Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

MATA KULIAH PSIKOPATOLOGI

DISUSUN OLEH :
ERLITA DAMA KRISTANTI 111411131054
KELAS B-1

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ……………………………………………………………3
2. Deskripsi Tempat PKL ……………………………………………………4
3. Tujuan Observasi dan Wawancara ………………………………………..5
4. Pelaksanaan Observasi dan Wawancara ………………………………….5

BAB II DESKRIPSI KASUS


1. Deskripsi Kasus Anak Secara Umum …………………………………….8
2. Deskripsi Kasus Dewasa Secara Umum ………………………………...11

BAB III ANALISA KASUS


1. Analisa Etiologi Gejala Kasus Menurut Literature Review ……………..15
2. Rancangan Intervensi yang Perlu Dilakukan dalam Kasus ……………...16

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN


1. Simpulan ………………………………………………………………...18
2. Saran ……………………………………………………………………..18

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..19


LAMPIRAN …………………………………………………………………….20

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Manusia sebagai
penerima anugerah harus bersyukur atas apapun yang telah diamanahkan oleh-
Nya. Bagaimanapun keadaan yang diberikan, Tuhan telah menciptakan umatnya
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Manusia sebagai makhluk paling sempurna
yang memiliki akal, pikiran, dan budi pekerti, tentunya tidak luput dari
ketidaksempurnaan. Hal tersebut semakin kuat dibuktikan dengan hadirnya
saudara-saudara kita yang memiliki kekurangan dan keterbatasan dalam jiwa,
fisik, dan mentalnya.
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia (Schultz &
Schultz, 2014). Karena tidak selamanya jiwa dan mental manusia dalam keadaan
normal atau baik-baik saja, dalam psikologi sendiri, terdapat mata kuliah yang
mempelajari ilmu tentang gangguan mental manusia, yaitu psikopatologi.
Psikopatologi berasal dari kata pathos dan logos, yang berarti penyimpangan dari
kondisi normal, yang memiliki konotasi negatif (Bennet, 2006). Bermacam-
macam gangguan mulai dati etiologi, gejala dan diagnosa, serta intervensinya
dibahas dalam mata kuliah ini. Gangguan mental yang dialami individu akan
dapat diobati dan dapat sembuh jika pendiagnosaannya tepat dan diberikan
penanganan sesuai dengan gejala yang dialami. Dalam melakukan penegakkan
diagnosa gangguan-gangguan, simptom dan gejalanya harus sesuai dengan kriteria
panduan DSM dan PPDGJ sebagai pedoman penegakkan diagnosa.
Sebagai mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga, kita pastinya sudah
belajar dan tahu tentang penampakan orang-orang yang mengalami gangguan
mental. Rasanya kurang puas apabila hanya sekedar tahu tentang gangguan-
gangguan mental pada manusia. Rasa penasaran dan ingin tahu secara langsung
mengenai gangguan-gangguan tersebut mulai muncul. Melalui PKL (Praktek
Kerja Lapangan) mata kuliah Psikopatologi ini, mahasiswa psikologi yang
mengambil mata kuliah tersebut diberi kesempatan untuk mengamati,

3
mempelajari, dan memahami secara langsung bagaimana penampakan gangguan
mental di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang dan Yayasan
Pancaran Kasih. Selain untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Psikopatologi,
PKL ini juga burtujuan untuk agar mahasiswa mampu mengidentifikasi dan
mendeteksi sejak dini gangguan-gangguan mental yang berpotensi dimiliki oleh
setiap individu dan paham akan cara penanganan atau intervensi yang tepat
terhadap gangguan mental yang ada.

1.2 Deskripsi Tempat PKL


RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang merupakan lokasi awal
yang dikunjungi oleh peneliti untuk melakukan observasi dan
wawancara kepada pasien yang sedang dirawat di sana. RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang terletak di Jl. Jendral A. Yani
Lawang. RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang merupakan rumah
sakit rujukan tertinggi khusus kejiwaan yang telah berdiri sejak 1902,
lebih dari 100 tahun lamanya . RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang memiliki 700 tempat tidur, dimana 10% dari jumlah kamar
tidur tersebut diperuntukkan bagi tamu yang berkunjung, seperti
mahasiswa psikologi dari beberapa Universitas yang memutuskan
untuk magang di RSJ ini karena ingin belajar lebih dalam mengenai
gangguan kejiwaan (Staf IT Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang, 2015).
Suasana tenang, sejuk, adem ayem dapat dirasakan di sekitar RSJ
Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Hal terseb ut didukung dengan
keadaan alam dan pemandangan yang menyegarkan mata. Di RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang, pasien tidak ditunggu atau
ditemani oleh keluarganya karena telah ada suster di setiap rua ngan
yang siap merawat para pasien.
Lokasi selanjutnya yang kunjungi oleh peneliti adalah Yayasan
Pancaran Kasih yang bertempat di Jl. Sumber Waras Timur No.50
Lawang, Malang. Panti Pancaran Kasih merupakan yayasan sosial

4
bagi penyandang tuna grahita, cacat mental, dan penderita gangguan
psikis. Selain itu, Yayasan Pancaran Kasih juga merupakan Sekolah
Luar Biasa (SLB) bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, serta
panti jompo untuk para lansia yang memiliki kebutuhan khusus. Di
Yayasan Pancaran Kasih ini, pembelajaran serta pelatihan diberikan
kepada mereka yang berkebutuhan khusus untu k memberikan
kemajuan kepada mereka. Dengan didampingi perawat yang ada, anak
berkebutuhan khusus dilayani sesuai dengan kebutuhan mereka.

1.3 Tujuan Observasi dan Wawancara


Tujuan observasi dan wawancara terhadap subjek anak dan dewasa adalah
untuk mengetahui dan mengidentifikasi gejala dan gangguan yang dialami oleh
subjek anak dan dewasa. Observasi kepada subjek dilakukan mulai dari
mengamati penampakan fisik dan perilaku yang ditunjukkan oleh subjek.
Sedangkan proses wawancara dilakukan kepada subjek dan perawat, untuk
memperoleh informasi lebih lanjut mengenai gangguan, gejala, dan pemberian
perawatan selama dirawat di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
maupun Yayasan Pancaran Kasih.

1.4 Pelaksanaan Observasi dan Wawancara


PKL ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2016 di dua tempat, yaitu RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang dan Yayasan Pancaran Kasih.
Pelaksanaannya dibagi menjadi dua rombongan, dimana rombongan 1
(kelas Psikopatologi A dan B) dan 2 (kelas Psikopatologi C dan D)
mengunjungi kedua tempat secara bergantian. Sekitar pukul 08.30-
09.30 WIB, rombongan 1 melaksanakan obswan di RSJ Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang, sedangkan rombongan 2 melaksanakan
obswan di Yayasan Pancaran Kasih. Kemudian pukul 10.00
rombongan 1 dan 2 melakukan pertukaran tempat. O bswan
dilaksanakan sekitar pukul 10.30-11.30 di kedua tempat yang berbeda.
a. Pelaksanaan Observasi & Wawancara Subyek Dewasa

5
Waktu : 08.30-09.30 WIB
Tempat : Ruang Nuri RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Durasi : 30-60 menit
Pewawancara subjek : Erlita Dama K. & Hikmah Ayu M.
Pengamat : Soraya Husnul P. & Eza Wahyuni S.
Pewawancara perawat : Sabrina Ade S. & Syifa Safira H.
b. Pelaksanaan Observasi & Wawancara Subyek Anak
Waktu : 10.30-11.30 WIB
Tempat : Yayasan Pancaran Kasih
Durasi : 30-60 menit
Pewawancara subjek : Soraya Husnul P. & Eza Wahyuni S.
Pengamat : Sabrina Ade S. & Syifa Safira H.
Pewawancara kepada perawat : Erlita Dama K. & Hikmah Ayu M.

1.4.1 Metode Observasi dan Wawancara


Metode wawancara yang dilakukan oleh peneliti merupakan wawancara
tidak terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada subjek
maupun perawat mengalir begitu saja. Sedangkan metode observasi yang
digunakan adalah naturalistic observation (observasi langsung). Naturalistic
observation adalah observasi dengan melihat dan mengamati langsung subjek
yang akan diteliti. Dengan melakukan observasi secara langsung membuat
peneliti dapat mencatat perilaku subjek yang muncul pada saat itu.
Selain itu, peneliti juga menerapkan metode observasi partisipan tipe
disguised, dimana peneliti hadir secara eksplisit di dalam proses observasi.
Peneliti turut serta dalam proses penelitian, namun tanpa diketahui oleh
subjek dan tidak mempengaruhi interaksi antara subjek dengan peneliti.
Peneliti juga melakukan pencatatan perilaku subjek yang muncul pada saat
itu. Hal tersebut membuat peneliti mendapatkan perilaku subjek yang apa
adanya, sehingga peneliti mampu mengamati perilaku subjek dengan
gangguan yang dialami tanpa dibuat-buat (Narbuko & Achmadi, 2003).

6
1.4.2 Metode Perekaman Data
Metode perekaman data yang digunakan peneliti berupa narrative
recording, dimana peneliti berupaya melakukan pendeskripsian perilaku
alami subjek dengan menggunakan semi global description. Peneliti
menggunakan pencatatan anecdotal recording, dimana pencatatan yang
dilakukan mencakup perilaku relevan yang muncul dari subjek dan tidak
membutuhkan kode maupun kerangka waktu selama proses perekaman data.

1.4.3 Peralatan yang diperlukan


Peralatan yang dibutuhkan selama proses observasi dan wawancara pada
saat PKL adalah sebagai berikut:
1. Lembar observasi dan wawancara
2. Kertas atau buku catatan kecil
3. Alat tulis
4. Ponsel sebagai alat perekam dan dokumentasi

7
BAB II
DESKRIPSI KASUS

2.1 Deskripsi kasus Anak secara umum


Nama :B
Usia : 18 tahun
Pendidikan: SMP
Asal : Surabaya

2.1.1 Penampakan Fisik Kasus Anak


Peneliti mendapatkan salah satu subjek anak di Yayasan Pancaran Kasih
dengan inisial B yang memiliki usia kronologi 18 tahun. B memiliki kulit
sawo muda dan postur tubuh yang cukup tinggi. B terlihat seperti anak
normal pada umumnya. Ketika bertemu dengan kelompok peneliti, subjek
bersikap sangat ramah dan mau diajak berkenalan. Ketika ditanya nama dan
usianya, subjek tidak malu-malu menjawab dengan lantang, walaupun kata
yang diucapkan subjek kurang begitu jelas dan sedang berada diantara
kerumunan orang baru. Subjek menyebutkan namanya Fatih, karena
pengucapan kata yang kurang jelas, mungkin yang dimaksud adalah nama
dengan inisial B. Ketika ditanya oleh peneliti, subjek mengaku berumur 3
kelas 3 SMP, suka bermain bola dengan temannya, dan memiliki hobi
menyanyi dan berdoa. Subjek dapat meniru tulisan dan mengurutkan abjad,
namun beberapa kali mengalami kesalahan. Subjek mampu menghitung
dengan bantuan jari. Subjek dapat menyanyikan lagu meskipun beberapa kali
lupa lirik dan dapat meniru gerakan tari meskipun terkadang gerakannya
kurang tepat dan fokusnya terganggu.
Subjek diantarkan ke Yayasan Pancaran Kasih oleh keluarganya. Sebelum
berada di Yayasan Pancaran Kasih, subjek pernah dititipkan oleh keluarganya
di Sekolah Inklusi Galuh Handayani Surabaya. Subjek memiliki latar
belakang keluarga yang mengalami broken home. Ayah subjek menikah lagi
dan memiliki keluarga baru. Namun, subjek semakin kekurangan perhatian

8
karena keluarga barunya kurang bisa menerima subjek dengan kondisi subjek
saat ini. Menurut perawat yang mengasuh subjek, subjek mengalami
gangguan lambat belajar.
Di yayasan, subjek termasuk anak yang aktif, namun sedikit ceroboh dan
cenderung nakal. Subjek pernah membakar kasur, akan tetapi subjek tidak
mengerti bahaya yang ditimbulkan. Ketika perawat meminta tolong kepada
subjek untuk mengambilkan sesuatu, subjek segera tanggap melaksanakan
perintah tersebut. Namun, ketika subjek diperintahkan untuk mengambil atau
mengantarkan sesuatu yang jumlahnya lebih dari satu, subjek akan mudah
lupa dengan perintah tersebut, dan berkata “Oiyo lali aku”. Ketika kenakalan
subjek muncul dan tidak mau menurut saat dinasehati, perawat kerap
mengancam tidak menaikkan kelas, dan subjek memberikan respon menangis
sambil berteriak-teriak.

2.1.2 Gejala-gejala Hasil Observasi


Subjek bernama B menyebutkan namanya adalah Fatih. Pengucapan kata
subjek kurang begitu jelas. Subjek saat ini berusia 18 tahun, mengaku
berumur 3. Subjek tidak mengatakan 3 bulan atau 3 tahun, tetapi hanya
menjawab tiga dengan menunjukkan jari yang berjumlah tiga. Kesukaan
subjek adalah bermain bola dengan temannya. Saat ditanya dalam bermain
bola suka menjadi apa, subjek menjawab menjadi tentara. Subjek mengaku
hobi menyanyi dan berdoa. Subjek dapat menyanyikan lirik lagu, namun
beberapa kali salah karena lupa. Subjek kurang bisa mengenal huruf dengan
baik. Ketika menulis huruf a, subjek menulisnya seperti angka 6. Subjek
mengganggap huruf A adalah w. Subjek dapat mengurutkan abjad, akan
tetapi beberapa kali salah dalam mengurutkan.
Subjek dapat menghitung dengan perumpamaan jari, namun tidak dapat
menghitung atau mengurutkan angka dengan tulisan. Ketika diberikan
instruksi, subjek dapat mengerti setelah dijelaskan dan dipraktekkan beberapa
kali. Subjek dapat mengerti kalimat yang diucapkan orang lain. Namun, saat
bermain dengan instruksi harus diulang beberapa kali. Setiap kali subjek

9
melakukan kesalahan, subjek mau membenarkan kesalahan yang dibuatnya
tersebut. Subjek dapat menirukan gerakan tari, meskipun kadang kurang tepat
dan fokusnya mudah terganggu. Subjek tidak berusaha membersihkan
wajahnya dari ingus.
Menurut perawat, B mengalami keterlambatan belajar dan memiliki IQ
sedang (tidak dijelaskan rentang IQ-nya). Dalam kesehariannya subjek
termasuk anak yang tanggap ketika dihadapkan pada suatu perintah, akan
tetapi subjek agak ceroboh dalam melakukan segala hal. Kemampuan
komunikasi dan sosialisasi subjek masih terbatas dan perlu dilatih lagi.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, serta menjadikan PPDGJ-III
sebagai panduan diagnosis, peneliti mendapat kesimpulan bahwa subjek B
mengalami gangguan Retardasi Mental Ringan (F70). Menurut DSM-IV-TR,
RM memiliki kriteria, antara lain: fungsi intelektual yang secara signifikan
berada di bawah rata-rata, onset sebelum usia 18 tahun, kurangnya fungsi
sosial adaptif. Dalam buku PPDGJ-III (1993) dinyatakan bahwa orang
dengan gangguan RM ringan biasanya:
1. agak terlambat dalam belajar bahasa, tetapi sebagian dapat mencapai
kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan
percakapan, dan dapat diwawancarai;
2. kebanyakan dapat mencapai keterampilan praktis, walaupun tingkat
perkembangannya agak lambat daripada orang normal;
3. kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang
bersifat akademik; dan
4. banyak diantaranya mempunyai masalah khusus dalam membaca dan
menulis.
Kemudian pedoman diagnostiknya:
1. Apabila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ 50-69
menunjukkan retardasi mental ringan.
2. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada
berbagai tingkat.

10
3. Masalah kemampuan berbicara resmi.
4. Tidak disertai gangguan lain seperti autisme, gangguan perkembangan
lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik.

2.1.3 Perawatan yang Diterima Kasus Selama Ini


Menurut keterangan dari perawat, sebelum B diantar ke Yayasan Pancaran
Kasih, B pernah dititipkan di Sekolah Inklusi Galuh Handayani Surabaya,
namun tidak bertahan lama. Akhirnya subjek dipindahkan ke Yayasan
Pancaran Kasih untuk mendapatkan pembelajaran dan pelatihan yang lebih
intensif. Perawatan yang telah diterima B berupa pelatihan membaca dan
menulis, serta pelatihan yang melibatkan keterampilan berpikir dan motorik
anak. Namun, untuk subjek B memang membutuhkan pendamping dan
perhatian yang lebih untuk melakukan pelatihan-pelatihan tersebut.
Subjek B tidak pernah mendapatkan perawatan berupa obat-obatan selama
di yayasan, karena menurut perawat dalam hal ini subjek tidak membutuhkan
bantuan obat-obatan untuk kemajuannya. Subjek pernah melakukan tes IQ
dan menunjukkan hasil IQ sedang, seperti rata-rata teman di yayasan.
Setelah mendapatkan pelatihan selama hampir 3 tahunan, menurut
perawat, B menunjukkan kemajuan di bidang mengetahui dan memahami
kalimat, menghafal huruf, dan hidup bersosialisasi dengan lingkungan.
Subjek juga mengerti ketika ia membuat kesalahan, perawat akan marah dan
subjek berusaha untuk meminimalisir kesalahan yang dibuatnya.

2.2 Deskripsi Kasus Dewasa Secara Umum


Nama : T. I
TTL : 1 Agustus 1976
Usia : 39 tahun
Asal : Singosari

2.2.1 Penampakan Fisik Kasus Dewasa

11
Peneliti mendapatkan salah satu subjek dewasa di ruang Nuri RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang yang berinisial T. I dan berumur 39
tahun, berasal dari Singosari. Subjek memiliki paras yang tidak terlalu tinggi
dengan ekspresi wajah yang datar ketika bertemu dengan para peneliti. Ketika
ditanya nama dan usianya, subjek menjawab dengan ekspresi datar. Respon
kebanyakan yang diberikan subjek adalah mengangguk dan menggeleng.
Subjek mengaku dibawa ke RSJ untuk berobat karena sakit stress. Saat di
RSJ subjek tidak mau minum obat dan mengeluh ingin pulang karena kangen
dengan anaknya.
Ketika ditanya apa penyebab stress yang dialami subjek, subjek menjawab
tidak tahu. Saat dibawa ke RSJ oleh kakaknya, yang subjek tahu adalah untuk
berobat dari sakit stressnya. Namun, subjek sedih karena tidak diijinkan
pulang setelah berobat. Subjek mengaku dibawa ke RSJ untuk direhabilitas,
agar di rumah tidak sering marah-marah lagi. Selama tiga minggu dirawat di
ruang Melati, subjek sempat dibawa pulang. Namun, harus kembali lagi ke
RSJ dan ditempatkan di ruang Nuri karena di rumah suka marah-marah lagi
dan tidak mau minum obat.
Subjek dapat mengenal teman sekamarnya, namun jarang berinteraksi
dengan teman-teman yang lain. Subjek tidak suka dengan suasana yang ribut
ketika ada seorang teman sekamarnya “kumat” dan teriak-teriak. Subjek
mengaku kegiatan selama di RSJ hanya makan, minum obat, tidur, namun
subjek tidak suka minum obat karena lama-kelamaan merasakan kaku-kaku di
badannya. Subjek juga mengaku kalau ia sering diikat, karena tidak mau
nurut dan tidak mau minum obat.
Menurut perawat, di RSJ, subjek sering bantu-bantu menyapu. Hubungan
dengan pasien yang lain baik-baik saja, akan tetapi suka cemburu ketika ada
pasien yang pulang. Subjek jarang dijenguk oleh keluarganya, makanya
sering mondar-mandir, cari-cari alasan supaya bisa pulang. Saat malam tiba,
subjek kadang mengganggu temannya yang sedang tidur, karena ia tidak bisa
tidur. Subjek juga pernah mencoba untuk bunuh diri. Saat waktunya minum

12
obat, perawat sampai membutuhkan bantuan satpam, karena subjek sedikit
susah ketika disuruh minum obat.

2.2.2 Gejala-Gejala Hasil Observasi


Pertama kali bertemu para peneliti, subjek T. I menunjukkan ekspresi yang
datar. Ketika diajak kenalan oleh peneliti, subjek menyalami peneliti dengan
ekspresi yang datar pula. Subjek sering memberikan respon menggeleng dan
mengangguk. Mata subjek terlihat berair ketika ditanya perihal kangen pulang
ke rumah. Emosi subjek memuncak ketika membahas tentang sakitnya
subjek, seperti pernyataan “Sabar terus, sakit terus, nggak sembuh-sembuh”.
Selama proses observasi dan wawancara, subjek melipat kedua tangannya dan
terlihat serius ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan.
Saat di rumah, subjek mengaku tidak bisa berpikir, sering marah-marah,
tidak bisa mengurus anak dengan benar, suka merusak barang-barang,
menggunting baju-baju subjek dan anaknya, sehingga sang anak tidak bisa
sekolah. Subjek jarang memasak karena kondisi ekonomi yang kurang bagus.
Subjek pernah bekerja di Surabaya, namun hanya bertahan 7 bulan karena
sakit yang dialami subjek. Setelah keluar dari pekerjaan sebelumnya, subjek
tidak bisa bertahan lama dalam pekerjaan barunya dan sering berpindah-
pindah tempat kerja. Subjek merasa tidak diterima lagi oleh teman-teman dan
tetangganya karena mereka tahu bahwa subjek sedang sakit. Dan karena
kondisinya, subjek ditinggal “minggat” oleh suaminya. Subjek pernah
mencoba untuk bunuh diri karena sudah “sumpek” dengan kondisinya saat
ini. Ketika subjek mulai marah-marah, keluarga subjek menyuruh subjek
meminum obat, akan tetapi subjek tidak mau. Karena susah minum obat,
akhirnya subjek di bawa ke RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Berdasarkan data rekam medis, subjek T. I mengalami gangguan
Skizofrenia Paranoid Berkelanjutan (F20.0). Subjek mengalami sakit sejak 15
tahun yang lalu. Subjek rutin kontrol ke RSJ, akan tetapi obat yang diberikan
tidak rutin diminum alasannya karena badannya merasa kaku. Gejala-gejala
yang ditunjukkan subjek adalah marah-marah, susah tidur, berkelahi dengan

13
adiknya dan berusaha melukai ibunya, serta mencoba bunuh diri dengan
menyayat pergelangan tangannya. Terdapat luka lebam di tangan kanan dan
luka goresan di pergelangan tangan kiri. Subjek mengatakan bahwa ia ingin
mati karena sakit yang tak kunjung sembuh. Subjek juga memiliki
pengalaman yang tidak menyenangkan, yaitu bercerai dengan suami.
Kunci dari diagnosis Skizofrenia Paranoid adalah adanya waham.
Beberapa penderita mengalami waham kejaran dan waham cemburu.
Penderita skizofrenia paranoid selalu cemas, argumentatif, marah, dan kadang
kasar. Secara emosional memang responsif, akan tetapi mereka kaku, formal,
dan intens kepada orang lain (Davidson, Neale, & Kring, 2010). Beberapa hal
tersebut terjadi pada subjek T. I.

2.2.3 Perawatan yang Diterima Kasus Selama Ini


Setiap pasien yang datang ke RSJ, terlebih dahulu akan diidentifikasi
resikonya. Resiko melakukan kekerasan diidentifikasi menggunakan skala
modified overt aggression scale, yang menununjukkan adanya agresi terhadap
properti, seperti membanting barang, menendang, dan lain-lain. Kemudian
untuk agresi terhadap diri sendiri, agresi fisik, resiko bunuh diri,
menggunakan skala sad persons, s-a-d p-r, sad persons sedang.
Selama di RSJ, subjek T. I. telah mendapat perawatan berupa obat-obatan
dan aktivitas keterampilan. Obat-obatan yang diberikan kepada subjek jarang
diminum, karena subjek mengaku ketika meminum obat badannya terasa
kaku-kaku. Selain obat, subjek juga diberikan aktivitas menyulam dan
aktivitas bantu-bantu biasa, seperti menyapu, agar tidak banyak melamun.
Subjek sempat dibawa pulang ke rumah, tetapi diantarkan lagi ke RSJ karena
sering marah-marah di rumah. Belakangan ini kondisi subjek lebih parah,
kemungkinan disebabkan karena masalahnya yang semakin menumpuk dan
jarang minum obat.

14
BAB III
ANALISA KASUS

3.1 Analisa Etiologi Gejala Kasus Menurut Literature Review


3.1.1 Analisa Etiologi Gejala Kasus Anak
Menurut Davidson, Neale, & Kring (2010), saat ini hanya 25% dari jumlah
penyandang retardasi mental yang penyebab utamanya dapat diidentifikasi.
Penyebab spesifik yang dapat diidentifikasi tersebut adalah faktor biologis.
Kerusakan otak yang terjadi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan
intelektual dan perilaku mereka.
Etiologi prenatal meliputi sindrom genetik, kesalahan metabolisme
bawaan, kelainan otak, penyakit ibu, dan pengaruh lingkungan. Penyebab
postnatal meliputi cedera hipoksia iskemik, cedera otak traumatis, infeksi,
gangguan demielinasi, gangguan kejang, deprivasi sosial yang parah dan
kronis, sindrom metabolik dan beracun dan intoksikasi (Bennett, 2006).
Ibu hamil yang memiliki penyakit, memberikan resiko kepada janin yang
masih dalam kandungan mengalami peningkatan resiko retardasi mental
(Davidson, Neale, & Kring, 2010). Pada kasus anak, tidak terdapat riwayat
keluarga yang juga mengalami gangguan RM. Perawat menjelaskan bahwa
saat Ibu subjek mengandung subjek, Ibu subjek sering sakit-sakitan dan
mengonsumsi obat untuk mengobati sakitnya itu. Ada faktor kemungkinan
kondisi subjek menjadi seperti ini akibat dari penyakit yang diderita Ibu
subjek dan konsumsi obat yang berlebihan dari sang Ibu. Namun, tidak
jelaskan penyakit yang diderita Ibu subjek pada saat itu.
Faktor penyebab lainnya adalah lingkungan keluarga. Setelah orang tua
subjek berpisah, dan ayah subjek memiliki keluarga baru, keberadaan subjek
kurang dapat diterima oleh keluarga barunya tersebut. Semenjak itu, subjek
merasa kurang mendapat perhatian.

3.1.2 Analisa Etiologi Gejala Kasus Dewasa

15
Faktor-faktor yang menjadi penyebab seseorang mengalami skizofrenia,
antara lain:
a. Faktor Genetik
Para peneliti telah melakukan studi kepada keluarga, kembar, dan
adopsi mendapat kesimpulan bahwa suatu predisposisi terhadap
skizofrenia diturunkan secara genetik. Orang dengan riwayat keluarga
yang menderita gangguan skizofrenia, akan lebih besar potensinya untuk
mengalami gangguan skizofrenia pula. Sedangkan penderita yang
memiliki riwayat skizofrenia dalam keluarganya, memiliki potensi lebih
mengalami simtom negatif disbanding para penderita yang tidak memiliki
riwayat skizofrenia dalam keluarga (Davidson, Neale, & Kring, 2010).
Dalam kasus dewasa ini, subjek T. I. tidak memiliki riwayat
skizofrenia dalam keluarga. Subjek juga tidak memiliki sanak saudara
yang mengalami gangguan skizofrenia.
b. Stress Psikologis
Individu dengan gangguan skizofrenia akan sangat reaktif terhadap
berbagai stressor. Stressor yang berperan penting dalam hal ini adalah
lingkungan sosial dan keluarga (Davidson, Neale, & Kring, 2010).
Dalam kasus ini, subjek T. I. mengaku sakit stress yang
berkepanjangan sehingga tidak bisa berpikir ketika berada di rumah. Dari
keluarga sendiri, subjek memiliki pengalaman bercerai dengan suami yang
membuat kondisi subjek tidak semakin membaik. Teman-teman dan
tetangga subjek pun mengetahui kalau subjek mengalami gangguan,
sehingga subjek tidak lagi diterima di lingkungan sosialnya

3.2 Rancangan Intervensi yang Perlu Dilakukan dalam Kasus


3.2.1 Rancangan Intervensi Kasus Anak
Memberikan pelayanan pendidikan dan keterampilan merupakan
perawatan yang diperlukan bagi seseorang yang mengalami retardasi mental.
Individu dengan RM berhak untuk mendapatkan penanganan yang sesuai
untuk mengalami kemajuan dalam perkembangannya. Dalam kasus anak,

16
peneliti memilih memberikan rancangan intervensi kepada B berupa
Intervensi Behavioral berbasis Operant Conditioning. Intervensi tersebut
bertujuan untuk meningkatkan fungsi intelektual dan behavioral pada
individu yang mengalami RM.
Kegiatan dalam intervensi ini meliputi keterampilan bahasa, motorik kasar
dan halus, perawatan diri, dan perkembangan sosial anak. Metode operant,
akan membantu anak mempelajari berbagai keterampilan yang diberikan
secara bertahap. Selain itu, metode operant juga mampu digunakan untuk
mengurangi perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencederai diri
sendiri, seperti yang pernah dilakukan oleh subjek B saat membakar kasur di
yayasan. Selanjutnya, keterampilan-keterampilan khusus perlu diberikan
kepada B agar mengalami kemajuan perkembangan yang signifikan.

3.2.2 Rancangan Intervensi Kasus Dewasa


Dalam kasus skizofrenia, terdapat beberapa treatment yang dapa
diberikan, diantaranya adalah antipsychotic medication, electroconvulsive
theraphy, dan beberapa pendekatan psikologi (psikoanalisis, intervensi
keluarga, dan CBT). Mengingat subjek T. I. telah mendapatkan perawatan
menggunakan obat-obatan, meskipun tidak rutin diminum, dalam kasus ini,
peneliti merancang intervensi berupa pendekatan psikologi melalui CBT
(Cognitive Behavior Theraphy).
CBT yang akan dilakukan bertujuan untuk memodifikasi perilaku,
menenangkan dan menjernihkan pikiran, serta menenangkan tubuh sehingga
merasa lebih baik. Teknik yang akan diberikan kepada subjek T. I. dalam
rancangan CBT ini meliputi: manajemen stress, pelatihan keterampilan sosial,
serta assertiveness skill training. Manajemen stress diperlukan oleh subjek
agar subjek mampu mengelola stress yang dirasakan selama ini. Pelatihan
keterampilan sosial dilakukan agar subjek dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya, serta pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak
tegas.

17
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Dari kegiatan PKL yang dilakukan, subjek dewasa dan anak yang di
observasi dan wawancara, keduanya memiliki diagnosis gangguan yang
berbeda. Namun, subjek dewasa dan anak sama-sama membutuhkan
keterampilan, baik keterampilan soft skill maupun keterampilan sosial agar
subjek mampu mengalami kemajuan dari gangguan yang dialami.

4.2 Saran
Untuk PKL tahun depan, sebaiknya diberikan waktu yang lebih kepada
mahasiswa untuk melakukan observasi dan wawancara di dua tempat yang
berbeda. Saat di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang , mengingat
banyaknya mahasiswa yang turut serta turun ke lapangan, alangkah lebih baik
jika sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu tempat untuk observasi dan
wawancara, serta pembagian pasien yang akan di observasi dan wawancara.
Karena pada PKL kali ini, tempat untuk melakukan observasi dan wawancara
sangat crowded. Para perawat juga sempat kebingungan untuk membagi para
pasien ke masing-masing kelompok peneliti. Perawat juga sempat mengganti
subjek yang peneliti obswan karena tidak ada rekam medisnya.
Saat di Yayasan Pancaran Kasih, sebelum mahasiswa melakukan observasi
dan wawancara kepada anak-anak yayasan, alangkah baiknya jika perawat
diperkenalkan terlebih dahulu agar saat peneliti ingin mengambil data subjek
melalui perawat, peneliti tidak kebingungan mencari-cari perawat subjek,
mengingat waktu berkunjung yang sangat terbatas.
Saran untuk kelompok peneliti sendiri, sebaiknya pembagian job desc
kelompok dilaksanakan sesuai dengan yang sudah ditetapkan, agar tidak
kebingungan saat turun ke lapangan. Perlu adanya kerja sama yang lebih baik
antara kelompok peneliti dengan pihak rumah sakit, pihak yayasan, dan
kelompok peneliti lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bennett, P. (2006). Abnormal and Crinical Psychology, Second Edition. New


York: Open University Press.
Davidson, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2010). Psikologi Abnormal, Edisi
ke-9. Jakarta: Rajawali Pers.
Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (1993).
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,
Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Narbuko, C., & Achmadi, A. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Schultz, D. P., & Schultz, S. E. (2014). Sejarah Psikologi Modern. Bandung:
Nusa Media.
Staf IT Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. (2015, Oktober
20). Profil Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Retrieved Juni 19, 2016, from Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang: http://rsjlawang.com/profil.html#sejarah

19
LAMPIRAN

1. Verbatim dengan Perawat Anak


Pw : “Bu Ana mau nanya, Bakti itu usianya berapa ya?”
“Kalo Bakti itu 18 tahun ya kalo ga salah. Tapi sekarang kelas.. aha
Pr : naik kelas 4. Dia pindahan dari itu, pindahan dari... Surabaya. Apa itu
hmm Sekolah Inklusi Galuh Handayani.”
Pw : “Ooo tadi waktu ditanya dia bilang umur 3 gitu Bu.”
Pr : “Ya kan anak-anak kayak gitu kan kadang njawabnya agak anu.”
Pw : “Bu kalo boleh tau Bakti itu kenapa?”
Pr : “Dia itu lambat belajar.. heeh dia itu ada itunya hm lambat belajar.”
Pw : “Hoo gitu..”
Pr : “Bakti sekarang sama siapa?”
Pw : “Sama teman-teman yang lain Bu.”
“Ooo gitu yaa.. sebenernya perawatnya Bakti lagi nggak ada, tapi dia
itu memang murid saya. Perawatnya masuk cuman malem tok kalo
Pr : siang memang gak ada. Sebenarnya anak-anak disini itu kan anak-anak
yang mengalami keterbelakangan mental, jadi lambat usia
perkembangannya. Lambat belajar daya ingatnya berkurang.”
Pw : “Waktu Bakti kesini apakah keluarganya sendiri yang mengantar Bu?”
“Iyaa keluarganya itu termasuk juga keluarga yang bercerai ituloh..
heeh broken home. Jadi mamanya Bakti meninggal, bapaknya menikah
Pr :
lagi, mamanya yang baru kurang seneng sama keberadaannya Bakti ini.
Makanya Bakti ditaruh disini.”
Pw : “Ooo gitu..”
“Kalo Bakti cenderung ke nakal, ya ini barusan tadi kan baju di
masukkandi anu anu aduh sampe saya kan marah tadi, sedikit tak pukul.
Pr :
Kamu ga nurut sama Ibu gak tak naikkan kelas. Hee teriak-teriak
nangis.”
Pw : “Kalo Bakti itu perawatannya pake obat tidak Bu?”

20
“Bakti tidak minum obat, tapi dia cenderung kenakalannya agak
Pr :
meningkat.”
“Kalo keluhan awal keluarganya Bakti membawa dia kesini itu apa ya
Pw :
Bu?”
“Bakti dulu kan sekolah di sekolah inklusi Surabaya. Ikut dengan
keluarga barunya bapaknya, bapaknya punya istri lagi toh. Nah Bakti
ini minta perhatian, mungkin mamanya kurang setuju, jadi Bakti ditaruh
di panti ini. selain kita ada SLB-nya, kan juga ada pantinya. Makanya
Pr : kenapa anak ditaruh di panti? Ada 2 hal, 1 memang keluarganya sibuk,
kan bapaknya sudah punya keluarga baru nah mungkin keluarganya
kurang bisa menerima Bakti dan dia juga agak kurang diperhatikan,
ditaruh di asrama, dan kebetulan kan disini ada sekolahnya, jadi
sekalian sekolah.”
Pw : “Oo..”
“Kan kalo di asrama ini ada aturannya ya, Bakti ya gitu, kadang-kadang
manis kadang-kadang suka “Oiya lali Bu” gitu. Tapi kalo dirumah
Pr :
namanya ngotot kalo pake sepeda motor berangkat. Takutnya apa kalo
naik sepeda motor ada kecelakaan ada apa kan.”
Pw : “Ooo Bakti bisa sepeda motoran bu?”
“Bisa dia. Waktu dikembalikan liburan gini ini diambil sama keluarga,
trus dibawa ke neneknya. Trus dia tau kalo mau dikembalikan kesini dia
Pr : gamau bilang “gak mau aku gak mau ke panti, gak mau ke penti jelek.
Dirumah dia malah berkuasa karna disayang sama neneknya. Jadi suka
mukul, tapi kalo udah balik kesini ga berani kasar lagi.”
Pw : “Bakti itu udah berapa lama ya Bu disini?
Pr : “Bakti itu udah jalan 3 tahun disini.”
Pw : “Pernah di tes IQ ga Bu?”
“Kalo tes IQ itu terapi di sekolahan, nah Bakti itu termasuk sedang.
Pr :
Cuma ngomongnya dia kurang jelas ya.”
Pw : “Oo kalo kesehariannya Bakti itu biasanya ngapain aja Bu?”

21
“Bakti pinter kok bisa bantu. “Bakti ini bawa sana, o yoyoyo”, “Loh
Bakti kenapa ini ga dianterkan, iyo lali”, jadi kita kan mau marah tapi
dianya kyk gitu kita jadi gak jadi mau marah. Kadang juga bilang “Ojok
pukul Bu dosa”, gitu. Jadi kita kadang sedikit nakuti-nakuti Cuma
supaya tauh, ngerti aja anaknya. Anak-anak lambat belajar itu perlu
diajarkan keterampilan, kalo menulis itu hanya untuk mengingatkan
Pr :
mengenalkan saja, kalo tiap hari diajarkannya menulis membaca anak
bosen. Jadi banyak bermainnya kalo anak lambat belajar itu dan
melakukan sesuatu yang nyata. Misal meyikat gigi, tidak hanya
ngomong tapi juga ada gambar lalu kita praktekan. Iya harus banyak
praktek, karena anak-anak kita tidak bisa membayangkan. Jadi harus
perlu bukti nyata”
Pw : “terus untuk pola treatment untuk Bakti sendiri itu bagaimana Bu?”
“Bakti itu karna kan dia masih usia sekolah, jadi harus belajar dulu
sampai usia SMA dan dia butuh dilatih keterampilannya karna kita
Pr : belum menemukan itu di Bakti. Bakti ini masih perlu perhatian khusus
karna kadang masih ceroboh. Bakar kasur. Melakukan sesuatu yang
akibatnya fatal tapi dia gaktau kalo itu fatal”
Pw : “Itu disini kejadiannya?”
Pr : “iya disini mbak.”
Pw : “Bakti relasi sosialnya bagaimana Bu?”
“Bakti itu cepat bersosialisasi dengan teman, cuma kadang melakukan
sesuatu itu, hampir semuanya kayaknya ceroboh. Misalkan dipukul
Pr : temennya, temennya nggak terlalu keras mukul, dia balasnya bisa
berkali-kali. Nah makanya kan butuh pendamping / pembina disini buat
mengingatkan.”
“Apakah ada kemajuan dari Bakti sejak awal dirawat disini sampai
Pw :
sekarang?”
“Bakti itu ada kemajuan di bidang mengetahui memahami kalimat ya,
Pr :
menghafal huruf dan hidup bersosialisasi, dan juga tahu kalo nanti saya

22
melakukan kesalahan saya akan dimarahin, nah itu tau dia. Jadi dia itu
sudah tahu kalo melakukan sesuatu yang kena marah, dia gak
melakukannya. Tapi hampir rerata anak-anak disini kalo emosinya
muncul kan, mengganggu orang lain yaa. Kayak tadi langsung
melempar gitu.”
“Dari keluarga Bakti apakah ada keturunan yang juga memiliki riwayat
Pw :
seperti itu?”
“Kalo Bakti itu waktu mamanya hamil sakit-sakitan, jadi mugkin waktu
Pr : usia kehamilan mamanya kurang sehat jadi sakit-sakitan kena obat-
obatan, jadi anaknya lahir ada kekurangan.”
Pw : “Sering dikunjungi kesini ga Bu sama keluarganya?
“Ya satu tahun sekali, kebanyakan anak-anak disini itu kalo udah
Pr : dititipkan disini wes aman di yayasan padahal di yayasan juga kayak
apa , kayak gini sehari-harinya.”

23
2. Verbatim dengan Subjek Dewasa
P : Mbak mau ngobrol-ngobrol P : Siapa mbak yang di sebelahnya?
nggak sama kita? S : Sofika.
S : (mengangguk) P : Mbak suka nyanyi nggak?
P : Mbak tau kenapa mbak di sini? S : Nggak.
S : Berobat. P : Biasanya mbak ngapain aja di
P : Sakit apa? sini?
S : Sakit stress. S : Tidur.
P : kata siapa itu mbak? P : Mbak nggak suka jalan-jalan
S : Kata saya. gitu, keliling-keliling?
P : Sudah berapa lama sakit? S : (menggeleng)
S : Mulai dari perawan. P : Mbak sukanya apa di sini?
P : Mbak ke sini sama siapa? S : Nggak suka apa-apa, pengen
S : Sama kakak. pulang.
P : Tapi kakak sering ke sini? P : Kangen ya sama kakak?
S : Nggak pernah jenguk. S : ...
P : Mbak kangen? P : Mbak biasanya di sini suka
S : Iya. makan apa?
P : Pengen pulang? S : Makan ayam.
S : Iya. P : Makannya di sini berapa kali?
P : Mbak biasanya minum obat? S : Makan nasi 3 kali sehari.
S : Iya. P : Sayang nggak sama perawat-
P : Mulai kapan minum obatnya? perawatnya?
S : Mulai masuk di sini. S : Biasa aja.
P : Berarti mulai kapan? P : Tapi baik semuanya kan mbak?
S : Nggak tau. S : Saya sering diiket.
P : Mbak sering gak main sama P : Kenapa mbak kok diiket?
temen-temen di sini? S : Karena gak nurut.
S : Gak pernah. P : Nggak nurutnya kenapa itu
P : Tapi kenal? mbak?
S : (mengangguk) S : Ngga tau.

24
P : Kenapa mbak kok dibilang S : 1 Agustus.
nggak nurut? P : Tahun?
S : Nggak tau saya. S : Tujuh enam.
P : Mbak umur berapa sekarang? P : Mbak inget nama kakaknya
S : Tiga puluh sembilan. mbak?
P : Baru satu bulan di sini? S : (menyebutkan nama
S : Satu bulan lama. saudaranya)
P : Mbak liat kalender? P : Mbak berapa bersaudara?
S : Nggak. S : Tujuh.
P : Mbak biasanya kalok bosen gitu P : Dulu mbak ngapain sebelum di
ngapain? sini?
S : Diem. S : Kerja rusak semua.
P : Nggak ngobrol sama temennya? P : Kenapa kok rusak?
S : (menggeleng) S : Kerja, saya guntingi, saya
P : Pernah nggak mangkel sama buangi.
susternya? P : Lo kenopo mbak kok dibuangi?
S : Sering. S : Ya nggak ngerti, nggak sadar.
P : Kenapa mangkel mbak? P : Itu setiap hari?
S : Soale diiket. S : ...
P : Kenapa mbak nggak mau P : Berapa lama mbak kerja?
manut? S : Sebentar-sebentar.
S : Nggak tau. P : Dulu mbak tinggal dimana?
P : Biasanya kalo nggak nurut itu S : Singosari.
kenapa? P : Mbak emangnya kerja apa aja?
S : Nggak tau. S : Kerja di toko, kerja di
P : Capek ya mbak? perusahaan.
S : (mengangguk) P : Perusahaan apa itu mbak?
P : Mbak suka dipijetin nggak? S : TV Panasonic.
S : ... P : Mbak bagian apa di situ?
P : Mbak lahir kapan? Tanggal S : Leader.
berapa? P : Biasanya ngapain aja itu mbak?

25
S : Ngawasi. S : Dua
P : Berapa tahun mbak kerja di P : Sampek sekarang mbak masih
situ? minum obat?
S : Kontraknya 2 tahun, tapi saya 7 S : Nggak.
bulan pulang. P : Tapi dulu selalu disuntik?
P : Kenapa kok pulang? Biasanya berapa kali mbak
S : Soale sakit. disuntik?
P : Sakit apa mbak waktu itu? S : Setiap kontrol.
S : Stress. P : Waktu mbak tinggal di sini
P : Kenapa mbak kok ngerasa kontrolnya?
stress? S : Waktu tinggal di rumah.
S : Nggak tau. P : Trus mbak dibawa ke sini?
P : Emang di dalem diriya mbak itu S : (mengangguk)
ngerasa gimana gitu? Ngerasa ya P : Pas itu bilangnya kenapa mbak?
apa kok mbak ngerasa stress? S : Nggak tau saya dipaksa.
S : Kaku-kaku. P : Dipaksa siapa?
P : Apanya yang kaku? S : Semuanya (menangis)
S : Badan sama tangan. P : Trus mbaknya gimana?
P : Waktu gitu mbak ngerasa apa? S : Nggak enak jadi kaku ini
S : Tersiksa, ini lo saya nggak bisa (menangis). Saya ngga suka di
minum obat rumah sakit jiwa. Kaku rumah sakit jiwa jadi kaku.
(menangis) P : Sekarang tangannya mbak
P : Mbak itu kakunya sebelum kaku?
mbak di sini? S : Iya.
S : Ndak ya, minum obat disuntik P : Mbak sabar yaa.
langsung kaku mbakk (menangis) S : Sabar terus, sakit terus, nggak
P : Mbak nggak suka? sembuh-sembuh.
S : Nggak suka, sakit ini loh. P : Mbak sembuh kok sekarang,
P : Disuntik dimananya mbak? mbak bisa ngobrol sama kita. Dulu
S : Pinggul. mbak kenapa kkok bilang stress itu
P : Berapa kali mbak disuntik?

26
selain kaku sebelum kenapa mbak P : Bilang ke perawatnya?
kok disuntik? S : Iya.
S : Ya biar sembuh. P : Trus kata perawatya gimana?
P : Emang kenapa kok keluarganya S : Suruh telanjang.
mbak maksa disuntik di sini, kan P : Kenapa kok disuruh telanjang?
mbak nggak kenapa-napa. S : Ya soale bajunya, bajue rumah
S : Soale ngelawan Ibuk. sakit.
P : Ngelawannya kaya gimana? P : Sebelum disuntik mbak diiket?
S : Ya bertengkar. S : Iya.
P : Terus Ibunya diapain? P : Trus mbak ngelawan?
S : Diancem. S : Ngelawan siapa?
P : Ibunya mbak diapain sama P : Sama perawatnya.
mbak? S : Nggak.
S : Ya diomong-omongin. P : Mbak suka makan apa di sini?
P : Ibuk sehat? S : Ya makan semuanya mbak,
S : Sehat. makan seadanya.
P : Mbak habis gini mau ngapain? P : Kalau makan itu mbak disuapin
Mbak mau jalan-jalan? atau mbak makan sendiri?
S : Mau pulang. S : Makan sendiri.
P : Pengen pulang di Singosari sini? P : Kalau mandi-mandi juga?
Mbak dulu sama keluarganya S : Iya.
*missing sudah disuntik? P : Dulu mbak sebelum di sini kan
S : Ndak, sayas dulu ndak berobat katanya kerjanya pindah-pindah, di
ke rumah sakit jiwa. Sekarang ini lo tv panasonic. Trus mbak kerja
kaku, sakit. Tangannya sakit. dimana lagi?
P : Sakitnya kaya gimana itu mbak? S : Di Surabaya.
S : Ya kaya gringgingen itu lo P : Dimana mbak?
mbak. S : Di pertokoan.
P : Terus mbak sudah bilang kalau P : Toko apa itu mbak?
mbak mau pullang? S : Toko Sandi
S : Sudah, sering. P : Mbak kerasan?

27
S : ... S : Nggak tau.
P : Mbak di Surabaya tinggal P : Nggak pernah ketemu?
dimana? S : (mengangguk)
S : Di kontrakan. P : Terakhir ketemu anaknya kapan
P : Sama siapa mbak di kontrakan? mbak?
S : Sama temen. S : Lupa mbak.
P : Di surabaya daerah mana mbak? P : Waktu anaknya masih kecil?
S : Kapas krampung. S : Ndak, waktu di sini. Sudah
P : Dulu mbak suka belanja nggak besar.
waktu di pasar situ? P : Se saya?
S : Nggak punya uang mbak. S : SMP.
P : Jadi kerja aja di Surabaya? P : Terus suaminya mbak nggak
S : (mengangguk) pernah ke sini?
P : Kerasan di Surabaya? S : Minggat.
S : (menggeleng) P : Terus anaknnya sama
P : Di Singosari sama di Surabaya suaminya?
enakan dimana? S : Sama ibukku.
S : Singosari. P : Mbak ditinggal minggat
P : Mbak dulu suka jalan-jalan sebelum mbak di sini?
nggak di Surabaya? S : (mengangguk)
S : ... P : Kenal dimana dulu mbak sama
P : Mbak sakit apaseh sebenernya? suaminnya?
S : Setress. S : Di Surabaya.
P : Tapi kan nggak stress mbak. P : Oh ya di Kapas Krampung.
Mbak baik-baik aja kok. Kerja bareng?
S : Tapi saya ndak bisa mikir. S : (mengangguk)
P : Kaya giana itu? P : Mbak punya anak umur berapa?
S : Nggak bisa ngurus anak. S : Nggak tau umurnya, tahun 2001
P : Mbak punya anak? sama 2009.
S : Punya dua. P : Anaknya mbak nggak pernah ke
P : Anaknya sekarang umur berapa? sini?

28
S : ... S : Pengen tidur.
P : Mbak suka masakin apa buat P : Mbak pengen kerja lagi nggak?
anaknya? S : Semua sudahndak terima, sakit
S : Nggak pernah masak, nggak terus. Singosari sudah tau semua
punya uang. kalau saya sakit.
P : Nggak pengen pulang? P : Tetangga-tetangganya mbak
S : Pengen. terus nggak mau temenan sama
P : Mbak pernah nyoba pulang? mbak? Trus mbak ngerasa
S : Pernah. sendirian?
P : Terus? S : (mengangguk)
S : Diiket. P : Terus mbak pulang kemana?
P : Tapi nggak disuntik? S : ...
S : Nggak. P : Mbak kakunya itu di tangan aja,
P : Kenapa mbak dulu nggak bisa kakinya nggak?
ngurus anak? S : Sama pinggul.
S : Ya ndak tau, saya ndak tahu. P : Sudah bilang ke susternya?
Pikiran saya nggak bisa mikir. S : Sudah, sudah dikasih obat tapi
P : Kalau nggak bisa mikir gitu tetep.
mbak biasanya ngapain? P : Susternya bilang apa?
S : Ya diem, tidur. S : Ya marah-marah sustere soale
P : Mbak nggak bisa mikir itu sudah dikasih obat kok masih kaku.
waktu mbak ada masalah atau ya P : Mbak sering dimarahin sama
apa? susternya?
S : Capek saya. S : ...
P : Mbak sekarang capek? Mbak P : Mbak kalau di kamar itu tau
barusan ngapain? nggak ada berapa orang?
S : Nyulam. S : Dua puluh.
P : Mbak diajarin nyulam di sini? P : Seing omong-omongan juga?
S : Iya. S : Nggak.
P : Kalau keluar dari sini mbak P : Kenapa kok nggak? Kan biar
pengen ngapain? mbakgak capek, jadi punya temen.

29
S : ... S : Ya mbuang-mbuang baju ke
P : DI sini temen-temennya rame ta masjid, mbung-mbuang tasbeh.
mbak kaya ibu itu kan suka teriak- Gunting-gunting, ngerusak-
teriak. Berisik ta mbak? ngerusak.
S : Iya. P : Yang diguntingi apa ae mbak?
P : Mbak keganggu ya kaya gitu? S : Baju saya semua.
S : ... P : Mbak jalan ke masjid deket
P : Ga pernah bertengkar mbak rumah gitu ta? Trus apa lagi
sama temennya di sini? biasanya mbak?
S : Pernah. S : ...
P : Trus diapain sama mbak P : Mbak biasanya kalau uda
temennya? Nggak diapa-apain? sendirian gitu mbak ngapain?
Bertengkarnya itu kenapa? S : Tidur.
S : Nggak tau. P : Kalau tidur disuru atau tidur
P : Sampe mukul-mukulan gitu? sendiri?
S : (mengangguk) S : Nggak bisa tidur mbak.
P : Mbak kalu diiket itu biasanya P : Baju-baju di sini suka
diiket dimana? diguntingin nggak sama mbaknya?
S : Di kasur. S : Nggak.
P : Dulu mbak tau nggak kira-kira P : Mbak biasanya suka nyulam
suaminya mbak minggat kenapa? apa?
S : Karena saya sakit. S : Bunga.
P : Mbak sering sakit? P : Mbak belajar nyulam sudah
S : Tiap hari sakit. mulai kapan?
P : Kaya gimana itu mbak? S : Waktu di rehab.
S : Ya sakit. P : Biasanya kalau di rehab itu
P : Batuk gitu? gapain aja mbak?
S : Ndakk. Sakit pikiran. S : Ya nyulam ya njait.
P : Kaya gimana, kaya teriak-teriak P : Bedanya yang direhab sama
gitu? yang nggak itu apa mbak?
S : Nggak ngerti.

30
P :Tapi dulu mbak nggak direhab? S : Semua sudah pergi. Pergilah,
S : Nggak, langsung pulang. pulang.
P : Kalau dulu di rumah mbak P : Lebih nyaman di sini atau di
ngapain aja? rumah?
S : Nggak ngapa-ngapain. S : Di rumah.
P : Mbak pas di sini sering P : Soalnya di sini diiket, disuntik?
kepikirang apa? S : (mengangguk)
S : Anak. P : Mbaknya sekarang pengen ke
P : Anaknya laki-laki atau mana?
perempuan? S : Pengen pulang. Tapi disuru
S : Laki-laki. direhab sama orang tua.
P : Mbak kalau sudah capek,nggak P : Kaku ya mbak ya?
bisa mikir mbak pengen ngapain? S : Iya.
S : Bunuh diri. P : Dibuat latian gini terus biar
P : Kenapa kok pengen bunuh diri? nggak kaku.
S : Sumpek. S : Ya nggak bisa, bisae disuntik.
P : Dimana mau bunuh dirinya P : Kalau disuntik tetep kaku atau?
mbak? S : Hilang sementara. Tapi dirumah
S : Waktu di rumah. waktu disuntik langsung hilang tapi
P : Kenapa mbak? obate nggak ta minum. Tapi
S : Nggak bisa kerja, nggak bisa sembuh terus.
apa-apa. Salah terus, ijin terus. P : Jadi kakunya gara-gara bat ya?
Kerja setres terus. S : Iya.
P : Jadi pas kerja kumat? Makanya P : Mbak pas nggak bisa mikir gitu
mbak nggak bisa mikir lagi? apa yang dirasain?
S : (mengangguk) S : Nggak tau.
P : Berapa kali mbak mau bunuh P : Kalau di rumah sering berantem
diri? sama anak juga? Trus anaknya
S : Dua kali. gimana?
P : Keluarganya mbak kemana? S : Sama ibuk.
P : Sekarang kaku ya tangannya?

31
S : Kalau dibuat tidur tambah P : Mau jalan-jalan, ayuk ikut.
parah. S : ...
P : Selain kaku ngerasain apa lagi P : Mbaknya istirahat dulu ya, kita
mbak? pulang dulu.
S : Mau kemana?

32
3. Verbatim dengan Perawat Dewasa
Verbatim perawat (atas nama pasien Titik)
a : Perawat
b : Pewawancara

a : Permisi bu atas nama siapa ibu?


b : Sukamilatun
a : Disini ada berapa perawat bu?
b : Peraat ada 12 orang
a : Itu semua ngurusin semua pasien?
b : iya menjaga semua pasien diruangan ini, dibagi tiap shift gitu, ada pagi
ada sore gitu, 2 2
a : kita kebetulan dapat pasien atas nama titik irawati, ini uda sejak kapan bu
masuk rsj
b : Sudah dua kali masuk rsj, pertama diruang melati, yang kedua ini ke
ruang nuri
a : Kenapa bu kok bisa masuk lagi?
b : Karna kambuh jadi masuk kerumah sakit ini lagi
a : Berapa lama bu kalau pas diruang melati?
b : Diruang melati sudah 3 mingguan terus dibawa pulang, dirumah itu ada
masalah, ga mau minum obat lah, masalah dengan keluarganya, kecentok
omongan oranglah, ga tau gitu
a : Umurnya bu titik ini berapa ya bu?
b : Umurnya sekitar 30an
a : Asal mana bu?
b : Asal singosari
a : Soalnya tadi ibu titik bilang pengen pulang gitu, kalau disini emang
berapa lama bu?
b : Ah ga mesti, tergantung sakitnya yaaaa, kalau sampai dirumah itu dia
diborgol dipasung gitu bisa-bisa penyembuhannya akan lebih lama. Kalau dia
sering marah terus keluarganya tau harus dibaa kesini ya bisa lebih cepat

33
a : Kalau boleh tau, keluhan dari keluarga memasukkan ibu titik kesini itu
kenapa bu?
b : Dari keluarga yang terakhir ini ya, keluhannya karna pasien ini sering
marah-marah dan suka membuang pakaian anak-anaknya, baju dan buku, jadi
anaknya sampai ga sekolah. Saya juga kurang tau kalau kondisi dirumah gitu
a : Kalau yang bawa kesini siapa bu?
b : Penanggung jawabnya sih saudaranya ya
a : Keluarganya biasanya menjenguk ga bu?
b : Keluarganya jarang menjenguk, kalau dijenguk bertengkar
a : Bisa dibilang kemungkinan ada konflik ya dengan keluarganya?
b : Iya mungkin, dengan ibu atau siapa soalnya kalau marah kadang mukul
gitu
a : Kalau marah biasanya ada sebabnya ga bu?
b : Marahnya ini karna tidak menurut ketika minum obat, pasien merasa
sudah sembuh kalau sudah dirumah sehingga tidak mau minum obat. Kalau
sudah gitu jadi susah tidur, kan jadi dia marah. Kalau sudah marah biasanya
sampai mukul-mukul dan membuang barang
a : Selain marah-marah biasanya apa bu?
b : Ya marah-marah ajaa. Tapi kalau disini ya cuma suka pengen pulang
gitu, kalau dirumah ya ga nurut itu tadi. Ibunya jadi ngancam kalau ga nurut
nanti ga dibawa pulang ga dikunjungi gitu.
a : Kalau dibaa kesini uda berapa lama bu?
b : Dibawa keruang ini tanggal 13 bulan mei, soalnya ngamar dulu di icu,
disana kan marah marah, jadi ditaro disana 4 hari baru pas sudah mendingan
dibaa kesini
a : Disini selain obat-obatan yang didapat pasien itu apa aja ya bu?
b : Selain obat pasien akan melakukan aktivitas agar tidak banyak melamun,
seperti menyulam. Abis bangun tidur ya mandi terus bantu-bantu gitu, meskipun
cuma sekedar bantu sebisanya
a : Ibu titik ini kalau disini sukanya ngapain bu?
b : Pasien lebih suka bantu-bantu nyapu

34
a : Pernah ga ibu titik ini sedih?
b : Iya pernah sangat ingin pulang jadi sering mondar-mandir cari alasan
buat pulang. Pernah mencoba bunuh diri, kalau dirumah pernah sampai pakai
pisau. Sering mencoba kabur cari alasan terus, tapi susah dikasi taunya,
a : Hubungannya denga pasien yang lain gimana ?
b : Ya kalau sama pasien lain baik baik aja, cuma kalau ada yang pulang dia
jadi cemburu.
a : Pernah menyendiri ga bu?
b : Bu titk ini mudah bergaul, cuma ya itu tadi sering pengen pulang gitu.
Sampai ke satpam depan gitu, ya dibaa satpam kesini.
a : Ibu titik ini pernah halusinasi ga bu?
b : Ga sih, ga pernah. Cuma pernah bilang kalau badannya lagi kaku,
padahal ya ga kaku. Uda diinjeksi pun dia bilang masih kaku gitu.
a : Perkembangan ibu titk dari aal masuk sampai sekarang gimana bu?
b : Lebih parah sekarang ini, soalnya mungkin masalahnya makin numpuk
ya, dulu masalahnya lain pas masuk melati, nah terus jarang minum obat
dirumah kan dibaa kesini lagi. Ibunya ngancam gitu tadi kan, ga mau jenguk ga
mau ngebaa pulang.
a : Kendala ibu sendiri menjadi suster ini gimana bu?
b : Ya kalau pas ga mau minum obat ituloh, bikin jengkel, sampai manggil
satpam
a : Ibu titik ini dalam melakukan aktivitas perlu bantuan ga bu?
b : Ga, lancar bu titik ini. Mandi ya mandi sendiri gitu. Tapi sering mencari
kesempatan kabur-kabur gitu
a : Ketika ibu titik marah-marah biasanya suster disini selain ngiket, diapain
ya bu?
b : Ya dikonsultasi gitu, dikasi injeksi atau tidak. kalau sampai parah ya
dibaa ke icu lagi. Mungkin 4 hari uda reda
a : Selain dikasi obat sama aktivitas sosial lainnya, ada konseling ga bu?
Kalau konseling cua pas butuh aja, sama bu desy gitu
a : Ada penolakan ga bu dari ibu titik? Misal pas makan reel?

35
b : Ga kok, makan lancar kalau minum obat ya biasanya lancar. Cuma pas
dirumah aja bermasalah. Disini kan dia ngerasa sungkan kalau ga minum obat,
beda kalau dirumah. Tapi pernah gitu ibu titik menyesal kalau abis marah-
marah, kan cerita ke ibu juga
a : Bu titik ini sering cerita berarti ya bu ?
b : Iya sering, ceritanya suka sama aja , kan dia juga tidurnya ga nyenyak
sampai ganggu temen-temennya yang tidur.

4. Data Rekam Medis Subjek Dewasa


Verbatim Rekam Medis (Bu Desy)
− Ini resiko bunuh diri, ya.. kalo ada gambar kayak gini. Jadi semua petugas
disini tau kalo dia ada resiko bunuh diri
− Nah terus kemudian diagnosis, skizofrenia paranoid berkelanjutan. Sudah
dicatet ya, skizofrenia paranoid berkelanjutan. Ya kamu lihat tadi, bu mana
coba saya lihat rekap medisnya dulu, saya pinjem dulu, dia kan bilang gitu
sama saya kan ya. Itu kelihatan sekali paranoidnya disitu ya. F20.00 ya
− Terus kemudian ..... kita lihat pasien ini sakitnya sejak berapa ini, lebih dari
lima belas tahun yang lalu. Pasien rutin kontrol tapi obat tidak rutin diminum,
alasannya karena kaku, yaa. Gejala... karena badannya kaku ya, alasannya
karena badannya kaku. Sering kontrol tapi obat tidak rutin diminum karena
alasannya badannya merasa kaku.
− Terus kemudian gejalanya, pasien sulit tidur, gelisah, marah-marah, berkelahi
dengan adik dan berusaha melukai ibunya dan mencoba bunuh diri dengan
menyayat pergelangan tangan dengan pisau. Ada luka lebam di tangan kanan
dan ada luka gores di pergelangan kiri, mengatakan kalau ingin mati karena
sakitnya tidak kunjung sembuh. Pengalaman yang tidak menyenangkan,
bercerai dengan suami.
− Sekarang, setiap pasien yang masuk itu akan kita identifikasi resikonya. Yang
pertama resiko jatuh, resiko jatuh kosong, eh tidak ada ya, rendah.. rendah..
rendah. Sekarang resiko melakukan kekerasan, resiko melakukan kekerasan itu
pake skalanya modified overt aggression scale, modified overt aggression scale

36
itu ada agresi terhadap properti, disitu ada agresi terhadap properti,
membanting misalnya kayak membanting barang, menendang, dan lain-lain.
Terus agresi terhadap diri sendiri dan agresi fisik. Terus.. resiko bunuh diri,
resiko bunuh diri skalanya pake sad persons, s-a-d p-r, sad persons sedang, ya.
Terus kemudian ini gambar monogramnya, gambar monogramnya.. kotak
adalah laki-laki. Jadi kotak ini laki-laki, bunder perempuan ya. Ini berarti.. ini
yang ada gininya.. ini adalah pasien, jadi pasien ini bercerai, ini ada gini.. ini
bercerai, anaknya dua, iya kan.. anaknya dua, sekarang anaknya dirawat sama..
apa bunder apa.. perempuan kan, dirawat sama ibunya. Nah ini tidak ada yang
mengalami gangguan jiwa, ya.

Keterangan : pewawancara tidak dapat bertanya karena harus bergantian dengan


kelompok lainnya, mengingat waktu yang sangat terbatas sedangkan narasumber
harus menjelaskan satu per satu kepada setiap kelompok yang ada.

37
5. Catatan Observasi dan Wawancara

38
39
40
41
6. Dokumentasi

Saat di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang

42
Saat di Yayasan Pancaran Kasih

43

Anda mungkin juga menyukai