Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Sadisme seksual adalah seseorang yang memperoleh kepuasan seksual


apabila melakukan atau mengadakan penyiksaan terhadap pasangannya. Baik
secara fisik, seperti pukulan (dengan anggota tubuh pelaku atau dengan benda-
benda keras), jambakan, cubitan, cekikan, tendangan, sampai dengan penggunaan
benda- benda tajam. Maupun bentuk penyiksaan secara psikis, seperti umpatan,
bentakan dengan kata-kata kasar, hinaan, serta ancaman.1

Masokisme seksual adalah seseorang yang mendapatkan kepuasan seksual


dengan siksaan fisik atau mental terhadap dirinya. Yang biasanya siksaannya
dalam bentuk flagellation (dipukul atau dicambuk). Orang yang mengalami
masokisme seksual, tidak dapat mencapai kepuasan seksual jika tidak ada rasa
sakit atau malu yang ia terima. Rasa sakit yang didapat ketika berhubungan
seksual, tidak sama dengan rasa sakit ketika kecelakaan ataupun operasi.1

Sadomasokisme adalah cara memperoleh kenikmatan seksual dari tindakan


yang melibatkan pemberian dan penerimaan rasa sakit atau rasa malu.
Sadomasokisme merupakan gabungan dari sadisme seksual dan masokisme
seksual yang melibatkan 2 orang dalam aktivitas seksual. Disebut sebagai
sadomasokisme karena ada orang yang melakukan peran sebagai seorang yang
sadistis (yang memberikan rasa sakit) serta ada yang berperan sebagai masokistis
(yang menikmeti rasa sakit). Namun tidak jarang pasangan yang berperilaku
sadomasokisme sering bertukar peran. Pada satu kesempatan, suami yang
berperan sebagai orang yang memberikan rasa sakit (sadistis), sedangkan di
kesempatan yang lain suami berperan sebagai orang yang menikmeti rasa sakit
(masokistis).1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

2.1.1. Sadisme

Menurut teori psikoanalitik, sadisme adalah pertahanan akan rasa takut


akan kastrasi; orang dengan sadisme seksual, terhadap orang lain akan melakukan
apa yang mereka takutkan akan menimpa mereka dan mendapatkan kesenangan
dengan mengekspresikan insting agresifnya. Gangguan ini dinamakan sesuai
dengan Marquis de Sade, pengarang dan anggota militer dari Perancis pada abad
ke-18 yang berulang kali dipenjara akibat tindakan seksualnya yang kejam
terhadap perempuan.2
Definisi tentang sadisme seksual yang ada dalam beberapa literatur adalah
seseorang yang memperoleh kepuasan seksual apabila melakukan atau
mengadakan penyiksaan terhadap pasangannya. Baik secara fisik, seperti pukulan
(dengan anggota tubuh pelaku atau dengan benda-benda keras), jambakan,
cubitan, cekikan, tendangan, sampai dengan penggunaan benda- benda tajam.
Maupun bentuk penyiksaan secara psikis, seperti umpatan, bentakan dengan kata-
kata kasar, hinaan, serta ancaman.1
Perilaku sadisme seksual tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki,
bahkan sejumlah perempuan juga berlaku sadis terhadap pasangannya. Individu
dengan kecenderungan ini secara konsisten memiliki gangguan fantasi seksual
dengan cara menyakiti pasangannya dengan teror, baik teror secara fisik maupun
psikologis. Mereka (orang-orang yang memiliki kecenderungan sadisme seksual)
biasanya mencari pasangan yang memiliki kecenderungan masokistik.1
Sadisme seksual berbeda dengan gangguan kepribadian sadistik. Orang
dengan gangguan kepribadian sadistik cenderung kejam, agresif, serta
merendahkan orang lain. Ia menggunakan kekerasan dan kekejaman untuk
mencapai tujuan, memperlakukan orang lain dengan kasar, menggemari
penderitaan makhluk hidup, mengendalikan orang lain dengan rasa takut,
mengekang kebebasan orang lain dan tertarik dengan kekerasan, senjata, dan luka.

2
Karakter utama yang membedakannya dengan sadisme seksual adalah kekejaman
orang yang berkepribadian sadistik bukan untuk memperoleh kepuasan seksual.1

2.1.2. Masokisme

Nama masokisme diambil dari aktivitas Leopold von Sacher-Masoch,


novelis dari Austria pada Abad ke-19 yang karakter ciptaannya mendapatkan
kesenangan seksual dengan disiksa dan didominasi oleh perempuan. Masokisme
seksual adalah seseorang yang mendapatkan kepuasan seksual dengan siksaan
fisik atau mental terhadap dirinya. Yang biasanya siksaannya dalam bentuk
flagellation (dipukul atau dicambuk). Orang yang mengalami masokisme seksual,
tidak dapat mencapai kepuasan seksual jika tidak ada rasa sakit atau malu yang ia
terima. Rasa sakit yang didapat ketika berhubungan seksual, tidak sama dengan
rasa sakit ketika kecelakaan ataupun operasi.2
Perilaku masokisme yang paling berbahaya adalah hipoksifilia, yakni
menimbulkan gairah seksual dengan mengalami kekurangan oksigen, yang dapat
dicapai dengan menggunakan tali, kantong plastik, kompresi dada, atau bahan
kimia yang menyebabkan menurunnya kadar oksigen di otak untuk sementara
waktu. Adapula fenomena berupa kesediaan tunduk takluk secara erotis dan
secara mutlak pada pasangannya, yang sifatnya sangat masokistis. Gejala ini
disebut sebagai masokisme erotik, yang mempunyai atribut bersedia menderita
kesakitan hebat demi cintanya.1
Masokisme seksual juga harus dibedakan dari sindrom martir (orang yang
ingin jadi martir, mencari penderitaan atau penganiayaan untuk memenuhi
kebutuhan psikologis) dan gangguan kepribadian mengalahkan diri. Gangguan
kepribadian mengalahkan diri merupakan pola perilaku mengalahkan diri,
menghindar dari kesenangan dan tertarik pada penderitaan. Orang dengan
gangguan kepribadian ini mencari orang untuk mengecewakan diri sendiri,
menolak pertolongan, serta mencari pasangan yang mengabaikannya yang tidak
terkait dengan respon seksual.1

3
2.1.3. Sadomasokisme

Sadomasokisme adalah cara memperoleh kenikmatan seksual dari tindakan


yang melibatkan pemberian dan penerimaan rasa sakit atau rasa malu.
Sadomasokisme merupakan gabungan dari sadisme seksual dan masokisme
seksual yang melibatkan 2 orang dalam aktivitas seksual. Disebut sebagai
sadomasokisme karena ada orang yang melakukan peran sebagai seorang yang
sadistis (yang memberikan rasa sakit) serta ada yang berperan sebagai masokistis
(yang menikmeti rasa sakit). Namun tidak jarang pasangan yang berperilaku
sadomasokisme sering bertukar peran. Pada satu kesempatan, suami yang
berperan sebagai orang yang memberikan rasa sakit (sadistis), sedangkan di
kesempatan yang lain suami berperan sebagai orang yang menikmeti rasa sakit
(masokistis).1

Ada sejumlah alasan yang umum diberikan mengapa pasangan


sadomasokisme merasakan tindakan mereka menyenangkan. Pertama, bagi yang
mengambil peran masokis (yang tidak berdaya) menawarkan pelarian dari stress
kehidupan, dari tanggung jawab, maupun dari rasa bersalah. Kedua, bagi yang
berada dalam kekuasaan dan pengendalian dapat memicu perasaan aman dan
perlindungan terkait dengan masa kecil. Sedangkan bagi yang mengambil peran
sadistis, karena mereka ingin menunjukkan kekuatannya, keegoisannya, serta
ingin dihormati dan ditakuti oleh pasangannya. Sehingga ia berhak bertindak
kasar, dan kejam.1

2.2 Epidemiologi

Masokisme seksual dan sadisme seksual kurang terwakili pada perkiraan


prevalensi manapun. Sadisme seksual biasanya hanya mendapat perhatian hanya
pada kasus sensasional seperti perkosaan, kebrutalan, dan pembunuhan dengan
nafsu birahi.2

Seperti yang biaanya didefinisikan, parafilia tampak sebagian besar


merupakan keadaan pada laki-laki. Lebih dari 50 persen parafilia memiliki awitan
sebelum usia 18 tahun. Pasien dengan parafilia sering memiliki tiga higga lima
parafiia, baik terjadi bersamaan atau pada waktu yang berbeda didalam

4
kehidupannya. Pola kejadian ini terutama pada kasus dengan ekshibisionisme,
fetisisme, masokisme seksual, sadisme seksual, fetisisme transvestik, voyeurisme,
dan zoofilia. Kejadian perilaku parafilia memuncak pada usia di antara 15 dan 25
tahun dan menurun secara bertahap; pada laki-laki berusia diatas 50 tahun,
tindakan parafilia kriminal jarang terjadi. Kejadian yang terjadi dilakukan di
tempat yang terisolasi atau dengan pasangan yang kooperatif.2

2.3 Etiologi

a. Faktor psikososial

Didalam model psikoanalitik klasik, orang dengan parafilia gagal


menyelesaikan proses perkembangan normal dalam penyesuaian heteroseksual.
Kegagalan menyelesaikan krisis, Oedipus mengidentifikasi aggressor ayah (untuk
laki-laki) atau aggressor ibu (untuk perempuan) menimbulkan identifikasi yang
tidak sesuai dengan orang tua dengan jenis kelamin berlawan atau pilihan objek
yang tidak tepat untuk penyaluran libido. Teori psikoanalitik klasik berpegangan
bahwa transeksualisme dan fetisisme transvetik adalah gangguan karena keduanya
mengidentifikasi diri dengan orang tua berjenis kelamin berlawanan bukannya
berjenis kelamin sama. Contohnya, seorang laki-laki yang berpakaian seperti
seorang perempuan diyakini mengidentifikasi diri dengan ibunya. Orang dengan
sadisme seksual memiliki keburuhan mendominasi dan mengendalikan korban
mereka untuk menggantikan perasaan perasaan mereka akan ketidakberdayaan
selama krisis oedipus.2

b. Faktor Biologis

Secara biologis dijelaskan bahwa penyebab terjadinya pafilia sangat


berkaitan dengan hormonal. Tingginya hormon androgen dapat menyebabkan
meningkatnya fantasi dan frekuensi terhadap seks.5 Beberapa studi
mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang dengan parafilia. Diantara
pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang memiliki temuan organik positif
mencakup 74% pasien dengan kadar hormon abnormal, 27% dengan tanda
neurologis yang ringan atau berat 24% dengan kelainan kromosom, 9% dengan
kejang, 9% dengan dileksia, 4% dengan gangguan jiwa berat, 4% dengan

5
elektroensefalogram (EEG) abnormal, dan 4% dengan cacat mental. Pertanyaan
yang masih tidak terjawab adalah apakah kelaianan ini menyebabkan minat
parafilik atau merupakan temuan insidental yang tidak memiliki relevansi dengan
timbulnya parafilia.2

2.4 Pedoman Diagnostik

Pedoman Diagnostik menurut DSM-IV-TR Sadisme Seksual adalah:2

A. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang


secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang
melibatkan tindakan (sebenarnya, bukan pura-pura) dengan penderitaan fisik
atau psikologis (termasuk mempermalukan) korban secara seksual menarik
bagi pasien.
B. Orang tersebut melakukan dorongan seksual ini terhadap orang yang tidak
menginginkannnya, atau dorongan maupun khayalan seksual menimbulkan
penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.

Pedoman Diagnostik menurut DSM-IV-TR Masokisme Seksual adalah:2

A. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang


secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang
melibatkan tindakan (sebenarnya, bukan pura-pura) dipermalukan, dipukuli,
diikat atau dibuat menderita.
B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku menimbulkan penderitaan yang
secara klinis bermakna atau hendaya fugsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi
penting lain.

Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ-III Sadomasokisme adalah :3

 Preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan pengikatan atau


menimbulkan rasa sakit atau penghinaan; (individu yang lebih suka untuk
menjadi resipien dari perangsangan demikian disebut “masochism”, sebagai
pelaku = “sadism”)
 Seringkali individu mendapatkan rangsangan seksual dari aktivitas sadistik
maupun masokistik.

6
 Kategori ini hanya digunakan apabila aktivitas sadomasokisme merupakan
sumber rangsangan yang penting untuk pemuasan seks.
 Harus dibedakan dari kebrutalan dalam hubungan seksual atau kemarahan
yang tidak berhubungan dengan erotisme.

2.5 Penatalaksanaan

Terapi obat yang digunakan adalah obat antipsikotik atau antidepresan,

diindikasikan untuk terapi skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia

dikaitkan dengan gangguan ini. Pada gangguan parafilia seperti sadism yang boleh

berbahaya kepada orang lain boleh digunakan hormone wanita (yang paling sering

digunakan adalah medroxyprogesterone acetate, atau MPA) yang

mempercepat pembersihan testosteron dari aliran darah. Selain itu digunaka obat

anti androgen yang menhalangi penyerapan testosterone pada tubuh dan selective

serotonin reuptake inhibitor, atau SSRI.4

Terapi perilaku-kognitif digunakan untuk mengubah pola parafiliak yang

dipelajari dan mengubah perilaku untuk membuatnya dapat diterima secara social.

Intervensinya mencakup pelatihan keterampilan social, edukasi seks,

pembentukan ulang kognitif (melawan dan merusak rasionalisasi yang digunakan

untuk menyokong pencarian korban lain), dan pembentukan empati terhadap

korban.4

Psikoterapi berorientasi tilikan merupkan pendekatan terpai yang

berlangsung lama. Pasien memiliki kesempatan mengerti dinamik serta peristiwa

yang menyebabkan parafilia timbul. Secara khusus,mereka menjadi sadar akan

peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka melakukan impuls mereka.

7
Terapi membantu mereka menghadapi stress kehidupan dengan lebih baik dan

meningkatkan kapasitas untuk berhubungan dengan pasangan hidup. Psikoterapi

juga memungkinkan pasien memperoleh kembali kepercayaan dirinya yang

selanjutnya akan memungkinkan mereka mendekati pasangan dengan cara seksual

yang lebih normal.4

2.6 Prognosis

Prognosis yang baik mencakup adanya satu parafilia, intelegensi normal,

tidak ada penyalahgunaan zat, tidak adanya ciri kepribadian antisosial nonseksual,

dan adanya pelekatan orang dewasa yang berhasil. Selain itu, pasien memiliki

hubungan seks di samping parafilia dan jika merujuk diri sendiri bukannya

dirujuk oleh badan hukum. Prognosis buruk dikaitkan dengan awitan usia dini,

frekuansi tindakan tinggi, tidak ada rasa bersalah atau malu mengenai

tindakannya, dan ada penyalahgunaan zat.4

8
BAB IV

KESIMPULAN

Sadomasokisme adalah cara memperoleh kenikmatan seksual dari tindakan


yang melibatkan pemberian dan penerimaan rasa sakit atau rasa malu.
Sadomasokisme merupakan gabungan dari sadisme seksual dan masokisme
seksual yang melibatkan 2 orang dalam aktivitas seksual. Disebut sebagai
sadomasokisme karena ada orang yang melakukan peran sebagai seorang yang
sadistis (yang memberikan rasa sakit) serta ada yang berperan sebagai masokistis
(yang menikmeti rasa sakit).1

Didalam model psikoanalitik klasik, orang dengan parafilia gagal


menyelesaikan proses perkembangan normal dalam penyesuaian heteroseksual.
Kegagalan menyelesaikan krisis, Oedipus mengidentifikasi aggressor ayah (untuk
laki-laki) atau aggressor ibu (untuk perempuan) menimbulkan identifikasi yang
tidak sesuai dengan orang tua dengan jenis kelamin berlawan atau pilihan objek
yang tidak tepat untuk penyaluran libido. Teori psikoanalitik klasik berpegangan
bahwa transeksualisme dan fetisisme transvetik adalah gangguan karena keduanya
mengidentifikasi diri dengan orang tua berjenis kelamin berlawanan bukannya
berjenis kelamin sama.2

Terapi obat yang digunakan adalah obat antipsikotik atau antidepresan,


diindikasikan untuk terapi skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia
dikaitkan dengan gangguan ini. Terapi perilaku-kognitif digunakan untuk
mengubah pola parafiliak yang dipelajari dan mengubah perilaku untuk
membuatnya dapat diterima secara social. Intervensinya mencakup pelatihan
keterampilan social, edukasi seks, pembentukan ulang kognitif (melawan dan
merusak rasionalisasi yang digunakan untuk menyokong pencarian korban lain),
dan pembentukan empati terhadap korban.4

Anda mungkin juga menyukai