Anda di halaman 1dari 30

BAB II

HIPERTENSI

Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti proses pembelajaran diharapkan mahasiswa mampu
memahami tentang penyakit hipertensi
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti proses pembelajaran 4 x 50 menit mahasiswa dapat :
a. Menyebutkan tentang pengertian hipertensi dengan benar
b. Menerangkan tentang pathofisiologi hipertensi dengan benar
c. Menjelaskan tentang manifestasi hipertensi dengan benar
d. Menerangkan tentang factor resiko hipertensi dengan benar
e. Menerangkan faktor – faktor yang mempengaruhi hipertensi dengan benar
f. Melakukan penatalaksanaan hipertensi dengan benar

A. Deskripsi
Mata Ajaran ini memberikan pembelajaran kepada mahasiswa keperawatan
tentang hipertensi yang terdiri dari pengertian hipertensi, pathofisiologi hipertensi,
manifestasi hipertensi, Klasifikasi hipertensi, faktor resiko yang mempengaruhi
hipertensi dan penatalaksanaan hipertensi, sehingga seorang perawat dengan
mendapatkan materi dan pembekalan tentang hal tersebut dapat melaksanakan
asuhan keperawatan kepada penderita hipertensi dengan berbagai masalah yang di
hadapi akibat dampak dari hipertensi.

B. Relevansi
Tenaga perawat harus mempunyai bekal tentang pengertian hipertensi,
pathofisiologi hipertensi, manifestasi hipertensi, Klasifikasi hipertensi, faktor

32
resiko yang mempengaruhi hipertensi dan penatalaksanaan hipertensi sehingga
dalam melakukan perawatan kepada pasien mahasiswa mampu memahami
kebutuhan yang perlu diberikan kepada pasien. Asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien yang mengalami hipertensi harus cermat dan detail.
Untuk memberikan asuhan keperawatan yang kompeten, perawat di tuntut
memahami tentang konsep dasar hipertensi.

C. Materi
Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi
dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan
pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi
penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama
masalah morbiditas dan mortalitas. Terjadinya transisi epidemiologi ini
disebabkan terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan
struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat,
misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta
konsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor risiko PTM. 1-3 Pada abad ke-21
ini diperkirakan terjadi peningkatan insidens dan prevalensi PTM secara cepat,
yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang akan datang.
WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian
dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling merasakan
dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.3,4 Salah satu PTM
yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang
disebut sebagai the silent killer. ( Kemenkes RI, 2013)

Komplikasi hipertensi meningkat setiap tahunnya. WHO pada tahun 2013,


menyebutkan bahwa di dunia terdapat 17.000 orang per tahun meninggal akibat
penyakit kardiovaskuler dimana 9.400 orang diantaranya disebabkan oleh
komplikasi dari hipertensi. Prevalensi hipertensi dunia mencapai 29.2% pada

33
laki-laki dan 24.8% pada perempuan (WHO, 2013). Prevalensi hipertensi ini
akan terus meningkat dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29 % orang
dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi (Kemenkes RI, 2013). Di
Indonesia sendiri, survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI
2013 menyebutkan sekitar 16-31% dari populasi masyarakat Indonesia di
berbagai provinsi menderita hipertensi (Riskesdas RI, 2013).
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan
pada pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya (Vitahealth, 2004).
Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan
darah sistolik dan diastolik atau keduanya secara terus menerus. Tekanan
darah sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan arteri saat jantung
berkontraksi, sedangkan tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan
arteri saat jantung relaksasi diantara dua denyut jantung. Dari hasil
pengukuran tekanan sistolik memiliki nilai yang lebih besar dari tekanan
diastolik (J.Corwin, 2009).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg (Adek Wibowo, 2011). Hipertensi
dapat diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan darahnya
diatas 140/90 mmHg. Pada lanjut usia hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistoliknya 160 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 mmHg
(Smeltzer&Bare, 2002).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala komplikasi berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul
kerusakan lebih berat yaitu stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada
kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan

34
pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi
pada otot jantung) (Erlyna Nur Syahrini, 2012).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap secara


persisten di atas normal. Selama ini, hipertensi dapat didiagnosis apabila terjadi
peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah
diastolik (TDD) ≥90 mmHg. (Whelton PK. 2017)

2. Patofisiologi Hipertensi

Gambar 2.1 Patofisiologi Hipertensi

35
Patofisiologi hipertensi sangat kompleks. Walaupun belum diketahui secara
pasti, pada hipertensi essensial, faktor genetik, lingkungan serta gaya hidup dapat
mempengaruhi fungsi dan struktur sistem kardiovaskular, ginjal, dan
neurohormonal hingga menimbulkan peningkatan tekanan darah kronik.
Terkait faktor genetik, polimorfisme lokus-lokus gen yang terlibat dalam
regulasi reseptor angiotensin I dan aldosterone synthase berisiko menimbulkan
hipertensi. (Drago J, dkk. 2016). Dalam suatu studi, pada pasien hipertensi dengan
partisipan etnis Cina didapatkan mutasi gen α-adducin yang berperan dalam
aktivitas enzimatik pompa ion Na+/K+/ATPase terkait absorpsi sodium di ginjal
mengakibatkan peningkatan sensitivitas terhadap garam. (Wang L, dkk. 2014)
Perubahan sistem kardiovaskular, neurohormonal dan ginjal sangat
berperan. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat memicu peningkatan kerja
jantung yang berakibat peningkatan curah jantung. Kelainan pada pembuluh darah
berperan terhadap total resistensi perifer. Vasokonstriksi dapat disebakan
peningkatan akitivitas saraf simpatis, gangguan regulasi faktor lokal (nitrit oxide,
faktor natriuretik, dan endothelin) yang berperan dalam pengaturan tonus vaskular.
Kelainan pada ginjal berupa defek kanal ion Na+/K+/ATPase, abnormalitas
regulasi hormon renin-angiotensin-aldosteron serta gangguan aliran darah ke
ginjal. Gangguan pada tekanan natriuresis juga dapat mengganggu pengaturan
eksresi sodium hingga mengakibatkan retensi garam dan cairan. Peningkatan kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II atau endotelin berhubungan dengan
peningkatan total resistensi perifer dan tekanan darah. (Drago J, dkk. 2016 &
Bakris GL, dkk. 2018)
Pola diet tinggi garam terutama pada pasien dengan sensitivitas garam yang
tinggi berkontribusi dalam menimbulkan tekanan darah tinggi. Pola hidup yang
tidak sehat seperti inaktivitas fisik dan pola diet yang salah dapat menimbulkan
obesitas. Obesitas juga berperan dalam meningkatkan risiko hipertensi esensial
sebagaimana suatu studi menunjukkan penurunan berat badan diikuti penurunan
tekanan darah. (Neter JE, dkk. 2003).

36
Obesitas dapat memicu hipertensi melalui beberapa mekanisme di
antaranya kompresi ginjal oleh lemak retroperitoneal dan visceral. Peningkatan
lemak visceral terutama lemaek retroperitoneal dapat memberikan efek kompresi
pada vena dan parenkim renal sehingga meningkatkan tekanan intrarenal,
mengganggu natriuresis tekanan hingga mengakibatkan hipertensi. (Hall EJ, dkk.
2015) Selain itu peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat dipicu oleh leptin. Studi
menunjukkan ikatan leptin pada reseptornya terutama pada neuron
proopiomelanocortin (POMC) di hipotalamus dan batang otak berperan dalam
peningkatan tersebut. Perangsangan saraf simpatis menyebabkan peningkatan
kadar angiotensin II dan aldosterone. Pada obesitas, peningkatan jaringan lemak
dan laju metabolik meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk memenuhi
kebutuhan aliran darah. Tak hanya itu, obesitas juga berkaitan dengan sindroma
metabolic. (Hall EJ, dkk. 2015).
Peningkatan tekanan darah dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan
perubahan struktural pembuluh darah. Perubahan struktur meliputi perubahan
struktur makro dan mikrovaskular. Perubahan makrovaskular berupa arteri menjadi
kaku serta perubahan amplifikasi tekanan sentral ke perifer. Perubahan
mikrovaskular berupa perubahan rasio dinding pembuluh darah dan lumen pada
arteriol besar, abnormalitas tonus vasomotor serta ‘structural
rarefaction’ (hilangnya mikrovaskular akibat aliran darah tidak mengalir di semua
mikrovaskular demi mempertahankan perfusi ke kapiler tertentu). (Yannutsos A,
dkk. 2014)
Perubahan struktur tersebut akan mengganggu perfusi jaringan. Oleh
karena tu dalam jangka waktu lama dapat timbul kerusakan organ target.
(Yannutsos A, dkk. 2014)
Walaupun autoregulasi tubuh terhadap tekanan darah akan berusaha
mempertahankan aliran darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik, kemampuan
regulasi tersebut menurun pada pasien hipertensi. Organ target yang dapat rusak
meliputi jantung, ginjal, mata serta otak. (Bakris GL, dkk. 2018) Perubahan

37
struktur tersebut akan mengganggu perfusi jaringan. Oleh karena itu dalam jangka
waktu lama dapat timbul kerusakan organ target. (Yannutsos A, dkk. 2014)
Walaupun autoregulasi tubuh terhadap tekanan darah akan berusaha
mempertahankan aliran darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik, kemampuan
regulasi tersebut menurun pada pasien hipertensi. Organ target yang dapat rusak
meliputi jantung, ginjal, mata serta otak. (Bakris GL, dkk. 2018)
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi
(Pudiastuti, 2013).
3. Manifestasi klinis hipertensi
a. Nyeri kepala (pusing) yang kadang disertai dengan mual muntah dan rasa
berat di daerah tengkuk
b. Mata berkunang-kunang atau pandagan menjadi kabur
c. Sukar tidur dan nokturia (sering berkemih di malam hari)
d.Telingan berdenging (tinitus)
e. Mimisan (epistaksis)
f. Sesak nafas
g. Kelelahan
h. Mudah marah
i. Edema dependen dan terjadi pembengkakan akibat tekanan kapiler meningkat
j. Kejang dan koma ( edy utomo, 2017)

4. Klasifikasi

Sampai saat ini penyebab hipertensi banyak yang belum diketahui


tetapi secara umum penyebab hipertensi dibedakan menjadi dua (Julianti,
2005).

38
a. Hipertensi Primer (esensial)
Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Faktor yang
mempengaruhi hipertensi ini adalah keturunan (genetik), hiperaktivitas
susunan saraf simpatis, sistem rennin-angiotensin, defek dalam ekstraksi
natrium (Na), peningkatan Na dan kalsium (Ca) intraseluler, dan faktor gaya
hidup (kebiasaan makan, konsumsi alkohol dan rokok). Hipertensi jenis ini
lebih banyak prevalensinya.

b. Hipertensi Sekunder (renal)


Penyebab spesifik hipertensi ini diketahui. Diantaranya, yaitu penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, kelebihan berat badan, kelebihan kolesterol, dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan hasil ukur tekanan darah menurut Joint
National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Preassure (JNC) dalam Smeltzer & Bare (2002) yaitu < 130 mmHg untuk
tekanan darah sistolik dan < 85 mmHg untuk tekanan darah diastolik.
Klasifikasi hipertensi menurut JNC terdapat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa Berusia 18 Tahun tidak sedanf Memakai
Obat Antihipertensi dan Tidak Sedang Sakit Akut

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistolik Diastolik
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi
Ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 (Hipertensi
Sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3 (Hipertensi Berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Stadium 4 (Maligna/sangat
Berat) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih

39
Menurut (Potter&Perry, 2006), hipertensi sistolik adalah tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih sedangkan tekanan diastolik
mencapai 90mmHg atau lebih. Oleh karena itu, hipertensi dapat
dikategorikan berdasarkan MAP (Mean Arterial Pressure).

MAP adalah tekanan darah antara sistolik dan diastolik, karena


diastolik berlangsung lebih lama daripada sistolik maka MAP setara dengan
40 % tekanan sistolik ditambah 60 % tekanan diastolik (Woods, Froelicher,
Motzer, & Bridges, 2009). MAP mengambarkan perfusi rata-rata dari
peredaran darah sistemik. Sangat penting untuk mempertahankan MAP diatas
60 mmHg, untuk menjamin perfusi otak, perfusi arteri coronaria, dan perfusi
ginjal tetap terjaga. Adapun rumus MAP adalah tekanan darah sistolik
ditambah dua kali tekanan darah diastolik dibagi 3. Rentang normal MAP
adalah 70 mmHg - 99 mmHg. Kategori hipertensi berdasarkan nilai MAP
terdapat pada tabel 2.2

Tabel 2.2
Klasifikasi Tekanan darah Orang Dewasa Berusia di Atas 18 Tahun
nilai Mean Arterial Pressure
Kategori Nilai MAP
Normal 70 – 99 mmHg
Normal Tinggi 100 - 105 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi Ringan 106 - 119 mmHg
Stadium 2 (Hipertensi sedang) 120 – 132 mmHg
Stadium 3 (Hipertensi Berat ) 133 – 149 mmHg
Stadium 4 (Hipertensi Maligna / 150 mmHg atau lebih
Sangat Berat)

5. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya hipertensi ada 2 yaitu:
a. Faktor Yang Tidak Dapat Dimodifikasi (LeMone & Burke, 2008) dalam
(Harmono 2010).

40
1). Riwayat keluarga
Hipertensi dihasilkan dari banyak gen dan faktor dalam seseorang dalam
suatu keluarga yang menderita hipertensi. Faktor genetic membuat
keluarga menderita hipertensi berkaitan dengan peningkatan jumlah
sodium di intraseluler dan penurunan rasio potassium dan sodium. Klien
dengan kedua orang tuanya menderita hipertensi lebih besar resikonya
terjadi pada usia lebih muda.
Pendapat ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh I.M. Jaya
Widiartha (2016 ) yang mengatakan bahwa faktor genetika memiliki
kaitan dengan kejadin hipertensi, dimana apabila kedua orang tua baik
ayah maupun ibu menderita hipertensi resiko kejadiannya sebesar 50 %,
sedangkan apabila salah satu menderita hipertensi pada orangtua
kemungkinan 30 % ketrunannya terkena hipertensi.
2). Usia
Hipertensi primer muncul antara usia 30 – 50 tahun. Angka kejadian
meningkat pada usia 50 – 60 tahun dari pada 60 tahun lebih. Studi
epidemiologi, prognosis lebih buruk bila klien menderita hipertensi usia
muda.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit degenerative, dengan
bertambahnya usia, maka tekanan darah juga akan meningkat yang di
sebabkan karena beberapa perubahan fisiologis. Setelah usia 45 tahun
terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. ( Kumar.
2005)
Akibat bertambahnya umur, terjadi penurunan fisiologis dan daya tahan
tubuh yang terjadi karena proses penuaan yang dapat menyebabkan
sesorang rentan terhadap penyakit salah satunya yaitu
hipertensi.(Aprillya, M.T. dkk. 2016)

41
3). Jenis kelamin
Secara umum angka kejadian hipertensi lebih tinggi laki – laki dari pada
wanita sampai usia 55 tahun. Antara usia 55 – 74 tahun resikonya hampir
sama, setelah usia 74 tahun wanita lebih besar resikonya.
Menurut Cortas (2008) dalam Jajuk Kusumawaty dkk. (2016)
mengatakan prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum
menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Den-
sity Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita
umur 45 - 55 tahun sebelum lanjut usia. Pada umur lebih dari 65 tahun,
terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria yang
diakibatkan faktor hormonal.
4). Etnik
Angka kematian pada hipertensi orang dewasa,berturut – turut terjadi
paling rendah pada wanita kulit putih yaitu 4,7%, pria kulit putih 6,3%,
pria kulit hitam 22,5%, dan yang paling tinggi adalah wanita kulit hitam
yaitu 29,3%. Alas an peningkatan pada kulit hitam itu tidak jelas tetapi
peningkatan ini didukung oleh tanda jumlah renin yang leih rendah,
sensitivitas vasopressin lebih tinggi, pemasukan garam lebih tinggi dan
stres lingkungan yang lebih tinggi.

42
b. Faktor Yang Dapat Dimodifikasi (LeMone & Burke, 2008) dalam
(Harmono, 2010).
1). Stres
Faktor lingkungan atau kejadian, tipe personal dan fenomena fisik
dapat menyebabkan stres. Stres meningkatkan tekanan tahanan vaskuler
perifer dan kardiak output, dan merangsang aktifitas sistem saraf
simpatik, selanjutnya hipertensi dapat terjadi. Pada hipertensi primer
peran stres belum jelas, tetapi bila sering dan berkelanjutan dapat
menyebabkan hipertropi otot halus vaskuler atau mempengaruhi jalur
koordinasi pusat di otak.
Kondisi ini diperkuat oleh penelitian yang di lakukan oleh Penelitian ini
di dukung oleh I.M. Jaya Widiartha (2016 ) yaitu strees sedang
(AOR=13.01, 95 %CI : 3.70 – 45.79) dan stress berat (AOR=16.75,
95 %CI : 3.32-84.38). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi stress
maka semakin besar resiko terjadinya hipertensi. Hal ini menunjukkan
bahwa stress dapat terjadi pada kondisi tegang, perasaaan tertekan,
bersedih, ketakutan dan merasa bersalah. Kondisi ini akan merangsang
anak ginjal untuk menhgasilkan hormone adrenalin yang akan memacu
jantung untuk memompa darah lebih cepat dan kuat sehingga
menyebabkan tekanan darah menjadi meningkat. Apabila kondisi ini
berlangsung dalam waktu yang lama dan tidak segera mendapat
penanganan maka tubuh akan beradaptasi dengan membuat perubahan
yang bersifat patofisiologi, dengan manifestasi antara lain dengan
hipertensi.
2). Kegemukan
Kegemukan terutama pada bagian tubuh atas dimana terjadi
peningkatan jumlah lemak di pinggang, abdomen dapat dihubungkan
dengan perkembangan hipertensi. Seseorang yang kelebihan berat

43
badan pada daerah pantat, pinggul dan paha beresiko lebih rendah
untuk terjadi hipertensi sekunder.
Kegemukan menyebabkan tekanan darah meningkat karena massa
tubuh yang besar meningkatkan jumlah darah yang diperlukan untuk
mengedarkan makanan dan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Hal ini
mengakibatkan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah
meningkat sehingga memberi tekanan yang lebih besar pada dinding
arteri dan menyebabkan tekanan darah akan menjadi lebih tinggi. I.M.
Jaya Widiartha (2016 )
Obesitas sentral dapat memicu terjadinya hipertensi. Hal ini terjadi
karena pada obesitas sentral penumpukan lemak lebih banyak pada
daerah abdomen. Jika lemak abdomen ini berlebihan akan
menyebabkan beberapa hal diantaranya ; menurunkan kadar
adiponektin, menurunkan ambilan asam lemak intrasel oleh
mitokondria sehingga oksidasi berkurang, dan menyebabkan akumulasi
asam lemak intrasel. Kelebihan asam lemak bebas ini dapat memicu
terjadinya retensi insulin. Keadaan hiperinsulinemia ini dapat
menyebabkan vasokontriksi dan reabsorbsi natrium di ginjal, yang pada
akhirnya mengakibatkan hipertensi. (Delmi Sulastri. dkk.2012
Seseorang dengan lingkar perut yang besar sangat beresiko untuk
menderita hipertensi. Hal ini karena lingkar perut merupakan indikator
banyaknya penumpukan lemak di daerah abdomen. Semakin besar
nilai lingkar perut maka semakin banyak pula penumpukan lemak di
daerah abdomen. Penumpukan lemak di abdomen inilah yang di sebut
sebagi obesitas sentral. Penumpukan lemak di abdomen erat kaitannya
dengan penumpukan kolesterol. Sel lemak pada perut mudah lepas dan
bisa masuk ke pembuluh darah sehingga bisa menyebebkan
tersumbatnya aliran darah, yang pada akhirnya hal ini akan
menyebabkab hipertensi.

44
3). Zat Makanan
Mengkonsumsi tinggi sodium dapat menjadi faktor penting terjadinya
hipertensi primer. Diet tinggi garam mungkin merangsang pengeluaran
hormon natriuretik yang mungkin secara tidak langsung meningkatkan
tekanan darah. Muatan sodium juga merangsang mekanisme vasopresor
dalam sistem saraf pusat. Studi juga menunjukkan bahwa diet rendah
kalsium, kalium, dan magnesium berkontribusi terhadap hipertensi
(Delmi Sulastri. dkk.2012)
4. Penyalahgunaan zat
Merokok, pengkonsumsi alcohol berat, penggunaan obat terlarang
merupakan faktor terjadinya hipertensi. Nikotin dan obat – obatan
seperti kokain dapat menyebabkan tekanan darah meningkat segera dan
menjadi ketergantungan sehingga dapat menyebabkan hipertensi di lain
waktu. Angka kejadian hipertensi lebih tinggi pada klien yang minum
lebih dari 30 cc etanol setiap hari. Dampak kafein masih controversial,
kafein meningkatkan tekanan darah akut tetapi tidak menghasilkan efek
berkepanjangan.

6. Komplikasi
a.Stroke
Stroke dapat terjadi akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat menjadi kronis apabila arteri yang mengalirkan darah ke
otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga pemasukan darah ke otak
berkurang. Arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (J.Corwin, 2008).
Serangan stroke berawal saat bagian tertentu di otak mengalami kerusakan
akibat jumlah pemasukan darah sangat kurang atau bahkan tidak ada sama
sekali. Kerusakan pembuluh darah tidak terjadi seketika, melainkan sudah

45
terbentuk sejak lama. Hipertensi menyebabkan pemasukan darah yang
membawa oksigen dan nutrisi secara terus menerus terhambat, akibatnya terjadi
penggumpalan darah pada saluran arteri yang lama-kelamaan menghalangi
aliran darah menuju ke otak sehingga menimbulkan kematian jaringan (Utami
P. , 2009). Area yang mengalami nekrosis atau kematian jaringan disebut infark
(Batticaca, 2008).
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel – sel neuron, sel tersebut tidak mampu menyimpan glikogen
sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang
terdapat pada arteri-arteri yang menuju ke otak (Batticaca, 2008). Nekrosis
dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan otak.
Apabila tidak ditangani secara tepat, penyakit ini dapat berakibat fatal dan
berujung kematian. Meskipun dapat diselamatkan, kadang-kadang penderita
mengalami kelumpuhan pada anggota badannya, menghilangkan sebagian
ingatan, atau hilangnya kemampuan berbicara. Bentuknya dapat berupa lumpuh
sebelah (hemiplegia), berkurangnya kekuatan sebelah anggota tubuh
(hemiparesis), gangguan bicara, serta gangguan rasa (sensasi) di kulit wajah,
lengan dan tungkai (Utami P. , 2009).
Stroke jenis perdarahan terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak.
Hal ini sangat terkait dengan fluktuasi tekanan darah. Umumnya, stroke
perdarahan terjadi pada saat tekanan darah seseorang tinggi. Gesekan dari darah
yang mengalir pada penderita hipertensi kronik bisa menyebabkan kerusakan
dinding pembuluh darah dalam sehingga pembuluh darah melemah. Pada saat
tekanan darah naik, pembuluh darah tersebut menjadi pecah (Mahendra, 2004).
b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerosis tidak
dapat menyuplai darah yang cukup oksigen dan nutrisi ke miokardium atau
apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melalui arteri
koroner. Hal ini menyebabkan kebutuhan oksigen

46
miokardium tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
mengakibatkan infark. Hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga
terjadi disritmia, hipoksia jantung dan peningkatan pembentukan
pembekuan darah (J. Corwin, 2000).
c. Gangguan dan Kerusakan Jantung
Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah dengan
tenaga ekstra keras. Otot jantung semakin menebal dan lemah sehingga
kehabisan energy untuk memompa lagi. Jika terjadi penyumbatan
pembuluh akibat aterosklerosis, gejalanya yaitu pembengkakan pada
pergelangan kaki (swollen ankles), peningkatan berat badan, dan napas
yang tersengal-sengal (Julianti, 2005).
d. Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah keadaan dimana ginjal tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Ada dua jenis kelainan pada ginjal akibat hipertensi,
yaitu nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis
benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama sehingga terjadi
pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses
menua. Hal ini akan menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh
darah berkurang. Sedangkan nefrosklerosis maligna merupakan kelainan
ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan diastole di atas 130 mmHg
yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal (Setiawan Dalimartha, 2008).
e. Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
ke dalam ruang interstitium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-
neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian (J. Corwin,
2000).
f. Aneurisma
Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan salah satu
bagian pembuluh darah melemah dan menonjol seperti balon, membentuk
aneurisma. Aneurisma biasanya tidak menyebabkan tanda atau gejala

47
selama bertahun-tahun. Namun, jika aneurisma terus membesar dan
akhirnya pecah, ini bisa mengancam nyawa. (Arinda Veratamala, 2018)
g. Masalah mata
Tak hanya bisa memengaruhi pembuluh darah di ginjal, tekanan darah
tinggi juga bisa memengaruhi pembuluh darah di mata. Pembuluh darah
di mata juga bisa menyempit dan menebal akibat tekanan darah tinggi.
Pembuluh darah kemudian bisa pecah dan mengakibatkan kerusakan
mata, mulai dari penglihatan kabur sampai kebutaan (Arinda Veratamala,
2018)
h. Sindrom metabolic
Sindrom metabolik merupakan kumpulan dari kelainan metabolisme
dalam tubuh. Salah satu faktor risikonya adalah tekanan darah tinggi.
Tekanan darah tinggi yang dibarengi dengan kondisi kadar gula darah
tinggi, kadar kolesterol tinggi (kadar kolesterol baik rendah dan kadar
trigliserida tinggi), dan lingkar pinggang besar didiagnosis sebagai
sindrom metabolik. (Arinda Veratamala, 2018)
i. Kesulitan dalam mengingat dan focus
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan
perubahan kognitif. Anda mungkin akan mengalami masalah dalam
berpikir, mengingat, dan belajar. Tanda-tandanya seperti kesulitan dalam
menemukan kata-kata saat berbicara dan kehilangan fokus saat dalam
pembicaraan. (Arinda Veratamala, 2018)

7. Penatalaksanaan Hipertensi
Secara umum pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tanpa
obat – obatan (pengobatan secara nonfarmakologi) dan dengan obat – obatan
(pengobatan secara farmakologi) (Widharto, 2009).
a). Pengobatan Secara Nonfarmakologi
Pengobatan secara nonfarmakologi atau lebiih dikenal dengan pengobatann tanpa
obat – obatan, pada dasarnya merupakan tindakan yang bersifat pribadi atau
perseorangan. Artinya ada tindakan yang bagi sebagian penderita hipertensi tidak
menimbulkan pengaruh yang berarti. Namun, bagi penderita lain tindakan itu
cukup signifikan dalam mengendalikan tekanan darah. Seseorang yang terbukti
menderita hipertensi sulit untuk sembuh, tetapi ia dapat berusaha mengendalikan

48
tekanan darahnya agar tidak terlalu berdampak pada kesehatannya. Pada dasarnya
pengobatan hipertensi tanpa obat – obatan lebih menekankan pada perubahan pola
makan dan gaya hidup.
1). Mengurangi Konsumsi Garam (Natrium)
Natrium berfungsi dalam menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh
(ekstrasel). Natrium yang mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak
keluar dari darah dan masuk kedalam sel. Bila jumlah natrium di dalam sel
meningkat secara berlebihan, air akan masuk ke dalam sel, akibatnya sel akan
membengkak. Inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan dalam
jaringan tubuh. Keseimbangan cairan juga akan terganggu bila seseorang
kehilangan natrium. Air akan memasuki sel untuk mengencerkan natrium
dalam sel. Cairan ekstraselular akan menurun. Perubahan ini dapat menurunkan
tekanan darah, natrium juga menjaga keseimbangan asam basa di dalam tubuh,
pengaturan kepekaan otot dan saraf, yaitu berperan dalam transmisi saraf yang
menghasilkan terjadinya kontaksi otot, berperan dalam absorpsi glukosa dan
berperan sebagai alat angkut zat-zat gizi lain melalui membran, terutama
melalui dinding usus (Damanik, 2011). Garam dapur mengandung 40%
natrium. Oleh karena itu, tindakan mengurangi garam juga merupakan usaha
mencegah sedikit mungkin natrium masuk ke dalam tubuh.
2). Mengendalikan Berat Badan
Mengendalikan berat badan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya
mengurangi porsi makanan yang masuk tubuh atau mengimbangi dengan
melakukan banyak aktivitas. Seorang Kepala Klinik Hipertensi pada Veteran
Administrator Center di Washington DC menyatakan: perlindungan terbaik
terhadap hipertensi adalah pertama jangan sampai kegemukan. Terdapat bukti
yang nyata bahwa setiap penurunan 1 kg berat badan, tekanan darah
mengalami penurunan 1 mmHg. Kalaupun susah untuk menurunkan berat
badan, paling tidak penderita dapat mengendalikan berat badan agar tekanan
darahnya tidak terus naik.
3). Mengendalikan Minum (Kopi dan Alkohol)
Beberapa referensi kesehatan menyatakan kopi tidak baik bagi penderita
tekanan darah tinggi. Senyawa kafein yang terdapat pada kopi dapat memacu
meningkatnya denyut jantung yang berdampak pada peningkatan tekanan
darah. Tentang minuman beralkohol, terdapat bukti yang kuat dapat

49
menyebabkan naiknya tekanan darah. Selain itu, konsumsi alkohol yang
berlebih dapat mengakibatkan kerusakan organ hati dan sistem saraf.
4). Membatasi Konsumsi Lemak
Konsumsi lemak berkaitan dengan kadar kolestrol dalam darah. Kadar
kolestrol dalam darah yang tinggi dapat mengakibatkan penebalan pembuluh
darah. Jika endapan itu semakin banyak, dinding pembuluh darah makin kaku
atau berkurang kelenturannya. Kondisi ini akan memperparah jantung karena
jantung bekerja semakin berat saat memompa darah sehingga memperparah
penderita hipertensi.
5). Berolahraga Secara Teratur
Walaupun belum diketahui mekanisme secara pasti, berolahraga secara teratur
terbukti menurunkan tekanan darah. Ada kemungkinan bahwa penurunan
tekanan darah berkaitan dengan perubahan pola makan. Pendapat lain
menyatakan berolahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
Seseorang dengan aktifitas fisik yang ringan akan memiliki frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung akan bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi. Semakin keras jantung memompa darah maka semakin besar
pula tekanan yang dibebankan pada arteri sehingga meningkatkan tekanan
perifer dan menyebabkan tekanandarah menjadi tinggi. Aktifitas fisik yang
ringan juga berperan dalam meningkatkan berat badan. (I.M. Jaya Widiartha,
2016 )
6). Menghindari Stres
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Cornell Medical College menyatakan
bahwa seseorang yang mengalami tekanan jiwa (stres) selama bertahun –
tahun di tempat kerja dapat mengalami resiko hipertensi sebanyak tiga kali
lebih besar. Sebaliknya orang – orang yang berpikiran positif dan optimis
mempunyai peluang lebih kecil terkena hipertensi. Namun, demikian jika
tidak mungkin keluar dari bidang kerja yang selalu mengalami tekanan, perlu
dilakukan perubahan pola berpikir agar tekanan darahnya stabil.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk menghindari stres, di antaranya dengan
melakukan relaksasi atau meditasi serta berusaha dan membina hidup yang
positif. Relaksasi dapat dilakukan dengan mengencangkan dan mengendorkan
otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai.

50
7). Terapi Komplementer
Terapi komplementer merupakan usaha pengobatan hipertensi untuk
menunjang penyembuhan hipertensi yang telah dilakukan secara kodekteran.
Jadi, terapi ini bukan untuk mengganti pengobatan konvensional (kedokteran),
melainkan sebagai pelengkap untuk mempercepat penyembuhan. Beberapa
jenis terapi yang bisa dilakukan, yaitu terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi
otot progresif, meditasi, akupuntur, akurpresur, aromaterapi, dan bekam.
b. Pengobatan Secara Farmakologi
Saat ini terdapat banyak pilihan jenis obat antihipertensi. Obat – obatan itu
terbukti dapat menurunkan hipertensi, termasuk penyakit akibat hipetensi
seperti stroke dan gagal jantung. Namun demikian, pemakaian obat – obatan
antihipertensi itu memerlukan pengawasan dokter.

D. Dinamika Kelas
Proses belajar mengajar di kelas menggunakan Model Explicit Intruction.
Strategi Explicit Instruction adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang
khusus untuk menunjang proses belajar mahasiswa. Strategi ini berkaitan dengan
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dan dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Strategi ini sering
dikenal dengan Model Pengajaran Langsung. (Archer & Hughes dalam Huda, 2013).
Langkah-langkah pembelajaran model Explicit Instruction menurut Huda (2013:187)
adalah:
a. Tahap 1: Orientasi Pengajar menjelaskan TPK, informasi latar belakang mata ajar,
pentingnya pelajaran, dan mempersiapkan mahasiswa untuk belajar.
b. Tahap 2: Presentasi Pengajar mendemontrasikan materi, baik berupa keterampilan
maupun konsep atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
c. Tahap 3: Latihan Terstruktur pengajar merencanakan dan memberikan bimbingan
intruksi awal kepada mahasiswa.
d. Tahap 4: Latihan Terbimbing Penagajar memeriksa apakah mahasiswa telah berhasil
malaksanakan tugas dengan baik dengan memberinya kesempatan untuk berlatih
konsep dan keterampilan, lalu melihat apakah mereka berhasil memberi umpan
balik yang positif atau tidak.

51
e. Tahapan 5: Latihan Mandiri
Penagajar merencanakan kesempatan untuk melakukan intruksi lebih lanjut dengan
berfokus pada situasi yang lebih kompleks atau kehidupan sehari-hari.

E. Rangkuman Materi
1. Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit
infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan man made
diseases yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Terjadinya
transisi epidemiologi ini disebabkan terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan
dan perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak
sehat, misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori,
serta konsumsi alkohol yang diduga merupakan faktor risiko PTM. Salah satu dari
penyakit tidak menular ini adalah hipertensi.

2. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
di atas 90 mmHg

3. Patofisiologis terjadinya hipertensi banyak di pengaruhi oleh faktor genetik dan


lingkungan.

4. Manifestasi klinis hipertensi adalah Manifestasi klinis hipertensi adalah Nyeri kepala
(pusing) yang kadang disertai dengan mual muntah dan rasa berat di daerah tengkuk,
Mata berkunang-kunang atau pandagan menjadi kabur, Sukar tidur dan nokturia
(sering berkemih di malam hari), Telinga berdenging (tinitus), Mimisan (epistaksis),
Sesak nafas, Kelelahan, Mudah marah, Edema dependen dan terjadi pembengkakan
akibat tekanan kapiler meningkat, Kejang dan koma
5. Klasifikasi hipertensi terdiri dari hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
6. Faktor resiko hipertensi adalah factor tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat keluarga,
usia, jenis kelamin, etnik dan factor yang dapat dimodifikasi adalah Stress,
kegemukan, zat makanan dan penyalahgunaan zat
7. Penatalaksanaan hipertensi adalah secara farmakologi dan nonfarmakologi

52
F. Daftar Pustaka

Adek Wibowo, A. W. (2011). Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Komplikasi


Pada Penderita Hipertensi Di Ruang Rawat Inap Di RS.Baptis Kediri.Jurnal
STIKES RS.Baptis Kediri , 31-37 di akses tanggal 18 Januari 2019
Aprillya M.T. Gerungan, Angela F.C. Kalesaran, Rahayu H. Akili. 2016. Hubungan
Antara Umur, Aktifitas Fisik, dan strees dan Kejadian Hipertensi di Puskesmas
Kawangkoan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Unibersitas Sam Ratulangi diakse pada
tanggal 18 Januari 2019. https:// https:// www.google.com/ search? q=aprillya+M.T+
Gerungan&oq= aprillya+M.T+ Gerungan&aqs=chrome..69i57.70487j0j7&so

Arinda Veratamala. 2018. Komplikasi Hipertensi yang Mungkin Terjadi Jika Tensi
Terus Dibiarkan Naik. Diakses tanggal 19 Januari 2019.
https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/hipertensi-tekanan-darah-
tinggi/komplikasi-hipertensi-tidak-diobati/

Bakris GL, Sorrentino MJ. Hypertension: A companion to Braunwald’s Heart Disease,


3rd ed. Philadelphia: 2018, p 33-49

Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Damanik, R. 2011. Nutrisi dan Tekanan darah. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia. Institut Teknologi Bandung

Drago J, Williams GH, Lilly LS. Hypertension. In: Lilly LS. Pathophysiology of Heart
Disease, 6th ed. 2016: 311-22.

Delmi Sulastri, Elmatris Elmatris, Rahmi Ramadhani. 2012. Hubungan Obesitas dengan
Kejadian Hipertensi Pada Masayarakat Etnik Minangkabau di Kota Padang .
Majalah Kedokteran Andalas Vol 36, No 2 http://jurnalmka. fk.unand.ac.id/
index.php/ art/ article/ view/127. Diakses tanggal 18 Januari 2019.

Edy Utomo, 2017. Tanda dan Gejala Hipertensi yang Umum Terjadi. Diperoleh
tanggal 15 Januari 2019. https://Edyutomo.com

Erlyna Nur Syahrini, H. S. (2012). Faktor- Faktor Resiko Hipertensi Primer di


Puskesmas Tlogosari KUlon Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat ,
315-325. Diakses tanggal 18 Januari 2019

Hall EJ, Carmo JM, Silva AA, Wang Z Hall ME. Obesity-induced hypertension:
interaction of neurohumoral and renal mechanisms. Circ Res. 2015; 116(6):991-
1006.

Hamarno, Rudi. 2010. Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Klien Hipertensi Primer Di Kota Malang. Tesis Fakultas Ilmu
Keperawatan UI, Depok.

53
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta

Jaya Widyartha, I.M , W. G. Artawan Eka Putra, Luh Seri Ani. 2016. Riwayat Keluarga,
Strees, Aktifitas Ringan, Obesitas dan Komsumsi Makanan Asin Berlebihan Sebagai
Faktor Resiko Hipertensi. Public Health and Preventive Medicine Archive. Volume 4
Nomor 2 diakses pada tanggal 17 Januari 201p. https:// www.google.com/search?
safe=strict&ei= dN9AXKf8B
Nr_rQG6kIygCw&q=Jaya+Widyartha+I.M&oq=Jaya+Widyartha+I.M&gs_l=psyab.12.
.33i160.155605.155605..168937...0.0..0.1966.1966.8-1...... 0.... 2j1..gws-
wiz.......0i71.uDwyxIqkKZE

Jajuk Kusumawaty, Nur Hidayat , Eko Ginanjar. 2016. Hubungan Jenis Kelamin dengan
Intensitas Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok
Kabupaten Ciamis. Mutiara Medika. Vol. 16 No. 2: 46-51, Juli 2016. Diakses
tanggal 18 Januari 2019
J.Corwin, E. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Julianti, E. D. (2005). Bebas Hipertensi Dengan Terapi Jus. Jakarta: Puspa Suara.

Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2005. Hipertensive Vascular Disease. Dalam Robn and Cotran
Pathologic Basis Of Disease. 7th. Edition : Philadelphia. Elseiver saunders

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Penyajian Pokok – Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. http://www. litbang. depkes.go.id

Mahendra, B. (2004). Atasi Stroke Dengan Tanaman Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Neter JE, Stam BE, Kok FJ, et al. Influence of weight reduction on blood pressure: a
meta-analysis of randomized controlled trials. Hypertension. 2003;42:878-84

Pudiastuti, R. D. (2013). Penyakit-penyakit mematikan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Riskesdas. (2013). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian kesehatan


RI tahun 2013. Diperoleh tanggal 10 Maret 2017 dari
http://www.riskesdas.litbang.depkes.g o.id/download/ Laporan_
Riskesdas_2011.pdf.

Setiawan Dalimartha, B. T. (2008). Care Your Self Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus+.

Smeltzer&Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC

Utami, P. (2009). Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.


Vitahealth. (2004). Hipertensi. Gramedia Pustaka Utama.

Wang L, Zheng B, Zhao H, Du P, Sun A, et al. α-Adducin gene G614T polymorphisms in


essential hypertension patients with high low density lipoprotein (LDL) levels.
Indian J Med Res. 2014;139(2):273-8.

54
Whelton PK. 2017 ACC/ AHA/ AAPA/ ABC/ ACP/ AGS/ APhA/ ASH/ ASPC/
NMA/ PCNA. Guideline for the prevention, detection, evaluation, and
management of high blood pressure in adults. Hypertension. 2017: 21-22

Widharto. 2009. Bahaya Hipertensi. Sunda Kelapa Pustaka.Jakarta.

WHO, 2013. Hypertension Fact Sheet. Department of Sustainable Development and


Healthy Environments. http://www. searo.who.int/ linkfiles/ non_
communicable_diseases_hype rtension fs.pdf diakses tanggal 18 januari 2019

Woods, S. L., Froelicher, E. S., Motzer, S. U., & Bridges, J. E. (2009). Cardiac Nursing.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health

Yannutsos A, Levy BI, Safar ME, Slama G, Blaher J. Pathophysiology of


hypertension: interactions between macro and microvascular alterations
through endothelial dysfunction. J Hypertens. 2014; 32(2):26-24.

55
G. Soal

1. Pengertian hipertensi menurut Adek Wibowo (2011) di bawah ini adalah


a. Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang
menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkannya
b. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap secara persisten di atas normal.
Selama ini, hipertensi dapat didiagnosis apabila terjadi peningkatan tekanan darah sistolik (TDS)
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥90 mmHg.
c. Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan darah sistolik dan diastolik
atau keduanya secara terus menerus.
d. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90
mmHg
e. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala komplikasi berlanjut
pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat yaitu stroke, penyakit
jantung koroner serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri

2. Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan darahnya diatas
140/90 mmHg. Pada lanjut usia hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistoliknya 160 mmHg
dan tekanan diastoliknya 90 mmHg. Pernyataan tersebut adalah definisi hipertensi menurut…
a. J.Corwin
b. Smeltzer&Bare
c. Erlyna Nur Syahrini
d. Whelton PK
e. Adek Wibowo

3. Yang merupakan pengertian hipertensi menurut Pudiastuti (2013) adalah…


a. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala komplikasi berlanjut
pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat yaitu stroke, penyakit
jantung koroner serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri
b. Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan darah sistolik dan diastolik
atau keduanya secara terus menerus.
c. Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah
yang mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi
d. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap secara persisten di atas normal.
Selama ini, hipertensi dapat didiagnosis apabila terjadi peningkatan tekanan darah sistolik (TDS)
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥90 mmHg.
e. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90
mmHg

4. Hipertensi adalah tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih sedangkan tekanan diastolik
mencapai 90mmHg atau lebih. Pernyataan ini merupakan definisi hipertensi menurut…
a. Whelton PK

56
b. J.Corwin
c. Adek Wibowo
d. Pudiastuti
e. Semua jawaban salah

5. Klasifikasi atau penyebab hipertensi menurut Julianti (2005) adalah…


a. Hipertensi Primer dan hipertensi sekunder
b. Hipertensi akut dan hipertensi kronik
c. Hipertensi genetik dan hipertensi esesnsial
d. Hipertensi konginetal dan hipertensi genetik
e. Hipertensi konginetal dan hipertensi renal

6. Yang merupakan factor resiko hipertensi yang dapat dimodifikasi menurut LeMone & Burke
(2008) di bawah ini adalah
a. Usia
b. Stress
c. Riwayat keluarga
d. Jenis Kelamin
e. Etnik

7. Yang merupakan factor resiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi di bawah ini menurut
LeMone & Burke (2008) adalah…
a. Usia
b. Kegemukan
c. Stress
d. Zat makanan
e. Merokok

8. Yang bukan merupakan gejala hipertensi menurut Edy Utomo (2017) adalah..
a. Nyeri kepala (pusing)
b. Mata berkunang-kunang
c. Poliuria
d. Tinitus
e. Rasa berat didaerah tengkuk

9. Manifestasi klinis hipertensi menurut Edy Utomo (2017) adalah…


a. Sesak nafas, pandangan menjadi kabur, nyeri dada
b. Nyeri kepala (pusing), bicara pelo, kelelahan
c. Nyeri kepala (pusing), rasa berat ditengkuk, kelemahan anggota gerak
d. Polidipsi, epistaksis, sesak nafas
e. Pandangan kabur, rasa berat ditengkuk, nyeri kepala (pusing)

57
10. Kategori nilai stadium 1 hipertensi untuk orang dewasa menurut Joint National Committee on
Detection (JNC) di bawah ini adalah…
a. Sistolik 140 – 159 mmHg, diastolik 90 – 99 mmHg
b. Sistolik 139 – 159 mmHg, diastolik 85 – 99 mmHg
c. Sistolik 140 – 160 mmHg, diastolik 89 – 99 mmHg
d. Sistolik 130 – 149 mmHg, diastolik 85 – 99 mmHg
e. Sistolik 140 – 160 mmHg, diastolik 90 – 99 mmHg

11. Yang merupakan nilai normal MAP (Mean Arterial Pressure) adalah…
a. 100 – 105 mmHg
b. 106 – 119 mm Hg
c. 70 – 99 mmHg
d. 70 – 110 mmHg
e. 100 – 119 mmHg

12. nilai MAP (Mean Arterial Pressure) untuk kategori stadium 2 (hipertensi sedang) yang benar di
bawah ini adalah…
a. 100 – 105 mmHg
b. 100 – 119 mmHg
c. 106 – 119 mmHg
d. 120 – 132 mmHg
e. 120 – 135 mmHg

13. Di bawah ini merupakan penanganan hipertensi secara non farmakologi menurut Widharto
(2009) kecuali…
a. Mengendalikan berat badan
b. Mengkonsumsi garam
c. Olahraga teratur
d. Terapi komplementer
e. Menghindari stress

14. Yang bukan merupakan terapi komplementer untuk penanganan hipertensi di bawah ini adalah…
a. Akupuntur
b. Akupresur
c. Meditasi
d. Mengkonsumsi obat
e. Terapi herbal

15. Salah satu terapi komplementer untuk penanganan hipertensi yang benar adalah…
a. Olahraga teratur
b. Mengontrol berat badan
c. Mengkonsumsi obat
d. Relaksasi otot progresif
e. Membatasi konsumsi lemak

58
I. Kunci Jawaban

1. D (Hipertensi adalah tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di
atas 90 mmHg)
2. B (Smeltzer&Bare)
3. C (Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi)
4. E (Semua jawaban salah)
5. A (Hipertensi Primer dan hipertensi sekunder)
6. B (stress)
7. A (Usia)
8. C (Poliuria)
9. E (Pandangan kabur, rasa berat ditengkuk, nyeri kepala (pusing)
10. A (Sistolik 140 – 159 mmHg, diastolik 90 – 99 mmHg)
11. C (70 – 99 mmHg)
12. E (120 – 135 mmHg)
13. B (Mengkonsumsi garam)
14. D (Mengkonsumsi obat)
15. D (Relaksasi otot progresif).

J. Umpan Balik
Umpan balik dilaksanakan setelah pelaksanaan test baik formatif maupun sumatif.
Pelaksanaan test di laksanakan dengan cara test tulis untuk menilai kemampuan kognitif
mahasiswa sedangkan test praktek laboratorium kelas untuk menilai psikomotor
mahasiswa sesuai dengan kompetensi tentang pengukuran tekanan darah dan penilaian
tentang hasil pengukuran tekanan darah. Hasil pelaksanaan test diberikan nilai :
A. Apabila nilai > 78

59
B. Apabila nilai 68 – 78
C. Apabilai nilai 56 – 67
D. Apabila nilai 40 – 55
E. Apabila nilai < 40
Untuk nilai kognitif apabila nilai < 56 maka mahasiswa : di berikan remedial. Kalau
belum mendapatkan nilai lulus mahasiswa diberikan penugasan untuk memperbaiki nilai
sehingga mendapatkan nilai lulus.
Untuk Psikomotor nilai 68 ke atas dinyatakan lulus. Apabila belum mencapai nilai lulus
mahasiswa diberikan kesempatan untuk remedial. Apabila mahasiswa belum dinyatakan
lulus diberikan kesempatan untuk belajar mandiri di laboratorium dan juga dilakukan
bimbingan teman sebaya di bantu dengan petugas laboratorium. Apabila mahasiswa
sanggup untuk mengikuti ujian, mahasiswa melapor ke dosen mata ajar untuk diberikan
ujian ulang. Apabila mahasiswa belum dinyatakan lulus dianjurkan untuk mengikuti
Kuliah Antara Semester (KAS). Kalau belum dinyatakan lulus dianjurkan mengambil
mata kuliah untuk semester yang akan datang.

60
61

Anda mungkin juga menyukai