CSR Bendungan ASI
CSR Bendungan ASI
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas
keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Menurut WHO 81% AKI akibat
komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum.
Millenium Development Goals (MDGS) adalah hasil kesepakatan 189 negara termasuk
Indonesia yang mulai dijalankan pada September tahun 2000. Adapun program pemerintah
dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun 2015, telah
dirumuskan skenario percepatan penurunan AKI yaitu, target MDGs akan tercapai apabila
50% kematian ibu per provinsi dapat dicegah/dikurangi.
AKI di Indonesia masih termasuk yang tinggi dibandingkan negara-negara di Asia misalnya
Thailand dengan AKI 130/100.000 Kelahiran Hidup (KH). Data SDKI tahun 2007 mencatat
AKI di Indonesia mencapai 228 per 100.000 KH. Walaupun angka ini dipandang mengalami
perbaikan dibanding tahun tahun sebelumnya, Target MDGs5 yaitu menurunkan AKI menjadi
102/100.000 KH pada tahun 2015 masih memerlukan upaya khusus dan kerja keras dari
seluruh pihak baik Pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat. AKI yang tinggi
menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu ( Profil DinKes Provinsi DIY tahun 2012).
Masa nifas ini perupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu
melakukan pemantauan karena pelaksanan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu
mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas,
sepertisepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan
penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para
tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan
pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut
tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka
morbiditas dan mortalitas bayi pun akan meningkat (Sulistyawati, 2009; h.1)
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.1)
Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh
sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung
hari pertama dan berturut-turut selama dua hari (Manuaba, 2010; h.313)
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke- 2 atau ke-3 ketika payudara telah
memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar,
karena bayi tidak cukup untuk menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi (bounding) kurang baik, dan dapat pula karena adanya pembantasan
waktu menyusui (Prawirohardjo, 2011;hal 652). Salah satu penyebab bendungan ASI yaitu
putting susu yang terbenam.
Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan
intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan
seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri
(WHO), walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar
sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat
akhinya terjadi mastitis(http://yuniochyrosiati.blogspot.com)
Penelitian terjadinya bendungan ASI di Indonesia terbanyak adalah pada ibu-ibu pekerja,
sebanyak 16% dari ibu yang menyusui (Depkes RI, 2006). Adanyakesibukan keluarga dan
pekerjaan menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam melakukan perawatan
payudara sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kejadian
bendungan ASI (http://stikeskusumahusada.ac.id) .
“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan ibu nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 postpartum
hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni Tempel Sleman Yogyakarta tahun 2013?”
A. Tujuan Umum
Dapat memberikan asuhan kebidanan Ibu nifas dengan bendungan ASI terutama pada Ny.X
umur X tahun P1A0 post partum hari ke-3.
B. Tujuan Khusus
1. Diharapkan penulis dapat melakukan pengkajian ibu nifas pada Ny.X umur X tahun
P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni Tempel Sleman
tahun 2013.
2. Diharapkan penulis dapat menentukan interpretasi data pada ibu nifas terhadap Ny.X
umur X tahun P1A0 post paartum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni
Tempel Sleman tahun 2013.
3. Diharapkan penulis dapat menentukan disgnose potensial pada ibu nifas terhadap Ny.X
umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni
Tempel Sleman tahun 2013.
4. Diharapkan penulis dapat melakukan tindakan segera/kolaborasi pada ibu
nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di
BPS Catur Eni Tempel Sleman tahun 2013.
5. Diharapkan penulis dapat merencanakan tindakan pada ibu nifas terhadap Ny.X umur X
tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni Tempel
Sleman tahun 2013.
6. Diharapkan penulis dapat melaksanakan asuhan kebidananpada ibu nifas terhadap Ny.X
umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni
Tempel Sleman tahun 2013.
7. Diharapkan penulis dapat melakukan evaluasi asuhan kebidananpada ibu
nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di
BPS Catur Eni Tempel Sleman tahun 2013.
V. Manfaat Penelitian
A. Bagi institusi pendidikan
Dapat menambah wawasan dan iptek khususnya bagi mahasiswa kebidanan dalam
menerapkan cara mengatasi masalah pada payudara ibu nifas, serta dapat digunakan
sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.
B. Bagi lahan praktek
Dapat dijadikan sebagai masukan dan gambaran informasi untuk meningkatkan
manajemen asuhan kebidanan yang diterapkan terhadap klien dalam mengatasi masalah
pada payudara ibu nifas serta memberikan perawatan payudara yang baik dan benar.
C. Bagi ibu nifas, keluarga, dan masyarakat
Dapat memberikan informasi pada ibu nifas, keluarga dan masyarakat dalam mengetahui
dan melakukan perawatan pada payudara yang baik dan benar sehingga ibu tidak
mengalami masalah dengan payudara.
D. Bagi penulis
Dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas tentang cara mengatasi masalah
payudara dan cara perawatan payudara yang baik dan benar baik pada ibu primipara
maupun multipara.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Masa Nifas
1. Pengertian
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.1).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil).
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009; h.1).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa atau waktu sejak bayi lahir dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan (Suherni dkk, 2009; h.1).
Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha ( 2009; h.5) adalah sebagai berikut :
a. Immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. pada masa nifas ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karna itu bidan
dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus pengeluaran lokea tekanan
darah dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam -1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan lokia tidak berbau busuk tidak demam ibu cukup mendapatkan makanan dan
cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum ( 1 minggu- 5 minggu )
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.
Tabel 2.1
kebijakan program nasional masa nifas
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6-8 jam Mencegah perdarahan masa
setelah nifas karena atonia uteri
persalinan Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan, rujuk bila perdarahan
berlanjut.
Memberikan konseling pada ibu
atau
salah satu anggota keluarga
mengena
bagaimana cara mencegah
perdarahan
masa nifas karena atonia uteri.
Pemberian ASI awal.
Melakukan hubungan antara ibu
dengan bayi yang baru lahir.
Menjaga bayi agar tetap sehat
dengan cara mencegah hypotermi.
Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu
dan bayi baru lahir untuk 2 jam
pertama setelah kelahiran, atau sampai
ibu dan bayi dalam keadaan stabil
d. Struktur payudara
Gambar 2.2 Struktur Payudara
1. Reflek prolaktin
Reflek ini sangat memegang peranan penting dalam proses pembuatan kolostrum, dimana
hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu kadar
prolaktin ibu yang akan menyusui akan normal kembali tiga bulan setelah melahirkan. Pada
ibu yang menyusui akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti:
a. Stres Atau Pengaruh Psikis
b. Anastesi
c. Operasi
d. Rangsangan puting susu
2. Reflek let down
Rangsangan ini berasal dari hisapan bayi yang dilanjutkan ke hipofisis posterior
(neorohipofisis) yang kemudian dikeluarkan oleh oksitosin.
Faktor-faktor yang meningkatkan reflek let down
a. Melihat Bayi
b. Mendengarkan suaranya
c. Mencium bayinya
d. Memikirkan untuk menyusui bayinya
Beberapa reflex yang mungkin bayi baru lahir untuk memperoleh ASI adalah sebagai berikut.
a. Refleks Rooting
Refleks ini memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting susu apabila ia
diletakkan di payudara.
b. Refleks Menghisap
Yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai ke
langit keras dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang, lidah dan pipi.
c. Refleks Menelan
Yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga refleks ini merangsang
pembentukan rahang bayi. (Saleha, 2009; h.15-17)
3. Pemeliharaan pengeluaran air susu
Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan
oksitosin dalam darah. Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya
sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui dan berkurangnya
rangsangan menyusui oleh bayi misalnya kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang
kurang serta singkatnya waktu menyusui. Hal ini berarti pelepasan prolaktin yang cukup
diperlukan untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama
kelahiran (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.13).
g. Proses Pembentukan Laktogen
Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:
1) Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase laktogenesis. Saat ini
payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental kekuningan. Pada saat
itu, tingkat progesteron tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun, hal ini
bukan merupakan masalah medis. Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum
sebelum bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI
sebenarnya nanti.
2) Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron,
esterogen dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini
menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase laktogenesis II. Apabila
payudara dirangsang, jumlah prolaktin dalam darah meningkat dan mencapai
puncaknya dalam periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam
kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk
memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian
mengindikasikan bahwa jumlah prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih
banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi, sedangkan jumlah prolaktin
rendah saat payudara terasa penuh.
3) Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari
pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol otokrin
dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI banyak
dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI banyak pula. Dengan demikian, produksi ASI
sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering
payudara dikosongkan. (Saleha, 2009;h.13).
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan. Suhu 38 oC
atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat
kali sehari (Yanti dan Dian, 2011; h.100)
Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh
sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung
hari pertama dan berturut-turut selama dua hari (Manuaba, 2010;h.313)
3. Jenis-jenis infeksi
1. Endometritis
Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan
getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrosis serta cairan (saleha, 2009;)
2. Parametritis
Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi melalui beberapa cara
penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis, penyebaran
langsung dari luka-luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum serta
penyebaran sekunder dari tromboflebitis (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.112)
3. Peritonitis
Infeksi purpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi
peritonis atau ke parametrium menyebabkan parametritis (Saleha, 2009; h.98)
4. Infeksi saluran kemih
Kejadian infeksi saluran pada masa nifas relatif tinggi dan hal ini dihubungkan dengan
hipotonik kandung kemih akibat trauma kandung kemih saat persalinan, pemeriksaan dalam
yang sering, kontaminasi kuman dari perineum atau kateterisasi yang sering (Dewi dan
Sunarsih, 2011; h.114)
5. Bendungan ASI
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.345)
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 ketika payudara telah memproduksi
air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi
tidak cukup sering menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan
bayi yang kurang baik, dan dapat pula terjadi akibat pembatasan waktu menyusui. Menurut
Prawirohardjo (2011; h.652) Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus
latiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting susu.
6. Mastitis
Mastitis merupakan peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2 % wanita yang menyusui.
Mastitis umumnya terjadi pada minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara.
Mastitis juga ditandai dengan nyeri pada payudara, kemerahan area payudara yang
membengkak, demam, menggigil, dan penderita merasa lemah dan tidak nafsu makan.
Mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi Staphylococus aureus dan sumbatan susu yang
berlanjut (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.350).
Penyebab terjadinya mastitis adalah sebagai berikut :
a. Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi mastitis
b. Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak
c. Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jika tidak disusui dengan
adekuat, maka bisa terjadi mastitis
d. Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah terkena infeksi (Saleha,
2009; h.109).
Putting susu datar atau terbenam menurut Ambarwati dan Wulandari (2009; h.44)
1. Tehnik atau gerakan hoffman yang dikerjakan 2x sehari
2. Dibantu dengan jarum suntik yang dipotong ujungnya atau dengan pompa ASI.
2. Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien
merasa mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati dan
Wulandari, 2009 h;132).
Menurut Prawirohardjo (2010; h.652) Keluhan yang dirasakan pada pasien dengan
bendungan ASI dengan ditandainya pembengkakan payudara bilateral dan secara keras,
kadang terasa nyeri serta sering kali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat
tanda-tanda kemerahan dan demam.
3. Riwayat Kesehatan
a. Sekarang
Data-data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang di derita
pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya
b. Yang Lalu
Data yang di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,
kronis seperti: Jantung, Diabetes Militus, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada
masa nifas ini
c. Keluarga
Data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu bila ada penyakit keluarga yang
menyertainya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.133).
4. Riwayat obstetri
a. Riwayat haid
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya
1) Menarche
Usia pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12- 16
tahun
2) Siklus
Jarak antara menstruasi yang di alami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari,
biasanya sekitar 23-32 hari.
3) Volume
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang di keluarkan
4) Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika mengalami menstruasi
misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan, atau jumlah darah yang banyak
(Sulistyawati,2010; h.112).
a. Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa,berapa lama,
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan
beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.134).
b. Data Objektif
Data ini di kumpukan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan melakukan
pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi,auskultasi, perkusi dan
pemeriksaan penunjang yang di lakukan secara berurutan (Sulityawati, 2010; h.226).
1) Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:
a) Keadaan umum
Data ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan, hasil pengamatan yang
di laporkan kriterianya baik atau lemah (Sulistyawati, 2010; h.226).
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang ke sadaran pasien, kita dapat melakukan pengkajian
derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis sampai dengan koma (Sulistyawati,
2010; h.226).
c) Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah
Pada beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum, tetapi keadaan ini akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya
dalam 2 bulan pengobatan (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.139).
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 Mmhg dan sistolik 60-80
Mmhg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Peubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh
perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya
pre eklamsia post partum.
(http://masalahkebidanan.blogspot.com/2012/11/tanda-tanda-vital-pada-ibu-nifas.html)
2) Nadi
Berkisar antara 60- 80x/menit denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas adalah
mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa di akibatkan oleh proses
persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebih (Ambarwati dan Wulandari,
2009; h.138).
3) Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30 x/menit (Ambarwati
dan Wulandari, 2009; h.139).
4) Suhu
Suhu tubuh ibu inpartu tidak lebih dari 37,2oC. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik
kurang lebih 0,5oC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras
sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan (Yanti dan Sundawati, 2011; h.67)
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan (Aiyeyeh, 2010 h:345).
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Organ tubuh yang perlu dikaji karena pada kepala terdapat organ-organ yang sangat penting.
Pengkajian di awali dengan inspeksi lalu palpasi.
b) Muka
Pada daerah muka dilihat kesimetrisan muka, apakah kulitnya normal, pucat.
Ketidaksimetrisan muka menunjukkan adanya gangguan pada saraf ke tujuh (Nervus Fasialis)
c) Mata
untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata, teknik yang di gunakan inspeksi dan palpasi
d) Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane timpani,
dan pendengaran. teknik yang digunakan adalah inspeksi dan palpasi
e) Hidung
Dikaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung, bagian dalam, lalu sinus- sinus
f) Mulut
Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut
g) Leher
Untuk mengetahui bentuk leher, serta organ- organ lain yang berkaitan. Teknik yang di
gunakan adalah inspeksi dan palpasi
h) Dada
Mengkaji kesehatan pernafasan (Tambunan, 2011; h.66-86).
i) Payudara
Hormon estrogen dan progestron yang meningkat pada kehamilan membantu maturasi
alveoli, kadar estrogen dan progestron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca
persalinan. Sehingga terjadi sekresi ASI (Yanti dan sundawati, 2009; h.7).
j) Perut
Selama masa kehamilan kulit abdomen, kulit abdomen akan melebar,melonggar dan
mengendur selama berbulan-bulan (Yanti dan sudawati, 2009; h.62).
Tabel 2.2 Tabel involusi uterus
Diameter
Berat Uterus bekas Keadaan
Involusi TFU (gr) melekat Serviks
Plasenta
Bayi Setinggi Pusat 1000
Lahir
Uri 2 Jari di bawah 750 12,5 Lembek
Lahir Pusat
Satu Pertengahan pusat- 500 7,5 Beberapa hari
minggu sympisis setelah post
Dua Tak teraba di atas 350 3-4 partum dapat
minggu sympisis di lalui 2 jari
Enam Bertabah Kecil 50-60 1-2 akhir minggu
minggu pertama dapat
Delapan Sebesar normal 30 di masuki 1
minggu jari
k) Anogenital
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta meregang, setelah
beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ketiga.
Proses involusi uterus biasanya disertai dengan adanya rasa nyeri yang disebut after pain
yaitu perasaan mulas-mulas yang diakibatkan oleh kontraksi rahim, biasanya berlangsung
selama 2-4 hari pasca persalinan. Proses kontraksi juga mempengaruhi pengeluaran secret
yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas yang disebut dengan Lochea,
(Yanti dan Sundawati, 2009; h.5).
Langkah awal dari perumusan diagnose atau masalah adalah pengolahan data dan analisis
dengan menghubungkan data satu dengan data yang lainnya (Sulistyawati, 2009; h.177).
2. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.141).
D. Tindakan Segera
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan
menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien
(Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).
E. Perencanaan
Langkah-langkah ini di tentukan oleh sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau
diagnose yang telah di identifikasi atau antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari masalah yang berkaitan,
tetapi juga dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan
terjadi berikutnya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).
1. Pantau keadaan umum ibu
2. Mencegah masa nifas karena atonia uteri
3. Lakukan perawatan payudara
4. Siapkan alat-alat yang di gunakan untuk perawatan pada payudara
5. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal
6. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup
7. Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi
8. Memastika ibu dapat mobilisasi dengan baik
9. Memastikan ibu menjaga personal hygiene dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit.
10. Beritahu kunjungan ulang
F. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik tehadap
masalah pasien ataupun diagnosis yang di tegakkan (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.145).
G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk mengetahui factor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan yang
diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan
(Soepardan, 2008; h. 96 - 102)
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu
Ruang lingkup:
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c. Pelayanan persalinan normal
d. Pelayanan ibu nifas normal
e. Pelayanan ibu menyusui
f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
Kewenangan:
a. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
b. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
c. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
d. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini
(IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
e. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
f. Penyuluhan dan konseling
g. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
h. Pemberian surat keterangan kematian
i. Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang
menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan
pelayanan kesehatan yang meliputi:
a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan
di bawah supervisi dokter)
c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia
sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
melalui informasi dan edukasi
i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan
memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA),
hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan
juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah
terdapat tenaga dokter (www.KesehatanIbu.Depkes,go.id).