Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN TANAMAN

“Analisa Pertumbuhan Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)”

Dosen Pengampu :

Aprilia Hartanti,SP.,MP.
NIDN. 0714047303

Kelompok 5

Lely Astri Fentyas NIM 16.141.0001


Safitri Qory Oktaviana NIM 16.141.0005
Mochammad Ibnu Hasan NIM 16.141.0010
Poppy Novadyawati NIM 16.141.0023
Ahmad Bahaudin NIM 16.141.0042

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PANCA MARGA PROBOLINGGO
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alakum Wr. Wb.

Puj syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum
Analisa Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman dengan judul “Analisa
Pertumbuhan Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)”

Laporan praktikum yang disusun berisi tentang bagaimana pertumbuhan


tanaman diinterpretasikan melalui beberapa indikator yang ada pada analisa
tumbuhan. Kemudian, indikator pada analisa tumbuhan dianalisis dan dijabarkan
berdasarkan fenomena pertumbuhan pada suatu tanaman serta faktor eksternal
yang terkait.

Penulis menyadari bahwa laporan yang disusun masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas dari laporan praktikum ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Probolinggo, 27 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL LAPORAN. ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
A. Tanaman Cabai (Capsicum frutescens L.)................................................ 3
B. Analisis Pertumbuhan Tanaman ............................................................... 6
BAB III ................................................................................................................... 9
METODOLOGI PRAKTIKUM ............................................................................. 9
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................... 9
B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 9
C. Prosedur Pelaksanaan ............................................................................... 9
BAB IV ................................................................................................................. 11
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 11
A. Hasil Pengamatan ................................................................................... 11
B. Pembahasan ............................................................................................ 16
BAB V................................................................................................................... 23
PENUTUP ............................................................................................................. 23
A. Kesimpulan ............................................................................................. 23
B. Saran ....................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis pertumbuhan tanaman merupakan suatu cara untuk mengikuti
dinamika fotosintesis yang diukur dengan luas daun dan produksi bahan
kering. Kuantitas lain dalam analisis diperoleh melalui perhitungan.
Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam
mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis, serta
interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan. Distribusi akumulasi bahan
kering pada bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan
bagian generatif, dapat mencerminkan produktivitas tanaman. Salah satu
manfaat menggunakan analisis pertumbuhan tanaman adalah mengetahui
pengaruh perlakuan dan faktor-faktor dalam budidaya tanaman terhadap
kualitas pertumbuhan dan hasil tanaman.

Kuantitas analisis pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari bobot dan


luas daun tanaman yaitu Laju Pertumbuhan Relatif (Relative Growth
Ratio), Nisbah Luas Daun (Leaf Area Ratio), Luas Daun Khas (Spesific Leaf
Area), Bobot Daun Khas (Spesific Leaf Weight), Indeks Luas Daun (Leaf Area
Index), Laju Asimilasi Bersih (Net Assimilation Rate), Laju Pertumbuhan
Tanaman (Crop Growth Rate), Laju Pertumbuhan Relatif (Relatif Growth
Rate), Lamanya Luas Daun (Leaf Area Duration), dan Lamanya
Biomassa (Biomass Duration) (Wikipedia, 2018).

Pada mulanya pertumbuhan tanaman hanya dipandang sebagai metode


untuk estimasi produksi fotosintesis bersih tanaman, tetapi pengetahuan proses
pertumbuhan yang terus berkembang melalui berbagai analisis pertumbuhan
akan dapat menyediakan informasi atau penjelasan tentang keragaman hasil
antara tanaman atau per tanaman dari segi pertumbuhan tanaman. Data yang
diamati seperti biomassa seluruh tanaman atau bagian-bagian tanaman (daun,
batang, akar, dan bagian reproduktif) dan dimensi alat fotosintesis (jumlah

1
daun dan luas daun) dianalisis untuk menghasilkan berbagai index yang
merupakan kharakteristik dari proses pertumbuhan.

Analisis pertumbuhan tanamna akan dapat membantu identifikasi


faktor pertumbuhan utama yang mengendalikan atau membatasi hasil. Ini
tentu sangat diperlukan dalam upaya perbaikan hasil tanaman pada suatu
lingkungan tertentu atau adaptasi tanaman pada beberapa lingkungan. Tetapi
perlu diingat bahwa kharakteristik atau index pertumbuhan tidak dapat dilihat
secara tersendiri-sendiri untuk menjelaskan hasil pertumbuhan, karena
kharakteristik tersebut adalah pilihan dari suatu entisitas sifat tanaman yaitu
proses pertumbuhan, sementara keadaan pertumbuhan tanaman yang
menentukan hasil tanaman adalah keseluruhan proses pertumbuhan seara
terintegrasi. Untuk itu analisis pertumbuhan tanaman akan lebih tept diuraikan
dengan pendekatn model yang menyatukan semua kharakteristik tanaman
yang diamati dalam suatu kesatuan.

B. Tujuan
1. Untuk mendapatkan informasi atau data yang dapat digunakan untuk
menganalisa faktor pembatas (dari hasil NAR, RGR, LAR, CGR, LWR,
SLA, SLW, LAD, LMB) dalam proses pertumbuhan tanaman yang
kemudian digunakan dalam pengembangan upaya untuk mengatasi faktor
pembatas tersebut.
2. Untuk mengetahui hubungan keterkaitan antara NAR, RGR, LAR, CGR,
LWR, SLA, SLW, LAD, LMB.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Cabai (Capsicum frutescens L.)


1. Klasifikasi Tanaman Cabai (Capsicum frutecens L.)
Menurut Simpson (2010), klasifikasi cabai rawit adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : Capsicum frutescens L.
2. Morfologi Tanaman Cabai (Capsicum frutescens L.)
a. Akar
Tanaman cabai berakar tunggang yang terdiri atas akar utama
(primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral keluar serabut-
serabut akar. Panjang akar primer berkisar 35-50 cm. Akar lateral
menyebar sekitar 35-45 cm. Batang cabai berkayu, kuat, bercabang
lebar dengan jumlah cabang yang banyak. Tinggi bisa mencapai 1.5 m.
Bagian batang yang muda berambut halus (Prajnanta, 2007).
b. Batang
Tanaman cabai memiliki batang yang dapat dibedakan menjadi 2
macam yaitu batang utama dan percabangan (batang skunder). Batang
utama berwarna coklat hijau dengan panjang antara 20-28 cm.
Percabangan berwarna hijau dengan panjang antara 5-7 cm.
c. Daun
Daun tersebar 2-3 bersama-sama dan kemudian berbeda dalam
besarnya. Panjang tangkai 0.5-2.5 cm. Helaian daun bulat telur
memanjang atau elips bentuk lanset, dengan pangkal dan ujung yang

3
meruncing. Warna daun cabai hijau muda sampai hijau gelap,
tergantung pada jenis dan varietasnya (Wijoyo, 2009).
d. Bunga
Bunga cabai keluar dari ketiak daun dan berbentuk seperti
terompet. Bunga cabai merupakan bunga lengkap yang terdiri dari
kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik. Bunga cabai
juga berkelamin dua, karena benang sari dan putik terdapat dalam satu
tangkai (Agromedia, 2008).
e. Buah
Buah cabai rawit muncul berpasangan atau bahkan lebih pada
setiap ruas, biasanya rasanya sangat pedas. Kadang-kadang
mempunyai bentuk buah bulat memanjang atau berbentuk setengah
kerucut, warna buah setelah masak biasanya merah.
f. Biji
Cabai rawit memiliki ukuran kecil, berbentuk bulat dan pipih serta
berwarna putih atau krem. Biji ini berjumlah banyak dan melekat pada
plasenta berwarna putih. Biji cabai memiliki rasa yang pedas, dan
biasanya rasa yang lebih pedas terdapat pada biji-biji cabai tipe liar.

3. Fase Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum frutescens L.)


1. Fase vegetatif
Fase muda/vegetatif adalah fase yang dimulai sejak perkecambah
biji, tumbuh menjadi bibit dan dicirikan oleh pembentukan daun-daun
yang pertama dan berlangsung terus sampai masa berbunga dan atau
berbuah yang pertama. Pada tanaman cabai rawit fase ini dimulai dari
perkecambahan benih sampai tanaman membentuk primordia bunga
(Sudarman, 2006).
2. Fase generatif
Fase generatif adalah fase yang ditandai dengan lebih pendeknya
pertumbuhan ranting dan ruas, lebih pendeknya jarak antar daun pada
pucuk tanaman, dan pertumbuhan pucuk terhenti (Prihmantoro, 2005).

4
Pada fase ini terjadi pembentukan dan perkembangan kuncup bunga,
buah, biji dan dan pembentukan struktur penyimpanan makanan
(Setiati, 1996).
Jika secara fisiologis, tanaman cabai rawit dapat dibagi menjadi empat
fase, ke-empat fase tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fase Embrionis (Lembaga)
Fase embrionis terjadi sejak penyerbukan bakal buah oleh benang
sari sehingga menghasilkan zigot yang seterusnya berkembang
menjadi biji. Mulai tahap inilah pertumbuhan dan perkembangan
tanaman berlangsung.
2. Fase Juvenil
Fase juvenil dimulai sejak terbentuknya organ tanaman seperti
daun, batang, dan akar yang pertama kalinya. Proses ini dikenal
dengan perkecambahan. Fase juvenil berakhir pada waktu tanaman
berbunga untuk pertama kali. Tanaman cabai yang berada dalam fase
pertumbuhan juvenil aktif menumbuhkan tunas-tunas baru. Tunas
tumbuh pada buku-buku batang utama dan pada ketiak daun. Pada
fase ini tanaman tumbuh dan berkembang lebih cepat dan sangat
subur.
3. Fase Produksi
Fase produksi dimulai saat tanaman menumbuhkan bunga
pertama dan berakhir ketika tanaman sudah tidak mampu berbuah
secara normal.
4. Fase Penuaan (senil)
Batasan dimulai fase penuaan sulit dipastikan secara tepat karena
sampai batas waktu tertentu tanaman masih mampu menghasilkan
bunga yang dapat berkembang menjadi buah. Namun demikian, ini
dapat dihasilkannya bila tanaman cabai menghasilkan buah
berukuran dibawah normal, berarti tanaman sudah berada pada fase
penuaan. Fase penuaan berakhir pada saat tanaman kering dan mati.

5
B. Analisis Pertumbuhan Tanaman
1. Net Assimilation Rate (NAR) atau Laju Asimilasi Bersih
Perbedaan dalam produksi biomassa tanaman dapat disebabkan
perbedaan dalam kemampuan daun menghasilkan karbohidrat, melalui
proses fotosintesis yang digunakan untuk membentuk biomassa tanaman,
karena pada daun inilah sebagai tempat utama proses fotosintesis.
Persamaan dari NAR adalah sebagai berikut:

NAR = (W2 - W1) x (ln LA2 - ln LA1)


(T2 - T1) (LA2 – LA1)

2. Relative Growth Rate (RGR) atau Laju Pertumbuhan Relatif


Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) atau Relative Growth Rate (RGR)
adalah pertambahan bobot kering tanaman dalam interval waktu tertentu
yang erat kaitannya dengan bobot kering awal tanaman. LPR digunakan
untuk mengukur efisiensi produktivitas biomassa tanaman. Bobot kering
tanaman awal sebagai modal untuk menghasilkan bahan tanaman baru.
Perbedaan LPR dapat terjadi antar spesies akibat perbedaan laju
fotosintesis dan efisiensi biomassa.
Tanaman yang mengandung banyak protein per unit biomassa seperti
kacang-kacangan akan membentuk biomassa yang lebih sedikit per satuan
substrat (karbohidrat) daripada tanaman yang mengandung protein lebih
sedikit seperti serealia. Energi yang dibutuhkan akan meningkat dengan
peningkatan protein, sementara energi tersebut didapatkan dari hasil
respirasi aerobik (fermentasi) dari substrat (Sitompul dan Guritno, 1995).
Persamaan dari laju pertumbuhan relatif adalah:
RGR = InW2-InW1
T2-T1
.
3. Leaf Area Ratio (LAR) atau Nisbah Luas Daun
Nisbah Luas daun (NLD) atau Leaf Area Ratio (LAR) adalah peubah
analisis pertumbuhan yang mencerminkan morfologi tanaman, yaitu

6
pembagian translokasi asimilat ke tempat sintesa bahan daun dan efisiensi
penggunaan substrat dalam pembentukan luas daun. Nilai NLD didapatkan
dari hasil pembagian luas daun (LA) dengan total bobot kering tanaman
(W)(Sitompul dan Guritno, 1995). Persamaan dari LAR adalah sebagai
berikut:
LAR = [(LA2/W2) + (LA1/W1)]
2

4. Leaf Weight Ratio (LWR) atau Nisbah Berat Daun


Nisbah berat daun dilakukan untuk mengetahui translokasi biomassa
tanaman ke bagian daun, dimana penggunaan/alokasi biomassa tanaman
pada daun mengalami peningkatan pada fase vegetatif dan lambat laun
akan berkurang seiring proses penuaan pada daun tanaman. Nilai nisbah
berat daun didapatkan dari hasil pembagian total berat daun (LW) dengan
total bobot kering tanaman (W). Persamaan matematis adalah sebagai
berikut:
LAR = [(LW2/W2) + (LW1/W1)]
2

5. Spesific Leaf Area (SLA) atau Luas Daun Sesifik


Luas daun Spesifik (LDS) atau Specific Leaf Area (SLA) adalah hasil
bagi antara luas daun (LA) dengan bobot kering daun (LW). LDS
mengandung informasi mengenai ketebalan daun yang mencerminkan unit
organela fotosintesis. Kuanta cahaya merupakan faktor yang dominan dari
biomassa tanaman dalam memicu aktivitas sifat genetik tanaman yang
mengendalikan LDS (Sitompul dan Guritno, 1995). Nilai SLA dapat
diperoleh dari pembagian luas daun (LA) dengan berat daun (LW) yang
dapat tercantum pada persamaan berikut:
SLA = [(LA2/LW2) + (LA1/LW1)]
2
6. Spesific Leaf Weight (SLW) atau Berat Daun Sesifik
Berat daun khusus merupakan perbandingan antara berat kering
daun (gram) dengan luas daun (m2). Rahmawati (2007) menyatakan bahwa

7
pembentukan luas daun per satuan bahan kering yang dialokasikan ke
daun adalah rendah pada awal pertumbuhan dan kemudian meningkat pada
masa pertengahan pertumbuhan. Berat daun yang tinggi pada awal
pertumbuhan tanaman disebabkan oleh penyediaan substrat (karbohidrat)
yang lebih tinggi dari laju penggunaannya untuk pembentukan luas daun.
Persamaan dari SLW adalah sebagai berikut:
SLW = ((LW2/LA2)+(LW1/LA1))/2
7. Crop Growth Rate (CGR) atau Laju Pertumbuhan Tanaman
Laju pertumbuhan tanaman yaitu bertambahnya berat dalam
komunitas tanaman persatuan luas tanah dalam satuan waktu, digunakan
secara luas dalam analisis pertumbuhan tanaman budidaya yang ada di
lapangan (Gardner et al., 1991). Persamaannya adalah sebagai berikut:
CGR = 1 x (W2-W1)
GA (T2-T1)
8. Leaf Area Duration (LAD) atau Lama Luas Daun
Lamanya luas daun (leaf area duration = LAD) menunjukkan
besarnya dan lamanya suatu daun bertahan atau masa berdaun selama
periode pertumbuhan tanaman budidaya (Gardner et al., 1991). Persamaan
LAD yaitu:
LAD = (LA2 + LA1) x (T2 - T1)
2
9. Lamanya Biomassa
Biomassa tanaman merupakan suatu bahan hidup yang dihasilkan
oleh tanaman melalui reaksi-reaksi biokimia yang bebas dari pengaruh
gravitasi (Sitompul dan Guritno, 1995). Pengukuran lamanya biomassa
tanaman mencerminkan seberapa besar tanaman mampu menghasilkan
bahan hidup selama waktu hidupnya. Persamaan biomassa adalah:
LMB = (W2 + W1) x (T2 - T1)
2

8
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian
Universitas Panca Marga Probolinggo.Praktikum dilakukan pada hari Sabtu,
tanggal 18 Mei 2019 pada jam 07.30 hingga selesai.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Timbangan Analitik
b. Oven
c. Laptop (Aplikasi Microsoft Excel)
d. Alat Tulis
2. Bahan
a. Data Berat Pola Daun
b. Data Berat Basah dan Kering Tanaman Cabai Rawit pada umur 30
HST, 50 HST, 70 HST.
c. Data Berat Kering Daun

C. Prosedur Pelaksanaan
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Data luas daun Diperoleh dari komponen berat Menimbang bobot berat
pola daun dan berat pola kertas yang kemudian dihitung luas daun
menggunakan metode gravimetri.
3. Melakukan penimbangan berat basah tanaman.
4. Melakukan pengeringan pada tanaman cabai menggunakan oven selama ±
2 hari.

9
5. Tanaman yang telah dikeringkan kemudian ditimbang ulang. Diusahakan
memisahkan berat kering untuk daun dan berat kering keseluruhan
tanaman.
6. Data- data yang telah diperoleh kemudian dicari menghitung nilai NAR,
SLA, RGR, SLW, CGR, LAR, LWR, LMB, LAD menggunakan Aplikasi
Microsoft Excel dan rumusnya diatur berdasarkan rumus yang telah
ditentukan pada masing-masing indikator.
7. Menganalisa data yang telah dihitung serta mengamati perubahannya

10
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Penghitungan daripada komponen pertumbuhan tanaman diawali dengan
mengetahui berat pola daun, berat pola kertas, berat segar tanaman, serta berat
kering tanaman seperti yang tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Hasil Pengamatan Berat Pola Daun, Berat Pola Kertas,
Berat Segar Tanaman, Berat Kering Tanaman, dan Berat
Kering Daun
Parameter yang diamati
Pengamatan Berat
Berat Berat
hari ke- Kering
Berat pola Berat Pola segar kering
(HST) Daun
daun (A) kertas (B) tanaman tanaman
(LW)
(gr) (W) (gr)
(gr)
30 0.36 0.6 2.8 0.9 0.4
50 1.46 0.6 4.5 1.7 0.8
70 0.37 0.6 2.4 1.3 0.3

Sementara itu, luas daun didapat dari persamaan berikut:

Luas Daun (L) = Berat Pola Daun x 100 cm2


Berat Pola Kertas
Berdasarkan data tabel 4.1. kemudian dilakukan penghitungan terkait untuk
analisa pertumbuhan Tanaman.

1. Data Pengamatan NAR (Net Assimilation Rate)


Pengukuran dilakukan dengan menghitung berapa banyak jumlah kotak
yang berada pada pola daun di milimeter block, kemudian dikalikan
dengan luas kotak yang dijadikan acuan jumlah kotak (1 cm2).

11
Tabel 4.2. Data Hasil Pengamatan NAR (Net Assimilation Rate)
HST L W ln L NAR
30 60.00 0.9 4.094
50 243.33 1.7 5.494 0.00031
70 61.67 1.3 4.122 -0.00015

Gambar 4.1. Grafik NAR (Net Assimilation Rate)


2. Data Pengamatan RGR (Relative Growth Rate)

Tabel 4.3. Hasil PenghitunganRGR (Relative Growth Rate)


HST W ln W RGR
30 0.9 -0.105
50 1.7 0.531 0.031799
70 1.3 0.262 -0.01341

Gambar 4.2. Grafik RGR (Relative Growth Rate)

12
3. Data Pengamatan Leaf Area Ratio (LAR)

Tabel 4.4. Hasil Penghitungan Leaf Area Ratio (LAR)


HST L W LAR
30 60.00 0.9
50 243.33 1.7 104.902
70 61.67 1.3 95.28658

Gambar 4.3. Grafik Leaf Area Ratio (LAR)

4. Data Pengamatan Leaf Weight Ratio (LWR)

Tabel 4.5. Hasil Penghitungan Leaf Weight Ratio (LWR)


HST W LW LWR
30 0.9 0.4
50 1.7 0.8 0.457516
70 1.3 0.3 0.350679

Gambar 4.4. Grafik Leaf Weight Ratio (LWR)

5. Data Pengamatan Spesific Leaf Area (SLA)


Tabel 4.6. Hasil Penghitungan Spesific Leaf Area (LAR)

13
HST L LW SLA
30 60.00 0.4
50 243.33 0.8 227.0833
70 61.67 0.3 254.8611

Gambar 4.5. Grafik Spesific Leaf Area (SLA)


6. Data Pengamatan Spesific Leaf Weight (SLW)
Tabel 4.7. Hasil Penghitungan Spesific Leaf Weight (LWR)
HST L LW SLW
30 60.00 0.4
50 243.33 0.8 0.004977
70 61.67 0.3 0.004076

Gambar 4.6. Grafik Spesific Leaf Weight (LWR)


7. Data Pengamatan Crop Growth Rate(CGR)
Tabel 4.8. Hasil Penghitungan Crop Growth Rate (CGR)
HST W CGR
30 0.9
50 1.7 0.0004
70 1.3 -0.0002

14
Gambar 4.7. Grafik Crop Growth Rate (CGR)

8. Data Pengamatan Lama Luas Daun (Leaf Area Duration)


Tabel 4.9. Hasil Penghitungan Lama Luas Daun(Leaf Area Duration)
HST L LAD
30 60.00
50 243.33 3033.333
70 61.67 3050

Gambar 4.8. Grafik Lama Luas Daun(Leaf Area Duration)

9. Data Pengamatan Lamanya Biomassa


Tabel 4.10. Hasil Penghitungan Lama Biomassa
HST W LMB
30 0.9
50 1.7 26
70 1.3 30

15
Gambar 4.8. Grafik Lama Luas Biomassa

B. Pembahasan
Proses praktikum dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian
Universitas Panca Marga Probolinggo. Bahan untuk pelaksanaan praktikum
adalah data yang dilakukan pada saat praktikum indeks luas daun (ILD) yang
ditambah dengan berat segar tanaman, berat kering tanaman, serta berat kering
daun. Bahan-bahan yang telah disiapkan kemudian digunakan sebagai
komponen dasar penghitungan analisa pertumbuhan tanaman yang meliputi
Laju Asimilasi Bersih (NAR), Laju Pertumbuhan Relatif (RGR), Nisbah Luas
Daun, Nisbah Berat Daun, Spesifik Luas Daun, Spesifik Berat Daun, Laju
Pertumbuhan Tanaman, Lama Luas Daun, dan Lama Biomassa.

Analisis pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengikuti dinamika


fotosintesis yang diukur oleh produksi bahan kering. Berat kering brangkasan
adalah indikator pertumbuhan tanaman karena berat kering tanaman
merupakan hasil akumulasi asimilat tanaman yang diperoleh dari total
pertumbuhan dan perkembangan tanaman selama hidupnya. Semakin besar
berat kering brangkasan berarti semakin baik pertumbuhan dan perkembangan
tanaman tersebut. (Mursito dan Kawiji, 2002).

1. Net Asimilation Rate (NAR) atau Laju Asimilasi Bersih

Laju asimilasi bersih merupakan salah satu indikator penghitungan laju


pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini, nilai hasil bersih asimilasi/Net
Asimilation Rate (NAR) bagi tanaman merupakan salah satu cara untuk
mengevaluasi tingkat efisiensi daun dalam berfotosintesis (Prasetyo,

16
2004).Hasil bersih asimilasi tanaman diasumsikan sebagai berat kering dari
tanaman itu sendiri. Laju asimilasi bersih dapat menggambarkan produksi
bahan kering atau merupakan produksi bahan kering per satuan luas daun
denganasumsi bahan kering tersusun sebagian besar dari CO2(Kastono et
al., 2005).Semakin tinggi nilai NAR, maka dapat disimpulkan bahwa
tingkat efisiensi daun dalam melakukan fotosintesis semakin baik.
Berdasarkan hasil penghitungan NAR tanaman cabai rawit pada tabel 4.2.
dan gambar 4.1., dapat diketahui bahwa pada saat rentang waktu 30-50
HST (NAR30-50) menunjukkan bahwa nilai NAR30-50 adalah 0.00031
mg/cm2/minggu kemudian terjadi penurunan yang sangat drastis di selang
waktu 50-70 HST (NAR50-70 ) sebesar -0.00015mg/cm2/minggu. Hal
tersebut dapat diartikan bahwa terjadi penurunan nilai NAR yang sangat
signifikan yang dapat diasumsikan bahwa tingkat efisiensi daun dalam
melakukan fotosintesis semakin rendah seiring bertambahnya umur
tanaman.
2. Relative Growth Rate (RGR) atau Laju Pertumbuhan Relatif
Laju Pertumbuhan relatif adalah peningkatan berat keringtanaman
dalam suatu interval waktu, erat hubungannya dengan beratawal
tanaman.Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik
yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik, terutama air dan
karbondioksida. Unsur hara yang telah diserap akar memberi kontribusi
terhadap pertambahan berat kering tanaman. Berat kering tanaman
merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari
yang tersedia sepanjang masa pertanaman oleh tajuk tanaman (Kastono, et
al., 2005).
Laju pertumbuhan relatif juga sangat berhubungan dengan laju asimilasi
bersih, dimana semakin tinggi nilai laju asimilasi bersih tanaman maka
kemampuan daun dalam melakukan proses fotosintesis semakin meningkat
yang ditunjukkan dengan peningkatan hasil fotosintesis yang ditunjukkan
dengan peningkatan berat kering atau biomassa. Berat kering tanaman yang
dihasilkan kemudian ditranslokasikan ke seluruh tubuh melalui jaringan

17
floem dan dapat memperbesar organ tanaman lain yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Berdasarkan tabel 4.3. dan gambar 4.2., dapat diihat bahwa pada saat
rentang waktu 30-50 HST (RGR30-50) laju pertumbuhan relatif pada
tanaman cabai rawit adalah 0.031799 g/g/minggu. Kemudian, terjadi
penurunan yang sangat signifikan pada RGR50-70 menjadi -0.01341
g/g/minggu. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa nilai pada laju
pertumbuhan relatif akan berbanding lurus dengan laju asimilasi bersih
suatu tanaman.
3. Leaf Area Ratio (LAR) atau Nisbah Luas Daun
Nisbah luas daun dapat memberikan informasi mengenai informasi
mengenai seberapa tingkat efisiensi suatu daun dalam melakukan intersepsi
cahaya matahari. Dengan kata lain, penentuan luas daun merupakan salah
satu faktor terpenting dalam melakukan intersepsi cahaya (Sitompul, 2017).
Peningkatan luas daun ditentukan oleh peningkatan jumlah daun yang
disebabkan oleh pertambahan umur tanaman dengan kedudukan tidak sama
padatanaman yang menyebabkan penerimaan cahaya antar kedudukan daun
(bawah, tengah, atas) dalam suatu tanaman tidak sama. Biasanya, kuantitas
cahaya yang sampai pada permukaan daun lebih besar di bagian tanaman
paling atas daripada bawah. Nisbah luas daun menunjukkan bahwa
peningkatan luas daun akan berbanding terbalik dengan berat tanaman.
Tanaman dengan jumlah daun yang banyak, dalam hal ini terdapat
penaungan, maka beberapadaun memiliki luas daun yang besar namun
tidak dapat menjalankan tugas dalam melakukan proses fotosintesis karena
intersepsi cahaya yang diterima semakin berkurang sehingga daun tersebut
hanya akan berperan sebagai sink. Dalam hal ini, penaungan yang semakin
besar menunjukkan nisbah luas daun yang semakin rendah.
Nisbah luas daun pada tabel 4.4. dan gambar 4.3. dalam selang waktu
30-50 hari, nisbah luas daun yang diperoleh adalah 104,902m2/g lalu
terjadi penurunan nisbah luas daun pada selang waktu 50-70 HST dengan
nilai 95.28658 m2/g. Berdasarkan data yang telah diuraikan, dapat dilihat

18
bahwa semakin bertambahnya umur tanaman, maka penaungan yang
dimiliki juga semakin banyak sehingga nilai nisbah luas daun semakin
berkurang seiring bertambahnya waktu.Adanya penurunan rasioluas daun
cenderung karena adanya peningkatanjumlahdaun, sehingga terjadi
persaingan antar daun yang membentuk kanopidan saling menaungi.
Persaingan antar daun mengakibatkan adanyapersaingan hasil fotosintesis
dan penerimaan cahaya oleh daun(Rahmawati, 2007).
4. Leaf Weight Ratio (LWR) atau Nisbah Berat Daun
Nisbah berat daun menunjukkan perbandingan (pembagian) antara berat
daun dengan berat tanman. Luas daun tanaman ditentukan oleh seberapa
besar biomassa yang ditranslokasikan ke bagian daun. Proses penuaan yang
terjadi pada tanaman berdampak pada daun yang tidak produktif harus
diganti dengan daun yang baru untuk menghasilkan karbohidrat. Sehingga,
pembagian karbohidrat pada daun sangat menentukan perkembangan
tanaman dalam siklus dan dianggap sebagai investasi modal tanaman pada
bagian tanaman produktif. Setiap tanaman memiliki presentase translokasi
biomassa ke daun yang berbeda selama fase pertumbuhan yang dimiliki.
Pada tanaman cabai rawit, nisbah luas daun dalam rentang waktu 30-50
HST memiliki nilai 0.457516,sementara pada rentang waktu 50-70 HST
nilai nisbah daun menurun menjadi 0.350679.
5. Spesific Leaf Area (SLA) atau Luas Daun Khusus
Luas Daun Khusus (LDK) merupakan nisbah luas daun dan bobotdaun
tanaman. Nilai SLA menggambarkan efisiensi daun untukmembentuk
bobot kering daun dan memberikan petunjuk tentang tebaltipisnya daun
tanaman akibat pengaruh lingkungan (Kadekoh, 2002).Peningkatan nilai
LDK menunjukkan bahwa ketebalan daun pada suatu tanaman semakin
tipis. Daun yang tipis dianggap memiliki kloroplas yang lebih sedikit per
satuan luas daun,sehingga kapasitas intersepsi cahaya dan reduksi CO 2
lebih rendah daripada daun yang tebal. Walaupun, tebal tipisnya daun juga
ditentukan oleh morfologi tanaman serta lingkungan. Tanaman yang
ditempatkan pada daerah ternaung atau jumlah daun yang semakin banyak

19
dalam suatu tanaman menunjukkan peningkatan bahan kering yang
semakin sedikit dan dapat diasumsikan daun semakin tipis, sehingga nilai
SLA yang semakin tinggi.
Nilai SLA untuk tanaman cabai rawit yang diamatipada umur 30 HST,
50 HST, dan 70 HST menunjukkan peningkatan nilai SLA, dimana pada
selang waktu 30-50 HST nilai yang diperoleh sebesar 227,0833yang
kemudian meningkat menjadi 254,8611 dalam selang waktu 50-70 HST.
Penurunan dan peningkatan nilai SLA berhubungan denganperkembangan
luas daun dan translokasi fotosintat ke dalam jaringan-jaringandaun
(Kadekoh, 2002).
6. Spesific Leaf Weight (SLW) atau Berat Daun Khusus
Bobot daun khas (BDK) = specific leaf weight (SLW) adalah bobot
daun tiap satuan luas daun, menggambarkan ketebalan daun (g/m2)
(Fathini, Waluyo, & Handayani, 2014). Berkebalikan dari SLA, nilai SLW
yang tinggi menunjukkan daun semakin tebal. Tanaman cabai rawit yang
diamati menunjukkan nilai 0.004977 g/cm2 pada rentang waktu 30-50 HST.
Kemudian, nilai SLW pada selang waktu 50-70 HST memiliki nilai
0.004076 g/cm2. Hal tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai
SLW pada tanaman cabai rawit. Menurut Rahmawati (2007), pembentukan
bahan kering persatuan luas daun yang dialokasikan ke daun adalah rendah
pada awal pertumbuhan dan kemudian meningkat pada masa pertengahan
pertumbuhan. Berat daun yang tinggi pada awal pertumbuhan tanaman
disebabkan oleh penyediaan substrat (karbohidrat) yang lebih tinggi dari
laju penggunaannya untuk pembentukan luas daun.
7. Crop Growth Rate (CGR) atau Laju Pertumbuhan Tanaman
Laju pertumbuhan tanaman merupakan bertambahnya berat dalam
suatu komunitas tanaman per satuan luas tanah dalam satuan waktu,
digunakan secara luas dalam analisis pertumbuhan tanaman yang ada di
lapangan. Semakin bertambahnya umur tanaman maka nilai CGR semakin
besar dan lambat laun akan menurun seiring masuknya tanaman dalam
fase generative dan menuju penuaan tanaman.

20
Data pada tabel 4.8. dan gambar 4.7. menunjukkan nilai 0.0004
g/cm2.minggu pada selang waktu 30-50 HST (CGR30-50) kemudian terjadi
penurunan nilai pada selang waktu 50-70 HST (CGR50-70) sebesar 0.0002
g/cm2.minggu.
8. Lama Luas Daun (Leaf Area Duration)
Lamanya luas daun (leaf area duration = LAD) menunjukkan
besarnya dan lamanya suatu daun bertahan atau masa berdaun selama
periode pertumbuhan tanaman budidaya (Gardner et al., 1991). Dalam hal
ini, penghitungan lama luas daun merupakan rerata luas daun dalam selang
waktu tertentu dibagi dengan selang waktu.
Berdasarkan tabel 4.9. dan gambar 4.8., terjadi peningkatan nilai
lama luas daun pada umur 30 HST, 50 HST, 70 HST. Dimana, pada selang
waktu 30-50 HST, nilai lama luas daun menunjukkan sebesar 3033.333
dan kemudian memiliki nilai sebesar 3050 pada selang waktu 50-70 HST.
Dalam hal ini,terjadi peningkatan nilai lama luas daun. Semakin tinggi
nilai luas daun, maka lama luas daun yang bertahan pada kedudukan daun
yang berarti proses fotosintesis yang dilakukan semakin lama dalam
proses budidaya.
9. Lamanya Biomassa
Biomassa tanaman merupakan suatu bahan hidup yang dihasilkan
oleh tanaman melalui reaksi-reaksi biokimia yang bebas dari pengaruh
gravitasi (Sitompul dan Guritno, 1995). Pengukuran lamanya biomassa
tanaman mencerminkan seberapa besar tanaman mampu menghasilkan
bahan hidup selama waktu hidupnya.
Nilai lamanya biomassa tanaman cabai rawit pada umur 30 HST, 50
HST, dan 70 HST terjadi peningkatan nilai. Pada selang waktu 30-50 HST
nilai yang dimiliki oleh lamanya biomassa adalah 26 dan terjadi
peningkatan nilai sebesar 30 dalam selang waktu 50-70 HST.
Peningkatan lamanya luas daun menunjukkan kedudukan daun
pada tanaman semakin lama sehingga menghasilkan biomassa yang
optimum selama hidupnya. Menurut Imana (2007) bahwa semakin lama

21
daun bertahan dalam suatu tanaman maka kesempatan untuk
mengintersepsi cahaya selama proses fotosintesis semakin besar yang
akhirnya akan meningkatkan biomassa tanaman dan keberadaan biomassa
pada daun juga semakin lama dalam budidaya.

Tanaman cabai rawit memiliki sampel umur 30 HST, 50 HST, 70 HST.


Dalam artian, rentang waktu yang dimiliki adalah 20 hari. Berdasarkan fenomena
biologi yang dimiliki, dalam selang waktu 20 hari tanaman cabai biasanya tidak
cukup mampu menunjukkan laju pertumbuhan tanaman yang mengalami
penurunan yang signifikan. Pada umur 70 HST tanaman masih dalam fase
vegetatif yang seharusnya masih menunjukkan peningkatan yang signifikan sesuai
kurva signoid. Berdasarkan hasil pengamatan, tanaman cabai rawit berumur 70
HST justru mengalami penurunan yang signifikan, baik dalam indikator
NAR,RGR,SLW, CGR.

Fenomena yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal. Penyebab yang


pertama adalah pengambilan sampel tanaman pada umur yang berbeda tidak
berasal dari lahan yang sama terutama pada umur 70 HST, sehingga tidak bisa
diketahui kebenaran umur pada tanaman cabai rawit. Umur yang tidak diketahui
menyebabkan kebenaran analisis pertumbuhan tanaman tidak sesuai dengan kurva
signoid. Selain itu, perawatan tanaman cabai rawit yang tidak intensif juga
mendukung ketidaksesuaian pertumbuhan tanaman. Hal lain yang menyebabkan
laju pertumbuhan tidak mengikuti kurva signoid adalah diduga varietas tanaman
yang diambil berbeda, sehingga terjadi ketidakseragaman dalam laju
pertumbuhan.

22
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang sudah di laksanakan dapat di simpulkan


sebagai berikut. Analisis pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengikuti
dinamika fotosintesis yang di ukur oleh produksi bahan kering. Laju
pertumbuhan tanaman merupakan kemampuan tanaman menghasilkan bahan
kering hasil asimilasi tiap satuan waktu, Laju asimilasi bersih/netto
merupakan kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil asimilasi
tiap satuan luas daun tiap satuan waktu. Dan semakin lama daun cabai
bertahan dalam suatu tanaman maka kesempatan untuk mengintersepsi
cahaya selama proses fotosintesis semakin besar yang akhirnya akan
meningkatkan biomassa tanaman. Tanaman cabai yang telah kami amati
dengan rentang waktu 20 hari tidak mampu menunjukan proses laju
pertumbuhan yang akurat dan tanaman cabai rawit berumur 70 HST justru
mengalami penurunan yang signifikan, baik dalam indikator
NAR,RGR,SLW, CGR.

B. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah kami laksanakan dengan mengamati
tanaman cabai rawit dari umur 30,50 dan 70 HST kami dapat menyarankan
yaitu supaya pada pengambilan sampel tanaman sebaiknya lebih konsisten
agar nantinya pengamatan yang di lakukan mendapatkan hasil data yang lebih
tepat dan akurat serta meningkatkan kinerja anggota kelompok supaya turut
andil dan aktif pada kegiatan apapun dalam praktikum dan apabila ada salah
satu anggota kelompok yang kurang memahami materi sebaiknya anggota
yang memahami lebih isi materi praktikum supaya menjelaskan kepada
anggota yang kurang memahami isi materi agar materi praktikum dapat
tersalurkan secara mereta tanpa ada yang tidak memahami isi materi praktiku

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. “Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Cabai Rawit”. Diunduh pada
[https://agroteknologi.id/klasifikasi-dan-morfologi-tanaman-cabai-rawit/]
tanggal 19 Mei 2019
Adini, Kartika. 2013. “Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Cabai”.
Diunduh pada [http://kartikaadini.blogspot.com/2013/12/fase-
pertumbuhan-dan-perkembangan.html] tanggal 18 Mei 2019
Agustina, Widodo, Hidayah. 2014. “Analisis Fenetik Kultivar Cabai Besar
Capsicum annuum L. dan Cabai Kecil Capsicum frutescens L.”. Scripta
Biologica,Vol. 1 (1), 117-125.
Briantika Louise, Apriliane. 2016. “Evaluasi Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Hortikultura”. Laporan Praktikum. Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Indrawati. 2015. “Analisis Pertumbuhan Tanaman Pangan.” Makalah. Fakultas
Matematika dan IPA Universitas Gorontalo. Gorontalo
Lakitan. 2011. “ Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan”. RajaGrafindo Persada:
Jakarta
Sitompul, SM. 2017. “Analisis Pertumbuhan Tanaman”. Malang: UB Press
Wikipedia. 2018. “Pertumbuhan Tanaman”. Diunduh pada www.wikipedia.com
tanggal 27 Mei 2019.
Wulansari, F.C. 2008. “Analisis Pertumbuhan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dan
Tanaman Nanas (Ananas comosus L.) dalam Sistem Tumpang sari”.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai