Anda di halaman 1dari 20

7

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Budaya Organisasi


2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Trice dan Bayer dalam Fachreza, Said Musnadi, dan M. Shabri
Abd Majid (2018;37), budaya organisasi ternyata semakin marak berkembang
sejalan dengan meningkatnya dinamika iklim dalam organisasi. Dengan demikian
konsep budaya organisasi dikembangkan dengan berbagai versi mengingat istilah
budaya dipinjam dari disiplin ilmuan tropologi dan sosiologi, sesuai dengan
makna budaya yang mengandung konotasi kebangsaan, ditambahkan lagi
implikasinya begitu luas sehingga dapat dilihat beragam sudut pandang. Namun
dalam proses adaptasi, kebanyakan berpendapat bahwa inti budaya adalah sistem
nilai yang dianut secara bersama-sama.
Menurut Geert Hofstede dalam Wibowo (2012;52), menyatakan bahwa
budaya terdiri dari mental program bersama yang mensyaratkan respon individual
pada lingkungannya. Definisi tersebut mengandung makna bahwa kita melihat
budaya dalam perilaku sehari - hari, tetapi dikontrol oleh mental program yang
ditanamkan sangat dalam. Budaya organisasi adalah sebagai filosofi yang
mendasari kebijakan organisasi, aturan main untuk bergaul, dan perasaan atau
iklim yang dibawa oleh persiapan fisik organisasi. Budaya organisasi adalah
sebuah persepsi umum yang dipegang oleh anggota organisasi, suatu sistem
tentang keberartian bersama.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2013;82) yang menyatakan bahwa
budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai,
dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah
laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
internal. Menurut Rivai dan Mulyadi (2012;58) menyatakan bahwa budaya
organisasi adalah suatu kerangka kerja yang menjadi pedoman tingkah laku
sehari-hari dan membuat keputusan untuk karyawan dan mengarahkan tindakan
8

mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi merupakan pola


keyakinan dan nilai-nilai (Values) organisasi yang dipahami, dijiwai, dan
dipraktikkan oleh organisasi, sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri
dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Oleh karena itu, budaya
organisasi dijadikan sebagai pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan
perilaku manusia yang ada dalam organisasi.
Budaya organisasi diharapkan akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap pribadi anggota organisasi maupun terhadap organisasi dalam hal
mencapai visi dan misi serta tujuan organisasi. Menurut Edgar H. Schein dalam
jurnal Wiwik Yuswani (2016;112). Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang
diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai
pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan atau
diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami,
memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah-masalah yang terjadi.
Menurut Sedarmayanti (2014;72) mendifinisikan budaya organisasi adalah
sebuah keyakinan, sikap, dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul dalam
organisasi, dikemukakan dengan lebih sederhana, budaya adalah cara kita
melakukan sesuatu disini. Dikuti dalam jurnal Deni Sulistiawan, Sukisno S. Riadi,
Siti Maria (2017;41). Dikutip dalam jurnal Enno Aldea Amanda, Satrijo
Budiwibowo, dan Nik Amah (2017;78). Budaya organisasi dapat didefinisikan
sebagai perangkat sistem nilai-nilai (Values), keyakinan-keyakinan, asumsi-
asumsi atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh
para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah -
masalah organisasi (Darodjat 2015;63).

2.1.1.2 Elemen Budaya Organisasi

Menurut Denison dalam Mangkunegara (2013;31) elemen budaya


organisasi, antara lain : Nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar, dan
praktek-praktek manajemen serta perilaku. Serta Schein dalam Mangkunegara
(2015;48) yaitu : pola asumsi dasar bersama, nilai dan cara untuk melihat, berfikir
dan merasakan, dan artefak. Terlepas dari adanya perbedaan seberapa banyak
9

elemen budaya organisasi dari setiap ahli, secara umum elemen budaya organisasi
terdiri dari dua elemen pokok, yaitu elemen yang bersifat idealistik dan elemen
yang bersifat perilaku :
1. Elemen Idealistik. Elemen idealistik umumnya tidak tertulis, bagi organisasi
yang masih kecil melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin, falsafah
hidup, atau nilai-nilai individual pendiri atau pemilik organisasi dan menjadi
pedoman untuk menentukan arah tujuan menjalankan kehidupan sehari-hari
organisasi. Elemen idealistik ini biasanya dinyatakan secara formal dalam
bentuk pernyataan visiatau misi organisasi, tujuannya tidak lain agar ideologi
organisasi tetap lestari. Sedangkan menurut Schein dalam Mangkungara
(2013;75), elemen idealistik tidak hanya terdiri dari nilai-nilai organisasi tetapi
masih ada komponen yang lebih esensial yakni asumsi dasar yang bersifat
diterima apa adanya dan dilakukan diluar kesadaran, asumsi dasar tidak pernah
dipersoalkan atau diperdebatkan keabsahanya.
2. Elemen Behavioural. Elemen behavioral adalah elemen yang kasat mata,
muncul kepermukaan dalam bentuk perilaku sehari-sehari para anggotanya,
logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian, atau cara bertindak
yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi dan bentuk-bentuk lain seperti
desain dan arsitektur instansi. Bagi orang luar organisasi, elemen ini sering
dianggap sebagai representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen ini
mudah diamati, dipahami dan diinterpretasikan, meski interpretasinya kadang-
kadang tidak sama dengan interpretasi orang-orang yang terlibat langsung
dalam organisasi.

2.1.1.3 Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Priansadan Garnida (2013;68) berpendapat bahwa budaya


organisasi merupakan sistem nilai yang dikembangkan dan berlaku dalam suatu
organisasi, yang menjadikan ciri khas sebagai sebuah organisasi. Sebagai sarana
untuk mempersatukan kegiatan para anggota organisasi, budaya organisasi
memiliki karakteristik sebagai berikut inisiatif individual, toleransi terhadap
tindakan resiko, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas,
sistem imbalan, toleransi, dan pola komunikasi. Karakteristik budaya organisasi
10

ini menjadikan organisasi berfokus kepada hasil bukan hanya pada proses, lalu
sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil pada individu di
dalam organisasi itu.
Budaya organisasi ini juga mengenai sejauh mana karyawan mencermati
pekerjaan lebih presisi dan memfokuskan pada hal-hal yang rinci. Dikutip dalam
jurnal Enno Aldea Amanda, Satrijo Budiwibowo, dan Nik Amah (2017;23).
Menurut Robbins dan Judge (2012;38) memberikan tujuh karakteristik budaya
organisasi sebagai berikut :
1. Inovasi dan Keberanian. Mengambil Resiko (Innovation and Risk Taking),
yaitu sejauh mana para anggota organisasi didorong untuk bersikap inovatif
dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian Terhadap Detail (Attention To Detail), yaitu sejauh mana anggota
organisasi diharapkan untuk memperlihatkan kecermatan, analisis dan
perhatian terhadap detail.
3. Berorientasi Pada Hasil (Outcome Orientation), yaitu sejauh mana manajemen
berfokus kepada hasil dibandingkan dengan perhatian terhadap proses yang
digunakan untuk meraih hasil tersebut.
4. Berorientasi Kepada Manusia (People Orientation), yaitu sejauh mana
keputusan yang dibuat oleh manajemen memperhitungkan efek terhadap
anggota-anggota organisasi.
5. Berorientasi Kepada Kelompok (Team Orientation), yaitu sejauh mana
pekerjaan secara kelompok lebih ditekankan dibandingkan dengan pekerjaan
secara individu.
6. Agresivitas (Aggressiveness), yaitu sejauh mana anggota - anggota organisasi
berperilaku secara agresif dan kompetitif dibandingkan dengan berperilaku
secara tenang.
7. Stabilitas (Stability), yaitu sejauh mana organisasi menekankan status sebagai
kontras dari pertumbuhan.
11

2.1.1.4 Fungsi dan Indikator Budaya Organisasi

Menurut Robbins dalam bukunya yang berjudul “Organizational


Behavior” (2012;47), fungsi utama dari budaya organisasi adalah :
1. Budaya organisasi berfungsi sebagai pembeda yang jelas terhadap satu
organisasi dengan organisasi yang lain.
2. Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota
organisasi.
3. Budaya organisasi mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang
lebih luas daripada kepentingan individual seseorang.
4. Budaya organisasi merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi dengan membentuk sikap serta perilaku
karyawan.
5. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Sedangkan menurut Panbundu (2012;72) budaya organisasi sebuah


perusahaan memiliki beberapa fungsi, yaitu :
1. Budaya organisasi sebagai pembeda suatu organisasi terhadap lingkungan
kerja organisasi maupun kelompok lainnya. Budaya organisasi
menciptakan suatu identitas atau ciri yang membedakan satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya.
2. Sebagai perekat karyawan dimana budaya organisasi akan membentuk
Sense Of Belonging dan rasa kesetiaan atau loyalitas terhadap sesama
karyawan. Pemahaman yang baik akan kebudayaan organisasi akan
membuat karyawan lebih dekat karena persamaan visi, misi, dan tujuan
bersama yang akan dicapai.
3. Budaya organisasi berfungsi sebagai alat untuk mempromosikan sistem
sosial didalam lingkungan kerja yang positif dan kondusif, dari konflik
serta perubahan dilakukan dengan efektif.
4. Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme kontrol. Budaya
organisasi mengendalikan dan mengarahkan karyawan ke arah yang sama
untuk mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan. Seluruh kegiatan di
12

perusahaan akan berjalan apabila perusahaan mampu mengendalikan dan


mengatur karyawan atau pekerjanya dengan efektif dan efesien.
5. Sebagai integrator atau alat pemersatu sub-budaya dalam organisasi dan
perbedaan latar belakang budaya karyawan.
6. Budaya organisasi membentuk perilaku karyawan. Tujuan dari fungsi ini,
agar karyawan memahami cara untuk mencapai tujuan organisasi sehingga
karyawan akan bekerja lebih terarah.
7. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai sarana atau cara untuk
memecahkan masalah perusahaan seperti adaptasi lingkungan.
8. Budaya organisasi berfungsi sebagai acuan dalam menyusun perencanaan
seperti perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, dan penentuan
positioning.
9. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antar anggota
perusahaan atau organisasi, misalnya antara karyawan dengan pimpinan
dan sesama anggota perusahaan.
10. Penghambat inovasi, budaya organisasi tidak selalu memberikan unsur
positif bagi perusahaan.

Menurut Panbundu (2012;75) mengatakan bahwa budaya organisasi dapat


berfungsi sebagai penghambat inovasi apabila perusahaan tidak mampu mengatasi
masalah yang berkaitan dengan lingkungan eksternal dan integrasi internal,
perubahan - perubahan yang terjadi di lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi
oleh pimpinan organisasi, dan pemimpin yang masih berorientasi padamasa lalu.
Selanjutnya menurut Cameron dan Quinn dalam Rangkuti (2011;58) membagi
empat dimensi menjadi tipologi budaya organisasi yaitu :
1. Tipe Budaya Kekeluargaan (Clan Culture). Tipe Kultur Kekeluargaan
(Clan Culture) adalah budaya organisasi dimana perusahaan memiliki
karakter kekeluargaan, terdapat lingkungan yang dapat mengatur dengan
baik perusahaan melalui team work, dan pengembangan SDM serta
memperlakukan konsumen sebagai rekanan. Tugas utama dari manajemen
adalahmengendalikan dan membina karyawan sehingga memudahkan
mereka untuk berpartisipasi.
13

2. Tipe Budaya Kreatif (Adhocracy Culture). Tipe Kultur Kreatif (Adhocracy


Culture) adalah budaya organisasi yang menuntut inovasi dan inisiatif
serta menciptakan produk baru dan jasa untuk mengantisipasi dan
persiapan kebutuhan di masa depan. Tugas utama dari manajemen adalah
untuk mendukung terciptanya semangat kewirausahaan dan kreativitas.
3. Tipe Budaya Persaingan (Market Culture). Tipe Kultur Persaingan
(Market Culture) adalah budaya organisasi yang memiliki asumsi budaya
pasar yang tidak ramah, kompetitif, serta dicirikan dengan tempat kerja
yang berorientasi pada hasil. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin
yang keras hati, suka bekerja keras dan gesit. Tugas utama manajemen
adalah mengendalikan organisasi untuk mencapai produktivitas, hasil,
tujuan serta keuntungan.
4. Tipe Budaya Pengendalian (Hierarchy Culture). Tipe Kultur Pengendalian
(Hierarchy Culture) adalah budaya organisasi yang ditandai dengan
bentuk perusahaan yang resmi dan terstruktur. Semua proses kerja diatur
secara baku dan sistematis. Birokrasi sangat relevan dengan jenis budaya
ini. Gaya kepemimpinan yang dikembangkan adalah sebagai koordinator
dengan fungsi mentoring yang kuat dan ketat, sekaligus sebagai
organisator yang unggul. Tugas utama manajemen ditekankan pada
efisiensi serta adanya batasan-batasan waktu yang tegas dan ketat. Model
atau pedoman manajemen yang digunakan biasanya adalah berpusat
kepada pengendalian dan kontrol yang ketat.

Menurut Robbins dalam Sudarmanto (2014;58) mengatakan, terdapat


beberapa indikator yang secara keseluruhan menunjukkan hakikat budaya sebuah
organisasi, yaitu :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko, yaitu sejauh mana karyawan
didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian pada hal-hal rinci, yaitu sejauh mana karyawan menjalankan
presisi, analistis, dan perhatian pada hal - hal detail.
3. Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil
ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
14

4. Orientasi orang, yaitu sejauh mana keputusan manajemen dalam


mempertimbangkan efek dari hasil karyawan dalam organisasi.
5. Orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan karyawan dalam
organisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.
6. Keagresifan, yaitu sejauh mana orang bersikap inovatif, agresif dan
kompetitif ketimbang santai.
7. Stabilitas, sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi dengan menekankan,
dipertahankannya status quo perbandingan dengan pertumbuhan
perusahaan.

2.1.2 Motivasi Kerja

2.1.2.1 Definisi Motivasi Kerja

Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan
yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak
atau berbuat. Motivasi tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterprestasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku. Motivasi adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan.
Ridwan (2011;28) berpendapat bahwa motivasi kerja guru diukur dalam
dua dimensi, yaitu motivasi eksternal dan motivasi internal. Motivasi eksternal
meliputi: hubungan antarpribadi, penggajian atau honorarium, supervisi kepala
sekolah, dan kondisi kerja. Motivasi internal meliputi: dorongan untuk bekerja,
kemajuan dalam karier, pengakuan yang diperoleh, rasa tanggung jawab dalam
pekerjaan, minat terhadap tugas, dan dorongan untuk berprestasi. Motivasi adalah
suatu daya pendorong atau perangsang untuk melakukan sesuatu.
Menurut Mangkunegara (2013;56) motivasi merupakan dorongan yang
timbul pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu. Guru
yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi akan setantiasa bekerja keras untuk
mengatasi segala jenis permasalahan yang dihadapi dengan harapan mencapai
hasil yang lebih baik. Menurut McDonald yang dikutip oleh Oemar Hamalik
15

(2011: 158) “motivation is an energy change within the person characterized by


affective arousal and anticipatory goal reaction”. “Motivasi adalah perubahan
energy dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan
dan reaksi untuk mencapai tujuan”. Menurut Hilgard yang dikutip oleh Wina
Sanjaya (2016;81) yakni “Motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri
seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu”. Motivasi kerja merupakan suatu dorongan yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan kegiatan atau bekerja untuk mencapai tujuan.
Menurut Sardiman (2011: 73) “Motivasi berpangkal dari kata “motif”
yang diartikan daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan”. Marno (2011;67)
mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan yang membuat motif bergerak
sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Motivasi
sebagai kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang
untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sementara itu, Malayu S.P Hasibuan (2013;36) menyatakan bahwa
“Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang, agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.” Berdasarkan definisi di atas,
dalam penelitian ini motivasi kerja didefinisikan sebagai suatu yang mendorong
seseorang untuk bekerja dan mencapai tujuan tertentu. Sebagaimana motivasi
kerja guru adalah sesuatu yang mendorong seorang guru untuk melaksanakan atau
melakukan tindakan serta menyelesaikan tugas-tugas dengan baik yang
merupakan tanggung jawabnya sebagai guru di sekolah demi mencapai suatu
tujuan tertentu.
16

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Dalam motivasi tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendorong


seseorang melakukan sesuatu. Menurut Komang Ardana dkk (2011;75), faktor
faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik individu, antara lain: minat, sikap terhadap diri sendiri,
pekerjaan dan situasi pekerjaan, kebutuhan individual kemampuan atau
kompetensi, pengetahuan tentang pekerjaan, emosi, suasana hati, perasaan
keyakinan dan nilai-nilai.
2. Faktor-faktor pekerjaan, antara lain: (a) Faktor lingkungan pekerjaan, yaitu:
gaji yang diterima, kebijakan-kebijakan sekolah, supervisi, hubungan antar
manusia, kondisi pekerjaan, budaya organisasi; (b) Faktor dalam pekerjaan,
yaitu: sifat pekerjaan, rancangan tugas atau pekerjaan, pemberian
pengakuan terhadap prestasi, tingkat atau besarnya tanggung jawab yang
diberikan, adanya perkembangan dan kemajuan.
Frederich Hersberg dalam Sedarmayanti (2014;48) menyatakan pada manusia
berlaku faktor motivasi dan faktor pemeliharaan di lingkungan pekerjaannya. Dari
hasil penelitiannya menyimpulkan ada enam faktor motivasi yaitu :
1. Prestasi.
2. Pengakuan.
3. Kemajuan/kenaikan pangkat.
4. Pekerjaan itu sendiri.
5. Kemungkinan untuk tumbuh.
6. Tanggung jawab.
Sudarwan Danim (2011: 121) menyatakan bahwa istilah motivasi guru
paling tidak memuat enam unsur esensial. Pertama, tujuan yang ingin dicapai
dalam proses pembelajaran. Kedua, spirit atau obsesi pribadi untuk mencapai
tujuan. Ketiga, kemauan tiada henti untuk mewujudkan cita-cita dan harapan atas
capaian tingkat tinggi. Keempat, ketiadaan putus asa atau berhenti sebelum
tujuannya tercapai. Kelima, spirit untuk mengembangkan diri. Keenam, aneka
proses kreatif, inovasi, dan alternatif.
Menurut Asdiqoh dalam Kompri (2016:76) terdapat empat indikator
dalam motivasi kerja guru yaitu :
17

1. Dorongan untuk bekerja. Seseorang bekerja dikarenakan untuk


merealisasikan keinginan dan kebutuhan yang ada.
2. Tanggung jawab terhadap tugas. Seorang guru tentu memiliki sejumlah
tugas yang harus dilakukan, tugas ini berkaitan dengan kualitas dan
kuantitas yang diberikan guru. Tanggung jawab guru di sekolah, ditandai
dengan tidak mudah puas terhadap hasil yang dicapai. Selalu mencari
inovasi untuk penyelesaian masalah serta menyempurnakan pelaksanaan
dengan baik, dan merasa malu jika kegiatan yang dilakukan gagal.
3. Minat terhadap tugas, besar kecilnya minat guru terhadap tugas akan
mempengaruhi motivasi guru untuk mengembangkan sekolah karena
minat dan kemampuan terhadap pekerjaan mampu mempengaruhi moral
kerja.
4. Penghargaan atas tugas, dengan memberikan suatu penghargaan atas
keberhasilan yang telah dicapai guru dalam bekerja merupakan suatu
motivasi yang mendorongnya bekerja. Dengan diberikannya penghargaan
ini dapat memberikan kepuasan guru sehingga menyebabkan mereka
bekerja lebih giat lagi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi kerja berasal dari dalam individu dan dari pekerjaan itu sendiri. Begitu
pula dengan motivasi kerja guru faktor dari dalam individu meliputi: minat, sikap
terhadap diri sendiri, pekerjaan dan situasi pekerjaan, kebutuhan individual
kemampuan atau kompetensi, pengetahuan tentang pekerjaan, emosi, suasana hati,
perasaan keyakinan dan nilai-nilai. Faktor dari pekerjaan (ekstern) meliputi: gaji
yang diterima, kebijakan-kebijakan sekolah, supervisi, hubungan antar manusia,
kondisi pekerjaan, budaya organisasi, pemberian pengakuan terhadap prestasi,
tingkat atau besarnya tanggung jawab yang diberikan, adanya kepuasan dari
pekerjaan.
18

2.1.3 Kinerja Guru

2.1.3.1 Definisi Kinerja Guru

Kinerja guru didefinisikan sebagai kemampuan guru dalam melaksanakan


tugas atau peran yang dibebankan kepadanya yang mengacu pada seperangkat
standar standar spesifik tetentu yang dibuat oleh organisasi atau lembaga
pendidikan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga tersebut. Tugas guru
adalah untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik. Guru adalah
sosok arsitektur yang dapat membentuk dan membangun jiwa dan watak anak
didik. Tugas guru bisa dikelompokkan dalam tiga jenis tugas, yaitu: (1) tugas guru
dalam bidang profesi (2) tugas kemanusiaan (3) tugas kemasyarakatan.
Pertama, tugas guru dalam bidang profesi. Guru merupakan profesi oleh
karena itu para guru harus sudah mendapatkan pendidikan khusus karena tidak
semua orang dapat melakukan tugas tersebut. Tugas guru meliputi tugas
mendidik, mengajar dan melatih, artinya meneruskan dan mengembangkan nilai
nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sedangkan melatih berarti mengembangkan ketrampilan- ketrampilan siswa.
Kedua, tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah guru harus bisa memotivasi
siswa untuk belajar.Guru harus bisa menjadi teladan bagi para siswanya sehingga
guru harus bisa menjadi panutan. Tanpa adanya keteladanan maka akan terjadi
krisis keteladan. Guru juga harus bisa menanamkan nilai kemanusiaan kepada
siswanya sehingga akan terbentuk generasi yang mempunyai karakter yang baik.
Ketiga, tugas guru di bidang kemasyarakatan.
Dalam bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar
masyarakat, karena guru tidak hanya di perlukan di ruang kelas atau sekolah tetapi
juga diperlukan oleh lingkungan masyarakat untuk menyelesaikan segala
persoalan yang dihadapi masyarakat. Di samping itu guru juga mempunyai tugas
lain yang sifatnya administratif sekolah dan kelompok kerja guru. Pekerjaan guru
tidak terbatas di dalam ruang kelas tetapi juga tidak terlepas dengan lingkungan
bekerja dalam kontek organisasi sekolah.
Guru berperan dan bertanggung jawab terkait dengan pengajaran. Guru
tidak terlepas dalam hal manajemen sekolah, kurikulum yang berubah-ubah
19

karena menyesuaikan perubahan zaman dan inovasi atau pembaharuan


pendidikan, dan guru juga harus bisa bekerjasama dengan orang tua siswa dan
bagaimana melayani masyarakat (community services). Dalam bidang ini guru
mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat, karena guru juga di
perlukan untuk lingkungan masyarakatnya untuk menyelesaikan segala persoalan
yang dihadapi masyarakat.
Pada umumnya para ahli memberikan batasan mengenai kinerja
disesuaikan dengan pandangannya masing-masing. Menurut Hasibuan (2013;82)
menegaskan bahwa kinerja yang diistilahkannya sebagai karya adalah hasil
pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun non
fisik/nonmaterial. Dalam kajian yang berkenaan dengan profesi guru, pengertian
kinerja sebagai seperangkat perilaku nyata yang ditunjukkan oleh seorang guru
pada waktu memberikan pelajaran kepada siswanya. Kinerja guru dapat dilihat
saat dia melaksanakan interaksi belajar mengajar di kelas termasuk persiapannya
baik dalam bentuk program semester maupun persiapan mengajar.
Hanif (2014;62) berpendapat ada beberapa aspek di dalam kinerja guru,
antara lain :
1. Pengajaran yang efektif.
Pengajaran yang efektif adalah ketika guru bisa menyampaikan materi
pembelajaran dengan tepat. Pada dasarnya guru sudah mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan bagaimana mengajar yang baik sehingga apa
yang menjadi tujuan pengajaran bisa tercapai dengan baik memuaskan dan
berkualitas. Kualitas dalam pengajaran mencakup indikator : (a) Guru harus
menggunakan strategi, metode dan gaya mengajar yang berbeda beda karena
kemampuan siswa dalam menangkap materi belajar mempunyai tipe sendiri
sendiri ada siswa yang mempunyai tipe visual, ada yang yang mempunyai tipe
audio atau pendengaran dan tipe meraba, (b) Guru harus selalu mengikuti
perkembangan belajar siswa dengan baik artinya bahwa tingkat perkembangan
belajar siswa bermacam macam ada yang cepat dalam memahami pelajaran
tetapi juga ada yang lambat dalam memahami pelajaran, (c) Guru harus
mengajar siswa sesuai harus sesuai dengan kapasitas dan kemampuan siswa hal
ini terkait dengan tingkat intelegency siswa, (d) Guru membuat persiapan
20

sebelum mengajar dengan baik (e) Guru harus mampu menyampaikan materi
yang komplek dengan mudah, (f) Guru harus mampu menjawab pertanyaan
siswa dengan memuaskan.
2. Manajemen waktu.
Tentang bagaimana guru mengelola waktu yang tersedia untuk menyelesaikan
tugas dan pekerjaan seproduktif mungkin. Waktu merupakan salah satu
sumberdaya yang mesti dikelola secara efektif dan efisien. Efektifitas dan
efisiensi waktu terlihat dari tercapainya tujuan dalam memanfaatkan waktu
yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen waktu diperlukan guru dalam
usaha menjalankan tugas guru agar bisa berjalan dengan baik. Guru dituntut
untuk menyelesaikan tugas tugas administrasi, tugas dari masyarakat,
membantu perkembangan sekolah dan perkembangan professional.
3. Ketepatan waktu dan keteraturan.
Bagaimana guru bisa hadir tepat waktu dan teratur kesekolah dan termasuk
bagaimana guru masuk tepat waktu kedalam kelas waktu mengajar.
4. Komunikasi yang efektif terhadap siswa, rekan sejawat, dan orang tua siswa).
Dalam hal efektifitas komunikasi guru harus mempunyai keahlian dalam
berbicara, mendengar, dan mampu mengatasi hambatan hambatan komunikasi
verbal maupun non verbal dari murid dan mampu memecahkan masalah atau
konflik secara konstruktif .
Kinerja guru yang baik akan ditentukan bagaimana guru membangun
ketrampilan antar pribadi yang baik dengan siswa. Guru harus bisa adil dan
bersikap sama terhadap semua siswa baik baik terhadap siswa yang pandai
maupun yang bodoh. Lebih lanjut Hanif (2014;126) memandang kinerja sebagai
suatu bentuk yang bergerak kearah yang lebih fleksibel dari tugas dan peranan
kerja, mereka memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang lebih dinamis dan bisa
dipertukarkan dengan lentur. Fokusnya adalah pada kompetensi personal yang
dipersyaratkan untuk unjuk kerja berbagai tugas dan peranan kerja yang
bermacam macam dari pada ulasan yang sempit dari tugas dan pekerjaan yang
melekat pada peranan dan tugas yang pasti.
Faktor-faktor tambahan yang sering dijelaskan sebagai penyebab dalam
pembelajaran. Para siswa percaya hasil ujian mereka sebagai akibat dari
21

pengajaran yang baik atau jelek, suasana kelas dan lain sebagainya. Para siswa
percaya kegagalan atau kesuksesan dan juga keunggulan akademis sebagai
kualitas pengajaran. Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang berkualitas dan
berlangsung secara efektif dan efisien.

2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Hanif (2014;128) mengemukakan bahwa kinerja guru secara signifikan


dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: faktor stress, motivasi kerja dan kepuasan
kerja, siswa dalam kelas, pendapatan, pengalaman kerja,beban kerja, lingkungan
kerja, jenis kelamin guru dan sekolah negeri-swasta. Status guru akan juga
mempengaruhi kinerja guru itu sendiri. Penelitian terhadap guru yang sudah
menikah dan belum menikah menemukan bahwa kinerja guru yang belum
menikah lebih baik dibandingkan guru yang sudah menikah.
Tingkat kesejahteraan mempengaruhi kinerja guru karena terbukti guru
dengan tingkat pendapatan yang tinggi memiliki kinerja yang lebih baik. Hal ini
disebabkan karena guru akan lebih focus dalam bekerja. Banyaknya pengalaman
kerja guru secara signifikan meningkatkan kinerja guru Pengalaman kerja guru
yang semakin banyak juga akan semakin meningkatkan kinerja guru menjadi
semakin baik, bahkan status sekolah ternyata juga dapat mempengaruhi kinerja
guru.
Bersadarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang
tergantung pada
1. Faktor individu yang bersangkutan yaitu menyangkut kemampuan,
kecakapan, motivasi, dan komitmen yang bersangkutan pada organisasi.
2. Faktor kepemimpinan yaitu menyangkut dukungan dan bimbingan yang
diberikan serta kualitas dukungan itu sendiri.
3. Faktor tim atau kelompok yaitu menyangkut kualitas dukungan yang
diberikan oleh tim (partner/teman kerja).
4. Faktor sistem yaitu menyangkut sistem kerja dan fasilitas yang diberikan
oleh organisasi, dan
5. Faktor situasional yaitu menyangkut lingkungan dari dalam dan dari luar
serta perubahan-perubahan yang terjadi.
22

Sedangkan Dharma dalam bukunya Manajemen Supervisi (2013;56)


mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai.
Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau
pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang
dihasilkan.
2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran
kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan” yaitu
seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran
3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran
kuantitatif yang menentuan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan
Dalam kaitannya dengan profesi guru ada satu pedoman yang dapat
dijadikan kriteria standar kinerja seorang guru dalam melaksanakan
tugasnya. Untuk itu deskripsi pekerjaan hendaknya diuraikan secara jelas
sehingga setiap guru mengetahui tugas, tanggungjawab, dan standar prestasi
yang harus dicapainya. Dilain pihak, pimpinan pun harus mengetahui apa
yang dapat dijadikan kriteria dalam melakukan evaluasi atau penilaian
terhadap kinerja guru. Lebih lanjut Dharma (2013;83) menyatakan bahwa
kinerja guru mencakup aspek :
1. Kemampuan profesional dalam proses belajar mengajar;
2. Kemampuan sosial dalam proses belajar mengajar; dan
3. Kemampuan pribadi dalam proses belajar mengajar.

2.1.3.3 Indikator Kinerja Guru

Dharma (2013;79) menjelaskan bahwa ada tiga kompetensi yang harus


dimiliki oleh guru sebagai 22ersama22a dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu:
(1) kompetensi 22ersama22an22l; (2) kompetensi personal; dan (3) kompetensi
22ersam. Kompetensi 22ersama22an22l, artinya guru harus memiliki pengetahuan
yang luas serta dalam tentang bidang studi yang akan diajarkan serta penguasaan
metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoretik, mampu memilih
23

metode yang tepat serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
Kompetensi personal, artinya guru harus memiliki sikap kepribadian yang
mantap, patut diteladani sehingga menjadi sumber identifikasi baik peserta 23ersa
maupun masyarakat pada umumnya. Kompetensi 23ersam artinya guru harus
memiliki kemampuan berkomunikasi 23ersam dengan murid-muridnya maupun
dengan 23ersam teman guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, dan anggota
masyarakat di lingkungannya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kinerja guru dalam penelitian ini
dimaknai sebagai kemampuan guru dalam melaksanakan tugas pada kompetensi
23ersama23an23l dalam proses belajar mengajar, kompetensi pribadi dalam
proses belajar mengajar, dan kompetensi 23ersam dalam proses belajar mengajar.
Indikator kompetensi 23ersama23an23l dalam proses belajar mengajar adalah :
a. penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang
harus diajarkan dan konsep-konsep keilmuan dari bahan yang diajarkan
itu;
b. kemampuan mengelola program belajar mengajar;
c. kemampuan mengelola kelas;
d. kemampuan mengelola dan menggunakan media/sumber belajar.
Indikator kompetensi pribadi dalam belajar mengajar meliputi :
a. kemantapan dan integritas pribadi;
b. kepekaan terhadap perubahan dan pembaharuan;
c. berfikir alternatif, adil, jujur, obyektif, berdisiplin dalam melaksanakan
tugas;
d. berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaik-baiknya, luwes, bijaksana
e. kreatif.
Indikator kompetensi 23ersam dalam proses belajar mengajar meliputi :
a. trampil berkomunikasi dengan siswa;
b. bersikap simpatik;
c. dapat bekerjasama dengan komite sekolah;
d. dapat bergaul dengan kawan sekerja dan mitra 23ersama23an
24

2.2 Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Hasil Penelitian


/Tahun
1. Rahmadi Pengaruh Budaya Hasil penelitian ini juga
Ishan/2018 Organisasi dan membuktikan pengaruh langsung
Motivasi Terhadap budaya organisasi lebih tinggi
Kinerja Guru dibandingkan dengan pengaruh tak
Melalui Variabel langsung terhadap kinerja melalui
Intervening kepuasan kerja. Hasil penelitian ini
Kepuasan Kerja juga membuktikan pengaruh tidak
SMP Negeri 2 langsung motivasi terhadap kinerja
Gamping Kabupaten melalui kepuasan kerja lebih tinggi
Sleman dibandingkan dengan pengaruh
langsung terhadap kinerja.
2. Edy Cahyana/ Pengaruh Budaya Terdapat pengaruh yang signifikan
2018 Organisasi dan budaya organisasi dan motivasi kerja
Motivasi Kerja secara 24ersama-sama terhadap
terhadap Kinerja kinerja guru di SMK
Guru Pada SMK Muhammadiyah 5 Purwantoro
Muhammadiyah 5 Kabupaten Wonogiri dengan
Purwantoro Fhitung>Ftabel (51,405>3,230)
Kabupaten dengan sumbangan efektifnya
Wonogiri sebesar 70,5%. Atas dasar uji t dan
uji F dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh signifikan budaya
organisasi dan motivasi kerja
terhadap kinerja guru baik secara
parsial maupun secara simultan.
3. Jainuddin/ Pengaruh Budaya Berdasarkan hasil dan pembahasan,
2020 Organisasi, maka dapat disimpulkan bahwa
Komitmen Guru dan budaya organisasi, komitmen, dan
Motivasi Kerja Mmotivasi berpengaruh terhadap
terhadap Kinerja kinerja guru.
Guru Produktif SMK
Negeri 3 Kota Bima
Tabel 4. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
25

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan, maka dapat diungkapkan


suatu paradigma kerangka teori yang berfungsi sebagai penuntun alur pikir dan
dasar penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 1 : Kerangka Pikir Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja
terhadap Kinerja Guru pada SMA Negeri 1 Kalianda Lampung
Selatan

Budaya Organisasi
(X1) x1 y
Indikator :

1. Inovasi dan keberanian mengambil


resiko Kinerja Guru
2. Perhatian pada hal-hal rinci (Y)
3. Orientasi hasil Indikator :
4. Orientasi orang x1 x2 y
5. Orientasi tim 1. Kompetensi professional
6. Keagresifan. 2. Kompetensi personal
7. Stabilitas 3. Kompetensi sosial
Robbins dalam Sudarmanto (2014) Dharma (2013)

Motivasi Kerja
(X2)
Indikator :
x2 y
1. Dorongan untuk bekerja
2. Tanggung jawab terhadap
tugas
3. Minat terhadap tugas
4. Penghargaan atas tugas
Asdiqoh dalam Kompri
(2016:76)
26

2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan
penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan pendapat
diatas, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
1. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1
Kalianda Lampung Selatan.
2. Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1
Kalianda Lampung Selatan.
3. Budaya organisasi dan motivasi kerja secara bersama-sama berpengaruh
terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1 Kalianda Lampung Selatan.

Anda mungkin juga menyukai