Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Subak
ANGGOTA KELOMPOK 1 :
i
1.1 Pengertian Subak
Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang
khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan/irigasi sawah secara
tradisional, keberadaan Subak merupakan manifestasi dari filosofi/konsep Tri Hita
Karana. Tri Hita Karana berasal dari kata "Tri" yang artinya tiga, "Hita" yang berarti
kebahagiaan/kesejahteraan dan "Karana" yang artinya penyebab. Maka dapat
disimpulkan bahwa Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan
dan kesejahteraan”. Subak merupakan organisasi kemasyarakatan yang khusus
mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok
tanam padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura
Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para pemilik lahan dan petani
yang diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan
ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali.
Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah
menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari
pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan
oleh orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali
untuk mengembangkan model komputersistem irigasi Subak. Dengan itu ia
membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.Pada
tahun 2012 ini UNESCO, mengakui Subak (Bali Cultur Landscape), sebagai Situs
Warisan Dunia, pada sidang pertama yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.
1
Dalam Gatra Parhyangan dicerminkan dengan pola pikir pengelolaan air irigasi
yang dilakukan dengan landasan harmoni dan kebersamaan. Karena air dianggap sangat
bernilai dan dihormati serta dianggap sebagai karunia dan ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu, subak menyelenggarakan upacar khusus untuk air, yang disebut
dengan upacara mendak toyo(menjemput air) (Wayan Windia, 2006). Subak tak bisa
dilepaskan dari masalah air (irigasi). Agama Hindu yang sangat menghormati air.
Masyarakat Bali percaya air sebagai wujud Dewa Wisnu yaitu manifestasi Tuhan yang
dipercaya sebagai pemelihara kehidupan di dunia (Kutanegara dan Putra, 1999). Selain
itu Gatra Parhyangan juga terlihat adanya pura sebagai tempat pemujaan Tuhan Yang
Maha Esa dan dianggap sebagai bagian dari mekanisme kontrol terhadap pengelolaan
air irigasi (Pusposutardjo,2000).
Dalam Gatra Palemahan, wujud pelaksanaannya adalah dengan disediakan lahan
khusus untuk Pura pada lokasi yang dianggap penting (Sutawan dkk, 1989). Lahan yang
tersisa pada lokasi bangunan bagi dimanfaatkan untuk bangunan suci Pura Bedugul,
sehingga konflik atas lahan itu dapat dihindari (Puspsutardjo, 2000).Dalam Gatra
Pawongan, wujud pelaksanaannya adalah secara rutin melakukan upacara keagamaan
(Sutawan dkk, 1989)
Organisasi pendidikan, Ilmu pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO)
akhirnya mengakui Subak di Bali sebagai Warisan Budaya dunia. Pengakuan tersebut
terwujud setelah perjuangan pemerintah Indonesia selama 12 tahun. Pengusulan untuk
kategori ini bukanlah perkara yang mudah karena diperlukan penelitian mendalam
melalui pendekatan multi disiplin ilmu seperti arkeologi, antropologi, arsitektur
lansekap, geografi, ilmu lingkungan, dan beberapa ilmu terkait lainnya.
Pada tanggal 29 Juni 2012 dalam sidang ke-36 Komite Warisan Dunia UNESCO di
kota Saint Peterburg, Federasi Rusia, pengusulan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia
telah disetujui dan ditetapkan. Penetapan sebagai Warisan Budaya Dunia ini disambut
baik oleh masyarakat dan pemerintah Bali.Sesuai dengan pengajuannya, Subak di Bali
yang memiliki luas sekitar 20.000 ha terdiri atas subak yang berada di lima kabupaten,
yaitu kabupaten Bangli, Gianyar, Badung, Buleleng, dan Tabanan.
2
1.3 Subak Sebagai Sistem Teknologi
Sering disebutkan bahwa sistem subak tersebut adalah sebagai suatu sistem
teknologi yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat setempat (Pusposutardjo,
2000), atau sistem seperti ini disebutkan pula sebagai suatu sistem teknologi yang telah
berkembang menjadi fenomena budaya masyarakat (Puspowardojo, 1993). Karena
sistem subak dipandang sebagai sistem teknologi, maka sistem ini memiliki kemampuan
untuk ditransformasikan ke daerah lain. . Hal ini kiranya perlu dilaksanakan karena di
masa depan kehidupan manusia akan semakin beragam, dan permasalahan yang muncul
berkaitan dengan permanfaatan air tampaknya tidak akan bisa dipecahkan semata-mata
dengan aturan-aturan formal. Untuk itu sangat diperlukan suatu lembaga yang dapat
memadukan aturan-aturan formal dan norma-norma religius secara operasional
sebagaimana halnya telah berlaku dalam aktivitas sistem irigasi subak.Kini, masalahnya
adalah harus dibuat suatu tindakan agar suatu lembaga seperti halnya sistem subak dapat
tetap dapat dipertahankan ditengah-tengah suatu dinamika masyarakat (petani),
misalnya melalui suatu proses transformasi (alihragam). Selanjutnya perlu dirumuskan
suatu persyaratan tertentu agar suatu bentuk lembaga adat seperti halnya sistem subak,
dapat tetap hidup dalam dinamika masyarakat yang berkembang pesat, dan dengan
orientasi yang mengglobal.Itulah sebabnya suatu kajian untuk melihat adanya
kemampuan transformasi sistem subak sebagai suatu teknologi yang telah berkembang
menjadi budaya masyarakat menjadi penting, ditinjau dari gatra sumbangan keilmuan,
dan sumbangan dalam penerapannya.Adapun catatan-catatan yang penting dipedomani
dalam proses transformasi sistem subak adalah sebagai berikut : (i) bahwa sistem subak
dapat ditransformasikan,bila dipenuhi persyaratan bahwa sistem itu adalah merupakan
sistem irigasi yang bersifat sosio-teknis, dan dengan teknologi sepadan; (ii) ada prinsip
harmoni dan kebersamaan untuk mengatasi keadaan ekstrim di luar batas keberlakuan
teknologi sepadan; (iii) prinsip harmoni dan kebersamaan pada dasarnya tidak hanya
dapat dicakup oleh konsep THK, namun adalah merupakan suatu landasan yang
universal.Sebagai suatu sistem teknologi maka sistem subak memiliki subsistem :
1. Perangkat Keras (Technoware)
3
Yaitu yang memberikan ide pemanfaatan sumberdaya alam dan teknologi untuk
keperluan produksi
3. Perangkat Informasi (Infoware)
4
KESIMPULAN
5
DAFTAR PUSTAKA
Windia, W., Pusposutardjo, S., Sutawan, N., Sudira, P., & Arif, S. S. (2005).
Sistem Irigasi Subak Dengan Landasan Tri Hita Karana (THK) Sebagai Teknologi
Sepadan Dalam Pertanian Beririgasi. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 5(3),
43939.
Pradnyawathi, N. L. M., & Adnyana, G. M. (2013). Pengelolaan Air Irigasi
Sistem Subak. dwijenAGRO, 3(2).
Kaler, I G. K.. 1982. Butir-butir Tercecertentang Adat Bali. Jilid 2. Denpasar:
Bali Agung.
6
7