Oleh:
Ida Ayu Komang Arniati
Universitas Hindu Indonesia, Denpasar
idaayuarniati@yahoo.com
Abstract
Two regulations have concerned the sacred site of Uluwatu Temple, namely, first, the Bali provin-
cial government regulation number 16 of 2009 about the space arrangement plan of the Bali provin-
cial area in the year of 2009-2029 which accommodates the Bhisama (consensus) about the sacred-
ness of the temple. Second, the traditional law by Desa Adat Pecatu has also regulated alas kekeran
or karang kekeran. There seems to be a contradiction between these two regulations. While, the ear-
lier, the provincial government regulation of Bali 2009-2029, regulates the radius of the sacred area
for about apeleneng agung ‘five kilometers’, the later, the traditional law issued by Desa Adat Pe-
catu, regulates the alas kekeran or the karang kekeran with the radius of less than one kilometers.
Abstrak
Ada dua jenis pengaturan mengenai Kawasan Tempat Suci Pura Uluwatu pertama, Peraturan Dae-
rah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun
2009-2029 yang di dalamnya memuat Bhisama Kesucian Pura, dan yang kedua, hukum adat Desa
Adat Pecatu yang memuat alas kekeran atau karang kekeran. Di antara kedua pengaturan tersebut
terjadi kontradiksi, yakni Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 yang memuat Bhisama Kesucian Pura mengatur
radius tempat suci adalah apeneleng agung yakni lima kilometer, sedangkan hukum adat Desa Adat
Pecatu memuat alas kekeran atau karang kekeran dengan radius kurang dari satu kilometer.
DHARMASMRTI
100
Vol. XIII Nomor 26 Oktober 2015 : 1 - 135
sekala (nyata). Menjaga kesucian pura secara tah Provinsi Bali dan Parisada) menginginkan
sekala disebut marerisak dan menjaga kesucian agar Kawasan Tempat Suci Pura Uluwatu yang
pura secara niskala disebut mareresik. Mareri- radiusnya apeneleng agung minimal lima kilo-
sak berarti pura harus selalu bersih, baik hala- meter dari sisi luar tembok pura dilaksanakan.
man, tembok penyengker, pemedalan (pintu ke Kelompok penolak (krama Desa Adat Pecatu)
luar pura), maupun bangunan-bangunan yang menginginkan agar radius Kawasan Tempat Su-
ada di pura, termasuk pula ditanami bunga yang ci Pura Uluwatu adalah alas kekeran dengan ja-
biasa dipakai untuk banten (upakara) dalam rak kurang dari satu kilometer. Bertitik tolak
persembahyangan. Mareresik berarti menjaga dari penjelasan yang disampaikan di atas, pada
kesucian pura dengan melakukan upaya-upaya: kesempatan ini dilakukan penelitian dalam ben-
upacara rerahinan, menaati ketentuan larangan tuk disertasi dengan judul ”Bhisama Parisada
masuk pura, menaati ketentuan larangan tentang Kesucian Pura: Pergulatan Interpretasi
melakukan kegiatan yang tidak boleh dilakukan atas Kawasan Tempat Suci Pura Uluwatu”.
di pura, melaksanakan pujawali secara periodik,
melaksanakan upacara secara insidental 1.2 Rumusan Masalah
(padgatakala), mengadakan upacara pemarisud- Rumusan masalah yang diajukan dalam
ha bila pura kesepungan, yakni ternoda karena penelitian ini sebagai berikut:
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan kesu- (1) Mengapa terjadi pergulatan interpretasi
cian pura maupun karena bencana alam (Ditjen Bhisama Parisada atas Kawasan Tempat
Bimas Hindu Departemen Agama, 2009: 15-17). Suci Pura Uluwatu?
Pura sebaiknya dijaga kesuciannya dan lem- (2) Bagaimanakah proses terjadinya pergu-
baga tertinggi umat Hindu yaitu Parisada mene- latan interpretasi Bhisama Parisada atas
tapkan Bhisama tentang Kesucian Pura sebagai Kawasan Tempat Suci Pura Uluwatu?
upaya untuk mempertahankan kesucian pura (3) Apa implikasi pergulatan interpretasi
dengan cara mengatur bangunan-bangunan Bhisama Parisada terhadap kehidupan aga-
yang bersifat profane di kawasan pura. ma, sosial budaya Desa Adat Pecatu?
Bhisama Parisada tentang Kesucian Pura
yang ditetapkan dengan Keputusan Parisada 1.3. Landasan Teori
Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor 11/Kep/ 2.3.1 Teori Fenomenologi
I/PHDIP/1994 ditetapkannya bhisama ini den- Teori fenomenologidari Alfred Scultz menye-
gan pertimbangan “demi terjaminnya kesucian butkan menggambarkan dan memahami prilaku
pura dengan kawasan sucinya di satu pihak dan seseorang atau kolektivitas untuk mengetahui
tetap berlangsungnya pembangunan nasional pandangan-pandangan, pengetahuan, nilai-nilai
dan daerah di lain pihak” (bagian “Menimbang” yang dijadikan pedoman pembimbing oleh ses-
Keputusan Parisada Pusat 11/1994). Isi Bhisa- eorang atau suatu kolektivitas dalam mewujud-
ma Parisada tentang Kesucian Pura; apeneleng, kan perilaku atau tindakannya. Teori fenome-
apenimpug atau apenyengker. Apeneleng agung nologi yang digunakan dalam penelitian adalah
untuk pura Sad Kahyangan, apeneleng alit untuk untuk mengungkap pergulatan interpretasi atas
pura Dang Kahyangan dan apenimpug atau ape- Kawasan Tempat Suci Pura Uluwatu, tidak han-
nyengker untuk Kahyangan Tiga, dan pura lain- ya hendak melihat apa yang tampak dipermu-
nya. Isi Bhisama Parisada tentang Kesucian Pura kaan, akan tetapi lebih pada pemahaman men-
selanjutnya dituangkan dalam Perda RTRW gapa terjadi pergulatan interpretasi tersebut.
Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009.
Pura Uluwatu berstatus sebagai pura Sad Ka- 1.3.2. Teori Konflik
hyangan, dalam konteks Bhisama Kesucian Pu- Konflik merupakan pertentangan atau per-
ra, Kawasan Tempat Suci Pura Uluwatu radius- bedaan pendapat dua orang atau kelompok
nyaapeneleng agung, sebagaimana telah ditu- (Rauf, 2000: 2). Dalam penelitian ini ditunjuk-
angkan dalam Perda RTRW Provinsi Bali kan perbedaan pendapat antara kelompok pen-
16/2009, yang pada akhirnya menimbulkan dukung Bhisama Kesucian Pura adalah Pemer-
pergulatan interpretasi.Pergulatan interpretasi intah Provinsi dan Parisada sedangkan kelom-
terjadi antara kelompok pendukung dan kelom- pok penolak adalah krama Desa adat Pecatu.
pok penolak. Kelompok pendukung (pemerin- Konflik berlangsung antar individu, kelom-
DHARMASMRTI
102
Vol. XIII Nomor 26 Oktober 2015 : 1 - 135
dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat Pesa- Desa Adat Pecatu. Kelompok yang menolak
muhan Agung selanjutnya dibicarakan melalui Bhisama Kesucian Pura adalah dari krama Desa
Samuhan Sabha Walaka. Setelah melalui Pesa- Adat Pecatu, Ketua BPD Desa Adat Pecatu Ketut
muhan Agung dan Samuan Sabha Walaka maka Murdaya, Wakil BPD Desa Adat Pecatu Wijana,
keputusan dilanjutkan dalam Pesamuhan Sabha Kelihan Desa Adat Pecatu Wayan Rebong, Ketua
Pandita. Keputusan Sabha Pandita ini yang LPM Desa Adat Pecatu, Made Karyana, Perbekel
nantinya dibawa ke dalam Mahasabha, dan Desa Pecatu. Sedangkan kelompok yang mendu-
ketetapan inilah sebagai ketetapan Bhisama kung Bhisama Kesucian Pura bahwa radius Pura
Parisada. Seperti Bhisama Parisada tentang ke- Uluwatu adalah apeneleng agung, dengan jarak
sucian Pura. Bhisama Kesucian Pura yang lima kilometer dari sisi luar tembok pura. Ke-
ditetapkan bersifat mengikat untuk dijadikan lompok pendukung Bhisama Kesucian Pura
pedoman pengamalan bagi umat Hindu. yang terdiri dari: Pemerintah Provinsi Bali dan
Dikatakan mengikat karena Bhisama ini ditu- Parisada serta elemen masyarakat lain.
angkan dalam Perda RTRW Provinsi Bali Faktor penyebab terjadinya perbedaan per-
16/2009. Isinya: (a) Dalam kitab suci Weda sepsi Bhisama Parisada tentang Kesucian Pura
telah diuraikan tentang apa yang disebut den- adalah faktor ideologi, faktor hukum dan faktor
gan tempat-tempat suci dan kawasan suci gu- faktor ekonomi.
nung, danau, campuan (pertemuan dua sungai (a) Faktor Ideologi.
atau lebih), pantai, laut dan sebagainya diyakini Di balik pengaturan Bhisama Kesucian
memiliki nilai-nilai kesucian. Oleh karena itu Pura maupun yang mendukung penera-
Pura dan tempat-tempat suci umumnya didiri- pan Bhisama Kesucian Pura pada Ka-
kan di tempat tersebut, karena di tempat terse- wasan Tempat Suci Pura Uluwatu adalah
but orang-orang suci dan umat Hindu mendapat- ideologi Tri Hita Karana, untuk memeli-
kan pikiran-pikiran suci; (b) Pura-Pura Sad hara keseimbangan antara pembangu-
Khayangan, Dang Khayangan, Khayangan Tiga, nan dengan tempat suci untuk menjaga
dan pura lainnya. Tempat-tempat suci tersebut keserasian dan keseimbangan. Sedang-
memiliki radius kesucian yang disebut daerah kan dari sisi pendukung penerapan
kekeran dengan ukuran Apeneleng, Apenimpug, Bhisama Kesucian Pura pada Kawasan
atau Apenyengker; (c) Pura Sad Khayangan Tempat Suci Pura Uluwatu disesuaikan
dipakai ukuran Apeneleng Agung minimal, 5 km dengan alas kekeran atau karang keker-
(dari sisi luar tembok pura), untuk Pura Dang an Desa Adat Pecatu. Ideologi yang ada
Khayangan dipakai ukuran Apeneleng Alit 2 km di balik alas/karang kekeran dari Desa
(dari sisi luar tembok pura), dan untuk Khayan- Adat Pecatu adalah ideologi berdasar-
gan Tiga atau pura lainnya dipakai ukuran Apen- kan desa kala patra yaitu sesuaikan den-
impug atau Apenyengker. gan tempat, waktu dan keadaan yang
Di daerah radius kesucian pura hanya boleh ada di Desa Adat Pecatu.
ada bangunan yang terkait dengan kehidupan (b) Faktor Hukum.
keagamaan Hindu, misalnya didirikan Dharma- Penyebab terjadinya pergulatan inter-
sala, Pesraman dan lain-lain. Umat Hindu pretasi adalahdari Desa Adat Pecatu me-
mendapatkan kemudahan untuk melakukan ke- miliki awig-awig Palet 5 Indik Druen De-
giatan keagamaan (misalnya Tirta Yatra, Dhar- sa, Pawos 27 kaping 5 dan kaping 6 yang
ma Wacana, Dharma Githa, Dharma Sedana dan disebut dengan ‘Awig-awig Desa Adat
lain-lain) (Parisada Pusat, 1994). Isi Bhisama Pecatu atau termasuk Hukum Adat. Isi
inilah yang dituangkan dalam Perda RTRW awig-awig bahwa “tanah kekeran, yaitu
Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 dan men- ladang yang tidak dimiliki oleh warga
jadi pergulatan interpretasi. desa, hanya boleh diperuntukkan untuk
Perbedaan persepsi terhadap Bhisama Pari- Desa Adat yaitu kesucian alam lingkun-
sada tentang kesucian pura menyebabkan ada gan Pura Uluwatu (palet 5). Semua tanah
yang mendukung dan ada yang menolaknya. Ke- kekeran yang disebutkan mengukuhkan
lompok yang menolak bahwa radius Pura Ulu- kesucian dan keangkeran pura tidak bo-
watu dengan alas kekeran atau karang kekeran leh digarap menjadi kebun dan diban-
yang sudah dimiliki turun temurun oleh krama gun, hanya boleh ditanamai pohon pen-
DHARMASMRTI
104
Vol. XIII Nomor 26 Oktober 2015 : 1 - 135
an sebagai radius Kawasan Tempat Suci Pura atau berkurangnya nilai tanah yang secara tu-
Uluwatu. run temurun dan dengan usaha dan pengorban-
Alaskekeran atau karang kekeran yang telah an yang tidak sedikit.Atas gugatan tersebut, MA
memberikan rasa keadilan dan perlindungan RI menolak gugatan pemohon yang dituangkan
pada karma Desa Adat Pecatu di sekitar pura se- dalam Putusan MARI Nomor 30 P/HUM/2010,
hingga tetap dapat menggunakan tanahnya un- Putusan MA RI Nomor 32 P/HUM/2010 dan No-
tuk berusaha termasuk di sektor pariwisata. Na- mor 65 P/HUM/2013.
mun begitu dituangkan Bhisama Kesucian Pura Dengan amar putusan Nomor 32 P/
dalam Perda RTRW Provinsi Bali 16/2009, rasa HUM/2010, MA menetapkan: menolak permo-
keadilan dan ketenangan masyarakat terganggu. honan keberatan Hak Uji Materiil dari pemohon.
Perda RTRW Provinsi Bali 16/2009 mengatur MA RI berpendapat, bahwa norma Perda Nomor
mengenai radius kawasan suci pura yang sangat 16 Tahun 2009 ProvinsiBali tidak bertentangan
jauh melebihi kawasan suci pura yang selama dengan peraturan perundangan-undangan yang
ini diakui secara turun temurun oleh karma De- lebih tinggi.
sa Adat Pecatu. Proses akhir pergulatan interpretasi dan tin-
Unjuk rasa berbagai komponen terjadi pros- dak lanjut terhadap bangunan sebelum dan ses-
es perkembangan pergulatan interpretasi. Kra- udah adanya keputusan MA adalahkrama Desa
ma Desa Adat Pecatu berunjuk rasa ke Dewan Adat Pecatu membangun restoran, rumah dan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali warung atas nama Jero Mangku Sutika dan I
dan Parisada Bali yang menuntut pengurangan Made Darna. Posisi Bhisama Parisada tentang
atau revisi (perubahan) agar radius kesucian Kesucian Pura yang telah dituangkan dalam Per-
Pura Uluwatu disesuaikan dengan alas kekeran da RTRW Provinsi Bali 16/2009, dalam posisi ti-
dengan ukuran kurang dari satu kilometer. Usu- dak efektifan atau kesulitan untuk menegakkan-
lan perubahan atau revisi tersebut mendapat nya. Kondisi ini mengindikasikan adanya perla-
tantangan dari: Tim Penegak Bhisama Kawasan wanan diam dari krama Desa Adat Pecatu.
Suci (TPBKS), Forum Masyarakat Peduli Kesu- Kondisi ini tidak terlepas dari konteks kelahi-
cian Pura (FMPKP), yang dimotori Si Ketut Man- ran Bhisama Parisada tentang kesucian pura
diranatha, Forum Masyarakat Penyungsung Pu- maupun Perda RTRW Provinsi Bali 2009 yang
ra dan Pemangku Forum Peduli Bali, Aliansi mengadopsi Bhisama Parisada tentang Kesucian
Bakti Pertiwi, Walhi Bali, Ketua Dharma Adyak- Pura tersebut sesuai dengan teori Sally Falk
sa Parisada Pusat Ida Pedanda Sebali Tianyar Moore menyimpulkan, bahwa lingkungan sosial
Arimbawa, Ketua MUDP Jero Gde Suwena Upad- semi-otonom dapat mendorong masyarakat
hesa, dan Anggota DPD Wayan Sudirtha. Isi tan- menaati suatu aturan yang lingkungannya lebih
tangan, Bhisama jangan mau diubah dan jangan luas atau dapat mendorong masyarakat menen-
mau dikalahkan oleh awig-awig Desa Adat Pe- tangnya. Dalam konteks ini alas kekeran atau ka-
catu. Kalau Bhisama dilemahkan akan meng- rang kekeran sesuai tradisi dan awig-awig Desa
hilangkan kesucian pura dan keajekan pura. Adat Pecatu menyebabkan Bhisama Parisada
Proses akhir terjadainya pergulatan inter- tentang Kesucian Pura yang dituangkan dalam
pretasi karena tidak ada kesepakatan maka lima Perda RTRW Provinsi Bali 16/2009 tidak efektif
karma Desa Adat Pecatu dan Kesatuan Hukum pelaksanaannya di Desa adat Pecatu. Sedangkan
Adat Desa Pecatu mengajukan keberatan hak uji tindak lanjut terhadap bangunan setelah adanya
materiil ke MA RI,dengan alasan: (a) Selaku pe- keputusan dari MA bangunan rumah tetap
milik tanah yang berada dalam Kawasan Tempat berdiri, namun bangunan hotel, vila, dan kara-
Suci Pura Uluwatu tidak dapat menggunakan ta- oke yang berhubungan paraiwisata tidak ada.
nah miliknya untuk melaksanakan kegiatan usa-
ha, khususnya kegiatan usaha penyedia prasara- 2.4. Implikasi Pergulatan Interpretasi
na pariwisata seperti villa, homestay, hotel, cafe, Terhadap Kehidupan Agama, Sosial dan Bu-
karaoke dan usaha spa yang merupakan keg- daya Desa Adat Pecatu:
iatan usaha utama di wilayah Desa Adat Pecatu, Implikasi terhadap kehidupan agama Desa
sebagai daerah pariwisata; (b) Hilangnya kes- Adat Pecatu, dapat ditinjau dari Tiga Kerangka
empatan untuk mencari penghasilan bagi kelu- Dasar Agama Hindu, yaitu Tattwa, merupakan
arga di atas tanah yang dimilikiserta hilangnya uraian filosofis tentang ajaran Agama Hindu
DHARMASMRTI
106
Vol. XIII Nomor 26 Oktober 2015 : 1 - 135
Desa Adat Pecatu adalah bahwa membangun di III. PENUTUP
radius Perda RTRW Provinsi Bali 16/2009 tidak
dibenarkan, tetapi sesuai alas kekeran atau ka- 3.1.Simpulan
rang kekeran dibenarkan, warung dan tempat Berdasarkan kajian akademis yang dilakukan
tinggal Jero Made Sutika. Ketiga,wujud fisik ke- terhadap masalah penelitian Bhisama Parisada
budayaan merupakan seluruh total hasil fisik Tentang Kesucian Pura: Pergulatan Interpretasi
dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua ma- atas Kawasan Tempat Suci Pura Uluwatu dapat
nusia dalam masyarakat sehingga sifatnya pal- disimpulkan sebagai berikut.
ing konkret dan berupa benda-benda atau hal- Terjadinya pergulatan interpretasi
hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Im- Bhisama Parisada atas Kawasan Tempat Suci
plikasi pergulatan interpretasi Bhisama Kesu- Pura Uluwatu disebabkan oleh beberapa faktor
cian Pura terhadap kehidupan sosial budaya yaitufaktor ideologi, faktor hukum, dan faktor
dalam wujud fisik Desa Adat Pecatu adalahbah- ekonomi, dan dapat dijabarkan:
wa bangunan yang tidak berdasarkan Perda (a) Faktor ideologi, adanya pergulatan in-
RTRW Provinsi Bali 16/2009, tetapi sesuai den- terpretasi dari segi ideologi antara pen-
gan alas kekeran atau karang kekeran diwujud- dukung Peraturan Daerah Provinsi Bali
kan dalam bentuk fisik, yaitu bangunan restoran, Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana
warung dan tempat tinggal I Made Darna. Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun
2009-2029 dengan pendukung Awig-
2.6.Temuan awig Desa Adat Pecatu terhadap radius
Ada dua jenis pengaturan mengenai Kawasan Kawasan Tempat Suci Pura Uluwatu.
Tempat Suci Pura Uluwatu pertama, Peraturan Pendukung Peraturan Daerah Provinsi
Daerah Provinsi BaliNomor 16 Tahun 2009 Ten- Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ren-
tang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali cana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali
Tahun 2009-2029 yang di dalamnya memuat Tahun 2009-2029 berpegang pada ide-
Bhisama Kesucian Pura, dan yang kedua, hukum ologi Tri Hita Karana, sedangkan pendu-
adat Desa Adat Pecatu yang memuat alas keker- kung Awig-awig Desa Adat Pecatu ber-
an atau karang kekeran. Di antara kedua pen- pegang pada ideologi Desa Kala Patra;
gaturan tersebut terjadi kontradiksi, yakni Per- (b) Faktor hukum, terdapat perbedaan
aturan Daerah Provinsi BaliNomor 16 Tahun pendapat antara pendukung Peraturan
2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Provinsi BaliNomor 16 Tahun
Provinsi Bali Tahun 2009-2029yang memuat 2009 Tentang Rencana Tata Ruang
Bhisama Kesucian Pura mengatur radius tempat Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029
suci adalah apeneleng agung yakni lima kilome- dengan pendukung Awig-awig Desa
ter, sedangkan hukum adat Desa Adat Pecatu Adat Pecatu. Pendukung Peraturan Dae-
memuat alas kekeran atau karang kekeran den- rah Provinsi BaliNomor 16 Tahun 2009
gan radius kurang dari satu kilometer. Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Krama Desa Adat Pecatu tetap menggunakan Provinsi Bali Tahun 2009-2029 ber-
alas kekeran atau karang kekeran dan tidak pendapat, radius Kawasan Tempat Suci
menggunakan Bhisama Kesucian Pura untuk Pura Uluwatu adalah apeneleng agung
menentukan radius Kawasan Tempat Suci Pura yakni lima kilometer dari sisi luar peny-
Uluwatu. Kondisi ini menempatkan hukum adat engker pura, sedangkan pendukung
pada posisi menghambat berlakunya Peraturan Awig-awig Desa Adat Pecatu ber-
Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Ten- pendapat, radius Kawasan Tempat Suci
tang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Pura Uluwatu adalah alas kekeran atau
Tahun 2009-2029. Ini sejalan dengan teori Sally karang kekeran dengan radius kurang
Falk Moore tentang “Mekanisme Pengaturan dari satu kilometer; dan
sendiri dari Bidang Sosial Semi-otonom”, bahwa (c) Faktor ekonomi, adanya ketentuan tidak
bidang sosial semi-otonom, dapat membentuk dibolehkan untuk membangun sepan-
aturan untuk mengatur diri sendiri (hukum jang apeneleng agung dengan radius li-
adat) yang dapat mendorong atau menghambat ma kilometer kecuali untuk aktivitas
berlakunya hukum negara. yang terkait dengan kehidupan ke-
DHARMASMRTI
108
Vol. XIII Nomor 26 Oktober 2015 : 1 - 135
ada di masyarakat. Kawasan tempat suci di agar melakukan pendalaman pemahaman
masing-masing desa pakraman atau daerah mengenai maksud, tujuan, dan isi Bhisama
kabupaten/kota kondisinya berbeda dengan Kesucian Pura untuk melestarikan atau men-
kawasan tempat suci yang ada di tempat lain- gajekan kawasan tempat suci yang dihormati
nya. dan disucikan oleh seluruh umat Hindu.
3. Kepada Krama Desa Adat Pecatu disarankan,
DAFTAR PUSTAKA
Abdalla, Amr. 2002. Say Peace. Conflict Resolution Traning Manual For Muslim Communication. Vir-
ginia, USA: The Graduate School of Islamic and Social Science.
Adhika, Wayan. 2011. “Komodifikasi Kawasan Suci Pura Uluwatu di Kuta Selatan, Kabupaten Ba-
dung dalam Era Globalisasi”. Disertasi (tidak diterbitkan). Denpasar: Program Doktor,
Program Studi Kajian Budaya Pascasarjana, Universitas Udayana.
____________. 2012. Komodifikasi Kawasan Suci Pura Uluwatu dalam Era Globalisasi. Denpasar: Uday-
ana University Press.
Agus, Bustanudin . 2006. Agama dan Kehidupan Manusia: PengantarAntropologi Agama. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Ahimsa Putra, Heddy Shri. 2009. Paradigma Ilmu Sosial. Bandung: Program Pascasarjana Universi-
tas Pendidikan Indonesia.
Althusser, Louis. 2004. Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies. Yog-
yakarta: Jalasutra.
____________. 2007. Filsafat Sebagai Senjata Revolusi. Yogyakarta: Resist Book.
Ardana, I Gst. 2000. Pura Kahyangan Tiga. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali.
Atmadja, I Nengah Bawa. 2008. Ideologi Tri Hita Karana-neo Libralisme = Vilanisasi Radius Kesucian
Pura. Persfektif Budaya. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.
____________.2010 Genealogi Keruntuhan Majapahit: Islamisasi, Toleransi dan Pemertahanan Agama
Hindu di Bali. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Kuta Selatan Dalam Angka 2012. Kabupaten Badung.
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Daerah Kecamatan KutaSelatan 2013. Kabupaten Badung.
Bagus, I Gusti Ngurah. 2002a. Paradigma Dharma sebagai Kerangka Pemahaman Agama Hindu.
Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.
___________. 2002b. Aneka Pemikiran Tentang Hindu Dharma. Denpasar: Pusat Kajian Hindu.
Bali Post. 2008 “Delapan Puluh Pemuda AHMI Serbu Pemkab Badung. Persoalan Pemangkasan Ra-
dius Kesucian Pura Uluwatu”. Bali Post, 23 April 2008.
Bali Post. 2008. “ Warga Pecatu Gedor DPRD dan PHDI, Gugat Bhisama dan Tolak Radius Kesucian
Pura”” (diakses 17/1/2013). Denpasar: http://www.balipost. co.id/mediadetail.php?m
odule=detailberita&kid=12&id=945.
Bali Post. 2009. Revisi Perda RTRW ‘Bhisama’ Jangan Dikalahkan oleh Awig-Awig” (akses 17/1/2013).
Denpasar: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&
id=11130.
Bali Post. 2010. ‘Ribuan Massa yang Pro Kebijakan Pemkab Badung , Berkumpul dan Berorasi di
Puspem Badung” (diakses 17/1/2013). Denpasar: http://www.balipost.co.id/mediade-
tail.php?module=detailberita&kid=127id=945.
Bali Post. 2010 “Massa Forum Pendukung Kesucian Pura Memilih MendatangiDPRD Bali”. (diakses
17/1/2013). Denpasar: http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailber
ita&kid=127id=945.
Bali Post. 2011 “Desa Kedui, Desa Tembuku Kabupaten Bangli Siap Membela Perda RTRW ke DPRD”.
DHARMASMRTI
110
Vol. XIII Nomor 26 Oktober 2015 : 1 - 135
Denpasar: Universitas Udayana.
Lindblom, Charles E.1986. Proses Penetapan Kebijaksanaan, Diterjemahkan Ardian Syamsudindari
judul asli: The Policy-Making Process. Jakarta:Erlangga.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya MasyarakatMultikultur. Yog-
yakarta: LkiS.
Maksun. 1994. Mencari Ideologi Alternatif. Bandung: Ikapi.
Magnis-Suseno, Frans. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius.
___________.1999. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke PerselisihanRevisionisme. Jakarta:
Gramedia.
DHARMASMRTI
112
Vol. XIII Nomor 26 Oktober 2015 : 1 - 135