampilan
seseorang.
Untuk itu perlu di pahami, strategi belajar yang salah dan
terus menerus di tajamkan , akan mempengaruhi struktur otak ,
yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.
Suatu tingkat kematangan tertentu merupakan prasyarat belajar
berbicara, walaupun pengalaman dengan orang dewasa yang
bebicara di butuhkan untuk membantu kesiapan yang di bawa
oleh kematangan. Jadi, belajar di hasilkan dari pengalaman
dengan lingkungan, dimana terjadi hubungan-hubungan antara
stimulus-stimulus dan respon-respon. Hal ini memberi makna
bahwa belajar adalah proses aktif individu dalam membangun
pengetahuan dan pencapaian tujuan. (Syaiful Sagala ;2003)
Artinya, di perlukan sebuah pendekatan belajar yang lebih
memberdayakan siswa. Proses belajar tidak hanya tergantung
pada orang lain, akan tetapi sangat tergantung pada individu yang
belajar (Student centered), anak belajar tidak hanya verbalisme
tetapi juga dari mengalami sendiri dalam lingkungan yang
alamiah, mengkonstruksi pengetahuan, dan memberi makna pada
pengetahuan itu. Anak harus tahu makna belajar dan
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang telah di
peroleh untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
(Nasution , 2003)
Karena itu, belajar merupakan proses terbentuknya tingkah
laku baru yang di sebabkan individu merespon lingkungannya.
Melalui pengalaman pribadi yang tidak termasuk kematangan ,
pertumbuhan atau insting. Belajar sebagai proses akan terarah
kepada tercapainya tujuan (Goal Oriented) dari pihak siswa
maupun dari pihak guru. Tujuan itu dapat di identifikasi dan
bahkan dapat di arah kan sesuai dengan maksud pendidikan.
Banyak sekali teori belajar menurut iteratur psikologi, teori itu
bersumber dari teori atau aliran-aliran psikologi. Secara garis
besar di kenal ada tiga rumpun besar teori belajar menurut
pandangan psikologi yaitu teori disiplin mental, teori
behaviorisme, dan teori cognitive gestalf-filed.
Oleh Karena itu proses pembelajaran administrasi
perkantoran, factor yang terpenting adalah bukan pada tataran
kemampuan siswa dalam pengenalan konsep. Namun jauh dari
itu tujuan dari tujuan pembelajaran administrasi perkantoran
adalah sejauh mana kemampuan siswa mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari hari. Adanya sebuah kesadaran psikologis di
harapkan akan menumbuhkan sebuah kesadaran kognitif pada
siswa bagaimana seharusnya bersikap dan bertingkah laku dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga pada saat berada di tengah-
tengah dunia kerja mampu ikut menyelesaikan segala persoalan-
persoalan kemasyarakattan. Dengan demikian penelitian ini
mengambil sebuah deskripsi penelitian yaitu meningkat kan
kemampuan siswa dalam membuat jurnal penyesuaian mata
pelajaran administrasi perkantoran melalui optimalisasi
pemahaman psikologis belajar siswa kelas XI APK 3 SMK
Negeri 1 Surabaya tahun ajaran 2010/2011.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat
jurnal penyesuaian mata pelajaran administrasi perkantoran
melalui optimalisasi pemahaman psikologi belajar siswa kelas XI
APK 3 SMK Negeri 1 Surabaya tahun ajaran 2010/2011 ?

C. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
empiris tentang : meningkatakan kemampuan siswa dalam
membuat jurnal penyesuaian mata pelajaran administrasi
perkantoran melalui optimalisasi pemahaman psikologi balajar
siswa kelas XI APK 3 SMK Negeri 1 Surabaya tahun ajaran
2010/2011.
D. Manfaat Penelitian.

Kegunaan atau manfaaat yang dapat diperoleh mengenai


hubungan sifat (kepribadian guru) dengan motivasi belajar dalam
PBM, yaitu:
1. informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan oleh guru bidang study bagi pelaksanaan
pengajaran yang merupakan tugas utamanya. Dengan
adanya informasi tersebut diharapkan guru dapat lebih
memperhatikannya, menerapkan, dan meningkatkan
kepribadian teladan pada saat PBM sehingga siswa lebih
termotivasi untuk belajar.
2. bahan pertimbangan dan sumber data bagi guru atau guru
pembimbing guna perbaikan dan peningkatak perannya di
dunia pendidikan. Guru tidak hanya beretugas sebagai
pengajar, dalam arti hanya menyampaikan ilu atau bahan
tanpa memeperhatikan kelebihan atau kekurangan yang
mumngkun dialami oleh pendidik dan pembimbing agar
masalah masalah yang dihadapi siswa terutama dalam hal
motivasi dapat diatasi, baik oleh siswa dengan atau tanpa
bantuan guru sehungga hasil PBM akan menjadi optimal
sesuai dengan kemampuan siswa.
3. sebagai kajian teoritis dalam psikologis kurikulum dan
psikologis belajar dalam PBM

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Belajar

Apakah sebenarnya belajar itu, belum diketahui sepenuhnya,


sama dengan proses psikis lainnya. Bermacam macam teori
mencoba menjelaskannya ditinjau dari segi tertentu, dengan dasar
filosofis yang berbeda tentang hakikat manusia. Suatu teori belajar
ialah suatu pandangan terpadu yang sistematis tentang cara
manusia berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi suatu
perubhahan kelakuan. Tiap guru mengajar dapat diketahui tori
yang mendasarinya, walaupun guru itu sendiri kurang atau tidak
menyadarinya. Mengenal teori kiranya dapat membantu guru
mamehami atas dasar apa ia melakukannya . (Nasution, 2003)
Sejak ada manusia di dunia ini ia belajar dan ada yang
mengajarnya. Tiap orang tua mendidik anaknya, mengajarnya
berbagai pengetahuan, keterampilan , norma norma, dan
sebagainya. Rasanya semua lancar walaupun tak seorangpun
memikirkan atau menghiraukan ada tidaknya dasar teorinya belajar
dan mengajar dan semua belajar secara wajar. Namun orang
mendirikan sekolah belajar itu dijadikan masalah, dan ternyata
sangat kompleks dan pelik. Apa yang dipelajari di sekolah brbeda
sekali dirumah atau diladang.
Definisi belajar berbeda menurut teori yang dianut secara
trdisional belajar dingggap sebagai menabah pengetahuan. Yang
diutamakan ialah aspek intelektual. Anak anak disuruh
mempelajari berbagai macam mata pelajaran yang memberinya
berbagai pengetahuan yang menjadi miliknya, kebanyakan dengan
menghafalnya. (Usman, 1999)
Pendapat lain yang lebih popular ialah memandang belajar sebagai
perubahan kelakuan, suatu “ change of behaviour” . suatu definisi
yang sering dikutip ialah yang diberikan oleh Ernest R. Hilgard,
sebagai berikut:
Learning is the process, by which an activity orginates or
is changed through training procedures (whether in the
laboratory on in the natural environment) as distinguishe from
changes by factor not attributable to training.

Seorang belajar bila ia ingin melakukan sesuatu kegiatan


sehingga kelakuan berubah . ia dapat melakukan sesuatu yang
sebelumnya tidak dapa dilakukannya. Ia menghadapi situasi dengan
cara lain. Kelakuan harus kita pandang dalam arti yang luas yang
meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat,
penghargaan, sikap, dan lain lain. Jadi belajar tidak hanya mengenali
bidang intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif,
efektif , mauppun psikomotor. Bila guru mengajar matematika, sejarah,
biologi, dan lain lain, ia hendaknya jangan merasa puas bila
pengetahuan anak bertambah , akan tetapi juga agar anak mempunyai
sikap anak yang positif dan menyukai mata pelajaran itu. Perubahan
karena mabuk atau keletihan bukan hasil belajar karena tidak diperoleh
melalui kegiatan belajar. Demkin pula kemampuan binatang karena
pertumbuhan instink , seperti membuat sarang, bukan hasil belajar.
Bila kita terima belajar sebagai perubahan kelakuan , maka
pendidik menghadapi tiga soal:
1. Ia harus mengetahui kelakuan apa yang diharapkan dari anak.
Hal ini berkenan dengan tujuan yang akhirnya ditentukan oleh
falsafah pendidikan.
2. Ia mengetahui hingga manakah taraf perkembangan anak, agar
bahan pelajaran dapat dikusai anak.
3. ia harus tahu bgaimana anak belajar sebagaiman guru
mengajakannya , kondisi apa yang harus dipenuhi agar terjadi
proses belajar yang berhasil. (Nasution., 2003)
Sepertiyang telah dikemukakan diatas, kita akan lebih lanjut
membicarakan beberapa teori belajar ynag banyak diterpakan dalam
proses belajar mengajar.

B. Teori Ilmu Jiwa Daya atau Mental Disiplin


Teori pelajar yang palin tua ini beranggapan, bahwa “ otak “ atau
mental manusia terdiri atas sejumlah “ faculties” atau daya daya. Tiap
daya mempunya fungsi tertentu, maka ada daya ingat , daya pikir, daya
tanggap , daya fantasi, dan lain lain. Tujuan pendidkan ialah
memperkkuat daya d aya itu dan ini dilakukan dengan latihan untuk
mendisiplinnya. Daya ingat misalnya dapat dilatih dengan menghafal
nama nama kota, nama panlawan, tahun tahun sejarah , kata kata asing ,
bahkan juga kata atau suku kata yang tidak mengandung arti. Daya
pikir dilatihdengan menghadapkan anak dengan berbagai soal, makin
sulit makin baik, karena nilai latihnya makin tinggi. Mata pelajaran
yang di anggap paling ampuh untuk mendisiplinkan daya-pikir ialah
matematika, dahulu juga bahasa latin yang cukup pelik. Seperti pada
daya ingat, juga pada daya pikir ini tak dihiraukan apa yang dipelajari,
bukan penguasaan bahan yang dipentingkan. Itu semua boleh
dilupakan. Akan tetapi yang tinggal ialah daya ingat , daya pikir. Daya
pikir yang telah terlatih akan dapat digunakan untuk memikirkan apa
saja. Siswa yangtelah terlatih daya pikirnya melalui matematika akan
mudah melanjutkan pelajaran untuk menjadi ahli hokum, insinyur,
akuntan, ahli manajemen, apa saja. Jadi melatih daya daya mentalitu
banyak persammannya dengan melatih otot. Otot terlatih dapat
mengerjakan apa saja. Demikian pula “otak” yang sudah diasah sampai
tajam dapat “menyayat” segala masalah. Ini berarti bahwa transfer
menurut teori ini bersifat mutlak. Daya yang terlatih dapat digunakan
untuk apa saja. Kesanggupan berpikir yang terlatih diaggap dengan
sendirinya dapat dipakai, dapat dipindahkan atau di transfer dalam
bidang bidang lain dalam kehidupan. Disini yang diutamakan bukan
penguasaan bahan, peningkatan kemampuan berbagai daya mental itu.
Teori ini lazim juga di sebut teori mental disiplin, jug teori berdasarkan
“faculty psychology” (Usman, 1999)
Teori “mental discipline” ini sekarang tidak dapat diterima oleh
kebanyakan ahli psikologi dan pendidik professional. Penelitian
eksperimen membuktikan, bahwa daya ingat tidak bertambah
meningkatkan kemampuannya dengan menghafal sejak-sejak.
Demikian pula latihan mental dengan matematika tidak dengan
sendirinya meningkatkan kemampuan belajar politik atau bahasa.
Walaupun telah di anggap tak berlaku lagi, namun di sekolah teori ini
masih dianut. Ada pula sejumlah ilmuwan, pendidik, dan orang tua
merasa yakin akan nilai fisika, matematika untuk meningkatkan untuk
meningkatkan kemampuan anak berpikir.
Teori ini didasarkan atas anggapan, bahwa manusia terdiri atas
dua bagian, yakni bagian rohaniah (dalam istilah psikologi ini “mind”)
dan bagian jasmaniah (substance, matter, body). Substansi fisik ada
persamaannya dengan benda lain seperti batu, gunung, binatang,
tanaman, mempunyai ukuran panjang, lebar, berat. Akan tetapi “mind”
tidak mempunyai ukuran namun sesuatu yang nyata ada. Kepercayaan
akan dualisme pada manusia, jiwa raga, rohaniah jasmaniah, masih
banyak dianut. Lokasi “mind” tak dapat ditentukan dengan pasti, namun
dianggap dalam “otak” yang dianggap alat untuk berbagai kegiatan
mental.
Untuk mendidik anak, perlu “mind”nya dikembangkan dan ini
dilakukan dengan latihan. Dianggap makin keras latihannya, makin
berkembang “mind” itu. Salah satu fungsi mental ialah berpikir yang
dapat dikembangkan dengan bahan pelajaran seperti matematika, Karen
sulitnya. Tujuan latian ini yang utama bukan untuk menguasai bahan
matematika. Yang paling berharga ialah latihan yang di berikan oleh
pelajaran itu. Bahannya dapat dilupakan, akan tetapi kemampuan
berpikir itu sebagai akibat latihan itulah yang penting, karena
kemampuan ini akan memungkinkan anak memikirkan segala hal lain.
“Mind substance” di anggap sama dengan otot, yang dapat dilatih
menjadi kuat dan dapat digunakan untuk berbagai pekerjaan. Makin
keras latihan, makin kuat otot itu.
Salah satu pendirian dalam aliran ini ialah faculty psychology,
yang menganggap bahwa “mind” itu terdiri atas sejumlah bagian atau
“faculty”, yang masing masing mempunyai fungsi atau daya tertentu.
Yang utama ialah daya pengenalan, perasaan dan kemauan. Daya
pengenalan terbagi dalam daya persepsi, imajinasi, ingatan, dan berpikir
atau penalaran. Daya pikir memberi kemampuan untuk memecahkan
berbagai masalah untuk mengambil keputusan. Daya kemauan juga di
anggap sangat penting. Tanpa kemauan yang baik, manusia tidak dapat
memperoleh kebahagian dalam hidupnya dalam masyarakat. Kalo
manusia di anggap tidak intrinsic jahat sejak lahir, maka perlulah di
latih kemauan anak kea rah yang baik . kemauan yang baik dapat
menaklukkan hawa nafsu jahat dan memberi kekuatan untuk memilih
dan melakukan yang baik. Kemauan adalah kunci keberhasilan.
Sepertyi halnya dengan latihan otot, kemauan juga harus di beri latihan
keras dengan memberi pekerjaan yang berat, sulit dan membosankan.
Kalo perlu guru tak perlu segan memberi kecaman, celaan, hukuman,
bahkan menggunakan cambuk untuk memaksa anakmenyelesaikan
pekerjaannya. Pendidikan serupa ini tidak menghiraukan keinginan atau
minat anak, juga tidak memperhitungkan tingkat perkembangan anak.
(Usman, 1999)
Pendirian “mental disiplin” ini banyak mendapat kritil dan di
bantah kenbenarannya secar ilmiah. Thorndike dan Woodworth
melakuakan berbagai eksperimen untuk menguji kebenaran teori ini dan
memperoleh kesimpulan, bahwa teori ini tak dapat di pertahankan
secara ilmiah. Latihan daya mental dalam suatu bidang tidak dengan
sendirinya meningkatkan kemampuan dalam bidang lain. Melatih
kebersihan dalam bidang taerataentu, misalnya pakaian, tidak dengan
sendirinya mempengaruhi kebersihan tulisan anak. Demikian pula di
buktikannya bahwa peningkatan kemampuan mental umum hanya
sedikit akibat pelajaran di sekolah. Peneliti lain membuktikan bahwa
dalam peningkatan kemampuan mental tidak ada kelebhan satu mata
pelajaran di banding dengan pelajaran lain, misalnya matematika tidak
lebih unggul dalam melatih anak berpikir di banding dengan sejarah
atau ilmu bumi. Anak yang pintar sering mengambil matematika
dimana ia dapat menunjukkan kepintarannya dan ia akan banyak
memperoleh manfaat dari pelajaran itu. Akan tetapi anak yang tidak
pintar, tidak akan banyak mendapat keuntungan dari pelajaran itu.
(Usman,1999)
Sekolah yang menjalankan teori mental disiplin ini cenderung di
sebut sebagai skolah yang baik, karena mengutamakan pelajaran yang
sulit seperti matematika dan fisika, akan tetapi dapat di sanksikan
kebenarannya, kareana banyak anak yang tak tahan akan keluar atau di
keluarkan dari sekolah, sehingga yang tinggal hanya anak yang pandai.
Jadi sekolah itu baik bukan karena keunggulan pengajaran dalam
matematika, fisika, kimia, dan lain-lain, melainkan karena keunggulan
siswa yang masih bertahan.
Ini teori mental disiplin ini sudah tidak diterima lagi di kalangan
kebanyakan ahli psikologi. Namun masih ada lagi ilmuwan, orangtua
dan guru yang yakin akan kebaikan latihan mental ini dan
mempraktikannya di sekolah maupun dalam lingkungan keluarga. Dari
segi penelitian ilmiah telah di buktikan bahwa latihan daya-daya mental
tidak otomatis dapat di transfer dalam bidang bidang lain. Transfer
memang masih ada, tetapi bukan dengan cara mendisiplin daya mental.

TEORI APERSEPSI HERBART


J.F. Herbart (1776-1841) pengganti filsuf jerman terkenal
Imanuel Kant tahun 1841, dapat di pandang sebagai tokoh pertama
psikologi belajar modern yang menyimpang dari teori ilmu jiwa daya.
Pengaruh Herbart dalam abad 20 sangat besar. Buah pikirannya
mendominasi pendidikan guru dan pendidikan umumnya di Amerika
Serikat dan bagian lain dunia ini dan hingga sekarang idenya masih
banyak digunakan, walaupun tidak di bawa namanya. Secara teoritis
namanya telah lenyap dari dunia psikologi dewasa ini, namun dala
praktik apa yang dikemukakannya masih berlaku.

Herbart terkenal karena konsep appersepsi yang dikemukakanya.


Apersepsi ialah proses asosiasi antara ide tau Vorstel-lung yang baru
dengan yang lama yang tersimpan dalam bawah sadar individu. Setiap
ada masuk persepsi baru maka ia di sambut oleh yang lama. Ide yang
lama berloma kekuatan untuk memasuki alam bawah sadara untuk
menyambut ide baru. Bila seseorang melihat kapal terbang misalnya,
maka mungkn akan timbul ide burung, atau perjalanan yang pernah
dilakukan ke luar negeri, atau kemajuan atau teknologi, entah yang
mana bergantung pada kekuatan ide yang di simpan atau bahan persepsi
yang tersedia. Persepsi atau pengamatan di peroleh dari lingkungan
melalui alat-dria. Melalui asosiasi di peroleh ide yang sederhana yang
menjadi lebih kompleks melalui asosiasi selanyjutnya. Penggabungan
ide-ide dapat di bandingkan dengan proses kimiawi atau “mental
chemistry”.

Sebelumnya, Jhon locke (1632-1704) telah mengemukakan teori


“tabula rasa” yang mengatakan bahwa “otak” (mind) manusia
semulanya waktu lahir, masih kosong seperti papan tulis bersih . akan
tetapi perangsang, pengalaman dari luar, mengisi mind itu. Apa saja
yang di ketahui manusia dating nya dari luar diri orang itu. Dalam
“otak” itu terjadi hubungan atau asosiasi antara ide-ide.

Masalah asosiasitelah dikemukakan Aristoteles pada abad ke


4SM. Dikatakan nya bahwa asosiasi cenderung terjadi antara hal-hal
yang tampil bersamaan (kontiguitas), yang dating berurutan (suksesi),
yang mempunyai persamaan arti (similaritas) dan yang berlawanan
(kontras). (nasution,2003)

Menurut locke ide-ide itu pasif. Herbart sebaliknya, berpendapat


bahwa ide-ide itu aktif, dinamis, mempunyai kekuatan untuk
bergabung, jadi berlomba untuk bergabung dengan ide baru yang
masuk. Akan tetapi manusia itu sendiri pasif, dan hanya merupakan
wadah tempat asosiasi itu berlangsung. Jadi “mind” itu adalah
isinya.ide mempunyai kekuatan bergabung atau menolak bergabung,
ada afinitas menarik atau menolak, misalanya “murid” dan “guru” akan
saling menarik, akan tetapi “murid” dan “ra-malan cuaca” mungkin
tidak.

Bagi herbart semua persepsi pada hakikatnya apersepsi, oleh


setiap persepsi cenderung akan bergabung dengan bahan yang telah ada.
Tanpa pengalaman yang ada suatau pengamatan atau ide tak ada artinya
dan tak akan di perdulikan sebaliknya ide yang telah tersimpan, akan
tetapi tak mempunyai kesempatan bergabung lambat laun akan lenyap
dengan sendirinya.

Herbart percaya , bahwa ide yang baik akan menghasilkan


kemauan yang baik dan perbuatan yang baik. Jadi kemauan bergantung
pada pikiran. Tugas guru adalah memberikan pikiran yang baik agar
anak berbuat baik. Tujuan pendidikan, menurut herbart ialah mendidik
anak menjadi manusia yang bermoral baik. Seni megajar adalah
menyajikan buah pikiran yang dapat digunakan siswa sepanjang
hidupnya. Guru dapat di pandang “arsitek” dan pembangunan “mind”
dan demikian pula watak siswa.

Minat sangat di pentingkan, pelajarn harus di buat menarik dan


ini tercapai dengan metode mengajar yang baik, di dukung oleh bahan
apersepsi yang banyak. Apa yang disebut apersepsi, sekarang di beri
nama “entry behavior

Walaupun teori herbart ini menunjukan kelemahan karma


terlampu peranan guru, banyak pula sumbangan – nya kepada
pendidikan, antara lain :
1. Ia telah mengencam teori ilmu-jiwa daya.
2. Ia menekankan pendekatan pisikologis dalam belajar mengajar dan
mengemukakan metode mengajar yang dapat di pertanggung jawab
kan.
3. Pendidikan guru menjadi usaha yang penting.
4.Ia mengemukakan pentingnya minat siswa dalam proses belajar.
5.Ia juga membuka jalan untuk mengadakan penelitian eksperimen ini
mengenai prose belajar mengajar.

Metode mengajar yang di kemukakan oleh herbart dan kawan-


kawan yaitu terima langkah itu, sudah cukup terkenal yakni :

1.Persiapan.Guru mengingatkan siswa tentang pengalaman atau


pelajaran yang lampau agar ide-ide yang relefan timbul dalam
kesadaran siswa.
2.Penyajian. Guru menyajikan fakta baru, mungkin melalui demonstrasi
tentang pokok yang dibicarakan.
3.Berbandingan dan abstraksi. Jika guru melakukan ke dua langkah di
atas dengan baik, siswa akan melihat kesamaan ide yang baru dengan
yang telah di ketahui maka terjadi asosiasi antara yang baru dan yang
lama. Dengan abstraksi di maksud melihat unsur-unsur bersamaan.
4.Generalisasi. pada langkah ini siswa mencoba memberi : nama
kepada kedua pasangan fakta atau ide sebagai suatu prinsip.
5.Aplikasi. prinsip yang baru di temukan itu di terapkan untuk
menjelaskan fakta yang lain untuk memecahkan soal lain. Guru dapat
meminta siswa untuk menjelaskan gejala, atau masalah lain.
Walaupun metode ini telah kolot, belun banyak guru yang
menerapkannya sepenuhnya. Sering guru anya menjelaskan sesuatu,
kadang-kadang ada yang membangkitkan pengetahuan yang relevan
yang telah dimiliki siswa, atau dengan istilah sekarang, mengadakan
pre-test. Tak banyak guru pula yang memberi kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan generalisasi dalam bentuk suatu prinsip dan
seterusnya menyuruh siswa untuk menyerapkannya dalam situasi lain.
Jika pendidikan kita masih berpusat pada guru, maka metode Herbart
masih dapat membantu guru.

PSIKOLOGI KOGNITIF JEROME BRUNER

Jerome Bruner (1915) menjadi sangat terkenal dalam dua


pendidikan, setelah Sputnik, sewaktu Amerika Serikat mencari
kurikulum baru untuk mengejar ketinggalan dalam pendidikan
dibanding dengan Uni Sovyet. bruner mengumpulkan ilmuwan yang
paling terkemuka yang bersamaan dengan ahli pendidikan menyusun
buku pelajaran baru dengan proses belajar-mengajar yang baru pula.

Ada dua prinsip penting yang dikemukakan dalam tulisanya,


yakni :
1. Perolehan pengetahuan adalah proses aktif.
2. Individu secara aktif merekonstruksi pengalamanya dengan
menghubungkan pengetahuan baru dengan “internal modal” atau
struktur kognitif yang telah dimilikinya. (Nasution, (2003)

Dalam proses belajar, anak itu partisipan aktif, ia memilih dan


mentransformasi. Tiap orang membentuk suatu model berstruktur
tentang dunia. Ia melihat dunia dengan caranya sendiri. Model itu
memungkinkannya untuk meramalkan, menginter-polasi,
mengekstrapolasi. Dengan intrapolasi dimaksud mengubah pandangan
dengan mengaplikasi pengetahuan baru. Ekstrapolai ialah mengangkat
informasi pada taraf yang melebihi taraf sekedar informasi.

Menurut Bruner, kita melihat dunia ini bukan seperti melihatnya


pada cermin, akan tetapi sebagai konstruk atau model dengan
mengorganisasi informasi dalam bentuk yang lebih umum, sehingga
dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Model itu bukan sekedar
kumpulan informasi, akan tetapi jauh melebihinya. Adanya model itu
timbul karena adanya kemampuan manusi untuk mendeskriminasikan,
melihat persamaan dan membentuk konsep atau katagori.

Belajar ialah memperoleh informasi, yang bersamaan atau yang


bertentangan dengan yang ada, mentransformasi nya, yaitu
memanipulasinya dengan intrapolasi dan ekstrapolasi, agar sesuia
dengan tugas yang dihadapi, dan mengecek keserasiannya dengan
tugas. Untuk ini diperlukan pertimbangan dan penilaian.
Perkembangan menurut Brunner melalui tiga fase, yakni fase
“enactive, iconic, dan symbolic”. Anak menjelaskan sesuatu melalui
perbuatan (ia bergeser ke depan atau ke belakang di papan mainan
untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temanya bermain), ini fase
“ enactivge”. Kenudian pada fase “iconic”, ia menjelaskan
kesimbangan pada gambar atau bagan, dan akhirnya ia menggunakan
bahsa ubtuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase “symbolic”.

Menurut Bruner, sekolah didirikan masyarakt sebagai alat untuk


meningkatakan kemampuan intelektual anak.
Bagaimana pendidikan melakukan tugas itu?
1. Menerjemahkan teori menjadi stuktur yang dapat
dipahami anak melalui dialog atara guru dan anak.
2. mengembangkan rasa kepercayaan pada siswa akan
kemampuannya memecahkan masalah dengan
menggunakna kemampuan mentalnya.
3. membimbing siswa agar ia sendiri dapat mempelajari
berbagai macam bahan pelajaran atau memcahkan
masalah yang dirumuskan sendiri.
4. menggunakan kemampuan mentalnya secara ekonomis
dengan mncari relevansi dan memahami stuktur bahan
yang dipelajarinya.
5. memumpuk kejujuran intelektual.

Dalam mempelajari ilmu pengetahuan ialah mempelajari disiplin


ilmu. Walaupun isinya berguna, namun yang lebih penting ialah
mempelajari cara berpikir dalam disiplin ilmu itu, cara ilmu itu
memcahkan masalah.

Dalam mempelajari ilmu pengetahuan ialah mempelajari


disiplin ilmu. Waqlaupun isinyta berguna, namun yang lebih
penting ialah mempelajari cara berpikir dalam disiplin ilmu itu,
cara ilmu itu memecahkan masalah.

Mengenai proses belajar-mengajar Bruner memberikan


beberapa petujuk :

1. memberi pengalaman agar siswa belajar, bagaiman cara


memecahkan maslah.
2. menstruktur pengetahuan,mengusahakan agar siswa
memahami struktur pelajaran. Memahami berarti dapat
menghubungkannya dengan berbagai hal lain. Kita tak
dapat mengajarkan prinsip-prinsipnya yang pokok,
yang disebut strukturnya.
3. urutan penyajian bahan dapat dilakukan dari yang
sederhana sampai yang lebih abstrak. Tiap pengetahuan
dapat disajikan dalam bentuk yang sederhana yang
dapat dipahami anak pada tingakt usianya. Kepada anak
dapat diartikan tentang computer, statistic, dalam
bentuk yang benar dan jujur, misalnya dengan taraf
enactive, kemudian iconic, dan akhirnya symbolic.
(Nasutio, 2003)

Suatu konsep, prinsip, atau masalah pokok tidak dapat


dipahami sgera, bahkan ada yang tidak kunjung dipahami segera,
bahkan ada yang tidak kunjung dipahami sepenuhnya, akan tetapi
berangsur-angsur makin dipahami sepenuhnya, akan tetapi
berangsur-angsur makin diphami. Bahkan serupa itu dapat di
ajarkan di SD, SMP, SMA, bahkan selanjutnya di Perguruan
Tinggi. Kurikulum yang membicarakan pokok yang sama pada
tingkatan yang senantiasa bertambah tinngi, disebut kurikulum
spiral. Pancasila misalnya, dapat dibicarakan pada berbagai
tingkat pendidikan. Keuntungan kurikulum spiral ialah bahwa
bahan dapat di ajarkan lebih awal dan dengan demikian
mempercepat kesepian atau “readiness” tanpa menunggunya
secara pasif. Itu sebabnya, Brunner tidak merasa terikat oleh
perkembangan menurut fase perkembangan seperti dikemukakan
oleh Piaget. Pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan
kurikulum dengan memberikan sejumlah mata pelajaran jauh
lebiyh awal daripada sedia kala .
4. Motivasi belajar. Bruner menganjurkan untuk
mengurangi motivasi entrinsik, sering berupa pujian,
hadiah, angka baik, dan lain-lain dan mengutamakan
motivasi intrinsic. Motivasi intrinsic ialah bila siswa
menguasai pelajaran, sanggup memecahkan masalah
yang sulit, menaruh minat, merasa turut terlibat, merasa
diri kompeten. Keberhasilan dan kegagalan bertalian
dengan tugas dapat menjadi motivasi intrinsic.
Keberhasilan tak perlu lagi diberi hadiah atau pujian,
ada kemungkinan siswa belajar untuk memperolehnya.
Hadiah yang paling beharga terdapat dalam
keberhasilan melakukan tugas. Kegagalan dapat
menjadi motivasi intrinsic bila menjadi cambuk untuk
mengeluarkan usaha yang lebih banyak. Akan tetapi
kegagalan yang disertai hukuman akan merusak.

Pemecahan masalah dilakukan dengan merumuskan


hipotesis yang di cek kebenarannya berdasarkan data yang
relevan. Pemecahan masalah dapat juga tercapaqi dengan
menggunakan intuisi, yaitu proses berpikir yang tidak
dapat di verbalisasi. Diharapkan siswa didik agar dapat
menemukan jawaban atas masalah dengan usaha sendiri.
Apa yang ditemukan sendiri lebih mantap dan mempunyai
nilai transfer tinggi

.
PRINSIP-PRINSIP UMUM

Walaupun belum ada satu teori belajar yang berlaku bagi semua
jenis belajar, menurut Hilgard, telah ada sejumlah prinsip yang umum
dapat diakui kebenaranya.
1. Ada perbedaan individual mengenai kesanggupan beljar. Apa
yang dapat dipahami oleh anak pandai, belum daopat dipahami
oleh anak yang kurang pandai.
2. motivasi mempertinggi hasil belajar.
3. Motivasi yang berlebih-lebihan dapat menimbulkan gangguan
emosional, dan mengurangi aktivitas belajar.
4. pada umumnya hadiah, pujian, dan sukses lebih menggiatkan
orang belajar daripada hukuman, celaan, dan kegagalan.
5. Motivasi intrinsic memberi hasil yang lebih baik daripada
motivasi intrinsic.
6. Kegagalan dalam belajar sebaiknya diatas dengan adanya
keberhasilan pada masa yang lampau.
7. tujuan hendaknya realistis, jangan terlampau tinggi atau rendah
menimbulkan kegiatan belajar yang tinggi.
8 .Hubungan tidask baik dengan guru dapat menghalangi prestasi
balajar yang tinggi.
9. Hasil blajar yang sebaik-baiknya dicapai apabila murid turut aktif
mengolah dan mencernakan bahan pelajaran dan tidak sekedar
mendengarkan saja.
10. Bahan dan tugas yang bermakna bagi murid lebih diterima dan
dipeljari murid daripada bahan dan tugas yang tak dipahami
maksudya.
11. untuk menguasai sesuatu sepenuhnya, misalnya memainkan lagu
pada piano, diperlukan latihan yang banyak sehingga tercapai
“overleaming”.
12. keterangan tentang hasil yang baik atau kesalahn yang baik atau
kesalahan yang dibuat, membantu murid beljar.
13. Transfer hal yang dipelajari kepada situasi atau problema baru,
akan lebih terjamin bila murid itu sendiri menemukan hubungan
antara kedua hal itu dan selama belajar mendapat kesempatan
menerapkannya dalam berbagai macam situasi.

14. ulangan sebaiknya dilakukan secara berkala agar lebih lama dapat
diingat. (Nasution, 2003
C. Pengaruh Teori Belajar Terhadap Kurikulum

Teori ilmu jiwa daya bertujuan mencapai mental disiplin, yakni


melatih daya mental terutam daya pikir. Tujuan ini sangat sempit.
Bahan pelajaran dapat uniform bagi anak. Bahan pelajaran yang melatih
daya pikir menduduki tempat yang penting. Dalam penentuan bahan,
faktor anak tak berapa dihiraukan. Bahan itu disusun menurut urutan
yang logis sesuai dengan sistematik mata pelajaran itu, jadi biasanya
dimulai dengan definisi atau klasifikasi ilmiah baru kemudian obyek-
obyek atau contoh-contoh yang konkrit.

Teori asosiasi mengutamakan bahan pelajaran yang spesifik,


yang terdiri atas sejumlah S-R dan dikuasai melalui penyajian yang
cermat, hafalan, dan ulangan. Yang disajikan adalah unsur-unsur yang
atomistis, bukan ide-ide yang prinsipil. Penyajian hal-hal yang spesifik
dengan cara yang sangat teliti itu tampak dalam pengajaran
berprograma (programmed instruction) dan “teching machines”. Juga
“job analysis” seperti dilakukan untuk pertama kalinya oleh charters
didasarkan atas teori itu.

Teori Gestalt atau field theory mempunyai tujuan yang luas,


yakni bukan hanya memberikan pengetahuan tapi juga proses
menghadapi dan memecahkan masalah, pengembangan anak,
lingkungan masyarakat anak dan bahan dari berbagai mata pelajaran.
Kurikulum meliputi perkembangan social, emosional, dan intelektual.
Organisasi bahan mata pelajaran dan metode mengajar mengutamakan
hubungan dan integrasi serta pemahaman. Fakta-fakta atau informasi
spesifik diperlukan untuk memperoleh pemahaman itu. Berbeda dengan
teori asosiasi, yang banyak memberi peranan “pasif” kepada anak, teori
Gestalt ini memandang belajar sebagai proses yang memerlukan
aktivitas anak. Karena itu digunakan metode problem-solving dan
inquiry-approach. Anak sendiri harus amenemukan jawan masalah,
dengan bimbingan serta bantuan guru sejauh diperlukan.
TEORI BELAJAR DAN ILMU MENGAJAR

Mengenai proses belajar itu sendiri kita hadapi berbagai –bagai


kesulitan. Banyak macam-macam teori tentang belajar yang di-pakai
secara campur aduk dalam praktek. Teori belajar menurut “mental
discipline” atau ilmu jiwa daya digunakan bersam dengan teori belajar
menurut teori stimulus dan response serta teori conditioning. Lagi pula
banyak jenis-jenis belajar, seperti belajar keterampilan motoris,
mengingat fakta-fakta dan informasi, ke-trampilan intelektual seperti
membentuk konsep, belajar menurut “inquiry approach” memecahkan
masalah, dan belajar sikap, emosi, nilai-nilai, hubungan social, dan
sebagainya. Karena itu tidak ada satu teori umum sebagia pegangan
untuk segala jenis belajar itu.

Kebanyakan teori itu tidak didukung oleh eksperimen-


eksperimen. Penelitian hanya dilakukan mengenai bentuk belajar yang
sederhana dengan binatang. Kita dapat menyangsikan apakah hasil
penelitian itu berlaku pula bagi manusia dalam belajar hal-hal yang jauh
lebih kompleks. Penelitian mengenai belajar dalam situasi belajar dalam
kelas bersifat penelitian jangka pendek, bukan mengenai hal-hal jangka
panjang. Variabel dalam situasi belajar dalam kelas tidak dapat dikuasai
sepenuhnya karena banyak variabel itu. Lingkungan tempat anak
belajar perlu pula diperhatikan, karena anak itu senantiasa merupakan
organisme dalam lingkungan yang turut memepengaruhinya dalam
belajar. (Nasution,2003)

Lagi pula arti istilah-istilah dan pengertian pokok dalam berbagai


teori belajar sebenarnya masih kabut, misalnya “insight” dalam teori
Gestalt, “reinforcement” “trial-and-error” dan pengaruh pujian dan
hukuman dalam belajar menurut teori asosiasi.

Pada umumnya dapat kita katakana bahwa teori asosiasi lebih


serasi untuk mempelajari hal-hal yang sederhana, akan tetapi kurang
sesuai untuk soal-soal yang memerlukan proses mental yang kompleks
seperti berpikir atau memecahkan suatu masalah dan untuk mempelajari
sikap, minat, atau emosi. Akan tetapi cara belajar menurut teori ini lebih
mudah dikuasai, hasilnya segera dapat diketahui dan dinilai. Bahkan
untuk belajar serupa ini Thorndike telah merumuskan sejumlah “laws of
learning”, misalnya bahwa hubungan S-R bertambah erat bila sering
diulangi, bila hubungan itu disertai rasa senang atau puas, dan
sebagainya.
Di lain pihak teori Gestalt atau field theory lebih sesuai untuk
mempelajari hal-hal yang kompleks, yang mengandung masalah. Akan
tetapi kelemahannya ialah, bahwa teori ini terlampau banyak
variabelnya, terlampau kompleks dan tidak dapat dituangkan dalam
bentuk prinsip-prinsip dan hokum-hukum yang cepat dan cermat.
Hanya petunjuk-petunjuk umum yang dapat diberikan.

Oleh sebab belum ditemukan teori belajar yang pasti, maka


sebenarnya belum dapat disusun suatu ilmu mengajar atau “science of
teaching” yang dapat meramalkan dengan pasti hasil suatu kegiatan
mengajar.

D. Hipotesis Tindakan

Optimalisasi pemahaman psikologi belajar dapat meningkatkan


kemampuan siswa dalam membuat jurnal penyesuaian mata pelajaran
administrasi perkantoran siswa kelas XI APK 3 SMK Negeri 1
Surabaya tahun ajaran 2010/2011.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang muncul dalam proses belajar mengajar


sehingga mendasari penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan adalah
rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis masalah yang bersifat
penalaran. Di samping itu seringkali dalam membuat jurnal
penyesuaian mata pelajaran administrasi perkantoran siswa masih
mengalami banyak kesalahan dan menyepelekan pembelajaran
Administrasi perkantoran.

B. Perencanaan

Proses Penelitian putaran I (CI)

1. Melaksanakan observasi dasar

Observasi dasar dilakukan kepada seluruh siswa kelas XI APK 3


SMK Negeri 1 Surabaya tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 2
kelas. Observasi dasar dilaksanakan dalam kondisi siswa mengikuti
pelajaran Administrasi perkantoran di dalam kelas. Waktu observasi
dilaksanakan selama 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan dilaksanakan
selama dua jam pelajaran. Tujuan observasi dasar tersebut adalah: (1)
untuk mengetahui seberapa besar motivasi siswa mengikuti pelajaran
Administrasi perkantoran, (2) mengetahui bagaimana kemampuan
siswa dalam menganalisis masalah berdasarkan penalaran,

2. Latihan melaksanakan tindakan

Dalam latihan pelaksanaan tindakan kelas ini sebagai


pelaksaannya adalah guru mata pelajaran yang berjumlah 2 orang.
Pelaksanaan tindakan dilakukan dengan menggunakan system klasikal.
Materi pelatihan berupa metode penerapan pemahaman psikologi
belajar yang telah disiapkan secara matang oleh guru dan lama
pelaksanaan selama 2 hari dengan waktu 2 jam pelajaran setiap
pertemuan. Tujuan pelatihan ini untuk mengetahui bagaimana kesiapan
guru untuk menerapkan metode ini dengan benar.

3. Melaksanakan tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan kelas ini sebagai pelaksananya


adalah guru kelas yang berjumlah 2 orang. Pelaksanaan tindakan
dilakukan dengan menggunakan system klasikal. Materi pelatihan
berupa penerapan pemahaman psikolog belajar yang telah disiapkan
secara matang oleh guru. Pelaksanaan tindakan dilakukan selama 4 kali
pertemuan dengan waktu 2 jam pelajaran setiap pertemuan. Tujuan
tindakan ini untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menganalisis masalah.

4. Refleksi

Pada bagian ini, yang dikemukakan adalah seberapa hasil


perubahan yang telah diperoleh dari pelatihannya. Selanjutnya
dilaksanakan diskusi dengan tim peneliti. Hasil diskusi tersebut
digunakan untuk menindaklanjuti hasil penelitian pada putaran pertama.

Proses Penelitian Putaran II (CII)


1. Melaksanakan pelatihan ulang kepada guru

Pelatihan ulang dilaksanakan selama 2 kali pertemuan dengan


tujuan mengoreksi dan memperbaiki kelemahan dan kekurangan
pemberian tindakan putaran I.

2. Melaksanakan tindakan

Dalam pelaksaan tindakan kelas ini sebagai pelaksanaannya


adlah guru Administrasi perkantoran yang berjumlah 2 orang. Untuk
melaksanakan tindakan ini dengan menggunakan system klasikal.
Materi pelatihan berupa penerapan, pemahaman psikologi , lama
pelaksanaan selama 4 hari dengan waktu masing-masing 2 jam
pertemuan.
Pada waktu pelaksanaan tindakan ini, guru melakukan observasi
dengan tujuan sama seperti pada putaran pertama yakn: 1) untuk
mengetahui seberapa besar motivsi siswa mengikuti pelajaran
Administrasi perkantoran , 2) mengetahui berbagai kemampuan siswa
dalam menganalisis maslah berdasarkan penalaran.

3. Refleksi

Pada bagian ini, yang dikemukakan adalah seberapa hasil


perubahan yang telah diperoleh dari pelatihan. Selanjutnya ,
dilaksanakan diskusi dengan tim peneliti, guru sebagai praktisi
penelian. Hasil diskusi tersebut mencoba meningkatkan efektivitas
penerapan pemahaman psikologi belajar secara tenstruktur terhadap
mata pelajaran Administrasi perkantoran yang digunakan untuk
menindaklanjuti hasil penelitian pada putaran kedua.

Proses Penelitian Putaran III (CIII)


1. Melaksanakan pelatihan ulang kepada guru

Pelatihan ulang difokuskan pada metode meningkatkan motivasi


belajar siswa melalui penerapan pemahaman psikologi belajar secara
terstruktur. Pelatihan dilaksanakan selama 2 kali pertemuan denga
tujuan mengoreksi dan memperbaiki kelemahan dan kekurangan
pemberian tindakan putaran II yang khusus berkaitan dengan usaha
meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar.

2. Melaksanakan tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan kelas ini sebagai pelaksananya


adalah guru yang berjumlah 2 orang. Untuk pelaksanaan tindakan ini
tetap menggunakan system klasikal. Materi pelatihan berupa penerapan
pemahaman psikologi belajar secara terstruktur dan lama pelaksanaan,
selama 4 hari dengan waktu masing-masing dua jam pertemuan.

Pada waktu pelaksanaan tindakan ini, guru melakukan observasi


dengan tujuan sama seperti pada putaran pertama dan kedua, yakni: 1)
untuk mengetahui seberapa besar motivasi siswa mengikuti pelajaran
Administrasi perkantoran, 2) mengetahui bagaimana kemampuan siswa
dalam menganalisis masalah berdasarkan penalaran

3. Refleksi

Pada bagian ini, dikemukaan hasil perubahan yang telah


diperoleh dri penerapan pemahaman psikologi belajar secara terstuktur.
Selanjutnya, dilaksanakan diskusi dengan tim penelitian yaitu guru
sebagai praktis peneliti. Hasil diskusi tersebut mencoba merumuskan
efektivitas pemahaman psikologi belajar secara terstuktur terhadap mata
pelajaran administrasi perkantoran yang digunakan untuk
menindaklanjuti hasil penelitian pada putaran kedua.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan disalah satu SMK Negeri 1


surabaya tahun ajaran 2010/2011 lebih memudakan proses penelitian
meningkatkan hasil belajar siswa.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi setting penelitian

penelitian ini merupakan tindakan kelas. Adapun jenis tindakan


yang diteliti adalah sebagai berikut. 1) untuk mengetahui seberapa besar
motivasi siswa mengikuti pelajaran administrasi perkantoran, 2)
mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam menganalisis masalah
berdasarkan penalaran

B. Setting / subjek penelitian

Setting atau lokasi PTK ini siswa XI APK 3 SMK Negeri 1


surabaya tahun ajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa 24 ank

C. Laporan per siklus.

1. Siklus 1

Hasil pada siklus pertama, siswa dalam satu kelas dibagi menjadi
4 kelompok masing-masing 6 anak.
Kelompok I 3 siswa
Kemampuan Kelompok II 2 siswa
menganalisis masalah Kelompok III 2 siswa
dalam menyelesaikan Kelompok IV 2 siswa
jurnal penyesuaian mata
pelajaran administrasi
perkantoran
Kelompok I 3 siswa
Motivasi belajar Kelompok II 3 siswa
Kelompok III 2 siswa
Kelompok IV 2 siswa

2. Siklus 2

Kemampuan Kelompok I 3 siswa


menganalisis masalah Kelompok II 5 siswa
dalam menyelesaikan Kelompok III 4 siswa
jurnal penyesuaian mata Kelompok IV 3 siswa
pelajaran asministrasi
perkantoran
Motivasi belajar Kelompok I 4 siswa
Kelompok II 3 siswa
Kelompok III 3 siswa
Kelompok IV 3 siswa

3. Siklus 3

Kemampuan Kelompok I 6 siswa


menganalisis masalah Kelompok II 6 siswa
dalam menyelesaikan Kelompok III 5 siswa
jurnal penyesuaian Kelompok IV 6 siswa
mata pelajaran
administrasi
perkantoran
Motivasi belajar Kelompok I 6 siswa
Kelompok II 5 siswa
Kelompok III 6 siswa
Kelompok IV 6 siswa
D. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukan bahwa optimalisasi pemahaman


psikologi belajar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
membuat jurnal penyelesaian mata pelajaran administrasi perkantoran
melalui siswa kelas XI APK 3 SMK Negeri 1 surabya tahun ajaran
2010/2011 adalah memuaskan. Secara keselurahan hasil penelitian
menunjukan adanya peningkatan, baik dalam menganalisis masalah
maupun motivasi belajar siswa, seperti pada table berikut :

Tabel IV Profil Hasil Penelitian

Kemampuan Siklus I 9 37,5%


menganalisis
masalah memebuat II 15 62,5 %
juranal penyesuaian III 23 95,8%
mata pelajaran
administrasi
perkantoran
Motivasi belajar Siklus I 10 41,6%

II 13 54,1%
III 23 95,8%

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa optimalisasi pemahaman


psikologi belajar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
membuat jurnal penyelesaian mata pelajaran administrasi perkantoran
melalui siswa kelas XI APK 3 SMK Negeri 1 surabya tahun ajaran
2010/2011 adalah memuaskan. Secara keselurahan hasil penelitian
menunjukan adanya peningkatan baik dalam menganalisis masalah
maupun motivasi belajar siswa.

B. Saran

Teori belajar yang dianut berpengaruh terhadap kurikulum yang


dibina. teori ilmu jiwa daya mengutamakan latihan mental yang
diperoleh melalui bahan pelajaran, teori asosiasi mengutamakan
penguasaan bahan pelajaran sendri, sedangkan teori gestalt
mementingkan perkembangan pribadi anak dalam usahan memecahkan
masalah-maslah yang dihadapinya dalam hidupnya.
Teori belajar juga mempengaruhi proses dan kegiatan mengajar-
belajar. Namun mengajar belum didukung oleh psikologi belajar yang
diperkuat oleh eksperimentasi. Karena belajar dalam kelas banyak
variabel yang tidak dapat dikuasai, maka percobaan kebanyakan dapat
dilakukan tentang belajar menurut asosiasi.

DAFTAR PUSTAKA
Slameto, Drs belajar, dan factor-faktor yang mempengaruhinya reneka
cipta. Jakarta 1995

Elita D. Noegroho. Aspek – aspek efektif dalam karakteristik siswa


puspen unika atma jaya. Jakarta. 1982

Hamalik, oemar. Metode belajar dan kesulitan-kesulitan belajar. Tarsito


bandung. 1975.

Keiter, dorthy. Apa rahasia belajar yang berhasil. Pusat bimbingan.


Universitas Kristen satya wacana. Salatiga.

Moh. User usman, 1999 dan lilies setiawati, upaya optimalisasi


kegiatan belajar mengajar, remaja rosdakarya, bandung.

………………., 2000, menjadi guru profersional, remaja rosdakarya,


bandung.

Nana sudjana, 1988, cara belajar siswa aktif, sinar baru, Jakarta
.
Sutrisno hadi, 1989, metodologi research III, andi offset, yogyakarta.

Herman hudoyo, 1990 proses belajar mengajar yang efektif, Jakarta,


sinar baru.

Warji, 1987, langkah-langkah pengajaran remedial , bandung, graham


utama

Nasution, 2003. asas-asas kurikulum. Jakarta. Bumi aksara.

Anda mungkin juga menyukai