Anda di halaman 1dari 16

FIKIH KONTEMPORER SAINS DAN TEKNOLOGI

Mata Kuliah : AIK – Islam dan Iptek

Disusun oleh Kelompok 6 :

Fauzan Adhiman ( 1810301067 )


Ismah Khairina R. ( 1810301077 )
Heni Triagus Sari ( 1810301078 )
Choirunnisa Fitri R. P. A ( 1810301082 )
Izah Fadhila ( 1810301090 )
Nindy Suci Dameyla ( 1810301097 )
Ewit Arifa Fiskawati ( 1810301113 )
Sindy Arianti ( 1810301108 )
Atika Kurnia Sari ( 1810301149 )

PROGRAM STUDI S1-FISIOTERAPI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2019-2020


i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


hidayah, rahmad serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi kita
Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke dalam jalan yang penuh dengan hidayah serta
kenikmatan yang telah diberikan oleh yang Maha Kuasa.
            Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca
mengenai pengembangan Islam dan Iptek khusunya pada pengetahuan “Fikih Kontemporer
Sains dan Teknologi” yang mana sangat bermanfaat dalam kehidupan islam kontemporer ini
dalam menjawab atau menghadapi tantangan zaman yang semakin berkembang. Oleh karena
itu mahassiswa diperkenankan untuk lebih memahami agar mampu menghadapai
permasalahan kedepannya.
            Ucapan terima kasih kami sampaikan Kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih sangat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami sangat
mengharapkan masukan dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun terutama pada
pembaca. Semoga Allah SWT meridhoi usaha dan niat baik kami dalam menambah
pengetahuan.

Yogyakarta, 5 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

FIKIH KONTEMPORER SAINS DAN TEKNOLOGI....................................................i


KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................................2
1.3 TUJUAN MASALAH..............................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................4
ISI.....................................................................................................................................4
2.1 Fikih Air dan Pentingnya Air Bagi Kehidupan.......................................................4
2.2 Konsep Daur Ulang Air...........................................................................................5
2.3 Pentingnya Menjaga Air..........................................................................................6
2.4 Fikih Lingkungan dan Pentingnya Menjaga Lingkungan.......................................7
2.4 Lingkungan Dalam Pandangan Islam.....................................................................8
2.5 Orang Yang Merusak Lingkungan..........................................................................9
3.1 Kesimpulan............................................................................................................11
3.2 Saran......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Secara bahasa “fiqh” berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang berarti

al-‘ilmu bis-sya’i (pengetahuan terhadap sesuatu) ataupun al-fahmu (pemahaman).

Secara etimologis, kata fikih (biasa tertulis “fiqih”) berakar kata fa qa dan ha yang

berarti mengetahui sesuatu dan memahaminya dengan baik. Sedangkan secara

terminologis, fiqh adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang

bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil tafshili (terperinci).

Fiqih merupakan bagian dari salah satu unsur ajaran islam sebagai

pedoman hidup bagi manusia terutama dalam melaksanakan tugas serta

kewajibannya dimuka bumi ini. Fiqh islam cenderung berbicara tentang aspek

eksoteris keagamaan yang bersifat legal-formal, berhubungan dengan boleh atau

tidaknya sesuatu pelaksanaan amaliah, atau dengan kata lain sesuatu yang

diakitkan dengan konteks halal-haram dalam agama. yang selalu menjadi

persoalan dalam proses sosialiasasi fiqh ( hukum islam) bukan yang menyanngkut

tentang eksistensi hukum tersebut, tetapi yang sering menjadi ajang perdebatan di

kalangan ulama adalah dalam hal relevansi maupun aktualiasasi hukum itu

sendiri, terutama bila dikaitkan dengan tempat (lokal) maupun zaman (temporal).

Latar belakang munculnya isu Fiqh kontemporer yaitu akibat adanya  arus

modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara- Negara yang dihuni

oleh mayoritas umat islam. Modernisasi tersebut melahirkan berbagai macam

1
bentuk perubahan baik secara struktural maupun kultural. Teks Al-Qur’an

tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi pemahaman dan penerapannya dapat

disesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial

merupakan suatu proses kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus,

maka perubahan penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus bersifat

kontinu sepanjang zaman. Dengan demikian islam akan tetap relevan dan aktual,

serta mampu menjawab tantangan modernitas.

Ruang lingkup fiqh kontemporer meliputi aspek hukum keluarg, aspek

ekonomi, aspek pidana, aspek kewanitaan, aspek medis,aspek teknologi,aspek

politik (kenegaraan), dan aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah. Sifat

dinamis dan terbuka terhadap perubahan ini sebagai konsekuensi logis dari tugas

fiqh, yang harus selalu berusaha menyelaraskan problema kemanusiaan yang terus

berkembang dengan pesat dan akseleratif dengan dua sumber rujukan utamanya

yaitu Al-Qur’an dan Hadits.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan fikih air dan air bagi kehidupan ?

2. Bagaimana konsep daur ulang air ?

3. Apa yang dimaksud dengan fikih lingkungan dan pentingnya menjaga


lingkungan ?

4. Apa akibat bagi orang yang merusak lingkungan ?

1.3 TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui definisi fikih air dan air bagi kehidupan.

2
2. Untuk mengetahui konsep daur ulang air.

3. Untuk mengetahui definis fikih lingkungan dan pentingnya menjaga


lingkungan.

4. Untuk mentahui akibat bagi orang yang merusak lingkungan.

BAB II

ISI

2.1 Fikih Air dan Pentingnya Air Bagi Kehidupan


Air adalah nikmat dan karunia Allah Swt yang luar biasa kepada
seluruh mahluk-Nya. Kehidupan tidak akan pernah ada tanpa adanya air.
Walaupun ada beberapa mahluk hidup yang tidak membutuhkan udara,
seperti bakteri nonudara dan bakteri usus pencernaan, tetapi sampai saat ini
belum ditemukan adanya suatu jenis mahluk yang tidak membutuhkan air.1
Telah diketahui tumbuh-tumbuhan dan hewan selalu dalam keadaan basah
selama hidup dan kering ketika mati. Dengan Qodho yang diciptakan Allah,
ini merupakan adanya hubungan yang erat antara air dan kehidupan.

Allah Swt menciptakan manusia, hewan bahkan tumbuhan tidak luput


dengan bahan dasar air. Di dalam mahluk hidup, termasuk dalam tubuh
manusia pun sebagian besar tersusun dari air. Tanpa mengkonsumsi air
manusia tidak dapat bertahan lebih lama. Begitu juga hewan dan tumbuh-
tumbuhan memerlukan air untuk melangsungkan kehidupannya. Oleh
karenanya, air menjadi sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan.2

Bumi adalah planet tata surya yang paling kaya akan air. Permukaan
air diatas bumi mencapai kurang lebih 1,4 triliun km2 . Saat ini bumi ditutupi
oleh 71% permukaan air, dengan ukuran sekitar 510 juta km2 , sementara
29% lainnya adalah daratan. Bahkan seluruh bagian tubuh manusia
mengandung air, khususnya pada bagian tubuh yang terdapat cairan, seperti

1
Prof. Dr. Sa’id Hamad, Pengobatan Penyakit Dengan Terapi Air, Aksara Qalbu, Jakarta, 2007, Hlm.8
2
Dr. H. Nizar Ali, MA, Hadis Versus Sains, Teras, Yogyakarta, 2008, Hlm.37

3
darah, getah bening, dan cairan pada sumsum tulang belakang yang
merupakan tempat terjadinya seluruh proses kimiawi dan fisiologi tubuh.

Didalam al-Qur‟an dan Hadis juga banyak menjelaskan kejadian,


proses, kegunaan, dan lain-lainnya tentang air. Air juga sangat fleksibel dan
bisa digunakan untuk menjangkau hampir seluruh bagaian tubuh, sehinggga
mampu berinteraksi dengan kulit dalam berbagai cara yang tidak mungkin
dilakukan oleh selain air. Air adalah salah satu nikmat terbesar yang

anugrahkan Allah Swt kepada seluruh umat manusia. Dengan air, Allah Swt
menghidupkan manusia, meyebarkan rejeki, dan menciptakan manusia. Allah
berfirman (Surat Al-Anbiya Ayat 30)

Artinya : Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman

2.2 Konsep Daur Ulang Air

Air merupakan material pokok dalam bersuci, baik bersuci dari hadats

kecil atau besar maupun bersuci dari najis. Sebagaimana yang sudah maklum,

air yang digunakan untuk bersuci harus berupa air mutlak, yaitu air yang

mempunyai kualitas suci dan menyucikan. Suci untuk dirinya sendiri dan bisa

menyucikan benda lain. Air mutlak dapat diartikan sebagai air

netral. Bagaimana dengan status hukum air limbah yang kembali berubah

menjadi bening?  Pada dasarnya, air limbah yang tampak kotor atau berubah

salah satu dari tiga sifat air disebabkan karena bercampur dengan najis, ulama

sepakat bahwa hukum air tersebut menjadi mutanajjis (terkena najis).

4
Apabila air yang telah berubah menjadi najis tersebut kembali pulih

menjadi air netral sehingga bening lagi dan orang-orang tidak bisa

membedakan ini air bekas limbah dan yang satunya tidak dari limbah, maka

hukum air yang seperti demikian hukumnya kembali menjadi suci dengan

catatan jumlah volume air minimal sebanyak dua kulah (setara dengan 216

liter atau air penuh dalam kubus ukuran rusuk 60 cm). Jika sudah pernah

melewati dua kulah dalam satu waktu, setelah itu kembali kurang dari dua

kulah, maka hukum air sudah suci menyucikan selamanya.

Artinya: “Jika air yang berubah tersebut kembali netral, bisa jadi karena diam dalam tempo
lama, tidak ada benda atau zat yang dimasukkan, atau dengan cara ditambah air yang
banyak walaupun dengan air najis, atau juga ada bagian air yang diambil sedangkan
sisanya masih banyak seperti air yang ditaruh diwadah tertutup, setelah itu tutupnya dibuka
lalu kemasukan angin, atau sebab benda yang jatuh kemudian berdampingan dengan air,
atau bisa jadi karena tercampur dengan benda yang bisa menyegarkan seperti minyak
za’faran yang tidak mempunyai rasa dan bau, maka hukumnya suci sebab sebab najisnya
sudah hilang.” (Ibnu Hajar Al-Haitami. Tuhfatul Muhtâj.3

2.3 Pentingnya Menjaga Air

Air adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup di bumi. Ketiadaan air

bisa mengancam kelangsungan hidup dan ekosistem alam. Air juga menopang

pembangunan infrastruktur, seperti rumah, masjid, perkantoran, dan lainnya. Ini

merupakan makna bahwa segala apa yang ada di bumi memang diperuntukkan

bagi kepentingan manusia (QS Lukman [31]:20). Disisi lain, muncul paradoks.

Air bersih justru diekspoitasi secara berlebihan. Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam

makalahnya berjudul “Al-Biah fil Islam” mengatakan, pentingnya menjaga air


3
Ibnu Hajar Al-Haitami. Tuhfatul Muhtâj, [al-Maktabah Al-Tijariyah Al-Kubra, Mesir, 1983], juz 1, halaman 85

5
sebagai sumber kehidupan telah ditegaskan dalam Al-Quran Surah al-Anbiyaa’

ayat 30. “Dan, dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Jika pemakaian

air yang tak tepat guna dan konsumsi berlebihan tetap terjadi maka tak mustahil

krisis air pun akan terjadi. “Dan, Kami turunkan air dari langit menurut suatu

ukuran, lalu kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-

benar berkuasa menghilangkannya”. (QS al-Mu’minuun[23]:18). Contoh

perhatian Islam terhadap pelestarian air ialah larangan mencemari air sungai

ataupun sumber air pegunungannya, misalnya dengan limbah manusia, seperti air

seni dan tinja. Dalam hadist riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah SAW melarang

para sahabatnya buang air besar di sumber air.

2.4 Fikih Lingkungan dan Pentingnya Menjaga Lingkungan

Pengertian fikih lingkungan adalah seperangkat aturan tentang perilaku

ekologis manusia yang ditetapkan oleh ulama yang berkompeten berdasarkan dalil

yang terperinci untuk tujuan mencapai kemaslahatan kehidupan yang bernuansa

ekologis. Fikih lingkungan merupakan kerangka berpikir konstruktif umat islam

dalam memahami lingkungan alam, bumi tempat mereka hidup dan

berkehidupan.4 Membangun pemahaman masyarakat tentang pentingnya

memelihara konservasi air dan tanah dengan melindungi hutan dari eksploitasi,

dari penebangan hutan dan pembalakan liar adalah termasuk kewajiban setiap

manusia beragama. Melindungi seluruh ekosistem hutan yang ada di dalamnya

adalah bagian yang dianjurkan agama.

4
Sukarni, Fiqh Lingkungan Hidup,(Jakarta:Pustaka Ilmu,2011)

6
Pilar dari fikih lingkungan sendiri adalah apa yang terdapat dalam ajaran

islam, da istilah Khalifah yakni sebutan yang digunakan Allah SWT untuk

menjaga atau pengemban amanat Allah SWT untuk menjaga atau memelihar dan

mengamankan alam demi kepentingan manusia. Artinya, manusia bertanggung

jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan ekosistem yang

sudah sedemikian rupa diciptakan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an ditegaskan

bahwa menjadi khalifah di muka bumi ini tidak untuk melakukan perusakan dan

pertumpahan darah, tetapi untuk membangun kehidupan yang damai, sejahtera

dan penuh keadilan (QS. Al-Baqarah : 30).

Dalam konsep khalifah menyatakan bahwa manusia dipilih oleh Allah

SWT di muka bumi ini sebagai wakil Allah SWT, manusia wajib untuk dapat

mempresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat Allah SWT. Salah satu sifat

Allah SWT tentang alam adalah sebagai “al-muhaimin” atau pemelihara dan

“rabbul ‘alamin” atau penjaga alam. Manusia harus aktif dan bertanggung jawab

untuk menjaga bumi yang artinya manusia harus menjaga keberlangsungan fungsi

bumi sebagai tempat kehidupan makhluk Allah SWT termasuk manusia sekaligus

menjaga kelanjutan hidupnya dalam batas-batas kemampuan manusia.5

2.4 Lingkungan Dalam Pandangan Islam

Pilar dari fikih lingkungan sendiri adalah apa yang terdapat dalam ajaran

islam, da istilah Khalifah yakni sebutan yang digunakan Allah SWT untuk

menjaga atau pengemban amanat Allah SWT untuk menjaga atau memelihar dan

mengamankan alam demi kepentingan manusia. Artinya, manusia bertanggung


5
Abdullah Hakam , Islam Agama Yang Ramah Lingkungan,(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001)

7
jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan ekosistem yang

sudah sedemikian rupa diciptakan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an ditegaskan

bahwa menjadi khalifah di muka bumi ini tidak untuk melakukan perusakan dan

pertumpahan darah, tetapi untuk membangun kehidupan yang damai, sejahtera

dan penuh keadilan (QS. Al-Baqarah : 30).

Berbagai unsur dan elemen yang membentuk alam tersebut diciptakan

Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam menjalankan kehidupannya di

muka bumi, sekaligus merupakan bukti Ke-Mahakuasaan dan Ke- Mahabesaran

Sang Pencipta dan Pemelihara alam. Alam merupakan sebuah entitas atau realitas

(empirik) yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi berhubungan dengan manusia dan

dengan realitas yang gaib dan supra-empirik. Dalam pandangan Islam, alam

mempunyai eksistensi riil, objektif serta bekerja sesuai dengan hukum-hukum

yang berlaku tetap (qadar) bagi alam. Manusia merupakan bagian tak terpisahkan

dari alam. Sebagai bagian dari alam, keberadaan manusia di alam adalah saling

membutuhkan, saling terkait dengan makhluk yang lain. Dengan hadirnya islam

maka alam ini tetap menjadi makmur sehingga kehidupan manusia akan tetap

terjaga.

2.5 Orang Yang Merusak Lingkungan

Masalah lingkungan hidup adalah masalah global. Musibah pencemaran

udara dan air bukan hanya akan menimpa satu bangsa atau negara, tetapi juga

akan menimpa negara tetangga sekitar. Pencemaran di kota lambat laun juga akan

sampai ke desa. Hujan asam akan menyebar melampaui batas-batas negara.

8
Kebakaran hutan akan mengganggu jalur laut dan udara, bahkan darat, yang pada

akhirnya juga mengganggu tetangga sekitar. Hutan yang ada jauh di hulu sungai,

apabila dibabat habis secara sewenang-wenang akan mengakibatkan hilangnya

kesuburan tanah di gunung iu sehingga dapat mengakibatkan banjir bandang di

musim penghujan dan kekurangan air di musim kemarau, yang selanjutnya dapat

mengganggu kehidupan padi di sawah dan akhirnya menimbulkan paceklik bagi

manusia dan binatang yang hidup di sekitarnya. Itulah mengapa pentingnya

menjaga lingkungan agar dapat terciptanya keseimbangan.6

Sebagai khalifah di bumi, kita dituntut untuk menjaga lingkungan sebagai salah satu

tujuan hidup menurut Islam,  sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: ” Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”
(Q.S. Al Baqarah :11)

Namun sayang, semakin hari justru semakin banyak manusia yang merusak

lingkungan. Berbagai kehancuran dan kerusakan terjadi dimana-mana hingga

menimbuolkan banyak bencana. Allah juga telah menceritakan hal ini pada kita

dalam Al Quran :

6
Wisnu Arya Wardana, Dampak Pencemaran Lingkungan, (Yogyakarta: Andi, 2001), hlm. 27

9
Artinya: ” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar Rum:41)

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Latar belakang munculnya isu Fiqh kontemporer yaitu akibat

adanya  arus modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-

Negara yang dihuni oleh mayoritas umat islam. Modernisasi tersebut

melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun

kultural.

Teks Al-Qur’an tentunya tidak mengalai perubahan, tetapi

pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan konteks

perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial merupakan suatu proses

kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan

penerapan dan pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinu sepanjang

zaman. Dengan demikian islam akan tetap relevan dan aktual, serta mampu

menjawab tantangan modernitas yang berkaitan dengan sains dan iptek serta

lingkungan.

3.2 Saran
Melalui makalah ini kami mengharapkan agar dapat bermanfaat bagi

pembaca. Sehingga dapat menggunkan makalah ini dengan sebaik mungkin.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu

apabila ada kritikan dan saran dengan senang hati kami terbuka untuk

menerima nya, Lebih dan kurang kami mohon maaf. Kami ucapkan

terimkasih

11
12
DAFTAR PUSTAKA

JAMAA, La. 2017. “ Kontribusi Muhammadiyah terhadap Dinamika


Pemikiran Hukum Islam Kontemporer di Indonesia”. Al-Ihkam: Jurnal
Hukum dan Pranata Sosial volume 12 no. 1 (hlmn. 127-148). Ambon:
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Ambon.

Sri Jumini, 2007. “AIR SUMBER KEHIDUPAN DAN TAULADAN


KEKOKOHAN UMAT” Jurnal Kajian Pendidikan Sains.

Nusa Idaman Said, 2006. “DAUR ULANG AIR LIMBAH (WATER RECYCLE)
DITINJAU DARI ASPEK TEKNOLOGI, LINGKUNGAN DAN EKONOMI”
Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), JAI Vol. 2 , No.2.

Hj. Hartini, 2013. “EKSISTENSI FIKIH LINGKUNGAN DI ERA


GLOBALISASI” Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar. Volume
1 / Nomor 2 / Juni 2013.

Muhammad Ghufron, 2013. “Fikih Lingkungan” Jurnal Al-Ulim, volume 10


nomor 1 halaman 159-176.

Syarifudin, 2013. PENCEMARA LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF


FIQIH” Hukum Islam, volume 23 Nomor 1 juni 2013.

13

Anda mungkin juga menyukai