1, (2013)
Abstrak— Sumber daya manusia memiliki peranan penting perusahaan perlu melakukan identifikasi lebih dalam
dalam menunjang kinerja perusahaan. Perusahaan perlu kepada values yang dianut dalam perusahaan (Schein,
mengupayakan agar sumber daya manusia terfasilitasi 1992). Ketika asumsi dasar dari budaya organisasi dari
dengan desain kerja, pengelolaan dan lingkungan kerja yang
sebuah perusahaan telah teridentifikasi dengan baik, maka
dapat mengembangkan potensi dari sumber daya manusia
tersebut. Setiap perusahaan tentu memiliki seperangkat nilai setiap perilaku, problem solving, dan respons karyawan
serta asumsi dasar yang berbeda-beda. Agar hal tersebut terhadap setiap permasalahan dapat diprediksikan dengan
dapat terfasilitasi secara maksimal, perusahaan perlu baik.
memahami budaya organisasi yang mendasari Budaya organisasi merupakan suatu nilai-nilai
perusahaannya. Pemahaman budaya organisasi dapat kepercayaan, dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu
membantu perusahaan dalam mengenali setiap asumsi dasar
yang ada dalam perusahaannya, yang kemudian akan
sistem manajemen organisasi (Denison, 1990), hal ini
membantu perusahaan untuk memprediksi dan merespon dilakukan secara berulang-berulang dan kemudian
setiap perilaku karyawan. Untuk mendeskripsikan budaya membentuk sebuah pola penyesuaian diri terhadap
organisasi dalam perusahaan alas kaki, metode penelitian lingkungan internal dan eksternal (Schein, 1992). Sistem
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan metode tersebut dikoordinasikan secara sadar (Robbins, 2005),
studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut dilakukan
secara langsung pada manajer sumber daya manusia dan
manajer pabrik / operasional dan observasi. Dari penelitian secara terus menerus sebagai proses pemrograman pikiran,
ini, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi memiliki yang secara permanen akan membentuk software of mind
peran yang sangat kuat dalam perusahaan alas kaki. Budaya dalam organisasi (Hofstede, 2005). Dalam prosesnya, setiap
ini mendasari setiap kegiatan yang ada dalam perusahaan. anggota yang terlibat dalam organisasi membutuhkan
Budaya organisasi dalam perusahaan alas kaki dapat proses sosialisasi yang baik untuk dapat menyerap secara
diklasifikasikan sebagai Clan Culture, karena memiliki
penuh budaya organisasi yang ada. Ketika software of mind
orientasi yang kuat terhadap komunikasi dan hubungan kerja
yang baik satu sama lain. Hal-hal tersebut menghasilkan dari organisasi telah terbentuk, maka hal tersebut juga akan
tingkat komitmen yang tinggi. Budaya ini didasari oleh berfungsi sebagai mekanisme kontrol. Budaya membuat
budaya perusahaan keluarga yang ditanamkan oleh pendiri karyawan terbiasa serta meyakini bahwa peraturan, tujuan
perusahaan. Selain Clan Culture, perusahaan juga mengambil dan proses yang diimplementasikan dalam organisasi
beberapa unsur dari jenis budaya Market Culture, yang merupakan tujuan bersama. Proses pemrograman pikiran
berorientasi kepada hasil daripada proses.
organisasi dimulai sejak fase awal organisasi tersebut
Kata Kunci—Budaya Organisasi, Industri Manufaktur berdiri.
Alas Kaki, Perusahaan Keluarga. Pemrograman pikiran tersebut dilakukan oleh Pemimpin
organisasi lewat kisah-kisah seputar perusahaan, bahasa,
simbol material, dan kebiasaan (Robbins, 2005).
I. PENDAHULUAN
Pemrograman pikiran bertujuan untuk membentuk asumsi
1.1 Konsep Budaya Organisasi dasar dari organisasi. Asumsi dasar merupakan suatu hal
Budaya organisasi merupakan pedoman mengenai yang dipercaya benar dan dapat membawa dampak bagi
bagaimana seharusnya setiap kegiatan dilakukan dalam organisasi. Asumsi dasar tidak dapat disimpulkan hanya
sebuah organisasi (Deal and Kennedy, 1982). Dari definisi berdasarkan pada apa yang dapat dilihat secara visual,
tersebut, budaya organisasi dapat diartikan sekumpulan harus terdapat pemahaman bertingkat tentang budaya
nilai, asumsi, keyakinan yang dipercaya benar oleh organisasi (Schein, 1992).
sekelompok orang, yang kemudian berintegrasi satu sama Tidak hanya dengan pemahaman bertingkat, asumsi
lain dan membentuk satu budaya organisasi yang utuh. dasar dapat dipahami dengan cara lain. Asumsi dasar dapat
Budaya organisasi tidak berbicara mengenai budaya dari dipahami dengan menganalisa indikator-indikator yang
setiap individu yang terlibat di dalamnya, melainkan berhubungan langsung dengan proses dan produktivitas
personal characteristics budaya organisasi tersebut perusahaan. Terdapat tujuh indikator dalam menentukan
(Wirawan, 2007). Hal ini akan terlihat secara otomatis dari karakteristik budaya organisasi, yaitu ketelitian,
respons setiap karyawan terhadap permasalahan internal stabilitas,agresivitas, orientasi hasil, orientasi tim, orientasi
dan eksternal (Schein, 1992). Respons tersebut merupakan orang, inovasi dan pengambilan resiko (Robbins, 2005).
output dari asumsi dasar yang dipercaya benar oleh sebuah Dari indikator-indikator tersebut, akan dijabarkan sub
organisasi. Untuk mengetahui asumsi dasar tersebut, indikator yang mengarah kepada proses-proses kerja yang
AGORA Vol. 1, No. 1, (2013)
memiliki visi yang jelas serta dapat diukur, maka hal ini perusahaan, dan memiliki standar reward and punishment
akan secara langsung mempengaruhi komitmen dan yang jelas dalam perusahaan.
produktivitas dalam organisasi. Setiap proses tersebut akan menjadi unsur budaya, yang
memiliki beberapa fungsi khusus. Budaya organisasi
1.4 Jenis Budaya Organisasi memiliki fungsi untuk menetapkan batasan, memberikan
Setiap karakteristik budaya organisasi akan identitas (Robbins, 2005), mekanisme control, integrator
menggambarkan jenis budaya yang terjadi dalam sebuah (Tika, 2010), memfasilitasi komitmen dalam suatu
organisasi. Budaya organisasi dapat diklasifikasikan organisasi (Wirawan, 2007). Selain itu, fungsi budaya
menjadi 4 jenis (OCAI Online, 2010), yaitu the clan organisasi juga didefinisikan sebagai peran kepemimpinan
culture, the adhocracy culture, the hierarchy culture, dan sehubungan dengan fase-fase yang dialami oleh organisasi
the market culture. Setiap jenis budaya memiliki kelebihan (Schein, 1992). Menurut penulis secara pribadi, pemimpin
dan kekurangan masing-masing, sesuai dengan memegang kendali penuh dalam membentuk unsur-unsur
karakteristiknya. Keempatnya jenis budaya ini sebagai dasar dari fungsi budaya organisasi. Fungsi-fungsi
diklasifikasikan berdasarkan fleksibilitas, kebijaksanaan, tersebut kemudian terus berubah, sesuai dengan gaya
fokus, stabilitas dan pengendalian: kepemimpinan dan keadaan lingkungan dari budaya
organisasi. Maka dari itu, penting bagi setiap organisasi
untuk memahami budaya organisasi dengan baik. Hal ini
berkaitan secara langsung dengan produktivitas kinerja
organisasi tersebut.
yang lebih mahal dibandingkan negara lain seperti bahwa sebagian besar perusahaan keluarga merupakan
Kamboja.Diprediksikan bahwa perkembangan industri alas perusahaan swasta yang memiliki kontribusi besar terhadap
kaki akan terus meningkat di negara Indonesia. The produk domestik bruto sebesar 82.44% (Swara Karya, 28
Investment Coordinating Board mengatakan bahwa Juni 2007). Jadi, sebagian besar dari perusahaan di
Indonesia akan berkembang menjadi negara manufaktur Indonesia merupakan perusahaan keluarga, tidak terkecuali
alas kaki terbesar nomor dua setelah China (Fadillah, perusahaan manufaktur.
2011). Budaya perusahaan keluarga berasal dari budaya sang
Beberapa fakta tersebut menjadikan industri alas kaki di pemilik, yang pada umumnya menghasilkan suasana kerja
Indonesia menjadi objek yang menarik untuk diteliti dan yang ramah (Susanto, 2007). Di sisi lain, perusahaan
dikembangkan. Dalam merespon besarnya jumlah keluarga cenderung mementingkan hasil daripada proses,
permintaan di masa depan, perusahaan manufaktur di karena perusahaan keluarga tidak memiliki proses birokrasi
Indonesia harus mempersiapkan kapasitas produksi yang yang baik (Susanto, 2007). Dalam mencapai kinerja
besar. Hal itu akan semakin mudah tercapai apabila para maksimal, perusahaan harus memiliki budaya organisasi
perusahaan manufaktur di Indonesia memiliki kinerja yang yang kuat, yaitu budaya yang mementingkan hasil tanpa
efektif dan efisien. Dengan adanya hal tersebut, perusahaan mengabaikan proses yang ada (Robbins, 2005).
dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya, Kenyataannya, perusahaan keluarga cenderung menolak
yang kemudian akan berpotensi meningkatnya kualitas dan hal tersebut. Tingkat keterbukaan perusahaan keluarga
kesejahteraan buruh. terhadap perubahan budaya hanya mencapai 63%, angka
tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan hal
1.7 Peran Budaya Organisasi Dalam Industri lainnya (Susanto, 2007). Hal ini disebabkan oleh karena
Manufaktur Alas Kaki budaya organisasi dalam perusahaan keluarga telah melekat
Dalam mencapai kinerja yang efektif dan efisien, terlalu lama sejak perusahaan tersebut berdiri, sehingga
perusahaan manufaktur perlu untuk mengetahui bagaimana kemudian budaya ini berfungsi sebagai penghambat
praktek manajemen dan manufaktur yang baik, seperti perubahan (Robbins, 2005) . Hambatan ini didasari oleh
Total Quality Management (TQM) (Arrumugam, 2011) rasa takut kehilangan kompetensi, dan hubungan yang
dan Manufacturing Best Practices (MBP) (Ungan, 2007). sudah terjalin dengan baik dalam perusahaan (Susanto,
Untuk dapat mempraktekkan TQM dengan baik, 2007). Banyak perusahaan belum menyadari pentingnya
perusahaan perlu mengerti mengenai budaya yang mengembangkan budaya organisasi karena merasa nyaman
berkualitas. Budaya tersebut berperan sebagai komponen dengan performanya saat ini. Perusahaan belum menyadari
utama dari suksesnya implementasi TQM, karena hal ini bahwa perkembangan ekonomi global menyebabkan
berfungsi sebagai desain perilaku yang telah diakui oleh perusahaan juga dituntut untuk memprioritaskan
karyawan sebagai cara menyelesaikan masalah pengembangan value, proses, dan standarisasi kinerja yang
(Arrumugam, 2011). Apabila karyawan gagal untuk baik dalam perusahaan.
mengimplementasikan proses dengan baik, maka Berdasarkan fakta tersebut, perusahaan perlu untuk
perusahaan perlu mengusahakan terbentuknya budaya yang melakukan identifikasi secara mendalam mengenai budaya
baik (Arrumugam, 2011). Dalam mengimplementasikan organisasi. Identifikasi tersebut akan membuat perusahaan
MBP, diperlukan pemahaman untuk melakukan inovasi paham akan kelebihan dan kekurangan budayanya. Setelah
terhadap budaya (Ungan, 2007). Inovasi identik dengan mengetahui hal tersebut, maka perusahaan akan dapat
bagaimana cara perusahaan terus menghasilkan cara kerja membandingkan kondisinya saat ini dengan tujuan jangka
baru yang relevan dengan kondisi saat ini. Dengan adanya panjang perusahaan di masa mendatang.
budaya inovasi, perusahaan dapat mengimplementasikan
perubahan dengan baik, dan menghasilkan proses 1.9 Rumusan Masalah Penelitian
pembelajaran yang berkesinambungan dalam perusahaan. Berikut merupakan rumusan masalah dari perusahaan
Maka dari itu, penting bagi perusahaan manufaktur alas manufaktur alas kaki :
kaki untuk memahami dan terus mengembangkan budaya 1. Bagaimana budaya organisasi pada perusahaan saat ini?
organisasi. Pada umumnya, perusahaan manufaktur 2. Unsur budaya apakah yang memiliki peranan terpenting
merupakan perusahaan padat karya, yang tentu dalam perusahaan?
membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar. Melakukan 3. Bagaimana budaya organisasi yang diharapkan
pengendalian kepada sejumlah besar orang bukan hal yang perusahaan?
mudah bagi manajemen. Budaya organisasi dapat 4. Bagaimana cara perusahaan mencapai hal tersebut?
membantu manajemen sebagai mekanisme kontrol untuk
mengatasi masalah-masalah seputar perusahaan (Hofstede,
2005).
budaya organisasi miliki perusahaan keluarga. Budaya pilihan penyelesaian, yaitu secara kekeluargaan atau
tersebut dapat terus dipertahankan oleh karena komposisi peraturan. Jika karyawan memilih untuk diselesaikan
kepemimpinan dari perusahaan dihuni oleh orang-orang secara kekeluargaan, maka karyawan hanya akan mendapat
yang sama dari awal berdirinya perusahaan hingga saat ini. peringatan halus Apabila karyawan memilih cara hukum,
Dari awal berdiri hingga saat ini, perusahaan masih maka karyawan akan diberikan surat peringatan. Karyawan
dipimpin oleh orang yang sama, dan beberapa jabatan mungkin tidak diberikan kedua pilihan tersebut, apabila
seperti kepala bagian, pengawas juga masih dihuni oleh melakukan kesalahan yang memberikan kerugian besar
orang-orang yang sama. Untuk karyawan bagian produksi, bagi perusahaan. Dalam problem solving, karyawan juga
budaya organisasi terus dipertahankan dan dikembangkan seringkali dilibatkan. Contohnya, karyawan dilibatkan
oleh kepala bagian personalia, yang telah bekerja sejak dalam pengambilan keputusan penting seperti penentuan
masa awal berdirinya perusahaan tersebut. hari libur karyawan, dan penentuan gaji lembur. Hal ini
Melalui kepala bagian personalia dan beberapa pimpinan juga dilandasi oleh pengalaman masa lalu perusahaan.
lainnya, budaya organisasi perusahaan keluarga terus Pada masa lalu, perusahaan pernah mengalami masalah
dipertahankan. Hal ini dimulai dari proses seleksi besar antara karyawan dan perusahaan, dikarenakan oleh
perusahaan. Perusahaan tidak memiliki kriteria perekrutan, konflik kepentingan antara kedua belah pihak. Masalah
asalkan orang tersebut memiliki niatan baik untuk bekerja. tersebut cukup besar, dan berujung ke pemecatan massal.
Ketika ditanya mengenai alasan dibalik kriteria tersebut, Dari sejarah tersebut, perusahaan belajar untuk melibatkan
para kepala bagian menyatakan bahwa hal tersebut karyawan sebagai satu kesatuan dalam perusahaan. Cara-
dilakukan berdasarkan tradisi selama ini. Selama cara tersebut membuat setiap karyawan semakin sadar akan
melakukan hal tersebut, karyawan dinilai dapat memenuhi orientasi kinerja dari perusahaan dan hubungan antar
target perusahaan, meskipun prosesnya tidak mudah. Dari sesama, yaitu orientasi hasil dan hubungan kekeluargaan.
fakta itu, penulis menyimpulkan perusahaan masih Dalam perusahaan, beberapa pimpinan sudah dianggap
membawa budaya organisasi perusahaan keluarga yang sebagai ayah kandung mereka sendiri. Tidak ada
berorientasi kepada hasil daripada proses. Tidak hanya panggilan-panggilan yang secara khusus ditujukan untuk
berorientasi kepada hasil (Susanto, 2007), setiap anggota menyatakan jabatan. Bahkan, ada beberapa karyawan yang
perusahaan telah memiliki asumsi dasar bahwa mereka secara langsung memanggil kepala bagian dengan sebutan
semua adalah satu keluarga besar. Hal ini terus “Ayah”. Penggunaan bahasa yang digunakan dalam
dipertahankan lewat proses seleksi yang dilakukan oleh perusahaan sehari-hari juga merupakan bahasa Indonesia
kepala bagian personalia. Proses seleksi dibuat sedemikan tidak baku. Beberapa hal tersebut terbentuk secara alamiah,
rupa agar karyawan baru memiliki pandangan mengenai dan terus dipertahankan untuk meningkatkan rasa
budaya perusahaan.Perusahaan hanya menggunakan kekeluargaan dalam perusahaan. Menurut penulis, hal
metode perekrutan referral, yang berasal dari anggota tersebut juga berperan sebagai salah satu alat sosialisasi
keluarga para karyawan tetap dan kerabat dekat. Pada saat yang kuat bagi setiap karyawan yang baru memasuki
proses wawancara, calon karyawan dijelaskan bahwa semua perusahaan.
anggota perusahaan adalah satu keluarga besar, sehingga Cara-cara tersebut membentuk komitmen kuat dalam
ketika ia melakukan kesalahan, setiap orang dalam perusahaan. Karyawan merasa memiliki, memiliki
perusahaan menanggung kesalahan. Maka dari itu, yang kontribusi, dan nyaman dengan lingkungan kerjanya.
menanggung kesalahannya terlebih dahulu adalah orang Penulis menilai bahwa budaya yang terjadi cukup kuat
yang mereferensikan. Maka dari itu, karyawan baru dalam sebagai integrator dalam menyelesaikan masalah dalam
perusahaan telah mengerti tentang budaya yang dimiliki perusahaan. Hanya saja, hal ini belum membuat karyawan
oleh perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menjaga dapat bekerja produktif. Pemimpin belum memberikan
kemungkinan rusaknya budaya organisasi oleh karena pelatihan, standarisasi sistem perusahaan, dan pelatihan
masuknya orang baru dalma perusahaan. Dengan adanya moral dengan baik. Beberapa praktek tersebut membentuk
cara ini, perusahaan dapat mempertahankan budayanya. karakteristik budaya organisasi dalam perusahaan.
Setelah masuk ke dalam perusahana, karyawan akan
mengalami proses sosialisasi. Sosialisasi tersebut dilakukan 3.2 Karakteristik Budaya Organisasi
oleh manajemen puncak dan juga lingkungan kerja dalam Penulis mendapati bahwa perusahaan memiliki
organisasi. Penulis melihat bahwa tidak terdapat masalah karakteristik yang kuat dalam orientasi terhadap hasil. Dari
dalam proses sosialisasi antar karyawan dalam perusahaan, hasil penelitian, dilihat bahwa karakter yang lain seperti
karena semuanya berawal dari kerabat dekat dan keluarga. ketelitian, stabilitas, agresifitas, dan pengambilan resiko
Dalam observasi, penulis melihat bahwa terdapat hubungan dipengaruhi sepenuhnya oleh gaji. Awalnya, para kepala
keluarga yang erat, seperti perayaan ulang tahun, rekreasi bagian menilai bahwa orientasi gaji ini dipengaruhi
bersama, dan lain-lain. Pihak pimpinan juga menyalurkan sepenuhnya oleh perubahan pola pikir yang disebabkan
budaya keluarga tersebut lewat beberapa praktek dalam oleh meningkatnya kebutuhan saat ini. Pernyataan tersebut
perusahaan, seperti reward and punishment system, didasari oleh sebagian besar karyawan yang memiliki
,problem solving, cara koordinasi, dan cara kerja. keluarga, dan juga meningkatnya biaya untuk memperoleh
Pemimpin perusahaan memberikan fleksibilitas cara kebutuhan. Penulis melihat bahwa pernyataan tersebut juga
koordinasi dan cara kerja, asalkan target produksi tetap menjadi salah satu faktor dari orientasi gaji, namun penulis
tercapai. Untuk reward and punishment systems, melihat bahwa sebenarnya hal itu disebabkan oleh beberapa
perusahaan menerapkan sistem kekeluargaa. Ketika praktek yang dianggap benar oleh perusahaan.
karyawan melakukan kesalahan, maka akan diberikan dua
AGORA Vol. 1, No. 1, (2013)
Dalam perusahaan ini, besarnya gaji sepenuhnya debu, zat kimia, dan radiasi yang sangat tinggi. Selain
ditentukan oleh dua hal yaitu hasil produksi dan jumlah standar keselamatan kerja, perusahaan juga memiliki
jam kerja. Semakin banyak kedua hal tersebut, maka standar berpakaian dalam perusahaan. Standar tersebut
jumlah gaji yang diterima oleh karyawan semakin banyak. juga tidak sepenuhnya dipatuhi. Kepala bagian personalia
Tidak ada penilaian untuk proses kerja yang dilakukan oleh menyatakan bahwa standar tersebut tidak ditegaskan
karyawan untuk menghasilkan hal-hal tersebut. Hal ini juga kepada para karyawan, karena karyawan merasa bahwa
disebabkan oleh karena perusahaan juga tidak menyediakan setiap hal tersebut malah mengganggu kenyamanan kerja.
sebuah standarisasi sistem yang berorientasi kepada proses. Menurut penulis, perusahaan takut bahwa standarisasi
Semua kepala bagian sepakat untuk tidak membuat hal tersebut malah mengganggu pencapaian target produksi
tersebut karena selama ini perusahaan masih dapat berjalan harian yang dimiliki oleh perusahaan.
dengan baik tanpa adanya hal tersebut. Sistem ini Kondisi lingkungan fisik dari pabrik juga
menyebabkan karyawan memiliki orientasi yang kuat menggambarkan tingkat orientasi hasil yang kuat. Dari
terhadap hasil. Penulis menemukan bahwa karyawan hasil observasi secara langsung ke lingkungan pabrik,
seringkali berusaha untuk memperbanyak apa yang ada penulis melihat terdapat bahan baku yang diletakkan
dalam form hasil produksi dan absensi agar mendapatkan dengan tidak teratur, suhu ruangan yang tidak nyaman, dan
gaji yang lebih besar. kondisi mesin yang tidak terawat. Bahkan, penulis melihat
Beberapa sistem yang ada dalam perusahaan merupakan bahwa karyawan menjemur pakaiannya di dalam
sistem yang sudah dianut sejak masa awal perusahaan lingkungan pabrik. Menurut penulis, hal-hal tersebut
berdiri. Menurut penulis, sistem tersebut seharusnya harus sebenarnya berpotensi mengganggu produktivitas kerja dari
terus diubah dan diadaptasikan dengan tuntutan pekerjaan para karyawan. Proses kinerja dalam pabrik sudah pasti
saat ini. Para pemimpin menolak untuk melakukan adaptasi terhambat. Selain itu, hal ini juga mempengaruhi identitas
budaya, dilandasi dengan alasan bahwa sampai saat ini dari para karyawan mengenai pekerjaan dalam pabrik.
target produksi dari perusahaan masih terus mencapai, Dari cara kerja, perusahaan juga tidak memberikan
tanpa harus mengubah sistem yang ada. Ketika mengubah standar yang spesifik. Perusahaan memberikan kebebasan
sistem, perusahaan merasa bahwa karyawan harus cara kerja, asalkan target produksi tercapai. Yang menjadi
menempuh proses adaptasi yang cukup lama dan memakan standar kerja tersebut merupakan para pengawas. Para
biaya. Bahkan penulis juga menemukan bahwa bentuk pengawas memiliki tanggung jawab penuh dalam
struktur perusahaan yang dimiliki perusahaan sebelum memastikan jumlah produksi dan cara kerja karyawan. Hal
diadaptasikan dengan jajaran direksi saat ini. Kepala ini juga berlaku pada bagian R&D. Bagian R&D tidak
bagian produksi juga memiliki possi rangkap sebagai diberikan panduan mengenai jumlah dan jenis barang yang
kepala pabrik. Beberapa hal tersebut menimbulkan akan dihasilkan. Perusahaan meminta agar bagian ini
ambiguitas dalam penanggungan resiko dan pembagian memproduksi sebanyak mungkin produk setiap bulannya.
tanggung jawab. Sistem tersebut tidak diadaptasikan karena Meskipun telah menghasilkan inovasi yang cukup banyak,
kenyataannya perusahaan memiliki alur kerja yang terus bagian ini tidak mendapatkan gaji lebih.
diadaptasikan setiap harinya sesuai kebutuhan. Perusahaan Penulis juga menemukan bahwa karyawan hanya
juga masih menganut sistem yang lama dalam mengatur memiliki orientasi kerja yang sangat pendek, yaitu pada
pelatihan, lingkungan fisik, cara berpakaian, cara kerja, job saat target produksi harian tercapai. Hal ini didasari oleh
specification, penetapan values ,dan lain-lain. fakta bahwa perusahaan tidak memiliki visi dan misi yang
Perusahaan tidak pernah melakukan pelatihan-pelatihan jelas, perusahaan hanya memiliki tujuan perusahaan.
secara formal kepada para karyawan. Tanggung jawab Dikatakan bahwa tujuan tersebut disampaikan oleh para
untuk melakukan pelatihan diserahkan sepenuhnya kepada pengawas dari mulut ke mulut kepada para karyawan di
para karyawan. Pelatihan dilakukan secara langsung bawahnya. Kenyataannya, penulis menemukan bahwa salah
dengan menginstruksikan karyawan mengoperasikan seorang pengawas yang telah lama bekerja di perusahaan
mesin. Meskipun para kepala bagian mengetahui bahwa selama puluhan tahun tidak mengetahui sama sekali
terdapat beberapa bagian yang membutuhkan ketrampilan mengenai hal itu. Penulis berpendapat, ketika perusahaan
khusus, mereka sependapat bahwa pelatihan belum perlu tidak memberikan arahan yang jelas tentang tujuan yang
dilakukan oleh karena target yang masih terus tercapai dimiliki perusahaan, maka karyawan akan cenderung
setiap bulannya. Faktanya, penulis melihat bahwa berorientasi kepada hasil.
sebenarnya beberapa bagian yang membutuhkan Beberapa proses yang terjadi dalam perusahaan
ketrampilan tersebut mengalami kesulitan. Bahkan, kepala menyatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan oleh
bagian R&D yang saat ini menjabat tidak memiliki latar kepala bagian personalia tentang penggerak kerja utama
belakang pendidikan yang sesuai untuk menangani dari karyawan, yaitu gaji. Penulis menangkap bahwa hal ini
bagiannya. disebabkan oleh orientasi kepada hasil yang sangat tinggi.
Dari cara berpakaian, penulis juga melihat Karyawan tidak secara otomatis memiliki orientasi tersebut,
kecenderungan karakteristik orientasi hasil yang begitu namun hal ini disebabkan oleh karena perusahaan
kuat, terutama pada standarisasi keselamatan kerja. menetapkan sebuah sistem yang membuat hal tersebut
Perusahaan memfasilitasi para karyawan pabrik dengan sangat mungkin untuk terjadi.
barang-barang seperti masker dan sarung tangan untuk
menjaga kesehatan karyawan pada saat bekerja dalam
pabrik. Penulis melihat bahwa hal ini sebenarnya sangat
penting, karena pekerjaan dalam pabrik sangat erat dengan
AGORA Vol. 1, No. 1, (2013)
3.3 Asumsi Dasar Dari Perusahaan Alas Kaki penentuan target, tahap-tahap koordinasi, standarisasi
Asumsi dasar dari sebuah budaya tidak dapat dilihat dari kinerja dan berpakaian, semuanya didasarkan atas toleransi
proses yang dilihat secara visual, harus terdapat sistem yang sangat tinggi. Toleransi sistem tersebut terus
pengamatan lebih dalam terhadap sebuah budaya organisasi berhasil dari waktu ke waktu, karena didasari oleh
(Schein, 1992). Dari hasil observasi dan wawancara, hubungan yang sangat baik dengan kepala bagian
penulis menyimpulkan bahwa orientasi hasil tersebut personalia. Kepala bagian personalia sudah dianggap
didasari oleh asumsi dasar budaya keluarga yang dimiliki seperti ayah kandung sendiri oleh sebagian besar karyawan
oleh perusahaan. Asumsi ini mendasari setiap praktek yang produksi. Maka dari itu, ketika terjadi masalah dikarenakan
ada dalam perusahaan. oleh kelemahan sistem yang ada, kepala bagian personalia
dapat berperan sebagai orang yang mengembalikan
kestabilan sistem sosial dalam perusahaan. Toleransi ini
semakin diperkuat dengan sistem penggajian yang
menitikberatkan sepenuhnya kepada hasil daripada proses.
Dari orientasi hasil yang kuat tersebut, maka motivasi
karyawan akan sangat ditentukan oleh gaji yang diterima.
Penulis melihat bahwa apa yang dikatakan oleh kepala
bagian personalia tentang orientasi gaji tersebut memang
terjadi dalam perusahaan. Setelah melakukan peneilitian
lebih lanjut, penulis melihat bahwa sebenarnya toleransi
dari asumsi dasar keluarga tersebut yang menjadi penyebab
utama kuatnya orientasi karyawan terhadap jumlah gaji.
Penulis melihat bahwa perusahaan memiliki asumsi dasar
groupism (Schein, 1992).
Gambar 5. Mapping Asumsi Dasar Budaya Organisasi
Diolah oleh penulis
3.4 Unsur Budaya Terpenting Pada Perusahaan Alas
Dengan latar belakang budaya perusahaan keluarga, Kaki
perusahaan masih memiliki banyak sekali kelemahan Penulis melihat bahwa perusahaan memiliki beberapa
sistem. Penulis melihat bahwa kelemahan tersebut masih unsur budaya organisasi yang unik dalam problem
dapat diatasi dengan baik, oleh karena tingkat toleransi reporting, problem solving, persepsi karyawan dalam
yang tinggi yang disebabkan oleh hubungan kekeluargaan perusahaan, tingkat keterlibatan karyawan, dan hubungan
yang sangat erat. Toleransi yang tinggi tersebut telah antar anggota perusahaan, namu penulis berpendapat
diterima oleh karyawan dengan sangat jelas dari proses bahwa positive working relationship and communication
seleksi dan juga reward and punishment system yang among leaders menjadi unsur budaya terpenting dalam
diterapkan oleh manajemen puncak. Ditambah dengan perusahaan. Sesuai dengan asumsi dasar dari perusahaan
proses kerja sehari-hari di perusahaan, karyawan semakin yaitu groupism, unsur budaya ini mendasari setiap unsur
paham akan toleransi yang positif dalam hubungan budaya lainnya dalam perusahaan.
kekeluargaan ini. Hubungan kekeluargaan tersebut didasari Unsur ini mendasari beberapa unsur lain yang perannya
oleh beberapa hal. sangat penting dalam perusahaan, terutama pada bagian
Penulis merasa bahwa asumsi dasar keluarga yang sangat problem solving. Apabila antara anggota perusahaan tidak
erat ini didasari oleh kejadian buruk yang pernah dialami terjalin hubungan yang amat baik, maka sistem yang
perusahaan di masa lalu, yaitu pada saat terjadi unjuk rasa dilakukan kepala bagian personalia tidak akan berjalan
dalam skala besar oleh para karyawan. Dari pengalaman dengan baik. Penulis memperkirakan bahwa terdapat
itu, perusahaan berusaha untuk memposisikan karyawan kemungkinan besar bahwa pelanggaran akan sering terjadi
sebagai partner kerja, dengan melibatkan mereka dalam dalam perusahaan, disebabkan oleh lemahnya standarisasi
keputusan-keputusan penting. Hal ini juga memberikan sistem yang ada. Maka dari itu, penulis menyatakan bahwa
tingkat toleransi yang sangat tinggi pada sistem reward and unsur problem solving tersebut terkesan menjadi unsur
punishment. Karyawan sebisa mungkin diajak berunding yang sangat penting dan mendasari setiap penyelesaian
untuk menyelesaikan setiap masalah dengan cara damai. masalah dalam perusahaan. Tetapi apabila dilihat secara
Bahkan, kepala bagian personalia mengatakan bahwa para lebih mendalam, maka penulis menyimpulkan bahwa
karyawan jarang sekali ditegur secara langsung di depan hubungan antar anggota tersebut yang membuat proses-
umum. Kepala bagian menilai bahwa karyawan saat ini proses kinerja dan sistem pada perusahaan tetap berjalan
tidak suka ditegur dengan keras seperti jaman dulu. Penulis dengan begitu baik.
menyimpulkan bahwa asumsi kekeluargaan ini terbentuk Unsur budaya ini juga berfungsi untuk beberapa hal,
oleh karena kejadian buruk tersebut. Asumsi kekeluargaan seperti sebagai integrator, stabilitas sistem sosial,
ini sudah ada sebelum kejadian itu, namun terus mekanisme kontrol pembentuk perilaku, dan penghambat
disempurnakan sesuai dengan kondisi dari para karyawan. berinovasi. Budaya organisasi merupakan software of mind
Penulis melihat bahwa asumsi keluarga tersebut menjadi (Hofstede, 2005). Ketika karyawan telah menanamkan
alasan utama terjadinya karakteristik budaya yang dalam pikirannya tentang asumsi dasar groupism tersebut,
berorientasi kepada hasil dalam perusahaan. Penulis maka hal tersebut akan membantu perusahaan dalam
melihat bahwa orientasi tersebut sangat didasarkan kepada mengontrol perilaku karyawan. Karyawan akan termotivasi
toleransi yang tinggi. Dari proses kerja dalam pabrik, untuk membentuk perilakunya sehingga dapat diterima
AGORA Vol. 1, No. 1, (2013)
menentukan alur koordinasi dan tanggung jawab Moleong, L.J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif.
dalam organisasi. Bandung : Rosdakarya.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan
4.Physical Environment, perusahaan harus melakukan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: CV.
pembaruan dengan memfasilitasi karyawan dengan Alfabeta.
lingkungan kerja yang nyaman dan terstandarisasi. OCAI Online. (2010). Organizational Enterprise Example
Kondisi lingkungan kerja akan mempengaruhi Report. Retrieved 2010, From http://www.ocai-
identitas karyawan dalam perusahaan.
online.com/userfiles/file/ocai_enterprise_example_re
port.pdf
Poerwandari, E.K. (2001) Pendekatan Kualitatif: Analisis
DAFTAR PUSTAKA dan Interpretasi. Pelatihan Metode Penelitian
Alex (2002). Pengaruh Leadership/Kepemimpinan Kualitatif Tingkat Lanjut, Pusat Penelitian
Terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja pada PT. Kemasyarakatan dan Budaya. LPUI.
SS Utama di Surabaya (Tugas Akhir Rahardjo, M. (2010, Juni). Jenis dan Metode Penelitian
No.32496091/AKT/2002). Published Undergraduate Kualitatif. Retrieved November 2011, from
Thesis : Universitas Kristen Petra Surabaya. http://www.mudjirahardjo.com/materi-kuliah/215-
Denison, D.R.(1990). Corporate Culture and jenis-dan-metode-penelitian-kualitatif.html
Organizational Effectiveness. Canada : John Wiley Robbins, S.P. (2005). Organizational Behaviour
& Sons International Edition (11th Edition). New Jersey,
Frontiera, J. (2009). Leadership and Organizational Culture USA : Pearson Education. Inc.
Transformation in Professional Sport, 109. Retrieved Saragih, B., et al., eds (1994). Metodologi Penelitian
February 27, 2012, from ABU/INFORM Global Sosial. Bogor: Direktorat Perguruan Tinggi Swasta,
(Proquest) database. Direktorat Jendral Perguruan Tinggi.
Gardner, R.L (1999). Benchmarking Organizational Schein, E.H. (1992). Organizational Culture. (2nd Edition).
Culture : Organizational Culture as a primary factor USA : Jossey-Bass.
in safety performance, 44.3, 2632 Retrieved June 6, Suharyadi & P.S.K. (2003). Statistica. Jakarta: PT. Salemba
2010, from ABI/INFORM Global (Proquest) Empat.
database. Susanto (2006). “Paradigma Baru Perusahaan Keluarga”
Hartanto, F.M. (2009). Paradigma Baru Manajemen Retrieved 2006, from
Indonesia. Bandung : PT. Mizan Pustaka. http://www.jakartaconsulting.com/art-05-03.htm
Hofstede, G.J, Hofstede, G. (2005). Cultures and Tika, P (2010). Budaya Organisasi dan Peningkatan
Organizations : Software of the mind. New York, Kinerja Perusahaan. Jakarta : PT. Bumi Aksara
USA : Mc.Graw-hill companies. Wikipedia Ensiklopedi Bebas. (2012). Six Sigma. Retrieved
Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia 29 Agustus 2012, from
Nomor 40 Tahun 2007 Mengenai Perseroan http://id.wikipedia.org/wiki/Six_Sigma
Terbatas. Retrieved 16 Agustus 2007 from Yin, R.K. (2003). Case Study Research:Design and
http://aria.bapepam.go.id/reksadana/files/regulasi/U Methods. 3 ed. Thousand Oaks, CA: Sage
U%2040%202007%20Perseroan%20Terbatas.pdf. Publication.
Indriantoro, N. & Supomo, B. (2002). Metodologi
Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi & Manajemen
(1st Ed.). Yogyakarta: BPFE.
Kania, R.S. (2012). Pengaruh Kondisi Ruang Kelas
terhadap Konsentrasi Belajar Siswa. Pada Program
Keahlian Teknik Gambar Bangunan SMK Negeri 6
Bandung, from Universitas Pendidikan Indonesia
from
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tb_05528
4_chapter1.pdf
Maholtra, N.K.(2004). Marketing Research : an applied
orientation (4th ed). USA:Pearson.
Mardiah (2006). Balanced Scorecard Sebagai Salah Satu
Alternatif Alat Pengukuran Kinerja Perusahaan
Pada PT. SS Utama Surabaya. (NPM :
02.1.01.02577) Unpublished Undergraduate Thesis,
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Surabaya.
Miles, M.B & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data
Kualitatif. (Tjetjep Rohendi Rohidi, Trans).
Jakarta:Universitas Indonesia Press.