Anda di halaman 1dari 5

TUGAS TEORI KOMUNIKASI

“Analisis Groupthink”

DISUSUN OLEH :

Winda Oktariana – 2017130044

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


JAKARTA
2019
CONTOH KASUS :

Kasus mobil nasional “TIMOR”


Keinginan Soeharto mewujudkan produksi dan pemasaran Mobil Nasional
(Mobnas), untuk swadaya kendaraan dalam negeri membuahkan instruksi
presiden (inpres) No. 2/ 1996. Isinya memerintahkan kepada menteri perindustrian
dan perdagangan, menteri keuangan, dan menteri negara penggerak dana
investasi/ ketua badan koordinasi, untuk “melicinkan” proses kelahiran mobnas
yang memiliki unsure mengenakan merek sendiri, serta diproduksi dan
menggunakan komponen dalam negeri.
Seluruh proyek ini dilimpahkan kepada putera Soeharto, Hutomo Mandala
Putra (Tommy Soeharto) yang akhirnya mendirikan PT Timur Putra Nasional
(TPN) sebagai produsen pembuat mobnas secara massal. Sontak, mobnas jadi
“anak emas” di industry otomotif nasional.
Isu kebijakan mobnas membuat perusahaan otomotif lain yang punya izin
jualan di Indonesia merongrong. Pasalnya, selain TPN semua produsen wajib
membayar pajak 100 persen. Masih ada lagi, label harga Timor di pasaran jauh di
bawah harga “normal” sedan sekelasnya. Tidak hanya itu, kekhawatiran juga
timbul sebab diprediksi pemasaran mobnas bisa saja meraup pasar model lain.
Kelompok produsen asal Amerika Serikat memutuskan untuk menunda
investasi. General Motors mengatakan aliran dana untuk pembangunan pabrik
sebesar 110 juta dollar dihentikan dan Chrysler membatalkan rencana investasi
150 juta dollar buat produksi sedan Neon setelah sebelumnya telah menghasilkan
Jeep, Cherokee, dan Wrangler. Namun yang paling “membara”, Jepang. Toyota
sebagai perwakilan “negeri samurai” sekaligus pemimpin pasar di Indonesia
dirasa tersisihkan dari program mobnas. Perundingan Indonesia-Jepang telah
dilakukan, namun selalu tanpa mufakat.
Akhirnya, didukung Uni Eropa, Jepang membawa masalah ini sampai ke
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Indonesia dituduh melanggar beberapa
poin pada ketentuan General Agreements of Tariff and Trade (GATT). Cara ini
bisa dilakukan sebab Indonesia terikat setelah menjadi anggota WTO sejak 1
Januari 1995.
Pada 22 April 1998, badan penyelesaian sengketa (Dispute Settlement
Body) WTO memutuskan program mobnas melanggar asas perdagangan bebas
dunia, dampaknya harus segera ditutup.

ANALISIS :
 Ada 3 kondisi yang mendorong terjadinya groupthink :
1. Kohesivitas yang tinggi dari kelompok pengambil keputusan : Dalam
kasus mobnas ini adalah Soeharto. Pemimpin tertinggi Republik Indonesia era
orde baru yang berkeinginan mewujudkan mobnas dan memasukannya di
Indonesia
2. Karateristik structural spesifik dari lingkungan dimana kelompok ini
bekerja : Dalam kasus ini, dalam era orde baru, Soeharto merupakan pemimpin
yang sangat disegani sehingga seluruh pengikutnya selalu mematuhi apa saja yang
diperintahkannya. Tak terkecuali dalam kasus mobnas ini. Seluruh pembantu
presiden, seperti menteri, dirjen ataupun tim teknis mungkin tidak memiliki
pendapat lain untuk tidak menjalankan perintah presiden tersebut. Dengan
demikian groupthink sudah ditandai dengan adanya kesalahan struktur organisasi
yang tidak ideal. Presiden menjadi penentu utama, sedangkan para pengikutnya
hanya menjalankan keputusan yang ditetapkan presiden.
3. Karateristik internal dan eksternal yang dapat menimbulkan tekanan,
dari situasi yang ada : Dalam kasus ini, menurut saya lahirnya mobnas tidak
terlepas dari adanya pengaruh eksternal diluar istana. Pengaruh tersebut terutama
berasal dari keluarga yang notabene nya memiliki background pebisnis. Sebut saja
Tommy Soeharto yang memang akhirnya dilimpahi wewenang mengelola mobnas
ini. Adanya keputusan mobnas ini jika dilihat secara mendalam tentu akan
berimbas pada munculnya bisnis mobil nasional, yang tentu saja akan
menguntungkan keluarga tersebut. Terlebih lagi adanya hak istimewa atas mobnas
ini yang membebaskan pajak impor barang mewah, sementara produk mobil
lainnya harus membayar 100% pajak impor tersebut. Adanya provokatif dari
keluarga tersebut inilah yang kemungkinan besar menyebabkan adanya keputusan
mobnas ini, yang mungkin tidak memikirkan efek lainnya, dan hanya focus pada
bisnis.

 Gejala groupthink
1. Penilaian berlebihan akan kelompok : Dalam kasus ini, Soeharto dapat
dengan mudah memutuskan untuk mengadakan mobnas. Dia merasa bahwa
keputusan yang diambil bersama para pembantunya yang selalu nurut akan selalu
berhasil karena saat itu dialah pemimpin tertingginy, yang ditakuti dan disegani.
Namun dia lupa bahwa atas keputusannya tersebut, banyak pihak yang dirugikan.
Mereka percaya diri bahwa mobnas ini akan sukses di pasaran dan membuat
rakyat Indonesia bisa memiliki mobil dengan murah.

2. Ketertutupan pikiran : Adanya pendapat lain atas kemungkinan


gagalnya mobnas pasti akan tertutupi oleh kekuasaan yang sudah ditanamkan
Soeharto kepada para pengikutnya. Dengan demikian akan terjadi rasionalisasi
kolektif dalam group tersebut bahwa keputusan ini adalah keputusan yang benar.
Sehingga seluruh kementerian harus mendukung program ini dan harus ikut
mempromosikannya. Tertutupnya pendapat lain dari berbagai pihak bisa
berdampak pada seluruh jajaran pemerintahan yang mau tidak mau harus
mensukseskan program mobnas ini.

3. Tekanan untuk mencapai keseragaman : Adanya kekuatan yang dimiliki


Soeharto dan keluarga pebisnis mau tidak mau akan memberikan sebuah tekanan
dalam pengambilan keputusan mobnas tersebut. Apa yang telah direncanakan
keluarga pebisnis tersebut harus bisa direlisasikan di Indonesia. Apabila ada yang
tidak setuju, tekanan terhadap para penentang akan diterapkan. Sensor diri pun
berlaku dan tentu saja hasilnya langsung disetujui oleh seluruh jajaran
kementerian. Dampaknya memang dalam pengambilan keputusan kelompok
tersebut, bisa dipastikan bahwa seluruh menteri sudah tunduk kepada Soeharto
karena adanya tekanan yang tinggi atas seluruh kebijakan yang diputuskan
Soeharto.

 Cara mencegah groupthink :


1. Pemimpin kelompok menangguhkan penilaiannya. Dalam hal ini
apabila Soeharto tidak memaksakan kehendaknya agar mobnas ini harus
terlaksana, mungkin saja hasil survey kelayakan mobnas akan berbeda dan
kebijakan yang cacat bisa dihindari.
2.Mendorong munculnya berbagai kritik atas program atau keputusan yang
diusulkan. Dalam era orde baru seperti diketahui kritik terhadap pemerintah jarang
terlihat. Hal ini karena superioritas Soeharto sehingga keputusan program mobnas
ini dengan mudah terlaksana
3. Mengundang ahli-ahli dari kelompok luar. Hal ini jelas tidak dilakukan
oleh Soeharto, karena mereka cenderung akan menyingkirkan orang yang berbeda
pendapat.
4. Kelompok harus membuat keputusan secara bertahap bukan sekaligus.
Disini Soeharto langsung menetapkan program mobnas harus berjalan cepat.
Bahkan ditambah lagi adanya instruksi presiden tentang pembebasan pajak impor
mobnas tersebut

Anda mungkin juga menyukai