DISUSUN OLEH:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tela memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Psikologi yang berjudul
“Metode-metode Dalam Psikologi & Aliran-aliran Dalam Psikologi”. Dalam pembuatan
makalah ini mulai dari perancangan, pencairan bahan, sampai penulisan, penulis mendapat
bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan Ibu Dr. Hj. Charletty Choesyana, M.Psi selaku dosen
mata kuliah Psikologi dan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terimakasih dan kepada teman-teman yang ikut berpatisipasi
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
perbaikan dimasa yang akan datang, dan penulis juga berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah metode metode dalam psikologi ?
2. Apa fungsi metode metode dalam psikologi ?
3. Apa sajakah aliran aliran dalam psikologi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui metode dalam psikologi
2. Mengetahui fungsi metode metode dalam psikoologi
3. Mengetahui aliran aliran dalam psikologi
BAB II
PEMBAHASAN
1. Metode Eksperimental
Cara ini dilakukan biasanya di dalam laboratorium dengan mengadakan berbagai
eksperimen. Satu hal yang penting di sini adalah bahwa orang yang melaksanakan
eksperimen (eksperimen ter) tersebut harus dapat menguasai situasi, yang berarti
bahwa peneliti harus dapat menimbulkan atau menghilangkan berbagai macam situasi
sesuai dengan kehendaknya. Hal ini dikarenakan metode ini hendak menemukan
prinsip-prinsip yang bekerja dalam tingkah laku atau hendak mengungkapkan
hubungan sebab akibat (Turner dan Helms, 1995; Feldman, 2003).
Dengan menimbulkan atau meniadakan situasi-situasi tertentu, maka peneliti
dapat melihat tertentu pula dari orang yang sedang diperiksa. Dengan kata lain, situasi
dalam eksperimen sengaja dibuat.
Metode penelitian umumnya dimulai dengan hipotesis, yakni prediksi/peramalan,
percabangan dari teori, diuraikan dan diru muskan sehingga bisa diujicobakan. Proses
eksperimen dimulai dengan pembagian kelompok. Pertama, kelompok yang tidak
mengalami perlakuan khusus. Kelompok ini selanjutnya disebut sebagai kelompok
kontrol. Kelompok lainnya menerima perlakuan khusus. Kelompok ini yang
kemudian disebut sebagai kelompok eksperimen. Adapun yang dilakukan terhadap
kelompok eksperimen adalah perlakuan yang secara khusus dibuat untuk
menghasilkan situasi yang diinginkan. Yang perlu diingat dari metode ini adalah
prinsip dasarnya yang memanipulasi kondisi dan manusia dilihat sebagai organisme
yang sama (tidak ada perbedaan individual). Dengan demikian, metode ini hanya
mencari hukum-hukum saja mengenai berbagai tingkah laku dan kurang
memerhatikan perbedaan-perbedaan individual.
2. Observasi Alamiah
Dalam metode eksperimen di atas, jelas bahwa peneliti punya kontrol sepenuhnya
terhadap jalannya eksperimen. Ialah yang menentukan akan melakukan apa pada
orang atau hewan yang ditelitinya, kapan akan dilakukan, seberapa sering, dan
sebagainya.
Tidak demikian halnya dengan observasi alamiah. Dalam observasi alamiah tidak
ditimbulkan situasi-situasi dengan sengaja. Di sini hanya dilakukan pengamatan
terhadap situasi yang sudah ada, situasi yang terjadi secara spontan (tidak terstruktur)
(Turner dan Helms, 1995), tidak dibuat-buat dan karenanya dapat disebut sebagai
situasi yang sesuai dengan kehendak alam, yang alamiah. Hasil pengamatan ini
kemudian dicatat dengan teliti untuk kemudian diambil kesimpulan-kesimpulan
umum maupun khusus (individual) (Bachtiar, 1977). Misalnya, pada sekelompok
pengunjuk rasa bisa diamati siapa yang menjadi pimpinannya dan dikenali bagaimana
pola/cara dia mendorong/memberi semangat kepada kelompoknya. Pada saatnya,
hasil pengamatan ini bisa digunakan untuk menyusun langkah-langkah untuk
mengantisipasi atau mencegah pemimpin itu melaksanakan niatnya.
Observasi alamiah ini dapat diterapkan pula pada berbagai gejala tingkah laku
yang lain, misalnya tingkah laku orang-orang di toko serba ada, tingkah laku
pengendara-pengendara kendaraan bermotor di jalan raya, tingkah laku anak yang
sedang bermain atau perilaku orang dalam bencana alam.
Dalam metode observasi alamiah ini perlu diingat bahwa kita harus menjauhkan
sebanyak mungkin kepentingan-kepentingan dan minat-minat pribadi kita agar kita
dapat membuat kesimpulan kesimpulan seobjektif mungkin. Adapun hasil
pengamatan dituangkan ke dalam catatan-catatan yang detail sehingga meng hasilkan
data dengan analisis yang tajam. Untuk itu ada baiknya dilakukan perbandingan
dengan catatan pengamatan orang lain (Bachtiar, 1977).
3. Sejarah Kehidupan
Sejarah hidup seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk lebih
mengetahui "jiwa" orang yang bersangkutan. Misalnya, dari cerita ibunya, seorang
anak yang tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa ia bukannya kurang pandai,
tetapi minatnya sejak kecil memang di bidang musik sehingga ia tidak cukup serius
untuk mengikuti pendidikan di sekolah. Contoh lain, riwayat hidup calon pegawai
sering digunakan oleh petugas SDM (Sumber Daya Manusia) untuk menilai apakah ia
seorang yang tekun, rajin, mau belajar atau tidak serius sehingga bisa diterima
sebagai pegawai atau tidak.
Sejarah kehidupan ini dapat disusun melalui dua cara, yaitu:
a. Pembuatan buku harian. Mulai suatu saat tertentu orang yang diperiksa
disuruh menulis buku harian untuk beberapa lama dan sewaktu-waktu
diperiksa untuk diadakan penilaian.
b. Rekonstruksi biografi. Cara ini lebih sering dilakukan. Pertama-tama,
dikumpulkan data mengenai riwayat hidup orang yang akan diperiksa. Data
inilah yang kemudian disusun kembali menjadi biografi. Data sejarah hidup
itu bisa didapatkan melalui:
1) wawancara dengan orang yang bersangkutan sendiri (auto anamnesis);
atau
2) wawancara dengan orang-orang orang yang diperiksa, misalnya orang
tuanya, saudara lain yang kenal dengan orang yang diperiksa, misalnya
orang tuanya, saudara-saudaranya, kawan-kawannya, kepala kantornya,
dan sebagainya (alloanamnesis).
Beberapa contoh adalah autobiografi Soekarno, Hatta, dan sebagainya.
4. Wawancara
Metode ini awalnya cukup sederhana. Wawancara adalah tanya jawab antara si
pemeriksa dan orang yang diperiksa (klien untuk psikolog klinik, responden atau
narasumber untuk peneliti, atau calon pegawai bagi psikolog perusahaan).
Maksudnya adalah agar orang yang diperiksa itu mengemukakan isi hatinya,
pandangan pandangannya, pendapatnya dan lain-lain sedemikian rupa sehingga
pewawancara dapat menggali semua informasi yang diperlukan. Pada kasus
penelitian kualitatif, wawancara menjadi alat bantu dari metode observasi
(Koentjaraningrat, 1977). Wawancara yang baik memerlukan latihan yang banyak
karena tidak mudah untuk membuka pintu hati seseorang dalam waktu singkat yang
tersedia.
5. Angket
Angket adalah wawancara tertulis. Pertanyaan sudah disusun secara tertulis dalam
lembar-lembar pertanyaan. Orang yang akan diperiksa tinggal membaca pertanyaan-
pertanyaan itu dan memberi jawaban-jawaban secara tertulis pula dalam kolom-
kolom yang sudah disediakan. Jawaban-jawaban itu selanjutnya akan dianalisis untuk
mengetahui hal-hal yang sedang diselidiki (Soemardjan, 1977; Turner dan Helms,
1995).
Seperti halnya dalam wawancara, angket pun terdiri atas pertanyaan-pertanyaan
yang terbuka dan tertutup. Dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang tertutup.
Termasuk angket khusus yang disebut skala sikap, yaitu yang isinya adalah
pertanyaan pertanyaan tentang suatu hal tertentu dan orang yang sedang diteliti
(responden) diminta menyatakan sikapnya (sangat setuju sampai dengan sangat tidak
setuju) terhadap masing-masing pertanyaan tersebut.
Keuntungan angket adalah daya sebarnya yang luas kepada masyarakat. Angket
yang dalam menanganinya tak perlu pengamat sebanyak pengisi angket sehingga
waktu pengumpulan data menjadi singkat (Soemardjan, 1977).
Kelemahan angket adalah bahwa alat ini tidak mampu meng gali ekspresi-
ekspresi wajah, gerak, perasaan, dan lain-lain dan data yang dapat digali pun sangat
terbatas. Sebaliknya, angket berdaya jangkau luas dan tidak memerlukan keahlian
khusus untuk mengumpulkan datanya. Angket juga mudah dikumpulkan dalam
jumlah besar, wilayah yang luas, dan dalam tempo yang tidak terlampau lama.
Dengan demikian, untuk survei-survei yang membutuhkan data dari sejumlah besar
orang, biasanya digunakan angket.
Gambar 1.9 Contoh Angket
6. Pemeriksaan Psikologi
Secara populer metode ini dikenal dengan nama "psikotes." Metode ini
menggunakan alat-alat psikodiagnostik tertentu yang hanya dapat digunakan oleh
para ahli yang benar-benar terlatih. Alat-alat itu dapat dipergunakan untuk mengukur
dan mengetahui taraf kecerdasan, arah minat, sikap, struktur kepribadian dan lain lain
dari orang yang mau diperiksa itu.
Keuntungan metode ini adalah bahwa dalam waktu yang relatif sangat singkat
dapat dikumpulkan banyak data mengenai diri seseorang, termasuk juga data yang
tidak dapat diketahui melalui metode-metode lainnya. Keuntungan lainnya adalah
bahwa metode ini dapat dilaksanakan secara massal sehingga dapat diperiksa banyak
orang sekaligus, bahkan jika diperlukan dapat dilakukan melalui telepon atau internet.
Kelemahan metode ini adalah tidak dapat dipergunakan secara luas, karena hanya
dapat dilakukan oleh orang yang ahli dan terlatih.
Metode pemeriksaan psikologis lain yang bersifat individual juga ada. Salah satu
yang terkenal adalah tes proyektif kepribadian, yakni seseorang diperlihatkan stimuli
ambigu dan ia diminta untuk menceritakannya. Respons itulah yang kemudian
disebut sebagai proyeksi tentang dirinya (Danandjaja, 1988; Feldman, 2003). Salah
satu alat ukur tes proyeksi ini adalah tes Rörschach. Tes ini dikembangkan oleh
Hermann Rörschach (1924), psikiater asal Swiss.
Meskipun demikian, sebagaimana dikatakan di atas, jauh sebelumnya, yaitu sejak zaman
Yunani Kuno, gejala-gejala keji waan sudah banyak menarik perhatian para pemikir. Ahli-
ahli filsafat di antaranya Sokrates, Plato, dan Aristoteles banyak sekali mengemukakan
pikiran-pikiran mengenai gejala-gejala psikologis. Kemudian, Descartes (1496-1650) datang
dengan semboyannya "COGITO ERGO SUM" (saya berpikir maka saya ada) dan sejak itu
timbul aliran yang mementingkan kesadaran dalam Psikologi.
Setelah itu, berbagai macam ilmu lainnya memberi pengaruhnya terhadap pertumbuhan
psikologi, antara lain biologi, Ilmu Alam, dan Ilmu Kimia. Hal ini terjadi karena para ahli
dari ilmu-ilmu itu juga mulai memerhatikan gejala-gejala psikologis.
Nyatalah di sini bahwa meskipun pada saat ini psikologi tidak lagi mempunyai hubungan
yang erat dengan Ilmu-ilmu Alam dan biologi, tetapi dahulu ilmu-ilmu itu ikut memberikan
sumbangan bagi lahirnya psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Sebelum sampai pada Psikologi Eksperimental oleh Wund terdapat dua teori yang
mulai mengarahkan berdirinya psikolog sebagai ilmu. Kedua teori ini adalah:
Setelah psikologi berdiri sendiri, lambat laun para ahli psiko logi mengembangkan
sistematika dan metode-metodenya sendiri yang saling berbeda satu sama lain. Dengan
demikian, timbul apa yang disebut aliran-aliran dalam psikologi.
Sejak dahulu, aliran-aliran itu sangat penting artinya dalam membina semangat para
ahli dalam berkompetisi mendapatkan penemuan-penemuan baru dan saling kritik dan
koreksi terhadap aliran-aliran lawannya. Aliran-aliran itu mengajukan teori-teorinya masing-
masing yang banyak di antaranya menjadi dasar daripada teori-teori psikologi modern masa
kini. Beberapa aliran yang terkemuka dengan teori-teorinya masing-masing akan
dikemukakan di bawah ini.
Elementisme atau Strukturalisme. Aliran ini adalah yang diajukan oleh W. Wundt
(1832-1920) dari laboratoriumnya di Leipzig. Wundt pada masa itu (1879) sangat
mengutamakan penyelidikan tentang struktur kejiwaan manusia dan ia mendapati bahwa jiwa
manusia itu terdiri dari berbagai elemen (bagian) seperti pengindraan, perasaan, ingatan, dan
sebagainya. Masing-masing elemen itu dikaitkan satu dengan lain oleh asosiasi. Oleh karena
itu, aliran Wundt dinamakan elementisme, strukturalisme, dan juga asosiasionisme.
Akan tetapi, aliran ini segera mendapat tantangan dari Amerika Serikat. Aliran
Psikologi yang sedang berkembang di Amerika Serikat pada saat itu, yang dipelopori oleh
William James (1842 1910), tidak setuju dengan penyelidikan yang terlalu mendalam tentang
struktur dan elemen jiwa. Mereka lebih suka mempelajari fungsi atau kegunaan jiwa. Jadi
aliran mereka disebut aliran fungsionalisme.
Jika dianalogikan dengan ilmu bangunan, misalnya, struktu ralisme lebih
mempelajari bagian-bagian dari bangunan itu, seperti lantainya, dindingnya, atapnya, dan
sebagainya, terbuat dari bahan apa, dan seterusnya. Sementara fungsionalisme lebih melihat
fungsi bangunan itu, apakah itu sebuah rumah tinggal, atau sekolah, atau toko, terlepas
apakah lantai bangunan itu dari tanah atau marmer, dan atapnya dari genting atau rumbia.
Dengan cara pandang khas Amerika Serikat yang serba prag matis, fungsionalisme
mendapatkan bahwa fungsi jiwa adalah alat manusia untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya sehingga Psikologi Terapan lebih cepat dan lebih banyak berkembang di
Amerika Serikat.
"Behaviourisme" atau Psikologi "S-R", adalah aliran yang khususnya terdapat di
Amerika Serikat. Aliran ini ditemukan oleh John B. Watson (1878-1958). Ia menentang
pendapat yang umum berlaku disaat itu bahwa dalam eksperimen psikologi di perlukan
instropeksi.
Introspeksi yang berarti mengamati perasaan sendiri, digu nakan dalam eksperimen-
eksperimen di laboratorium Wundt untuk mengetahui ada atau tidak adanya perasaan-
perasaan tertentu dalam diri orang yang diperiksa. Jadi, orang yang diperiksa dapat
mengetahui perasaan-perasaan apa yang dapat ditimbulkannya dalam eksperimen-
eksperimennya. Oleh karena itu, psikolog Wundt dikenal juga dengan nama psikologi
introspeksi. Pandangan ini dibawa dan dipopulerkan dari Jerman ke Amerika oleh salah
seorang murid Wundt yang bernama Edward B. Titchener (1867-1927).
Watson, di lain pihak, memperkenalkan psikologi yang sama sekali tidak
mempergunakan introspeksi. Menurut dia, proses proses kesadaran tidak perlu diselidiki,
karena yang lebih penting adalah proses adaptasi, gerakan otot-otot dan aktivitas kelenjar
kelenjar. Ia berharap dengan teorinya ini dapat dicapai objektivitas ilmiah yang lebih
sempurna, karena dalam introspeksi pengaruh faktor-faktor subjektif dari orang yang
diperiksa besar sekali.
Oleh karena itu, ia lebih mementingkan perilaku terbuka yang langsung dapat
diamati dan diukur daripada perilaku tertutup yang hanya dapat diketahui secara tidak
langsung. Emosi gembira atau emosi sedih menurut kaum "behaviourist" adalah manifestasi
dari adanya ketegangan (tarikan) otot-otot dan syaraf-syaraf tertentu Aliran ini disebut pula
sebagai psikologi "S-R" (Stimulus-Respons), karena menurut penganut-penganut aliran ini
perilaku selalu dimulai dengan adanya rangsang (stimulus) dan diikuti oleh suatu reaksi
(response) terhadap rangsang itu.
Sebagaimana Pavlov yang percaya bahwa perilaku, bahkan kebudayaan, hanyalah
rangkaian refleks terkondisi saja, Watson pun yakin, bahwa ia dapat melatih 10 anak untuk
mempunyai sifat yang berbeda-beda (penakut, pemberani, pemalu, dan sebagainya), hanya
dengan melatihnya melalui proses kondisioning. satu penganut Watson yang sangat besar
masukannya perkembangan Behaviorisme adalah B.F. Skinner.
Psikologi "Gestalt". Kira-kira pada saat di Amerika Serikat tumbuh aliran
"Behaviourisme", di Jerman timbul pula aliran yang disebut psikologi "Gestalt". "Gestalt"
adalah sebuah kata Jerman yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai
"form" atau "configuration" (bentuk). Aliran ini diumumkan pertama kali oleh Max
Wertheimer pada 1912. Tokoh-tokoh lainnya adalah Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang
Kohler (1887-1967). Mercka kemudian pindah ke Amerika, karena sebagai keturunan
Yahudi mereka jadi sasaran kejaran NAZI.
Teori yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu
situasi. rangsangan ditangkap secara keseluruhan. Jadi, persepsi bukanlah penjumlahan
rangsang-rangsang kecil (detall) yang ditangkap oleh alat-alat indra, melainkan merupakan
suatu keseluruhan yang berarti dari detail-detail tadi. Misalnya, kalau kita mengamati sebuah
mobil, kita tidak melihatnya sebagai susunan ban, lampu, kaca, pintu, alat kemudi, dan lain-
lain, melainkan kita mengamatinya benar-benar sebagai sebuah mobil, yang mempunyai arti
tersendiri terlepas dari detail-detailnya. Karena itulah, meskipun mobil itu kita lihat dari
depan, dari belakang, dari samping, dari dekat, dari jauh, dalam gelap, dan sebagainya, selalu
kita tangkap sebagai mobil, tidak sebagai benda lain. Demikian pula sebuah lagi ia dapat di
mainkan dalam tangga nada yang berbeda-beda (detailnya berubah) tanpa mengubah
keseluruhan lagi itu sendiri.
Eksperimen "Gestalt" yang pertama adalah tentang peng amatan gerakan. Kalau
beberapa lampu diletakkan berderet dan dinyalakan berganti-ganti dengan cepat, maka kita
tidak akan melihat lampu-lampu itu menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat
sebuah sinar yang bergerak. Gejala ini disebut "phi phenomenon" yang sering kita lihat pada
lampu-lampu hias.
Eksperimen lainnya dilakukan oleh Wolfgang Kohler, dengan keranya yang bernama
Sultan. Pada suatu saat, ia bisa menyambung kedua tongkat itu, maka "Aha...", ia pun
langsung mengambil pisang di luar kandangnya, yang sejak tadi gagal diraihnya karena tiap-
tiap tongkat itu tidak cukup panjangnya. Gejala ini disebut Aha Erlebnis, dan membuktikan
bahwa persepsi kera pun bersifat Gestalt (keseluruhan), bukan parsial.
Psikoanalisis yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939) pada 1909. Ia
dikenal dengan teorinya mengenai alam ketidaksadaran. Teori ini merupakan penemuan baru
saat itu karena selama itu para ahli hanya menyibukkan diri dengan alam kesadaran
sebagaimana yang nyata dalam teori-teori lain yang berlaku di saat itu seperti Teori Asosiasi,
Teori Introspeksi, Behaviourisme, dan sebagainya. Ketidaksadaran (unconsciousness)
menurut Freud berisi dorongan-dorongan yang timbul pada masa kanak-kanak yang oleh satu
dan lain hal (misalnya karena dilarang oleh norma masyarakat) terpaksa ditekan sehingga
tidak muncul dalam kesadaran. Dorongan-dorongan terlarang ini, menurut Teori Freud yang
klasik adalah naluri seksual atau disebut juga libido sexualis dan naluri agresi atau tanatos.
Dorongan-dorongan terlarang ini, meskipun ditekan berpengaruh dan sering timbul
dalam mimpi-mimpi, kesalahan bicara (slip of the tongue) atau bahkan dalam perbuatan-
perbuatan biasa yang dapat diterima masyarakat seperti karya seni, karya sastra, ilmu
pengetahuan, dan sebagainya.
Sebaliknya, kalau dorongan-dorongan ini sama sekali tidak dapat disalurkan, maka ia
akan mengganggu kepribadian orang yang bersangkutan yang antara lain dapat berbentuk
gangguan-gangguan kejiwaan yang disebut psikoneurosis. Psikoanalisis sebagai teknik
penyembuhan penyakit-penyakit kejiwaan (psikoterapi) mempunyai metode untuk
membongkar gangguan-gangguan yang terdapat dalam ketidak sadaran ini, antara lain
dengan metode analisis mimpi dan metode asosiasi bebas.
Dalam perkembangan teori selanjutnya, Freud mengemukakan pula teori tentang id,
ego, dan superego yang masing-masing berarti dorongan-dorongan naluri (id), aku (ego), dan
hati nurani (superego).
Psikologi Humanistik. Psikologi Humanistik adalah paham yang mengutamakan
manusia sebagai makhluk keseluruhan. Mereka tidak setuju dengan pendekatan-pendekatan
lain yang memandang manusia hanya dari salah satu aspek saja, apakah itu hanya dari
persepsinya (gestalt), refleksnya (behaviorisme). kesadarannya (kognitif), maupun alam
ketidaksadarannya saja (psikoanalisis). Manusia harus dilihat sebagai totalitas yang unik,
yang mengandung semua aspek dalam dirinya dan selalu berproses untuk menjadi dirinya
sendiri (aktualisasi diri).
Tugas psikologi, menurut paham ini, adalah mendorong potensi-potensi yang baik
pada diri seseorang dalam proses aktualisasi dirinya. Karena manusia itu unik, maka
penanganannya dalam psikoterapi juga harus unik.
Dua tokoh dari aliran ini adalah Carl Rogers (1902-1987) yang mengembangkan
teknik Non-directive psychotherapy, atau disebut juga Client centered psychotherapy (Hall,
Calvin., Lindzey, Gardner, 1985; Feldman, 2003; Corey, 2005), dan Abraham Maslow
(1908-1970) yang terkenal dengan Teori Hierarki Motivasinya (Hall, Calvin, Lindzey,
Gardner, 1985; Feldman, 2003).
BAB III
PENUTUP