LAPORAN
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kurikulum dan
Pembelajaran yang diampu oleh Angga Hadiapurwa, M. I. Kom.
disusun oleh :
KOVER
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KOVER .................................................................................................................... i
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Setelah kita mempelajari mengenai teori akan suatu hal di dalam kelas, kita
perlu menguji teori itu di kehidupan nyata. Hal ini diperlukan karena mengetahui
mengenai teori akan suatu hal belum bisa membuktikan apakah teori itu relevan
dengan kenyataan atau tidak. Hal ini disebabkan abstraksi teori lebih tinggi
dibandingkan data, fakta, konsep, dan generalisasi. Begitu pula saat mengikuti
kegiatan perkuliahan mata kuliah bimbingan dan konseling.
1
2
Sejalan dengan rumusan masalah yang ditulis di atas, makalah ini disusun
dengan tujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan memahami :
“Pasal 1
3
4
setiap hasil pembelajaran ada supervisi, melihat kurang dan lebihnya dari supervisi
tersebut.
kepala sekolah
dengan alasan untuk melihat terlebih dahulu masa transisi kurikulum yang nantinya
akan disesuaikan dengan satuan pendidikan.
Lalu untuk tim pengembang kurikulum juga telah dibentuk. Tim pengembang
kurikulum tersebut selalu berkoordinasi dengan wakil kepala sekolah bagian
kurikulum dan dibantu dengan TPS (Tim Pengembang Sekolah). Selain itu juga,
tim pengembang berisikan guru-guru senior yang sudah lebih berpengalaman dalam
pendidikan. Dalam mengetahui perkembangan kurikulum pun sekolah sangat
memanfaatkan media dalam proses pencarian informasi. Sekolah juga sering kali
mengadakan workshop agar para guru senantiasa memperbaharui pengetahuannya
tentang kurikulum. Workshop tersebut biasa dilakukan dengan mendatangkan
pemateri yang ahli di bidangnya. Selain itu bukan hanya penulisan RPP, tapi juga
sekolah sudah mulai menerapkan e-rapor. E-rapor ini dianggap memudahkan bagi
guru, siswa, maupun orang tua untuk mengaksesnya. Hal tersebut dilatarbelakangi
oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dalam Revolusi Industri 4.0.
ketika awal tahun pelajaran yang baru. Jika ada perbedaan dalam pengajaran maka
dilakukan sebuah revisi terhadap RPP tersebut.
3.1. Simpulan
SMA Negeri 1 Bandung pada saat ini sudah menggunakan kurikulum 2013
dari jenjang kelas 1 hingga kelas 3. SMA Negeri 1 Bandung telah menggunakan
2006 sampai 2015 tahun yang lalu dan baru menerapkan kurikulum 2013 secara
keseluruhan pada tahun 2018. Terdapat koordinasi mengenai penerapan dan
pengembangan kurikulum antara Kepala Sekolah, Kepala Sekolah bagian
Kurikulum, Tim Pengembang Kurikulum, dan Guru. Adapun penyesuaian sekolah
terhadap perkembangan teknologi seperti penerapan E-rapor. Perpustakaan
merupakan salah satu perangkat yang mendukung dalam kegiatan pembelajaran
atau bidang studi.
3.2. Implikasi
7
LAMPIRAN FOTO
Gambar 1.
Gambar 2.
(Andrianei Arhamah S, Nur Insani M, Pa Nyanyang Engkus (Guru Sejarah),
M. Farhan Ch., Moh Zakie Firdaus P. P.)
Gambar 3.
P : sebelumnya kami ucapkan terima kasih karena bapak sudah mau untuk kami
wawancarai. Jadi kami akan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai
penerapan kurikulum di sekolah ini. Sebelum kepada topik pembahasan, boleh
kami tahu mengenai latar belakang bapak?
N : baik, saya Hamzah. Sekarang saya menjabat sebagai staf kurikulum bidang
SDM
N : untuk semua jenjang dari kelas satu hingga kelas tiga menggunakan kurikulum
2013
N : disini ada seorang yang ditugaskan tetapi juga berkolaborasi dengan yang lain.
Nama beliau ibu Ika Rostika, beliau pengembang kurikulum di SMAN 1
Bandung.
P : kurikulum itu berkembang juga selalu adanya perbaikan, apa yang menjadi
rujukan SMAN 1 Bandung untuk melakukan kegiatan tersebut?
N : tentu dari pemerintah, lalu ada sosialisasi, workshop dan segala macam.
N : kurikulum itu ada KTSP (kurikulum satuan tingkat pendidikan) nah itu
dirancang setiap tahun dan hasil evaluasi tahun kemarin dan sekarang
dievaluasi dan diperbaiki.
N :dalam pengembangan tentu saja harus ada evaluasinya, kita kan di sekolah ada
rapat sekolah biasanya membahas kekurangan dimana dan biasanya di
personil, pada gurunya tentang esensi pembelajaran itu sendiri, ada kekurangan
di pembuatan soal HOTS, rpp atau lainnya tentu itu juga dievaluasi.
N : data yang kita himpun terkadang telat dari bawahnya. Contoh kasus: penilaian
dari guru.
N : tentu ada
M :”Untuk SMA Negeri 1 ini menggunakan kurikulum 2013 termasuk baru ya.
Untuk sekarang kelas 12, itu menggunakan kurikulum yang diterapkan. Karena
dulu kan kita tergolong yang lambat menerapkan kurikulum 2013. Kemaren
angkatan 2018 masih pake kurikulum 2006. Termasuk Farhan masih pake
kurikulum 2006, ya? Farhan juga masih pake kurikulum 2006 baru tahun ini
yang full pake kurikulum 2013. Jadi untuk yang sekarang angkatan 2019 itu
angkatan pertama yang Insyaallah lulus menggunakan kurikulum 2013. Jadi
kita baru menggunakan kurtilas itu di 2019.”
P : “Di sekolah ini kan pasti ada tim pengembang kurikulum, siapa saja tim
pengembang tersebut? Apakah guru? Atau wakil kepala sekolah?”
N : “Ehh tim pengembang kurikulum jelas itu selalu berkoordinasi dengan wakil
kepala sekolah bagian kurikulum juga dibantu oleh TPS, Tim Pengembang
Sekolah. Di sini juga ada guru-guru beberapa mata pelajaran yang secara usia
kerja di sini sudah sangat lama dan bisa dibilang senior di sini. Dari beberapa
mata pelajaran.”
P :” Tim Pengembang kurikulum itu dari beberapa guru mata pelajaran yang sudah
senior?”
N : “Iya, selain itu ada wakasek kurikulum dibantu juga oleh TPS, Tim
Pengembang Sekolah. Tim pengembang kurikulum itu punya tugas untuk
meng-update terus ya. Update dari kurikulum dilaporkan ke sekolah.”
P :” Nah di sini juga, dari mana bapak tau bahwa apa mengenai perkembangan
kurikulum?”
N :” Pertama, jelas sekarang itu media sangat membantu. Yang kedua, kami meng-
update diri dengan difasilitasi oleh sekolah dengan mengikuti workshop
workshop yang di dalam. Sekolah mendatangkan instruktur atau ga pemateri
yang expert di bidangnya. Kita juga beberapa bulan kebelakang sama
mendatangkan salah satu pemateri juga. Jadi informasi mengenai
pengembangan kurikulum itu juga kita dapatkan. Bukan hanya itu,
pengembangan rpp, sekarang yang sedang kita garap yaitu rapot itu juga sama
bahkan ini juga salah satu update-an kurikulum yang baru juga, bagaimana
penggunaan rapor itu bukan lagi secara manual sekarang itu tapi dengan e-
rapor. Jadi siswa bisa mengaksesnya.”
P :” Apakah bapak tau apa dasarnya ada e-rapor itu gitu, kenapa diadakan?”
N :” Sangat setuju! Terutama memudahkan pada guru. Yang kedua, orangtua juga.
Seperti itu.”
N :” Kalau untuk satuan pendidikan, kita mengikuti alur dari pemerintah. Kita kan
tidak bisa merevisi kurikulum sendiri. Tapi jelas itu harus berpedoman dari,
ehh kalau kita itu bisanya sebelum ke sekolah dari pusat turun ke provinsi.
Sekarang kan tingkat SMA itu dikelola oleh provinsi, otomatis kalo ada sesuatu
yang berkaitan dengan hal perubahan itu baik dari provinsi pasti udah langsung
ditanggap. Ada alur yang harus ditempuh. Gamungkin dari pusat langsung ke
sekolah pasti ada tahapan-tahapannya. Dari provinsi pun ga langsung ke
sekolah. Harus ke KCD, Kantor Cabang Dinas. Jadi alurnya lumayan panjang
walaupun sebelum kita mendapatkan secara formal, kita sudah tau seperti dari
televise, media sosial, tapi kan tetap alur prosedur hierarkisnya harus
ditempuh.”
N : ” Iya, tidak ada. Ehh kita dari segi mata pelajaran wajib dan peminatan itu yang
ada dalam kurikulum. Itu sudah ditentukan mata pelajaran yang peminatan itu
matematika, bahasa inggris, sejarah juga masuk, lalu di sini ada bahasa Jepang.
Di kurikulumnya kan ga ada seni budaya. Di kurikulumnya tidak ada seni tari
kita kan ga membuka dan kita ga ngerevisi sendiri. Kita kan mengikuti sesuai
dengan prosedurnya. Kita mengikuti saja kapan-kapannya gitu ya.”
N : ”Secara rinci saya juga kurang memahami tapi pasti itu digodog di tim
pengembangan kurikulum. Kami sebagai guru paling hanya mengetahui dari
segi pelaksanaanya saja. Tapi untuk secara rincinya itu tim pengembang
kurikulum, TPS, dan wakasek kurikulum yang bisa menjawab itu.”
P : ”Ini ada pertanyaan selanjutnya, apa saja masalah yang dihadapi dan solusi
tentang penyusunan kurikulum dan implementasi pembelajaran?”
N : ”Ok, kalo dari segi penyusunan kurikulum kendalanya karena kemarin kita baru
di ini, masih ada hal-hal yang transisi dari kurikulum 2006 ke 2013. Salah satu
solusinya jelas kita melaksanakan IHT ya dengan mendatangkan pemateri-
pemateri yang ahli di bidangnya. Jelas lalu yang kedua guru juga harus
mengupdate diri jelas. Materi-materi di kurtilas kelas 3 itu beda dengan materi
di 2006 maka harus ada update diri juga. Update dirinya gimana? Kita
datangkan pemateri. Guru-gurunya yang dikasih IHT. Jadi IHT itu tidak selalu
terfokus kepada pembelajaran. Tapi ada juga yang terfokus kepada kurikulum
dan rpp. Itu mengapa? Itu untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi di
guru ketika mengimplementasikan kurikulum 2013. Misal penggunaan rpp
beda. Lalu selain itu karena KIHD nya beda jelas itunya beda. Penyusunan
indikator pun berbeda. KI 1 KI2 itu sudah baku ya sudah tidak bisa diapa-apain.
Karena itu spiritual dan sosial. Di 2006 memang tidak dituliskan secara
langsung kan di 2006. Tapi di 2006 itu tidak dijabarkan. Di 2013 itu dijabarkan,
nya. KI 1 KI 2 itu harus, wajib spiritual dan sosial. Ada perubahan di awal itu
bakal jadi masalah. Tapi sama kita mengupdate diri juga. Guru banyak
membaca, guru diikutkan di IHT, didatangkan permateri atau workshop di luar
gitu itu juga sama. Lalu dari segi buku-buku, itu juga sama. Kita mengupdate
buku-buku yang kurtilas disediakan selengkap mungkin.”
N :”Kalau sekarang, karena saya mengajar kelas 12, materinya banyak dari dulu
saya menggunakan inquiry, itu apa? Karena anak-anak sekarang itu, di
Indonesia umumnya, sudah terbebani oleh pelajaran yang banyak. Kalau kita
kasih tugas, waduh kasian ya. Yang kedua, anak-anak kitu tuh dianggap
sebagai anak-anak yang kuat, mengapa kuat? Ujiannya banyak. Maka mereka
tergolong anak yang kuat. Nah karena itu, sejarah yang dibilang aduh kudu
maca kudu ngapalkeun bakal susah. Maka kita kasih inquiry. Biarkan mereka
menemukan sendiri. Jadi, tidak aneh jika pembelajaran saya, khususnya untuk
saya sejarah kelas 12, pas saya masuk pasti saya nanya ke anak-anak. Satu-satu
saya tanya. Jadi, anak-anak siapnya itu gapapa ga baca di rumah tapi ketika
saya masuk, sudah buka buku. Setidaknya mereka ada perhatikan walaupun di
rumah kurang perhatian dengan sejarah, belajar IPA misal, itu ketika pelajaran
sejarah mereka mah baca dulu. Bukan hanya menyenangkannya, berbasis
kebutuhan. Karena apa? Sejarah itu ada di ujian selanjutnya ketika mereka ke
perguruan tinggi. Di SBM itu ada. Berbasis kebutuhan bukan berbasis
menyenangkan. Kalau berbasis menyenangkan, masuklah ke TK, Taman
Kanak-Kanak. Kalau berbasisnya di SMA, udah lagi tak menyenangkan atuh.
Kalau menyenangkan hanya senang-senang,buang waktu atuh. Kalau kelas 10
boleh lah menyenangkan buat mereka suka. Ketika kelas 12, yang diterapkan
itu bukan lagi menyenangkan tapi kebutuhan, atas kebutuhan mereka karena
sejarah digunakan untuk apa? Di SBM itu ada. Kalian yang masuknya lewat
SBM, pasti kalian sejarah itu diubak-abik. Jadi bukan lagi berbasis
menyenangkan karena ketika kalian dengan dosen, kalian kritis ya silahkan.
Bukan hanya berbasis menyenangkan lho. Sekarang itu udah berbasis
kebutuhan. Kalau mereka sudah merasa berbasis kebutuhan, dikejar.”
N :”Ah media, itu pasti setiap mengajar. Kalau dulu, saya juga mengalami, media
itu harus terbuat, produk segala macem bawa ke kelas. Melihat hal tersebut, di
kelas 12 itu sudah jarang, sangat jarang.Jadi media-media sekarang yang lebih
bersifat digital. Makanya sekarang itu kan di aplikasi di handphone sudah
banyak, di powerpoint ditampilkan bisa,bisa pake flashdisk, ahh sudah banyak
medianya apalagi kita ini sekarang ada di zaman teknologi 4.0 itu teknologinya
sudah sangat sangat luar biasa kan. Anak-anak sekarang itu sudah sangat
pandai menggunakan gadgetnya. Nah sekarang kita harus mengubah,
mengubah apa? Mengubah cara memegang gadget yang dari vertikal menjadi
horizontal di kelas itu. Jadi paradigma kita itu, ini udah hape pintar nah
penggunanya juga harus pintar. Anak-anak Indonesia ini sekarang merupakan
generasi emas kita di tahun 2045. Nah, siapa yang harus membekalinya? Kita.
Melalui apa? Pengembangan kurikulum. Kurikulumnya yang mana?
Kurikulum 2013. Kenapa kurikulum 2013? Anak-anak ini sudah pintar, mereka
sudah bisa mencari sendiri. Yang harus kita lakukan apa? Kenapa muncul
sosial,kan di situ juga ada spiritualnya. Kenapa harus ada? Karena kalau anak
terlalu pintar, keblinger. Nah, sopan santunnya hilang, religiusnya hilang, terus
siapa yang disalahkan? Pengajar.”
P :”Apakah bapak pernah mengarahkan siswanya ke perpustakaan?”
N :”Sekarang itu udah ga harus ke perpustakaan, karena apa? Buku BSE digital
semuanya sudah bisa diakses di handphone. Itu buku BSE dari pemerintah.
Ketika mereka ke perpustakaan, waktu habis di perjalanan. Sebelum nyampe,
mereka banyak mengkol ke kantin dulu, lama lagi. Selain itu mereka beralasan,
perpustakaan terbatas. Akhirnya apa? Smartphone yang digunakan.
Perpustakaan tetap biasanya di awal tahun mereka pinjem. Kalau ga kebagian
gimana? BSE sudah ada di handphone. Linknya sudah sangat sangat terbuka.”
P : “Terus pak, kalau misalnya bapak sedang ngajar, mengacu kepada buku teks
atau gimana?”
N : “Sekarang buku teks iya, tapi harus harus update diri. Maksudnya apa? Peristiwa
kekinian sejarah itu. Karena di sejarah itu bukan hanya masa lalu. Nah materi-
materi sejarah itu selalu salah satunya masa yang akan datang. Makanya
mempelajari sejarah itu kita harus pandai mengetahui peristiwa-peristiwa
kejadian-kejadian terkini. Jadi hal-hal yang kontemporer, masalah sekaran saja
kita, eh PEMILU 2019 sudah bisa jadikan materi. Kita bahas PEMILU 55,
demokrasi liberal terpimpin, kita udah bisa masukin. Si anak sudah bisa
membandingkan kedua PEMILU tersebut. Karena apa? Kertika kita
mengetahui fenomena sebelumnya dibandingkan dengan sekarang itu sangat
mudah. Jadi ketika si anak di kelas, kita harus pandai-pandai mengetahui
perkembangan zaman sekarang. Sekarang di media sosial wah katanya ada
pengalihan isu. Bagi kita itu bukan pengalihan isu, itu informasi terupdate yang
bisa disampaikan, bisa kita bahas di kelas.”
P :” Ini pak kalo misalnya buat rpp itu dari jauh hari atau sebelum ngajar?”
N :” Biasanya pembuatan rpp itu awal tahun pelajaran dibuat. Jadi saat masuk ke
kelas itu dibawa. Nah lalu pak kalau misalnya di tengah-tengah tidak sesuai
dengan kondisi siswa? Ga jadi masalah, revisi dong. Selain itu misal rpp kita,
metode yang sudah dibuat ternyata gabisa karena medianya misalkan tidak ada
atau misalkan medianya ada tapi kita lupa. Bisa jadi kan. Makanya seorang
guru itu harus cerdas. Cerdas apa? Melihat dan mengenali siswanya. Jadi si rpp
yang sudah dibuat pada awal tahun pelajaran itu engga menjadi patokan yang
dari a sampai z harus sesuai banget, engga. Kadang karakteristik siswa, kadang
di kelas itu moodnya lagi berbeda, kalau misalkan dengan mood yang seperti
ini pake metode seperti ini gaakan beres. Jadi apa? Kita harus membangkitkan
semangat siswa, di situ muncul menyenangkannya. Jadi itu gajadi patokan
banget harus sesuai a sampai z, engga sama. Makanya ketika masuk ke kelas
anak-anaknya cape habis olahraga, awalnya mau belajar serius juga susah,
sebenarnya bisa saja namun banyak cara makanya kita harus kreatif. Nah itu
lah dengan teknologi 4.0 ini anak saja sudah pintar, tantangan nanti bapak ibu
nih, sekarang ini calon bapak ibu yang masih kuliah sangat sangat luar biasa ya
tantangannnya akan beda makannya belajar itu misal wawancara kepada guru
pun itu bisa dijadikan bahan acuan nanti karena pembelajaran di ruangan
dengan bapak ibu dosen dengan realita di lapangan kadang sangat berbeda
untuk segi materi dengan segi penerapan di sekolah. Jangankan sekolah, tiap
satuan pendidikan pun berbeda. SMA 1 dengan SMA 2 yakin beda, SMA 3
SMA 5 yakin beda. Mengapa bisa beda? Outputnya saja sudah beda. Mungkin
anak-anak di 3 menganggap semua pelajaran itu kebutuhan tapi mungkin di
SMA 1 anak-anak menganggap ahh prioritas saya mah ke ITB maka
menganggap mata pelajaran a,b,c d. Dari situ saja sudah berbeda. Makannya
sekarang itu harusnya yang di wawancara itu bukan sekolah saja, ditanyakan
juga bimbel-bimbel yang ada, apakah mereka menyesuaikan dengan kurikulum
yang ada? Apakah mereka mendidik kepada siswanya? Nah makannya di
sekolah itu pun kita mendidik bukan mengajar. Mengajar mah gampang,
mendidik yang susah. Nah seperti itu, harus ada kesinambungan antara bimbe,
sekolah, ya lembaga-lembaga pendidikan yang informal maupun nonformal
semuanya harus sinkron agar pendidikan kita yang maju. Dan tentunya arah
kebijakannya juga. Ya, seperti itu.”
P :” Nah terus kan pak sekarang ini Indonesia metodenya dalam mengembangkan
kurikulumnya dari atas. Jadi kan kurtilas ini sama Pak Hamid Hasan, terus
kalau misalnya diubah ini pak jadi dari bawah, dari guru,bagaimana?”
N :” Ada, sudah. Cuman itu pernah dua ribu berapa ya.. Itu pengembangan materi
itu dari bawah pernah. Jadi di GMP lalu dipilih perwakilan GMP untuk skala
nasional itu membahas materi pahlawan yang harus dimasukan. Bahkan, mata
pelajaran baru harus dimunculkan.”
N :” Engga, itu digodog di GMP, nanti dari GMP mengajukan kegiatan nanti
diajukan ke pusat.”
N :” Sama-sama sama-sama, kalau nanti butuh lagi, datang aja ke sini lagi, ya.”
N: Boleh.
N: Kalau perpus itu kan sebagai jantungnya pendidikan. Intinya bukan kepada
sejarah saja tapi semua bidang studi untuk mendukung terutama di dalam
penyediaan buku. Kemudian kadang-kadang ada pembelajaran di perpustakaan
juga, lewat audio visual juga. Jadi intinya perpustakaan itu ikut mendukung
sebagai bagian daripada pembelajaran.
P: Selain itu, apakah siswa juga aktif dalam mendatangi perpustakaan untuk
mencari sumber buku?
N: Kalau sekarang berbeda dengan dulu, ya, sebelum ada teknologi digital itu
hampir semua pembelajaran itu di perpustakaan. Buku-bukunya juga kan,
kalau sekarang bisa lewat google. Atau juga dulu kan kadang-kadang mencari
buku di sini, kemudian bukunya juga disumbangkan yang berkaitan dengan
mata pelajaran atau gak bikin karya tulis. Jadi, kalau sekarang itu tergantung
gurunya.
N: Ya, ada.
N: Pada intinya ya hampir semua. Tapi kan kadang anak-anaknya… Kan sekarang
waktu pelajarannya juga lama, ya. Dengan kurikulum 2013 kan pelajarannya
juga padat, ya. Jadi kadang-kadang pembelajaran itu bukan hanya di kelas saja.
Jadi bisa ke museum atau ke mana saja.
P: Jadi langsung terjun saja ya, Pak sesuai dengan bidang studi.
N: Iya.
P: Oh iya, Pak. Apakah sekolah sendiri itu memfasilitasi perkembangan dari
kurikulum khususnya perpustakaan? Seperti subsidi buku dan sebagainya.
P: Jadi sekarang perpustakaan juga bukan berupa fisik seperti buku saja ya, Pak,
tapi digital juga.
P: Kan Pak, kalau Kurtilas itu biasanya disubsidi sama pemerintah, ya. Dapat tidak?
N: Kalau buku tiap tahun. Jadi, semua buku wajib. Kalau tidak salah ada 14 buku
wajib ditambah buku penunjang itu dipinjam siswa selama satu tahun. Intinya
masalah buku itu anak mendapatkan satu orang itu 14 buku, termasuk sejarah,
baik sejarah peminatan atau sejarah wajib. Lalu buku lain sebagai sumber
referensi hanya dibaca di perpustakaan.
N: Ya kadang-kadang kalau yang kurang ditambah lagi. Tapi umumnya tiap tahun
kan kadang-kadang buku itu ada yang hilang, ada yang rusak dapat lagi. Jadi
mengajukan kembali. Karena memang tiap tahun itu harus diganti, itu
kebijakan pemerintah sekarang. Jadi buku BOS itu yang bantuan dari
pemerintah itu ya tiap tahun.
N: Sebetulnya kebijakan pemerintah itu membantu, ya. Cuma ya itu, namanya buku
itu kan berubah-ubah. Ada yang belum apa-apa udah revisi lagi. Ada
pergantian tuh karena ada perubahan materi. Tiap tahun itu ada perubahan. Ada
pengurangan atau penambahan. Beda kan kalau dulu bekas kakak (kakak kelas)
bisa turun, jadi satu buku bisa 5 tahun atau 10 tahun, kalau sekarang setiap
tahun ganti.
N: Yang biasanya datang itu Bahasa Indonesia. Karena pelajaran Bahasa Indonesia
biasanya membuat karya tulis dan meresensi buku. Buku itu kan silakan anak-
anak mengambil buku-buku untuk diresensi, seperti novel atau misalnya buku
pengetahuan .
P: Bagaimana soal mata pelajaran sejarah, Pak? Apakah biasanya siswa sering
datang karena tugas atau bagaimana?
N: Ya biasanya kalau ada tugas aja. Intinya kalau ada tugas, anak-anak itu ke
perpustakaan. Itu juga kalau ditugaskan. Kalau yang biasa-biasa mungkin yang
senang baca. Kalau yang berkaitan dengan pelajaran ya kalau ada tugas saja.
Tapi tidak terfokus pada tugas, kalau yang senang baca pasti datang ke perpus.