Anda di halaman 1dari 39

AKUNTANSI DESA

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Dosen Pengampu:
Yulinda Devi Pramita, S.E., M.Sc., Ak.

Disusun Oleh
Kelompok 9:
Intan Ayu Pangestika 16.0102.0083
Srimaya Indah Savitri 16.0102.0087
Maulida Fitriani 16.0102.0091
Edo Anantya Sunarto 16.0102.0105

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
TAHUN 2019
DEFINISI DESA
UU No. 6 Tahun 2014 menyatan desa dan desa adat adalah kesatuan masyarakat
hokum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 pasal 6 desa terdiri dari desa dan desa adat. Desa
memiliki karakteristik yang berlaku umum untuk seluruh Indonesia, sedangkan desa adat
berbeda dari desa pada umumnya, terutama karena kuatnya pengaruh adat terhadap system
pemerintahan local, pengelolaan sumber daya local dan kehidupan social budaya masyarakat
desa,
Jan Hoesada (2014) menyatakan bahwa desa dan desa adat pada dasarnya melakukan
tugas yang hamper sama. Perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama
menyangkut: pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli, pengaturan
dan pengurusan ulayat atau wilayah adat, pelestarian nilai social budaya desa adat,
penyelesaian sengketa dat bersama hokum adat yang berlaku di desa adat yang selaras
dengan prinsip hak asasi manusia dengan musyawarah. Selain itu peraturan desa adat
disesuaikan dengan hokum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di desa adat sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KARAKTERISTIK DESA
Sesuai dengan Sapari Imam Asy’ari (1993) bahwa sebagai suatu wilayah desa
memiliki karakteristik yang khas yang dapat dibedakan dengan kesatuan wilayah lainnya.
Karakteristik desa dapat dilihat dari berbagai aspek yang meliputi:
1. Aspek Morfologi
Desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau masyarakat yang
bersifat agraris, serta bangunan rumah tinggal yang terpencar (jarang). Desa
berhubungan erat dengan ala,. Ini disebabkan oleh lokasi geografis untuk pertanian.
2. Aspek Jumlah Penduduk
Desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk dengan kepadatan yang rendah
3. Aspek Ekonomi
Desa ialah wilayah yang penduduk atau masyarakatnya bermata pencaharian pokok
dibidang pertanian, bercocok tanan atau agrarian dan nelayan.
4. Aspek Hukum
Desa merupakan kesatuan wilayah hokum tersendiri, yang aturan atau nilai yang
mengikat masyarakat disuatu wilayah. Tiga sumber yang dianut dalan desa, yakni:
a. Adat asli, yaitu norma-norma yang dibangun oleh penduduk sepanjang sejarah
dan dipandang sebagai pedoman warisan dari masyarakat
b. Agama/kepercayaan, yaitu system norma yang berasal dari ajaran agama yang
dianut oleh warga desa itu sendiri.
c. Negara Indonesia, yaitu norma-norma yang timbal dari UUD 1945 dan peraturan
yang dikeluarkan oleh pemerintah.
5. Aspek Sosial Budaya
Desa itu tampak dari hubungan social antar penduduknya yang bersifat khas, yakni
hubungan kekeluargaan, bersifat pribadi, tidak banyak pilihan, dan kurang tampak
adanya pengkotaan dengan kata lain bersifat homogen serta gotong royong.
KEWENANGAN DESA
Kewenangan desa seperti yang dijelaskan pada Permendesa No. 1 tahun 2015 adalah
kewenangan yang dimiliki desa yang meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat
istiadat desa.
UU No. 6 Tahun 2014 menyebutkan kewenangan desa meliputi:
1. Kewenagan Berdasarkan Hak Asal Usul
Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul berdasarkan Permendesa No. 1 Tahun 2015
a. Sistem Organisasi Perangkat Desa
b. Sistem Organisasi Masyarakat Adat
c. Pembinaan kelembagaan masyarakat
d. Pembinaan lembaga dan hokum adat
e. Pengelolaan tanah kas desa
f. Pengolahan Tanah desa menggunakan sebutan setempat
g. Pengelolaan tanah bengkok
h. Pengolahan tanah pecatu
i. Pengolahan tanah titisara
j. Pengembangan peran masyarakat desa
Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Desa Adat
a. Penataan system organisasi dan kelembagaan masyarakat adat
b. Pranata hokum adat
c. Pemilikan hak tradisional
d. Pengelolaan tanah kas desa adat
e. Pengelolaan tanah ulayat
f. Kesepakatan dalam kehidupan masyarakat desa adat
g. Pengisian jabatan kepada desa adat dan perangkat desa adat
h. Masa jabatan kepada desa adat
2. Lokal Berskala Desa
a. Bidang Pemerintahan Desa yang Terdiri dari:
1) Penetapan dan penugasan batas desa
2) Pengembangan system administrasi dan informasi
3) Pengembangan tata ruang dan peta social desa
4) Pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja desa
5) Pendataan penduduk pada sector pertanian dan non pertanian
6) Pendataan penduduk menurutjumlah penduduk usia kerja
7) Pendataan penduduk berusia 15th keatas yang sudah bekerja
8) Pendataan penduduk yang bekerja diluar negri
9) Penetapan organisasi pemerintah desa
10) Pembentukan badan permusyawaratan desa
11) Penetapan perangkat desa
12) Penetapan BUMDesa
13) Penetapan APBDesa
14) Penetapan Peraturan desa
15) Penetapan kerja sama antar desa
16) Pendataan potensi desa
17) Pengelolaan arsip desa
18) Pemberian izin hak pengelolaan atas tanah desa
19) Pemberian izin penggunaan gedung pertemuan atau balai desa
20) Penetapan desa saat terjadi keadaaan darurat
21) Penetapan pos keamanaan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi social masyarakat
b. Bidang Pembangunan Desa yang Terdiri dari:
1) Pelayanan dasar desa, seperti: pengembangan pos kesehatan desa dan
polindes; pengembangan tenaga kesehatan desa; pengelolaan dan pembinaan
posyandu; pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional;
pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif di desa;
pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini; pengadaan dan
pengelolan sanggar belajar, sanggar seni budaya, dan perpustakaan desa; serta
memfasilitasi dan memotivasi terhadap kelompok-kelompok belajar desa.
2) Sarana dan prasarana desa seperti: pembangunan dan pemeliharaan kantor dan
balai desa; pembangunan dan pemeliharaan jalan desa; pembangunan dan
pemeliharaan jalan usaha tani; pembangunan dan pemeliharaan embung desa;
pembangunan energi baru dan terbarukan; pembangunan dan pemeliharaan
rumah ibadah; pengelolaan pemakaman desa dan petilasan; pembangunan dan
pemeliharaan sanitasi lingkungan; pembangunan dan pemeliharaan air bersih
berskala desa; pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier; pembangunan
dan pemeliharaan lapangan desa; pembangunan dan pemeliharaan taman desa;
pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya
perikanan; serta pengembangan sarana dan prasarana produksi di desa.
3) Pengembangan ekonomi local desa seperti: pembangunan dan pengelolaan
pasar desa dan kios desa; pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan
ikan milik desa; pengembangan usaha mikro berbasis desa; pendayagunaan
keuangan mikro berbasis desa; pembangunan dan pengelolaan keramba jaring
apung dan bagan ikan; pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan dan
penetapan cadangan pangan desa; penetapan komoditas unggulan pertanian
dan perikanan desa; pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama, penyakit
pertanian, dan perikanan secara terpadu; penetapan jenis pupuk dan pakan
organik untuk pertanian dan perikanan; pengembangan benih lokal;
pengembangan ternak secara kolektif; pembangunan dan pengelolaan energi
mandiri; pendirian dan pengelolaan BUM desa; pembangunan dan
pengelolaan tambatan perahu; pengelolaan padang gembala, pengembangan
wisata desa di luar rencana induk pengembangan pariwisata kabupaten/kota;
pengelolaan balai benih ikan; pengembangan teknologi tepat guna pengolahan
hasil pertanian dan perikanan; serta pengembangan sistem usaha produksi
pertanian yang tertumpu pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.
4) Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan desa
c. Bidang kemasyarakatan desa yang terdiri dari:
1) Membina keamanan, ketertiban dan ketentraman wilayah dan masyarakat desa
2) Membina kerukunan warga masyarakat desa
3) Memelihara perdamaian, menangani konflik dan mediasi desa
4) Melestarikan dan mengembangkan gotong royong masyarakat desa
d. Bidang pemberdayaan masyarakat desa yang terdiri dari :
1) Pengembangan seni budaya lokal
2) Pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitas lembaga masyarakat dan
lembaga adat
3) Memfasilitasi kelompok-kelompok masyarakat
4) Pemberian santunan kepada fakir miskin
5) Memfasilitasi kelompok rentan, miskin, perempuan dan masyarakat adat serta
penyandang difabel
6) Pengorganisasian melalui pembentukan para legal
7) Analisis kemiskinan secara partisipatif di desa
3. Ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi / Kabupaten
4. Ditugaskan oleh Pemerintah Prov/Kab dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan
DESA DAN KELURAHAN
UU No. 6 Tahun 2014 menyebut kalau desa dapat berubah status menjadi kelurahan
berdasarkan prakarsa pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa melalui musyawarah
desa dengan memerhatikan saran dan pendapat masyarakat desa, begitupun sebaliknya.
Menurut PP No. 73 Tahun 2005, kelurahan didefinisikan sebagai wilayah kerja lurah sebagai
perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan
Kelurahan dan desa menurut Jan Hoesada (2014) mempunyai persamaan dan
perbedaan sebagai berikut:
1. Pada umumnya, sebuah kota terbagi menjadi beberapa kecamatan dan kelurahan,
sebuah kabupaten terbagi menjadi beberapa kecamatan dan desa. Sebuah kecamatan
dapat terdiri atas beberapa kelurahan dan desa.
2. Desa dan kelurahan berada di bawah pengawasan dan pembinaan pemerintah
kabupaten/kota yang dapat dilimpahkan kepada camat, keduanya, desa dan kelurahan
mendapat alokasi atau bagian APBN dan APBD.
3. Sebuah desa lebih mempunyai karateristik kegiatan pertanian dan ekstraktif,
sedangkan sebuah kelurahan lebih mempunyai karakteristik industri, yaitu bahwa 70%
penduduk mempunyai mata percaharian nonpertanian. Sebuah desa baru layak
dibentuk apabila telah berusia lima tahun atau lebih, apabila desa tersebut memiliki
jumlah penduduk dan keluarga dalam jumlah minimum tertentu sesuai nama pulau.
Desa dapat berubah status menjadi kelurahan apabila terjadi kenaikan jumlah
penduduk dan keluarga dan/atau perubahan mendasar struktur perekonomian berbasis
pertanian dan ekstraktif menjadi perekonomian berbasis industri.
4. Selain kabupaten/kota mandiri sebagai pemerintah daerah otonom, pemerintah desa
juga mempunyai ciri otonomi tertentu. Desa mempunyai status lebih mandiri
dibanding kelurahan, pengelolaan desa berbasis masyarakat, karena itu desa
berwewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa ditambah
wewenang limpahan kabupaten/kota dan desa berhak menentukan struktur organisasi
dan tata kerja, memilih kepala desa, BPD, perangkat desa seperti sekretaris desa,
pelaksana teknis, perangkat kewilayahan.
5. Kepala desa dipilih warga desa, ditetapkan oleh bupati/walikota dan disumpah. Para
eksekutif desa ditetapkan atau diangkat dan diberhentikan oleh bupati/walikota,
sekretaris daerah, dan camat.
6. Kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa secara implisit
bertanggung jawab atas realisasi anggaran desa, perbendaharaan desa, akuntansi, dan
pelaporan LK desa. Desa dapat berubah menjadi kelurahan atau sebaliknya, kelurahan
dapat berubah status menjadi desa atau desa dan kelurahan. Apabila desa berubah
status menjadi kelurahan, maka seluruh barang milik desa dan sumber pendapatan
pemerintah desa dialihkan menjadi kekayaan pemerintah kabupaten/kota untuk
kepentingan masyarakat dan pendanaan menjadi bagian anggaran pendapatan dan
belanja daerah kabupaten/kota mandiri.
Perbedaan desa dan keluarahan menurut UU No. 6 tahun 2014 dan PP No. 73 tahun 2005

KELEMBAGAAN DESA
Kelembagaan desa merupakan kelembagaan yang mendukung penyelenggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa. Oleh karena itu, kelembagaan desa harus bekerja secara
sinergis dan terpadu untuk mencapai desa yang sejahtera. Oleh karena itu, kelembagaan desa
harus bekerja secara sinergis dan terpadu untuk mencapai desa yang sejahtera. Penjelasan UU
No. 6 Tahun 2014 menyebut kalau kelembagaan desa/desa adat, yaitu lembaga pemerintahan
desa/desa adat yang terdiri atas pemerintah desa/desa adat, dan badan permusyawaratan
desa/desa adat, lembaga kemasyarakatan desa, dan lembaga adat.
Pemerintah Desa/Desa Adat
Pemerintah desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 adalah kepala desa atau yang
disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
desa. Sesuai dengan penjelasan dalam UU No. 6 Tahun 2014, kepala desa/desa adat atau
yang disebut dengan nama lain merupakan kepala pemerintahan desa/desa adat yang
memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala desa/desa adat atau yang disebut
dengan nama lain mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan
tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat.
Dengan posisi yang demikian itu, prinsip pengaturan tentang kepala desa/desa adat
adalah:
1. Sebutan kepala desa/desa adat disesuaikan dengan sebutan lokal.
2. Kepala desa/desa adat berkedudukan sebagai kepala pemerintah desa/desa adat dan
sebagai pemimpin masyarakat.
3. Kepala desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat,
kecuali bagi desa adat dapat menggunakan mekanisme lokal.
4. Pencalonan kepala desa dalam pemilihan langsung tidak menggunakan basis partai
politik, sehingga kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
UU No. 6 Tahun 2014 menjelaskan kalau kepala desa bertugas menyelenggarakan
pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa. Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, kepala desa
berwenang:
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa.
2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa.
3. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa.
4. Menetapkan peraturan desa.
5. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa.
6. Membina kehidupan masyarakat desa.g.Membina ketenteraman dan ketertiban
masyarakat desa.
7. Membina dan meningkatkan perekonomian desa, serta mengintegrasikannya agar
mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran
masyarakat desa.i. Mengembangkan sumber pendapatan desa.
8. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
9. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa.
10. Memanfaatkan teknologi tepat guna. m.Mengoordinasikan pembangunan desa secara
partisipatif.
11. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dikatakan dalam UU No. 6 Tahun 2014 bahwa perangkat desa yang terdiri atas
sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis bertugas membantu kepala
desa dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Perangkat desa tersebut diangkat oleh
kepala desa setelah dikonsultasikan dengan camat atas nama bupati/walikota. Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa bertanggung jawab kepada kepala
desa. PP No. 43 Tahun 2014 mempertegas pernyataan tersebut dengan menjelaskan bahwa
sekretariat desa dipimpin oleh sekretaris desa dibantu oleh unsur staf sekretariat yang
bertugas membantu kepala desa dalam bidang administrasi pemerintahan. Sekretariat desa
paling banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan. Pelaksana kewilayahan merupakan unsur
pembantu kepala desa sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana kewilayahan
ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan
kemampuan keuangan desa. Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala desa
sebagai pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi.
Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebut kalau sekretaris desa bertindak selaku
koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada kepala
desa, mempunyai tugas:
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa.
2. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan barang desa.
3. Menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBDesa.
4. Menyusun rancangan keputusan kepala desa tentang pelaksanaan peraturan desa
tentang APBDesa dan perubahan APBDesa.
Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain dalam UU No. 6
Tahun 2014 adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis. UU ini menjelaskan dengan gamblang bahwa badan permusyawaratan
desa merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan
menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam upaya
meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta
meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, pemerintah desa dan/atau badan
permusyawaratan desa, yang memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa. Musyawarah
desa atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara badan
permusyawaratan desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh
badan permusyawaratan desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat
strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Badan permusyawaratan desa menurut UU No. 6 Tahun 2014 mempunyai fungsi:
1. Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa.
2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa.
3. Melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
UU ini menjelaskan kalau anggota badan permusyawaratan desa merupakan wakil
dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara
demokratis. Secara demokratis yang dimaksud, diterangkan dalam PP No. 43 Tahun 2014
sebagai proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan dengan menjamin
keterwakilan perempuan. Jumlah anggota badan permusyawaratan desa ditetapkan dengan
jumlah gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang dengan
memerhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
Lembaga Kemasyarakatan Desa
Dalam penjelasan UU No. 6 Tahun 2014 dikatakan bahwa di desa dibentuk lembaga
kemasyarakatan desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan
keluarga, karangtaruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat atau yang disebut dengan
nama lain. Lembaga kemasyarakatan desa bertugas membantu pemerintah desa dan
merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Lembaga kemasyarakatan desa
berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan, pemerintahan,
kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan
transparansi di tingkat masyarakat, serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan
aktif dalam kegiatan pembangunan.
Lembaga Adat Desa
Dalam penjelasan UU No. 6 Tahun 2014 dikatakan bahwa kesatuan masyarakat
hukum adat yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pusat kehidupan masyarakat yang bersifat
mandiri. Dalam kesatuan masyarakat hukum adat tersebut dikenal adanya lembaga adat yang
telah tumbuh dan berkembang di dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam eksistensinya,
masyarakat hukum adat memiliki wilayah hukum adat dan hak atas harta kekayaan di dalam
wilayah hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus, dan
menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan masyarakat desa berkaitan dengan adat
istiadat dan hukum adat yang berlaku. Lembaga adat desa merupakan mitra pemerintah desa
dan lembaga desa lainnya dalam memberdayakan masyarakat desa.
Berikut garis besar struktur kelembagaan desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014.

REGULASI TENTANG DESA


UU Penjelasan UU No. 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa dalam sejarah
pengaturan desa telah ditetapkan beberapa peraturan tentang desa, yaitu UU No. 22 Tahun
1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah, UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah, UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja sebagai Bentuk Peralihan untuk
Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia,
UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, UU No. 5 Tahun
1979 tentang Pemerintahan Desa, UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
dan terakhir dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Lebih Lanjut Penjelasan UU No. 6 Tahun 2014 menjelaskan bahwa dalam
pelaksanaannya, pengaturan mengenai desa tersebut belum dapat mewadahi segala
kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar
73.000 (tujuh puluh tiga ribu) desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu,
pelaksanaan pengaturan desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum
adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan
pembangunan, sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah
sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, dibuatkalah pengaturan khusus tentang desa melalui UU No. 6 Tahun
2014 tentang Desa yang diikuti dengan diterbitkannya peraturan-peraturan
pelaksanaannya. Berikut peraturan perundang-undangan mengenai desa tersebut.
1. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
2. PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang
Desa.
3. PP No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang telah diubah dengan PP No. 22 Tahun 2015.
4. Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.
5. Permendagri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa.
6. Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
7. Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.
8. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia (Permendesa) No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
9. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik
Indonesia (Permendesa) No. 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan
Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
10. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia (Permendesa) No. 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa.
11. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia (Permendesa) No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan
dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
12. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia (Permendesa) No. 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2015.
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DESA
Tujuan pembangunan desa menurut UU No.6 Tahun 2014 adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan
melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana,
pengembangan potensi ekonomi local, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan. Secara dokumentatif, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), Rencana Kerja
Pemerintah Desa (RKPDesa), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAN DESA (RPJMDESA)
RPJMDESA berdasarkan PP No.43 Tahun 2014 adalah rencana kegiatan
pembangunan desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun, yang mana rancangan tersebut
memuat visi dan misi kepala desa, arah kebijakan pembangunan desa, serta rencana kegiatan
yang meliputi bidang penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa (Pemendagri No.114 Tahun
2014). RPJMDESA ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan terhitung sejak
tanggal pelantikan kepala desa. Ardi Hamzah (2015) menyatakan kalau RPJMDesa bertujuan
untuk :
a. Mewujudkan perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
keadaan setempat.
b. Menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap program
pembangunan di desa.
c. Memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan di desa.
d. Menumbuhkankembangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam
pembangunan di desa.
Berdasarkan Pemendagri No.114 Tahun 2014, berikut beberapa rencana kegiatan yang dapat
dimasukkan dalam rancangan RPJMDesa.
1. Bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, antara lain :
a. Penetapan dan penegasan batas desa.
b. Pendataan desa.
c. Penyusunan tata ruang desa.
d. Penyelenggaraan musyawarah desa.
e. Pengelolaan informasi desa.
f. Penyelenggaraan perencanaan desa.
g. Penyelenggaraan evaluasi tingkat perkembangan pemerintahan desa.
h. Penyelenggaraan kerja sama antardesa.
i. Pembangunan sarana dan prasarana kantor desa.
2. Bidang pelaksanaan pembangunan desa, antara lain :
a. Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan desa.
b. Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan.
c. Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan
dan kebudayaan.
d. Pengembangan usaha ekonomi produktif, serta pembangunan, pemanfaatan, dan
pemeliharaan sarana dan prasarana eonomi.
e. Pelestarian lingkungan hidup.
3. Bidang pembinaan kemasyarakatan, antara lain :
a. Pembinaan lembaga kemasyarakatan.
b. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban.
c. Pembinaan kerukuran umat beragama.
d. Pengadaan sarana dan prasarana olah raga.
e. Pembinaan lembaga adat.
f. Pembinaan kesenian dan social budaya masyarakat.
4. Bidang pemberdayaan masyarakat, antara lain :
a. Pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan dan perdagangan.
b. Pelatihan teknologi tepat guna.
c. Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi kepala desa, perangkat desa dan
bidang pemusyawaratan desa.
d. Peningkatan kapasitan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya sesuai Pemendagri No.114 Tahun 2014, kepala desa yang
menyelenggarakan penyusunan RPJM wajib mengikutsertakan unsur masyarakat desa dan
dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi objektif desa, prioritas program, dan
kegiatan kabupaten/kota. Tim penyusun RPJMDesa dibentuk oleh kepala desa dengan
keputusan kepala desa yang berjumlah paing sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 11
(sebelas) orang dengan mengikutsertakan perempuan. Tim penyusun RPJMDesa terdiri dari :
(a) kepala desa selaku pembina; (b) sekertaris desa selaku ketua; (c) ketua lembaga
pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan (d) anggota yang berasal dari perangkat
desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur
masyarakat lainnya. Tim penyusun RPJMDesa melaksanakan kegiatan berupa :
1. Penyelarasan arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota
Tim penyusun RPJMDesa melakukan penyelarasan arah kebijakan pembangunan
kabupaten/kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pembangunan
kabupaten/kota dengan pembangunan desa. Penyelarasan arah kebijakan dilakukan
dengan mengikuti sosialisasi dan/atau mendapatkan informasi tentang arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota. Informasi arah kebijakan pembangunan
kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi :
a. Rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota.
b. Rencana strategis satuan kerja perangkat daerah.
c. Rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota.
d. Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota.
e. Rencana pembangunan kawasan pedesaan.
2. Pengkajian keadaan desa
Pengkajian keadaan desa dilakukan dalam rangka mempertimbangkan kondisi
objektif desa dengan sejumlah kegiatan berikut :
a. Penyelarasan data desa.
b. Penggalian gagasan masyarakat.
c. Penyusunan laporan hasil pengkajian keadaan desa.
3. Penyusunan rancangan RPJMDesa
Tim penyusun RPJMDesa menyusun rancangan RPJMDesa berdasarkan berita acara
penyusunan rencana pembangunan desa melalui musyawarah desa. Tim penyusun
RPJMDesa membuat berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RPJMDesa
yang dilampiri dokumen rancangan RPJMDesa untuk kemudian disampaikan oleh tim
penyusun RPJMDesa kepada kepala desa. Kepala desa memeriksa dokumen
rancangan RPJMDesa yang telah disusun oleh tim penyusun RPJMDesa. Tim
penyusun RPJMDesa melakukan perbaikan berdasarkan arahan kepala desa dalam hal
kepala desa menyetujui rancangan RPJMDesa. Dalam hal rancangan RPJMDesa telah
disetujui oleh kepala desa, dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan
desa.
4. Penetapan dan perubahan RPJMDesa
Kepala desa mengarahkan tim penyusun RPJMDesa melakukan perbaikan dokumen
rancangan RPJMDesa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah perencanaan
pembangunan desa. Rancangan RPJMDesa akan menjadi lampiran rancangan
peraturan desa tentang RPJMDesa. Kepala desa menyusun rancangan peraturan desa
tentang RPJMDesa. Rancangan praturan desa tentang RPJMDesa dibahas dan
disepakati bersama oleh kepala desa dan badan permusyawaratan desa untuk
ditetapkan menjadi peraturan desa tentang RPJMDesa.
RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKPDESA)
Berdasarkan Pemendagri No,114 Tahun 2014 RKPDesa merupakan penjabaran dari
RPJMDesa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang memuat kerangka ekonomi desa dengan
mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas
pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta perkiraan maju, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rancangan Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) dan RPJMDesa.
Pemendagri No.114 Tahun 2014 menjelaskan bahwa RKPDesa disusun oleh
pemerintah desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan
dengan pagu indikatif desa dan rencana kegiatan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota. RKPDesa ini mulai disusun oleh pemerintah desa pada
bulan Juli tahun nerjalan. RKPDesa ditetapkan dengan peraturan desa paling lambat akhir
bulan September tahun berjalan untuk selanjutnya menjadi dasar penetapan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Kepala desa menyusun RKPDesa dengan
mengikutsertakan masyarakat desa. Penyusunan RKPDesa dilakukan dengan kegiatan yang
meliputi :
1. Penyusunan perencanaan pembangunan desa melalui musyawarah desa
Badan permusyawaratan desa menyelenggarakan musyawarah desa dalam rangka
penyusunan rencana pembangunan desa. Hasil musyawarah desa tersebut menjadi
pedoman bagi pemerintah desa menyusun rancangan RKPDesa dan daftar usulan
RKPDesa. Badan permusyawaratan desa menyelenggarakan musyawarah desa paling
lambat bulan Juni tahun berjalan. Musyawarah desa melaksanakan kegiatan sebagai
berikut :
a. Mencermati ulang dokumen RPJMDesa.
b. Menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJMDesa.
c. Membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang
dibutuhkan.
2. Pembentukan tim penyusun RKPDesa
Tim penyusun RKPDesa dibentuk oleh kepala desa dengan keputusan kepala desa,
dengan jumlah tim paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang
tentu saja dengan mengikutsertakan perempuan. Tim penyusun RKPDesa terdiri dari :
(a) kepala desa selaku pembina; (b) sekertaris desa selaku ketua; (c) ketua lembaga
pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan (d) anggota yang terdiri dari
perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat
desa, dan unsur masyarakat lainnya. Tim penyusun RKPDesa melaksanakan tugas
berupa : (a) pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan
masuk ke desa; (b) pencermatan ulang dokumen RPJMDesa; (c) penyusunan
rancangan RKPDesa; dan (d) penyusunan rancangan daftar usulan RKPDesa.
3. Pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke
desa
Tim penyusun RKPDesa melakukan pencermatan pagu indikatif desa yang meliputi :
(a) rencana dana desa yang bersumber dari APBN; (b) rencana Alokasi Dana Desa
(ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota;
(c) rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; dan (d)
rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi dan
anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota. Hasil pencermatan ini
dituangkan ke dalam format pagu indikatif desa.
Tim penyusun RKPDesa melakukan penyelarasan rencana program/kegiatan yang
masuk ke desa meliputi : (a) rencana kerja pemerintah kabupaten/kota; (b) rencana
program dan kegiatan pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota; (c) hasil penjaringan aspirasi masyarakat oleh dewan perwakilan
rakyat daerah kabupaten/kota. Hasil penyelarasan ini dituangkan ke dalam format
kegiatan pembangunan masuk ke desa.
4. Pencermatan ulang dokumen RPJMDesa
Tim penyusunan RKPDesa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan
pembangunan desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya, sebagaimana yang
tercantum dalam dokumen RPJMDesa. Hasil pencermatan ini menjadi dasar bagi tim
penyusun RKPDesa dalam menyusun rancangan RKPDesa.
5. Penyusunan rancangan RKPDesa
Penyusunan rancangan RKPDesa berpedoman pada : (a) hasil kesepakatan
musyawarah desa; (b) pagu indikatif desa; (c) pendapatan asli desa; (d) rencana
kegiatan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota;
(e) jarring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota; (f) hasil
pencermatan ulang dokumen RPJMDesa; (g) hasil kesepakatan kerjasama antardesa;
dan (h) hasil kesepakatan kerjasama desa dengan pihak ketiga.
Rancangan RKPDesa paling sedikit berisi uraian : (a) evaluasi pelaksanaan RKPDesa
tahun sebelumnya; (b) prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola
oleh desa; (c) prioritas program, kegiatan, dan anggaran desa yang dikelola melalui
kerjasama antardesa dan pihak ketiga; (d) rencana program, kegiatan, dan anggaran
desa yang dikelola oleh desa sebagai kewenangan penugasan dari pemerintah; (e)
pelaksana kegiatan desa yang terdiri atas unsur perangkat desa dan/atau unsur
masyarakat desa.
6. Penyusunan RKPDesa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa
Kepala desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan desa yang
diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RKPDesa.
7. Penetapan RKPDesa
Kepala desa mengarahkan tim penyusun RKPDesa untuk melakukan perbaikan
dokumen rancangan RKPDesa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah
perencanaan pembangunan desa. Rancangan RKPDesa akan menjadi lampiran
rancangan peraturan desa tentang RKPDesa. Kepala desa menyusun rancangan
peraturan desa tentang RPJMDesa. Rancangan peraturan desa tentang RKPDesa
dibahas dan disepakati bersama oleh kepala desa dan badan permusyawaratan desa
untuk ditetapkan menjadi peraturan desa tentang RKPDesa.
8. Perubahan RKPDesa
RKPDesa dapat diubah karena (a) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam,
krisis politik, krisis ekonomi, dan /atau kerusuhan social yang berkepanjangan. Dan
(b) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan pemerintah. Dalam hal terjadi
perubahan RKPDesa dikarenakan terjadi peristiwa khusus, kepala desa melaksanakan
kegiatan sebagai berikut :
a. Berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota yang mempunyai kewenangan
terkait dengan kejadian khusus.
b. Mengkaji ulang pembangunan dalam RKPDesa yang terkena dampak terjadinya
peristiwa khusus.
c. Menyusun rancangan kegiatan yang disertai rencana kegiatan dan RAB.
d. Menyususn rancangan perubahan RKPDesa.
9. Pengajuan daftar ususlan RKPDesa
Kepala desa menyampaikan daftar usulan RKPDesa kepada bupati/walikota melalui
camat paling lambat 31 Desember tahun berjalan. Daftar usulan RKPDesa menjadi
materi pembahasan di dalam musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan dan
kabupaten/kota. Bupati/walikota menginformasikan kepada pemerintah desa tentang
hasil pembahasan daftar usulan RKPDesa setelah diselenggarakannya musyawarah
perencanaan pembangunan di kecamatan paling lambat bulan Juli tahun anggaran
berikutnya.
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDESA)
APBDesa merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah desa. APBDesa merupakan
dokumen formal hasil kesepakatan antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa
yang berisi tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah desa
selama satu tahun dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja
tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi deficit atau surplus.
APBDesa disusun dengan memperhatikan RPJMDesa, RKPDesa, dan APBDesa tahun
sebelumnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDESA) adalah instrument penting dalam
rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengelolaan pemerintah desa.
Tata kelola pemerintahan yang baik dapat dilihat dari proses penyusunan, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban APBDesa. Aparatur desa wajib memahami tahapan atau siklus
pengelolaan APBDesa yang baik, karena ini akan memberikan arti terhadap model
penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri. Berikut ini fungsi-fungsi APBDesa menurut
Ardi Hamzah (2015) yaitu :
a. Fungsi otorisasi. APBDesa menjadi target fiscal yang menggambarkan keseimbangan
antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan sebagai dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja desa pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi perencanaan. APBDesa merupakan pernyataan kebijakan public sebagai
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
c. Fungsi pengawasan. APBDesa menjadi pedoman pengendalian yang memiliki
konsekuensi hokum untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
desa sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d. Fungsi alokasi. APBDesa harus diarahkan untuk menciptakan lapangan
kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian desa.
e. Fungsi distribusi. Kebijakan APBDesa harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatuhan masyarakat.
f. Fungsi akuntabilitas. APBDesa memberi landasan penilaian kinerja pemerintah desa.
PROSES PENYUSUNAN RENCANA APBDESA
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pemerintah
Desa (RKPDesa) merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (RAPBDesa), yang mana proses penyusunannya didasarkan pada Permendagri
No.113 Tahun 2014.
1. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) untuk
jangka waktu 6 (enam) tahun merupakan penjabaran dari visi dan misi dari kepala
desa yang terpilih. Setelah berakhir jangka waktu RPJMDesa, kepala desa terpilih
menyusun kembali RPJMDesa untuk jangka waktu 6 tahun. RPJMDesa ditetapkan
paling lambat 3 bulan setelah kepala desa dilantik.
2. Selanjutnya kepala desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyusun
RKPDesa yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa berdasarkan hasil musyawarah
rencana pembangunan desa. Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir
bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.
3. Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan
pada RKPDesa tahun berkenaan, untuk kemudian menyampaikan rancangan
peraturan desa tentang APBDesa kepada kepala desa untuk memperoleh persetujuan.
4. Kepala desa menyampaikan rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada BPD
untuk dibahas dan disepakati bersama. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa
disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.
5. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa yang telah disepakati disampaikan
kepala desa kepada bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3
hari sejak disepakati untuk dievaluasi.
6. Bupati/walikota menetapkan hasil evaluasi rancangan APBDesa paling lama 20 hari
kerja sejak diterimanya rancangan peraturan desa tentang APBDesa. Apabila
bupati/walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu tersebut,
peraturan desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
7. Dalam hal bupati/walikota menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan desa
tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, kepala desa bersama BPD melakukan penyempurnaan
paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
8. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh kepala desa dan BPD, dan kepala
desa tetap menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa menjadi peraturan
desa, bupati/walikota dapat membatalkan peraturan desa yang dimaksud dan sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya.

Proses Penyusunan APBDesa


STUKTUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDESA)
Pemendagri No.113 Tahun 2014 menjelaskan APBDesa terdiri dari pendapatan desa,
belanja desa, dan pembiayaan desa. Pendapatan desa diklasifikasikan menurut kelompok dan
jenis. Belanja desa diklasifikasikan menurut kelompok, kegiatan, dan jenis. Pembiayaan desa
diklasifikasikan menurut kelompok dan jenis.
PENDAPATAN
Pendapatan desa menurut Pemendagri No.113 Tahun 2014 merupakan semua penerimaan
uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak
perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa terdiri atas kelompok: Pendapatan Asli
Desa(PADesa); Pendapatan Transfer; dan Pendapatan Lain-lain.
a. Pendapatan Asli Desa (PADesa)
Pendapatan Asli Desa merupakan pendapatan yang diperoleh dan digali dari potensi
pendapatan yang ada di desa. Kelompok pendapatan asli daerah terdiri atas :
1. Hasil usaha.
2. Hasil asset.
3. Swadaya, partisipasi, dan gotong royong.
4. Lain-lain pendapatan asli desa.
b. Pendapatan Transfer
Pendapatan Transfer merupakan pendapatan desa yang diperoleh dari entitas lain
seperti transfer dari pemerintah kota dan kabupaten, transfer dari pemerintah provinsi,
dan transfer dari pemerintah pusat. Kelompok transfer terdiri atas :
1. Dana desa.
2. Bagian dari hasil pajak daerah kabupaten/kota dan retribusi daerah.
3. Alokasi dana desa (ADD).
4. Bantuan keuangan dari APBD Provinsi.
5. Bantuan keuangan APBD kabupaten/kota.
c. Pendapatan Lain-lain
Kelompok pendapatan lain-lain menurut Pemendagri No.113 Tahun 2014 terdiri atas
beberapa jenis, antara lain :
1. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
2. Lain-lain pendapatan desa yang sah.
DANA DESA
Dana desa menurut UU No.60 Tahun 2014 adalah dana yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang
ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanakaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintah menganggarkan
dana desa secara nasional dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap
tahun. Dana desa bersumber dari belanja pemerintah dengan mengefektifkan program yang
berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Program yang berbasis desa sendiri menurut PP
No.60 Tahun 2014 adalah program dalam rangka melaksanakan kewenangan desa
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan local berskala desa. PP No.22 Tahun 2015
menyoroti perubahan pengalokasian dana desa yang tercantum dalam Pasal 11, yang mana
dana desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan
berdasarkan alokasi dasar dan alokasi yang dihitung dengan memerhatikan jumlah penduduk,
angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota.
PP No.60 Tahun 2014 menambahkan bahwa dana desa digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan
kemasyarakatan. Dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat. Pada prinsipnya dana desa dialokasikan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai kewenangan yang menjadi
tanggung jawab desa. Namun, untuk mengoptimalkan penggunaannya, dana desa
diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, antara lain :
pembangunan pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dalam rangka
pengentasan kemiskinan, dana desa juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer
pangan, sandang dan papan masyarakat. Penggunaan dana desa untuk kegiatan yang tidak
prioritas dapat dilakukan sepanjang kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
telah terpenuhi. Penggunaan dana desa mengacu pada RPJMDesa dan RKPDesa.
BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAERAH KABUPATEN/KOTA DAN RETRIBUSI
DAERAH
PP No.43 Tahun 2014 menyebut pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan bagian dari
hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota kepada desa paling sedikit 10% dari realisasi
penerimaan hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota. Pengalokasian bagian dari hasil
pajak dan retribusi daerah tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan :
a. 60% dibagi secara merata kepada seluruh desa.
b. 40% dibagi secara proporsional berdasarkan realisasi penerimaan hasil pajak dan
retribusi daerah dari masing-masing desa.

ALOKASI DANA DESA (ADD)


Alokasi Dana Desa (ADD) berdasarkan PP No.34 Tahun 2014 adalah dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). PP No.43 Tahun
2014 menyatakan bahwa pemerintah daerah kabupaten/kota mengalokasikan ADD dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota untuk setiap tahun anggaran. ADD
dialokasikan paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam
anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus.
Pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD) mempertimbangkan :
a. Kebutuhan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa.
b. Jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat
kesulitan geografis desa. Pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD) ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota.
BANTUAN KEUANGAN DARI APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota memberikan
bantuan keuangan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) kabupaten/kota kepada desa.
Bantuang keuangan bersifat khusus dan umum.
BELANJA DESA
Belanja desa menurut Permendagri No.113 Tahun 2014 meliputi semua pengeluaran dari
rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalan 1 tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka
mendanai penyelenggaraan kewenangan desa. Klasifikasi belanja desa terdiri atas kelompok
yaitu: (a) penyelenggaraan pemerintahan desa; (b) pelaksanaak pembangunan desa; (c)
pembinaan kemasyarakatan desa; (d) pemberdayaan masyarakat desa; dan (e) belanja tak
terduga. Belanja desa yang ditetapkan dalam APBDesa menurut PP No.43 Tahun 2014
digunakan dengan ketentuan :
a. Paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa yang digunakan untuk
mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
b. Paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk : (a)
penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa; (b) operasional
pemerintah desa; (c) tunjangan dan operasional BPD; dan (d) insentif rukun tetangga
dan rukun warga.
PEMBIAYAAN DESA
Pembiayaan desa berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2014 meliputi semua penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan desa terdiri atas kelompok :
a. Penerimaan Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan mencakup : sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun
sebelumnya; pencairan dana cadangan; dan hasil penjualan kekayaan desa yang
dipisahkan.
b. Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran pembiayaan mencakup : pembentukan dana cadangan dan penyertaan
modal desa.
PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDESA)
Perubahan peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)
berdasarkan Permendagri No.113 Tahun 2014 dapat dilakukan apabila terjadi :
a. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antarjenis belanja.
b. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun
sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan.
c. Terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan desa pada tahun
berjalan.
d. Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau
kerusuhan social yang berkepanjangan.
e. Perubahan mendasar atas kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah.
Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 kali dalam 1 tahun anggaran. Tata cara
pengajuan perubahan APBDesa adalah sama dengan tata cara penetapan APBDesa.
PELAKSANAAN KEUANGAN DESA
Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebut bahwa pengelolaan keuangan desa
adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan dan pertanggung jawaban keuangan desa. Keuangan desa dikelola berdasarkan
asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin
anggaran. Siklus pengelolaan desa tidak akan berjalan tanpa adanya tata pemerintahan yang
baik. Oleh karena itu, peran serta pihak-pihak di luar pemerintah desa dan BPD perlu
dilibatkan dalam proses pengelolaan keuangan desa.
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa
Permendagri No. 113 Tahun 2014 menjelaskan bahwa kekuasaan pengelolaan
keuangan desa berada di tangan kepala desa yang dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa (PTPKD). Kepala desa memiliki kewenangan sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa.
b. Menetapkan PTPKD.
c. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa.
d. Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan APBDesa.
e. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDesa.
Kepala desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu PTPKD yang
berasal dari unsur perangkat desa yang ditetapkan dengan keputusan kepala desa diantaranya:
a. Sekretaris desa
Sekretaris desa bertindak selaku koordinasi pelaksana teknis pengelolaan keuangan
desa yang mempunyai tugas:
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa.
2. Menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa, perubahan APBDesa dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa.
3. Melakukan pengendalian tethadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan
dalam APBDesa.
4. Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa.
5. Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran APBDesa.
b. Kepala seksi
Kepala seksi bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya, dengan
tugas:
1. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya.
2. Melaksanakan kegiatan dan atau bersama lembaga kemsyarakatan desa yang telah
ditetapkan di dalam APBDesa.
3. Melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja
kegiatan.
4. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan.
5. Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan kepada kepala desa.
6. Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
c. Bendahara
Bendahara dijabat oleh staf pada urusan keuangan. Bendahara mempunyai tugas:
menerima, menyimpan, menyetorkan/ membayar, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran pendapatan
desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.
Bagan Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa

Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Desa


(KADES)
PTPKD

SEKDES Koordinator

Kepala Seksi Bendahara/Staf


Urusan Keuangan

Kegiatan Keuangan

Kebijakan Pelaksanaan APBDESA


Berikut beberapa kebijakan terkait pelaksanaan APBDesa berdasarkan Permendagri No. 113
Tahun 2014:
a. Semua pengeluaran dan penerimaan desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa
dilaksanakan melalui rekening kas desa.
b. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya, maka
pengaturanya ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
c. Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan
sah.
d. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain yang
ditetapkan dalam peraturan desa.
e. Bendahara dapat menyimpan uang dalam kas desa pada jumlah tertentu dalam rangka
memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa yang jumlahnya ditetapkan dalam
peraturan bupati/walikota.
f. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya
wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke
reking kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
g. Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan
sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan
desa. Pengeluaran desa ini tidak termasuk untuk belanja pegawai yang bersifat
mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa.
h. Penggunaan biaya tak terduga terlebih dulu harus dibuat rincian anggaran biaya yang
telah disahkan oleh kepala desa.
Prosedur Pengeluaran Kas
Berikut prosedur dan kebijakan pengeluaran kas yang terutang dalam Permendagri No. 113
Tahun 2014,
a. Pelaksanaan kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan harus
disertai dengan dokumen antara lain RAB.
b. RAB tersebut harus diverifikasi oleh sekretaris desa dan disahkan oleh kepala desa.
c. Pelaksana kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan pengeluaran yang
menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan mempergunakan buku
pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan di desa.
d. Berdasarkan RAB ini, pelaksana kegiatan mengajukan SPP kepada kepala desa.
e. SPP tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima.
f. Pengajuan SPP terdiri atas: SPP, pernyataan tanggung jawab belanja, dan lampiran
bukti transaksi.
g. Dalam pelaksanaan pembayaran, sekretaris desa berkewajiban untuk:
1. Meneliti kelengkapan permintaan pembayaran yang diajukan oleh pelaksana
kegiatan.
2. Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBDesa yang tercantum
dalam permintaan pembayaran.
3. Menguji ketersediaan dana untuk kegiatan yang dimaksud.
4. Menolak pengajuan permintaan pembayaran oleh pelaksana kegiatan apabila tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
h. Berdasarkan SPP yang telah diverifikasi sekretaris desa, kepala desa menyetujui
permintaan pembayaran oleh pelaksana kegiatan apabila tidak memenuhi persyaratan
yang ditetapkan.
i. Bendahara melakukan pencatatan pengeluaran setelah pembayaran tersebut dilakukan.
Prosedur Penerimaan Kas
Prosedur penerimaan kas yang berasal dari pendapatan transfer pemerintah kabupaten/kota
dalam bentuk dana desa adalah sebagai berikut:
a. Alokasi Dana Desa (ADD) dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada
badan/dinas/kantor pemberdayaan masyarakat desa atau dengan sebutan lain yang
memiliki tugas dan fungsi tersebut.
b. Pemerintah desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan keputusan
kepala desa.
c. Kepala desa mengajukan permohonan penyaluran ADD kepada bupati dalam hal ini
badan/dinas/kantor pemberdayaan masyarakat desa atau dengan sebutan lain di
kabupaten melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh tim pendamping
kecamatan.
d. Kepala badan/dinas/kantor pemberdayaan masyarakat desa atau dengan sebutan lain
akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada kepala bagian
keuangan setda kabupaten atau kepala Dinas/Badan Pengelola Keuangan dan
Kekayaan Aset Daerah (D/BPKKAD) atau dengan sebutan lain yang memiliki tugas
dan fungsi tersebut yang selanjutnya kan menyalurkan ADD langsung dari kas daerah
ke rekening desa.
e. Mekanisme pencairan ADD dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/des
Prosedur Penerimaan Dana Desa

Kepala Desa Biro Pemerintahan BUD/ PPKD

Surat Surat SPP/ SPM


Permohonan + Permohonan +
Lampiran Lampiran

Dilampiri:
Verifikasi Verifikasi
1 Kuitansi rangkap 3 Dokumen Kelengkapan
2 Gambar Objek
3 RAB yang sudah
Ditandatangani
4 FC Rekening Bank SPP/ SPM SP2D

BANK
Uang Cair
Prosedur Pengeluaran Kas

Bukti Pembantu Pertanggungjawaban


Kas Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan

Dilengkapi RAB
Dokumen
Disahkan

PELAKSANAAN Verifikasi Sekretaris Daerah Kepala Desa


KEGIATAN
Pembayaran

Mengajukan
SPP Bendahara Desa

Setelah Barang a. Surat Perintah Pembayaran Pencatatan Pembayaran


Diterima b. Pernyataan Tanggung Pengeluaran Pajak
Jawab Belanja
c. Lampiran Bukti Transaksi
Kewajiban:
a. Meneliti kelengkapan permintaan pembayaran yang diajukan oleh pelaksana kegiatan
b. Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBDesa yang tercantum dalam
permintaan pembayaran.
c. Menguji ketersediaan dana untuk kegiatan yang dimaksud.
d. Menolak pengujian permintaan pembayaran oleh pelaksana kegiatan apabila tidak
memenuhi pernyataan yang ditetapkan.
Aspek Perpajakan Dalam Pengelolaan Desa
Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebutkan bahwa bendahara desa sebagai wajib
pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan
potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, bendahara desa yang ditunjuk wajib
mengerti aspek-aspek perpajakan berdasarkan undang-undang dan peraturan perpajakan yang
berlaku.
Bendahara desa yang ditunjuk wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
sebagai identitas bendahara desa dalam menjalankan kewajiban perpajakannya yang meliputi
memotong/memungut dan menyetorkan serta melaporkan PPh dan PPN sesuai dengan
ketentuan perpajakan.
Kewajiban perpajakan yang menjadi tanggungjawab bendahara desa meliputi:
a. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
PPh Pasal 21 dikenakan sehubungan dengan adanya pembayaran
honorarium/upah/imbalan lainnya dengan tarif sebagai berikut.
Memiliki
Penerimaan Imbalan Tidak Memiliki NPWP
NPWP
PNS Golongan IV 15% 18% (20% lebih tinggi)
PNS Golongan III 5% 6% (20% lebih tinggi)
PNS Golongan II 0% 0%
Non PNS 5% 6%
Upah Tukang & Kuli Bangunan > 5% 6%
300.000/hari
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pada saat pembayaran dengan membuat
Bukti Potongan PPh Pasal 21, selanjutnya PPh Pasal 21 disetor dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi/ Kantor Pos paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya dan melaporkan PPh Pasal 21 yang telah disetor tersebut dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan
Pajak Pratama (KP2KP) sesuai tempat bendahara desa terdaftar.
b. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dikenakan sehubungan dengan adanya pembayaran
atas belanja barang dengan tarif sebagai berikut.
Nilai Pembayaran Memiliki NPWP Tidak Memiliki NPWP
0-2.000.000 Tidak dipungut Tidak dipungut
1,5% dari Dasar 3% (100% lebih tinggi)
>2.000.000 Pengenaan Pajak (sebelum dari Dasar Pengnaan Pajak
PPN) (sebelum PPN)
Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 jika pembayaran yang jumlahnya
kurang dari 2.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah, serta
pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, gas, listrik, pelumas, air
minum/PDAM dan benda-benda pos.
PPh Pasal 22 dipungut dan disetor dengan menggunakan SSP ke Bank
Persepsi/ Kantor Pos pada hari yang sama saat dibayarkan dan dilaporkan dengan
menggunakan SPT Pasal 22 ke KPP Pratama/ KP2KP tempat bendahara desa terdaftar
paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya.
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dikenakan sehubungan dengan adanya
pembayaran atas belanja jasa kepada wajib pajak badan. Jika penyedia jasa adalah
WP perseorangan, maka dikenakan PPh Pasal 21. Dikecualikan dari pemungutan bagi
wajib pajak yang mempunyai SKB (Surat Keterangan Bebas untuk omset kurang dari
Rp. 4,8 miliar per tahun).
Tarif yang digunakan sebesar 2% dari pembayaran tidak termasuk PPN. PPh
Pasal 23, dipotong pada saat pembayaran dengan membuat Bukti Potong PPh Pasal
23, se;anjutnya PPh Pasal 23 dietor dengan menggunakan SSP ke Bank Persepsi/
Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 ke KPP Pratama/KP2KP tempat bendahara
desa terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
d. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut UU No. 42 Tahun 2009 dikenakan
sehubungan dengan adanya pembayaran atas belanja barang dan jasa kena pajak
dengan nilai pembayaran termasuk pajak (PPN) lebih dari Rp. 1.000.000. tarif PPN
adalah 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). PPN dipungut pada saat pembayaran,
selanjutnya disetor dengan menggunakan SSP ke Bank Persepsi/ Kantor Pos dan
dilaporkan dengan menggunakan SPT ke KPP Pratam/ KP2KP tempat bendahara desa
terdaftar paling lambat akhir bulan berikutnya.
Berikut pembayaran yang tidak dipungut PPN oleh bendaharawan menurut
Keputusan Menteri Keuangan No. 563 Tahun 2003:
1. Tidak melebihi dari jumlah Rp. 1.000.000 termasuk PPnBM dan merupakan
pembayaran yang tidak dipecah-pecah
2. BBM dan Non BBM yang penyerahannya dilakukan oleh Pertamina.
3. Atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
4. Atas penyerahan BKP/JKP yang menurut perundang-undangan yang berlaku,
mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
5. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung
dan sejenisnya, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh jasa boga
atau catering (dikenakan pajak daerah, pajak restoran, dan disetor ke kas daerah).
e. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang
menurut UU Bea Materai menjadi objek bea materai (UU No. 13 Tahun 1985).
Dokumen yang dikenai bea materai anatara lain adalah dokumen yang berbentuk surat
yang memuat jumlah uang, seperti kuitansi dan dokumen yang bersifat perdata,
seperti dokumen perjanjian pembangunan gedung kantor dengan pengusaha jasa
kontruksi dan dokumen kontrak pengadaan jasa tenaga kebersihan.
Sementara yang tidak dikenakan bea materai berdasarkan UU No. 13 Tahun 1985
adalah:
1. Dokumen yang berupa:
a) Surat penyimpanan barang
b) Konosemen
c) Surat angkutan penumpang dan barang
d) Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen
e) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang.
f) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggapan pengiriman
g) Surat-surat lainnya yang dapat dosamakan dengan surat-surat di atas.
2. Segala bentuk ijasah
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang ada kaitanya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan
bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemda dan Bank.
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada
penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang
tersebut.
8. Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam
bentuk apapaun.
Tarif Bea Materai
No. Objek Tarif
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat 6.000
dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata.
2. Akta-akta notaris termasuk salinanya. 6.000
3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta 6.000
Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
4. Surat yang memuat jumlah uang, seperti kuitansi,
billing statement, dll.
a. 0 – 250.000 -
b. 250.000 – 1.000.000 3.000
c. Diatas 1.000.000 6.000
5. Surat berharga, seperti wesel, promes, dan aksep. 6.000
6. Cek dan bilyet giro 3.000
7. Efek atau sekumpulan efek dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
a. 0 – 1.000.000 3.000
b. Diatas 1.000.000 6.000
8. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat 6.000
pembuktian di muka pengadilan.

PENATAUSAHAAN KEUANGAN DESA


Penatausahaan Keuangan Desa merupakan suatu kegiatan yang wajib serta khusus
dilakukan oleh Bendahara Desa dalam hal mencatat transaksi pengeluaran ataupun
penerimaan desa.Bendahara Desa pun harus jeli perihal melaksanakan tugasnya dalam hal
pencatatan yang mengakibatkan terjadinya suatu transaksi keuangan di Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDes) baik itu berupa pendapatan ataupun belanja desa.
Penatausahaan Keuangan : Penerimaan dan Pengeluaran Kas
Penerimaan kas oleh pemerintah desa menurut Permendagri No. 113 tahun 2014 dapat berupa
pendapatan desa yang bersumber dari pendapatan asli desa, pendapatan transfer, pendapatan
lain-lain, ataupun bersumber dari penerimaan pembiayaan. Berikut siklus penatausahaan
keuangan yang dapat dilaksanakan oleh bendahara desa.
Siklus Penatausahaan Keuangan Desa

Peraturan Desa Transaksi Kas Pencatatan Buku Kas


Tentang APBD Masuk dan Kas (Umum,
Desa Keluar Pembantu,pajak, Bank)

Tutup buku setiap


Laporan Akhir
bulan sebagai Lap.
Bulanan

Penyesuaian Posting ke
Neraca Saldo
Aset Buku Besar

Keterangan :
1. Siklus penatausahaan keuangan desa dimulai dengan ditetapkannya peraturan desa
tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa).
2. Berdasarkan APBDesa maka pemerintah desa melakukan transaksi keuangan berupa
penerimaan kas sebagai sumber pendapatan desa dan melakukan pengeluaran kas
berupa belanja untuk menjalankan operasional dan program desa.
3. Berdasarkan bukti transaksi keuangan yang sah terutama Surat Permintaan
Pembayaran dan Bukti Penerimaan Kas, bendahara desa mencatatnya dalam buku-
buku kas.
4. Bendahara desa melakukan penutupan pada setiap bulannya terhadap masing-masing
buku kas tersebut dan menjadikannya sebagai laporan ke kepala desa.
5. Bendahara desa memposting setiap transaksi yang dicatat dibuku kas ke masing-
masing akun/rekening yang ada di buku besar.
6. Pada saat akan menyusun laporan keuangan, baik semesteran maupun tahunan,
bendahara desa harus menyusun neraca saldo yang merupakan ringkasan saldo dari
setiap akun/rekening yang ada dibuku besar.
7. Selanjutnya, bendahara desa menghitung dan melakukan penyesuaian terhadap akun-
akun/rekening-rekening yang terkait dengan aset lancar sebagai tahap penyusunan
laporan kekayaan milik desa.
8. Bendahara desa menyusun Laporan Keuangan.
Memposting Dalam Buku Besar
Salah satu tahapan dalam penatausahaan keuangan desa yang cukup menyita waktu dan
tenaga adalah memposting. Memposting adalah proses memindahkan catatan dari buku kas
umum desa dan buku bank desa ke setiap akun/rekening yang ada di buku besar. Jika dalam
buku kas umum desa dan buku kas desa dicatat semua akun/rekening dalam satu buku
catatan, maka dalam setiap akun/rekening yang tercatat dibuku kas umum desa dan buku
bank desa masing-masing akun/rekening yang ada dibuku besar. Posting dilakukan setiap
transaksi keuangan yang tercatat dibuku kas umum desa dan buku bank desa kecuali untuk
transaksi setoran ke bank dan penarikan dana dari rekening bank desa.
Berikut format buku besar untuk setiap akun/rekening yang ada di APBDesa.
Tampilan 18. Format Buku Besar
Nama Rekening : . . . . . . . .
Kode Rekening : . . . . . . . .
Tanggal Uraian Ref Debit (Rp) Kredit (Rp) Saldo (Rp)
1 2 3 4 5

Jumlah

Menyusun Neraca Saldo


Tahapan perlu dilakukan sebelum mempersiapkan Laporan APBDesa adalah menyusun
neraca saldo. Neraca saldo merupakan ringkasan saldo-saldo akhir dari setiap rekening yang
ada dibuku besar. Berikut format neraca saldo.
Tampilan 19. Format Neraca Saldo
Nerca Saldo
Desa . . . . Kecamatan . . . .
Tahun Anggaran . . . . .
Saldo (Rp)
Kode Rekening Nama Rekening
Debit Kredit
1 2 3
Penyesuaian Di Akhir Periode
Setelah menyusun neraca saldo, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap rekening non
APBDesa terutama rekening aset lancar da aset non lancar. Bendahara desa perlu membuat
laporan hasil perhitungan secara riil terhadap jumlah rekening non APBDesa terutama aset
lancar dan aset non lancar untuk kemudian melakukan penyesuaian terhadap neraca saldo,
sehingga diperloeh neraca saldo setelah disesuaikan. Untuk akun uang kas di bendahara desa
yang menjadi sumber penyesuaian adalah saldo akhir yang ada di buku kas umum, sedangkan
untuk akun rekening kas desa yang menjadi sumber penyesuaian adalah saldo akhir yang ada
di buku bank desa.
Format penyesuaian tersebut ada di tampilan berikut.
Tampilan 20. Format Penyesuaian
Kode Nama Neraca Penyesuaian Neraca Saldo
Rekening Rekening Saldo Stelah
Disesuaikan
1 2 3 4 5

Penyesuaian Laporan
Berdasarkan Permendagri No. 113 tahun 2014, kepala desa menyampaikan laporan realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada bupati/walikota melalui camat berupa laporan semester
pertama dan laporan semester akhir tahun. Selain menyampaikan laporan tersebut, kepala
desa menyampaikan laporan pertanggung jawaban realisasi pelaksanaan APBDesa kepada
bupati/walikota melalui camat pada setiap tahun anggaran. Laporan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan APBDesa disampaikan paling lambat 1(satu) bulan setelah akhir tahun
anggaran yang berkenaan.
Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa ditetapkan dengan peraturan
desa dengan dilampiri :
1. Format laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran
berkenaan.
2. Format laporan kekayaan milik desa per 31 desember tahun anggaran berkenaan.
3. Format laporan program pemerintah dan pemerintah daerah yang masuk ke desa.
Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah
diakses oleh masyarakat.
Prosedur Penutupan Buku Setiap Akhir Bulan
Berdasarkan Permendagri No. 113 tahun 2014, bendahara desa berkewajiban melakukan
pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran, serta melakukan tutup buku pada setiap akhir
bulan secara tertib. Proses penutupan buku dilakukan dengan cara menjumlahkan setiap
kolom penerimaan dan pengeluaran pada buku kas umum, buku pembantu pajak, dan buku
bank desa, sehingga kita mendapatkan saldo-saldo akhir dari setiap penerimaan dan
pengeluaran pada masing-masing buku tersebut, yang nantinya akan kita gunakan sebagai
dasar pembuatan laporan pertanggungjawaban bendahara desa.
PENYUSUNAN LAPORAN KEKAYAAN MILIK DESA AWAL
Penyusunan dan penyajian laporan kekayaan milik desa itu sendiri harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku agar dihasilkan suatu format laporan yang seragam. Saat ini format
Laporan Kekayaan Milik Desa mengacu pada Permendagri No. 113 tahun 2014 tentang
pengelolaan keuangan desa.
Berhubung dengan kondisi pencatatan aset dan kewajiban yang pada umumnya kurang andal,
baik dari aspek kelengkapan, keberadaan, maupun penilaiannya, maka untuk penyusunan
Laporan Kekayaan Milik Desa Awal, pemerintah desa perlu menyusun langkah-langkah
terstruktur sebagai berikut.
1. Menentukan ruang lingkup pekerjaan.
2. Menyiapkan formulir berikut petunjuk pengisiannya.
3. Memberikan penjelasan kepada tim yang akan melakukan penyusunan Laporan
Kekayaan Milik Desa Awal.
4. Melaksanakan kegiatan pengumpulan data serta invetarisasi aset dan kewajiban.
5. Melakukan pengolahan data serta klasifikasi aset dan kewajiban sesuai dengan
Permendagri No.113 Tahun 2014.
6. Melakukan penilaian terhadap aset dan kewajiban.
7. Menyajikan akun-akun aset, kewajiban, dan kekayaan bersih serta jumlahnya dalam
format Laporan Kekayaan Milik Desa seperti yang ada ditampilan 22 bab 4.
DAFTAR PUSTAKA

Yuliansyah, dan Rusmianto (2016). Akuntansi Desa. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai