Anda di halaman 1dari 24

JURNAL EKSPRESI SENI

Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni


ISSN: 1412 – 1662 E-ISSN 2580-2208 Volume 19, Nomor 1, Juni 2017, hlm. 1- 111

Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan November. Pengelola Jurnal Ekspresi Seni merupakan
sub-sistem LPPMPP Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang.

Proffreader
Rektor ISI Padangpanjang

Section Editor
FebriYulika

Editor
Nursyirwan
Surherni
Hanefi
Harissman
Sahrul

Manager Journal
Saaduddin
Thegar Risky

Mitra Bebestari/Peer Preview


Muhammad Takari
Hanggar Budi Prasetya
Sri Rustiyanti

Translator
Eldiapma Syahdiza

Editor Layout
Yoni Sudiani

Web Admin
Rahmadhani
______________________________________________.________________________________
_
Alamat Pengelola Jurnal Ekspresi Seni: LPPMPP ISI Padangpanjang Jalan Bahder Johan
Padangpanjang 27128, Sumatera Barat; Telepon (0752) 82077 Fax. 82803; e-mail;
red.ekspresiseni@gmail.com

Catatan. Isi/Materi jurnal adalah tanggung jawab Penulis.


Diterbitkan Oleh
Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang

i
JURNAL EKSPRESI SENI
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
ISSN: 1412 – 1662 E-ISSN 2580-2208 Volume 19, Nomor 1, Juni 2017, hlm. 1- 111

DAFTAR ISI

PENULIS JUDUL HALAMAN

Abdurrozaq Kajian Ikonologi Poster Perjuangan 1 - 19


“Boeng, Ajo Boeng” Karya Affandi Tahun
1945

Katharina Kojaing Musik Sako Seng Dan Akulturasi: 20 – 38


Fenomena Kebudayaan Ditinjau Dari Segi
Dampaknya Pada Masyarakat Watublapi
Flores NTT

Saaduddin Pertunjukan Teater Eksperimental Huhh 39 – 57


Sherli Novalinda Hahh Hihh: Sebuah Kolaborasi Teater
Tari

Nadya Fulzi, Cenang Tigo: Musik Tradisional 58 – 71


Suharti, Masyarakat kampung Air Meruap
Aulia Satria

Agus Mulia Teater Sebagai Pemberdayaan 72 – 97


Anti Trafficking

Dimas Fauzi Eko Tokoh Ariel Mermaid Dalam Karya Seni 98 – 111
Putro Lukis Mix Media

_______________________________________________________________________________
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 49/Dikti/Kep/2011 Tanggal 15 Juni 2011 Tentang Pedoman Akreditasi
Terbitan Berkala Ilmiah. Jurnal Ekspresi Seni Terbitan Vol. 19, No. 1, Juni 2017 Memakaikan
Pedoman Akreditasi Berkala Ilmiah Tersebut.

ii
KAJIAN IKONOLOGI
POSTER PERJUANGAN
“BOENG, AJO BOENG”
KARYA AFFANDI TAHUN 1945
Abdurrozaq

Institut Seni Indonesia Yogyakarta


Jl. Parangtritis Km 6,5, Sewon, Bantul, Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta 55188, Indonesia
e-mail : rozaq.rozaq85@gmail.com

ABSTRAK
Sebagai sebuah media komunikasi visual, poster perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” karya
Affandi tahun 1945, memiliki makna intrinsik yang menunjukkan realitas sosial bangsa
Indonesia pada tahun 1945. Gaya ekspresionisme serta tema dan konsep nasionalisme
yang diangkat menggambarkan bagaimana perkembangan dunia seni rupa Indonesia yang
mendapatkan banyak pengaruh dari Jepang. Melalui media komunikasi visual, dunia
politik dan seni Indonesia saling bersinergi dan menjadi satu kesatuan dalam mencapai
tujuan yang sama yakni kemerdekaan Indonesia.

Kata kunci: poster, makna intrinsik, nasionalisme, realisme sosial.

ABSTRACT
As a visual communication media, battle poster of 1945 Affandi’s work “Boeng, Ajo
Boeng,” has intrinsic meaning that shows the social reality of Indonesia people in 1945.
Expressionism style and nationalism theme and concept used in it describe that the
development of Indonesia fine arts receives many influences from Japan. Through visual
communication media, the politic and art world of Indonesia are mutually synergized and
then become one unity in achieving the same objective namely Indonesia independence.

Keywords: poster, intrinsic meaning, nationalism, social reality.

1
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

PENDAHULUAN berusaha memikat hati masyarakat


dengan mengkomunikasikan visi, misi,
Desain Komunikasi Visual
serta program kerjanya melalui
(DKV) keberadaannya sudah sangat
beragam media komunikasi visual,
lekat dengan kehidupan masyarakat
misalnya melalui baliho, spanduk, atau
Indonesia dewasa ini. Komunikasi dan
poster yang ditempatkan di pinggir
arus pertukaran informasi yang sangat
jalan raya. Hal ini menunjukkan
cepat di segala bidang kehidupan
bagaimana DKV dan media
masyarakat, menuntut hadirnya media
komunikasi visual yang dihasilkannya
komunikasi yang efektif dan efisien.
hadir dan dimanfaatkan oleh kelompok
DKV pun hadir sebagai salah satu
atau individu untuk tujuan-tujuan
solusi komunikasi melalui serangkaian
tertentu dalam berbagai bidang
pertimbangan dan realisasi melalui
kehidupan masyarakat.
diciptakannya media-media
Bahkan jika menengok sejarah
komunikasi, khususnya media
perjuangan kemerdekaan Indonesia
komunikasi visual agar tujuan
tahun 1945, DKV pun telah hadir dan
komunikasi tercapai secara maksimal
dimanfaatkan oleh para pemimpin
(Frascara, 2004:2).
nasional guna menyerukan pesan-pesan
Pada 1 Juli 2016, misalnya,
kemerdekaan bagi rakyat Indonesia.
pemerintah Indonesia meluncurkan
Salah satunya antara lain melalui media
program Pengampunan Pajak atau Tax-
komunikasi visual berupa poster
Amnesti gunameningkatkan angka
perjuangan (Pirous, 2006:140-141 dan
pendapatan negara melalui sektor
Burhan, 2013:22). Salah satu poster
pajak. Program ini kemudian
perjuangan yang paling dikenal pada
dikomunikasikan secara massif melalui
masa perjuangan kemerdekaan
berbagai media komunikasi visual,
Indonesia adalah poster “Boeng, Ajo
antara lain iklan layanan masyarakat di
Boeng” (1945). Poster ini diciptakan
media massa seperti televisi, surat
bersama oleh pelukis Affandi,
kabar, majalah, website, maupun jenis
Soedjojono, Dullah, dan penyair Chairil
media lainnya. Pada masa Pemilihan
Anwar atas perintah Soekarno yang
Umum, para calon Kepala Daerahpun
pada saat itu menjabat sebagai Ketua

2
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dan Jepang. Namun pada saat yang
Ketua Badan Persiapan Kemerdekaan bersamaan, Jepang pun sedang berada
Indonesia. Konsep ilustrasi poster yang dalam ambang kekalahan Perang Dunia
menampilkan sosok seorang pemuda II yang bahkan kemudian kekalahan
sedang berteriak sambil memutus rantai Jepang ini menjadi akhir Perang Dunia
dan menggenggam bendera Merah- II yang telah dimulai sejak tahun 1939.
Putih merupakan ide dari Soedjojono. Menyerahnya Jepang terhadap Sekutu
Teks poster yang berbunyi “Boeng, Ajo sekaligus menandai berakhirnya
Boeng” merupakan ide dari Chairil penjajahan Jepang atas Indonesia yang
Anwar. Affandi bertugas sebagai diikuti kemudian oleh peristiwa
perancang visual yang menggabungkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17
konsep ilustrasi dan teks tersebut ke Agustus 1945.
dalam wujud sebuah poster. Adapun Melihat konteks yang
Dullah berperan sebagai model melingkupi proses penciptaan poster
poster.Poster perjuangan “Boeng, Ajo perjuangan “Boeng, Ajo Boeng”
Boeng” (1945) ini diciptakan di (1945), menarik untuk dianalisa lebih
Jakarta, setelah peristiwa Proklamasi lanjut, bagaimana keterkaitan antara
Kemerdekaan Indonesia (Pirous, konteks-konteks tersebut dengan
2006:143-144 dan Susanto, 2014:111- bentuk visual maupun pesan yang ingin
113). disampaikan melalui poster “Boeng,
Keberadaan poster perjuangan Ajo Boeng”. Hal ini dikarenakan dalam
“Boeng, Ajo Boeng” (1945) ini melihat suatu karya seni, tidak akan
menarik untuk diamati. Selain sebagai pernah lepas dari dua sudut pandang
sebuah karya seni yang diciptakan oleh utama, yakni sudut pandang estetis
kolaborasi seniman besar Indonesia, (seniman, lembaga seni, penghargaan
konteks kemunculan poster ini juga karya seni) dan sudut pandang non-
menarik untuk dianalisa. Pada tahun estetis (institusi politik, ideolgi yang
1945 Indonesia masih berada dalam berkembang, kecenderungan sejarah)
penguasaan pemerintah meliter Jepang, pada waktu dan tempat dimana karya
dimana segala segi kehidupan seni tersebut muncul (Peterson dalam
masyarakat berada dibawah kendali Zolberg, 1990:8). Lantas, seperti apa

3
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

dan bagaimana konteks estetis maupun makna intrinsic suatu karya seni
non-estetis ini mempengaruhi bentuk melalui sudut pandang sejarah seni.
visual poster perjuangan “Boeng, Ajo Subyek atau makna intrinsik
Boeng” (1945)? merupakan prinsip terpadu yang
Berdasarkan identifikasi mendasari dan menjelaskan suatu
permasalahan di atas, maka kemudian kejadian, baik yang bersifat kasat mata
dirumuskan pertanyaan penelitian maupun tidak (bersifat keterpahaman),
sebagai berikut: Pertama, bagaimana yang terwujud melalui susunan-susunan
bentuk penanda visual pada poster simbolis (motif artistik, tema, dan
perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” konsep tertentu) pada suatu karya seni.
(1945)? Kedua, tema dan konsep apa Teori ini memiliki tiga tahapan yang
yang membangun visual poster saling berhubungan dan bersyarat dari
perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” tahapan satu ke tahapan berikutnya,
(1945)? Ketiga, apa saja makna yakni tahap Deskripsi Pra-ikonografi,
intrinsik yang dapat diungkap dari tahap Analisis Ikonografi, dantahap
poster perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” Interpretasi Ikonologi (Panofsky,
(1945)? Tujuan dari penelitian ini 1955:26-28).
adalah: Pertama, mengetahui bentuk Deskripsi Pra-Ikonografi adalah
penanda visual pada poster perjuangan tahap mendeskripsikan subyek primer
“Boeng, Ajo Boeng” (1945). Kedua, atau alamiah, berupa unsur faktual dan
mengetahui tema dan konsep yang ekspresional. Deskripsi unsur faktual
membangun visual poster perjuangan dilakukan dengan mengidentifikasi
“Boeng, Ajo Boeng” (1945). Ketiga, bentuk, yang meliputi warna, garis,
mengetahui makna intrinsik dalam atau tekstur yang merupakan
poster perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” representasi objek ilmiah (alami)
(1945). seperti makhluk hidup (manusia,
Guna menjawab rumusan hewan, tumbuhan) dan benda-benda
masalah di atas, penulis menggunakan (seperti rumah, gedung, pakaian dan
alat analisa atau teori Iconology atau lain sebagainya). Sedangkan deskripsi
Ikonolgi Erwin Panofsky (1955). Teori unsur ekpresional, dilakukan dengan
ini berusaha mengungkap subyek atau mengidentifikasi hubungan sebab-

4
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

akibat suatu kejadian, atau merasakan Supper atau “Jamuan Terakhir”) tidak
kualitas ekspresional, misalnya karakter hanya sebatas menafsirkan ikonografi
sedih pada suatu gerak tubuh atau karya tersebut. Namun juga mencoba
nuansa rumah yang nyaman. Unsur memahami lukisan tersebut untuk
faktual dan ekspresional ini disebut mengetahui kepribadian seorang
juga sebagai motif artistik (Panofsky, Leonardo Da Vinci, atau untuk
1955:28). menggali peradaban Renaissance Italia,
Analisis Ikonografi adalah tahap atau untuk mengungkap suatu perilaku
menginterpretasi subyek sekunder atau kegamaan tertentu di dalamnya. Maka
konvensional dengan menggabungkan pada tahapan ini lukisan “Jamuan
dan mengkombinasikan motif Terakhir” telah dipandang sebagai
artistikyang membentuk citra, cerita, suatu gejala dari “hal-hal lain”. “Hal-
atau alegori kedalam komposisi suatu hal lain” inilah yang disebut sebagai
tema dan konsep tertentu. Misalnya pemaknaan atau penafsiran nilai-nilai
lukisan seorang “pria dengan pisau”. simbolis atau makna intrinsik (yang
Kombinasi motif artistic seperti ini sering tidak disadari oleh si pembuat
identik dengan citra, cerita, atau alegori karya seni) (Panofsky, 1955:30-31).
dari Santo Bartholomew yang
merupakan tema atau konsep tentang Tindakan
Obyek Interpretasi
Interpretasi
12 Rasul Yesus dalam agama Katolik Subyek primer atau
(Panofsky, 1955:28-29). natural: motif artistik Deskripsi Pra-
faktual dan Ikonografi.
Interpretasi Ikonologi adalah
ekspresional.
tahap menginterpretasi makna intrinsik Subyek sekunder
atau isi, yaitu dengan mengetahui dan atau konvensional: Analisis
memahami prinsip-prinsip yang berlaku citra, cerita, atau Ikonografi.
alegori.
di suatu bangsa, waktu, kelas, agama
Makna intrinsik: Interpretasi
atau doktrin filsafat yang nilai-nilai simbolis. Ikonologi.
termanifestasikan pada metode
Tabel 1. Tahapan dan Objek Ikonologi
komposisiatau nilai-nilai simbolis Sumber : “Meaning in the Visual Arts”,
1955, Halaman 40
tertentu. Sebagai contoh, memahami
lukisan Leonardo Da Vinci (The Last

5
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

Erwin Panofsky juga seniman, sejarah, politik, puisi, agama,


menyediakan alat interpretasi dan filsafat, dan kecenderungan sosial yang
prinsip koreksi interpretasi pada setiap sedang terjadi). Adapun prinsip
tahapan agar analisa dapat dilakukan koreksinya adalah pengetahuan
secara tepat. Pada tahap Deskripsi Pra- mendalam tentang kecenderungan
Ikonografi, alat interpretasi yang umum dan esensi pikiran manusia yang
digunakan adalah pengalaman praktis diekspresikan dalam tema dan konsep
yang murni dan sederhana (membaca tertentu atau lazim disebut sebagai
“apa yang terlihat”). Adapun prinsip Sejarah Gejala atau Perubahan Budaya
koreksinya adalah obyek dan kejadian (History of Cultural Symptoms).
yang diekspresikan oleh bentuk-bentuk Artinya dalam hal ini, penafsir harus
yang memiliki kaitan dengan kondisi mengecek makna intrinsik suatu karya
sejarah tertentu atau lazim disebut terhadap makna intrinsik suatu
sebagai Sejarah Gaya (History of Style) dokumen sejarah, politik, puisi, agama,
(Panofsky, 1955:33-35). filsafat, dan kecenderungan sosial
Pada tahap Analisis Ikonografi, lainnya (Panofsky, 1955:38-39).
alat interpretasinya adalah pengetahuan
Alat Prinsip Korektif
terhadap sumber-sumber literal Interpretasi dari Interpretasi
(pustaka) yang berisi penjelasan tentang Pengalaman
Sejarah Gaya (sejarah
praktis
citra, cerita, atau alegori tertentu. akan objek atau
(rasa
peristiwa tertentu
Adapun prinsip koreksinya adalah familiar
yang diekspresikan
terhadapsuat
pengetahuan akan kondisi sejarah yang dalam bentuk
u objek dan
tertentu).
berbeda-beda terhadap citra, cerita, atau peristiwa).
Pengetahuan
alegori tersebut atau lazim disebut literatur atau Sejarah Tipe (sejarah
sebagai Sejarah Tipe (History of Types) pustaka akan sebuah tema dan
(rasa konsepyang
(Panofsky, 1955:35-38). familiar diekspresikan dalam
Terakhir pada tahap Interpretasi dengan tema objek dan kejadian
dan konsep tertentu).
Ikonologi, alat interpretasinya adalah khusus).
intuisi sintesis penafsir sendiri Intuisi Sejarah
sintetis(rasa PerubahanBudaya
(pengetahuan penafsir akan kondisi familiar (sejarah akanesensi
psikologis dan pandangan hidup dengan pikiran manusia yang

6
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

esensial diekspresikan dalam Identifikasi unsur faktual dan


pikiran dan tema dan konsep
ekspresional yang menyusun motif
kecenderung tertentu).
an sosial- artistik pada poster perjuangan “Boeng,
budaya
Ajo Boeng” (1945) dilakukan melalui
manusia).
pengamatan secara kasat mata atas rasa
Tabel 2. Alat Interpretasi dan Prinsip
Korektif Ikonologi familiar terhadap suatu objek atau
Sumber : “Meaning in the Visual Arts”,
1955, Halaman 41 peristiwa. Unsur faktual diidentifikasi
berdasarkan bentuk, yang meliputi
Penelitian ini merupakan
warna, garis, atau tekstur yang
penelitian kualitatif dengan pendekatan
merupakan representasi objek ilmiah
studi kasus. Pendekatan studi kasus
(alami) (Panofsky, 1955:24).
dipilih karena tujuan penelitian yang
fokus dan ingin mendalami satu kasus
khusus, yakni keberadaan poster
perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” (1945)
yang dibatasi pada waktu dan tempat
tertentu (sistem terbatas), melalui
pengumpulan data yang detail dan
mendalam dari beragam sumber
informasi, misalnya pengamatan,
wawancara, dokumen, dan laporan. Ciri
Gambar 1.
utama pendekatan studi kasus adalah Poster Perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” (1945)
Sumber : “Desain Grafis Indonesia dalam
memperlihatkan pemahaman mendalam Pusaran Desain Grafis Dunia 1”,2015,
Halaman 83
terhadap sebuah kasus dengan
melibatkan beragam data kualitatif dan
Pada poster tersebut nampak
melaporkan hasil penelitian secara
ilustrasi sosok seorang pemuda yang
deskriptif (Creswell, 2015:135-136).
digambar dengan ukuran setengah
badan. Pemuda tersebut rambut pendek,
PEMBAHASAN
mengenakan baju kemeja yang bagian
A. Tahap Deskripsi Pra-Ikonografi
atasnya terkoyak dan terbuka.
Kepalanya menoleh ke arah kanan

7
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

dengan mulut yang terbuka lebar, mata merentangkan kedua tangannya.


sedikit tertutup, dan alis yang berkerut, Pemuda tersebut seperti memiliki
seperti sedang berteriak. Kedua kekuatan yang luar biasa, sehingga
tangannya diangkat dan direntangkan, berhasil memutus rantai besi yang
seolah sedang berusaha memutuskan membelenggu kedua tangannya.
rantai besi yang membelenggu Bendera Merah-Putih yang
tangannya. Tangannya mengepal digenggamnya, seraya ingin
sambil menggenggam tiang yang pada menunjukkan identitas bahwa ia
ujungnya terikat bendera Merah-Putih, merupakan pemuda Indonesia. Kalimat
bendera kebangsaan Indonesia. “Boeng, Ajo Boeng” seolah diteriakkan
Terdapat pula teks pada bagian bawah oleh pemuda tersebut, seperti mengajak
ilustrasi poster yang berbunyi “Boeng, para pemuda Indonesia lainnya, untuk
Ajo Boeng”. Seluruh teks ditulis dalam berontak dan membebaskan diri dari
huruf kapital. Terdapat dua warna yang belenggu penjajahan.
digunakan pada poster, yakni hitam dan Agar deskripsi unsur faktual dan
merah. Warna hitam digunakan pada ekspresional ini lebih tepat, maka
garis yang membentuk seluruh ilustrasi diperlukan prinsip koreksi interpretasi,
dan teks poster. Adapun warna merah yakni obyek dan kejadian yang
hanya digunakan pada bendera Merah- diekspresikan oleh bentuk-bentuk yang
Putih. memiliki kaitan dengan kondisi sejarah
Unsur ekspresional tertentu atau lazim disebut sebagai
diidentifikasi dengan melihat hubungan Sejarah Gaya (Panofsky, 1955:33-35).
sebab-akibat suatu kejadian, atau Gaya dalam dunia seni dapat dibagi
merasakan kualitas ekspresional, dalam empat kecenderungan utama,
misalnya karakter sedih pada suatu yakni gaya ketepatan objektif, gaya
gerak tubuh atau nuansa rumah yang susunan formal, gaya emosi, dan gaya
nyaman (Panofsky, 1955:24). Pada fantasi (Feldman, 1967:138-204). Dari
poster tersebut nampak sebuah adegan keempat kecenderungan utama gaya
berontak yang ditunjukkan melalui seni tersebut, gaya seni poster
ekspresi muka dan gestur tubuh perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” (1945)
pemuda yang sedang berteriak sambil condong dikelompokan dalam gaya

8
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

emosi. Gaya emosi dalam seni visual, direntangkan sambil mengepal,


terlihat pada sifat-sifat emosi tertentu memperlihatkan emosi kemarahan yang
yang menekankan ekspresi perasaan. meluap-luap. Penekanan emosi
Penggambaran emosi mengambil berontak dan marah lebih terlihat pada
tempat di atas pertimbangan- penggambaran rantai besi yang
pertimbangan yang lain, bahkan objek- terputus. Secara alamiah, kemungkinan
objek yang dihadirkan cenderung besar manusia tidak akan mampu
terdistorsi untuk lebih menonjolkan memutuskan rantai besi. Rantai besi
emosi yang terjadi pada objek tersebut yang terputus bahkan dibuat
(Feldman, 1967:182). Dalam seni rupa menyerupai seperti tekstur atau raut
modern, penggambaran bentuk yang benang yang terputus. Bentuk visual ini
didistorsi, kebebasan dalam pewarnaan, merupakan bentuk dramatisasi emosi
ungkapan emosi yang dihubungkan berontak dan marah tersebut. Gaya
dengan kekerasan atau tragedi emosi atau ekspresionisme juga
merupakan ciri dari gaya nampak pada distorsi-distorsi ilustrasi
ekspresionisme. Ekspresionisme adalah poster, seperti penggambaran anatomi
kecenderungan seorang seniman untuk atau anggota tubuh, baju, tiang bendera
mendistorsi kenyataan dengan efek- dan bendera Merah-Putih, serta rantai
efek emosional. Istilah emosi ini besi yang tidak utuh.
biasanya lebih menuju kepada jenis Gaya emosi atau ekspresionisme
emosi kemarahan dan depresi daripada poster perjuangan “Boeng, Ajo Boeng”
emosi bahagia (Burhan, 2013:79). (1945) ini tidak bisa dilepaskan dari
Jika melihat deskripsi unsur gaya seni yang dianut oleh Affandi,
faktual dan ekspresional pada poster sebagai perancang visual poster.
tersebut, teridentifikasi bagaimana gaya Sebagai pelukis, Affandi mengalami
emosi atau ekspresionisme terwakili dua fase perkembangan gaya seni lukis
melalui penggambaran ekspresi selama hidupnya, yakni gaya stilistik
berontak yang terlihat melalui ekspresi realis (realisme) yang ditekuninya
wajah dan gestur tubuh pemuda selama proses belajar sekitar tahun
tersebut. Ekspresi wajah yang sedang 1932 sampai tahun 1942 serta gaya
berteriak serta tangan yang stilistik ekspresionis (ekspresionisme)

9
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

setelah tahun 1942 sampai Affandi menjadi semkin menguatkan pendapat


meninggal dunia pada tahun 1990 para kritikus, bahwa Affandi telah
(Kodra, 2004:74). Gaya ekspresionisme menemukan gaya personalnya dalam
ini merupakan hasil penghayatan ekspresionisme (Burhan, 2013:85).
Affandi akan kondisi masyarakat pada
B. Tahap Analisis Ikonografi
saat itu serta keprihatinannya kepada
Subyek sekunder atau
para pelukis Indonesia yang lebih
konvensional pada tahap analisis
mengagung-agungkan lukisan Mooi
ikonografi ini dilakukan melalui
Indie (Hindia Molek) yang bertemakan
identifikasi terhadap penggabungan dan
keindahan tanpa melihat kondisi dan
pengombinasian motif artistik yang
realita masyarakat yang sedang
membentuk citra, cerita, atau alegori
menderita akibat penjajahan Belanda
kedalam komposisi suatu temadan
(Kondra, 2004:76). Setelah melampaui
konsep tertentu (Panofsky, 1955:28-
masa pencarian gaya realismenya,
29).Alat interpretasi yang digunakan
Affandi mulai melahirkan beberapa
adalah pengetahuan terhadap sumber-
karya yang sifatnya invention atau
sumber literal (pustaka) yang berisi
penemuan baru. Pencapaian gaya ini
penjelasan tentang citra, cerita, atau
terlihat melalui karya-karya Affandi
alegori tertentu tersebut.Seperti pada
dalam pameran tunggalnya di gedung
pembahasan tahap Deskripsi Pra-
PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
Ikonografi di atas, disimpulkan bahwa
Jakarta tahun 1943. Para kritikus
motif artistik yang ditampilkan pada
mengungkapkan bahwa Affandi telah
poster perjuangan “Boeng, Ajo Boeng”
bergeser dari gaya realisme dan
(1945) menggambarkan emosi berontak
impresionisme ke gaya ekspresionisme.
yang dialami oleh manusia atau suatu
Pergeseran gaya itu dapat dilihat pada
bangsa yang telah lama ditindas.
karyanya yang berjudul “Karosel”
Pemberontakan manusia atau suatu
(1943) dan “Kamarkoe” (1943). Dalam
bangsa akan penindasan lekat dengan
karya-karya tahun berikutnya, yaitu
tema atau konsep nasionalisme.
“Burung Mati di Tanganku” (1945),
Tema dan konsep nasionalisme
“Laskar Rakyat Mengatur Siasat”
dalam karya seni, khususnya seni rupa
(1946), dan “Mata-mata Musuh” (1947)

10
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

juga dapat ditelusuri antara lain pada dalam karya seni musik, antara lain
poster-poster Perang Dunia I (1914- lagu “Maju Tak Gentar” (1945) karya
1918) dan Perang Dunia II (1939- Cornel Simanjuntak yang memuat
1945). Dua blok negara yang pesan realisasi akan perasaan merdeka,
berperang, yakni Sekutu (Inggris, pembebasan terhadap penindasan, dan
Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat) pembangkit semangat perjuangan
melawan Poros (Jerman, Italia, dan (Mintargo, 2003:110-111).
Jepang), kerap memproduksi poster- Agar anlisis Ikonografi dapat
poster perang bertemakan patriotik dan dilakukan dengan tepat, maka
nasionalisme. Tema ini memiliki diperlukan prinsip koreksi interpretasi
cirikhas visual antara lain menampilkan yakni pengetahuan akan kondisi sejarah
simbol-simbol kenegaraan (seperti yang berbeda-beda terhadap citra,
bendera, atribut meliter, dan sosok- cerita, atau alegori tersebut atau lazim
sosok pemimpin atau pahlawan). Poster disebut sebagai Sejarah Tipe. Sejarah
tema patriotik atau nasionalisme ini tipe adalah kondisi-kondisi sejarah
biasanya menyampaikan pesan tentang yang mempengaruhi tentang konvensi
kemerdekaan dan kebebasan dari tirani suatu tema atau konsep yang
atau penindasan (Darman, 2008:6-7). diekspresikan dalam objek-objek dan
Tema dan konsep nasionalisme peristiwa spesifik dan berlaku pada
juga nampak pada poster-poster suatu masa dan wilayah (Panofsky,
perjuangan ciptaan pelukis PTPI (Pusat 1955:35-40).
Tenaga Pelukis Indonesia) dan SIM Sejarah tipe tentang tema dan
(Seniman Indonesia Muda), antara lain konsep nasionalisme, dapat ditelusuri
poster “Darahku Merah Tak Sudi awal kemunculannya di Eropa sejak
Dijajah” (1946), “Allons Enfants de la abad ke-16. Nasionalisme dapat
Patrie! Le Jour de Gloire est Arrive - diartikan sebagai semangat suatu
Madjoelah Anak Djantan Tanah komunitas politis yang bersifat terbatas
Airkoe, Hari Kemenangan pasti secara inheren (berhubungan erat)
Datang!” (1946), dan “Bersatoe Kita sekaligus berkedaulatan (Anderson,
Tegoeh, Bertjerai Kita Djatoeh” (1947) 2008:8). Tema dan konsep
(Pirous, 2006:141-143). Begitu pula nasionalisme memiliki akar pada dua

11
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

sistem budaya, yakni komunitas yang kuat pada negara tersebut


religius dan komunitas ranah dinastik. (Anderson, 2008:56-61).
Komunitas religius merupakan Lahirnya semangat
nasionalisme yang berakar pada nasionalisme di Indonesia mulai terjadi
kesamaan keyakinan atau agama. sejak dirintisnya kolonialisme oleh
Sedangkan komunitas ranah dinastik Belanda melalui VOC (Vereenigde
merupakan nasionalisme yang berakar Oost Indische Campagnie)pada tahun
pada persamaan politis dalam suatu 1602. Kehadiran VOC dengan aktivitas
wilayah kekaisaran atau kerajaan dagang dan eksploitasi ekonominya,
(Anderson, 2008:17-32). menimbulkan pengaruh yang sangat
Nasionalisme yang mengarah mendasar bagi kehidupan masyarakat
pada kesadaran nasional mulai nampak atau rakyat Indonesia pada saat
di Eropa disebabkan tiga faktor utama, itu.Latar belakang kehidupan sosial
yakni pertama, merebaknya sistem yang memperihatinkan sejak hadirnya
kapitalisme oleh negara-negara Eropa eksploitasi ekonomi VOC, elit lokal
yang berujung pada munculnya yang otoriter, sistem tanam paksa dan
kesenjangan ekonomi pada masyarakat liberalisasi, menjadi pemicu munculnya
Eropa sendiri.Kedua adalah peristiwa sikap patriotisme dan nasionalisme di
Reformasi Gereja Katolik oleh Martin dalam diri masyarakat Indonesia
Luther yang berusaha melawan (Kahin, 2013:11). Nasionalisme bangsa
kapitalisme Vatikan, mengakibatkan Indonesia juga dilatarbelakangi oleh
terjadinya “geger” bagi mayoritas beberapa faktor utama, antara lain
pemeluk agama Kristen Katolik pengetahuan akan sejarah kehebatan
melawan pemeluk agama Kristen kerajaan-kerajaan besar Indonesia
Protestan di Eropa. Dan ketiga, seperti Majapahit dan Sriwijaya pada
semakin menguatnya kekuatan absolut abad ke-9 dan ke-14, dominasi agama
negara-negara kekaisaran yang tidak Islam di Nusantara, berkembangnya
dapat dijangkau oleh kapitalisme bahasa persatuan (lingua franca)
bangsa Eropa, seperti Kekaisaran Hindia Kuno yakni bahasa Melayu
Tiongkok, memunculkan persatuan Pasar menjadi suatu bahasa nasional,
dan adanya paham-paham politik baru

12
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

yang dikenal oleh orang Indonesia, kepahitan sitasi kolonial, antara lain
yakni sejak tahun 1900, ketika banyak dengan melukis tema-tema yang
orang Indonesia yang mengenyam bersifat realitas sosial, seperti rasa sakit
pendidikan di Belanda dan Timur atau tragedi yang ada dalam masyarakat
Tengah (khususnya Mesir dan Mekkah) (realism sosioalis). Akibatnya para
dan kemudian mulai berkenalan dengan pelukis PERSAGI lebih condong
paham-paham politik internasional, memilih gaya ekspresionisme sebagai
seperti Marxisme, Sosialisme Barat, ungkapannya, termasuk Affandi
Pan-Islame, maupun Islam Modernis (Burhan, 2008:70-74).
Timur Tengah. Paham-paham politik
C. Tahap Analisis Ikonologi
internasional ini kemudian
mempengaruhi cara pandang bangsa
Tahap interpretasi ikonologis
Indonesia terhadap praktik politik
merupakan tahapan terakhir untuk
kolonialisme Belanda (Kahin, 2013:60-
memahami makna intrinsik atau isi dari
68).
sebuah karya seni. Interpretasi makna
Dalam dunia seni di Indonesia,
intrinsik atau isi dilakukan dengan
khususnya bidang seni rupa, tema dan
mengetahui dan memahami prinsip-
konsep nasionalisme berkembang sejak
prinsip yang berlaku di suatu bangsa,
PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar
waktu, kelas, agama atau doktrin
Indonesia) didirikan tahun 1938.
filsafat yang termanifestasikan pada
Kehadiran PERSAGI pada saat itu
metode komposisi atau nilai-nilai
berusaha mengubah paradigma pelukis
simbolis tertentu. Tahap ini juga
Indonesia yang terlalu terikat pada gaya
menganalisa psikologi personal dan
lukisan Mooi Indieatau Hindia Molek,
weltanschauung (pandangan hidup)
yakni gaya realisme yang cenderung
pencipta karya (Panofsky, 1955:30-41).
melukiskan keadaan yang indah dan
Affandi sebagai perancang
romantis, jauh dari realitas masyarakat
visual poster perjuangan “Boeng, Ajo
sebenarnya. Melalui PERSAGI, para
Boeng” (1945) merupakan seorang
pelukis Indonesia berusaha mencari
pelukis yang mulai berkarya sejak
suatu bentuk seni lukis Indonesia baru
tahun 1930-an.Sejarah mencatat bahwa
dengan semangat nasionalisme akibat
Affandi merupakan salah satu pelukis

13
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

maestro Indonesia. Affandi (1907- terhadap “penderitaan” benda-benda


1990) yang lahir di Cirebon, (Burhan, 2013:84-85).
merupakan anak seorang juru gambar Perkembangan seni lukis
peta (mantri ukur) yaitu R. Kusuma. Ia Affandi dapat ditandai dengan beberapa
menempuh pendidikan formal di tahapan pencapaian gaya. Pada tahap
Algemene Middelbare School (AMS- pertama merupakan masa pencarian,
B) di Jakarta. Dalam perjalanan yang ditandai dengan memperdalam
kariernya sebagai pelukis ia realisme dengan serius. Namun
mempunyai jejak dan peran yang kemudian dalam perjalanannya dia
panjang, yaitu mulai masa Jepang terombang ambing antara ungkapan
(1943) sampai pada tahun 1980-an gaya realisme dan impresionisme.
(Burhan, 2013:84). Pendalaman gaya realismenya dapat
Affandi mempunyai dua prinsip terlihat dalam lukisan “Iboeku” (1943).
sikap yang menjadi pendorong Dalam perkembangannya, sesudah
kreativitas dan sangat berpengaruh pada melampaui waktu pencarian tahun
pencapaian-pencapaian artistiknya. 1936-1944 dengan realismenya,
Pertama adalah sikapnya untuk Affandi mulai melahirkan beberapa
menolak penggambaran segala sesuatu karya yang memperlihatkan tahap
yang hanya terbatas pada permukaan, invention. Pencapaian tahap gaya ini
atau terbatas pada keadaan riil semata- bisa dilihat dalam pameran tunggalnya
mata. Dalam melukis ia ingin di gedung PUTERA Jakarta tahun
mengungkapkan berbagai problematika 1943. Para kritikus mengungkapkan
yang ada di balik objeknya. Kedua bahwa Affandi telah bergeser dari gaya
adalah sikap empatinya pada impresionisme ke ekspresionisme
perjuangan dan penderitaan manusia, Pergeseran gaya itu terlihat pada
terlebih-lebih rakyat bawah atau sering karyanya yang berjudul “Karosel”
disebutnya sebagai sikap humanisme. (1943) dan “Kamarkoe” (1943). Dalam
Sikap humanis Affandi tidak hanya karya-karya tahun berikutnya, yaitu
tertuju pada penderitaan rakyat, “Burung Mati di Tanganku” (1945),
manusia, atau binatang, tetapi juga “Laskar Rakyat Mengatur Siasat”
(1946), dan “Mata-mata Musuh” (1947)

14
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

menjadi semakin menguatkan pendapat pikiran manusia yang diekspresikan


para kritikus, bahwa Affandi telah dalam tema dan konsep tertentu atau
menemukan gaya pribadinya dalam lazim disebut sebagai Sejarah Gejala
ekspresionisme (Setijoso dalam atau Perubahan Budaya. Koreksi dapat
Burhan, 2013:85-86). juga dilakukan dengan meninjau
Dalam perancangan visual berbagai simtom yang ada di sekitar
poster perjuangan “Boeng, Ajo Beong” objek maupun penciptanya, yang
(1945), gaya ekspresionisme Affandi merujuk pada psikologi dan pandangan
benar-benar terlihat. Wajah Dullah hidup masyarakat penyangganya
digambarkan begitu emosional dan (Panofsky, 1955:41).
ekspresional, memperlihatkan sikap Perubahan budaya, khususnya
brontak dan kemarahan bangsa dalam bidang seni, sangat terasa di
Indonesia atas penderitaan yang Indonesia sejak berkuasanya Jepang
dialaminya selama masa penjajahan pada tahun 1942-1945. Jepang
Belanda dan Jepang. Belenggu rantai menghentikan peran Bataviasche
besi mewakili pandangan akan Kunstkring sebagai lembaga
keterkung-kungan rakyat dalam kebudayaan Hindia Belanda yang aktif
penderitaan selama masa penjajahan. dalam mendatangkan acara-acara
Dengan penggambaran putusnya rantai kesenian dari negeri Belanda, baik
besi tersebut, maka penderitaan pun untuk seni pertunjukan maupun seni
akan berakhir. Visualisasi tangan yang lukis di Indonesia (Burhan, 2008:88).
mengepal dan raut wajah yang berteriak Jepang turut memfasilitasi para
sambil meneriakkan kalimat “Boeng, seniman Indonesia, antara lain melaui
Ajo Boeng”, mengajak segenap bangsa didirikannya lembaga Keimin Bunka
Indonesia untuk berusaha sekuat tenaga Shidoso atau Pusat Kebudayaan yang
mewujudkan Indonesia merdeka. diberi tugas mempromosikan kesenian
Agar analisis ikonologi dapat tradisional Indonesia, sekaligus
dilakukan dengan tepat, maka prinsip memperkenalkan dan menyebarkan
koreksi interpretasinya memerlukan kebudayaan Jepang, serta mendidik dan
pengetahuan mendalam tentang melatih seniman Indonesia. Keimin
kecenderungan umum dan esensi Bunka Shidoso memiliki lima seksi

15
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

yang masing-masing dipimpin oleh Pengemis” (semuanya tahun 1943).


orang Indonesia, yakni seksi Bahkan Keimin Bunka Shidoso
administrasi, sastra, musik, seni rupa, memberikan penghargaan pada lukisan-
dan seni pertunjukan (teater, tari, film). lukisan dengan gaya ungkapan realitas
Para instruktur dari Jepang juga turut sosial seperti ini (Burhan, 2013:20).
didatangkan guna melatih para seniman Seorang seniman dalam
Indonesia di Keimin Bunka Shidoso. berkarya selalu dipengaruhi atau
Mereka antara lain para sutradara film, didukung oleh tiga faktor utama, yaitu
penulis skenario, musisi, aktor, pelukis, pengaruh dan dukungan kultural atau
karikaturis, dan lain sebagainya budaya, aktor-aktor sosial yang
(Kurasawa, 1988:61). menentukan nilai dan eksistensi karya
Dalam bidang seni lukis, seni, serta penerimaan audien atau
dukungan dan penghargaan Jepang masyarakat terhadap karya seni. Ketiga
yang begitu tinggi, menjadikan para hal ini saling berhubungan erat dalam
pelukis Indonesia semakin mantap mendukung atau mempengaruhi nilai
dengan ungkapan- ungkapan dan eksistensi sebuah karya seni yang
naturalisme, realisme, impresionisme, lahir dari seorang seniman yang
dan ekspresionisme akan realitas kemudian akan berdampak pada
kehidupan yang ada secara jujur. Sosok eksistensi sang seniman tersebut
keluarga, potret diri, maupun aktifitas (Zolberg, 1990:136).Hal ini juga terjadi
kehidupan sosial mulai banyak dilukis. pada Affandi, dimana perubahan
Tema-tema kemanusiaan dan kondisi sosial, politik, dan budaya yang
penderitaan juga mulai diangkat oleh dibentuk oleh Jepang, telah melahirkan
para pelukis Indonesia. Karya-karya perubahan signifikan pada gaya lukisan
yang menyiratkan realita kehidupan, ekspresionisme yang digelutinya.
penderitaan, dan kemiskinan muncul Keimin Bunka Shidoso telah
dengan pesat. Pelukis seperti Affandi memberikan fasilitas, ilmu, dan
hadir dengan karya-karyanya yang apresiasi bagi karya seni lukis Affandi.
berjudul “Ayam Jantan yang Mati Ketika Affandi mulai eksis diantara
Menggeletak”, “Poelang Membawa seniman-seniman lainnya pada saat itu,
Bebek Pintjang”, “Tiga Jajaran Potret maka hubungannya dengan tokoh-

16
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

tokoh nasional menjadi lebih dekat. yang tepat, wawasan dan pengetahuan
Soekarno yang mampu membaca teknis dari instruktur Jepang ternama,
kondisi seni lukis Indonesia yang maju dan semakin tingginya apresiasi rakyat
berkat bantuan Jepang tersebut, pada karya seni lukis. Dunia politik dan
berusaha mewujudkan visi politik seni di Indonesia tahun 1945 tidak
bangsanya dengan menggandeng para dapat dipisahkan, keduanya saling
pelukis untuk menyampaikan pesan- bersinergi pada satu tujuan yang sama.
pesan perjuangan kemerdekaan Hal ini terlihat dari usaha Soekarno
Indonesia, salah satunya melalui dalam menggandeng para seniman
diciptakannya poster perjuangan ternama guna menciptakan media
“Boeng, Ajo Boeng” (1945). komunikasi visual untuk
Dari tahap analisis Ikonologi menyampaikan pesan kemerdekaan
ini, dapat digali beberapa makna bagi rakyat Indonesia melalui poster
intrinsik, antara lain poster perjuangan perjuangan “Boeng, Ajo Boeng”
“Boeng, Ajo Boeng” (1945) (1945).
memperlihatkan realitas sosial bangsa
Indonesia yang ingin berontak untuk PENUTUP
segera bebas dari penindasan dan
Kesimpulan yang dapat ditarik
penjajahan bangsa lain. Gaya
dari penelitian poster perjuangan
ekspresionisme dan realisme sosial
“Boeng, Ajo Boeng” karya Affandi
yang kuat pada visual poster
tahun 1945 adalah:
merupakan dampak dari perkembangan
1. Motif artistik yang menyusun
dunia seni rupa Indonesia yang mulai
bentuk visual poster perjuangan
menemukan jati dirinya pasca
“Boeng, Ajo Boeng” (1945) adalah
dominasigaya Hindia Molek pada masa
seorang pemuda Indonesia yang
penguasaan Belanda. Berkuasanya
berontak dan membebaskan dirinya
Jepang menggantikan Belanda,
dari belenggu rantai penjajahan.
memberikan dampak positif bagi
Gaya ungkap pada poster ini adalah
perkembangan seni di Indonesia, antara
gaya emosi atau ekspresionisme
lain para seniman, khususnya pelukis,
yang merupakan puncak pencapaian
menemukan gaya seni lukis Indonesia

17
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

gaya lukis Affandi selaku tujuan yang sama yakni


perancang visual poster tersebut. mewujudkan kemerdekaan bangsa
2. Tentang tema dan konsep yang Indonesia.
diusung pada poster perjuangan
“Boeng, Ajo Boeng” (1945) adalah KEPUSTAKAAN
nasionalisme yang sejarah
kemunculannya telah ada di Anderson, Benedict. (2008). Imagined
Communities: Reflections on the
Indonesia sejak masa kolonialisme Origin and Spread of
Belanda melalui VOC pada tahun Nationalism atau Imagined
Communities: Komunitas-
1602. Tema nasionalisme dalam komunitas Terbayang,
dunia seni lukis di Indonesia mulai terjemahan Omi Intan Naomi.
Yogyakarta: Insist dan Pustaka
menguat sejak didirikannya Pelajar.
PERSAGI pada tahun 1938 sebagai
Burhan, M. Agus. (2008).
bentuk perlawanan terhadap Perkembangan Seni Lukis Mooi
kecenderungan para seniman Indie sampai Persagi di
Batavia, 1900-1942. Jakarta:
Indonesia akan gaya ungkap Hindia Galeri Nasional Indonesia.
Molek pada masa penjajahan
Burhan, M. Agus. (2013).Seni Lukis
Belanda. Indonesia Masa Jepang sampai
3. Makna intrinsik dari poster Lekra. Surakarta: UNS Press.

perjuangan “Boeng, Ajo Boeng” Creswell, John.W. (2015). Qualitative


(1945) adalah menggambarkan Inquiry & Research Desingn:
Choosing Among Five
realitas sosial bangsa Indonesia Approaches, Third Edition atau
yang ingin berontak untuk segera Penelitian Kualitiatif & Desain
Riset: Memilih di antara Lima
bebas dan merdeka dari penindasan Pendekatan, terjemahan Ahmad
bangsa lain. Gaya ekspresionisme Lintang Lazuardi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
dan realisme sosial yang menjadi
gaya visual poster merupakan jati Darman, Peter. (2008). Posters Of
World War II. London: Brown
diri gaya seni lukis Indonesia. Reference Group.
Dunia politik dan seni di Indonesia
Feldman, Edmund Burke. (1967). Art
tahun 1945 tidak dapat dipisahkan, as Image and Idea. New Jersey:
semua saling bersinergi pada satu Prentice Hall, Inc.

18
Jurnal Ekspresi Seni, Vol. 19, No. 1, Juni 2017

Frascara, Jorge. (2004). Mintargo, Wisnu. (2003). “Lagu


Communication Design: Propaganda dalam Revolusi
Principles, Methods, and Indonesia: 1945-1949” dalam
Practice. New York: Allworth Jurnal Humaniora, Volume
Press. XV/Nomor 1/2003. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Kahin, George McTuran. (2013).
Nationalism and Revolution in Panofsky, Erwin. (1955). Meaning of
Indonesia atauNasionalisme The Visual Arts, New York:
dan Revolusi Indonesia, Doubleday Anchor Books.
terjemahan Tim Komunitas
Bambu (2013). Komunitas Pirous, A.D. (2006). “Sejarah Poster
Bambu: Jakarta. Sebagai Alat Propaganda
Perjuangan Di Indonesia”
Kondra,I Wayan. (2004). Estetika Seni dalam Jurnal Ilmu Desain
Lukis Ekspresionis Affandi FSRD ITB, Volume 1/Nomor
(Sebuah Refleksi Budaya). Tesis 3/2006.Bandung: Institut
Program Pascasarjana Teknologi Bandung.
Universitas Udayana Denpasar,
Bali. Susanto, Mikke. (2014), Bung Karno:
Kolektor dan Patron Seni Rupa
Kurasawa, Aiko. (1987). “Propaganda Indonesia,Yogyakarta: Dicti
Media on Java under the ArtLab.
Japanesee 1942-1945” dalam
“Indonesia-Nomor 44 Zolberg, Vera L. (1990). Constructing
(Oktober)”, Cornell Southeast a Sociology of the Arts.
Asia Program, New York. Melbourne: Cambridge
University Press.

19
JURNAL EKSPRESI SENI
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
ISSN: 1412 – 1662 E-ISSN 2580-2208 Volume 19, Nomor 1, Juni 2017

Redaksi Jurnal Ekspresi Seni


Mengucapkan terimakasih kepada para Mitra Bebestari

1. Dr. St. Hanggar Budi Prasetya (Institut Seni Indonesia Yogyakarta)


2. Drs. Muhammad Takari. M.Hum. Ph.D (Universitas Sumatera Utara)
3. Dr. Sri Rustiyanti, S.Sn., M.Sn (Institut Seni Budaya Indonesia Bandung)

Anda mungkin juga menyukai