Anda di halaman 1dari 34

BAB I

DEFINISI

1. Asesmen pasien adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase pre-rumah
sakithingga manajemen pasien di rumah sakit, yaitu proses dimana dokter, perawat, dietisien
mengevaluasi data pasien baiksubyektif maupun obyektif untuk membuat keputusan
terkait:
a. Status kesehatan pasien
b. Kebutuhan perawatan
c. Intervensi
d. Evaluasi
2. Asesmen tempat kejadian adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis saat tiba
di tempat kejadian.
3. Berdasarkan kapan dilakukannya suatu asesmen, maka asesmen terdiri dari asesmen awal
dan asesmen ulang.
a. Asesmen Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana dokter,
perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama sejak pasien masuk
rawat inap atau bisa lebih cepat tergantung kondisi pasien dan dicatat dalam rekam
medis.
b. Asesmen Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana dokter
mengevaluasi data pasien baru rawat jalan.
c. Asesmen Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter, perawat,
dietisien mengevaluasi ulang data pasien setiap terjadi perubahan yang signifikan atas
kondisi klinisnya.
4. Berdasarkan jenis asesmen di rumah sakit, maka asesmen terdiri dari :
a. Asesmen medis yaitu asesmen yang dilakukan oleh dokter dan/atau dokter gigi
yangkompeten.
b. Asesmen keperawatan yaitu asesmen yang dilakukan oleh perawat (termasuk
bidan)yang kompeten.
c. Asesmen yang lain, antara lain :
1) Asesmen gizi/asesmen nutrisional merupakan asesmen atau pengkajian
untukmengidentifikasi status nutrisi pasien.
2) Asesmen farmasi merupakan asesmen atau asuhan untuk
mengidentifikasikebutuhan farmasi (obat atau alkes).
3) Asesmen fisioterapi merupakan asesmen untuk menilai kebutuhan atau
statusfungsional pasien.

1
4) Asesmen nyeri merupakan asesmen atau pengkajian untuk mengidentifikasi
rasanyeri/sakit pasien.
5) Asesmen risiko jatuh merupakan proses asesmen awal risiko pasien jatuh
danasesmen ulang terhadap pasien yang diindikasikan terjadi perubahan kondisi
ataupengobatan.
6) Asesmen gawat darurat merupakan asesmen atau pengkajian terhadap
pasiendengan kondisi gawat darurat atau emergensi.
7) Asesmen khusus yaitu asesmen individual untuk tipe-tipe pasien atau
populasipasien tertentu yang didasari atas karakteristik yang unik, yaitu pada
pasien-pasien :anak-anak, dewasa, sakit terminal, wanita dalam proses melahirkan,
wanita dalamproses terminasi kehamilan.
5. Rekam Medisadalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
6. DPJP adalah seorang dokter / dokter gigi yang bertanggung jawab atas pengelolaan asuhan
medis seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab terhadap kelengkapan, kejelasan dan
kebenaran serta ketepatan waktu pengembalian dari rekam medis pasien tersebut
7. Case Manager adalah perawat yang bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan atas
setiap pasien. Tujuannya untuk menjamin mutu asuhan keperawatan dari pasien tersebut.
8. Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan & kebidanan yang
diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang di mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang
optimal
9. Dietisien adalah seorang profesional medis yang mengkhususkan diri dalam diet etika, studi
tentang gizi dan penggunaan diet khusus untuk mencegah dan mengobati penyakit.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Asesmen Pasien
Asesmen pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang
berkompeten memberikan pelayanan secara professional dan melibatkan ahli lain bila
diperlukan.Profesional Pemberi Asuhan (PPA) terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker,dan fisioterapis.
Lingkup asesmen pasien meliputi pasien di rawat jalan, IGD dan Rawat inap
sertamelibatkan unit penunjang lain seseuai dengan kebutuhan pasien.
Dalam asesmen, pasien dan keluarga harus diikutsertakan dalam seluruh proses, agar
asuhan kepada pasian menjadi optimal. Pada saat evaluasi, bila terjadi perubahan yang
signifikan terhadap kondisi klinis pasien, maka harus segera dilakukan asesmen ulang. Bagian
akhir dari asesmen adalah melakukan evaluasi, umumnya disebut monitoring yang
menjelaskan faktor-faktor yang akan menentukan pencapaian hasil-hasil nyata yang
diharapkan pasien.

3
1. Alur Masuk Rawat Jalan

Mulai

Pasien
Masuk Poliklinik

Keperawatan
 Memeriksa kelengkapan administrasi
 Mengentri data px ke divisi yang dituju

Prosedur
DPJP Penunjang
Asesmen medis :Anamnesis &
Pemeriksaan fisik

DPJP
ya
Perlu Penunjang? Menulis surat dan
entri work order
tidak

Perlu Tindakan?

Perlu MRS?
tidak
ya DPJP
Menulis surat permintaan
DPJP MRS
Kasus Bedah?
Menulis resep /
surat kontrol / ya
rujuk balik DPJP Bedah Prosedur
Menulis pengantar MRS Pendaftaran
MRS di TPPRI

Selesai

4
2. Alur Masuk Rawat Inap

Mulai

Pasien
Tandatangani persetujuan perawatan dalam RM 01

DPJP Keperawatan
Dietisien Mengasesmen awal medis :
Mengasesmen Mengasesmen awal Kprwt. :
 Anamnesis &pemeriksaan fisik  Keluhan utama
Status Gizi
 Diagnosis kerja  Kenyamanan/aktivitas/proteksi
 Pemeriksaan penunjang  Pola makan& eliminasi
 Rencana terapi  Respon emosi&kognisi
Perlu terapi gizi?  Skrining nyeri  Sosio-spiritual

DPJP
 Menulis Resep / alkes dalam lembar RPO  Asesmen Kebutuhan Rohani
 Meminta diagnosa penunjang  Asesmen Risiko Jatuh
Ya  Asesmen Nyeri
Dietisien
Apoteker Keperawatan
Kolaborasi Asuhan Keperawatan. :
Menyiapkan obat / alkes
Pemberian nutrisi  Data khusus/fokus
 Masalah/dx keperawatan
DPJP  Tgl / jam intervensi
Melakukan terapi sesuai PPK dan CP  Tgl/jam evaluasi (SOAP)

DPJP/ Keperawatan /Dietisien


Mengasesmen ulang medis / keperawatan/gizi
 Observasi tanda vital,nyeri & keluaran cairan harian
 Perkembangan terintegrasi
 Monitor harian

DPJP&Keperawatan
Merencanakan pemulangan pasien

DPJP/Keperawatan/Apoteker/Dietisienis
Memberikan edukasi kepada pasien / keluarga

DPJP
Perlu HCU / ICU? Meminta persetujuan
Ya
masuk HCU
Tidak
DPJP
 Melakukan penanganan lanjutan Prosedur
 Mengisi Form Discharge Planning HCU ICU

Belum Meninggal DPJP


Sembuh ? Menulis sebab kematian

Ya

DPJP Prosedur
 Mengisi Form resume medis kamar jenazah
Selesai  Membuat surat rujuk balik / kontrol poli

5
BAB III
TATA LAKSANA

A. ASESMEN AWAL
Seluruh pasien baik rawat inap maupun rawat jalan harus mendapat asesmen awal
sesuai standar profesi medik, keperawatan dan profesi lain yang berlaku di RSI Garam
Kalianget.
Asesmen awal minimal meliputi :
1. Rawat Jalan
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Odontogram klinik untuk pasien kasus gigi
j. Persetujuan tindakan bila diperlukan
2. Rawat Inap
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila diperlukan
i. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yangmemberikan pelayanan kesehatan
j. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu
k. Odontogram klinik untuk pasien kasus gigi

6
3. Asesmen Gawat Darurat
a. Identitas pasien
b. Kondisi pasien saat tiba di sarana pelayanan kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu
e. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
g. Diagnosis
h. Pengobatan dan/atau tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
tindak lanjut
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain
l. Pelayanan lain yang diberikan kepada pasien
Asesmen awal harus menghasilkan pemahaman tentang penanganan yang
sebelumnya telah diterima pasien, serta kebutuhan pasien saat dilakukan asesmen, keputusan
tentang pelayanan apa yang terbaik untuk pasien (best setting of care) serta adanya diagnosis
awal.

B. ASESMEN ULANG
Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi
danpengobatan untuk menetapkan respon terhadap pengobatan dan untuk
merencanakanpengobatan atau untuk pemulangan pasien.
Asesmen ulang dilakukan di rawat inap atau di ruang perawatan intensif dalam
bentukcatatan perkembangan terintegrasi dengan para pemberi asuhan yang lain.
Catatan perkembangan berisi catatan data subjektif dan objektif dari perjalanan
danperkembangan penyakit. Secara umum catatan perkembangan berisikan hal-halsebagai
berikut:
1. Apakah keluhan dan gejala pasien sekarang? Adakah perubahan?
2. Adakah perubahan dalam penemuan pemeriksaan fisik?
3. Apakah ada data laboratorium baru?
4. Adakah perubahan formulasi kasus atau hubungan dari berbagai masalah medissatu
dengan yang lain?
5. Adakah rencana yang baru dalam rencana diagnostik dan pengobatan pasien?

7
6. Suatu catatan lanjutan yang baik dapat segera memberikan keterangan untuk
berbagaihal penting dan paling sedikit bisa menjawab hal-hal sebagai berikut :
a. Apakah ada keterangan diagnostik baru?
b. Apakah pasien menjadi lebih baik atau lebih buruk?
c. Apakah obat yang dipilih bekerja dengan baik?
d. Apakah tindak lanjut diagnostik dan pengobatan berjalan atau direncanakan?
Cara penulisan data dengan format problem oriented dikenal dengan konsep SOAP.
Konsep SOAP terdiri dari 4 bagian:
1. S = Subjective
Data subyektif yang berisikan keluhan pasien. Seringkali perkataan pasien ditulis
dalamtanda kutip supaya dapat menggambarkan keadaan pasien.
2. O = Objective
Data obyektif yang berisikan hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3. A = Assessment
Penilaian yang berisikan diagnosa kerja dan/atau diagnosa banding sebagai hasilintegrasi
pemikiran dokter (berdasarkan pengetahuannya mengenai patofisiologi,epidemiologi,
presentasi klinis penyakit, dan lain sebagainya) terhadap data subjektifdan objektif yang
ada.
4. P = Plan (Rencana/Instruksi)
Rencana yang berisikan rencana diagnosa, rencana terapi (medikamentosa dan
nonmedikamentosa), rencana monitoring, dan rencana edukasi/penyuluhan.

C. ASESMEN GAWAT DARURAT


1. Asesmen gawat darurat dilakukan di instalasi gawat darurat untuk pasien dengan kategori
triase prioritas 1 (merah) dan prioritas 2 (kuning).
2. Asesmen awal gawat darurat dilakukan oleh dokter atau perawat yang terlatih dalam
melakukan asesmen gawat darurat.
3. Asesemen gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian gawat darurat,
survei primer (jalan napas, pernapasan, sirkulasi, disabilitas, dan eksposur). Untuk
asesmen di IGD, asesmen tambahan dilakukan sesuai format yang tertera di Formulir
Asesmen Gawat Darurat.
4. Asesmen gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 5 menit sejak pasien tiba
di RS. Tiara Sella untuk pasien prioritas 1 dan maksimal 15 menit untuk pasien prioritas
2.
Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi:
a. Persiapan
b. Triase

8
c. Survei primer
d. Resusitasi
e. Tambahan terhadap survei primer dan resusitasi
f. Pertimbangkan kemungkinan rujukan
g. Survei Sekunder (pemeriksaan head to toe dan anamnesis)
h. Tambahan terhadap survei sekunder
i. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
j. Penanganan definitif
5. Baik survei primer dan sekunder dilakukan berulang-kali agar dapat mengenali
penurunan keadaan pasien, dan memberikan terapi bila diperlukan. Urutan kejadian diatas
diterapkan seolah-olah berurutan (sekuensial), namun dalam praktek sehari-haridapat
berlangsung bersama-sama (simultan). Penerapan secara berurutan ini merupakan suatu
cara atau sistem bagi dokter untuk menilai perkembangan keadaan pasien.
6. Hasil asesmen gawat darurat didokumentasikan di rekam medis dalam kronologi waktu
yang jelas,dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan yang dilakukan.
7. Dokter membubuhkan tanda tangan dan nama jelas di akhir dari penulisan di rekam
medis.
8. Apabila pasien sedang menerima prosedur rawat jalan (endoskopi, biopsy, dll) maka
pengkajian awal diharuskan tidak lebih dari 30 hari. Apabila sudah lebih dari 30
hari,maka riwayat kesehatan dan pemeriksan fisik harus diperbaharui.
9. Asesmen lanjutan rawat jalan untuk pasien kontrol. Pada setiap kunjungan
lanjutan,keluhan utama, tanda-tanda vital menjadi fokus asesmen, evaluasi test diagnostik
dan rencana penatalaksanaan harus dilakukan dan didokumentasikan sesuai dengan jenis
kunjungannya.

D. ASESMEN RAWAT JALAN


1. Asesmen pasien rawat jalan dilakukan di IGD, Poli klinik rawat jalan.
2. Asesmen awal pasien rawat jalan dilakukan oleh perawat dan dokter sesuai dengan
format yang telah ditetapkan.
3. Asesmen awal rawat jalan dilakukan terhadap setiap pasien baru atau pasien lama dengan
keluhan yang baru.
4. Asesmen awal keperawatan rawat jalan berisi:
a. Keluhan utama/alasan untuk kedatangan dan riwayatnya.
b. Riwayat alergi obat dan makanan.
c. Riwayat pengobatan.
d. Keadaan umum meliputi tanda vital dan antropometri (khusus untuk anak-anak
danmedical check up)

9
e. Asesmen psikologis, status sosial dan ekonomis, skrining gizi awal, dan status
fungsional.
f. Asesmen risiko jatuh
g. Asesmen nyeri
5. Asesmen medis rawat jalan dilakukan oleh dokter spesialis di poliklinik rumah sakit atau
dokter umum di IGD RS.Tiara Sella Bengkulu.
6. Asesmen rawat jalan didokumentasikan di rekam medis sesuai ketentuan / kebijakan
rekam medis dengan keterangan yang jelas mengenai waktu pemeriksaan (tanggal dan
jam), dan minimal menuliskan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang relevan untuk
justifikasi diagnosis dan terapi.
7. Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut : Asesmen penyakit dalam,
anak, mata, dan bedah tidak memiliki standar khusus,dilakukan sesuai keluhan pasien dan
standar profesi.
8. Asesmen poliklinik gigi, Obstetri & Ginekologi, dilakukan sesuai format yang ada diform
asesmen khusus untuk dokter atau perawat.

E. ASESMEN MEDIS RAWAT INAP


1. Asesmen Awal
Asesmen awal medis pasien rawat inap dilakukan oleh dokter ruangan sesaat
setelah pasien masuk ke ruang rawat inap atau DPJP. Hasil asesmen awal oleh dokter
jaga ruangan didokumentasikan di Form Asesmen Awal Rawat Inap Medis dan
dilaporkan ke DPJP. Asesmen awal medis rawat inap dilakukan oleh dokter
penanggung jawab pasien (DPJP) pada saat admission (saat pasien masuk ruang
perawatan) sekaligus melakukan review hasil asesmen jika asesmen awal dilakukan
oleh dokter ruangan.
Jika sebelum masuk rawat inap pasien telah mendapatkan asesmen dokter yang
akan merawat, maka jika pasien dilakukan asesmen kurang dari 24 jam, pasien dalam
keadaan tanpa kegawatdaruratan medik dapat langsung menjalani poses
admission.Sedangkan jika pasien dengan asesmen lebih dari 24 jam sebelum pasien tiba
di RS. Tiara Sella, maka pasien harus menjalani asesmen ulang di IGD RS. Tiara Sella
guna memastikan bahwa diagnosis masih tetap dan tidak ada kegawatan lain sebelum
pasien masuk ke ruang rawat inap.
Asesmen medis rawat inap didokumentasikan di rekam medis sesuai ketentuan
/kebijakan rekam medis, dan minimal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik (dan
penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi
Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :

10
a. Asesmen penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus, dilakukan
sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
b. Asesmen Medik kasus Anak & Neonatus dilakukan sesuai format yang ada di form
asesmen khusus.
Asesmen awal medis rawat inap oleh DPJP maksimal dilakukan 24 jam sejak
admission atau lebih cepat sesuai dengan kondisi pasien. Ketentuannya sebagai berikut :
UNIT Jangka waktu Asesmen Awal
Perawatan Kritis (HCU) Dalam 2 jam
Kebidanan (Labour and delivery) Dalam 2 jam
Kamar Bayi Dalam 8 jam
Pasca persalinan (Maternity) Dalam 8 jam
Dewasa Bedah / Non Bedah Dalam 24 jam
Anak-anak Dalam 24 jam

2. Asesmen Ulang
a. Asesmen ulang oleh dokter yang menangani menjadi bagian integral dari
perawatan berkelanjutan pasien.
b. Dokter harus memberikan asesmen setiap hari, termasuk di akhir pekan terutama
untuk pasien akut.
c. Asesmen ulang dilakukan untuk menentukan apakah obat-obatan dan
penatalaksanaan lainnya berhasil dan apakah pasien dapat dipindahkan atau
dipulangkan.
d. Dokter harus melakukan asesmen ulang apabila terdapat perubahan signifikan
dalam kondisi pasien atau perubahan diagnosis pasien dan harus ada revisi
perencanaan kebutuhan perawatan pasien, sebagai contoh: pasien pasca operasi.
e. Hasil dari asesmen yang dilakukan akan didokumentasikan dalam Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).

F. ASESMEN KEPERAWATAN
Asesmen keperawatan dilakukan oleh perawat.
1. Asesmen Awal
a. Asesmen awal keperawatan pasien rawat inap didokumentasikan dalam form
asesmen awal keperawatan secara lengkap dan dilakukan maksimal 24 jam sejak
pasien masuk diruang rawat inap.
b. Asesmen keperawatan berdasarkan umur (neonatus, anak, dan dewasa),
kondisi,diagnosis dan perawatan akan meliputi sekurang-kurangnya:

11
1) Tanda-tanda vital (termasuk tinggi dan berat badan, apabila tidak dilengkapi
di gawatdarurat).
2) Riwayat Alergi
3) Penilaian fisik
4) Pengkajian social, psikologis dan kultural
5) Skrining gizi awal
6) Asesmen Nyeri
7) Asesmen risiko jatuh (skala morse dan humpty dumty)
8) Riwayat imunisasi (untuk pasien anak)
9) Asesmen resiko fungsional
10) Kebutuhan edukasi
c. Upaya pengumpulan data yang tidak dapat diperoleh/ dinilai pada saat asesmen
awal akan dilanjutkan sampai dengan saat pasien dipulangkan.
d. Masing-masing kebutuhan perawatan kesehatan, kesiapan untuk belajar, dan
halangan pembelajaran juga akan dikaji pada saat penerimaan dan
didokumentasikan.
2. Asesmen Ulang
a. Asesmen ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal 1kali dalam
setiap shift dinas,kecuali ada perubahan kondisi pasien dan/atau diagnosis pasien
dan untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi. Asesmen ulang
keperawatan didokumentasikan dalam form catatan perawatan pasien terintegrasi
(CPPT) dan catatan implementasi.
b. Asesmen ulang keperawatan pasien intensif dan semi intensif dilakukan secara
kontinyu,dan didokumentasikan dalam chart minimal setiap interval satu jam.
c. Asesmen ulang keperawatan akan mencerminkan minimal review data spesifik
pasien,perubahan yang berhubungan dengannya, dan respon terhadap intervensi.
d. Asesmen ulang akan lebih sering dilengkapi sesuai dengan populasi pasien
dan/atau kebutuhan individu pasien.

G. ASESMEN PERI OPERATIF


1. Asesmen peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain dengan
kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator utama.
2. Asesmen pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di rekam
medis yang minimal meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta penunjang jika
standar profesi medik mengharuskan demikian) harus menunjukkan justifikasi dari
tindakan operatif yang akan dilakukan.

12
3. Asesmen pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing, dan
didokumentasikan dalam rekam medis. Diagnosis pasca operasi harus dituliskan, serta
rencana penanganan pasca operasi.
4. Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana asesmen pasien belum dilakukan
dan didokumentasikan di rekam medis, termasuk proses untuk mendapatkan persetujuan
tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar bedah.

H. ASESMEN PERI ANESTESI DAN SEDASI


1. Asesmen peri anestesi meliputi :
a. Asesmen pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk operasi cito
dapat digabungkan dengan asesmen pre induksi.
b. Asesmen pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi, sesaat sebelum
induksi dimulai)
c. Monitoring durante anestesi / sedasi
d. Asesmen pasca anestesi / sedasi
2. Asesmen peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi sesuai standar
ikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI).
3. Asesmen pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan didokumentasikan dalam
rekam medis secara lengkap
4. Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana asesmen pasien belum
dilakukan dan didokumentasikan di rekam medis, termasuk proses untuk mendapatkan
persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining dilakukan oleh unit kamar
bedah atau unit lain yang melakukan sedasi.

I. SKRINING DAN ASESMEN GIZI


1. Skrining status nutrisi dilakukan oleh perawat untuk pasien poliklinik, IGD dan rawat
inap dengan menggunakan MST (Malnutrition Screening Tool).
2. Jika pada hasil skrining ditemukan pasien berisiko tinggi mengalami Protein Energy
Malnutrition (PEM), maka perawat yang melakukan skrining melaporkan kepada dokter
penanggung jawab pasien.
3. Dokter akan melakukan pengkajian nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana perlu
pasien akan dikonsultasikan ke ahli gizi RS.Tiara Sella.
4. Hasil pengkajian status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien pasien
didokumentasikan dalam rekam medis.
5. Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik
berkaitan dengan status gizi pasien.

13
6. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien rawat inap
perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang dimiliki pasien
sebagai bagian dari asesmen.

J. ASESMEN KEMAMPUAN AKTIVITAS HARIAN (STATUS FUNGSIONAL)


1. Asesmen kemampuan melakukan aktivitas harian (status fungsional) dilakukan sebagai
bagian dari asesmen awal pasien rawat jalan dan rawat inap oleh perawat.
2. Asesmen ini perlu meliputi :
a. Metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
b. Apakah kondisi ruang perawatan dan atau pelayanan yang dibutuhkan pasien sudah
sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.
c. Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan tingkat
ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang merawat pasien
ini mengetahui kebutuhan pasien akan bantuan.
d. Termasuk dalam pengkajian ini adalah pengkajian risiko jatuh yang akan dibahas
secara terpisah di poin berikut ini.

K. ASESMEN RISIKO JATUH


1. Asesmen risiko jatuh didokumentasikan di form asesmen pasien.
2. Asesmen risiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke rumah
sakit di unit rawat inap, instalasi gawat darurat dan unit-unit lainnya.
3. Asesmen ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat risiko jatuh
dari pasien.
4. Asesmen risiko jatuh diulang bila :
a. Pasien jatuh
b. Pasien menerima obat yang meningkatkan risiko jatuh (termasuk pasien post
operatif maupun tindakan lainnya)
c. Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.
5. Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa :
a. Rawat jalan menggunakan “Time Up and Go”.
Ya Tidak
a. Perhatikan cara berjalan pasien saat akan duduk di kursi, apakah pasien
tampak tidak seimbang (sempoyongan / limbung)?
b. Apakah pasien memegang pinggiran kursi atau meja atau benda lain
sebagai penopang saat akan duduk?

14
b. Asesmen risiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale (Skala
jatuh morse) sebagai berikut:
Faktor risiko Skala Poin
Riwayat jatuh Ya 25
Tidak 0
Diagnosis sekunder(≥2 diagnosis Ya 15
medis) Tidak 0
Alat bantu Berpegangan pada perabot 30
Berpegangan pada perabot 15
Tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0
Terpasang infuse Ya 20
Tidak 0
Gaya berjalan Terganggu 20
Lemah 10
Normal/tirah baring/imobilisasi 0
Status mental Sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
Sadar akan kemampuan diri sendiri 0
Total
Kategori :
Risiko Tinggi = ≥ 45
Risiko Rendah = 25-44
Tidak ada Risiko = 0-24

15
c. Asesmen risiko jatuh pada pasien anak menggunakan Humpty Dumpty sebagai
berikut:
Faktor Risiko Skala Poin
Umur Kurang dari 3 tahun 4
3 tahun – 7 tahun 3
7 tahun – 13 tahun 2
Lebih 13 tahun 1

Jenis Kelamin Laki – laki 2


Wanita 1
Diagnosa Neurologi 4
Respiratori, dehidrasi, anemia, anorexia, syncope 3
Perilaku 2
Lain – lain 1
Gangguan Kognitif Keterbatasan daya piker 3
Pelupa, berkurangnya orientasi sekitar 2
Dapat menggunakan daya pikir tanpa hambatan 1
Riwayat jatuh atau bayi / balita yang ditempatkan di 4
tempat tidur
Faktor Lingkungan Pasien yang menggunakan alat bantu/ bayi balita 3
dalam ayunan
Pasien di tempat tidur standar 2
Area pasien rawat jalan 1
Dalam 24 jam 3
Respon terhadap pembedahan, Dalam 48 jam 2
sedasi, dan anestesi Lebih dari 48 jam / tidak ada respon 1
Penggunaan obat-obatan Penggunaan bersamaan sedative, barbiturate, anti 3
depresan, diuretik, narkotik
Salah satu dari obat di atas 2
Obatan –obatan lainnya / tanpa obat 1
TOTAL

Kategori:
Skor :7-11 Risiko Rendah (RR)
≥ 12 Risiko Tinggi (RT)

16
L. SKRINING PSIKOLOGIS
1. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format yang ada
diformulir asesmen pasien.
2. Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format yang ada
dilembar asesmen keperawatan.

M. ASESMEN SOSIO-EKONOMI-BUDAYA
Asesmen sosio, ekonomi dan budaya dilakukan oleh dokter, perawat dan petugas
administrasi RS. Tiara Sella.
Asesmen sosio-ekonomi-budaya oleh dokter dilakukan dengan cara :
1. Melihat data agama, pendidikan, pekerjaan yang tertulis di lembar Ringkasan Masuk.
2. Melakukan anamnesis langsung (Auto-anamnesis) maupun tidak langsung
(Alloanamnesis) untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan dan
kemauan pasien untuk kelanjutan proses pengobatannya.
3. Asesmen oleh dokter bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai latar belakang
pasien secara holistik guna membuat rencana penanganan pasien yang terbaik sesuai
dengan keadaan sosio – ekonomi – budaya dari pasien tersebut.
Asesmen sosio-ekonomi-budaya oleh perawat dilakukan dengan cara :
1. Melakukan pengkajian langsung dan mendokumentasikan dalam form asesmen
keperawatan.
2. Mengisi form kebutuhan edukasi pasien
3. Asesmen oleh petugas administrasi dilakukan dengan tujuan memenuhi kelengkapan
administrasi dari pasien.
Pada asesmen sosio-ekonomi-budaya pasien rawat inap dan initial assessment pasien rawat
jalan perlu ditanyakan pula :
1. Apakah pasien perlu bantuan untuk memahami informasi mengenai pelayanan kesehatan?
2. Tanyakan pula bagaimana pasien lebih suka menerima informasi (membaca, mendengar
atau melihat?)
3. Bahasa apa yang paling dirasa nyaman bagi pasien untuk mengkomunikasikan mengenai
penyakitnya. Dalam hal penyedia layanan (dokter/perawat) tidak dapat berbicara dalam
bahasa yang paling nyaman untuk pasien tersebut, maka diupayakan mencari keluarga
pasien atau staf RS. Tiara Sella yang mempu menjembatani komunikasi dengan baik
kepada pasien atau walinya.
4. Dalam hal pasien diwakili oleh wali (surrogate), misalnya pasien anak-anak atau kondisi
secara fisik atau psikis terganggu, maka pertanyaan-pertanyaan di atas perlu diajukan
kembali pasien tersebut.

17
5. Apakah ada hal-hal terkait dengan budaya / kepercayaan yang dianut yang berhubungan
dengan proses perawatannya? Termasuk menanyakan adanya obat-obat alternatif
yangdikonsumsi atau dilakukan selama perawatan.

N. SKRINING DAN ASESMEN NYERI


1. Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat maupun
rawat inap
2. Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri
3. Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang melakukan
skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
4. Dokter akan melakukan pengkajian nyeri terhadap pasien, dan melakukan
penanganannyeri sesuai standar profesi.
5. Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama setiap
harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam sehari pasien
mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)
6. Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan.
7. Assesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a. Lakukan assesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan
kunjungan/visite ke pasien.
b. Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri,
setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
c. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap
5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.
d. Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
e. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau
bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan,nyeri neuropatik).
8. Skala Nyeri
a. Numeric Rating Scale
1) Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya

18
2) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10
 0 = tidak nyeri
 1–3 = nyeri ringan (sedikit menganggu aktivitas sehari-hari).
 4–6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari).
 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).
Gambar NRS (Numerical Rating Scale)

b. Wong Baker Faces Pain Scale


1) Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan assesmen ini.
2) Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan.
3) Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :
a) Lokasi nyeri
b) Kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran
c) Onset, durasi, dan faktor pemicu
d) Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
e) Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
f) Obat-obatan yang dikonsumsi pasien

c. Comfort Scale
1) Indikasi : pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif/kamar
operasi/ruangrawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric
Rating Scale dan Wong Baker Faces Pain Scale.
2) Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5,
dengan skor total antara 9 – 45.
a) Kewaspadaan
b) Ketenangan

19
c) Distress pernapasan
d) Menangis
e) Pergerakan
f) Tonus otot
g) Tegangan wajah
h) Tekanan darah basal
i) Denyut jantung basal
3) Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
1) Tabel Comfort Scale
Kategori Skor Tanggal Waktu
Kewapadaan 1. Tidur pulas / nyenyak
2. Tidur kurang nyenyak
3. Gelisah
4. Sadar sepenuhnya dan waspada
5. Hiper alert
Ketenangan 1. Tenang
2. Agak cemas
3. Cemas
4. Sangat cemas
5. Panik
Distress 1. tidak ada respirasi spontan dan tidak ada batuk
pernapasan 2. respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada
respon terhadap ventilasi
3. kadang-kadang batuk atau terdapat tahanan
terhadap ventilasi
4. seringa batuk, terdapat tahanan / perlawanan
terhadap ventilator
5. melawan secara aktif terhadap ventilator,
batuk terus-menerus / tersedak
Menangis 1. bernapas dengan tenang, tidak menangis
2. terisak-isak
3. meraung
4. menangis
5. berteriak

20
Pergerakan 1. Tidak ada pergerkan
2. Kadang-kadang bergerak perlahan
3. Sering bergerak perlahan
4. Pergerakan aktif / gelisah
5. Pergerakan aktif termasuk badan dan kepala
Tonus otot 1. otot relaks sepenuhnya tidak ada tonus otot
2. penurunan tonus otot
3. tonus otot normal
4. peningkatan tonus otot dan rileks jari tangan
dan kaki
5. kekakuan otot ekstrim dan rileks jari tangan
dan kaki
Tegangan wajah 1. otot wajah relaks sepenuhnya
2. tonus otot wajah yang nyata
3. tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata
4. tegangan hampir di seluruh otot wajah
5. Seluruh otot wajah tegang meringis
Tekanan darah 1. Tekanan darah di bawah batas normal
basal 2. Tekanan darah berada di batas normal secara
konsisten
3. Pengingkatan tekanan sesekali ≥ 15% di atas
batas normal (>3 kali dalam observasi selama
2 menit)
4. Seringnya peningkatan tekanan darah ≥ 15%
di atas batas normal (>3 kali dalam observasi
selama 2 menit)
5. Peningkatan tekanan darah terus-menerus ≥
15%
Denyut jantung 1. Denyut jantung di bawah batas normal
basal 2. Denyut jantung berada di batas normal secara
konsisten
3. Peningkatan denyut jantung sesekali ≥ 15%
di atas batas normal (1-3 kali dalam
observasi selama 2 menit)
4. Seringnya penigkatan denyut jantung ≥ 15%
di atas batas normal (> 3 kali dalam

21
observasi selama 2 menit)
5. Peningkatan denyut jantung terus-menerus ≥
15%
Skor Total

2) Neonatus Infant Pain Scale (NIPS)


Suatu instrument penilaian nyeri yang digunakan pada bayi aterm dan pre term usia 0-
1 bulan
No Parameter Skor Kategori Keterangan
1 Ekspresi wajah 0 Rileks Wajah tenang, ekspresi netral
1 Meringis Otot wajah tegang
2 Tangisan 0 Tidak menangis Tenang tidak menangis
1 Merengek Mengerang lemah intermitten
2 Menangis keras Menangis kencang, melengking
terusmenerus (catatan : menangis
tanpa suara diberi skor bila bayi
diintubasi
3 Pola nafas 0 Rileks Bernafas biasa
1 Perubahan nafas Tarikan nafas irregular, lebih cepat
dibandingkan biasa, menahan nafas,
tersedak
4 Tungkai 0 Rileks Tidak ada kekuatan otot, gerakan
tungkai biasa
1 Fleksi/Ekstensi Tegang kaku
5 Tingkat 0 Tidur/bangun Tenang tidur lelap atau bangun
kesadaran

1 Gelisah Sadar atau gelisah


Total Skor
Keterangan skala nyeri sesuai NIPS
1. Skor 0 : bebas nyeri
2. Skor 1-2 : nyeri derajat ringan
3. Skor 3-4 : nyeri derajat sedang
4. Skor > 4 : nyeri derajat berat

22
O. ASESMEN TAMBAHAN
Rumah sakit melaksanakan asesmen tambahan untuk pasien tertentu atau untuk
populasi pasien khusus mengharuskan proses asesmen perlu diubah dan dilayani dirumah
sakit tiara sella. Asesmen tambahan ini disesuaikan dengan keunikan dan kebutuhan setiap
populasi pasien tertentu. merupakan respons terhadap kebutuhan dan kondisi mereka dengan
cara yang dapat diterima oleh budaya dan bersifat rahasia. Populasi tertentu itu diantaranya :
- Neonatus - Pasien dengan kebutuhan untuk P3
- Anak - Sakit terminal/menghadapi kematian
- Pasien dengan rasa nyeri kronik atau nyeri
- Remaja
(intense)
- Obstetric/maternitas - Pasien dengan gangguan emosional atau pasien
- Geriatric psikiatris
- Pasien kecanduan obat terlarang atau alkohol
- Korban kekerasan atau kesewenangan
- Pasien dengan penyakit menular atau infeksius
- Pasien yang menerima kemoterapi atau terapi radiasi
- Pasien dengan system imunologi terganggu
Tidak semua asesmen tambahan dilayani dirumah sakit tiara sella
1. Asesmen tambahan pada Anak-Anak dan Dewasa Muda
Asesmen anak-anak dan dewasa muda pada tahap awal mengikuti ketentuan pada
asesmen awal (poin sebelumnya). Untuk anak-anak, akan ditangani dokter spesialis anak.
Untuk dewasa muda, akan dirujuk sesuai temuan pada asesmen awal.
2. Asesmen Individual Pada Wanita Dalam Proses Melahirkan dan Terminasi
Kehamilan
Pasien dalam proses melahirkan dan terminasi kehamilan akan langsung dirujuk ke dokter
spesialis kebidanan dan kandungan untuk mendapat asesmen dan penanganan selanjutnya
3. Asesmen dan Penanganan Pasien Dengan Kondisi Terminal
a. Identifikasi pasien dengan kondisi terminal. Identifikasi dilakukan diseluruh unit,
baik oleh dokter maupun oleh perawat.
b. Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus asesmen mengenai kebutuhan
unik dari pasien maupun keluarga dengan melakukan :
1) Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter
berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan
waktu yang sesuai untuk menyampaikan berita buruk.
2) Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk
pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui
fase denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat dilakukan
dalam outpatient / inpatient setting.

23
3) Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di
mana,serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced
directives) yang terkait dengan penanganan pasien.
4) Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, maka
langkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.
5) Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dan
dapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien / keluarga
dapat juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri
dengan menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient)
6) Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi
ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagi
pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.
7) Keadekuatan (adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama obat
nyeri), serta pengkajian nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada pasien
terminal.
4. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Kejiwaan
a. Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.
1) Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat jalan,
rawat inap, maupun Instalasi Gawat Darurat.
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke
psikiater,disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical maupun
surgical).
3) Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting apapun
harus dikonsulkan ke psikiater.
4) Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa mengganggu
aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung jawabnya. Pasien
dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organic underlying
disease perlu dikonsulkan ke psikiater.
b. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
1) Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa.
2) Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat dengan
kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilai
ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RS. Tiara Sella tidak memiliki fasilitas
yang memadai untuk pencegahan bunuh diri.
3) Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
5. Asesmen Pasien Dengan Kecurigaan Ketergantungan Alkohol / Obat.
a. Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan:

24
1) Alkohol
2) Nikotin
3) Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, dan nimetazepam)
4) Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
5) Amfetamin& Metamfetamin
b. Identifikasi populasi berisiko:
1) Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau
opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat melihat
rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien).
2) Dokter/perawat baik IGD/rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang
mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta
peningkatan dosis.
3) Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah
obat,alkohol maupun merokok.
4) Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi, maka
petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien yang
bersangkutan.
5) Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari
pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.
c. Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai adanya
masalah ketergantungan) dapat melakukan asesmen awal berupa pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
1) Berapa banyak merokok? Minum alkohol? (Jika drug abuse : ditanya, obat apa
yang digunakan? Darimana didapatkan?)
2) Sejak usia berapa?
3) Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
4) Apakah pasien sadar bahaya dan risiko dari merokok?
d. Bila ditemukan populasi berisiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater untuk
pengkajian dan penanganan lebih lanjut.
e. Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya konseling
untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting drug users /
IDUs)
f. Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medic.
6. Asesmen untuk korban penganiayaan.
a. Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik diluar
kemauannya.

25
b. Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak, pasangan
hidup,orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosio-ekonomi budaya dan
fisik tergantung kepada orang lain. Jika menjumpai kelompok ini, petugas harus
mewaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan.
c. Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban penganiayaan, maka
disamping penanganan terhadap cederanya, maka korban harus mendapat pengkajian
lebih dalam dan penanganan khusus yang meliputi:
1) Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.
2) Bila korban anak-anak, asesmen mungkin perlu dilakukan terhadap orang tuanya
secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk mendapat gambaran
lebih lengkap mengenai kejadiannya.
3) Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan keinginannya
sendiri, asesmen perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga yang ada, termasuk
orang yang sehari-hari merawat korban.
4) Asesmen terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada
korban yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak kecil,
bayi maupun orang tua atau dengan kecacatan / keterbatasan).
5) Konsultasi psikologi dilakukan pada pasien dengan curiga korban kekerasan
/penganiayaan.
7. Asesmen Pasien Dengan Gangguan Komunikasi.
a. Selain bahasa, pasien dapat memiliki gangguan komunikasi yang dapat berakibat
pada tidak sesuainya penanganan pasien tersebut. Gangguan komunikasi yang
mungkin terjadi adalah:
1) Pasien dengan gangguan pendengaran (hearing loss), bisu, maupun buta
(blindness).
2) Pasien mengalami gangguan kognitif (bawaan maupun didapat), misalnya
retardasi, Cerebral Palsy, Stroke, dll).
b. Dalam hal pasien memiliki gangguan komunikasi di atas, maka keluarga pasien
diminta memberi informasi mengenai bagaimana komunikasi sehari-hari di rumah
yang efektif dilakukan.
c. Siapa keluarga atau orang di rumah yang mampu berkomunikasi secara efektif
dengan pasien.
d. Dalam hal pasien buta, komunikasi verbal merupakan metode utama untuk asesmen,
dan dalam hal pasien bisu/tuli, maka komunikasi tertulis merupakan salah satu
alternative pertama untuk asesmen.
e. Dalam hal gangguan pendengaran total dan pasien berkomunikasi dengan bahasa
isyarat untuk orang tuna rungu, dan keluarga yang ada pada saat itu tidak dapat

26
berkomunikasi,maka rumah sakit mengundang ahli bahasa isyarat untuk membantu
proses komunikasi atau menunggu hingga anggota keluarga yang mampu
berkomunikasi hadir di rumah sakit,kecuali dalam keadaan life saving.
f. Untuk pasien dengan gangguan kognitif, komunikasi dilakukan sebatas dokter
menganggap informasi dan komunikasi yang ada dapat dipercaya. Dan perlu
dilakukan konfirmasi dengan keluarga mengenai hasil asesmen tersebut.

P. DISCHARGE PLANNING (RENCANA PEMULANGAN PASIEN)


1. Asesmen awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk pemulangan
pasien (Discharge Planning). Pada kondisi tertentu, pasien memerlukan perencanaan
pemulangan sedini mungkin, demi kepentingan penanganan selanjutnya di rumah. Hal ini
berhubungan dengan kelanjutan pengobatan, kepatuhan minum obat, proses rehabilitasi,
dan lain sebagainya.
2. Asesmen perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi :
a. Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang nantinya.
b. Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari jenis dan berat
ringannya penyakit yang diderita)
c. Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang penyakit pasien
dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat-obatan yang diberikan,serta
pengkajian lain (pemeriksaan penunjang) yang dilakukan.
3. Hasil akhir asesmen cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU
Discharge Planning.
4. Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan transportasi
didiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga / pengampu / penanggung
jawab pasien.
5. Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai berikut :
a. Pasien yang tinggal sendiri
b. Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan perawatan lanjutan
di rumah atau di tempat lain
c. Pasien dengan gangguan mental
d. Pasien intensive care unit , high care unit , cardiovascular care unit
e. Bayi prematur, cacat
f. Pasien yang memerlukan pembedahan.
g. Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke Negara
asalnya.

27
BAB V
DOKUMENTASI

Mendokumentasikan pemeriksaan pasien merupakan langkah kritikal dan penting dalam


proses asuhan pasien. Hal ini umumnya dipahami pelaksana praktek kedokteran bahwa “ jika anda
tidak mendokumentasikannya, anda tidak melakukannya”. Dokumentasi adalah alat komunikasi
berharga untuk pertemuan di masa mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga ahli
asuhan kesehatan lainnya.
Saat ini, beberapa metode berbeda digunakan untuk mendokumentasikan asuhan pasien
dan PCP, dan beragam format cetakan dan perangkat lunak komputer tersedia untuk membantu
farmasis dalam proses ini. Dokumentasi yang baik adalah lebih dari sekedar mengisi formulir; akan
tetapi, harus memfasilitasi asuhan pasien yang baik. Ciri-ciri yang harus dimiliki suatu
dokumentasi agar bermanfaat untuk pertemuan dengan pasien meliputi: Informasi tersusun rapi,
terorganisir dan dapat ditemukan dengan cepat.

28
BAB VI
PENUTUP

Panduan Asesmen pasien Rumah Sakit Tiara Sella tersusun berdasarkan kolaborasi antara
regulasi nasional, referensi dan implementasi dilapangan. Panduan ini dibuat untuk menstandarisasi
proses pemberian pelayanan Asesmen pasien dengan harapan terciptanya pelayanan yang bermutu
dan berkualitas.
Pemberian pelayanan yang berkualiatas selain adanya standarisasi tata cara
penyelenggaraannya juga harus dilakukannya evaluasi secara berkala apakah standar yang telah
ditetapkan ini dapat diterapkan secara maksimal atau ketidak patuhan staf terhadap standar yang
dilakukan. Oleh karenanya, tidak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanya milik Allah
semata, sehingga panduan ini tetap harus selalu dilakukan review secara berkala agar tercipta
pelayanan yg berkualiatas secara terus menerus.

Bengkulu, 12 November 2018


Direktur RS. Tiara Sella

dr. Vini Restu Insani

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Lucas Country Emergency Medical Services. Tab 600: pre-hospital patient assessment.
Oleh : Toledo; 2010
2. Montana State Hospital Policy and Procedure. Patient assessment policy; 2009
3. Patient assessment definitions
4. San Mateo Country EMS Agency. Patient assesment, routine medical care, primary and
secondary survey; 2009
5. Danver Paramedic Division. Pre-hospital protocols; 2012
6. Malnitrition Advisory Group: a Standing Commitees of BAPEN, Malnutrition Universal
Screening Tool (MUST), 2010
7. Sizewise. Understanding fall risk, prevention, and protection, USA: Kansas
8. Sentara Williamsburg Community Hospital. Pain assesment and management policy; 2006
9. National Instute of Health warren Grant Magnuson Clinical Center, Pain intensity
instruments: numeric rating scale; 2003
10. Pain management. (diakses tanggal 23 Februari 2012), Diunduh dari:
www.hospitalsoup.com
11. Craig P, Dolan P, Drew K, Pejakovich P, Nursing assesment, plain of care, and patient
education: the foundation of patient care. USA: HCPro, Inc; 2006

30
PANDUAN ASESMEN PASIEN

31
JL. S. Parman No. 61 Padang Jati Bengkulu
Telp. (0736) 20350

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TIARA SELLA


NOMOR :373/K-DIR/RSTS/XI/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN PASIEN

DI RUMAH SAKIT TIARA SELLA

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Tiara Sella, maka diperlukan proses asesmen pasien
agar pemberian pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
b. bahwa agar asesmen pasien dapat terlaksana dengan baik
maka dibutuhkan acuan dalam bentuk buku panduan
asesmen pasien.
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Rumah Sakit Tiara Sella

32
Mengingat : 1. Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 1983.
2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004
tentang Praktek Kedokteran
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/
III/2008 tentang Rekam Medis

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TIARA SELLA


TENTANG PANDUAN ASESMEN PASIEN DIRUMAH SAKIT
TIARA SELLA.
Pertama : Asesmen pasien di Rumah Sakit Tiara Sella dilaksanakan dengan
mengacu kepada Buku Panduan Asesmen Pasien sebagaimana yang
tercantum dalam lampiran keputusan ini.

Kedua : Keputusan Direktur Rumah Sakit Tiara Sella ini berlaku 3 (tiga)
tahun mulai tanggal ditetapkan dan dievaluasi secara berkala apabila
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diubah dan di atur
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Bengkulu
Pada tanggal 12 November 2018
DIREKTUR RUMAH SAKIT TIARA SELLA

33
dr. VINI RESTU INSANI

34

Anda mungkin juga menyukai