Anda di halaman 1dari 33

SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

RSUD DR TC HILLERS MAUMERE MARET 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

REFERAT

MASALAH GERIATRI

OLEH :
Nindy Putri Elisabet Amtaran, S. Ked
Pembimbing :
dr. Angela Merici, Sp. SpPD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD DR TC HILLERS
MAUMERE
2019

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Geriatri” adalah cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari aspek
kesehatan dan kedokteran pada manusia lanjut usia termasuk pelayanan kesehatan
kepada lanjut usia dengan mengkaji semua aspek kesehatan berupa promosi,
pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi.(1) Pasien geriatri adalah pasien
usia lanjut yang memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari pasien usia
lanjut pada umumnya. Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah
multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis degeneratif. Karakteristik
kedua adalah daya cadangan faali menurun karena menurunnya fungsi organ akibat
proses menua. Karakteristik yang ketiga adalah gejala dan tanda penyakit yang tidak
khas. Tampilan gejala yang tidak khas seringkali mengaburkan penyakit yang diderita
pasien. Karakteristik berikutnya adalah penurunan status fungsional yang merupakan
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari- hari. Penurunan status
fungsional menyebabkan pasien geriatri berada pada kondisi imobilisasi yang
berakibat ketergantungan pada orang lain.(1) Karakteristik khusus pasien geriatri yang
sering dijumpai di Indonesia ialah malnutrisi. Setiati et al1 melaporkan malnutrisi
merupakan sindrom geriatri terbanyak pada pasien usia lanjut yang dirawat (42,6%)
di 14 rumah sakit.(2)
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66
juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia
tahun 2020 sebanyak 27,08 juta, tahun 2025 sebanyak 33,69 juta, tahun 2030
sebanyak 40,95 juta dan tahun 2035 sebanyak 48,19 juta.(3) Suatu negara dikatakan

2
berstruktur tua jika mempunyai populasi lansia di atas 7%. Persentase lansia di
Indonesia tahun 2017 telah mencapai 9,03% dari keseluruhan penduduk.(4)
Masalah geriatri atau sering disebut Sindrom geriatri merupakan kumpulan
gejala dan atau tanda klinis, dari satu atau lebih penyakit yang sering dijumpai pada
pasien geriatri.(2) Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang
sering dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon
dkk: The “14 i” yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability (instabilitas dan
jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan delirium),
Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi),
Immuno-deficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi),
Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan
iatrogenic), Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman), dan Impecunity .(5)

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Menua

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-


lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas/infeksi dan sekaligus memperbaiki kerusakan yg diderita(6).

2.1.2 Lanjut Usia

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
ke atas.(7) Batasan lanjut usia menurut WHO :

1. Middle age (45-59 th)

2. Elderly (60-70 th)

3. Old/lansia (75-90 th)

4. Very Old/sangat tua (>90 th)(1)

2.1.3 Geriatri

Geriatri” adalah cabang disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari aspek


kesehatan dan kedokteran pada manusia lanjut usia termasuk pelayanan kesehatan
kepada lanjut usia dengan mengkaji semua aspek kesehatan berupa promosi,
pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi.(7)

2.1.4 Pasien Geriatri

Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi penyakit dan/atau
gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan

4
yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendekatan
multidisiplin yang bekerja secara Interdisiplin.(7) Karakteristik pasien geriatri yang
pertama adalah multipatologi, yaitu adanya lebih dari satu penyakit kronis
degeneratif. Karakteristik kedua adalah daya cadangan faali menurun karena
menurunnya fungsi organ akibat proses menua. Karakteristik yang ketiga adalah
gejala dan tanda penyakit yang tidak khas.(1)

2.1.5 Sindroma Geriatri

Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan. Tamplan klinis
yang tidak khas sering membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis.(8) Terdapat
berbagai pembagian atas sindrom geriatri ini yaitu "the O complex" yang terdiri dari
Fall, Confusion, Incontinence, Iatrogenic disorders & Impaired homeostasis. Selain
itu terdapat “The Big Three” yang terdiri dari Intelectual failure, Instability,
Incontinence. Serta“The 14 I” diantaranya yaitu Immobility, Impaction, Instability,
Iatrogenic, Intelectual Impairment, Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence,
Immunodeffciency, Infection, Inanition, Impairment of Vision, Smelling, Hearing,
Impecunity. Selain itu ada yang mengklasifikasikan menjadi "the Geriatric Giants"
yang terdiri dari Cerebral syndromes, Bone diseases and fractures, Autonomic
disorders Incontinence Confusion and dementia Pressure sores (decubitus) & Falls.
(9)

2.2 Perubahan Fisiologis Pada Geriatri(6,16)

Proses penunuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-


lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat betahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap

5
infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang
disebut penyakit degeneratif (hipertensi, aterosklerosis, DM, dan kanker). Secara
umum pada usia lanjut terjadi penurunan cairan tubuh total, lean body mass dan
juga menurunnya respon regulasi termal, yang mengakibatkan mudah terjadinya
intoksikasi obat dan juga mudah terjadi hipotermia.

1. Sistem Kardiovaskuler

Penting untuk membedakan antara perubahan pada fisiologi yang


normalnya menyertai proses penuaan dan patofisiologi dari penyakit yang
umum pada populasi geriatri. Penurunan dari elastisitas arterial yang
disebabkan oleh fibriosis adalah bagian dari proses penuaan yang normal.
Penurunan komplians arterial menghasilkan peningkatan afterload,
peningkatan tekanan darah sistolik, dan hipertropi ventrikel kiri. Myokardial
fibrosis dan kalsifikasi dari katup jantung juga umum terjadi.

Kemampuan cadangan kardiovaskular menurun, sejalan dengan


pertambahan usia di atas 40 tahun. Penurunan kemampuan cadangan ini
sering baru diketahui pada saat terjadi stres anestesia dan pembedahan.
Akibat proses penuaan pada sistem kardiovaskular, yang tersering adalah
hipertensi. Pada pasien manula hipertensi harus diturunkan secara perlahan
lahan sampai tekanan darah 140/90 mmHg. Pada manula, tekanan sistolik
sama pentingnya dengan tekanan diastolik. Tahanan pembuluh darah perifer
biasanya meningkat akibat penebalan serat elastis dan peningkatan
kolagen serta kalsium di arteri-arteri besar. Kedua hal tersebut sering
menurunkan isi cairan intra-vaskuler. Waktu sirkulasi memanjang dari
aktivitas baroreseptor menurun.

Disfungsi distolik yang jelas dapat terlihat pada hipertensi sistemik,


penyakit arteri koroner, cardiomiopati, dan penyakit katup jantung, umumnya

6
stenosis aorta. Pasien dapat asimptomatis, atau dapat mengeluhkan ketidak
mampuan untuk berolahraga, dispneu, batuk atau pingsan. Disfungsi diastolik
mengakibatkan peningkatan ventricular-end diastolik pressure yang relatif
besar dengan volume ventrikel kiri yang sedikit berkurang. Pelebaran atrial
adalah predisposisi terjadinya atrial fibrilasi dan atrial flutter. Pasien beresiko
terjadinya congestif heart failure.

Terjadi penurunan respon terhadap rangsangan simpatis, dan


kemampuan adaptasi serta autoregulasi menurun. Perubahan pembuluh
darah seperti di atas juga terjadi pada pembuluh koroner dengan derajat
yang bervariasi, disertai penebalan dinding ventrikel. Sistem konduksi
jantung juga dipengaruhi oleh proses penuaan, sehingga sering terjadi
LBBB, perlambatan konduksi intraventikular, perubahan-perubahan
segmen ST dan gelombang T serta fibrilasi atrium. Semua hal di atas
mengakibatkan penurunan kemampuan respon sistem kardiovaskuler
dalam menghadapi stres.

2. Sistem Respirasi

Pada paru dan sistem pernafasan elastisitas jaringan paru berkurang,


kontraktilitas dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara
ventilasi dan perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi, dengan
akibat menurunnya kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya
pernafasan diafragma, jalan nafas menyempit dan terjadilah hipoksemia.
Menurunnya respons terhadap hiperkapnia, sehingga dapat terjadi gagal
nafas. Proteksi jalan nafas yaitu batuk, pembersihan mucociliary berkurang,
refleks laring dan faring juga menurun sehingga berisiko terjadi infeksi
dan kemungkinan aspirasi isi lambung lebih besar.

7
3. Sistem Metabolik dan Endokrin

Konsumsi oksigen basal dan maksimal menurun seiring dengan usia.


Setelah mencapai berat maksimal pada usia 60 tahun, kebanyakan pria dan
wanita akan mulai mengalami penurunan berat badan, umumnya hingga
mencapai berat kurang dari berat orang-orang usia muda kebanyakan.
Produksi panas menurun, kehilangan panas meningkat, dan pusat pengaturan
suhu di hipotalamus menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Peningkatan
resistensi insulin memicu penurunan progresif kemampuan tubuh untuk
mengatur beban glukosa.

4. Sistem Renalis

Pada ginjal jumlah nefron berkurang, sehingga laju filtrasi


glomerulus (LFG) menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi
obat. Hal ini disebabkan karena glomerulus dan tubular di ginjal di gantikan
oleh lemak dan jaringan fibrotik. Respon terhadap hormon diuretik dan
hormon aldosteron berkurang, respons terhadap kekurangan Na juga
menurun, sehingga berisiko terjadi dehidrasi. Kemampuan mengeluarkan
garam dan air berkurang, dapat terjadi over load cairan dan juga
menyebabkan kadar hiponatremia. Ambang rangsang glukosuria
meninggi, sehingga glukosa urin tidak dapat dipercaya. Produksi kreatinin
menurun karena berkurangnya massa otot, sehingga meskipun kreatinin serum
normal, tetapi LFG telah menurun. Perubahan-perubahan di atas
menurunkan kemampuan cadangan ginjal, sehingga manula tidak dapat
mentoleransi kekurangan cairan dan kelebihan beban zat terlarut

5. Sistem hepatobilier dan gastrointestinal

Massa hepar berkurang seiring dengan penuaan, dengan diikuti oleh


penurunan hepatic blood flow. Fungsi hepar menurun sesuai dengan

8
berkurang nya massa hepar. Dengan demikian laju biotransformasi dan
produksi albumin berkurang. Level plasma colinesterasi pada pria tua juga
berkurang. Pasien manula mungkin sekali lebih mudah mengalami cedera
hati akibat obat-obat, hipoksia dan transfusi darah. Terjadi pemanjangan
waktu paruh obat-obat yang diekskresi melalui hati.

Tingkat keasaman lambung cenderung meningkat, meski masa


pengosongan lambung diperpanjang. Akibat menurunnya fungsi persarafan
sistem gastrointestinal, sfingter gastro-esofageal tidak begitu baik lagi,
disamping waktu pengosongan lambung yang memanjang sehingga mudah
terjadi regurgitasi.

6. Sistem Saraf Pusat

Pada sistem saraf pusat, terjadi perubahan-perubahan fungsi


kognitif, sensoris, motoris, dan otonom. Kecepatan konduksi saraf sensoris
berangsur menurun. Perfusi otak dan konsumsi oksigen otak menurun
sampai 10%-20%. Berat otak menurun karena berkurangnya jumlah sel
neuron, terutama di korteks otak maupun otak kecil. Berat otak pada orang
dewasa muda rata-rata 1400 g, akan menurun menjadi 1150 g pada usia
80 tahun. Dikatakan, terdapat korelasi positif antara berat otak dan
harapan hidup. Ukuran neuron berkurang, dan neuron kehilangan
kompleksitas pohon dendrit, dan jumlah sinaps juga berkurang. Terdapat
juga penurunan fungsi neurotransmiter. Sintesis dari beberapa
neurotransmiter seperti dopamin, dan jumlah dari reseptor mereka
berkurang. Serotonic, adrenergic, dan γ-aminobutyric acid (GABA) binding
site juga berkurang. Sedangkan jumlah astrosit dan sel microglial bertambah.
Degenerasi sel saraf perifer mengakibatkan kecepatan konduksi yang
memanjang dan atropi otot skeletal.

9
7. Sistem Musculoskeletal

Massa otot berkurang, neuromuscular junction juga menipis. Kulit


mengalami atropi seiring dengan usia, dan mudah mengalami trauma. Vena
rapuh dan mudah pecah akibat pada pemasangan infus intravena. Sendi artritis
mudah terganggu oleh perubahan posisi.

2.3 Klasifikasi Sindrom Geriatri(6,9,10,11,12)

1. Imobilility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari
atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat perubahan
fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan
masalah psikologis. Beberapa informasi penting meliputi lamanya menderita
disabilitas yang menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi
kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk mengeliminasi
masalah iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.
2. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang.Terdapat banyak faktor
yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut.
Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik
(faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang
terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah
instabilitas dan riwayat jatuh adalah mengobati berbagai kondisi yang
mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan

10
berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal
yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.
3. Intelectual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada
pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan
fungsi intelektual dan memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak,
yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia
tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya
kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat
pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi
perasa, dan terganggunya aktivitas.

Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan Mini


Mental State Examination dan penyebab pastinya dengan pemeriksaan
patologi. Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia degeneratif
primer/Alzheimer (50-60%), dementia multi infark (10-20%), dementia
reversibel/sebagian reversibel (20-30%), dan gangguan lain (5-10%).

Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks jembatan


keledai berikut:

D : drugs
E : emotional (emosi, depresi)
M : metabolik/endokrin
E : eye and ear (mata dan telinga)
N : nutrisi
T : tumor trauma
I : infeksi

11
A : arteriosklerosis

Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien,


mengenali dan mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi pada
keluarga, dan nasihat pada keluarga.

4. Incontinence (Inkontinensia Uri dan Alvi)


WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar
feses cair atau padat yang merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi
lain menyatakan inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau
ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus.
Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia
urin.
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarganya karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta
tidak perlu diobati. Prevalensi inkontinensia urin di Indonesia pada pasien
geriatri yang dirawat mencapai 28,3%. Biaya yang dikeluarkan terkait
masalah inkontinensia urin di poli rawat jalan Rp 2.850.000,- per tahun per
pasien.

Klasifikasi inkontinensia:

a) Inkontinensia Urin Akut Reversibel


Merupakan setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien
dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau
memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul,

12
stroke, arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau
obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan
inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan
memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan
inkontinensia akut. Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat
memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria.
Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan
nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin
nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya
inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic
alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk
mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible
dapat dilihat akronim di bawah ini :
D --> Delirium
R --> Restriksi mobilitas, retensi urin
I --> Infeksi, inflamasi, Impaksi
P --> Poliuria, pharmasi
b) Inkontinensia Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai
cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan
praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu
evaluasi dan intervensi klinis.
Kategori klinis meliputi :
1) Inkontinensia urin stress (stres inkontinence)
Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan
intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga.
Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul,

13
merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di
bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin
terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah
pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh
mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin
yang keluar dapat sedikit atau banyak.
2) Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence)
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity).
Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia
urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan
cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk
sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga
timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini
merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75
tahun.
3) Inkontinensia urin luapan/overflow (overflo incontinence)
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada
diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan
berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-
faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin
tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.

14
4) Inkontinensia urin fungsional
Inkontinensia fungsional merupakan keadaan seseorang yang
mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan tidak dapat
diperkirakan. Inkontinensia fungsional merupakan inkontinensia
dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada
faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang menyebabkan pasien
sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia
Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau
tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi

Tatalaksana inkontinensia urin meliputi behavioral training (bladder


training, pelvic floor exercise), farmakologis, pembedahan. Obat yang
digunakan dapat meliputi antikolinergik antispasmodik (imipramin), α-
adrenergik agonis (pseudoefedrin, fenilpropanolamin), estrogen agonis
(oral/topikal), kolinergik agonis (betanekol), dan α-arendergik antagonis
(terasozine) untuk tipe overflow atau urgensi karena pembesaran prostat.
Pembedahan meliputi juga kateterisasi sementara (2-4 kali sehari) atau
menetap.

5. Isolastion (Depresi)
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia
lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak,
bahkanbinatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari
lingkungan,menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga
yang mulaimengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien
akan merasa hidupsendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat
melakukan usaha bunuh diriakibat depresi yang berkepajangan
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak
kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut seringkali dianggap

15
sebagai bagian dari proses menua. Prevalensi depresi pada pasien geriatri
yang dirawat mencapai 17,5%. Deteksi dini depresi dan penanganan segera
sangat penting untuk mencegah disabilitas yang dapat menyebabkan
komplikasi lain yang lebih berat.
Etiologi dan patogenesis berhubungan dengan polifarmasi, kondisi
medik dan obat-obatan. Faktor-faktor yang memperberat depresi adalah:
 Kehilangan orang yang dicintai
 Kehilangan rasa aman
 Taraf kesehatan menurun
6. Impotence (Impotensi)
Impotency (Impotensi), ketidak mampuan melakukan aktivitas seksual pada
usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan
hormon,syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis
dengan darahsehingga membesar, pada gangguan vaskuler seperti sumbatan
plak aterosklerosis(juga terjadi pada perokok) dapat menyumbat aliran darah
sehingga penis tidakdapat ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi.
50 % pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun
mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengomsumsi obat-obatan
seperti:
 Anti hipertensi
 Anti psikosa
 Anti depressant
 Litium (mood stabilizer)
Selain karena mengonsumsi obat-obatan, impotensi dapat terjadi akibat
menurunnya kadar hormone.

16
7. Immunodeficiency (Penurunan imunitas)
Perubahan yang terjadi dari proses menua adalah:
 Berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel
 Rendahnya afinitas produksi antibodi
 Meningkatnya autoantibodi
 Terganggunya fungsi makrofag
 Berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat
 Atropi timus
 Hilangnya hormon timus
 Berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang

Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang


mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi
thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu
bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap
terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama
pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin -yang
berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas yang melemah.
Hal yangsama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah
antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang
terhadap agen-agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi
besar pada pasien lansia.

8. Infection (Infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun
pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih,
pneumonia, sepsis, dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,

17
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena
infeksi.
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan
kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi
akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit komorbid kronik yang cukup
banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya
daya komunikasi usila sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal
tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya
ditandai dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak
dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak
disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 36°C lebih
sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain
berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-
tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi
pada pasien usia lanjut.
9. Inanitaion (Malnutrisi)
Etiologi malnutrisi ada dua, yaitu:
 Malnutrisi primer, yang terjadi sebab dietnya mutlak salah atau kurang
 Malnutrisi sekunder atau bersyarat
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut
karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja.
Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan
asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak
diinginkan. Faktor predisposisi dari malnutrisi adalah:
 Pancaindra untuk rasa dan bau berkurang
 Kehilangan gigi alamiah
 Gangguan motilitas usus akibat tonus otot menurun

18
 Penurunan produksi asam lambung
 Faktor sosial ekonomi, psikososial dan lingkungan
10. Impaction (Konstipasi)
Batasan konstipasi oleh Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan berikut yang
berlangsung dalam waktu 3 bulan.
 Konsistensi feses keras
 Mengejan dengan keras saat BAB
 Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25 % dari keseluruhan BAB
 Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan konstipasi adalah:
 Obat-obatan (narkotik golongan NSAID, antasid aluminium, diuretik,
analgetik, dll)
 Kondisi neurologis
 Gangguan metabolik
 Psikologis
 Penyakit saluran cerna
 Lain-lain (diet rendah serat, kurang olahraga, kurang cairan)
11. Insomnia (Gangguan Tidur)
Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup
yangmenyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa
penyakitjugadapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan
hiperaktivitas kelenjarthyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga dapat
menyebabkan insomnia. Jamtidur yang sudah berubah juga dapat menjadi
penyebabnya.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien
geriatri. Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan
sulit memertahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang usia lanjut di

19
komunitas mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh
tetap terjaga sepanjang malam, 19% mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19%
mengalami kesulitan untuk tertidur.
Pada usia lanjut umumnya mengalami gangguan tidur, seperti:
 Kesulitan untuk tertidur (sleep onset problem)
 Kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deep maintenance
problem)
 Bangun terlalu pagi (early morning awakening)
Faktor yang dapat menyebabkan insomnia pada usia lanjut adalah:
 Perubahan irama sirkadian
 Gangguan tidur primer
 Penyakit fisik (hipertiroid, arteritis)
 Penyakit jiwa
 Pengobatan polifarmasi
 Demensia
12. Iatrogenic Disorder (Gangguan Iatrogenic)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik,
seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang
tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping
dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa.
Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena
obat akan dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan
fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat.
Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah
glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan melalui
ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan
dengan baik dan dapat berefek toksik .

20
13. Impairment of Hearing, Vision, and Smell (Gangguan Pendengaran,
Penglihatan, dan Penciuman)

Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai


hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada
pasien geriatri yang dirawat di Indonesia mencapai 24,8%.Gangguan
penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang, status
fungsional, fungsi sosial, dan mobilitas. Gangguan penglihatan dan
pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan disabilitas
fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan mortalitas. Gangguan
pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensigangguan
pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia70
tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya,
etiologigangguan pendengaran sama untuk semua umur, kecuali ditambah
presbikusisuntuk kelompok geriatri.

Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai


dengan terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan gangguan
pendengarankonduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga bagian dalam,
juga dapatmenimbulkan gangguan sensorineural. Penyakit Ménière adalah
penyakit telingabagian dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran
berfluktuasi, tinnitus danpusing. Gangguan pendengaran karena bising yang
disebabkan oleh energi akustikyang berlebihan yang menyebabkan trauma
permanen pada sel-sel rambut.Presbikusis sensorik yang sering sekali
ditemukan pada geriatri disebabkan olehdegenerasi dari organo korti, dan
ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensitinggi. Pada pasien juga
ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit untukdiajak
berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada

21
geriatriadalah dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan
tindakan bedahberupa implantasi koklea

14. Impecunity (Kemiskinan)


Dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental akan
berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh
dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat
memberikan penghasilan. Akhirnya, lansia merasa miskin dan merasa tidak
dapat berbuat apa-apa sehingga dapat menimbulkan depresi.
2. 3 Manifestasi Sindroma Geriatri (11,13,14,15)
1. Imobilisasi
a. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
b. Keterbatasan menggerakkan sendi
c. Adanya kerusakan aktivitas
d. Penurunan ADL dibantu orang lain
e. Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
- Kemungkinan dibuktikan oleh:
a. Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik
b. Kerusakan koordinasi
c. Keterbatasan rentang gerak
d. Penurunan kekuatan atau kontrol otot
2. Inkontinensia
a. Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan, dan
sebagainya.
b. Inkontinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
c. Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari.

22
3. Demensia
a. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
b. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
c. Gangguan kpribadian dan perilaku (mood swings)
d. Defisit neurologi dan fokal
e. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi, dan kejang
f. Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waha, dan paranoid
g. Keterbatasan dalam ADL
h. Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
i. Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian
j. Lupa meletakkan barang penting
k. Sulit mandi, makan, berpakaian, dan toileting
l. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk
m. Tidak dapat makan dan menelan
n. Inkontinensia urin
o. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi
p. Gangguan orientasi waktu dan tempat
q. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar
r. Ekspresi yang berlebihan
s. Adanya perubahan perilaku, seperti acuh, menarik diri, dan gelisah
4. Konstipasi
a. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
b. Mengejan keras saat BAB
c. Massa feses yang keras dan sulit keluar
d. Perasaan tidak tuntas saat BAB
e. Sakit pada daerah rectum saat BAB

23
f. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
g. Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
h. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB
5. Depresi
a. Gangguan tidur
b. Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), rasa nyeri,
pandangan kabur, gangguan saluran cerna,gangguan nafsu makan
(meningkat atau menurun), konstipasi, perubahan berat badan (menurun
atau bertambah).
c. Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi atau
hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun,
tidak mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual berubah
(mencakup libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati dan gejala
biasanya lebih buruk di pagi hari.
d. Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak bahagia,
letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung, marah,
frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan
sosial, kehilangan kenikmatan & perhatian terhadap kegiatan yang biasa
dilakukan, banyak memikirkan kematian & bunuh diri, perasaan negatif
terhadap diri sendiri, persahabatan serta hubungan sosial.
6. Malnutrisi
a. Kelelahan dan kekurangan energi
b. Pusing
c. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh
kesulitan untuk melawan infeksi)
d. Kulit yang kering dan bersisik
e. Gusi bengkak dan berdarah

24
f. Gigi yang membusuk
g. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
h. Berat badan kurang
i. Pertumbuhan yang lambat
j. Kelemahan pada otot
k. Perut kembung
l. Tulang yang mudah patah
m. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
7. Insomnia

a. Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal

b. Wajah kelihatan kusam

c. Mata merah, hingga timbul bayangan gelap di bawah mata

d. Lemas, mudah mengantuk

e. Resah dan mudah cemas

f. Sulit berkonsentrasi, depresi, ganggua memori, dan mudah tersinggung

8. Immune Deficeincy

a. Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandingkan bakteri

b. Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)

c. Infeksi respiratorius dan oral thrush umum terjadi

d. Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi

9. Impoten
a. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan
ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan).
b. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten

25
c. Ereksi hanya sesaat

2.4 Penatalaksanaan sindrom geriatri (13,14,15)

Dalam merawat dan menatalaksana pasien geriatri tercakup dua


komponen penting yakni pendekatan tim dan P3G yang merupakan bagian
comprehensive geriatric management (CGM). Pendekatan paripurna pasien
geriatri merupakan prosedur pengkajian multidimensi. Diperlukan instrumen
diagnostik yang bersifat multidisiplin untuk mengumpulkan data medik,
psikososial, kemampuan fungsional, dan keterbatasan pasien usia lanjut.
Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai masalah pada
pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien, mengidentifikasi jenis
pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana asuhan yang
berorientasi pada kepentingan pasien. Pendekatan paripurna pasien geriatri
berbeda dengan pengkajian medik standar dalam tiga hal, yaitu fokus pada pasien
usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup status fungsional dan
kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat interdisiplin.

Berikut beberapa penatalaksanaan secara umum sindrom geriatrik,


diantaranya :

1. Pemberian asupan diet protein, vitamin C,D,E, & mineral yang cukup.Orang
usia lanjut umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka kecukupan gizi
(AKG). Penelitian multisenter di 15 propinsi di Indonesia mendapatkan bahwa
47% usia lanjut mengonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Proporsi protein
yang adekuat merupakan faktor penting; bukan dalam jumlah besar pada
sekali makan. Hal penting lainnya adalah kualitas protein yang baik, yaitu
protein sebaiknya mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam
amino esensial dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga
dapat mencegah sarkopenia. Leusin dikonversi menjadi hydroxy-methyl-

26
butyrate (HMB). Suplementasi HMB meningkatkan sintesis protein dan
mencegah proteolisis

2. Pengaturan olah raga secara teratur. Perlu pemantauan rutin kemampuan dasar
seperti berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif. Aktivitas fisik dapat
menghambat penurunan massa dan fungsi otot dengan memicu peningkatan
massa dan kapasitas metabolik otot sehingga memengaruhi energy
expenditure, metabolise glukosa, dan cadangan protein tubuh. Resistance
training merupakan bentuk latihan yang paling efektif untuk mencegah
sarkopenia dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang tua. Program
resistance training dilakukan selama 30 menit setiap sesi, 2 kali seminggu .
Aktivitas fisik tanpa asupan nutrisi yang adekuat menyebabkan keseimbangan
protein negatif dan menyebabkan degradasi otot.Kombinasi resistance
training dengan intervensi nutrisi berupa asupan protein yang cukup dengan
kandungan leusin, khususnya HMB yang adekuat, merupakan intervensi
terbaik untuk memelihara kesehatan otot orang usia lanjut

3. Pencegahan infeksi dengan vaksin

4. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan


elektif dan reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi dan
fisioterapi individual

5. Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang
disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan
yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit
dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak
dan biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi
dalam pengelolaan, gejala yang dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta

27
resep, dan untuk menghilangkan efek samping obat justru ditambah obat baru.
Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat yang benar pada pasien geriatri
dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap, jangan memberikan
obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama, kenali obat
yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-lahan, obati
sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hati-hati mengguakan
obat baru

Penatalaksaanna resiko jatuh:


1) Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kaca mata) dan alat bantu
dengar (earphone)
2) Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
3) Evaluasi kemampuan kognitif
4) Beri lansia bantu berjalan seperti hand rail walker
Penatalaksanaan gangguan tidur:
1) Tingkatkan aktivitas rutin setiap hari
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman
3) Kurang konsumsi kopi
4) Berikan benzodiazepine seperti temazepam (7,5-15mg)
2.5 Pencegahan sindrom Geriatri (6,9)
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan yaitu:
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan pengobatan,
pembatasan kecacatan dan pemulihan.

1. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya
promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan
dukungan klien, tenaga provesional dan masyarakat terhadap praktik

28
kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya promotif di
lakukan untuk membantu organ-organ mengubah gaya hidup mereka dan
bergerak ke arah keadaan kesehatan yang optimal serta mendukung
pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang perilaku
hidup mereka.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh,
mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan
alat pengaman dan mengurangi kejadian keracunan makanan atau zat
kimia.
b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan pengunaan sistem
keamanan kerja.
c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan
untuk mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan kimia, mengurangi
radiasi di rumah, meningkatkan pengolahan rumah tangga terhadap bahan
berbahaya, serta mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan.
d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang bertujuan
untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut.
2. Pencegahan (Preventif)
a. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis
pelayanan pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling,
berhenti merokok dan minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di
dalam dan sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang
tepat.

29
b. Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap penderita
tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum
tampak secara klinis dan mengindap faktor risiko. Jenis pelayan
pencegahan sekunder antara lain adalah sebagai berikut: kontrol hipertensi,
deteksi dan pengobatan kangker, screening: pemeriksaan rektal, papsmear,
gigi mulut dan lain-lain.
c. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit
dan cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan
dengan perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan
perawatan jangka panjang.
3. Diagnosis dini dan Pengobatan
a. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas profesional
dan petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes dini,
skrining kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia,
memanfaatkan Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta penandatangan
kontrak kesehatan.
b. Pengobatan
Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi meliputi
sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan,
urogenital, hormonal, saraf dan integumen.

30
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Proses menua mengakibatkan penurunan fungsi sistem organ seperti sistem
sensorik, saraf pusat, pencernaan, kardiovaskular, dan sistem respirasi. Selain itu
terjadi pula perubahan komposisi tubuh, yaitu penurunan massa otot, peningkatan
massa dan sentralisasi lemak, serta peningkatan lemak intramuskular.
Sindrom geriatri adalah kumpulan gejala dari satu atau lebih penyakit, yang
sering dijumpai pada pasien geriatri diantaranya terdiri dari imobilisasi, instabilitas,
inkontinensia urin dan alvi, intellectual impairment, Infeksi, Impairment of hearing
and vision, Impaksi (Konstipasi), Isolasi, Inasiasi (malnutrisi), Impecunity like
poverty, Iatrogenik, Insomnia, Immune deficiency, dan Impotensi yang biasanya
disebut dengan “14 I”. Pencegahan sindrom geriatri dapat berupa promosi (promotif)
dan pencegahan (preventif)

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Warner HR, Sierra F, Thompson LV. Biology of aging.In: Fillit HM,


Rockwood K, Woodhouse K, editors.Brocklehurst’s textbook of geriatric
medicine andgerontology. 7th ed. New York:Saunders; 2010.
2. Setiai, Siti, Sistem Paripurna Pelayanan Geriatri. Buku Ajar Dalam Edisi
V. Jakarta; 2009. Halaman 3882
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Lansia di Indonesia
tahun 2017. Kementeri Kesehat Republik Indones. Jakarta; 2017;6.
4. 3. World Population Prospects the 2017 Revision [Internet]. Departement
of Economic and Social Affairs, Population Division. USA; 2017.
Available from: www.un.org
5. Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of
clinical geriatris. 6th ed. New York, NY:McGraw-Hill.
6. PAPDI. Buku Ajar Geriatri. 5th ed. FK UI; 2014.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 79 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Geriatri di Rumah Sakit. 2014.
8. Siti, Maryam Rdkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Penanganannya.
Jakarta: Salemba Medika
9. PAPDI. Geriatri. In: Ilmu Penyakit Dalam. p. 122–45.
10. Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of
clinical geriatris. 6th ed. New York, NY: McGraw-Hill.
11. Cigolle CT, Langa KM, Kabeto MU, Tian Z, Blaum CS. 2007. Geriatric
conditions and disability: the health and retirement study. American
College of Physicians. 147(3):156-164.

32
12. Dementia. Dalam : Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser S,
Jameson J, Localzo J. Editors. Harrison’s Principles of interna medicine
18thed. United States of America; The McGrawhill Companies. 2011
13. Setiai, Siti, Roosheroe, Arya Gavinda. Imobilisasi Pada Usia Lanjut. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi v. Jakarta; Pusat informasi dan
Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM; 2009.
Halaman 859-864
14. Setiati, Siti, Pramantara, I Dewa Putu. Inkontinesia Urin dan Kandung
Kemih Hiperaktif. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta;
2009. Halaman 837 – 844.
15. Setia, Siti, Laksmu Niko Andhi. Gangguan Keseimbangan Jatuh dan
Fraktur. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jiid I. Edisi V. Jakarta. Interna
Medicine: 2010. Hal 812 – 825
16. Darmojo B. Geriatri Ed. 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. Hal 3-
4; 56-66.

33

Anda mungkin juga menyukai