Disusun oleh :
1. Asikin ( 0417103067)
2. Dana Wijayanti (0417103071)
3. Fitri Nurdiana (0417103076)
4. Wildan Rohmanu (0417103090)
5. Nur Ria Saputri (0417103094)
i
Laporan Kegiatan praktek Kerja Lapangan mahasiswa yang dilaksanakan oleh :
1. Asikin ( 0417103067)
2. Dana Wijayanti (0417103071)
3. Fitri Nurdiana (0417103076)
4. Wildan Rohmanu (0417103090)
5. Nur Ria Saputri (0417103094)
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktek kerja
lapangan ( PKL ) pada waktunya.
Adapun tujuannya adalah untuk bisa mengaplikasikan dan menerapkan
teori yang telah kami dapatkan selama dalam masa perkuliahan serta
mempraktekkan secara langsung dalam praktek kerja lapangan di Puskesmas
Wonokromo Surabaya. Sehingga kami tahu dan mengerti bagaimana menjadi
seorang tenaga Teknologi Laboratorium Medik yang profesional.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam melaksanakan Praktek
Kerja Lapanagan ini, diantaranya kepada :
1. dr. Era Kartikawati Selaku kepala Puskesmas Wonokromo Surabaya.
2. Ibu Dheasy Herawati, S.Si, M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Prodi
D3 Teknik Laboratoruim Medik Universitas Maarif Hasyim Latif Sidoarjo.
3. Bapak Anton Yuntarso, ST,. M.Si, Selaku pembimbing Praktek Kerja
Lapangan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Maarif Hasyim Latif
Sidoarjo.
4. Teman – teman program studi D3 Tehnologi Laboratorium Medik Universitas
Maarif Hasyim Latief Sidoarjo dan semua pihak yang memberi dukungan,
arahan, bimbingan dan bantuan kepada kami selama pelaksanaan Praktek Kerja
Lapangan di Laboratorium Puskesmas Wonokromo Surabaya.
Demikian laporan hasil Praktek Kerja Lapangan kami susun berdasarkan
pengalaman dan kami menyadari bahwa penyusun laporan ini jauh dari
kesempurnaan. oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini.
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tersebut mahasiswa sudah memperoleh bekal tambahan ilmu yang berguna
pada saat mencari kerja.
Laboratorium Puskesmas Wonokromo merupakan pusat pelayanan tingkat
pertama masyarakat Wonokromo dan sekitarnya, Puskesmas wonokromo ini
terletak pada posisi yang mudah di jangkau oleh masyarakat yang berkunjung
dan memeriksakan diri ke Puskesmas Wonokromo.
2
1.5 Manfaat Bagi Mahasiswa
1. Mendapatkan pengalaman kerja, keterampilan di bidang laboratorium serta
memperoleh gambaran kerja mengenai laboratorium.
2. Terpapar langsung dengan kondisi yang sesungguhnya dan pengalaman
kerja di lapangan.
3. Mendapatkan pengalaman menggunakan metode analis masalah yang tepat
terhadap pemecahan permasalahan yang muncul dalam bidang
pemeriksaan laboratorium.
4. Menambah wawasan yang mungkin belum di dapat selama perkuliahan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan
hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit ≤100.000/mm3.
biasanya ditemukan antara hari ketiga sampai ketujuh (Hadinegoro SR, 2006).
Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya
antibodi anti NS1 VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.
Hitung jumlah trombosit dapat digunakan sebagai alat bantu untuk
diagnosis dengue karena menunjukkan sensitivitas yang tinggi mulai dari hari ke-
4 demam sebesar 67.7%, bahkan pada hari ke-5 sampai ke-7 menunjukkan angka
100%.16 Spesifitas yang sangat tinggi pada penggunaan trombositopenia sebagai
parameter disebabkan karena jarangnya penyakit infeksi yang disertai dengan
penurunan hitung trombosit sampai di bawah 150.000/mm3. Bahkan jika
digunakan kriteria trombosit dibawah 100.000/mm3, spesifitas hampir mencapai
100% sejak hari pertama, namun mengurangi sensitivitas antara 10-20%
(Suwandono A, 2011).
Dengan demikian pemeriksaan trombosit harian akan sangat membantu
diagnosis dengue karena meningkatkan sensitivitas dan spesifitasnya. Nilai
rujukan jumlah trombosit normal dalam darah menurut Dacie adalah 150.000 –
400.000 per mm3 (Dacie JV, 1977).
2.1.2 Pemeriksaan Jumlah leukosit
Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Selanjutnya pada fase akhir demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil
bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.
Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB) >4% di
daerah tepi dapat dijumpai pada hari ketiga sampai hari ketujuh (Hadinegoro SR,
2006).
Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu (mononuklear) dengan
struktur kromatin halus dan agak padat, serta sitoplasma yang relatif lebar dan
berwarna biru tua. Oleh karenanya disebut limfosit plasma biru (LPB).
5
Penggunaan parameter gabungan trombositopeni dan leukopeni
menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi daripada sensitivitas masing-masing.
Sensitivitas ini terus meningkat dan mencapai 100% pada hari ke 5 sampai ke 7
panas. Spesifitas kombinasi trombositopeni dan leukopeni umumnya cukup tinggi
>80%, bahkan pada spesimen hari ke 5 dan ke 7 mencapai 100%.16 Jumlah
leukosit normal untuk dewasa menurut Dacie adalah 4000 – 11.000 per mm3.
Beberapa jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
leukosit berupa menurunnya jumlah neutrofil (neutropeni) diantaranya adalah
fenilbutazon (anti radang), kloramfenikol (antibiotik), fenitoin (antikonvulsan),
karbimazol (antitiroid).
Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan leukosit berupa menurunnya jumlah neutrofil (neutropeni)
diantaranya adalah infeksi bakteri seperti tifus abdominalis, tuberkulosis milier,
reaksi hipersensitifitas dan anafilaksis, systemic lupus erythematosis (SLE),
kegagalan sumsung tulang, dan splenomegali (Dacie JV, 1977).
2.1.3 Pemeriksaan Nilai hematokrit
Nilai hematokrit adalah besarnya volume sel-sel eritrosit seluruhnya
didalam 100 mm3 darah dan dinyatakan dalam %. Peningkatan nilai hematokrit
menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan
indikator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit
mendahului peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan
hematokrit ≥ 20% mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan
perembesan plasma (Hadinegoro SR, 2006).
Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh
penggantian cairan atau adanya perdarahan. Nilai rujukan nilai
hematokrit normal menurut Dacie untuk pria dewasa adalah 40 - 54 % dan untuk
wanita dewasa adalah 37 - 54 %.10 Beberapa penyakit lain yang dapat
mempengaruhi peningkatan nilai hematokrit diantaranya adalah dehidrasi, diare
berat, polisitemia vera, asidosis diabetikum, transcient ischemic attack (TIA),
eklampsia, trauma, pembedahan, luka bakar (Sutedjo AY, 2007).
6
2.1.4 Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Pemeriksaan kadar hemoglobin termasuk ke dalam pemeriksaan darah
lengkap. Nilai rujukan Hb menurut Dacie untuk pria dewasa adalah 12.5 – 18 gr
% dan untuk wanita dewasa adalah 11.5 – 16.5 gr %.10 Peningkatan nilai
hematokrit yang disertai dengan peningkatan kadar hemoglobin dapat
memperlihatkan adanya kebocoran plasma dan banyaknya sel darah merah di
dalam pembuluh darah, hal ini dapat mengindikasikan adanya infeksi dengue
dengan tanda bahaya yang meningkatkan resiko terjadinya SSD (Davis, 2011).
Beberapa keadaan patologis yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin
diantaranya adalah thalassemia, anemia, perdarahan akut dan kronis, infeksi
kronik, dan leukemia sedangkan keadaan yang menyebabkan peningkatan kadar
hemoglobin diantaranya adalah polisitemia dan dehidrasi (Dacie JV, 1977).
Kimia klinik adalah ilmu yang mempelajari teknik terhadap darah, urin,
sputum (ludah, dahak), cairan otak, ginjal, sekret- sekret yang dikeluarkan. Ruang
dalam aliran darah sebagai glukosa dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati.
Glukosa adalah bahan bakar utama dalam jaringan tubuh serta berfungsi untuk
Gula darah adalah gula yang berada di dalam darah yang terbentuk dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka
(Kee, 2007). Sedangkan kadar glukosa darah adalah tingkat gula di dalam darah,
7
konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum di atur dengan ketat di dalam
tubuh (http://repository.unimus.ac.id)
2.2.2 Ureum
hati dan dikeluarkan melalui ginjal. Ureum berasal dari diet dan protein
endogen yang telah difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorbsi sebagian oleh
ureum biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak
atau ekspansi volume plasma. Pemeriksaan kadar ureum plasma penting dan
molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN). Namun di
beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai berat urea total. Pada
- Dewasa : 5 – 25 mg/dl
- Anak-anak : 5 – 20 mg/dl
- Bayi : 5 – 15 mg/dl
dibagi menjadi tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia
8
prarenal terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh
hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar,
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan oleh
kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin (Riswanto, 2010).
9
Faktor Ratio ureum/kreatinin Penyebab
Obstruksi ureter
Pasca renal Menurun
Obstruksi outlet kandung kemih
Dikutip dari : Pagana KD, Pagana TJ. Mosby’s Manual of Diagnostic and
Laboratory Tests. 2nd ed. St Louis: Mosby; 2002.
Penyebab Mekanisme
Pembentukan ureum
Gagal hati menurun karena gangguan
fungsi hati
Keseimbangan nitrogen
negatif Produksi ureum menurun
(malnutrisi, malabsorpsi)
Dikutip dari : Pagana KD, Pagana TJ. Mosby’s Manual of Diagnostic and
Laboratory Tests. 2nd ed.St Louis: Mosby; 2002.
10
2.2.3 Kreatinin
Pengaruh kadar
Faktor Mekanisme
kreatinin
11
Pengaruh kadar
Faktor Mekanisme
kreatinin
Malnutrisi, massa
otot Merendahkan Penurunan produksi kreatinin
berkurang, amputasi
12
tersebut. Perhitungan yang terbaik adalah dengan menentukan bersihan
kreatinin, yaitu :
Menurut (Efendi I, 2006) Nilai normal untuk bersihan kreatinin :
Pria = 97 - 137 mL/menit/1,73 m2 atau 0,93-1,32 mL/detik/m2
Wanita = 88 - 128 mL/menit/1,73 m2 atau 0,85-1,23 mL/detik/m2
2.2.4 Trigliserida
Trigliserida merupakan asam lemak yang dibentuk dari esterifikasi
tiga molekul asam lemak menjadi satu molekul gliserol. Jaringan adiposa
memiliki simpanan trigliserid yang berfungsi sebagai ‘gudang’ lemak yang
segera dapat digunakan. Dengan masuk dan keluar dari molekul trigliserida di
jaringan adiposa, asam-asam lemak merupakan bahan untuk konversi menjadi
glukosa (glukoneogenesis) serta untuk pembakaran langsung untuk
menghasilkan energi.
Asam lemak dapat berasal dari makanan, tetapi dapat juga berasal dari
kelebihan glukosa yang diubah oleh hati dan jaringan lemak menjadi energi
yang dapat disimpan. Lebih dari 95% lemak yang berasal dari makanan adalah
trigliserida (Riswanto, 2010).
2.2.5 Kolesterol
13
Karena lipid tidak dapat larut dalam air, maka perlu suatu ‘pengangkut’
agar bisa masuk dalam sirkulasi darah yaitu lipoprotein. Lipoprotein dalam
sirkulasi terdiri dari partikel berbagai ukuran yang juga mengandung kolesterol,
trigliserida, fosfolipid, dan protein dalam jumlah berbeda sehingga masingmasing
lipoprotein memiliki karakteristik densitas yang berbeda. Lipoprotein
terbesar dan paling rendah densitasnya adalah kilomikron, diikuti oleh
lipoprotein densitas sangat rendah (very low density lipoprotein, VLDL),
lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein, LDL), lipoprotein densitas
sedang (intermediate density lipoprotein, IDL), dan lipoprotein densitas tinggi
(high density lipoprotein, HDL).
VLDL terutama terdiri dari trigliserid endogen yang dibentuk oleh sel
hati dari karbohidrat. Ia bertugas membawa kolesterol yang dikeluarkan dari
hati ke jaringan otot untuk disimpan sebagai cadangan energi (Riswanto, 2010).
LDL merupakan partikel yang mengandung 45% kolesterol. Variannya
ditentukan oleh rasio kandungan kolesterol dan trigliserida, dimana trigliserida
menurun pada partikel yang lebih kecil (LDL-pk). LDL-pk bersifat aterogenik
karena beberapa hal : secara umum partikel yang lebih kecil dan padat akan
lebih mudah menerobos endotel pembuluh darah dan melakukan penetrasi ke
intima; LDL-pk lebih mudah mengalami oksidasi dan glikasi sehingga memicu
proses terbentuknya sel busa di intima. LDL bertugas mengangkut kolesterol
dalam plasma ke jaringan perifer untuk keperluan pertukaran zat. LDL ini
mudah menempel pada dinding pembuluh koroner dan menimbulkan plak. Itu
sebabnya LDL sering disebut sebagai “kolesterol jahat” (Suhartono T, 2007).
HDL dibentuk oleh sel hati dan usus, bertugas menyedot timbunan
kolesterol di jaringan tersebut, mengangkutnya ke hati dan membuangnya ke
dalam empedu, sehingga HDL disebut juga “kolesterol baik”. Penurunan HDL
pada DM tipe 2 disebabkan oleh banyak faktor, namun yang terpenting adalah
meningkatnya transfer kolesterol dari HDL ke lipoprotein kaya trigliserin dan
sebaliknya transfer trigliserid ke HDL. Kemungkinan lain adalah akibat
hiperglikemia maupun resistensi insulin (Suhartono T, 2007).
14
Menurut (PERKENI, 2005, kadar lipid plasma yang optimal adalah sebagai
berikut :
≥ 240 Tinggi
≥ 60 Tinggi (baik)
Trigliserida (mg/dl)
15
2.2.6 SGOT-SGPT
SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama
oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau
sirosis, biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes
laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati
(Ronald, 2004).
SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah
enzim yang secara normal berada disel hati dan organ lain. SGOT dikeluarkan
kedalam darah ketika hati rusak. Level SDOT darah kemudian dihubungkan
dengan kerusakan sel hati, seperti serangan virus hepatitis. SGOT juga disebut
aspartate aminotransferase (AST) (Poedjiadi, 1994).
Aspartate transaminase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT) adalah enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh,
terutama dalam jantung dan hati; enzim itu dilepaskan ke dalam serum sebagai
akibat dari cedera jaringan, oleh karena itu konsentrasi dalam serum (SGOT)
dapat meningkat pada penyakit infark miokard atau kerusakan aku pada sel-sel
hati (Dorland, 1998).
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamik Piruvat Transaminase , SGPT
atau juga dinamakan ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang
banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoselular. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung,
ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada
SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis
didapat sebaliknya ( joyce, 2007).
Enzim-enzim AST, ALT & GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan
sel hati. Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan
hati yang akut, mengingat ALT merupakan enzim yang hanya terdapat dalam
sitoplasma sel hati (unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam
sitoplasma maupun mitochondria (bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada
ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini
ditemukan pada kerusakan sel hati yang menahun.2,5,7 Adanya perbedaan
16
peningkatan enzim AST dan ALT pada penyakit hati ini mendorong para peneliti
untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De Ritis et al mendapatkan ratio
AST/ALT = 0,7 sebagai batas penyakit hati akut dan kronis. Ratio lni yang
terkenal dengan nama ratio De Ritis memberikan hasil< 0,7 pada penyakit hati
akut dan > 0,7 pada penyakit hati kronis. Batas 0,7 ini dipakai apabila
pemeriksaan enzim-enzim tersebut dilakukan secara optimized, sedangkan apabila
pemeriksaan dilakukan dengan cara kolorimetrik batas ini adalah 1.7 Istilah
"optimized" yang dipakai perkumpulan ahli kimia di Jerman ini mengandung arti
bahwa cara pemeriksaan ini telah distandardisasi secara optimum baik substrat,
koenzim maupun lingkungannya. (Suryadi dan Marzuki, 1983).
2.3 Urinalisis
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan
diagnosis saluran kemih, batu ginjal, skrining dan avaluasi berbagai jenis penyakit
dan kekeruhan. Urin norml yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit
berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas
warna sesuai dengan konsentrasi urine, urin encer hampir tidak berwarna, urine
pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena
kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam ) atau fosfat (dalam urine
basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein
17
(hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh. Obat- obatan
tertentu juga dapat mengubah warna urine. Kencing berbusa sangat mungkin
Urinalisis adalah analisis fisik , kimia, dan mikroskopis terhadap urin. Urinalisis
berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi saluran kemih dan untuk
Pemeriksaan urin memakai carik celup sangat cepat, mudah dan spesifik.
Carik celup berupa secarik plastik kaku yang pada sebelah sisinya dilekati
dengan satu sampai sembilan kertas isap atau bahan penyerap lain yang masing-
masing mengandung reagen- reagen spesifik terhadap salah satu zat yang
mungkin ada di dalam urine. Ada dan banyaknya zat yang dicari ditandai dengan
perubahan skala warna tertentu pada bagian yang mengandung reagen spesifik,
urine analyzer. Tes urine strip ada yang versifat kualitatif yang hanya menunjukan
reaksi positif atau negatif dan ada yang semi kuantitatif yang mampu
memperkirakan hasil dalam bentuk jumlah, yang biasanya dinyatakan dengan 1+,
2+, 3+, dan 4+. Namun, tes dapat juga dinyatakan dalam miligram per desiliter.
dan sel darah. Cara kerjanya, pertama dengan meletakkan urin strip pada tray.
18
Dari tray, strip diteruskan oleh penggerak ke alat pembaca. Pada alat pembaca,
terdapat LED yang memancarkan cahaya dari panjang gelombang yang mengarah
pada permukaan test pad. Cahaya LED yang mengenai pad terpantul dengan
warna yang terdapat pada pad dan tertangkap oleh detektor. Disini panjang
referensi.
Sedimen urin adalah unsur yang tidak larut di dalam urine yang berasal dari
darah, ginjal dan saluran kemih, sehingga pemeriksaan sedimen urin sangat
pada kelainan ginjal dan saluran kemih. Pemeriksaan sedimen urine merupakan
mikroskopik urin dan sangat penting untuk mengetahui adanya kelainan pada
2.4 Widal
Widal atau uji Widal adalah prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri
Salmonella enterica yang mengakibatkan penyakit Thipoid. Uji ini akan
memperlihatkan reaksi antibodi Salmonella terhadap antigen O-somatik dan H-
flagellar di dalam darah. Prinsip pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi
bila serum penderita dicampur dengan suspense antigen Salmonella typhosa.
Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (agglutinin). Antigen yang digunakan pada tes widal ini berasal dari
suspense salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dalam laboratorium.
19
Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar anti dapat ditentukan.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi menunjukkan
titer antibodi dalam serum.
2.5 Elektrolit
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis.
Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air
(pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Fungsi cairan tubuh yaitu sebagai
sarana untuk mengangkut zat makanan ke sel-sel, mengeluarkan buangan-
buangan sel, membantu metabolisme sel, sebagai pelarut untuk elektrolit dan
non elektrolit, termoregulasi, serta membantu pencernaan.Elektrolit adalah zat
kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut
ion jika berada dalam larutan. Kation merupakan ion-ion yang membentuk
muatan positif dalam larutan. Kation ekstraseluler utama adalah natrium
(Na+), sedangkan kation intraseluler utama adalah kalium (K+). Anion
merupakan ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion
ekstraseluler utama adalah klorida (Cl- ), sedangkan anion intraseluler utama
adalah fosfat (PO43+). Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena dan didistribusi ke seluruh bagian
tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang
normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian
tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan
lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang
lainnya (Soebiyanto dan Harti, 2017).
2.6 Hipertensi
tekanan darah di atas normal. Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua
fase dalam setiap denyut jantung, yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase darah
20
yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukkan fase darah
Menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah
kurang dari 130/85 mmHg. Sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan
2014:7).
terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Pada
hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam
kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan
Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau
21
Tabel 5. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO & International society of
Hypertendion Working Group ( ISHWG )
SISTOL DIASTOLIK
KATEGORI
( mmHg ) ( mmHg )
Optimal < 120 < 80
22
BAB III
GAMBARAN UMUM
23
pertama ke dalam suatu organisasi yang dipercaya dan diberi nama Pusat
Kesehatan Masyarakat. Puskesmas dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
1) puskesmas tingkat desa,
2) puskesmas tingkat kecamatan
3) puskesmas tingkat kewedanan
4) puskesmas tingkat kabupaten.
Pada tahun 1979 mulai dirintis pembangunan di daerah-daerah tingkat
kelurahan atau desa, untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan yang berada di
suatu kecamatan maka selanjutnya disebut sebagai puskesmas induk sedangkan
yang lain disebut puskesmas pembantu, dua kategori ini dikenal sampai
sekarang (hhtp:/PelangiIndonesia,Sejarah perkembangan puskesmas di
Indonesia no.04, 2005, diakses tgl 7 Agustus 2013).
3.1.2 Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelayanan teknis dinas kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. (Depkes, 2004). Merujuk dari defenisi
puskesmas tersebut, dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelayanan teknis dinas Kabupaten/Kota, puskesmas
berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas
kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat
pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
yang optimal.
3. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah Kabupaten/Kota adalah dinas kesehatan
Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya
24
sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas
kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu
puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas
dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa, kelurahan atau
RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung
jawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Disamping itu
dikenal pula Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Puskesmas
Pembantu adalah unit pelayanan kesehatan sederhana yang merupakan
bagian integral dari Puskesmas keliling yaitu unit pelayanan kesehatan
keliling berupa kenderaan bermotor roda empat atau perahu motor,
dilengkapi peralatan kesehatan, peralatan komunikasi serta sejumlah
tenaga yang berasal dari puskesmas (Depkes, 2004).
3.2 Lokasi Puskesmas Wonokromo Surabaya
Jl. Karangrejo VI No.4, Wonokromo, Kota Surabaya, Jawa Timur 60243
25
3.4 Motto Puskesmas Wonokromo Surabaya
Motto :
" Satu hati, santun, prima dalam pelayanan"
26
BAB IV
STUDI KASUS
Keterangan Hasil
Eritrosit Positif ( 3+ )
Protein Positif ( 1+ )
Leukosit Positif ( 1+ )
Keterangan Hasil
Eritrosit Banyak
Protein 2-4
Leukosit 1-3
27
Pembahasan :
Hasil Eritrosit
Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran
kemih. Secara teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun
dalam urine normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya
peningkatan jumlah eritrosit dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang
mengikis saluran kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi,
infark ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah,
nefrotoksin, dll.
Hasil Protein
28
Hasil Lekosit
Lekosit adalah sel darah putih, apabila ada infeksi atau luka di saluran
kencing,maka jumlah lekosit akan meningkat, leukosit juga akan meningkat akibat
kontaminan misalnya akibat keputihan. Secara normal kadar lekosit dalam urine
adalah 0-5 per lapangan pandang bila dilihat dengan mikroskop. Lekosit hingga 4
atau 5 per LPK umumnya masih dianggap normal. Peningkatan jumlah lekosit
dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi
saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau
glomerulonefritis akut. Leukosituria juga dapat dijumpai pada febris, dehidrasi,
stress, leukemia tanpa adanya infeksi atau inflamasi, karena kecepatan ekskresi
leukosit meningkat yang mungkin disebabkan karena adanya perubahan
permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit. Pada
kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan dalam bentuk sel Glitter
merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan Brown butiran dalam
sitoplasma. Pada suasana pH alkali leukosit cenderung berkelompok.
29
4.2 Studi Kasus 2 “ Gambaran kadar Natrium dan Kalium serum pada
penderita Hipertensi dengan gagal ginjal di RS muhammadiyah
Gresik”.
Hasil penelitian
Tabel 4.2.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Natrium dan Kalium Serum pada
Penderita Hipertensi dengan gagal ginjal di Rumah sakit Muhammadiyah
Gresik
Kategori n %
Normal 0 0
Hipertensi ringan 5 62,5
Hipertensi sedang 2 25,0
Hipertensi berat 1 12,5
Total 8 100
30
Dari data Tabel di atas Nilai tekanan darah pasien hipertensi
data pasien dengan kelompok hipertensi ringan memiliki prosentase lebih besar
yaitu 62,5%, diikuti pasien dengan kelompok hipertensi sedang yang memiliki
prosentase 25,0%.
Tabel 4.2.3 Distribusi hasil pemeriksaan Natrium serum pasien hipertensi dengan
n %
Hiponatremia 5 62,5
Normal 3 37,5
Hipernatremia 0 0
Total 8 100
Dari data tabel di atas kadar natrium pasien hipertensi dengan gagal ginjal (
nilai normal Natrium 135 -145 mmol/dL ), menunjukkan hasil natrium rendah (
(37,5%)
Tabel 4.2.4 Distribusi hasil pemeriksaan Kalium serum pasien hipertensi dengan
n %
Hipokalemia 1 12,5
Normal 4 50,0
Hiperkalemia 3 37,5
Total 8 100
31
Dari data tabel diatas kadar kalium pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal
PEMBAHASAN
Dari data tabel 4.2.2 Nilai Tekanan darah diklasifikasikan menurut WHO
diserang adalah pembuluh darah, sehingga seluruh tubuh yang dilewati pembuluh
menjelaskan bila tekanan darah melebihi 140 mmHg/90 mmHg maka aliran
darah ke ginjal akan terganggu. Bila salah satu faktor pendukung kerja ginjal,
misalnya aliran darah ke ginjal, jaringan ginjal atau saluran pembuangan ginjal
terganggu atau rusak maka fungsi ginjal akan terganggu. Dalam ginjal sendiri
terdapat terdapat jutaan pembuluh darah kecil yang fungsinya sebagai penyaring
guna mengeluarkan produk sisa darah. Jika pembuluh darah di ginjal rusak,
alhasil ada kemungkinan aliran darah berhenti membuang limbah dan cairan
ekstra dari tubuh. Bila extra cairan tubuh meningkat, maka tekanan darah juga
bisa meningkat. Bila hipertensi tidak terkontrol maka akan menyebabkan arteri
32
disekitar ginjal menyempit, melemah dan mengeras. Kerusakan pada arteri ini
menghambat darah yang diperlukan oleh jaringan pada ginjal. Kalau arteri rusak,
maka nefron tidak menerima Oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan sehingga
kreatinin serum lebih dari 1,5 mg/dL ( Nasir & Ahmad,2014 ).Gagal ginjal akut
mengindikasikan peningkatan kadar kreatinin lebih dari atau sama dengan 0,3
dalam 48jam atau peningkatan kadar kreatinin lebih dari 1,5 x dari nilai kreatinin
awal dalam jangka wakti 7 hari dan terjadi anuria. Namun secara klinis
Dari data Tabel 4.2.3 menunjukkan prosentase kadar natrium serum pada
yang paling umum ( tambajong dkk, 2016 ). Pada ginjal sistem renin angiotensin
2012: 82 ). Gangguan glomerulus dan tubulus pada ginjal serta retensi urin yang
33
berlebihan akibat hormon antidiuretik menyebabkan hiponatremia.Secara klinis
kadar natrium normal pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal terjad jika pasien
disertai muntah dan diare berat sehingga elektrolit banyak yang terbuang ( Loss of
Dari data Tabel 4.2.4 menunjukkan prosentase kadar kalium serum pada
penderita hipertensi dengan gagal ginjal memiliki kadar Kalium normal (62,5%)
adalah ion intraseluler utama dalam tubuh daan berperan penting dalam menjaga
fungsi sel. Sedikit terjadi prubahan dalam distribusi ini dapat menyebabkan
(Gaw, 2011). Jika fungsi Ginjal terganggu, ginjal tidak mampu membuang
kelebihan kalium dalam tubuh. Kondisi ini menyebabkan jumlah kalium dalam
tubuh meningkat ( Hiperkalemia ). Jika jumlah kalium dalam tubuh > 5,3 mmol/L
maka pasien dkatakan hiperkalemia dan jika sudah mencapai > 6,6 mmol/L dapat
terjadi aritma yang serius atau terhentinya denyut jantung. Kalium di filtrasi di
kurang dari 5%, dan melalui urine mencapai 90% dan mengakibatkan
34
4.3 Studi Kasus 3 “ Gambaran Hasil Komponen Leukosit Pada Penderita
1. Lym : Limposit
3. Neut : Neutrofil
Interprestasi widal :
Positif :Titer tertinggi yang masih menunjukkan aglutinasi
Negatif: Tidak terjadi aglutinasi
1
Nilai Rujukan Antigen O : 160
1
Nilai Rujukan Antigen H : 160
1
Nilai Rujukan Antigen A : 160
35
Nilai Normal 4 Komponen :
Leukosit : 4,300 – 10,300
Lym % : 15 – 45
Neut % : 50 – 70
MXD % : 1,3 – 25,9
1. Hasil leukosit yang didapat pada 5 sampel px didapati hasil leukosit normal
5. Hasil widal pada 5 sampel px hanya ditemukan beberapa widal yang positif
Pembahasan
streptococus. Jenis leukosit yang berperan dalam hal ini adalah monosit, neutrofil
dengan limfosis yang relatif pada demam yang merupakan arah diagnosis demam
neutofilia. Hal ini disebabkan oleh infeksi bakteri,virus /jamur akut, gangguan
36
tingkat keganasan infeksi. Derajat neutrofilia sebanding dengan jumlah jaringan
yang mengalami inflamasi. Jika peningkatan neutrofil lebih besar daripada sell
darah merah total mengindikasikan infeksi yang berat. Faktor pengganggu kondisi
berakibat fatal.
untuk menjaga makanan dan kebersihan serta pemberian antibiotik sesuai anjuran
dokter.
37
4.4 Studi Kasus 4 “ kadar Glukosa, Ureum, Creatinin dan Trigliserida pada
serum segar dan serum simpan 10 hari pada suhu 2-8 ˚C di Poliklinik
Pratama Pertamina Surabaya ”.
Nama
Hari Pasien Glucosa Urea Creatinin Trigliserida
1 Radikin 75 38,7 1,45 97
2 72 37,9 1,31 89
3 72 38,7 1,32 88
4 100 46,4 1,79 128
5 94 50,8 1,81 126
6 92 50,1 2,15 119
7 89 52,9 1,98 113
8 105 58,4 2,02 162
9 113 73,1 2,29 187
10 128 72,9 2,52 211
Keterangan : Sample serum di simpan dalam frezeer suhu 2~8oC
38
Tabel 4.4.3 Nilai Control serodos dalam kurun waktu penelitian
Hari Glukosa Urea Creatinin Trigliserida
1 93 33,0 0,94 128
2 96 34,1 0,93 132
3 100 32,3 1,14 124
4 94 33,1 1,03 127
5 98 35,1 1,05 125
6 96 34,4 1,34 135
7 84 32,5 1,05 118
8 85 30,0 0,92 131
9 82 30,7 1,08 127
10 83 29,0 1,02 130
Pada studi kasus ini ATLM mengambil judul “kadar Glukosa, Ureum,
Creatinin dan Trigliserida pada serum segar dan serum simpan 10 hari pada
suhu 2-8 ˚C di Poliklinik Pratama Pertamina Surabaya”.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik. Yaitu untuk
melihat variasi pemeriksaan kadar Glukosa, Ureum, Creatinin dan
Trigliserida pada serum segar dan serum simpan 10 hari pada suhu 2-8ºC.
Sebelum dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu dilakukan QC (quality
control) terhadap automatic Humastar 100 menggunakan serum kontrol
serodos pada table 4.4.3 dengan rentang nilai target serodos
Glucosa Liquicolor 80-110 mg/dl
UrealiquiUV 26,3-41,1 mg/dl
Auto-Creatinin 0,87-1,35 mg/dl
Trigliserida 117-169 mg/dl
artinya alat automatic Humastar 100 dalam kondisi bagus, mampu membaca
kadar glukosa, Ureum, Creatinin dan Trigliserida dengan akurat dan siap
digunakan untuk penelitian.
Serum merupakan bagian cairan darah tanpa faktor pembekuan atau sel
darah. Serum didapatkan dengan cara membiarkan darah di dalam tabung
39
reaksi tanpa antikoagulan membeku dan kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan tinggi untuk mengendapkan sel-selnya, cairan diatas yang
berwarna kuning jernih disebut serum (Evelyn, 2009).
Serum harus segera dipisahkan dari bahan bekuan darah dalam sampel
atau paling lambat 2 jam setelah pengambilan darah untuk menghindari
perubahan-perubahan dari zat-zat yang terlarut di dalamnya oleh pengaruh
hemolisis darah (Hardjoeno, 2003).
Sampel serum stabil selama kurang dari 2 jam. Darah yang tidak
disentrifus akan berlangsung proses glikolisis. Glikolisis menurunkan kadar
glukosa 5–7 % per jam (5- 10 mg/dl) (Morgan dalam Kardika, 2013).
Jika dilakukan penyimpanan serum seharusnya disimpan di tempat yang
suasana gelap, dan dalam tabung atau botol yang berisi serum dibungkus
dengan kertas hitam atau aluminium foil untuk menjaga stabilitas serum dan
disimpan pada suhu yang rendah atau di lemari pendingin (Carl. E.
Speicher, 2004).
Banyak disebutkan didalam brosur kit reagen, penundaan sampel untuk
pemeriksaan dilakukan dengan cara menyimpan serum pada tabung yang
tertutup rapat. Salah satu kit reagen yang menyebutkan bahwa serum boleh
dilakukan penyimpanan pada suhu 2-8˚C dapat bertahan selama 3 hari
(Beckmen Coulter, 2009).
Di lihat dari tabel 4.4.1 diatas menunjukan bahwa hasil pemeriksaan
Glukosa, Ureum, creatinin dan trigliserida pada serum segar dan serum
simpan 10 hari pada suhu 2- 28 8 ºC terjadi penurunan nilai pada hari kedua
dan ketiga serta pada hari keempat dan seterusnya terjadi variasi hasil.
Namun hasil dari serum yang disimpan 4 hari sampai dengan 10 hari pada
suhu 2-8 ºC memilki hasil yang berbeda dengan hasil serum segar maupun
dengan hasil serum simpan 3 hari, hal ini terjadi karena ketahanan serum
yang disimpan pada suhu 2-8 ºC tidak bisa terlalu lama walaupun dilakukan
perlakuan pencegahan terpapar cahaya, apabila disimpan lebih dari 3 hari
harus pada suhu - 20 ºC bahkan dapat bertahan sampai 1 bulan lamanya
(Beckman Coulter, 2009).
40
Demi menghindari keraguan tersebut maka alangkah baiknya
mengambil maksimum yang 3 hari.
Dapat disimpulkan bahwa masa stabilitas serum pada suhu 2-8 ºC untuk
pemeriksaan glucosa darah, Ureum, creatinin dan trigliserida adalah selama
3 hari, setelah itu kadar glucosa darah, Ureum, creatinin dan trigliserida
akan mengalami variasi hasil pemeriksaan.
4.5 Studi Kasus 5 “ Perbedaan Hasil Nilai Glukosa, SGOT dan SGPT Pada
Pemeriksaan Serum Segera dan Tunda ’’.
Segera 0% 0% 0%
/ 24 jam 2,7 % 6% 6%
/ 48 jam 3,7 % 16 % 18 %
/ 72 jam 6,4 % 40 % 37 %
/ 96 jam 8,3 % 60 % 62 %
/ 120 jam 8,7 % 80 % 84 %
/ 144 jam 7,4 % 93 % 96 %
41
Jenis peneilitian yang digunakan adalah penelitian analitik yaitu untuk
melihat variasi pemeriksaan kadar glucose, SGOT dan SGPT pada serum
segera dan serum tunda selama 7 hari.
Dalam hal ini saya menyimpan serum dalam wadah serum cup
tertutup rapat kemudian suhu yang saya gunakan berkisar 2 – 8 derajat
celcius dan waktu penyimpanan selama 1 – 6 hari.
42
Penjabaran hasil penelitian pemeriksaan paramater GLUCOSE, SGOT
dan SGPT pada tabel 4.5.1dan 4.5.2 menunjukan bahwa untuk parameter
pemeriksaan :
43
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
5. Jika proses kalibrasi selesai pada layar akan muncul tulisan ” AnalyzeBlood ”
44
4.1.3 Cara Melakukan kwalitas kontrol ( QC )
6. Tekan ” YES ”
45
4.2 Pemeriksaan Widal
Prosedur kerja
1. Pra Analitik
a) Persiapan pasien
1. Alat
b. mikropipet
c. yellow tip
d. object glass
e. tabung EDTA
f. tabung centrifuge
g. torniquet
2. Bahan
a. spuite
b. darah
c. serum
e. batang pengaduk
46
g. Reagen Salmonella Thypi H
c) Persiapan Sampel
47
b. Darah dialirkan lewat dinding tabung sebanyak 1 ml, kemudian
diamkan beberapa menit lalu dimasukkan kedalam centrifuge putar
selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
2. Analitik
48
3. Pasca Analitik
Bila terjadi aglutinasi, dikatan reaksi widal positif yang berarti serum
tersebut mempunyai antibodi terhadap salmonella Typhi dan bila tidak
terjadi aglutinasi maka dikatakan serum seseorang tidak mempunyai
antibodi terhadap Salmonella Typhi
Satuan : mg / dl
49
4.4 Pemeriksaan Urea liquiUV
Satuan : mg / dl
50
Stabil : sampai tanggal kedaluarsa pada suhu 15.....25C
Suhu : 37° C
Satuan : mg / dl
Creatinin Clearence
Satuan : mg / dl
51
Kontrol Kualitas : Humatrol atau SerodoS
1. Menghidupkan alat
Tekan Power ON pada alat
Tombol kuning untuk Cooler (pendingin reagent)
Tombol merah untuk Menghidupkan alat
Tempatkan reagen tray
Pastikan penutup reagent terbuka
Pastikan diluent ( NaCl 0,9 % ) di posisi 30 sampel tray
Hidupkan komputer
Klik “HI” ( Sofware h.100 )
Masukkan ID ( user )
Password ( user )
2. Melakukan Star Up ( ± 45 menit )
Klik tombol maintenance
Klik Star Up → OK atau
Klik Exit
Klik Star Up ( warna hijau ) → OK
Not : Setelah 24 jam otomatis star up akan terlihat di monitor, klik OK
3. Mengecek Volume Reagent
Tempatkan reagent di posisinya
52
Pilih tube (tabung) atau Cup
Volume serum untuk TABUNG minimal 1 ml ( 1000µl )
Volume serum untuk CUP minimal
200 µl
Isi referensi ( Nama Dokter )
Pilih type ( serum )
Pilih Link Patient
Klik New
Input data pasien ( Nama, alamat, dll )
Klik Comfirm → Ok
53
Pilih Worklist
Klik Control
Pilih parameternya
Blok parameter yg akan di kontrol
Klik Excute test
6. Melakukan Kalibrasi Reagent
Catatan : LCF dapat mencegah hasil tinggi palsu, karena LCF menjernihkan
kekeruhan yang disebabkan
54
DAFTAR PUSTAKA
1984.
Dan Uji Widal Pada Penderita Demam Tifoid Dengan IgM Anti Salmonella
Typhi (+) di Dua Rumah Sakit Subang Tahun 2013. Universitas Maranatha.
55
Evelyn Pearce. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta.
Cetakan 33
demam tifoid pada anak di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran
Undip. Semarang.
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). 9th ed.
Setiawan I, editor. Jakarta: EGC; 1997.
Guyton, A.C, John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi. Kedokteran. EGC. Jakarta
2006.
http://repository.unimus.ac.id.
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Info Pusat Data dan Informasi Hipertensi.
Jakarta : PusdatinKemkes.
56
Kovesdy, C.P. 2012. Signifikansi antara Hipo dan Hipernatremia pada Penyakit
Dis. 2002;39(1).
Pagana KD, Pagana TJ. Mosby’s Manual of Diagnostic and Laboratory Tests. 2nd
57
Riswanto. Kreatinin Darah. [internet]; 2010 [updated 2010; cited 2011 Nov 22];
darahserum.html.
Riswanto. Pemeriksaan Lipid. [internet]; 2010 [updated 2010; cited 2011 Nov
23]; Available from :
http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/pemeriksaanlipid.html.
Riswanto. Ureum Darah. [internet]; 2010 [updated 2010; cited 2011 Nov 22];
Available from: http://labkesehatan.blogspot.com/2010/03/ureum-
darahserum.html.
Ronald A. Sacher& Richard A. McPherson, alih bahasa : Brahm U. Pendit dan
Dewi Wulandari, editor : Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta, 2004.
Soebiyanto dan Harti, A.S. 2017. Biokimia Dasar untuk Profesi Kesehatan.
Jakarta Timur : CV. Trans Info Media.
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing.
Suhartono T. Dislipidemia pada Diabetes Mellitus. In: Darmono, Suhartono T,
Pemayun TG, Padmomartono FS, editors. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus
Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2007. p. 31-4.
Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah
dengue. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi V. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. Hal 2773-2779.
Suryadi dan Marzuki. 1983. Pemeriksaan Faal Hati. Cermin Kedokteran. No. 30.
Vol. 1. 14 – 19.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk030diagnosislaboratorium.pdf
58
Sustrani, L., Alam, S. Dan Hadibroto, I. 2005. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sutedjo, AY. Mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium.
Yogyakarta : Medika Fakultas Kedokteran UGM. 2007.
Suwandono Agus, Nurhayati, Ida Parwati, dkk. Perbandingan
nilai diagnostic trombosit, leukosit, antigen NS1, dan antibodi IgM
antidengue. Jurnal Indonesian Medical Association Volum 61 Hal 8. 2011.
Turgeon, ML. Clinical hematology theory and procedures. Boston.
4th edition. Boston : A Wolters Kluwer Company. 2004.
Tambajong, R.Y., Rambert, G.I. dan Wowor, M.F. 2016. Gambaran Kadar
Natrium dan Klorida pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5
NonDialisis. Jurnal e-Biomedik, 4(1), 2.
Yaswir, R. dan Ferawati, I. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan
Natrium, Kalium, dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal
Kesehatan Andalas, 1(2), 83.
59
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Parameter CV maret 19
Glukosa 3,4%
Kreatinin 6,4%
Urea 14%
Trigliserida 7,4%
GRAFIK 1. GLUKOSA
60
GAMBAR 2. UREA
GAMBAR 3. TRIGLISERIDA
61
GAMBAR 4. KREATININ
62