Laporan Kasus Guillain Barre Syndrome
Laporan Kasus Guillain Barre Syndrome
Oleh
dr. Olivia Listiowati Prawoto
Pembimbing:
dr. Martha Nurani Putri
dr. Rakhman Tyas P.
dr. Nyoman, Sp.S
2016
BAB 1
LATAR BELAKANG
2.1 Definisi
SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi
secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks,
dan nervus kranialis.1 Guillain Barre sering juga disebut sebagai acute idiopathic demyelinating
polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya proses demielinasi pada Guillain Barre bersifat akut.
2.2 Epidemiologi
Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0,4 - 1,7 kasus per 100.000 orang
pertahun. Insidensi lebih tinggi pada perempuan dibanding pria dan lebih banyak terjadi pada usia
muda.2,3 Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai
usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95
tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83%
penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras
yang tidak spesifik.1
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB
yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum
gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.1,3
2.3 Etiologi
Etiologi SGB masih belum diketahui secara pasti. Teori yang dianut sekarang adalah
suatu kelainan imunologik, baik secara primary imune response maupun immune mediated
response. Beberapa keadaan / penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB antara lain1:
1. Infeksi.
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Infeksi akut yang sering
berhubungan dengan SGB adalah infeksi dari virus (CMV, EBV, HIV, varisela) dan bakteri
(Campilobakter jejuni, Mycoplasma pneumonia). Dua pertiga penderita berhubungan dengan
penyakit infeksi. Interval antara penyakit yang mendahului dengan awitan biasanya 2-3 minggu.
Pada umumnya sindrom ini sering didahului oleh influenza, infeksi saluran nafas bagian atas atau
saluran pencernaan.2
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
4. Penyakit sistemik seperti: keganasan, SLE, tiroiditis, penyakit addison
5. Kehamilan/ dalam masa nifas
2.4 Patogenesis
Delapan puluh persen pasien dengan SGB memiliki riwayat pendahulu seperti infeksi,
pembedahan dan trauma.5 Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mencetuskan terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak
ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui
mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah1:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh
darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah
infeksi virus. Terjadi reaksi inflamasi pada saraf yang terganggu. Infiltrat terdiri atas sel-sel
mononuklear terutama sel limfosit. Terdapat juga sel makrofag, sel polimorfonuklear. Serabut
saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. 1
Organisme yang menyebabkan infeksi terdahulu mengaktivasi sel T, setelah masa laten
beberapa hari sampai minggu, sel B dan T spesifik antigen teraktivasi. IgG yang diproduksi sel B
dapat dideteksi pada serum pada berbagai konsentrasi. Antibodi ini memblok konduksi impuls
sehingga terjadi akut paralisis atau mengaktivasi komplemen dan makrofag yang menyebabkan
lesi pada mielin.4 Penelitian terbaru menyatakan bahwa terjadinya destruksi mielin dicetuskan oleh
aktivasi komplement. Aktivasi cascadekomplemen dimediasi oleh ikatan antara antibodi dengan
sel Schwann dan mengakibatkan degenerasi mielin. Akson biasanya menjadi target, terutama
setelah infeksi Campylobacter jejuni.5.
2.5 Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan,
1,3,6
yaitu :
Derajat penyakit SGB didasarkan pada skala disabilitas dari Hughes (Tabel 1). Pada SGB
berat, pasien memiliki skala ≥ 4.6
0 Sehat
1 Gejala minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual
2 Dapat berjalan tanpa bantuan tongkat, namun tidak dapat melakukan
pekerjaan manual
3 Dapat berjalan dengan bantuan tongkat atau alat penunjang
4 Kegiatan terbatas di tempat tidur/kursi (bed / chair bound)
5 Membutuhkan bantuan ventilasi
6 Kematian
2.9 Terapi
Untuk Sindrom Guillain Barre dapat dikatakan tidak ada drug of choice. Terapi diberikan
untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas
(imunoterapi).1 Pada pasien dengan SGB ringan, diberikan terapi suportif dengan pemantauan
ketat dan persiapan bila pasien secara klinis mengalami perburukan.6
a. Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid untuk terapi SGB masih kontroversial. Kebanyakan penelitian
mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk
terapi SGB. Namun, apabila terjadi keadaan gawat akibat terjadinya paralisis otot-otot pernafasan
maka kortikosteroid dosis tinggi dapat dilakukan.1
b. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi
yang beredar. Plasmaferesis diindikasikan pada kasus yang nonambulatory, atau yang penyakitnya
berlangsung secara agresif.6 Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik,
berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama
perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB
dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu
pertama).1 Plasmaferesis atau plasma exchange merupakan terapi yang pertama kali terbukti
efektif pada kasus SGB berat. Perbaikan klinis pasien nampak nyata dalam kemampuan berjalan
tanpa dibantu, waktu penggunaan ventilasi mekanik lebih singkat, dan gejala sisa lebih ringan.6
Pada anak yang menderita SGB, plasmaferesis jarang dilakukan karena prosedur ini
membutuhkan persiapan yang lebih kompleks seperti unit perawatan intensif (ICU), akses vena
sentral dan mesin plasmaferesis. Selain plasmaferesis, hanya intravenous immunoglobulin (IVIg)
yang terbukti efektif dalam mengurangi kegawatan dan memperpendek perjalanan penyakit.6
c. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan
plasmaparesis karena efek samping / komplikasi lebih ringan. Dosis 0.4 gr/kg BB/hari selama 5
hari.8 Pemberian IVIg diduga dapat menetralisasi antibodi mielin yang beredar dengan berperan
sebagai antibodi anti–idiotipik, menurunkan sitokin proinflammatorydan menghadang kaskade
komplemen.6
d. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah1:
- 6 merkaptopurin (6-MP)
- Azathioprine
- cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.
Pengobatan suportif untuk Gullain Barre antara lain10:
- Monitor kapasitas vitas pernafasan dan kekuatan inspirasi negatif (negative
inspiratory force; NIF). Jika kapasitas vita < 20 mL/kg atau NIF kurang dari –
30cm H2O, bawa pasien ke ICU dan lakukan intubasi. Jangan tunggu sampai
saturasi oksigen drop.
- Swallowing assessment
- Monitoring fungsi jantung
- Berikan obat anti nyeri seperti gabapentin, pregabalin atau tramadol
- Profilak DVT
- Regimen untuk kostipasi
- Fisioterapi untuk mencegah kontraktur dan mempercepat proses penyembuhan
2.11 Prognosa
Pada umumnya prognosa relatif baik. 90-95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa
dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain1,2:
- pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal
- mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
- progresifitas penyakit lambat dan pendek
- pada penderita berusia 30-60 tahun
- tidak terjadi kelumpuhan total
Angka kematian pada GBS ± 5 %. Kebanyakan pasien membaik pada beberapa bulan.
Jika tanpa pengobatan, sekitar 35 % dari pasien memiliki kelemahan residual, atrofi, hiporefleksia
dan kelemahan otot wajah. Prognosis buruk pada pasien dengan usia tua, didahului penyakit GI
track.10
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. YU
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Karyawan swasta
II. Anamnesis
KU : penglihatan ganda
b. Status Internus
Kulit : Turgor kulit normal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran pada KGB leher, aksila, dan inguinal
Thoraks : normothoraks
Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus normal, kiri = kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : fatty
Palpasi : Soeppel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral : Hangat kering merah
Edema : tidak didapatkan
Corpus Vertebrae
Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Massa (-), deformitas (-)
c. Status Neurologikus
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Tanda Rangsangan Meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Kernig : -
Pemeriksaan Koordinasi :
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
-
- MRI
- Lumbal Pungsi
Temuan Klinis
- Diplopia
- Ataxia
- Glove stocking parestesi
- Headache
- Arefleksia
- Ptosis
- Total ophthalmoplegi
- Papil edema
- Disosiasi sitoalbumin (LP)
Diagnosis
Diagnosis klinis : Guillain Barre Syndrome tipe Miller Fischer
Diagnosis topik : Radiks N. Spinalis
Diagnosis etiologi : Autoimun
Diagnosis sekunder : -
Diagnosis Banding
- Multipel Sclerosis
Tatalaksana
Umum:
- IVFD PZ 14 tpm
Khusus :
- Inj Metilprednisolon 4x1000 mg tapering down
- Inj Lansoprazole 2 x 1 amp
- Lapibol drip dalam PZ 2x/hari
- IVIG Dosis 0.3 gr/kg BB/hari selama 5 hari.
Prognosis
- Ad vitam : ad bonam
- Ad fungsionam : ad bonam
- Ad sanationam : ad bonam
DAFTAR PUSTAKA