Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari dosen pengampu Mata
Kuliah Penilaian Hasil Belajar Fisika yang telah berkontribusi memberikan arahan
dan materi. Makalah ini membahas tentang Konsep Evaluasi Kurikulum, Konsep
Evaluasi Program Pendidikan, dan Konsep Evaluasi Program Pembelajaran.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai konsep-konsep evaluasi
kurikulum, program pendidikan, dan program pengajaran. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan. Untuk itu,
penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan yang akan
datang dengan mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang lain. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berperan dan kami memohon kritik serta saran yang dapat
membangun demi perbaikan yang akan datang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan uraian di atas, maka diangkatlah topik pembahasan makalah
ini yaitu tentang konsep evaluasi kurikulum, konsep evaluasi pendidikan, dan
konsep evaluasi pembelajaran.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu evaluasi kurikulum.
2. Untuk mengetahui konsep evaluasi kurikulum.
3. Untuk mengetahui apa itu evaluasi program pendidikan.
4. Untuk mengetahui apa itu evaluasi program pembelajaran.
5. Untuk mengetahui konsep evaluasi program pendidikan.
6. Untuk mengetahui konsep evaluasi program pembelajaran.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Literatur
2.1.1 Evaluasi Kurikulum
2.1.1.1 Pengertian Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari suatu pengembangan
kurikulum yang memegang peranan penting, baik dalam penentuan kebijaksanaan
pendidikan, maupun untuk pengambilan keputusan. Hasil dari evaluasi kurikulum
dapat digunakan oleh orang-orang yang mengembangkan kurikulum dan bagi
pemegang kebijaksanaan kurikulum dalam pengembangan sistem pendidikan
(Sinambela, 2010:29).
Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasi, dan efektivitas suatu program.
Evaluasi kurikulum juga merupakan suatu bidang yang berkembang dengan cepat,
termasuk evaluasi terhadap implementasi kurikulum (Adnan, 2017:111-112).
Evaluasi kurikulum merupakan pemeriksaan secara terus menerus untuk
mendapatkan informasi yang meliputi siswa, guru, program pendidikan, proses
pembelajaran untuk mengetahui tingkat perubahan siswa dan ketepatan keputusan
tentang gambaran siswa dan efektivitas program (Kristiawan, Safitri, dan Lestari.,
2017:90).
Evaluasi implementasi kurikulum merupakan proses penilaian yang luas
dan komprehensif. Evaluasi kurikulum adalah evaluasi terhadap seluruh aktivitas
pendidikan di sekolah seperti siswa, guru, model dan metode pengajaran,
administrasi, serta sarana dan prasarana (Ismail, 2014:5-6).
“Curriculum evaluation is a process to judge the curriculum effect with certain
standard, information and professional knowledge, including the judgement of
curriculum design, compilation, implementing and students’ scores. Curriculum
evaluation means the basic check of curriculum plan, curriculum subject and
teachers’ planned curriculum subject and curriculum plan, connection between
modules and so on” (Luo, 2015:151).
Terjemahan:
Evaluasi kurikulum adalah proses untuk menilai efek kurikulum dengan
standar tertentu, informasi dan pengetahuan yang lebih mendalam, termasuk
penilaian desain kurikulum, kompilasi, implementasi, dan skor siswa. Evaluasi
kurikulum berarti pemeriksaan dasar dari rencana kurikulum, mata pelajaran
3
kurikulum, dan kurikulum yang direncanakan guru, serta hubungan antara modul
dan sebagainya (Luo, 2015:151).
“There are several views regarding of curriculum evaluation. According
Fitzpatrick (in Iwasiw, Goldenberg, and Andrusyszyn., 2005:222), curriculum
evaluation is an organized and thoughtful appraisal of those elements central to the
course of studies undertaken by students. The aspects to be evaluated include the
curriculum goals, design, and outcomes; courses; teaching and evaluation
strategies; human and physical resources to support the curriculum; learning
climate; and curriculum policies.”
Terjemahan:
Terdapat beberapa pandangan mengenai evaluasi kurikulum. Menurut
Fitzpatrick (dalam Iwasiw, Goldenberg, and Andrusyszyn., 2005:222), evaluasi
kurikulum adalah penilaian terorganisir dan bijaksana mengenai elemen-elemen
yang menjadi pusat program studi siswa serta kemampuan siswa. Aspek yang
akan dievaluasi meliputi tujuan, desain, hasil kurikulum, kursus, strategi
pengajaran, sumber daya manusia, iklim belajar, dan kebijakan kurikulum.
“"Curriculum evaluation" is a term used more and more in educational
discussion. "Curriculum evaluators" are being appointed to current research
projects. It is important, in the early days of a new large-scale educational venture
such as the present curriculum reform movement, to make sure that the conceptual
framework within which it is being undertaken is as clear as may be” (White,
2015:101).
Terjemahan:
"Evaluasi kurikulum" adalah istilah yang semakin banyak digunakan
dalam diskusi pendidikan. "Penilai kurikulum" ditunjuk untuk proyek penelitian
saat ini. Usaha pendidikan berskala besar seperti gerakan reformasi kurikulum
saat ini sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa kerangka kerja konseptual
dilakukan sejelas mungkin (White, 2015:101).
2.1.1.2 Tujuan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum
secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang
dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, dan
efisiensi program (Shobirin, 2016:32).
Luas dan sempitnya program evaluasi kurikulum, sebenarnya ditentukan
oleh tujuan yang akan dicapai. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk
mengevaluasi keseluruhan komponen-komponen dalam sistem kurikulum atau
4
hanya komponen-komponen tertentu dalam sistem kurikulum (Sinambela,
2010:29-30).
Evaluasi kurikulum dimaksudkan sebagai suatu proses
mempertimbangkan untuk memberi nilai dan arti terhadap suatu kurikulum.
Kurikulum adalah rencana yang mengatur tentang isi dan tujuan pendidikan serta
cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan kata lain,
kurikulum dijadikan sebagai dokumen atau kurikulum tertulis (Sanjaya,
2008:341).
Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan dalam pengertian yang lebih
luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara
keseluruhan dengan ditinjau dari berbagai kriteria (Wathoni, 2018:154).
Evaluasi kurikulum memiliki beberapa tujuan. Menurut Majir (2017:134),
tujuan tersebut terbagi menjadi :
a. Evaluasi digunakan untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan relevansi program.
b. Evaluasi dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan kurikulum.
Sebagai alat bantu, evaluasi adakalanya berfungsi dalam usaha memperbaiki
program, dan menentukan tindak lanjut pengembangan kurikulum.
Untuk menilai kebaikan dari suatu kurikulum diadakan evaluasi
kurikulum. Suatu evaluasi yang baik dilakukan secara komprehensif, mencakup
semua langkah kegiatan dan komponen kurikulum, mulai dari dokumen
kurikulum, pelaksanaan, hasil yang telah dicapai, fasilitas penunjang serta para
pelaksana kurikulum (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007:113).
Evaluasi merupakan usaha menghimpun data atau informasi guna
pengembangan kurikulum lebih lanjut. Menurut Munandar (2018:207), Eisner
mengemukakan bahwa tujuan evaluasi meliputi:
1. Untuk mengadakan diagnosa.
2. Untuk merevisi kurikulum.
3. Untuk mengadakan perbandingan.
4. Untuk mengantisipasi kebutuhan pendidikan.
5. Untuk menetapkan apakah tujuan pendidikan sudah tercapai atau belum.
5
“There are also other curriculum evaluation goals. According Iwasiw,
Goldenberg, and Andrusyszyn (2005:222), curriculum evaluation can provide
justification for refinement, revision, or complete curriculum change. Formative
evaluation is carried out at regular intervals during the implementation of a new
curriculum. The purpose is to provide evidence about the feasibility and
effectiveness of a portion of the curriculum, so that ongoing revisions and
improvements can be made. Evidences comes mainly from teachers and students.
Summative evaluation is carried out at the completion of a portion of, or the total
curriculum. The purpose is to judge the effectiveness of all or part of the curriculum.
Evidences comes from teachers, students, graduates, administrators, and other
stakeholders.”
Terjemahan:
Terdapat pula tujuan evaluasi kurikulum yang lain. Menurut Iwasiw,
Goldenberg, and Andrusyszyn (2005:222), evaluasi kurikulum dapat memberikan
justifikasi untuk penyempurnaan, revisi, atau perubahan kurikulum lengkap.
Evaluasi formatif dilakukan secara berkala selama implementasi kurikulum baru.
Tujuannya adalah untuk memberikan bukti tentang kelayakan dan keefektifan
sebagian kurikulum, sehingga revisi dan perbaikan yang berkelanjutan dapat
dilakukan. Sumber berasal terutama dari guru dan siswa. Evaluasi sumatif dilakukan
pada penyelesaian sebagian, atau total kurikulum. Tujuannya adalah untuk menilai
efektivitas semua atau sebagian dari kurikulum. Sumber berasal dari guru, siswa,
lulusan, administrator, dan pemangku kepentingan lainnya.
Terjemahan:
Evaluasi kurikulum dapat ditujukan untuk tujuan tertentu. Menurut Demirel
(dalam Aslan 2016:205), menekankan bahwa evaluasi kurikulum ditujukan untuk
menentukan apakah ada elemen yang tidak memenuhi kebutuhan dalam
implementasi proses atau yang mencegah pencapaian target, atau bahkan
mengidentifikasi elemen kurikulum yang terkena masalah, dan menerapkan
koreksi yang diperlukan.
“There are many objectives of curriculum evaluation. According Iwasiw,
Goldenberg, and Andrusyszyn (2005:224), the purposes of curriculum evaluation is:
1. Diagnose curriculum problems, and assess strengths and weakness.
2. Examine intended and actual effects of the curriculum.
3. Document achievement of the curriculum in relation to the learning goals.
4. Determine if the curriculum is effective.
5. Provide data to make curriculum and administrative decisions.
6. Assist the dean or director and faculty tp account for fiscal resources.
7. Apprise dean or director of faculty development needs.
8. Fulfill approval and/or accreditation requirements.”
Terjemahan:
Terdapat banyak sekali tujuan evaluasi kurikulum. Menurut Iwasiw, Goldenberg,
dan Andrusyszyn (2005: 224), tujuan evaluasi kurikulum adalah:
1. Mendiagnosis masalah kurikulum, dan menilai kekuatan dan kelemahannya.
2. Memeriksa efek nyata yang dihasilkan dari kurikulum.
6
3. Mendokumentasikan pencapaian kurikulum terkait dengan tujuan pembelajaran.
4. Menentukan apakah kurikulum itu efektif.
5. Menyediakan data untuk membuat keputusan kurikulum dan administrasi.
6. Membantu dekan atau direktur dan staf pengajar untuk sumber daya fiskal.
7. Mengangkat dekan atau direktur untuk kebutuhan pengembangan fakultas.
8. Memenuhi persyaratan persetujuan dan / atau akreditasi.
“There are several things that must be done in evaluating the curriculum.
According Sukmadinata (in Rohmad 2016:99), the curriculum evaluation plays
important role to determine the education policy and curriculum decision-making.
The evaluation of curriculum has to do to know curriculum relevancy in science and
technology development and the development of society. Besides, by the curriculum
evaluation can be obtained information about the level of efficiency and
effectiveness in curriculum and problems from curriculum implementation.”
Terjemahan:
Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan dalam mengevaluasi
kurikulum. Menurut Sukmadinata (dalam Rohmad 2016:99), evaluasi kurikulum
harus dilakukan untuk mengetahui relevansi kurikulum dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan pengembangan masyarakat. Selain itu,
dengan evaluasi kurikulum dapat diperoleh informasi tentang tingkat efisiensi dan
efektivitas dalam kurikulum dan masalah dari implementasi kurikulum.
“In a rational process, curriculum evaluation is tied to objectives. Evaluation
deteremines whether or not objectives and the learning experience designed to
achieve them produce desired changes in student behavior. Interpretive models are
intentionally subjective and rely on observing and recording of experience,
immersion of the evaluator in a situation, interpretation, and judgment. The goal is
to disclose events, their worth, and quality” (Kridel, 2010:208).
Terjemahan:
Evaluasi menentukan apakah tujuan dan pengalaman belajar yang
dirancang untuk mencapainya menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam
perilaku siswa. Model interpretatif sengaja subyektif dan mengandalkan
pengamatan dan pencatatan pengalaman, pencelupan evaluator dalam situasi,
interpretasi, dan penilaian. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan acara,
nilainya, dan kualitasnya (Kridel, 2010:208).
7
diprogramkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Komponen strategi
meliputi berbagai upaya dan penunjang yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Komponen media merupakan perantara untuk menjabarkan isi kurikulum secara
lebih rinci. Komponen belajar mengajar merupakan komponen kurikulum yang
nantinya akan menghasilkan perubahan perilaku. Komponen hasil yang akan dicapai
merupakan salah satu komponen penunjang yang harus dievaluasi. Berdasarkan
uraian tersebut, ternyata evaluasi dapat dijadikan feedback untuk pengembangan
kurikulum selanjutnya.
Konsep nilai dan arti, dalam konteks penilaian terhadap suatu kurikulum
memiliki makna yang berbeda. Pertimbangan nilai adalah pertimbangan yang ada
dalam kurikulum itu sendiri. Contohnya berdasarkan proses pertimbangan tertentu,
evaluator memberikan nilai: apakah kurikulum yang dinilai itu dapat dimengerti
oleh guru sebagai pelaksana kurikulum; apakah setiap komponen yang terdapat
dalam kurikulum itu memiliki hubungan yang serasi; apakah kurikulum yang dinilai
itu dianggap sederhana dan mudah dilaksanakan oleh guru; dan lain sebagainya.
Berbeda dengan nilai, arti berhubungan dengan kebermaknaan suatu kurikulum.
Misalkan, apakah kurikulum yang dinilai memberikan arti untuk meningkatkan
kemampuan berpikir siswa; apakah kurikulum itu dapat mengubah cara belajar
siswa menjadi lebih baik; apakah kurikulum itu dapat lebih meningkatkan
pemahaman siswa terhadap lingkungan sekitar; dan sebagainya (Sanjaya, 2008:341).
8
2. Realisme, dengan kata lain penilaian kurikulum terbatas pada aspek yang hanya
bisa dinilai, kondisi-kondisi tersebut harus melihat keadaan dana yang tersedia,
alat-alat yang dimiliki, dan kemampuan tim penilai.
3. Operasional artinya, harus dapat merumuskan secara spesifik hal-hal yang diukur
dan dinilai dalam melaksanakan kegiatan penilaian kurikulum yang berarti
seluruh komponen kurikulum harus mendapat perhatian dan pertimbangan secara
seksama sebelum dilakukan pengambilan keputusan.
4. Klasifikasi. Dalam menilai suatu kurikulum, harus melihat klasifikasi yang jelas
dari pelaksanaan dan keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum, karena
dipandang evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak
yang terlibat dalam proses pendidikan.
5. Keseimbangan. Khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan
peralatan yang menjadi unsur penunjang. Oleh karena itu, harus diupayakan agar
hasil evaluasi lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan materiil yang
digunakan.
6. Berkesinambungan. Hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan luar
sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. untuk itu,
peran penting pendidik dan kepala sekolah sangat diutamakan, karena mereka
paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan kurikulum.
7. Ekologi. Suatu kurikulum harus dapat memperhitungkan adanya hubungan yag
erat antara program studi dan situasi daerah atau tempat sekolah itu berada.
Karena keberhasilan kurikulum secara langsung ataupun tidak langsung
bergantung pada pengaruh lingkungan sekitar.
9
facilities and cost, dan bidang ketiga adalah kelembagaan yang meliputi student,
teacher, administrator, educational specialist, family and community.
3. Model CEMREL (Central Midwestern Regional Education)
Model evaluasi ini dikembangkan oleh Edward Russeet dan Louis
Smith yang menitikberatkan evaluasi pada tiga aspek, yakni: (1) fokus evaluasi
yang menekankan penilaian terhadap peserta didik mediator dan material (2)
peranan evaluasi, yaitu evaluasi yang berkaitan dengan kegiatan yang sedang
berjalan dan evaluasi pada akhir kegiatan, dan (3) data, yakni penilaian yang
bersumber pada skala respon kuesioner dan observasi.
4. Model Atkinson
Evaluasi kurikulum menurut Atkinson, adalah penilaian yang diarahkan
pada tiga domain, yakni: (1) struktur adalah penilaian yang berhubungan dengan
masalah perencanaan sekolah dan organisasi sekolah (2) proses yakni penilaian
yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung (3) produk
yaitu penilaian yang mencakup perilaku sebagai hasil belajar peserta didik.
5. Model Stake (The Stake Congruence Contingency Model)
Dalam program pendidikan ada tiga fase yang perlu mendapat perhatian,
yakni antecedents, transaction, dan outcomes. Antecedents (pendahuluan)
merupakan kondisi yang mendahului proses pembelajaran yang mencakup
karakter peserta didik dan guru, isi kurikulum, materi pembelajaran, organisasi
sekolah, dan konteks masyarakat. Transaction (transaksi) merupakan proses
pembelajaran yang meliputi komunikasi, alokasi waktu, urutan kegiatan, dan
suasana sosial. Outcomes (hasil) adalah hasil yang akan dicapai oleh program,
meliputi prestasi siswa, sikap, keterampilan, efek pada guru dan lembaga.
6. Model Measurement
Model evaluasi kurikulum ini dikembangkan oleh Thorndike dan Ebel.
Hasil evaluasi digunakan untuk kepentingan evaluasi/seleksi peserta didik untuk
membandingkan efektivitas antara dua atau lebih program atau kurikulum. Objek
evaluasi mencakup hasil belajar peserta didik, terutama yang dapat diukur
melalui “paper and pencil test”. Dengan demikian, data yang dipergunakan
dalam model ini hanya terbatas pada data objektif, khususnya skor hasil tes.
7. Model Congruence
Model Congruence dikemukakan Tyler, Carrol, dan Cronbach. Hasil
evaluasi ini dipergunakan untuk keperluan penyempurnaan program dan
informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan. Objek evaluasi meliputi semua
hasil belajar peserta didik yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dengan demikian, data yang dipergunakan dalam model ini
cenderung pada data objektif berupa skor tes dan teknik lainnya..
8. Model Illuminatif (Parlet dan Hamilton)
Hasil evaluasi ini digunakan untuk keperluan penyempurnaan program.
Objek evaluasinya mencakup latar belakang, proses pelaksanaan, hasil belajar
dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Data yang digunakan dalam model ini
lebih banyak merupakan data subjektif hasil keputusan dari berbagai pihak.
10
digunakan tes esai dan objektif atau tes unjuk kerja maupun evaluasi portofolio,
sedangkan untuk menilai kepribadian, minat atau atau sikap dapat digunakan
projective techniques, skala sikap atau tes kepribadian.
2. Stake’s Model
Model ini merupakan tipe evaluasi pendidikan yang menekankan pada
kriteria ekstrinsik, yaitu hasil/dampak suatu program pada tingkah laku peserta
didik. Tujuan dan prosedur evaluasi pendidikan tentu berbeda-beda antara satu
tempat dengan tempat lainnya. Sekolah A misalnya, dapat menggunakan tes
standar; sedangkan di sekolah B menggunakan tes yang lain lagi. Oleh karena itu,
evaluasi hasil belajar saja, sebenarnya belumlah lengkap, tanpa menilai program
pendidikan secara keseluruhan.
3. Scriven’s Model
Model ini dikembangkan dengan tujuan utama pada waktu itu, yaitu
evaluasi kurikulum. namun, bentuk evaluasi yang dikemukakannya dapat
dialihkan kepada assesmen proses dan assesmen produk pembelajaran maupun
assesmen program.
4. The CSE Model of Evaluation
Rancangan evaluasi model CSE ini bertujuan untuk menilai program
pendidikan, dimana evaluasi product merupakan bagian dari evaluasi
pelaksanaan program, dan evaluasi ini dilakukan pada saat program dilaksanakan.
5. Alkin’s Model
Model ini dikembangkan dengan tujuan untuk menilai program. Alkin
berpendapat ada lima area yang perlu dievaluasi, dan akan sangat berarti bagi
pengambil keputusan, yaitu evaluasi sistem, perencanaan program, implementasi
program, perbaikan program, dan sertifikasi program.
6. Ralph Tyler’s Model
Pengaruh Tyler cukup kuat dalam bidang pendidikan, satu hal yang harus
digarisbawahi tentang evaluasi model ini adalah evaluasi yang dilakukan sangat
berorientasi pada tujuan. Jika tujuan telah dicapai, satu keputusan akan diambil.
Jika tidak tercapai, atau tercapai hanya sebagian atau dalam jumlah yang terbatas,
keputusan lain yang mungkin akan diambil.
7. Malcolm’s Provus Model
Pada hakikatnya, Malcolm Provus adalah pengikut Tyler dalam
konstruk evaluasi. Ia menyatakan bahwa tujuan evaluasi yaitu untuk menetapkan
apakah akan memperbaiki, memelihara, atau menghentikan program yang
diberikan/dilaksanakan.
11
didapat akan ditentukan salah satu yang diganti, baik itu hasil atau kinerja
atau standar program.
4) Model CIPP Stufflebeam
CIPP merupakan singkatan dari Context (Konteks), Input (masukan),
Prosess (proses), dan Product (produk).
5) Model EPIC Robert L. Hammond
Model evaluasi yang digagas oleh Hammond terdiri dari lima
langkah, pertama: memilih dan mengisolasi bagian kurikulum yang akan
dievaluasi, kedua: mendefinisikan variabel-variabel deskriptif (semua
variabel yang berkaitan dengan sekolah dan tujuannya), ketiga: menetapkan
hasil belajar yang diinginkan, keempat: menilai hasil belajar, dan kelima:
analisis hasil dengan membuat kesimpulan terhadap suatu program.
b. Model Naturalistik Humanistik
1) Model Evaluasi Connoisseurship
Ciri khas dari model ini, sebagai model penelitian dengan
pendekatan humanistik-naturalistik, evaluan berpartisipasi langsung sebagai
observer pada proses penelitiannya. Evaluan secara seksama dan teliti
menganalisa pola kerja siswa dan guru. Ciri lainnya pada model ini adalah
penggunaan teknologi sebagai media di dalam penelitiannya seperti
penggunaan film, videotape, kamera dan audiotape
2) Model Illuminative
Parlett dan Hamilton mengatakan bahwa model ini tidak membatasi
diri dalam pengumpulan datanya seperti pada evaluasi tradisional. Model ini
memiliki fokus pada deskripsi daripada interpretasi angka dalam
memprediksi penelitian.
Terjemahan:
Terjemahan:
Dari semua model yang tersedia untuk mengevaluasi program
terintegrasi, model CIPP Stufflebeam tampaknya paling tepat. Model ini sangat
12
mirip dengan paradigma struktur-proses-hasil Donabedian di bidang jaminan
kualitas kesehatan. Model Stufflebeam untuk evaluasi program akan diilustrasikan
dalam kaitannya dengan program terintegrasi (Bandaranayake, 2011: 94).
13
whether to develop a program (needs assessment), how best to develop a program
(formative evaluation), and whether to modify—or even continue—an existing
program (summative evaluation).”
Terjemahan:
Sedangkan pendapat mengenai tujuan evaluasi menurut Ball (2011:4),
tujuan dari evaluasi semacam ini adalah untuk memberikan informasi kepada
pembuat keputusan yang memiliki tanggung jawab atas program pendidikan yang
ada atau yang diusulkan. Misalnya, evaluasi program dapat digunakan untuk
membantu membuat keputusan mengenai apakah akan mengembangkan program
(penilaian kebutuhan), cara terbaik untuk mengembangkan program (evaluasi
formatif), dan apakah akan memodifikasi — atau bahkan melanjutkan — program
yang ada (evaluasi sumatif) .
14
b. Penilaian untuk mengetahui prestasi individu
c. Penilaian untuk evaluasi program
d. Refleksi tujuan penilaian
Evaluasi juga merupakan kegiatan identifikasi mengenai program dan
pelaksanaan pembelajaran yang telah tercapai atau belum, hingga dapat memenuhi
tujuan dari evaluasi itu sendiri.
15
pertanyaan atau masalah yang signifikan. Dalam merencanakan prosedur
evaluasi, evaluator perlu mempertimbangkan sumber daya dan waktu yang
tersedia. Jika model ini membutuhkan lebih banyak waktu atau sumber daya
daripada yang tersedia, model lain mungkin harus dipertimbangkan.
b. Evaluasi Model Provus (Discrepancy Model)
Kata discrepancy berarti kesenjangan, berangkat dari asumsi bahwa
untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan
antara apa yang seharusnya diharapkan terjadi (standard) dengan apa yang
sebenarnya terjadi (performance).
c. Evaluasi Model Stake (Countenance Model)
Model ini dikembangkan oleh Robert E. Stake dari University of
Illinois. Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu
description dan judgment.
d. Evaluasi Model Brinkerhoff
Evaluasi model Brinkerhoff menekankan tiga pendekatan evaluasi yang
disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu: (1) Fixed
vs Emergent Evaluation Design. (2) Formative vs Sumative Evaluation. (3)
Experimental & Quasi-Experimental Designs vs. Unobtrusive Inquiry.
e. Measurement Model
Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan
kegiatan pengukuran di dalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran,
menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas atau jumlah.
Jumlah ini akan menunjukkan besarnya (magnitude) objek, orang ataupun
peristiwa sehingga dengan demikian hasil pengukuran itu selalu dinyatakan
dalam bentuk bilangan.
f. Congruence Model
Kegiatan evaluasi dimaksudkan sebagai kegiatan untuk melihat sejauh
mana tujuan-tujuan pendidikan telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil
belajar yang mereka perlihatkan pada akhir kegiatan pendidikan. Mengingat
tujuan pendidikan mencerminkan perubahan-perubahan tingkah laku yang
diinginkan pada anak didik, maka yang penting dalam proses evaluasi adalah
memeriksa sejauhmana perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan itu
telah terjadi pada anak didik.
g. Illuminative Model
Model illuminatif ini lebih menekankan pada penilaian kualitatif.
Tujuan evaluasi model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem
maupun program yang bersangkutan, yang meliputi: (1) bagaimana implementasi
program di lapangan, (2) bagaimana implementasi dipengaruhi oleh situasi
sekolah tempat program yang bersangkutan dikembangkan, (3) apa kebaikan-
kebaikan dan kelemahan-kelemahannya dan bagaimana program tersebut
mempengaruhi pengalamam-pengalaman belajar para siswadalam pelaksanaan
evaluasi model yang keempat ini lebih banyak menekankan pada penggunaan
judgement.
h. Model Logik (Logic Model)
Kekhasan dari model logik adalah penggunaan tabel dan grafik alir
yang berisi input, aktivitas, dan hasil. Sebagian besar menggunakan teks dan
anak panah atau grafik untuk menggambarkan urutan aktivitas untuk
menghasilkan perubahan, dan bagaimana aktivitas tersebut terhubung dengan
hasil program yang diharapkan tercapai.
16
1. Model Pengukuran
Dalam hubungan dengan evaluasi program pendidikan di sekolah, model
ini menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa
pada masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan test.
2. Model Pencapaian
Evaluasi menurut model yang kedua ini dimaksudkan untuk memeriksa
persesuaian antara tujuan dan hasil belajar. Oleh karena itu yang dijadikan obyek
evaluasi program pendidikan adalah perilaku siswa. Secara lebih khusus, yang
dinilai disini adalah perubahan prilaku yang diinginkan (intented behavior) yang
diperlihatkan oleh siswa pada akhir program pendidikan.
3. Model Evaluasi Sistem Pendidikan
Dimensi program pendidikan yang dijadikan objek evaluasi yaitu
mencakup dimensi peralatan dan sarana, proses pelaksanaan, dan hasil atau
produk yang diperlihatkan oleh program yang bersangkutan.
4. Model iluminatif
Objek evaluasi yang diajukan oleh model ini mencakup:
a. Latar belakang dan perkembangan yang dialami program.
b. Proses pelaksanaan program itu sendiri.
c. Hasil belajar yang diperlihatkan para siswa.
d. Kesukaan-kesukaan yang dialami program, sejak dari perencanaan sampai
dengan pelaksanaannya dilapangan.
17
3. Formative-Summative Evaluation Model
Model ini menunjukan adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi,
yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (evaluasi
formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (evaluasi sumatif).
Tujuan evaluasi formatif adalah mengetahui seberapa jauh program yang
dirangcang dapat berlangsung, sekaligus mengidentifikasi hambatan. Tujuan dari
evaluasi sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program.
4. Countenance Evaluation Model
Menurut Stake, ketika evaluator tengah mempertimbangkan program
pendidikan, mereka mau tidak mau harus melakukan perbandingan, yaitu:
a. Membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan program lain,
dengan objek sasaran yang sama.
b. Membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang
diperuntukan bagi program yang bersangkutan,didasarkan pada tujuan yang
akan dicapai.
5. CSE-UCLA Evaluation Model
Tahap-tahap model CSE-UCLA tersebut menjadi 4, yakni: (a) CSE-
Model: needs Assesment. (b) CSE Model: program planning. (c) CSE Model:
formative evaluation. (d) CSE Model: summative evaluation.
6. CIPP Evaluation Model
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak diterapkan oleh
para evaluator. CIPP merupakan singkatan dari context, input, process, dan
product. Keempat kata dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran
evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan.
Model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi
sebagai sebuah sistem.
7. Discrenpancy Model
Pada model ini, evaluasi program yang dilaksanakan oleh evaluator
mengukur besarnya kesenjangan/perbedaan yang ada disetiap komponen, antara
yang seharusnya dicapai dengan yang sudah nyata dicapai.
2.1.6.5 Pelaksana Evaluasi Program Pembelajaran
Orang atau tim yang melaksanakan evaluasi dikenal dengan sebutan
evaluator. Dalam evaluasi program pembelajaran menurut Djuanda dan Maulana
(2015:314), ada dua jenis evaluator, yaitu:
a. Evaluator internal (internal evaluator) atau elevator dalam, merupakan orang-
orang dari dalam yang ikut dalam kegiatan program.
b. Evaluator eksternal (external evaluator) atau elevator luar, merupakan orang
yang tidak ikut terlibat dalam kegiatan program.
18
2.2 Kajian Kritis
Evaluasi kurikulum merupakan suatu tindakan atau proses menilai suatu
kurikulum baik yang telah dilaksanakan ataupun yang sedang dilaksanakan.
Untuk menilai atau mengevaluasi kurikulum, haruslah berdasarkan komponen-
komponen kurikulum. Dalam mengevaluasi kurikulum, biasanya evaluator
menilai dari berbagai aspek, yaitu mulai dari tujuan, isi, metode, dan lain
sebagainya. Hal itulah yang menjadi pertimbangan bagi evaluator dalam
mengevaluasi kurikulum guna mengetahui apakah kurikulum tersebut layak
diganti ataupun direvisi. Secara umum, evaluasi kurikulum dilakukan untuk
meneliti kembali atau mengecek suatu kurikulum apakah kurikulum tersebut telah
berjalan sesuai rencana atau diluar rencana.
Kurikulum terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan antara
yang satu dengan yang lainnya. Komponen kurikulum terdiri dari komponen
tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi pencapaian tujuan, dan komponen
evaluasi. Dalam konteks evaluasi kurikulum, terdapat suatu konsep berupa konsep
nilai dan arti, dimana kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Konsep
nilai merupakan suatu pertimbangan nilai yang ada dalam suatu kurikulum.
Sedangkan konsep arti lebih berkaitan dengan kebermaknaan suatu kurikulum.
Dalam mengevaluasi kurikulum, evaluator harus mengacu pada prinsip-prinsip
kurikulum, yaitu evaluasi harus dilakukan sesuai tujuan, evaluasi harus dilakukan
secara menyeluruh, dan evaluasi harus dilakukan secara objektif. Selain itu, juga
terdapat model-model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah model CIPP, model
EPIC, model CEMREL, model Atkinson, model Stake, model Measurement,
model Congruence, model Iluminatif, model Scriven, model Ralph Tyler, dan lain
sebagainya.
Evaluasi program pendidikan adalah upaya mengumpulkan informasi
mengenai suatu program, kegiatan atau proyek. Informasi tersebut berguna untuk
mengambil keputusan, antara lain untuk memperbaiki program pendidikan,
menyempurnakan kegiatan program pendidikan lanjutan, menghentikan suatu
kegiatan atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau
kegiatan pendidikan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar
peserta didik setelah ia menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan
19
untuk mengetahui tingkat efisien metode-metode pendidikan yang dipergunakan
pendidikan selama jangka waktu tertentu.
Evaluasi merupakan kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu
program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak,
serta dapat pula digunakan untuk melihat tingkat efesiensi pelaksanaannya.
Program berarti sejumlah aktivitas yang dirancang secara terorganisir untuk
membuat seperangkat hasil yang akan membawa dampak pada terpecahkannya
massalah khusus atau terpenuhinya kebutuhan yang diperlukan. Sementara
pembelajaran merupakan kegiatan yang terencana dan tersusun sesuai dengan
kebutuhan dari peserta didik atau dengan bahasa lain yaitu mendasarkan pada
assesment kebutuhan peserta didik. Dapat disimpulkan bahwa evaluasi program
pembelajaran merupakan upaya mengumpulkan informasi mengenai suatu
program, kegiatan atau proyek pembelajaran. Yang nantinya informasi tersebut
berguna untuk mengambil keputusan, antara lain untuk memperbaiki program,
menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan atau
menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program pembelajaran.
Evaluasi program pendidikan terdiri dari beberapa model, yaitu Evaluasi
Model CIPP, Evaluasi Model Provus (Discrepancy Model), Evaluasi Model Stake
(Countenance Model), Evaluasi Model Kirkpatrick, Evaluasi Model Brinkerhoff,
Measurement Model, Congruence Model, Illuminative Model, dan Model Logik
(Logic Model). Selain itu, dapat juga berupa Model Pengukuran, Model
Pencapaian, Model Evaluasi sistem Pendidikan, dan Model Iluminatif. Prinsip
evaluasi program pendidikan adalah prinsip kontinuitas, prinsip multi teknik,
prinsip menyeluruh dan berimbang, dan prinsip objektif.
Evaluasi program pembelajaran meliputi evaluasi pada desain program
pembelajaran. Maka hal yang perlu untuk dievaluasi adalah kompetensi dasar
yang akan dikembangkan, strategi pembelajaran yang akan diterapkan, dan isi
program pembelajaran. Implementasi program pembelajaran perlu dijadikan
obyek evaluasi, khususnya proses belajar dan pembelajaran yang berlangsung di
dalam kelas. Hasil yang dicapai ini dapat mengacu pada pencapaian tujuan jangka
pendek (ouptut) maupun mengacu pada pencapaian tujuan jangka panjang
(outcome).
20
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Evaluasi kurikulum merupakan suatu tindakan atau proses menilai suatu
kurikulum baik yang telah dilaksanakan ataupun yang sedang dilaksanakan.
Secara umum, evaluasi kurikulum dilakukan untuk meneliti kembali atau
mengecek suatu kurikulum apakah kurikulum tersebut telah berjalan sesuai
rencana atau diluar rencana. Dalam mengevaluasi kurikulum evaluator harus
mengacu pada prinsip-prinsip kurikulum, yaitu evaluasi harus dilakukan sesuai
tujuan, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, dan evaluasi harus dilakukan
secara objektif. Selain itu, juga terdapat model-model evaluasi kurikulum,
diantaranya adalah model CIPP, model EPIC, model CEMREL, model Atkinson,
model Stake, model Measurement, model Congruence, model Iluminatif, model
Scriven, model Ralph Tyler, dan lain sebagainya.
Evaluasi program pendidikan adalah upaya mengumpulkan informasi
mengenai suatu program, kegiatan atau proyek pendidikan. Evaluasi program
pendidikan terdiri dari beberapa model, yaitu Evaluasi Model CIPP, Evaluasi
Model Provus, Evaluasi Model Stake, Evaluasi Model Kirkpatrick, Evaluasi
Model Brinkerhoff, Measurement Model, Congruence Model, Illuminative Model,
Model Logik, dan lain sebagainya. Prinsip evaluasi program pendidikan adalah
prinsip kontinuitas, prinsip multi teknik, prinsip menyeluruh dan berimbang, serta
prinsip objektif. Sedangkan program pembelajaran merupakan upaya
mengumpulkan informasi mengenai suatu program, kegiatan atau proyek
pembelajaran. Evaluasi program pembelajaran meliputi evaluasi pada desain
program pembelajaran. Implementasi program pembelajaran perlu dijadikan
obyek evaluasi, khususnya proses belajar dan pembelajaran yang berlangsung di
dalam kelas. Hasil yang dicapai ini dapat mengacu pada pencapaian tujuan jangka
pendek (ouptut) maupun mengacu pada pencapaian tujuan jangka panjang
(outcome).
21
1.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggungjawabkan.
22
DAFTAR PUSTAKA