Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KIMIA FARMASI

MAKALAH
KLORAMFENIKOL &
ANTIBIOTIK GOLONGAN LAIN (SULFONAMIDA

KELOMPOK 4 :
1. Endang Diah Larasati
(20160511064034 )
2. Evivania Elfi Krapet
(20160511064004)
3. Putri Worabay
(20160511064010)
4. Stevani Sipahelut
(20160511064020)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMAATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
PAPUA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Kloramfenikol &
Antibiotik Golongan Lain (Sulfonamida).
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh dosen pengumpu mata kuliah Kimia Farmasi II, juga untuk lebih
memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis. Penulis telah berusaha
untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami
memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati
adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami
memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen pengumpu bahkan semua pembaca sangat
diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam
pengetahuan kita bersama. Harapan ini dapat bermanfaat bagi kita sekalian.

Jayapura, 07 Mei 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
I.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4
I.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
I.3 Tujuan.......................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
II.1 Pengertian Kloramfenikol ........................................................................................... 6
II.2 Sifat Umum dan Sifat Fisiko Kimia Kloramfenikol ................................................... 6
II.2.1 Sifat Umum .......................................................................................................... 6
II.2.2 Sifat fisiko kimia .................................................................................................. 7
II.3 Penggolongan Kloramfenikol ..................................................................................... 7
II.4 Dosis dan Terapi Kloramfenikol ................................................................................. 7
II.5 Mekanisme Kerja Kloramfenikol ................................................................................ 8
II.6 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Kloramfenikol ....................................................... 9
II.7 Pengertian Sulfonamida ............................................................................................ 11
II.8 Sifat Umum dan Sifat Fisiko Kimia Sulfonamida .................................................... 12
II.8.1 Sifat Umum ........................................................................................................ 12
II.8.2 Sifat fisiko kimia ................................................................................................ 12
II.9 Penggolongan Sulfonamida....................................................................................... 12
II.10 Dosis dan Terapi Sulfonamida .............................................................................. 12
II.11 Mekanisme Kerja Sulfonamida ............................................................................. 14
II.12 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Sulfonamida .................................................... 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 17
III.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Antibiotik adalah segolongan senyawa,baik alami maupun sintetik,yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme,khususnya
dalam proses infeksi oleh bakteri.Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai
substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan
dan reproduksi bakteri dan fungi.Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan
pengobatan penyakit infeksi,meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga
digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman.Antibiotika bekerja
seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya
saja targetnya adalah bakteri.
Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif
terhadap bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri. Yang termasuk ke dalam golongan ini salah
satunya adalah sulfonamida.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan
ini salah satunya adalah Kloramfenikol.
Kloramfenikol adalah antibiotik yang dihasilkan olehStreptomyces venezuelae,
oraganisme yang pertama kali diisolasi tahun 1947 dari sample tanah yang
dikumpulkan di Venezuela.Sewaktu struktur materi kristalin yang relatif sederhana
tersebut ditemukan antibiotik,antibiotik ini lalu dibuat secara sinTetik.Pada akhir tahun
1947,sejumlah kecil kloramfenikol yang tersedia digunakan untuk mengobati wabah
tifus epidemik yang tiba-tiba muncul di Bolivia, dengan hasil yang
mencenangkan.Selanjutnya obat ini diujikan pada kasus tifus scrub di semenanjung
Malaka dengan hasil yang sangat baik. Pada tahun 1948, kloramfenikol tersedia untuk
pemakaian kilinis umum.Namun,pada tahun 1950,terbukti bahwa obat ini dapat
menyebabkan kasus yang serius dan diskrasia darah yang fatal.Oleh karena itu,
penggunaan obat ini hanya dikhususkan untuk pasien yang mengalami infeksi berat
seperti meningitis,tifus, dan demam tifoid yang tidak dapat menggunakan alternatif lain
yang lebih aman karena terjadinya resistensi atau alergi.Obat ini juga merupakan terapi
yang efektif untuk demam bercak Rocky Mountain.
Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik untuk
pengobatan dan pemcegahan penyakit infeksi pada manusia. Penggunaan Sulfonamida
kemudian terdesak oleh antibiotik. Pertengahan tahun 1970 penemuan kegunaan
sediaan kombinasi trimetropin dan sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan
sulfonamida untuk pengobatan infeksi tertentu.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kloramfenikol dan Sulfonamida?
2. Bagaimana sifat umum dan sifat fisiko kimia kloramfenikol dan Sulfonamida?
3. Apa saja penggolongan kloramfenikol dan Sulfonamida?
4. Bagaimana dosis dan terapi kloramfenikol dan Sulfonamida?
5. Bagaimana mekanisme kerja kloramfenikol dan Sulfonamida?
6. Bagaimana analisa kualitatif dan kuantitatif kloramfenikol dan Sulfonamida?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kloramfenikol dan Sulfonamida
2. Untuk mengetahui sifat umum dan sifat fisiko kimia kloramfenikol dan Sulfonamida
3. Untuk mengetahui penggolongan kloramfenikol dan Sulfonamida
4. Untuk mengetahui dosis dan terapi kloramfenikol dan Sulfonamida
5. Untuk mengetahui mekanisme kerja kloramfenikol dan Sulfonamida
6. Untuk mengetahui analisa kualitatif dan kuantitatif kloramfenikol dan Sulfonamida
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Kloramfenikol


Kloramfenikol adalah suatu antibiotik spektrum luas yang berasal dari beberapa
jenis Streptomyces misalnya S.venezuelae, S. phaeochromogenes var. chloromyceticus
dan S. amiyamensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi strukturnya,maka sejak
tahun 1950 kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total S.venezuelae pertama kali
diisolasi oleh Burkhoder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil di
Venezuela.Filtrat kultur cair organisme menunjukkan aktivitas terhadap beberapa
bakteri gram negatif dan riketsia. Ini adalah yang pertama antibiotik akan diproduksi
secara sintetis dalam skala besar. Karena ternyata kloramfenikol mempunyai daya
antimikroba yang kuat maka penggunaan kloramfenikol meluas dengan cepat sampai
pada tahun 1950 diketahui bahwa kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik
yang fatal.
Kloramfenikol adalah salah satu obat golongan antibiotik yang digunakan untuk
mengobati infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri. Misalnya meningtis karena
bakteri, abses otak, infeksi bakteri anaerobik, gangren, antraks, ehrlichiosis, penyakit
granuloma inguinal, plak, listeriosis, psittacosis, Q-fever, gastroenteritis parah,
melioidosis parah ,infeksi sistemik, infeksi mata (seperti konjungtivitis dan infeksi
okular), infeksi telinga (seperti otitis eksterna), dan kondisi lainnya.
Golongan kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter & S.aureus
berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman. Bersifat bakterisid terhadap S.
pneumoniae, N. meningitidis & H. influenza. Obatgolongan ini digunakan untuk
mengobati infeksi yang berbahaya yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotik yang
kurang efektif. Penggunaannya secara oral, sejak tahun 1970-an dilarang dinegara barat
karena menyebabkan anemia aplastis. Sehingga hanya dianjurkan pada infeksi tifus
(salmonella typhi) dan meningitis (khusus akibat H. influenzae). Juga digunakan
sebagai salep 3% dan tetes/salep mata 0,25-1%.
Kloramfenikol memiliki nama kimia 1-(pnitrofenil)-dikloroasetamido-1,3-
propandiol, rumus molekul C11H12C12N2O5 dan memiliki struktur berikut:

II.2 Sifat Umum dan Sifat Fisiko Kimia Kloramfenikol


II.2.1 Sifat Umum
- Pemerian: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih hingga
putih kelabu atau putih kekuningan.
- Kelarutan: Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol, dalam propilena
glikol.
- Titik Lebur : Antara 149 dan 153 C
- pH: Antara 4,5 dan 7.

II.2.2 Sifat fisiko kimia


- Bentuk yang aktifnya adalah bentuk levonya. Obat ini larut sedikit dalam air (1 :
400) dan relatif stabil.
- Obat ini diinaktifasi dengan mereduksi gugus nitro dan menghidrolisis ikatan
amida,serta terjadi asetilasi.
- Turunan kloramfenikol khasiatnya tidak ada yang melebihi kloramfenikol.
- Karena sangat pahit,pada anak-anak digunakan bentuk ester palmitat.Senyawa ini
akan aktif setelah mengalami hidrolisis dalam tubuh.
- Untuk dewasa dapat dibuat dalam bentuk kapsul.
- Untuk pemakaian parenteral digunakan garam ester natrium monosukinat.

II.3 Penggolongan Kloramfenikol


1. Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol
palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol).Dosis ditentukan oleh
dokter.
2. Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol
yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 %
(mengandung 100 mg/ml).
3. Tiamfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan : Kapsul 250 dan 500 mg.Botol berisi pelarut 60 ml
dan bubuk tiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg
tiamfenikol tiap 5 ml.

II.4 Dosis dan Terapi Kloramfenikol


a) Demam tifoid
Kloramfenikol tidak lagi menjadi pilihan utama karena telah ada obat yang
lebih aman yaitu siprofloksasin dan seftriakson. Walaupun demikian, pemakainnya
sebagai lini pertama masih dapat dibenarkan bila resistensi belum merupakan
masalah.
Untuk pengobatan demam tifoid diberikan dosis 4x500mg sehari sampai 2
minggu bebas demam. Bila terjadi relaps, biasanya dapat diatasi dengan pemberian
terapi ulang. Untuk anak diberikan dosis 50-10mg/KgBB sehari dibagi dalam
beberapa dosis selama 10 hari.
b) Meningitis Purulenta
Kloramfenikol efektif untuk mengobati meningitis purulenta yang disebabkan
oleh H. influenzae. Untuk terapi awal obat ini masih digunakan bila obat-obat yang
lebih aman seperti seftriakson tidak tersedia. Dianjurkan pemberian kloramfenikol
bersama suntik ampisilin sampai didapat hasil pemeriksaan dan uji kepekaan,
setelah itu dianjurkan pemberian obat tunggal yang sesuai dengan hasil kultur.
c) Riketsiosis
Tetrasiklin merupakan obat untuk penyakit ini. Bila oleh karena sesuatu hal
tetrasiklin tidak dapat diberikan, maka dapat digunakan kloramfenikol.

II.5 Mekanisme Kerja Kloramfenikol


Mekanisme kerja kloramfenikol menghambat sintesis protein pada bakteri dan
dalam jumlah terbatas, pada sel eukariot. Obat ini segera berpenetrasi ke sel bakteri,
kemungkinan melalui difusi terfasilitasi.
Kloramfenikol terutama bekerja dengan memikat subunit ribosom 50 S secara
reversibel (di dekat tempat kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang dihambat
secara kompetitif oleh obat ini).Walaupun pengikatan tRNA pada bagian pengenalan
kodon ini ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA aminosil yang mengandung
asam amino ke tempat akseptor pada subunit ribosom 50 S interkasi antara
pepdiltranferase dengan substrat asam aminonya tidak dapat terjadi,sehingga
pembentukan ikatan peptide terhambat.
Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria pada sel
mamalia, kemungkinan karena ribosom mitokondria lebih menyerupai ribosom bakteri
(keduanya 70 S) dari pada ribosom sitoplasma 80 S pada sel
mamalia.Peptidiltransferase ribosom mitokondria, dan bukan ribosom sitoplasma,rentan
terhadap kerja penghambtan kloramfenikol.Sel eritropoietik mamalia tampaknya
terutama peka terhadap obat ini.

II.6 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Kloramfenikol


Uji pendahuluan
a) Larut dalam etanol (2,5 bagian etano 95%)
b) Larut dalam propilen glikol (7 bagian propilen glikol)
c) Larut dalam air (lebih kurang 400 bagian air)
d) Sukar larut dalam kloroform dan dalam eter

Uji Kualitatif Kloramfenikol


a) Kloramfenikol + NaOH → orange merah
b) Kloramfenikol + cuprifil (NaOH + HCl + CuSO4 ) → biru tua + dipanaskan →
endapan merah bata
c) Kristal aseton-air
Letakkan sedikit serbuk sampel diatas kaca preparat, lalu dilarutkan dengan aseton.
Biarkan hingga mengering. Ditambahkan air. Amati kristal yang terbentuk. Positif
kloramfenikol bila terbentuk kristal seperti jarum.
d) Uji Fujiwara
Kloramfenikol akan memberikan hasil positif ketika direaksikan dengan fujiwara
(campuran piridin 1 ml dan 20% NaOH), hasil positif ini ditunjukkan dengan
adanya warna merah pada lapisan piridin
Sampel kloramfenikol dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
dalam tabung yang berisi sampel. Lalu dipanaskan pada suhu 100̊C selama 2 menit
degan pengocokkan, dan diamati perubahan warna yang terjadi.
e) Uji Nessler
Reagen Nessler yaitu suatu larutan 0,09 mol/L kalium tetraiodomerkurat (II)
(K2[HgI4]) dalam 2,5 mol/L KOH.
Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan pereaksi ke
dalam tabung yang berisi sampel. Campuran dipanaskan pada suhu100̊C di atas
penangas air, kemudian diperiksa selama 10 menit sekali apakah terjadiperubahan
warna kemudian amati perubahan warna yang terjadi. Kloramfenikol akan
menghasilkan warna orange-kecoklatan

Uji Kuantitatif Kloramfenikol


a) Menggunakan UV-VIS
Sampel dilarutkan didalam etanol, Kemudian diujikan menggunakan spektro UV
VIS, dilihat nilai absorbansinya dan ditentukan persamaan garisnya
b) Menggunakan IR
Sampel dilarutkan didalam etanol, Kemudian diujikan menggunakan spektro IR,
dilihat nilai absorbansinya dan ditentukan persamaan garisnya
Literature yang menunjukkan absorban kloramfenikol dengan menggunakan
spketrofotometri UV dan IR
II.7 Pengertian Sulfonamida
Sulfonamida merupakan kemoterapeutik pertama yang efektif pada terapi penyakit
sistemik.Sekarang, penggunaannya terdesak oleh kemoterapeutik lain yang lebih efektif
dan kurang toksik. Banyak organisme yang menjadi resisten terhadap sulfonamida.
Penggunaannya meningkat kembali sejak ditemukan kotrimoksazol yaitu kombinasi
trimetoprim dengan sulfametoksazol.
Sulfonamida pertama diisolasi dari senyawa tar batubara analin, tahun 1900an,
digunakan pertama untuk mengatasi infeksi kokus tahun 1935. Tidak termasuk
antibiotik karena tidak dihasilkan dari substnsi biologis. Khasiat bakteriostatik melalui
hambatan sintesis asam folat atau PGA bakteri. Saat ini penggunaannya sudah banyak
yang tergeser untuk infeksi saluran kemih. Tak efektif untuk jamur dan virus.
Sulfonamida berupa kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi
garam natriumnya mudah larut. Rumus dasarnya adalah sulfanilamide. Berbagai variasi
radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan substitusi gugus amino (NH2)
menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya antibaktreri sulfonamida.
Sulfonamida bersifat mikrobiostatik untuk sejumlah besar bakteri gram positif dan
gram negatif, dan berbagai protozoa (seperti coccidia,Plasmodium spp). Sulfonamida
digunakan biasanya dengan kombinasi agen kemoterapi lainnya untuk merawat infeksi
saluran kencing, malaria, coccidiosis.
Sulfonamida bertindak sebagai analog struktural dari asam p-aminobenzoik
(PABA), yang menghambat PABA saat pembentukan asam dihidropteroik dalam
sintesis asam folat. Organisme yang membuat sendiri asam folatnya dan tidak dapat
memakai pasokan eksogen dari vitamin menjadi sensitif terhadap sulfonamida, karena
selnya dapat menyerap obat ini, sementara organisme yang memerlukan asam folat
eksogen untuk pertumbuhannya tidak sensitif.Penundaan periode beberapa generasi
terjadi antara paparan sel yang sensitif pada sulfonamida dan penghambatan
pertumbuhan, pada saat ini sel menghabiskan pasokan asam folat endogen yang telah
dibuat sebelumnya. Efek penundaan ini memungkinkan sulfonamida dipakai bersama
dengan antibiotik (misalnya penisilin) yang hanya aktif terhadap organisme yang
tumbuh.
Dalam kimia,gugus fungsi sulfonamida dituliskan:

Rumus molekul: H2NSO2NH2


Sebuah gugus sulfonat yang berikatan dengan amina. Senyawa sulfonamida adalah
senyawa yang mengandung gugus tersebut. Beberapa sulfonamida dimungkinkan
diturunkan dari asam sulfonat dengan menggantikan gugus hidroksil dengan gugus
amina. Dalam kedokteran, istilah “sulfonamida” kadang-kadang dijadikan sinonim
untuk obat sulfa, yang merupakan turunan sulfanilamida.
II.8 Sifat Umum dan Sifat Fisiko Kimia Sulfonamida
II.8.1 Sifat Umum
1. Bersifat ampoter, karena itu sukar di pindahkan dengan acara pengocokan yang
digunakan dalam analisa organik.
2. Mudah larut dalam aseton, kecuali Sulfasuksidin, Ftalazol dan Elkosin
3. Kelarutan :
a. Umumnya tidak melarut dalam air, tapi adakalanya akan larut dalam air
panas. Elkosin biasanya larut dalam air panas dan dingin.
b. Tidak larut dalam eter, kloroform, petroleum eter.
c. Larut baik dalam aseton.
d. Sulfa – sulfa yang mempunyai gugus amin aromatik tidak bebas akan mudah
larut dalam HCl encer. Irgamid dan Irgafon tidak lariut dalam HCl encer.
e. Sulfa – sulfa dengan gugusan aromatik sekunder sukar larut dalam HCl,
misalnya septazin, soluseptazin, sulfasuksidin larut dalam HCl, akan tetapi
larut dalam NaOH.
f. Sulfa dengan gugusan –SO2NHR akan terhidrolisis bila dimasak dengan
asam kuat HCl atau HNO3.

II.8.2 Sifat fisiko kimia


Berbagai variasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan substitusi
gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya
antibakteri sulfonamid
Sulfonamida mempunyai spectrum antibakteri yang luas, meskipun
kurang kuat dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten.
Golongan obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar
yang tinggi dalam urin, sulfonamide dapat bersifat bakterisid. Obat-obat ini
memiliki daya kerja bakteriostatik yang luas terhadap bakteri Gram positif dan
Gram negative tetapi Pseudomonas, Proteus, dan Streptococcus faecales tidak
aktif.

II.9 Penggolongan Sulfonamida


Berdasarkan penggolongan sulnamid dibagi dalam 4 golongan besar:
1. Sulfonamid dengan absorpsi dan ekskresi cepat antara lain Sulfadiazin dan
Sulfisoksazol
2. Sulfonamid yang hanya diabsorbsi sedikit bila diberikan per oral dank arena itu
kerjanya dalam lumen usus, antara lain ftalilsulfation dan sulfasalazine
3. Sulfunamid yang terutama digunakan utuk pemberian topical, antara lain
sulfasetamid, mefenid, dan Ag-sulfadiazin
4. Sulfunamid dengan masa kerja panjang, seperti sulfadoksin, absorpsinya cepat dan
ekskresinya lambat

II.10 Dosis dan Terapi Sulfonamida


a. Sulfonamide dengan absorpsi dan ekskresi cepat
 SULFISOKAZOL merupakan prototip golongan ini dengan efek antibakteri
kuat. Sulfisokazol hanya didistribusikan ke dalam cairan ekstrasel dan
sebagian besar terikat pada protein plasma. Hampir 95% obat dieskresi
melalui urin dalam 24 jam sesudah pemberian dosis tunggal.
Dosis permulaan untuk dewasa 2-4 g dilanjutkan 1g setiap 4-6 jam, sedangkan
untuk anak 150 mg/kg berat badan sehari. Sulfisokazol dapat menyebabkan
reaksihipersensitivitas yang kadang-kadang bersifat letal. Sediaan sulfisokazol
tersedia dalam bentuk tablet 500 mg untuk pemberian oral
 SULFAMETOKAZOL obat ini merupakan derivate sulfisokazol dengan
absorpsi dan eksresi yang lebih lambat. Dapat diberikan pada pasien dengan
infeksi saluran kemih dan infeksi sistemik. Obat ini umumnya digunakan
dalam bentuk kombinasi tetap dengan trimethoprim
 SULFADIAZIN absorpsi di usus terjadi cepat dan kadar maksimal dalam
darah dicapai dalam waktu 3-6 jam sesudah pemberian dosis tunggal. Dosis
orang dewasa 2-4 g dalam 3-6 kali pemberian; anak-anak berumur lebih dari 2
bulan diberikan dosis awal setengah dosis/hari kemudian dilanjukan dengan
60-150 mg/kg BB (maksimum 6 g/hari) dalm 4-6 kali pemberian. Sedian
biasanya terdapat dalam bentuk tablet 500 mg
b. Sulfonamid yang hanya Diabsorpsi sedikit Oleh Saluran Cerna
 SULFASALAZIN obat ini digunakan untuk pengobatan colitis ulseratif dan
enteritis regional dan rematoid atritis. Sulfasalazine dalam usus diuraikan
menjadi sulfapiridin yang diabsorpsi dan dieksresi melalui urin. Dosis awal
ialah 0.5 g/ hari yang digunakan 2-6 g/hari. Sulfasalazine tersedia dalam
bentuk tablet 500 mg.
c. Sulfonamid untuk Penggunaan Topikal
 SULFASETAMID obat ini dapat menembus ke dalam cairan dan jaringan
mata mencapai kadar yang tinggi, sehingga sangat baik untuk konjungtivitis
akut maupun kronik. Obat ii tersedia dalam bentuk salap mata 10% atau tetes
mata 30%. Pada infeksi kronik diberikan 1-2 tetes setiap 2 jam untuk infeksi
yang berat atau 3-4 kali sehari untuk penyakit kronik
 MAFENID untuk mrngurangi jumlah koloni bakteri dan mencegah infeksi
luka bakar oleh mikroba Gram-Positif dan Gram-Negatif. Obat ini tidak di
anjurkan untuk pengobatan luka infeksi yang dalam. Pemberian krim 1-2
kalisehari dengan ketebalan 1-2mm permukaan luka bakar.
 Ag-SULFADIAZIN (Sulfadiazin-Perak) obat ini digunakn untukmengurangi
koloni mikroba dan mencegah infeksi luka bakar. Obat ini tidak dianjurkan
untuk pengobatan luka yang besar dan dalam. Obat ini tersedia dalam bentuk
krim (10 mg/g) yang diberikan 1-2 kali/hari
d. Sulfonamid dengan Masa Kerja panjang
 SULFADOKSIN adalah obat sulfonamide dangan masa kerja panjang 7-9
hari. Obat ini digunakan dalam bentuk kombinasi tetap dengan pirimetamin
(500 mg sulfadoksin dan 25mg pirimetamin). Pencegahan dan pengonbatan
malaria akibat P. falciparum yng resisten terhadap klorokuin.
II.11 Mekanisme Kerja Sulfonamida
Kuman memerlukan PABA (p-aminobenzoic acid) untuk membentuk asam folat
yang digunakan untuk sintesis purin dan asam-asam nukleat
Sulfonamid merupakan pengahambat kompetitif PABA. Efek antibakteri
sulfonamide dihambat oleh adanya darah, nanh dan jaringan nekrotik, karena
kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang mengandung basa
purin dan timidin.
Sel-sel mamalia tidak dipengaruhi oleh sulfonamide karena menggunakan folat.
jadi yang terdapat dalam makanan (tidak mensintesis sendiri senyawa tersebut). Dalam
proses sintesis asam folat bakteria, bila PABA digantikan oleh sulfonamide, maka akan
terbentuk analog asam folat yang tidak fungsional.
Kombinasi Dengan Trimetroprim
Senyawa yang memperlihatkan efek sinergik paling kuat bila digunakan bersama
paling kuat bila digunakan bersma sulfunamid ialah Trimetroprim. Senyawa ini
merupakan penghambat enzim dihidrofolat reduktase yang kuat dan selektif. Enzim ini
berfungsi mereduksi asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat. Jadi pemberian
sulfonamide bersamaan dengan trimethoprim menyebabkan hambatan berangkai dalam
reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat.

II.12 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Sulfonamida


Uji pendahuluan
a) Yang larut dalam air yaitu garam-garam natriumnya, Sulfasetamid Sulfonamida
(larut sebagian air)
b) Diasamkan dgn asam cuka 3 %
- Larut : Sulfanilamid, sulfasetamid, soluseptazin.
- Tidak larut :Sulfadiazin, sulfamorazin, sulfametazin, sulfatiazol,sulfapyridin,
irgafen, irgamid.
c) Alkohol 96%
- Larut :Sulfasetamid, Irgamid, Igafen, Sulfathiazol Na
- Tidak larut : Sulfadiazin Na, Sulfamerazin Na, Sulfametazin Na, Sulfapyridin
Na, Sulfathiazol Na
d) Larut dalam asam cuka 7%: Sulfanalamid, Sulfasetamid, Soluseptazin.
e) Tidak larut dalam air; tapi larut dalam air panas: Sulfanalamid, sulfasetamid,
marfenil.
f) Larut dalam NaOH 10% dan HCl 1%: Sulfaciazin, sulfamerazin, elkosin, sulfa
piridin, sulfamezatin.
g) Tidak larut dalam NaOH 10 % : Irgafen, Septazin, Radilon, Sulfaguanidin.
h) Tidak larut dalam HCl 1% : Irgafen, Radilon, Sulfaguanidin.

Uji Kualitatif
1. Reaksi elementer terhadap C, N, S : positif
2. Reaksi umum sulfonamida terhadap gugus-gugus amin
a) Reaksi korek api
Zat ditambahkan HCl encer, kemudian ke dalamnya dicelupkan batang korek
api, timbul warna jingga intensif-kuning jingga.
b) Reaksi diazo
Zat (±10mg) dalam 2 tetes HCl 2 N lalu ditambah dengan 1 ml air. Pada larutan
ini ditambahkan 2 tetes diazo B (larutan 0,9% NaNO2) dan teteskan larutan 0.1
g β-naftol dalam 2 ml NaOH terbentuk warna jingga lalu merah.
c) Reaksi erlich (ρ-DAB HCl)
Sedikit zat padat pada pelat tetes lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi DAB HCl
terbentuk warna kuning-jingga
3. Reaksi Spesifik
a) Reaksi vanillin
Reaksi vanillin memberikan reaksi positif terhadap derivat metil piridin.
Caranya: 1 tetes H2SO4 + beberapa kristal vanilin, tambahkan zat uji, panaskan
diatas nyala api kecil, akan muncul warna. Positif sulfonamida bila berwarna
kuning atau hijau muda, kecuali :
- Sulfamerazin Na : merah tua
- Irgamid : hijau tua – hitam dengan tepi merah
- sulfadiazin tidak akan memberikan reaksi dengan vanillin.
b) Reaksi dengan CUSO4
Larutan CUSO4 dalam air yang encer. Reaksi ini diberikan oleh sulfa yang
heterosiklik dalam NaOH dengan CUSO4 dimana akan terbentuk endapan dan
warna. Cara melakukan reaksinya yaitu: Zat dalam tabung reaksi + 2 ml air
dipanaskan sampai mendidih + NaOH 2 tetes, setelah dingin + 1 tetes HCl encer
sampai netral atau asam lemah akan terlihat perubahan warna yang terjadi
- Hijau : Elkosin, Globuoid, Eucacil, Sulfapyridin
- Ungu : Sulfadiazin, Sulfasuksidin, Sulfatiazol
- Putih : Irgafen, Sulfanalamid
c) Reaksi indofenol
Reaksi ini khusus untuk gugus amin aromatik dengan posisi para yang kosong.
Cara melakukan reaksi: Panaskan zat 100 mg dalam tabung reaksi + 2 ml air
sampai mendidih lalu segera + 2 tetes NaOH dan 2 ml kaporit + 1 tetes fenol
segera. Amati perubahan warna yang terjadi.
- Sulfadiazin, Sulfamerazin : merah rosa
- Elkosin, Sulfapyridin : coklat
- Sulfaguanidin : kuning
- Sulfanalamid : biru
- Sulfasuksidin : kuning lemah
- Sulfa thiazol : kuning jingga
- Thalazol : tak berwarna
d) Reaksi Roux
pereaksi : Na Nitroprusida 10 ml, aquadest 100 ml, NaOH 2 ml, dan KMnO4 5
ml. Cara melakukan reaksi: Zat padat diletakkan diatas plat lalu tambahkan 1
tetes perekasi lalu diaduk dengan batang pengaduk. Dilihat perubahan warna
yang terjadi.
- Sulfapyridin : ungu
- Sulfasuksidin : hijau kuning
- Sulfadiazin : ungu-hijau biru
- Sulfathiazol : hijau kining
- Sulfaquanidin : ungu- coklat
- Thazalol : tidak ada warna
e) Reaksi dengan KBrO3
Cara melakukan reaksi: Plat tetes, 10 mg zat + 1 ml H2SO4 encer + 1 tetes
KBrO3 jenuh, amati perubahan warna yang terjadi.
- Sulfanalamid: ungu,merah lama lama keruh
- Sulfasuksidin : ungu coklat
- Sulfadiazin : kuning jingga coklat merah

Uji Kuantitatif
1. Metode Diazotasi (nitrimetri)
Diazotasi adalah reaksi antara amin aromatis primer dengan asam nitrit yang
berasal dari natrium nitrit dalam suasana asam untuk membentuk garam
diazonium.
2. Metode Titrasi Bebas Air (TBA)
Metode titrasi bebas air digunakan pada sulfadiazin berdasarkan pada sifat asam
dari gugus - SO2 - NH - sehingga dapat dititrasi sebagai basa. Titrasi dengan
NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru.
3. Metode Bromometri
Metode bromometri dapat digunakan untuk penetapan kadar sulfadiazin dimana
brom akan mensubstitusi sulfadiazine pada inti benzen.
4. Metode Argentometri
Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan perak nitrat,sebagai titran
dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut.
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Kloramfenikol adalah salah satu obat golongan antibiotik yang digunakan untuk
mengobati infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri. Golongan kloramfenikol
bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter & S.aureus berdasarkan perintangan
sintesis polipeptida kuman. Kloramfenikol memiliki nama kimia 1-(pnitrofenil)-
dikloroasetamido-1,3-propandiol, rumus molekul C11H12C12N2O5
Penggolongan Kloramfenikol: Kloramfenikol palmitat atau stearat, Kloramfenikol
natrium suksinat dan Tiamfenikol.
Kloramfenikol dapat digunakan untuk terapi demam tifoid, meningitis purulenta
dan riketsiosis. Mekanisme kerja kloramfenikol yaitu menghambat sintesis protein pada
bakteri dan dalam jumlah terbatas, pada sel eukariot.
Kloramfenikol dapat diidentifikasi menggunakan uji kualitatif dan uji kuantitatif.
Uji Kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan UV-ViS dan IR. Sedangkan uji
kualitatif diantaranya dengan cara:
- Kloramfenikol + NaOH= orange merah
- Kloramfenikol + cuprifil yang dipanaskan akan terdapat endapan merah bata
- Kristal aseton-air = +kloramfenikol bila terbentuk kristal seperti jarum.
- Uji Fujiwara = +Kloramfenikol, warna merah pada lapisan piridin
- Uji Nessler = +Kloramfenikol, warna orange-kecoklatan
DAFTAR PUSTAKA

Crueger,W.,dan Crueger,A.1988. Bioteknology: Textbook of industrial Mikcrobiology.


Madison Inc: New York

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2016. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Depkes RI .1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta

Huga, W.B.,dan Russel, A.D.2000. Pharmaceutical Microbilogy. Blackwell Scientific


Publication: London

Muniz,Carolina Campos. 2007 .Cloramphenicol. Production: A Historical Perspective.


Journal of Microbiology.Vol 49 No: 3-4

T.pratiwi, Sylvia .2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai