Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Sunardi, M. Pd.
Sadam Husaen, S.Pd, M.Pd
Oleh :
Kelompok 4
Materi 2
Kelas C
1. Annisatul Maghfiroh (NIM: 170210101036)
2. Maulidi Arsih U . I (NIM: 170210101050)
3. Sri Moeliyana Citra (NIM: 170210101072)
4. Ilmi Mamruatul Kharimah (NIM: 170210101076)
5. Allifia Nindya Oktaviani (NIM: 170210101098)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat- Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Landasan Kurikulum
2013”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Telaah dan
Kurikulum Sekolah, program studi Pendidikan Matematika , Universitas Jember.
Kami merasa makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan
penulisan makalah ini.
Besar harapan kami semoga penulisan makalah ini berguna bagi kami maupun
pembaca pada umumnya sehingga dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral
dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan di dalam perkembangan
kehidupan manusia, penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
di dasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penilitian yang mendalam. Kalau landasan
pembuatan sebuah gedung tersebut,tetapi kalau landasan pendidikan, khususnya kurikulum
yang lemah,yang akan “ambruk” adalah manusia.
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh
pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum
yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang dinamis.
Hal ini berarti bahwa kurikulum harus senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar
sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengertian kurikulum
yang semakin luas membuat para pelaksana kurikulum memberikan batasan sendiri terhadap
kurikulum. Namun perbedaan pengertian tersebut tidak menjadi masalah yang besar terhadap
pencapaian tujuan pendidikan, apabila pengembangan kurikulum didasarkan pada landasan
dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Hal ini dimaksudkan agar pengembangan kurikulum
yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan nasional.
Perwujudan prinsip, aspek dan konsep kurikulum terletak pada guru. Sehingga guru memiliki
tanggung jawab terhadap tercapainya tujuan kurikulum itu sendiri.
Oleh sebab itu, seorang pelaksana kurikulum perlu mengetahui dan melaksanakan
beberapa landasan dan prinsip-prinsip menjadi pedoman dalam pengembangan kurikulum.
Namun hal ini sering diabaikan oleh para pelaksana kurikulum, sehingga pencapaian tujuan
pendidikan tidak optimal.
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka tujuan dalam pembuatan makalah ini
adalah mengetahui landasan kurikulum 2013 ditinjau dari landasan yuridis, filosofis, teoritis,
empiris, sosiologis dan psikologis.
4
BAB 2. LANDASAN KURIKULUM 2013
5
depan. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu menjadi kepedulian
kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk
mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa. Dengan demikian, tugas mempersiapkan
generasi muda bangsa menjadi tugas utama suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan
kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik, Kurikulum 2013 mengembangkan
pengalaman belajar yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu
bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan
orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan
filosofi ini, prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah
sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik.
Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional
dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat,
didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan
oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta
kematangan fisik peserta didik. Selain mengembangkan kemampuan berpikir
rasional dan cemerlang dalam akademik, Kurikulum 2013 memposisikan
keunggulan budaya tersebut dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga,
diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial
di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini.
c. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan
bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran
disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini mewajibkan kurikulum memiliki nama Mata
pelajaran yang sama dengan nama disiplin ilmu, selalu bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik.
d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik
dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi,
sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat
dan bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Dengan
filosofi ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk mengembangkan potensi peserta
didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah sosial
6
di masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih
baik.
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi sebagaimana di atas
dalam mengembangkan kehidupan individu peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas,
berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang peserta
didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan ummat manusia.
`Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar dan teori
pendidikan berbasis kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang
menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap
kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan atau
SKL. Standar kompetensi lulusan tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau
satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (PP nomor 19 tahun 2005).
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan
Satuan Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA, SMK. Standar Kompetensi Lulusan satuan
pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup
penerapan komponen proses dan konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal
untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi. Komponen konten adalah
dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan.
Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut
digunakan, dan menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan
pendidikan di atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan
pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan
lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap,
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut.
Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang
menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
7
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP
nomor 19 tahun 2005). Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang
baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan,
konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada
Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan
pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum
sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus
mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa
lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi
rencana tertulis, konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai
unit organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten spesifik yaitu
pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu sikap dan keterampilan.
Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk
dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum.
Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi
suatu proses pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan
ide dan rancangan tersebut menjadi proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang
kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program Pembelajaran/RPP) dan
diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung
dengan apa yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman
langsung peserta didik. Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada
dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan
kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi
hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi
Lulusan.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh karena
itu pengembangan kurikulum diarahkan pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dari
SKL. Demikian pula penilaian hasil belajar dan hasil kurikulum diukur dari pencapaian
kompetensi. Keberhasilan kurikulum diartikan sebagai pencapaian kompetensi yang
dirancang dalam dokumen kurikulum oleh seluruh peserta didik.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi adalah:
8
a. Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk
Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar
(KD).
b. Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi
yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
c. Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk
suatu mata pelajaran di kelas tertentu.
d. Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan
psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai
oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi
kepedulian utama kurikulum.
e. Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi,
topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary– based curriculum” atau
“content-based curriculum”.
f. Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
g. Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat
yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana
pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan
psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap
adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan
proses pendidikan yang tidak langsung.
h. Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan
hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan
kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan
tingkat memuaskan).
Pada saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi
dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008 berturut-turut 5,7%,
5,5%, 6,3%, 2008: 6,4% (www.presidenri.go.id/index.php/indikator). Pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-
negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 % (Agus D.W. Martowardojo, dalam Rapat Paripurna DPR,
9
31/05/2012). Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus dijaga dan ditingkatkan.
Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet, jujur, dan mandiri, sangat
diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Generasi
seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun karena hasil
gemblengan pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya.
Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan
beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman
disintegrasi bangsa masih tetap ada. Kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia
yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri
sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas
bangsa Indonesia.
Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus
pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi
muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah
bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan
tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi
kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di
ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu,
kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan
pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini.
Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan
dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara
kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar
ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar.
Oleh karena itu kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3
(tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung serta pembentukan karakter.
Berbagai kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk
masih adanya kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya
menumbuhkan budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan
pendidikan. Maka kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai kejujuran
pada peserta didik.
Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi
secara negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih,
adanya potensi rawan pangan pada berbagai belahan dunia, dan pemanasan global merupakan
10
tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan di masa yang akan datang.
Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi
muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan
pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus
ditingkatkan. Hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi
yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat
Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends
in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada
ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori,
analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan
(4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi
kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek
kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara untuk berperanserta dalam
membangun negara pada masa mendatang.
Berbicara mengenai landasan sosiologis sebuah kurikulum, maka kita juga pasti akan
sedikit banyak bersinggungan dengan keadaan sosial, masyarakat dan budaya. Karena
faktanya, budaya tidak bisa dilepaskan dari aspek sosial kemasyarakatan. Budaya merupakan
hasil dari interaksi sosial yang terjadi melalui ide-ide yang mucul dari sebuah komunitas
manusia (masyarakat).
Ciri universal dari manusia adalah hidup secara berkelompok, dan pasti membutuhkan
orang lain. Manusia lahir belajar dan tumbuh dari masyarakat. Tidak ada satupun manusia
yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Masyarakat adalah suatu sistem, yang di
dalamnya ada beberapa subsistem yang berjenjang secara struktural, mulai dari subsistem
kepercayaan, nilai, dan subsistem kebutuhan. Subsitem-subsistem tersebut mempunyai
korelasi yang saling terkait. Masyarakat sebagai sistem mampu proses pendidikan, oleh
karenanya, masyarakat harus dipertimbangkan dalam penyusunan sebuah kurikulum.
Sekolah adalah sebuah institusi sosial yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu wajar jika dalam penyusunan kurikulum sekolah
lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang berkembang dan selalu berkembang di
dalam masayarakat. Pengaruh tersebut berdampak pada komponen-komponen kurikulum
11
seperti tujuan pendidikan, siswa, isi kurikulum, maupun situasi sekolah tempat kurikulum
dilaksanakan.
Para pengembang kurikulum itu sendiri memiliki tugas untuk mempelajari dan
memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam undang- undang,
peraturan, keputusan pemerintah dan lain-lain; menganalisis masyarakat dimana sekolah
berada; menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga kerja; menginterpretasi kebutuhan
individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat.
James W. Thornton seperti yang dikutip Prof. Oemar Hamalik, mengatakan bahwa
setidaknya ada empat kelompok kekuatan sosial yang mempengaruhi kurikulum. Di
antaranya :
1. Kekuatan sosial yang resmi, yang terdiri atas :
a. Pemerintah suatu Negara, melalui UUD dan ideologi negara.
b. Pemerintah daerah, melalui kebijakannya.
c. Perwakilan departemen pendidikan setempat
2. Kekuatan sosial setempat, yang terdiri atas :
a. Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan.
b. Kerukunan atau persatuan keluarga sekolah-sekolah sejenis
c. Perguruan tinggi.
d. Persatuan orang tua murid.
e. Penerbit buku-buku pelajaran
f. Media massa
g. Adat kebiasan masyarakat setempat
3. Organisasi profesional, seperti persatuan guru, dokter dan ahli hukum.
4. Kelompok atau organisasi yang bergerak berdasarkan kepentingan tertentu, seperti
kelompok patriotik dan sebagainya.
Seperti yang telah kami singgung di atas, bahwa ada beberapa pakar yang menggunakan
istilah masyarakat dan budaya sebagai pengganti dari istilah sosiologis. Hal ini dipakai juga
oleh Prof.Oemar Hamalik, beliau membagi pembahasannya menajdi dua bagian yaitu
masyarakat dan budaya.
Dalam studi antropologi dan sosiologi akan ditemukan sejumlah pengertian
“kebudayaan” antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, Selo Sumarjan dan
Sulaiman Sumardi merumuskan bahwa kebudayaan adalah hasil dari karya, rasa dan cipta
masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan. Rasa
12
meliputi jiwa manusia yang diwujudkan dalam norma-norma dan nilai-nilai, dan cipta
merupakan pikiran orang-orang dalam hidup bermasyarakat.
Berbeda dengan pendapat di atas, Maurich Boyd seperti yang dikutip Oemar Hamalik,
mengatakan bahwa hasil karya manusia yang bersifat material bukan termasuk kebudayaan,
seperti teknologi, karena ia merupakan hasil produksi dari kebudayaan dan hanya merupakan
aspek esensial dari sebuah kebudayaan. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
budaya merupakan lingkungan sosial manusia, dalam arti yang luas dan menyeluruh, yang
terkait dengan masyarakat tertentu. Kebudayaan mempunyai dimensi yang kompleks. Karena
itu dalam prakteknya kita tidak dapat melihat berbagai dimensi kebudayaan yang terpisah.
Walaupun demikian untuk kepantingan analisis, para pakar menggolongkan unsure dimensi
kebudayaan menjadi enam, yaitu keluarga, pendidikan, politik, ekonomi, agama, dan
teknologi.
13
peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses
pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya
diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode
yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang
optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam
dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang
diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat
kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas
perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap
pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan
kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan
dengan strategi pelaksanaan kurikulum.
Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajarai hal yang
konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan continuum konkret-abstrak dan kaitannya
dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, bahwa dalam
proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film
( iconic representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol , yaitu
menggunakan kata-kata (symbolic representation). Hal ini juga berlaku tidak hanya untuk
anak, tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, bahwa sebenarnya nilai dari media terletak
pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis
media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak. Ketiga, membuat jenjang konkrit-
abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kmeudian
menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat
terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat
kejadian yang disajikan dengan symbol. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan dengan
bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of experiment).
14
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Suarga. 2017. Kerangka Dasar dan Landasan Pengembangan Kurikulum 2013. 6(1):15-
23.
16