Anda di halaman 1dari 11

JMPF Vol. 9 No.

1 : 27-37
ISSN-p : 2088-8139
ISSN-e : 2443-2946

Pengendalian Persediaan, Fasilitas Penyimpanan dan Distribusi


pada Industri Farmasi dalam Mendukung Ketersediaan Obat
Era JKN

The Inventory Control, Storage Facilities and Distribution at Pharmaceutical Industry in Supporting
Drugs Availability of JKN Era

Satibi1*, Achmad Fudholi1, Eirene Copalcanty Tuko2, Gabriela Larasati Swastiandari2


1.Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2.Magister Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Submitted: 1-30-2019 Revised: 3-14-2019 Accepted: 3-22-2019
Korespondensi : Satibi : Email : satibi@ugm.ac.id

ABSTRAK
Ketersediaan obat masih menjadi masalah dalam sistem kesehatan di Indonesia. Jumlah peserta
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bertambah, secara langsung meningkatkan kebutuhan obat
generik sehingga produsen obat terus berupaya memperoleh pangsa pasar obat JKN. Industri farmasi
berperan dalam memproduksi obat-obat yang berkualitas dan terjangkau dengan menerapkan
manajemen rantai pasok yang baik. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi peran pengendalian
persediaan, fasilitas penyimpanan dan distribusi di industri farmasi dalam mendukung ketersediaan obat
pada era JKN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode kualitatif dalam penelitian
ini adalah melakukan wawancara mendalam terhadap karyawan dari bagian Production Planning
Inventory Control dan Supply Chain di empat industri farmasi dan Pedagang Besar Farmasi yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan serta menjadi penyedia obat pada tender e-Catalogue. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling. Analisis data terdiri dari pembuatan transkrip wawancara,
interprestasi data dan mengecek keabsahan data dengan triangulasi. Hasil analisis menunjukkan
pengendalian persediaan memberikan pengaruh pada industri farmasi dalam mendukung ketersediaan
obat karena ketidaksesuaian antara permintaan dan kebutuhan sehingga meningkatkan terjadinya
overstock atau stock out. Fasilitas penyimpanan memberikan pengaruh pada industri farmasi dalam
mendukung ketersediaan obat karena fasilitas penyimpanan yang overload menyebabkan metode
penyimpanan berjalan tidak optimal dan harus mengeluarkan biaya lain untuk menyewa gudang.
Distribusi memberikan pengaruh pada industri farmasi dalam mendukung ketersediaan obat karena biaya
untuk distribusi harus mencapai minimum order agar obat dapat didistribusikan dan pemilihan moda
transportasi yang mengakibatkan lead time distribusi menjadi lebih panjang sehingga meningkatkan
terjadinya kekosongan obat.
Kata kunci: ketersediaan, industri, e-catalogue, JKN, manajemen rantai pasok

ABSTRACT
The drugs availability is still a problem in the health system in Indonesia. The number of National
Health Insurance (JKN) participants increasing the need for generic drugs. Pharmaceutical industry has a
role to produce affordable and good quality medicines by implementing good supply chain. The purpose
of this study was to identify the role of inventory control, storage and distribution facilities in the
pharmaceutical industry in supporting drugs availability in the JKN era. This is a descriptive research with
qualitative method and uses purposive sampling. Data was collected in depth interview with employees
from the Production Planning Inventory Control (PPIC) and Supply Chain Management (SCM) in
pharmaceutical industries that collaborated with BPJS Kesehatan and become drug providers in e-
catalogue tender. Data analysis consisted of making interview transcripts, interpreting data, and
triangulation. The results of the analysis showed that inventory control has an influence in the
pharmaceutical industry in supporting the drugs availability due to a mismatch between demand and
need, thereby increasing the occurrence of overstock or stock out. Facilities of storage has an influence in
the pharmaceutical industry in supporting the drugs availability due to overload storage facilities so that
the storage method was not optimal and has to pay other costs to rent warehouses. Distribution has an
influence in the pharmaceutical industry in supporting the drugs availability because the costs for

JMPF Vol 9(1), 2019 | DOI : 10.22146/jmpf.43162 27


Pengendalian Persediaan, Fasilitas Penyimpanan

distribution must reach a minimum order to be distributed and the choice of transportation modes for
distribution may be increased the lead time that caused the drug vacancies.
Keywords: availability, industry, e-catalogue, JKN, supply chain management

PENDAHULUAN badan hukum yang memiliki izin untuk


Ketersediaan obat masih menjadi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
masalah dalam sistem kesehatan di Indonesia. perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai
Selama ini, biaya obat di atas 50% dari total dengan pedoman Cara Pembuatan Obat Baik
biaya pengobatan yang seharusnya dapat (CPOB). PBF memiliki peran penting lainnya
ditekan lebih rendah1. Dengan meningkatnya sebagai penggerak rantai pasok terkait
jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional perpindahan obat agar bisa sampai ke tangan
(JKN) tentu memberikan dampak kepada konsumen6.
pertumbuhan pasar farmasi, khususnya obat Kekosongan obat terjadi di apotek
generik. Ketua umum International wilayah Bojonegara Kotamadya Bandung.
Pharmaceutical Manufactures Group Secara teknis, obat tersedia di stok apotek,
menyatakan bahwa obat resep dokter di tetapi bukan dari penyedia pemenang tender
Indonesia akan mengalami penurunan di sehingga harganya berbeda. Obat yang tidak
tahun 2015 karena semakin banyak orang tersedia dengan harga JKN adalah amlodipin
beralih ke obat generik dibawah skema JKN2. dan metformin dengan permintaan tertinggi.
Industri farmasi di Indonesia dituntut Pada November 2015 terjadi kekosongan obat
untuk meningkatkan daya saingnya. Banyak glimepirid7. Hasil wawancara yang dilakukan
perusahaan yang berlomba untuk memenuhi oleh Mendrofa dan Suryawati pada Januari
persediaan yang dibutuhkan oleh konsumen. 2016 di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti
Setiap perusahaan harus melakukan Wilasa Citarum Semarang kepada petugas
perbaikan dalam sistem manajemennya, gudang farmasi, permasalahan yang ada saat
khususnya dalam hal persediaan bahan baku ini adalah rumah sakit mendapat obat BPJS
supaya proses produksi berjalan dengan yang tidak sesuai dengan harga e-Catalogue,
lancar. Salah satu penyebab sistem produksi proses pengiriman obat BPJS lebih lama serta
tidak berjalan dengan baik adalah tidak terjadi kekosongan obat BPJS di distributor8.
tersedianya bahan baku untuk kebutuhan Di Puskesmas Siko dan Puskesmas Kalumata
produksi. Demand yang fluktuatif dan lead time Kota Ternate, obat sering terlambat datang ke
yang tidak pasti, mengakibatkan kondisi puskesmas, dan sering terjadi kekosongan
persediaan menjadi kurang stabil3. obat karena proses perencanaan terlalu lama
Pada era JKN ini, banyak industri bahkan PBF yang di tunjuk kadang tidak mau
farmasi kalah bersaing dengan kompetitornya menyediakan obat apabila permintaan terlalu
dikarenakan tidak terintegrasinya masalah sedikit9. Masalah ketersediaan obat juga
pengadaan logistik. Salah satu penunjang terjadi pada puskesmas di Kabupaten Keerom,
keberhasilan penjualan obat bagi perusahaan Provinsi Papua. Stok obat-obatan tertentu
farmasi adalah Manajemen Rantai Pasok mengalami kekosongan pada waktu-waktu
(MRP) yang baik. Rantai Pasokan (Supply tertentu di puskesmas, yang disebabkan tidak
Chain) didefinisikan sebagai sekumpulan tersedianya obat yang sama di instalasi
aktifitas (dalam bentuk entitas/fasilitas) yang farmasi kabupaten dan keterlambatan
terlibat dalam proses transformasi dan pengambilan/pengiriman obat dari instalasi
distribusi barang mulai dari bahan baku farmasi kabupaten oleh puskesmas yang juga
paling awal dari alam sampai produk jadi disebabkan karena faktor lokasi geografi
pada konsumen akhir4. Dengan demikian puskesmas yang sulit dijangkau, serta
dapat dikatakan bahwa MRP adalah konsep keterbatasan transportasi10.
pola pendistribusian produk5. Pedagang Besar Studi ketersediaan obat di era JKN telah
Farmasi (PBF) sebagai perpanjangan tangan banyak diteliti di fasilitas kesehatan seperti
industri farmasi adalah perusahaan berbentuk apotek7,11,12, puskesmas9,10,13 maupun rumah

28 JMPF Vol 9(1), 2019


Satibi, et al

sakit8,14,15 dengan hasil wawancara adalah PT A, PT B, PT C dan PT D beserta


menunjukkan bahwa masalah kekosongan distributornya yang menjadi penyedia obat
obat publik disebabkan lambatnya proses publik pada tender e-Catalogue tahun 2018 di
pengiriman obat dan waktu tunggu yang lama Jakarta. Narasumber dalam penelitian adalah
dari penyedia dan distributor obat. Namun, karyawan Supply Chain Management,
penelitian mengenai peran industri farmasi Production Planning Inventory Control (PPIC)
dan distributor (PBF) belum banyak dan Apoteker Penanggung Jawab PBF.
dilakukan. Industri farmasi dan PBF sebagai Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
aktor penting dalam menjamin ketersediaan karyawan tetap dan telah bekerja minimal 2
obat publik harus bisa menjaga komitmen tahun pada bidangnya. Kriteria eklusi dalam
yang telah disepakati antara pemerintah dan penelitian ini adalah karyawan magang dan
fasilitas kesehatan untuk menjamin karyawan yang mengudurkan diri selama
ketersediaan obat publik pada era JKN. Oleh proses penelitian ini berlangsung. Wawancara
karena itu, penelitian ini difokuskan untuk dilakukan dengan informan kunci PT A (AS,
menganalisis faktor pengendalian persediaan, Asisten Manajer PPIC; K, Asisten Manajer
fasilitas penyimpanan dan distribusi di PPIC 2, ASP, Asisten Manajer Gudang; NN,
industri farmasi dan PBF dalam mendukung APJ PBF; YU, APJ Transportasi), PT B (MDP,
ketersediaan obat publik pada Era JKN untuk Direktur Produksi), PT C (VLK, Manajer
mengatasi keluhan kekosongan obat publik di Gudang dan SY, Manajer PPIC) dan PT D (TS,
fasilitas kesehatan dan dengan harapan dapat Senior General Manager Supply Chain). Teknik
melengkapi penelitian sebelumnya. Pada analisis data mencakup pembuatan transkrip
penelitian ini dilakukan analisis faktor wawancara, reduksi data, analisis data dan
pengendalian persediaan, fasilitas interpretasi data kemudian mengecek
penyimpanan dan distribusi di industri keabsahan data dengan triangulasi metode
farmasi dan PBF dalam mendukung dan sumber data.
ketersediaan obat publik pada era JKN.
Berkaitan dengan kebaruan penelitian dari HASIL DAN PEMBAHASAN
kacamata industri farmasi, penelitian ini Negara harus memiliki industri farmasi
merupakan evaluasi terhadap permasalahan sendiri untuk menghasilkan obat untuk
riil industri farmasi dan PBF dalam mengatasi memenuhi kebutuhan masyarakat16. PT A
keluhan kekosongan obat publik di fasilitas adalah industri farmasi pertama di Indonesia
kesehatan, memberikan pemahaman baru yang didirikan oleh pada tahun 1817 dan
dalam manajemen rantai pasokan obat serta memiliki 5 (lima) fasilitas produksi yang
menciptakan wawasan kritis bagi Pemerintah tersebar di 5 (lima) kota di Indonesia yaitu
dalam membuat keputusan melalui formulasi Jakarta, Bandung, Semarang, Watudakon, dan
kebijakan yang akan meningkatkan daya Medan. Tahun 1997, PT B dibangun dan
saing global jangka panjang bagi industri menjadi perusahaan farmasi muda dan
farmasi dan upaya menjamin ketersediaan dinamis yang sudah menghasilkan 75 produk
obat publik pada era JKN di Indonesia. farmasi pada tahun 2005. PT C berdiri pada
tahun 1966 dan berkembang menjadi
METODE perusahaan farmasi terdepan di Indonesia. PT
Penelitian ini merupakan penelitian C telah tumbuh menjadi penyedia solusi
deskriptif kualitatif. Metode pengambilan kesehatan melalui empat kelompok divisi
data adalah wawancara mendalam yang usahanya yaitu obat resep, produk kesehatan,
diikuti dengan penelusuran data sekunder. nutrisi serta distribusi dan logistik. PT D
Instrumen yang digunakan dalam penelitian berdiri sejak tahun 1974 serta memiliki tiga
ini adalah pedoman wawancara. Teknik fasilitas pabrik obat antibiotik Non Beta Lactam,
pengambilan sampel dalam penelitian ini Penicillin dan Cephalosporin. PT D merupakan
adalah purposive sampling. Subjek penelitian bisnis operasional dari PT C. PT A

JMPF Vol 9(1), 2019 29


Pengendalian Persediaan, Fasilitas Penyimpanan

Tabel I. Obat-Obat Publik oleh Penyedia Dominan

Nama Harga/ Satuan


Nama Obat Jumlah RKO
Penyedia Obat Terkecil (Rp)
PT A Generik: Vitamin B Kompleks tablet 841.428.190 117
Generik kombinasi: tablet tambah darah 665.352.190 354
Generik: Asam askorbat 50mg 360.332.730 105
PT B Generik: Parasetamol 500mg 1.250.108.708 53
Generik: Amoksisilin 500mg 1.136.969.918 233
Generik: Asam Mefenamat 500mg 556.585.769 103
PT C V-BLOC: Karvedilol 6,25mg 13.188.739 1.560
BRONSOLVAN: Teofilin 150mg 8.339.800 295
TAMOFEN: Tamoksifen tab 1 mg 3.491.670 1.862
PT D OSCAL: Kalsitriol kaps lunak 0,5mcg 3.298.720 2.850
Generik: Doksorubisin serbuk injeksi. 10mg 978.427 44.500
Generik: Siklofosfamid serbuk injeksi. 888.173 63.690
200mg

Catatan: RKO = Rencana Kebutuhan Obat

mendominasi pasar sebagai penyedia obat adalah akurasi informasi tentang barang yang
publik sebanyak 82 jenis obat dilihat dari dimiliki antara persediaan secara sistem dan
daftar penyedia obat publik. PT B dan PT C secara fisik. Dengan melakukan pengendalian
memasok sebanyak 33 dan 34 jenis obat persediaan yang benar, PPIC dapat
sementara PT D menjadi penyedia obat publik melakukan perencanaan produksi,
dengan 16 jenis obat. Berikut adalah beberapa pengendalian operasional dan pengambilan
obat publik yang diproduksi oleh keempat keputusan secara tepat17.
industri farmasi berdasarkan jumlah Pengendalian persediaan dari bahan
permintaan terbanyak di Rencana Kebutuhan baku, bahan pengemas, obat jadi, dan barang
Obat (RKO) (Tabel I). setengah jadi menjadi tanggung jawab bagian
Production Planning and Inventory Control
Pengendalian Persediaan (PPIC). Bagian PPIC terus memantau tingkat
Persediaan memiliki arti sangat penting persediaan setiap harinya serta mencatat
dalam operasi bisnis suatu perusahaan guna tingkat persediaan di gudang dengan bantuan
memenuhi kebutuhan produksi. Alasan software untuk meningkatkan perlindungan
perlunya persediaan yaitu untuk data-data dan meningkatkan proses
mengantisipasi adanya unsur ketidakpastian pengendalian persediaan. Dalam menentukan
permintaan, ketidakpastian pasokan dari jumlah pemesanan produk, perusahaan
supplier dan ketidakpastian waktu tunggu melakukan pertimbangan berdasarkan jumlah
pemesanan17. Tujuan diadakannya persediaan persediaan yang terdapat di gudang dan
untuk memberikan layanan terbaik pada perkiraan persentase kenaikan penjualan
pelanggan, memperlancar proses produksi, untuk setiap produknya. Berikut adalah hasil
mengantisipasi kemungkinan terjadinya wawancara faktor pengendalian persediaan
kekurangan persediaan, dan menghadapi yang telah dilakukan terhadap informan PT A,
fluktuasi harga. Dalam mencapai tujuan PT B, PT C dan PT D (Tabel II).
tersebut, akan menimbulkan kosekuensi bagi Pengendalian persediaan pada PT A, PT
perusahaan yaitu menanggung biaya atau B, PT C dan PT D dibantu dengan aplikasi
resiko yang berkaitan dengan keputusan Enterprise Resource Planning (ERP). Aplikasi
persediaan18. Salah satu faktor yang ERP membantu menghitung secara otomartis
diperlukan dalam pengendalian persediaan jumlah kebutuhan masing-masing produk jadi

30 JMPF Vol 9(1), 2019


Satibi, et al

Tabel II. Faktor Pengendalian Persediaan

Indikator PT A PT B PT C PT D
Demand Pemesanan Tersistem Ada perencanaan Perencanaan
bahan baku otomastis dengan produksi setiap awal pemesanan
dilakukan saat program QAD bulan (closing untuk bahan
pengumuman MFG/PRO biasanya tanggal 30 baku dilakukan
pemenang atau 31 setiap setelah tanggal
bulannya, setelah 7 setiap bulan
tanggal 7 baru
melakukan
perencanaan
pemesanan untuk
bahan baku
Reorder level Dilakukan Dilakukan sesuai Dilakukan sesuai Dilakukan
sesuai tingkat tingkat tingkat persediaan di sesuai tingkat
persediaan di persediaan di gudang baik itu persediaan di
gudang baik itu gudang baik itu bahan baku dan gudang baik itu
bahan baku dan bahan baku dan produk jadi bahan baku
produk jadi produk jadi dan produk
jadi
Stock out/ Pernah terjadi Stock out dan Stock out dan Sering terjadi
Overstock stock overstock masih overstock masih over stock dan
out/overstock, terjadi karena terjadi karena stock out
akan dilakukan RKO yang tidak masalah lonjakan
clereance product akurat sales

dan bahan baku, lead time kedatangan bahan PT A, PT B, PT C dan PT D melayani


baku dan bahan kemasan yang dibutuhkan permintaan obat publik dan non e-
berdasarkan target/pesanan marketing catalogue/reguler. Dalam pengendalian
(kebutuhan rutin ataupun e-catalogue), dengan persediaan sering terjadi stock out dan stock
bantuan software untuk meningkatkan over. Overstock terjadi karena permintaan
perlindungan data-data dan meningkatkan rendah tetapi suplainya berlebih. Stock out
proses pengendalian persediaan. Persediaan terjadi karena permintaan tinggi tetapi
membuat manajemen dapat beroperasi suplainya terbatas. Pada kualitas produk obat
secara tetap sepanjang musim dan dapat yang dihasilkan PT A, PT B, PT C dan PT D
menghindari biaya produksi yang berubah- menjalankan dan menerapkan pedoman
ubah. Penyediaan persediaan bertujuan untuk CPOB. Pada tindakan perbaikan kualitas
menghadapi kondisi ketidakpastian. produk obat telah dilakukan benar dan
Permintaan barang tidak bisa diketahui secara tepat waktu oleh bagian PPIC. Perusahaan
pasti, oleh karena itu perlu diramalkan untuk harus mampu memenuhi tuntutan pasar
meminimalisir kerugian akibat overstock atau dengan mempertimbangkan kualitas dan
permintaan yang melampaui ramalan, efisiensi produksi. Bahan baku, barang
perhitungan persediaan harus dilakukan setengah jadi, dan barang jadi merupakan
dengan hati-hati dan teliti19. Berikut adalah bentuk-bentuk dari persediaan yang
hasil wawancara pada informan PT A, PT B, setiap satuannya menggambarkan uang yang
PT C dan PT D tentang buffer stock, lead time terikat sampai persediaan itu meninggalkan
dan stock opname (Tabel III). perusahaan sebagai barang yang terjual.

JMPF Vol 9(1), 2019 31


Pengendalian Persediaan, Fasilitas Penyimpanan

Tabel III. Buffer Stock, Lead Time, dan Stock Opname

Industri Waktu Tunggu (Lead Time)


Buffer Stock Stock Opname
Farmasi Produksi
PT A 1 - 3 bulan 30 hari kerja Setiap 3 bulan
PT B Kondisional 21 hari kerja Setiap 6 bulan
PT C Kondisional Cycle count setiap
7 - 30 hari kerja
PT D 2 - 2,5 bulan hari by system

Singkatnya, persediaan merujuk pada stok Fasilitas Penyimpanan


atau apapun yang dibutuhkan dalam Gudang merupakan sarana pendukung
menjalankan bisnis. Stok ini mewakili satu kegiatan produksi dan operasi industri
bagian besar dari investasi dan harus diatur farmasi yang berfungsi untuk menyimpan
dan dikendalikan dengan baik untuk bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang
mendapatkan keuntungan yang maksimal. belum didistribusikan. Gudang juga berfungsi
Persediaan adalah aset terbesar dalam bisnis. untuk melindungi bahan (baku dan
Jika margin sebesar 50%, maka berarti pengemas) dan obat, untuk menjalankan
bahwa biaya dari produk adalah 50%, yang fungsi tersebut pengelolaan pergudangan
artinya 50% dari penjualan bersih harus dilakukan secara tepat. Masalah yang
dihabiskan untuk pengendalian dan terjadi dalam faktor fasilitas penyimpanan
pengiriman20. adalah kapasitas fasilitas penyimpanan yang
Garai (2013) mengatakan bahwa persediaan masih mengalami kejadian overload di industri
yang tersimpan dalam jumlah yang banyak farmasi tertentu24. Ada pula distributor yang
hanya berakhir menjadi waste dan menolak menerima kelebihan produksi
penggunaan space yang cukup besar21. seperti di PT B akan tetapi, PT B sendiri telah
Persediaan yang efektif harus dapat menjawab melakukan pembangunan/peningkatan
tiga pertanyaan dasar, yaitu obat apa yang kapasitas gudang di manufaktur Sukabumi
akan menjadi prioritas untuk dikendalikan, dalam mendukung ketersediaan obat pada era
berapa banyak yang harus dipesan dan kapan JKN ini. Pada PT A, kendala tersebut diatasi
seharusnya dilakukan pemesanan kembali. dengan penyewaan gudang, melakukan
Dengan demikian kekosongan obat dapat koordinasi rutin dengan departemen lainnya
dihindari apabila dilakukan koordinasi yang seperti tim pemasaran untuk melakukan
baik dan tepat antar faskes pada bagian perputaran obat. Berikut adalah hasil
perencanaan/penentuan kebutuhan obat wawancara faktor fasilitas penyimpanan yang
publik yang dituangkan dalam RKO sehingga telah dilakukan terhadap informan PT A, PT
industri farmasi dapat membuat perencanaan B, PT C dan PT D (Tabel IV).
produksi yang akurat dan menghasilkan obat Pengelolaan gudang merupakan faktor
publik yang tepat jumlah, tepat waktu dan yang penting dalam ketersediaan obat publik
tersedia pada saat dibutuhkan22. Di satu sisi pada era JKN. Munculnya kerusakan barang
lain perusahaan berusaha mengurangi biaya bisa terjadi akibat kesalahan penanganan, baik
dengan mengurangi jumlah persediaan, tetapi dalam bentuk kerusakan akibat proses
disisi lain tanpa adanya persediaan sebuah perpindahan antar sarana transportasi
perusahaan tidak menjalankan proses dan antar gudang maupun akibat kesalahan
produksi sehingga konsumen menjadi kecewa proses pengelolaan ruang penyimpanan25.
saat barang tidak tersedia. Oleh karena itu Industri farmasi memiliki dua jenis gudang
pengelolaan persediaan harus tepat dan yaitu gudang pabrik yang berada di
seimbang23. dalam manufaktur dan gudang distributor.

32 JMPF Vol 9(1), 2019


Satibi, et al

Tabel IV. Faktor Fasilitas Penyimpanan

Indikator PT A PT B PT C PT D
Bangunan Sesuai CPOB Sesuai CPOB Sesuai CPOB Sesuai CPOB
Kapasitas 4.800 pallet, 1.450 pallet, 14.700 pallet, tidak 2.000 pallet,
overload overload overload. pernah
overload
SDM Sesuai CPOB, Sesuai CPOB, Sesuai CPOB, Sesuai CPOB,
perekrutan perekrutan ada perekrutan ada perekrutan
ada SOP SOP SOP ada SOP
Metode Tidak Tidak
Tidak Tidak
penyimpanan membedakan membedakan
membedakan membedakan obat
obat publik obat publik
obat publik dan publik dan non
dan non dan non
non publik publik
publik publik
Informasi Manual dan by By system, stock By system, ada stock By system,
system, ada opname, dan cycle opname, cycle count ada stock
stock opname count opname, cycle
count

CPOB = Cara Pembuatan Obat yang Baik; SDM = Sumber Daya Manusia; SOP = Standard
Operating Procedure

Gudang pabrik dari keempat industri farmasi pada saat sediaan pengemas belum dipakai,
sudah sesuai dengan persyaratan CPOB. terjadi keterlambatan pemakaian bahan,
Gudang pabrik yang biasa disebut sebagai sedangkan pesanan datang lebih cepat27.
gudang transit milik PT A akan menyalurkan Gudang di PT A sedang overload karena
produk jadi langsung ke gudang besar ketidakseimbangan antara produksi dengan
terpusat di National Distribution Center (NDC). penjualan sehingga perlu melakukan
NDC PT A merupakan gudang pusat dari 5 perbaikan pada pemasaran untuk
manufaktur (Bandung, Medan, Watudakon, memperbaiki perputaran barang dan
Jakarta dan Semarang) yang terletak di percepatan penjualan. PT B sering mengalami
sebelah gedung manufaktur Jakarta sebelum kejadian overload ketika pabrik dinyatakan
didistribusikan ke cabang. sebagai pemenang tender. Pernah juga terjadi
Gudang di keempat industri farmasi overload di gudang PT D tetapi hanya
dapat dikatakan aman karena akses yang sementara dan kelebihannya segera
dibatasi hanya untuk karyawan tertentu dan didistribusikan ke PBF resmi.
dilengkapi sistem pengamanan, penerangan Sumber Daya Manusia (SDM)
dan HVAC yang memadai. PT B memiliki merupakan variabel yang penting dalam
gudang di manufaktur (pabrik) dan di pengelolaan gudang. Dalam pemilihan
distribusi. Pertimbangan dalam pemilihan sumber daya manusia untuk gudang, keempat
gudang di pabrik yaitu dekat dengan fasilitas industri farmasi sudah memiliki Standard
produksi sedangkan gudang di distributor Operating Procedure (SOP) untuk kualifikasi
lebih dekat pelanggan. Faktor yang karyawan yang dibutuhkan. Diadakan
mempengaruhi berfungsi atau tidaknya suatu pelatihan rutin, terutama di manufaktur yaitu
gudang adalah kapasitas gudang itu sendiri. melakukan pelatihan CPOB sehingga dapat
Penentuan kapasitas gudang harus dipastikan bahwa karyawan yang ada di
mempertimbangkan keadaan maksimum26. keempat industri tersebut berkompeten di
Gudang mencapai keadaan maksimum bidangnya masing-masing. PT A sering

JMPF Vol 9(1), 2019 33


Pengendalian Persediaan, Fasilitas Penyimpanan

Tabel V. Faktor Distribusi

Indikator PBF PT A PBF PT B PBF PT C PBF PT D


Lokasi Dekat dengan Dekat dengan Dekat dengan Dekat dengan
manufaktur, manufaktur, daya manufaktur, manufaktur,
daya jangkau jangkau jadi daya jangkau jadi daya jangkau
jadi pertimbangan pertimbangan jadi
pertimbangan pertimbangan
Biaya Tidak Ada minimal order Berapapun tidak Berapapun tidak
masalah, masalah masalah
akan tetap
dikirim
SDM sesuai CPOB, sesuai CPOB, sesuai CPOB, sesuai CPOB,
perekrutan perekrutan ada perekrutan ada perekrutan ada
ada SOP SOP SOP SOP
Metode
Sesuai CPOB Sesuai CPOB Sesuai CPOB Sesuai CPOB
pendistribusian
Waktu 2 – 40 hari (ke Pulau Jawa paling Paling lama 4 Paling lama 4
pengiriman Papua) lama 1minggu, ke hari – 1 bulan (ke hari – 1 bulan
Papua 3 bulan Papua) (ke Papua)

CPOB = Cara Pembuatan Obat yang Baik; SDM = Sumber Daya Manusia; SOP = Standard
Operating Procedure

melakukan transfer knowledge antara karyawan dimonitor secara rutin. Yang membedakan
lama dan baru agar dapat mengatasi masalah- adalah dari pencatatan produk obat di
masalah terkait penyimpanan. SDM dari PT B gudang. PT A dan PT B menggunakan
juga dikontrol dengan ketat agar selalu sesuai kombinasi antara pencatatan by system dan
dengan standar operasional. SDM harus manual yang saling mem-backup. Keempat
memahami CPOB karena industri farmasi industri farmasi telah melakukan stock opname
harus melakukan penyimpanan produk sesuai secara berkala untuk mencocokan produk
dengan pedoman CPOB sehingga harus sehingga mudah ditelusuri.
dilakukan training secara berkala. Kejadian
human error pasti ada tetapi dengan kontrol Distribusi
dapat diminimalisir. Ada akses khusus bagi Fasilitas distribusi adalah sarana yang
karyawan gudang karena ada obat keras dan digunakan untuk mendistribusikan atau
obat injeksi yang perlu pengawasan khusus menyalurkan sediaan farmasi, yaitu pedagang
dalam penyimpanan sehingga tidak semua besar farmasi dan instalasi sediaan farmasi 28.
orang diperbolehkan masuk. Beberapa faktor yang mempengaruhi
Metode penyimpanan obat publik di ketersediaan obat, selain karena
keempat industri farmasi ini hampir sama, keterlambatan pemesanan, kekosongan obat
tidak membedakan lokasi penyimpanan juga dapat disebabkan juga kekosongan dari
antara obat publik dengan obat non publik pihak industri farmasi melalui PBF7. Berikut
tetapi untuk proses pelayanan pemesanannya adalah hasil wawancara faktor distribusi yang
sudah pasti berbeda karena harga obat publik telah dilakukan terhadap informan PT A, PT
dan non publik tidak sama. Ada pemisahan B, PT C dan PT D (Tabel V).
antara area penerimaan, penyimpanan, Masalah yang terjadi dalam faktor
karantina dan pengiriman dan beberapa distribusi adalah membuat daya jangkau dan
area yang difasilitasi pengatur suhu serta biaya menjadi bahan pertimbangan dalam

34 JMPF Vol 9(1), 2019


Satibi, et al

penyaluran obat. PT B membutuhkan minimal pengiriman ke daerah. Pada saat PBF PT A


order dan menolak kelebihan obat serta membutuhkan obat dalam keadaan darurat
memiliki waktu pengiriman yang paling lama atau memiliki batas waktu tertentu maka
dikarenakan keterbatasan biaya dan dapat dikirimkan langsung dari manufaktur.
transportasi. NDC adalah gudang PBF dari PT Selama proses distribusi, keempat industri
A Pusat. Dari semua manufaktur, akan masuk farmasi ini tidak mengikutsertakan pengawas
ke NDC. Untuk pendistribusiannya, PBF PT A selama perjalanan pendistribusian akan tetapi
memiliki 47 lokasi. Untuk lokasi PBF PT A di pihak ekspedisi terpilih telah memberikan
Jakarta bersebelahan dengan manufaktur jaminan terkait obat aman selama perjalanan
sedangkan untuk di empat manufaktur (suhu lingkungan terkontrol, aman dari
lainnya tetap dikirimkan ke Pusat setelah serangga, hama, pengerat dan kontaminasi)
transit di gudang pabrik. PBF PT B merupakan sehingga layak untuk diberikan kepada
distributor utama yang masih satu grup fasilitas kesehatan. Hal yang merugikan
dengan PT B. Untuk di Pulau Jawa, PBF PT B dalam manajemen rantai pasok adalah
menunjuk subdis-subdis dan memiliki tiga munculnya kerusakan barang akibat
cabang distributor yaitu di Yogyakarta, kesalahan penanganan (mishandling), baik
Semarang dan Surabaya. Pengiriman barang dalam bentuk kerusakan akibat proses
dilakukan berdasarkan pesanan, purchase order perpindahan antarsarana transportasi dan
dari fasilitas kesehatan ke cabang sehingga antargudang, maupun akibat kesalahan
akan dilakukan pengiriman hanya pada saat proses pengelolaan ruang penyimpanan
ada pesanan dan tidak ada minimum (gudang). Tidak jarang, proses pengkerutan
pemesanan maupun minimum biaya. rantai pasok ini juga diperparah oleh
Pengiriman obat seperti vaksin dan narkotika rawannya jalur pendistribusian terutama di
memiliki tarif yang lebih mahal dibandingkan daerah pelosok. Kejadian obat
dengan obat lainnya karena menggunakan tertukar/kurang bisa terjadi sehingga
jalur udara29. Meskipun demikian, biaya menambah waktu tunggu. Penyaluran obat
distribusi tidak menjadi masalah bagi PBF PT sampai ke pelosok tanah air telah dilakukan
A, PT C dan PT D. Sementara itu, biaya oleh keempat industri farmasi ini. Waktu
menjadi sedikit kendala bagi pendistribusian pengiriman dari setiap industri berbeda-beda
di PBF PT B karena ada minimal pemesanan. tergantung dari sarana transportasi yang
Perekrutan SDM dari keempat industri digunakannya.
farmasi di atas sama seperti di bagian gudang
dan lainnya. Ada spesifikasi yang tertulis di KESIMPULAN
Pengendalian persediaan, fasilitas
dalam SOP dan diadakan pelatihan rutin
penyimpanan dan distribusi memberikan
dengan harapan dapat menjalankan proses
pengaruh pada industri farmasi dalam
distribusi dengan benar sehingga dapat
mendukung ketersediaan obat pada era JKN
mengatasi masalah terkait pendistribusian30.
karena biaya distribusi harus menunggu
Jumlah SDM di PBF ini sudah cukup
pemesanan mencapai minimum order agar obat
memadai. Sehingga dengan SDM distribusi
dapat disistribusikan, ketidaksesuaian antara
yang baik tersebut, dapat mendukung
permintaan dan kebutuhan, fasilitas
ketersediaan obat publik pada Era JKN.
penyimpanan overload dan pemilihan moda
Metode pendistribusian dari keempat
transportasi yang mengakibatkan lead time
industri hampir sama dengan sedikit
distribusi menjadi lebih panjang sehingga
perbedaan berdasarkan siapa yang melakukan
meningkatkan terjadinya kekosongan obat.
pesanan. Pada keempat indsutri farmasi alur
distribusi diawali dari pemesanan dari faskes
UCAPAN TERIMA KASIH
cabang, pemesanan dari cabang ke Pusat, Terima kasih diucapkan kepada DIKTI
Pusat menyiapkan barang, lalu dilakukan atas bantuan dana yang diberikan.

JMPF Vol 9(1), 2019 35


Pengendalian Persediaan, Fasilitas Penyimpanan

DAFTAR PUSTAKA Puskesmas Siko Dan Puskesmas


1. Yunarto N. Revitalisasi Obat Generik: Kalumata Kota Ternate Tahun 2014. J
Hasil Uji Disolusi Obat Generik Tidak Ilmu Kesehat Masy Unsrat. 2015;5(2):221-
Kalah Dengan Obat Bermerk. Media 237. http://ejournal.unsrat.ac.id/
Penelit dan Pengemb Kesehat. index.php/jikmu/article/view/7439.
2010;XX(4):198-202. 10. Carolien I, Fudholi A, Endarti D.
2. Patunrui KIA, Yati S. Analisis Penilaian Evaluasi Ketersediaan Obat Sebelum
Financial Distress Menggunakan Model dan Sesudah Implementasi JKN pada
Altman ( Z- Score ) Pada Perusahaan Puskesmas di Kabupaten Keerom
Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Provinsi Papua. J Manaj dan Pelayanan
Indonesia Periode 2013-2015. J Farm. 2017;7(1):30-39.
Akuntansi, Ekon dan Manaj Bisnis. 11. Gauthfa A, Kuswinarti, Sunjaya D.
2017;5(1):55-71. Dampak Implementasi Jaminan
3. Dristiana F, Sukmono T. Pengendalian Kesehatan Nasional terhadap
Persediaan Bahan Baku Obat Dengan ketersediaan Obat di Apotek Rujukan
Menggunakan Metode EOQ Wilayah Cibeunying Kotamadya
Probabilistik Berdasarkan Peramalan Bandung Tahun 2015. J Sist Kesehat.
Exponential Smoothing Pada. Spektrum 2016;1(4):159-164.
Ind. 2015;13(2):115-228. http://journal.unpad.ac.id/jsk_ikm/artic
4. Anwar SN. Manajemen Rantai Pasokan le/view/10374/4736.
(Supply Chain Management): Konsep 12. Raharni, Supardi S, Sari ID.
dan Hakikat. J Din Inform. 2011;3(4):92- Kemandirian dan Ketersediaan Obat
98. Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN):
5. Rianda A, Oktafani SE, Akmal I, Kebijakan, Harga, dan Produksi Obat.
Khairani Z, Gilang D.P. M. Sistem Media Litbangkes. 2018;28(4):219-228.
Rantai Pasok Produk Obat-Obatan. J 13. Septiadi MA. Implementasi Peraturan
Optimasi Sist Ind. 2011;10(2):160-165. Bupati Kutai Kartanegara Nomor 16
6. Dwiaji A, Sarnianto P, Thabrany H, Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Syarifudin M. Evaluasi Pengadaan Obat System Jaminan Kesehatan Daerah di
Publik Pada JKN Berdasarkan Data e- Kabupaten Kutai Kartanegara (Studi
Catalogue Tahun 2014-2015. J Ekon Kasus Di Puskesmas Muara Jawa).
Kesehat Indones. 2016;1(1):15. eJournal Ilmu Pemerintah. 2013;1(1):16-30.
http://journal.fkm.ui.ac.id/jurnal- 14. Khariza HA. Program Jaminan
eki/article/ view/1933/641. Kesehatan Nasional : Studi Deskriptif
7. Nurtantijo AN, Kuswinarti, Sunjaya Tentang Faktor-Faktor Yang Dapat
DK. Analisis Ketersediaan Obat pada Mempengaruhi Keberhasilan
era Jaminan Kesehatan Nasional di Implementasi Program Jaminan
Apotek Wilayah Bojonegara Kesehatan Nasional. J Kebijak dan Manaj
Kotamadya Bandung Tahun 2015. J Sist Publik. 2015; 3(1):1-7.
Kesehat. 2016;1(4):165-170. 15. Agussalim, Hermiyanti, Abd.Rahman.
8. Mendrofa DE, Suryawati C. Analisis Analisis Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Obat Pasien BPJS Di Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Wilasa Citarum Semarang. Manaj Undata Palu. J Kesehat Tadulako.
Kesehat Indones. 2016;4(3):214-221. 2017;3(1):62-70.
9. Ali FA, Kandou GD, Umboh JML. 16. Honesty AS. Upaya Indonesia dalam
Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Menangani Pemalsuan Obat melalui
Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Member State Mechanism tahun 2012-
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di 2016. J Int Relat. 2017;3(1):123-130.

36 JMPF Vol 9(1), 2019


Satibi, et al

17. Bambang P. Bab 6. Manajemen Hasan R, Prabhat P K V. An overview:


Produksi & Operasi Industri Farmasi. storage of pharmaceutical products. J
In: Manajemen Farmasi Industri. Pharm Pharm Sci. 2013;2(5):2499-2515.
Yogyakarta: Global Pustaka Utama; 25. Mustamu R. Manajemen Rantai
2007. Pasokan Industri. J Manaj dan
18. Ketkar M, Vaidya OS. Developing Kewirausahaan. 2007;9(2):99-106.
Ordering Policy based on Multiple 26. Abdallah AA. Global Pharmaceutical
Inventory Classification Schemes. J Supply Chain : A Quality Perspective. J
Procedia - Soc Behav Sci. Bus Manag. 2013;8(17):62-70.
2014;133(Mcdm):180-188. 27. Lachman L, Herbert AL, Joseph LK.
19. Fang Y. Pharmaceutical policy in China. Teori Dan Praktek Industri Farmasi Edisi 3.
J Pharm Policy Ctries with Dev Healthc 3rd ed. Jakarta: Penerbit Universitas
Syst. 2017;4(4):169-191. doi:10.1007/978- Indonesia; 2008.
3-319-51673-8_9 28. Susandi D, Widianto T. Distribution
20. Dzikrillah N, Purba HH, Suwazan D, Requirement Planning Sediaan Obat
Wahjoedi N. Produk Strategi. J Tek Ind. dan Perlengkapan Kesehatan
2016;(29):161-166. Konsumen/Agen PT. SBF Cirebon. J Ind
21. Talib A, Garai A. Just in Time Approach Serv. 2015;1(1):1-6.
in Inventory Management. J Technol 29. Aigbogun O, Ghazali Z, Razali R. A
Manag Bus Entrep. 2013:1-9. Framework to Enhance Supply Chain
22. Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Resilience The Case of Malaysian
Tahun 2010 Tentang Kewajiban Pharmaceutical Industry. J Glob Bus
Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas Manag Res An Int J. 2014;6(3):219-228.
Kesehatan Pemerintah. Indonesia; 2010. 30. Moharana HS, Murty JS, Senapati SK,
23. Santhi G, K K. Recent Review Article on Khuntia K. Coordination, Collaboration
Pharmaceutical Inventory Models. Int J and Integration for Supply Chain
PharmaTech Res. 2016;9(5). Management. J Intersci Manag Rev.
24. Shafaat K, Hussain A, Kumar B, ul 2012;(22):2231-1513.

JMPF Vol 9(1), 2019 37

Anda mungkin juga menyukai