1. Tempat suci adalah tempat untuk melakukan kegiatan yadnya/ibadah agama yang suci, tempat untuk sujud, menghaturkan bhakti dan menyembah. Tempat untuk sujud secara lahir batin, sujud jiwa raga kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). 2. Tempat suci merupakan suatu tempat atau bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tempat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman (Hyang Widhi) beserta manifestasi-Nya. 3. Pura berasal dari kata Pur, yang artinya kota, benteng Konsep (Beberapa istilah 1 dan definisi) di KB atau kota yang berbenteng. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia kesucian dengan dikelilingi tembok. 4. Dalam Ensiklopedia Hindu tentang pembagian denah Pura dinyatakan dengan Struktut Halaman Pura. Yang dimaksud struktur halaman Pura di sini adalah lay out atau tata ruang halaman Pura. 5. Sebagian besar Pura di Bali halamannya terbagi dalam tiga bagian, ini didasarkan kepada konsep Triloka atau tiga lapisan alam yaitu bumi (Bhurloka), langit (Bhuwahloka) dan Surgaloka (Swahloka). Istilah Tempat Suci 1. Pengertian Tempat Suci Tempat suci adalah tempat yang dibangun secara khusus menurut peraturanperaturan yang telah ditentukan secara khusus pula Tempat suci adalah tempat untuk melakukan kegiatan yadnya/ibadah agama yang suci, tempat untuk Daftar materi pada KB sujud, menghaturkan bhakti dan menyembah. Tempat 2 yang sulit dipahami untuk sujud secara lahir batin, sujud jiwa raga kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Sujud dalam arti patuh, taat dan bhakti secara tulus ikhlas. Siap sedia menjunjung serta menjalankan ajaran bhakti dan perintah- perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya. 2. Istilah Tempat Suci Tempat suci umat Hindu, dapat disebutkan dengan bermacam-macam istilah, seperti: 1) Pura Istilah Pura berasal dari kata Pur, yang artinya kota, benteng atau kota yang berbenteng. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia kesucian dengan dikelilingi tembok. Hampir semua Pura (tempat suci), dikelilingi atau dibentengi dengan tembok atau pagar untuk memisahkan dengan dunia sekitarnya yang dianggap tidak suci. 2) Parhyangan Pada zaman Bali Kuna tidak ditemukan istilah Pura sebagai tempat suci, tetapi yang dipakai adalah Hyang. Hyang sebagai tempat suci termuat dalam prasasti Sukawana (882 M), dan prasasti Trunyan (891), juga prasasti Kehen (Hyang Karimana, Hyang Api, Hyang Tanda). Ketika pemerintahan Dharma Udayana Warmadewa (989-1001) penggunaan Hyang berubah menjadi Kahyangan. 3) Candi Candi artinya Siwa. Bentuk pokoknya adalah segi tiga (A), yaitu lambang Purusa sebagai wisesanya Hyang Widhi untuk mencipta atau mengadakan. Lambang ini adalah lambang Siwa sebagai paksa agama Hindu, jadi bukan bagian dari Tri Murti atau Tri Sakti. Syarat-Syarat Pembuatan Tempat Suci Sebuah tempat suci (Pura) atau yang lain. Hasil pemufakatan itu disampaikan kepada orang suci misalnya Pandita (Sulinggih) agar beliau memilihkan tanah (tempat) yang baik untuk tujuan dimaksud. Pemilihan tempat yang cocok untuk bisa dibangun sebuah Pura oleh sulinggih didasarkan atas yoganya. Setelah itu melalui yoganya didapat inpirasi, apakah tempat itu cocok atau tidak. Di samping itu yang perlu diperhatikan adalah bau dari tanah itu, apakah harum atau busuk, dan yang harum menjadi pilihan. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah posisi letak tanahnya. Pada umumnya dicari letak tanah yang agak meninggi dari keadaan lingkungannya, sehingga faktor keagungan dan kesucian bisa dipertahankan. Setelah tempat diketemukan, maka mulailah pekerjaan mengukur tanah dengan menggunakan pedoman lontar-lontar seperti Asta Kosala Kosali, yaitu lontar yang memuat perihal seni bangunan. Setelah tanah didapatkan dan diukur, selanjutnya dilaksanakan upacara pamariudha tanah (pembersihan tanah) Setelah penentuan letak diperoleh persyaratan selanjutnya diselenggarakan pembangunannya dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Upacara Ngruwak Upacara Ngruak (merubah status tanah) adalah upacara permohonan kehadapan Bhuta Kala yang menempati tanah tersebut untuk dijadikan tempaat pendirian bangunan 2) Upacara Nyukat Karang Upacara Nyukat Karang dilaksanakan dengan maksud mengukur secara pasti tata letak bangunan palinggih yang akan didirikan dan laus masing-masing mandala (palemahan) pura, sehingga tercipta sebuah tatanan pura yang sesuai dengan aturan yang termuat baik dalam Lontar Asata Kosala Kosali maupun Asta Bhumi. 3) Upacara Nasarin Upacara Nasarin atau peletakan batu pertama, sesuai dengan sastra agama, sebagai berikut. a) Dasar pertama dengan bata bang (batu bata merah) yang bergambarkan Badawangnala, dengan wijaksara ANG. b) Klungah kelapa gading makasturi, airnya dibuang, ditulisi dengan wijaksara OM kara. c) Di atas upakara tadi, ditindih dengan batu bang (batu bata merah), bertuliskan Dasaksara. d) Yang paling atas adalah kwangen dengan uangnya 11 kepeng, bertuliskan OM karamertha. 4) Upacara Mamakuh Apabila bangunan telah selesai dibangun, dilanjutkan dengan upacara mamakuh. 5) Upacara Mlaspas Upacara mlaspas dilakukan setelah selesai upacara mamakuh, yakni upacara panyucian. 6) Upacara Mapadagingan Untuk bangunan suci upacara ini amat penting, karena tanpa upacara Mapadagingan, bangunan tersebut atau palinggih itu belum siap sebagai tempat sthana Dewa (Dewagrha). 7) Upacara Ngenteg Linggih Upacara Ngenteg Linggih dilakukan setelah Upacara Mapadagingan dengan harapan Dewata yang dilinggakan selalu berkenan menganugrahkan keselamatan kepada para umat Hindu atau panyiwinya. Fungsi Tempat Suci dan Jenis-jenis Tempat Suci 1. Fungsi Tempat Suci Tempat suci mempunyai fungsi yang amat penting bagi umat Hindu, fungsi yang hampir meliputi selur uh aspek kehidupan masyarakat Hindu. Sebagaimana disebutkan dalam sastra agama, maka fungsi tempat suci (Pura) itu adalah sebagai berikut: 1) Pura adalah tempat melakukan bhakti persembahan/beribadat, tempat manusia mendekatkan dirinya kepada Hyang Widhi 2) Pura (terutama pura keluarga) juga merupakan tempat mempelai mengikrarkan sumpahnya di atas persaksian Hyang Widhi untuk memasuki hidup baru, mereka berjanji tetap setia sehidup semati bersama dalam suka maupun duka untuk membawa rumah tangga yang berbahagia sesuai dengan tuntunan Agama. 3) Tempat untuk memuja roh-roh suci (yang dipandang suci), baik roh suci leluhur, roh para Rsi maupun raja- raja yang dianggap telah menjadi Dewa-Dewi 4) Pura adalah tempat para pejuang untuk memohon restu kehadapan Hyang Widhi dalam memperjuangkan dan membela tanah airnya dari para penjajah, sehingga membawa kemenangan yang gilang gemilang. 5) Di samping itu, tempat suci juga merupakan tempat mengadakan kegiatan-kegiatan sosial dan pendidikan dalam hubungan keagamaan baik pendidikan watak, pendidikan ke arah rasa persaudaraan, pendidikan ke arah jiwa demokrasi dan pendidikan ke arah rasa perikemanusiaan. 2. Jenis-Jenis Tempat Suci Tempat suci seperti Pura di Bali ada beberapa jenis dan letaknya dikelompokkelompokkan. Tujuan pengelompokan itu adalah untuk: 1) Meningkatkan pengertian dan kesadaran umat terhadap Pura sebagai tempat suci umat Hindu. 2) Menghindari adanya salah tafsir bahwa dengan adanya banyak palinggih di suatu pura, agama Hindu dianggap politeistik. Berdasarkan fungsinya Pura itu digolongkan menjadi 2 kelompok: 1) Pura Jagat, yaitu tempat memuja Hyang Widhi dalam segala prabhawa/manifestasiNya. 2) Pura Kawitan, yaitu tempat memuja atma sidha dewata/roh suci leluhur. Berdasarkan karakterisasi fungsinya pura digolongkan menjadi 4 kelompok: 1) Pura Kahyangan Jagat Yaitu pura tempat pemujaan Hyang Widhi dalam segala prabhawa-Nya seperti Sad Kahyangan dan Pura Jagat lainnya. 2) Pura Kahyangan Desa (Teritorial) Yaitu pura yang disungsung oleh desa adat, contohnya seperti Pura Kahyangan Tiga 3) Pura Swagina (Pura Fungsional) Yaitu pura yang panyungsungnya terikat oleh ikatan swagina (kekaryaan) yang mempunyai profesi sama dalam sistem mata pencaharian hidup seperti Pura Subak, Pura Melanting dan lain sejenisnya. 4) Pura Kawitan Yaitu pura yang panyungsungnya ditentukan oleh ikatan wit atau leluhur berdasarkan garis kelahiran (genealogis) seperti Sanggah/Mrajan. Pura Ibu, Pura Panti, Pura Dadia, dan Pura Padharman. D. Pembagian Denah Pura, Macam-Macam dan Bentuk- Bentuk Palinggih 1. Pembagian Denah Pura Dalam Ensiklopedia Hindu tentang pembagian denah Pura dinyatakan dengan Struktut Halaman Pura. Yang dimaksud struktur halaman Pura di sini adalah lay out atau tata ruang halaman Pura. Halaman Pura di Bali dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: 1) Pura hanya dengan satu halaman. 2) Pura dengan halaman yang terbagi dalam dua halaman. 3) Pura dengan halaman yang terbagi dalam tiga halaman. 4) Pura dengan halaman yang terbagi menjadi tujuh halaman. Masing-masing Pura dengan halaman yang terbagi dalam satu, dua, tiga atau tujuh bagian itu didasarkan kepada konsep macrocosmos (Bhuwana Agung). Sebagian besar Pura di Bali halamannya terbagi dalam tiga bagian, ini didasarkan kepada konsep Triloka atau tiga lapisan alam yaitu bumi (Bhurloka), langit (Bhuwahloka) dan Surgaloka (Swahloka). Halaman Pura yang mengikuti konsep ini dibagi menjadi tiga bagian (Tri Mandala) dan diberi nama sebagai berikut: 1) Nista Mandala atau Jaba Pura yang merupakan halaman luar dan terletak paling depan. 2) Madya Mandala atau Jaba Tengah yang merupakan halaman tengah. 3) Utama Mandala atau Jeroan Pura merupakan halaman dalam sebagai tempat yang dianggap paling suci. 2. Macam-Macam dan Bentuk-Bentuk Palinggih Penggunaan halaman Pura yang terbagi dalam tiga bagian adalah sebagai berikut: 1) Jaba Pura dipergunakan sebagai tempat Bale Kulkul, Wantilan, Pawaregan, dan Lumbung. 2) Jaba Tengah dipergunakan sebagai tempat Bale Gong dan Bale Agung. 3) Jeroan Pura dimanfaatkan untuk tempat palingih- palinggih sebagai sthana Hyang Widhi dan Para Dewa atau Bhatara-Bhatari manifestasi-Nya, yang bentuk serta letaknya disesuaikan dengan fungsinya masing- masing. Selanjutnya jika hendak masuk ke Pura dengan halaman yang terbagi tiga, maka pertama-tama umat akan melalui sebuah Candi Bentar yang merupakan pintu masuk pertama dari Jaba Pura ke Jaba Tengah menuju Jeroan umat melalui Pamedal Agung (Kori Agung atau Candi Kurung atau Gelung Agung). Di sebelah kanan dan kiri depan Candi Bentar biasanya ditempatkan patung Dwarapala atau patung Pangapit Lawang berbentuk raksasa (Nandiswara dan Mahakala) yang berfungsi sebagai penjaga pintu atau pengawal Pura. Patung bermotif Dewa biasanya ditempatkan di kanan-kiri di depan Pamedal Agung. Sedangkan pada bagian atas pintu Pamedal Agung diberikan hiasan kepala raksasa yang dinamakan Bhoma. Tujuan penempatan Bhoma itu agar jika ada orang jahat masuk Pura akan dihalangi oleh kekuatan raksasa itu dan jika ada orang yang berhati suci masuk ke dalam Pura akan memeroleh rakhmat-Nya.
Tempat suci merupakan suatu tempat atau bangunan yang
dikeramatkan oleh umat Hindu atau tempat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman (Hyang Widhi) beserta manifestasi-Nya. Di India banyak kuil yang didedikasikan untuk DewaDewa Hindu. Tempat suci umumnya terletak di tempat-tempat yang dikelilingi oleh alam yang asri seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua, hutan dan sebagainya. Namun tidak jarang ada Daftar materi yang sering tempat suci Hindu yang berada di kawasan perkotaan atau 3 mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran di dekat pemukiman penduduk. Pengertian Pura, secara filosofi merupakan reflika/duplikasi kahyangan/surgaloka, sthana Hyang Widhi, yang suci dan indah. Secara mitologi bahwa Pura merupakan surgaloka yang diturunkan ke dunia berupa gunung-gunung suci, seperti: Gunung Mahameru di India, Gunung Semeru di Jawa, dan Gunung Agung di Bali. Selanjutnya gunung diyakini sebagai tempat bersthana-Nya Hyang Widhi. Banyak Pura dibangun di gunung-gunung atau tempat yang tinggi.