Anda di halaman 1dari 74

BENDUNGAN

ASI
Kamis, 04 Juli 2013

ASUHANKEBIDANANPADAIBUNIFAS
TERHADAPNY.MUMUR23TAHUNP1A0
POSTPARTUMHARIKE3DENGAN
BENDUNGANASIDIBPSDESIANDRIANI
TELUKBETUNGUTARABANDAR
LAMPUNGTAHUN2013
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas
keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Menurut WHO 81% AKI akibat
komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum.

Millenium Development Goals (MDGS) adalah hasil kesepakatan 189 negara termasuk
Indonesia yang mulai dijalankan pada September tahun 2000. Adapun program pemerintah
dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun 2015, telah
dirumuskan skenario percepatan penurunan AKI yaitu,target MDGs akan tercapai apabila
50% kematian ibu per provinsi dapat dicegah/dikurangi.

AKI di Indonesia masih termasuk yang tinggi dibandingkan negara-negara di Asia misalnya
Thailand dengan AKI 130/100.000 Kelahiran Hidup (KH). Data SDKI tahun 2007 mencatat
AKI di Indonesia mencapai 228 per 100.000 KH. Walaupun angka ini dipandang mengalami
perbaikan dibanding tahun tahun sebelumnya, Target MDGs 5 yaitu menurunkan AKI
menjadi 102/100.000 KH pada tahun 2015 masih memerlukan upaya khusus dan kerja keras
dari seluruh pihak baik Pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat. AKI yang tinggi
menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu ( Profil DinKes Provinsi Lampung tahun
2012).

AKI yang tinggi menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu. Jumlah kasus kematian ibu
yang dilaporkan di Provinsi Lampung sampai dengan bulan Desember tahun 2012 sebanyak
178 kasus. terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun 2011 yaitu 152 kasus.
Penyumbang kematian terbanyak adalah Kota Bandar Lampung dengan kasus terbanyak
adalah eklampsia dan perdarahan, Rata-rata penyebab kematian ibu adalah perdarahan (23%),
eklampsi 33%, infeksi 2%, dan kematian karena adanya penyakit-penyakit lain 42% (Dinkes
Lampung, 2012).

Masa nifas ini perupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu
melakukan pemantauan karena pelaksanan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu
mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas,
seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan
penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para
tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan
pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut
tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka
morbiditas dan mortalitas bayi pun akan meningkat (Sulistyawati, 2009; h.1)
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.1)

Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh
sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung
hari pertama dan berturut-turut selama dua hari (Manuaba, 2010; h.313)

Macam-macam infeksi masa nifas diantaranya yaitu endometritis, parametritis, peritonitis,


infeksi saluran kemih, bendungan Asi, mastitis, abses payudara. Mastitis merupakan
peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Mastitis adalah infeksi
pada payudara yang terjadi pada 1-2% wanita yang menyusui. Mastitis umumnya terjadi pada
minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara. Mastitis juga ditandai dengan nyeri

pada payudara, kemerahan area payudara yang membengkak, demam, menggigil, dan
penderita merasa lemah dan tidak nafsu makan. Mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi
Staphylococus aureus dan sumbatan susu yang berlanjut / bendungan ASI (Rukiyah dan
Yulianti, 2010; h.350)

Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke- 2 atau ke-3 ketika payudara telah
memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar,
karena bayi tidak cukup untuk menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi (bounding) kurang baik, dan dapat pula karena adanya pembantasan
waktu menyusui (Prawirohardjo, 2011;hal 652). Salah satu penyebab bendungan ASI yaitu
putting susu yang terbenam.

Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan
intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan
seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri
(WHO), walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar
sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat
akhinya terjadi mastitis (http://yuniochyrosiati.blogspot.com)

Penelitian terjadinya bendungan ASI di Indonesia terbanyak adalah pada ibu-ibu pekerja,
sebanyak 16% dari ibu yang menyusui (Depkes RI, 2006). Adanyakesibukan keluarga dan

pekerjaan menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam melakukan perawatan
payudara sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kejadian
bendungan ASI (http://stikeskusumahusada.ac.id) .

Berdasarkan hasil study pendahuluan di BPS Desi Andriani,Amd.Keb Teluk Betung Utara
Bandar Lampung bulan Januari-Mei Tahun 2013 di peroleh hasil 192 ibu post partum, dan
terdapat pada primipara 84 ibu post partum yang mengalami bendungan ASI. Dari latar
belakang diatas penulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul: Asuhan kebidanan
pada ibu nifas pada Ny.M umur 23 tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI
di BPS Desi Andriani, Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung 2013.

II. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Kebidanan ibu nifas terhadap Ny.M umur 23 tahun P1A0 postpartum
hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Desi Andriani, Amd.Keb Teluk Betung Utara
Bandar Lampung 2013?

III. Tujuan penelitian

A. Tujuan Umum
Dapat memberikan asuhan kebidanan Ibu nifas dengan bendungan ASI terutama pada Ny.M
umur 23 tahun P1A0 post partum hari ke-3.

B. Tujuan Khusus

1.

Diharapkan penulis dapat melakukan pengkajian ibu nifaspada Ny.M umur 23 tahun
P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Desi Andriani Teluk Betung
Utara Bandar Lampung tahun 2013.

2. Diharapkan penulis dapat menentukan interpretasi data pada ibu nifas terhadap Ny.M umur 23
tahun P1A0 post paartum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Desi Andriani Teluk
Betung Utara Bandar Lampung
3. Diharapkan penulis dapat menentukan disgnose potensialpada ibu nifas terhadap Ny.M umur
23 tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Desi Andriani Teluk
Betung Utara Bandar Lampung tahun 2013.
4.

Diharapkan

penulis

dapat

melakukan

tindakan

segera/kolaborasi pada

ibu

nifas terhadap Ny.M umur 23 tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASIdi BPS
Desi Andriani Teluk Betung Utara Bandar Lampung tahun 2013.
5.

Diharapkan penulis dapat merencanakan tindakan pada ibu nifas terhadap Ny.M umur 23
tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Desi Andriani Teluk Betung
Utara Bandar Lampung tahun 2013.

6. Diharapkan penulis dapat melaksanakan asuhan kebidananpada ibu nifas terhadap Ny.M umur
23 tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Desi Andriani Teluk
Betung Utara Bandar Lampung tahun 2013.
7. Diharapkan penulis dapat melakukan evaluasi asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap Ny.M
umur 23 tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Desi Andriani
Teluk Betung Utara Bandar Lampung tahun 2013

IV.

Ruang lingkup

A. Sasaran
Objek yang diambil dalam Karya Tulis Ilmiah ini ialah satu orang ibu nifas yaitu Ny.M umur
23 tahun P1A0 Post Partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS.Desi Andriani,
Amd.Keb
B. Tempat
Penelitian ini dilakukan di BPS Desi Andriani, Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar
Lampung
C. Waktu
Pelaksanaan asuhan kebidanan dalam Karya Tulis Ilmiah dilaksanakan dari tanggal 20-25
Mei 2013.

V.

Manfaat Penelitian

A. Bagi institusi pendidikan


Dapat menambah wawasan dan iptek khususnya bagi mahasiswa kebidanan dalam
menerapkan cara mengatasi masalah pada payudara ibu nifas, serta dapat digunakan sebagai
bahan bacaan di perpustakaan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.
B. Bagi lahan praktek
Dapat dijadikan sebagai masukan dan gambaran informasi untuk meningkatkan manajemen
asuhan kebidanan yang diterapkan terhadap klien dalam mengatasi masalah pada payudara
ibu nifas serta memberikan perawatan payudara yang baik dan benar.
C. Bagi ibu nifas, keluarga, dan masyarakat

Dapat memberikan informasi pada ibu nifas, keluarga dan masyarakat dalam mengetahui dan
melakukan perawatan pada payudara yang baik dan benar sehingga ibu tidak mengalami
masalah dengan payudara.
D. Bagi penulis
Dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas tentang cara mengatasi masalah
payudara dan cara perawatan payudara yang baik dan benar baik pada ibu primipara maupun
multipara.

VI. Metodologi dan Teknik Memperoleh Data

A. Metode Penelitian
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode penulisan penelitian
deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
obyektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis data,
membuat kesimpulan, dan laporan (Notoatmodjo, 2005; h. 138).

B. Teknik memperoleh data


1. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti secara langsung
dari sumber datanya. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkan
secara langsung.

a.

Wawancara
Adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana penelitian
mendapatkan keterangan atau pendirian

secara lisan dari seseorang sasaran penelitian

(responden) (Natoatmodjo, 2005: h.102)


Wawancara dilakukan dengan cara :
1)

Auto anamnesa
Wawancara yang langsung dilakukan kepada klien mengenai penyakitnya.

2)

Allo anamnesa
Wawancara yang dilakukan kepada keluarga atau orang lain mengenai penyakit klien
(Sulistyawati, 2009).

b.

Observasi
Adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya
rangsangan. Mula-mula rangsangan dari lur mengenai indera, dan terjadilah penginderaan,
kemudian apabila rangsangan tersebut menarik perhatian akan dilanjutkan dengan adanya
pengamatan (Notoatmodjo, 2005; h.95).

c.

Pengkajian Fisik
Adalah suatu pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses
keperawatan atau tahap pengkajian atau pemeriksaan klinis dari sistem pelayanan
terintegrasi, yang prinsipnya menggunakan caracara yang sama dengan pengkajian fisik
kedokteran, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (Prihardjo, 2006; h.2-3).

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai
sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat
diperoleh dari berbagai sumber Biro Pusat Statistik (BPS), buku laporan, jurnal, dan
lain-lain.
a.

Studi Pustaka
Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari catatan tentang pasien yang ada
(Notoatmodjo, 2005; h.63).

b.

Studi Dokumenter
Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang
ada dibawah tanggung jawab instansi resmi, misalnya laporan, statistik, catatancatatan di
dalam kartu klinik ( Notoatmodjo, 2005; h.62).

BAB II
TINJAUAN TEORI
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Masa Nifas
1. Pengertian
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.1).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009;h.1).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa atau waktu sejak bayi lahir dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan (Suherni dkk, 2009; h.1).
2.

Tujuan masa nifas adalah :

a.

Meningkatkan kesejahteraan fisik psikologi bagi ibu dan bayi dengan di berikan asuhan, ibu
akan mendapatkan fasilitas dan dukungan dalam upaya untuk menyesuaikan peran barunya
sebagai ibu (pada kasus ibu dengan kelahiran anak pertama).

b. Pencegahan diagnose dini dan pengobatan komplikasi pada ibu dengan di berikan asuhan
pada ibu nifas kemungkinan munculnya permasalahan dan komplikasi akan lebih cepat
terdeteksi sehingga penanganannya pun dapat lebih maksimal.
c.

Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu

d. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta memungkinkan ibu untuk mampu
melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus.
e.

Imunisasi ibu terhadap tetanus

f. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak,serta peningkatan
pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak
(Sulistyawati, 2009; h.2)

3. Tahapan masa nifas


a.

Puerpurium dini yaitu masa pemulihan dimana ibu telah diperkenankan untuk berjalan jalan
dan berdiri

b.

Puerpurium intermedial yaitu masa pemulihan menyeluruh alat alat genetalia yang lamanya
6-8 minggu

c.

Remote poerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila hamil
atau bersalin yang mengalami komplikasi (Ai Yeyeh,et.all, 2009).
Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha ( 2009; h.5) adalah sebagai berikut :

a.

Immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. pada masa nifas ini sering terdapat
banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karna itu bidan dengan teratur
harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus pengeluaran lokea tekanan darah dan suhu.

b.

Periode early postpartum (24 jam -1 minggu)


Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan
lokia tidak berbau busuk tidak demam ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan serta ibu
dapat menyusui dengan baik.

c.

Periode late postpartum ( 1 minggu- 5 minggu )


Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.

4.

Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

a.

Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan)


Mencegah terjadinya perdarahan masa nifas karena atonia uteri, Mendeteksi dan merawat
penyebab lain perdarahan; rujuk bila perdarahan berlanjut, pemberian asi awal, menjaga bayi
tetap hangat.

b.

Kunjungan Ke-2 (6 Hari pasca persalinan)


Memastikan involusi berjalan dengan baik uterus berkontraksi, TFU dibawah umblikus, dan
lochea tidak berbau, Menilai adanya tanda-tanda demam, Memastikan ibu mendapatkan
cukup makanan, memastikan ibu menyusui dengan benar, memberikan konseling tentang
perawatan bayi agar tetap sehat.

c.

Kunjungan ke-3 (2 Minggu setelah persalinan)


Sama seperti enam hari setelah persalinan

d.

Kunjungan ke-4 (6 Minggu setelah persalinan)


Menanyakan penyulit yang dialami oleh ibu, Memberikan konseling untuk KB secara dini
Tabel 2.1
kebijakan program nasional masa nifas
Kunjungan
1

3
4

Waktu

Tujuan

6-8 jam setelah a)


persalinan
b)

Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri


Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan
berlanjut.
c) Memberikan konseling pada ibu atau
salah satu anggota keluarga mengena
bagaimana cara mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri.
d) Pemberian ASI awal.
e) Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi yang baru lahir.
Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi.
g) Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan
bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi
dalam keadaan stabil

6 hari setelah
persalinan

a)

Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus


di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
c) Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperhatikan tandatanda penyulit.
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari.
Sama seperti di atas.
setelah

2 minggu
persalinan
6 minggu setelaha) Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ia atau bayinya
alami.
persalinan
b)

Memberikan konseling untuk KB secara dini.

Sumber: Sulistyawati, 2009; h.6

5. Proses Laktasi dan Menyusui


a. Anatomi Dan Fisiologi Payudara
Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan IV, secara horizontal mulai dari pinggir
sternum sampai linea aksilaris medialis (Ai Yeyeh, 2011). Payudara adalah kelenjar yang
terletak dibawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu
untuk nutrisi bayi. Manusia memiliki sepasang kelenjar payudara yang beratnya kurang lebih
200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram. Payudara disebut pula glandula

mamalia yang ada baik pada wanita maupun pria. Pada pria secara normal tidak berkembang
kecuali jika dirangsang oleh hormon. Pada wanita tetap berkembang setiap pubertas
sedangkan selama hamil terutama berkembang pada saat menyusui
(Dewi dan sunarsih, 2011; h.7).

Gambar 2 .1 Anatomi dan Fisiologi Payudara

Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :


1) Korpus
Korpus adalah badan dari payudara yang terdiri dari :
a) Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel Aciner,
jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu kumpulan dari
alveolus.Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap
payudara.
b) Duktus, ASI disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil.
c) Duktus laktiferus kemudian beberapa duktus bergabung membentuk saluran yang lebih
besar.
2) Areola
Areola (kalang payudara) adalah bagian payudara yang mengelilingi putting yang berwarna
kegelapan yang disebabkan ileh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.Sinus
Laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke dalam
puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot
polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
3) Papilla
Papilla atau putting susu terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubungan adanya variasi
bentuk dan ukuran payudara maka letaknyapun akan bervariasi pula. Pada tempat ini terdapat
lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat otot

polos yang tersususn secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan
memadat dan menyebabkan putting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal
akan menarik kembali putting susu tersebut. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang
normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam
(Retna dan Wulandari, 2009; h.29-30).
b. Proses laktasi dan menyusui
Proses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusu dini, dimana ASI baru akan keluar
setelah ari-ari atau plasenta lepas, hormon plasenta mengandung hormon penghambat yaitu
prolaktin yang menghambat proses pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormon
plasenta tersebut tidak diproduksi lagi sehingga air susu keluar. Umumnya air susu keluar 2-3
hari setelah melahirkan (Saleha, 2009; h.11).

c.

Anatomi fisiologi payudara


Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada. Fungsi dari payudara
adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar
payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram,saat hamil 600 gram, dan saat menyusui 800
gram. Payudara disebut juga glandula mamae. Pada pria secara normal tidak berkembang
kecuali jika dirangsang oleh hormon. Pada wanita tetap berkembang setiap pubertas
sedangkan selama hamil terutama berkembang pada saat menyusui.

1) Letak
Setiap payudara terletak pada sternum dan meluas setinggi kosta kedua dan keenam.
Payudara ini juga terletak pada supercialis dinding rongga dada yang dirangsang oleh
ligamentum suspensorium
2) Bentuk
Masing-masing payudara terbentuk tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor dari jaringan
yang meluas kearah ketiak.
3) Ukuran

Ukuran payudara berbeda setiap individu, juga tergantung pada stadium perkembangan dan
umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak lebih besar dari pada yang lainnya.

d. Struktur payudara
Gambar 2.2 Struktur Payudara

1) Struktur makrokospik dari payudara


a) Cauda aksilaris
Jaringan yang meluas kearah aksila
b) Aerola
Daerah lingkaran yang mengalami hiperpigmentasi. Aerola pada masing-masing payudara
memiliki garis tengah kira-kira 2,5 cm letaknya mengelilingi puting dan berwarna gelap
selama hamil warna akan menjadi gelap dan warna ini akan menetap untuk selanjutnya.
Kelenjar lemak ini akan menghasilkan suatu bahan dan dapat melicinkan kalang payudara
selama menyusui pada kalang ini terdapat duktus lakteferus yaitu saluran yang membesar dan
melebar akirnya memsat kedalam puting dan bermuara ke luar.
c) Papila mamae
Papila mamae terletak setinggi kosta keempat. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil
yang merupakan muara dari duktus lakteferus, ujung-ujung serat saraf, pembuluh darah,
pembuluh getah bening serat-serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehinnga bila ada
kontraksi duktus lakteferus akan memadat dan akan menyebabkan puting susu ereksi,
sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali puting susu tersebut.
Bentuk puting ada 4 macam yaitu bentuk yang normal, pendek,panjang dan terbenam
(Dewi dan sunarsih, 2011; h.7)
2) Struktur mikrokopis dari payudara
Payudara tersusun atas jaringan kelenjar, tetapi juga mengandung jumlah jaringan lemak dan
ditutupi oleh kulit, jaringan kelenjar ini dibagi menjadi kira-kira 15-20 lobus yang dipisahkan

secara sempurna satu sama lain oleh lembaran-lembaran jaringan fibrosa. Setiap lobus
merupakan satu unit fungsional yang berisi dan tersusun atas bangunan-bangunan sebagai
berikut:
a. Alveoli
Merupakan unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel aciner,
jaringan lemak sel plasma, sel otot polos, dan pembuluh darah. Payudara terdiri atas 15-25
lobus masing-masing lobus terdiri atas 20-40 lobulus. Masing-masing lobulus terdiri atas 10
100 alveoli dan masing-masing dihubungkan dengan saluran air susu, kemudian beberapa
duktus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (Duktus Laktiferus)
b. Duktus laktiferus
Saluran sentral yang merupakan muara dari beberapa tubulus lakteferus
c.

Ampula
Bagian dari duktus laktiferus yang melebar merupakan tempat penyimpan air susu. Ampula
terletak dibawah aerola.

d. Tubulus
Jaringan yang meluas dari ampula sampai ke papila mamae
(Dewi dan Sunarsih, 2011; h.9)
e.

Hormon Yang Terlibat Dalam Proses Pembentukan ASI

1) Progesteron
Mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli kadar progesteron dan estrogen menurun
saat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasikan produksi ASI secara besar-besaran.
2) Estrogen
Menstimulasikan sistem saluran ASI untuk membesar. Kadar estrogen dalam tubuh menurun
saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama menyusui.
3) Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan.
4) Oksitosin

Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya
juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus disekitar
alveoli untuk memeras asi menuju saluran susu.
5) Human placental lactogen
Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam
pertumbuhan payudara, puting, dan aerola sebelum melahirkan. Pada bulan ke lima dan bulan
keenam kehamilan, dan payudara siap untuk memproduksi ASI (Saleha, 2009; h.13)
f. Proses Produksi ASI
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan
mekanik, saraf, dan macam-macam hormon.
Pengaturan hormon yang terdapat dalam pengeluaran ASI ada 3 yaitu:
1)

Produksi air susu ibu (Prolaktin)

2)

Pengeluaran air susu ibu (Oksitosin)

3)

Pemeliharan air susu ibu


Tetapi pada seorang ibu yang hamil dikenal dua reflek yang masing-masing berperan dalam
pembentukan dan pengeluaran air susu ibu, yaitu:

1. Reflek prolaktin
Reflek ini sangat memegang peranan penting dalam proses pembuatan kolostrum, dimana
hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu kadar
prolaktin ibu yang akan menyusui akan normal kembali tiga bulan setelah melahirkan. Pada
ibu yang menyusui akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti:
a.

Stres Atau Pengaruh Psikis

b.

Anastesi

c.

Operasi

d.

Rangsangan puting susu

2. Reflek let down

Rangsangan ini berasal dari hisapan bayi yang dilanjutkan ke hipofisis posterior
(neorohipofisis) yang kemudian dikeluarkan oleh oksitosin.
Faktor-faktor yang meningkatkan reflek let down
a.

Melihat Bayi

b.

Mendengarkan suaranya

c.

Mencium bayinya

d.

Memikirkan untuk menyusui bayinya


Beberapa reflex yang mungkin bayi baru lahir untuk memperoleh ASI adalah sebagai berikut.

a.

Refleks Rooting
Refleks ini memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting susu apabila ia
diletakkan di payudara.

b. Refleks Menghisap
Yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai ke
langit keras dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang, lidah dan pipi.
c.

Refleks Menelan
Yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga refleks ini merangsang
pembentukan rahang bayi. (Saleha, 2009;h.15-17)

3. Pemeliharaan pengeluaran air susu


Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan
oksitosin dalam darah. Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya
sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui dan berkurangnya
rangsangan menyusui oleh bayi misalnya kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang
kurang serta singkatnya waktu menyusui. Hal ini berarti pelepasan prolaktin yang cukup
diperlukan untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama
kelahiran (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.13).
g.

Proses Pembentukan Laktogen

Proses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:


1) Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase laktogenesis. Saat ini
payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental kekuningan. Pada saat
itu, tingkat progesteron tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun, hal ini
bukan merupakan masalah medis. Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum
sebelum bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI
sebenarnya nanti.
2) Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkathormon progesteron,
esterogen dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini
menyebabkan produksi ASI besar-besaranyang dikenal dengan fase laktogenesis II. Apabila
payudara

dirangsang,jumlah prolaktin

dalam

darah

meningkat dan

mencapai

puncaknya dalam periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam
kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk
memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian
mengindikasikan bahwa jumlah prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih
banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi, sedangkan jumlah prolaktin
rendah saat payudara terasa penuh.
3) Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari
pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol otokrin
dimulai. Fase ini dinamakan

laktogenesis

III.

Pada

tahap

ini, apabila

ASI

banyak

dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI banyak pula. Dengan demikian, produksi ASI
sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering
payudara dikosongkan. (Saleha, 2009; h.13).
h.

Manfaat Pemberian ASI

1) Bagi bayi
Pemberian ASI dapat membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu
jolong, atau susu pertama mengandung antibody yang kuat untuk mencegah infeksi dan
membuat bayi menjadi kuat. Penting bagi bayi sekali untuk segera minum ASI dalam jam
pertama sesudah lahir, kemudian setidaknya setiap 2-3 jam. ASI mengandung campuran
berbagai bahan makanan yang tepat bagi bayi. ASI mudah dicerna oleh bayi. ASI saja tanpa
tambahan makanan lain- merupakan cara terbaik untuk memberi makan bayi dalam waktu 46 bulan pertama. Sesudah 6 bulan, beberapa bahan makanan lain harus ditambahkan pada
bayi. Pemberian ASI pada umumnya harus disarankan selama setidaknya 1 tahun pertama
kehidupan anak.
2) Bagi Ibu
a) Pemberian ASI membantu ibu untuk memulihkan diri dari proses persalinannya. Pemberian
ASI selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan
memperlambat perdarahan (hisapan pada putting susu merangsang dikeluarkannya hormon
oksitosin alami akan membantu kontraksi rahim).
b) Wanita yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih/turun berat badannya dari berat badan
yang bertambah selama hamil.
c) Ibu yang menyusui, yang menstruasinya belum muncul kembali akan kecil kemungkinannya
untuk menjadi hamil (kadar prolaktin yang tinggi akan menekan hormone FSH dan ovulasi).
d) Pemberian ASI adalah cara terbaik bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya kepada
buah hatinya.
3) Bagi semua orang
a) ASI selalu bersih dan bebas hama yang menyebabkan infeksi.
b) Pemberian ASI tidak memerlukan persiapan khusus.
c) ASI selalu tersedia dan gratis.
d) Ibu menyusui yang siklus menstruasinya belum pulih kembali akan memperoleh perlindungan
sepenuhnya dari kemungkinan hamil. (Sulistyawati, 2009; h.17).

i.

Cara merawat payudara

Cara merawat payudara dan perawatan tersebut dapat dilakukan oleh ibunya sendiri, dengan
cara sebagai berikut :
a.

Ibu dapat mengatur ulang posisi menyusui jika mengalami kesulitan

b. Ibu mengeringkan payudara setelah menyusui, untuk mencegah lecet atau retak oleskan
sedikit ASI ke puting, keringkan dulu sebelum menggunakan pakaian.
c.

Jika ibu mengalami mastitis/tersumbatnya saluran ASI anjurkan ibu untuk tetap memberikan
ASI

d. Tanda dan gejala bahaya dalam menyusui yaitu di antaranya adalah bintik/garis merah panas
pada payudara, teraba gumpalan/bengkak pada payudara, demam.
j.

Tehnik menyusui yang benar


Gambar 2.3 Tehnik menyusui yang benar

Lakukan teknik menyusui, dengan langkah- langkah sebagai berikut:


1) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola
disekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban
putting susu.
2) Bayi diletakan menghadap perut ibu/ payudara
3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang
rendah (kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung
siku ibu (kepala tidak boleh mengenadah) dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan
ibu.
5) Satu tangan bayi diletakan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan
6) Perut bayi menempel perut ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan
kepala bayi).
7) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

Catatan : ibu menatap bayi dengan kasih sayang.

a dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang


dibawah, jangan menekan putting susu atau areola saja.
9) Bayi diberi ransangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara:
a) Menyentuh pipi dengan putting susu
b) Menyentuh sisi mulut bayi
10) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan
putting susu serta areola dimasukan kemulut bayi.
11) Usahakan sebagaian areola dapat masukan kedalam mulut bayi sehingga putting susu ibu
berada dibawah langit- langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat
penampung ASI yang terletak dibawah areola.
12) Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau disanggah lagi.
13) Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang benar dan tepat. Dapat dilihat :
a) Bayi tampak tenang
b) Badan bayi menempel dengan perut ibu
c) Mulut bayi membuka dengan lebar
d) Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi
e) Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan
f) Putting susu ibu tidak terasa nyeri
g) Telinga dan lengan sejajar terletak pada garis lurus
h) Kepala tidak menengadah
14) Melepaskan isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai kosong, sebaiknya ganti payudara yang lain.
Cara melepaskan isapan bayi :
a) Jari kelingking ibu dimasukan kemulut bayi melalui sudut mulut.
b) Dagu bayi ditekan kebawah

c) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan
areola sekitar. Biarkan kering dengan sendirinya (Maryunani, 2009; h.76-79).
B. Tanda bahaya masa nifas
a. Perdarahan hebat atau peningkatan darah secara tiba-tiba atau pembalut penuh dalam waktu
setengah jam telah mengganti 2 kali pembalut.
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk
c. Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung
d. Sakit kepala yang terus-menerus ataau, nyeri epigastrik, atau masalah penglihatan.
e. Pembengkakan pada wajah dan tangan.
f. Demam, muntah, rasa sakit pada waktu pembuangan air seni, atau merasa tidak enak badan.
g. Payudara yang merah, panas, atau sakit
(Rukiyah dkk, 2011; h.154)

1. Infeksi masa nifas


Infeksi masa nifas adalah infeksi pada traktus genitalia setelah persalinan biasanya dari
endometrium bekas insersi plasenta (Saleha, 2009; h.96)

Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan. Suhu 38 oC
atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat
kali sehari (Yanti dan Dian, 2011; h.100)

Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh
sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung
hari pertama dan berturut-turut selama dua hari (Manuaba, 2010; h.313)

2. Cara terjadinya infeksi

a.

Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau
operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina kedalam uterus

b. Droplet infection
c. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita-penderita
dengan berbagai jenis infeksi
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban
e. Infeksi intapartum sudah dapat menimbulkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya
persalinan.
(Dewi dan Sunarsih, 2011; h.109-110)
3. Jenis-jenis infeksi
1. Endometritis
Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan
getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrosis serta cairan (saleha, 2009;)
2. Parametritis
Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi melalui beberapa cara
penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis, penyebaran
langsung dari luka-luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum serta
penyebaran sekunder dari tromboflebitis (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.112)
3. Peritonitis
Infeksi purpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi
peritonis atau ke parametrium menyebabkan parametritis (Saleha, 2009; h.98)
4. Infeksi saluran kemih
Kejadian infeksi saluran pada masa nifas relatif tinggi dan hal ini dihubungkan dengan
hipotonik kandung kemih akibat trauma kandung kemih saat persalinan, pemeriksaan dalam

yang sering, kontaminasi kuman dari perineum atau kateterisasi yang sering (Dewi dan
Sunarsih, 2011; h.114)
5. Bendungan ASI
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.345)
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 ketika payudara telah memproduksi
air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi
tidak cukup sering menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan
bayi yang kurang baik, dan dapat pula terjadi akibat pembatasan waktu menyusui. Menurut
Prawirohardjo (2011; h.652) Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus
latiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting susu.

a. Faktor-faktor penyebab Bendungan ASI, yaitu:


1)

Pengosongan mamae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi peningkaan produksi
ASI pada ibu yang produksi ASI-nya yang berlebihan)

2)

Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan bayinya
sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan menimbulkan bendungan
ASI)

3)

Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Tehnik yang salah dalam menyusui dapat
mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi
menyusu)

4)

Putting susu terbenam (Putting susu terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu,
Karena bayi tidak dapat menghisap putting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan
akibatnya terjadi bendungan ASI)

5)

Putting susu terlalu panjang (Putting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat
bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus

untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan


ASI (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.346).

b. Tanda dan gejala Bendungan ASI, yaitu:


Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi
sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit,
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai
380C (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.346).

Tanda gejala menurut Prawirohardjo ( 2010; h.652) yaitu:


pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta
seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan
dan demam.

c. Penanganan bendungan ASI


1) Susukan bayi segera setelah lahir
2) Susukan bayi tanpa dijadwal
3) Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek
4) Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI
5) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan
handuk secara bergantian kanan dan kiri
6) Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum
menyusui
(Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.348).

Penanganan Bendungan ASI menurut Manuaba (2010; h.317)

Mengosongkan ASI dengan masase atau pompa, memberikan estradiol sementara


menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis sehingga keluhan berkurang.
Penanganan Bendungan ASI menurut Jannah (2011; h.146)
1)

Menyokong payudara dengan BH dan memberikn analgetik.

2)

Beri stril 3 kali/hari 1 mg selama 2-3 hari (sementara waktu) untuk mengurangi
pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.

d. Penatalaksanaan bendungan ASI


1) Keluarkan ASI secara manual / ASI tetap diberikan pada bayi.
2) Menyangga payudara dengan BH yang menyokong.
3) Kompres dengan kantong es (kalau perlu)
4) Pemberian analgetik atau kodein 60 mg per oral (Suherni, 2009;h.137).

6. Mastitis
Mastitis merupakan peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2 % wanita yang menyusui.
Mastitis umumnya terjadi pada minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara.
Mastitis juga ditandai dengan nyeri pada payudara, kemerahan area payudara yang
membengkak, demam, menggigil, dan penderita merasa lemah dan tidak nafsu makan.
Mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi Staphylococus aureus dan sumbatan susu yang
berlanjut (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.350).
Penyebab terjadinya mastitis adalah sebagai berikut :
a.

Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi mastitis

b. Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak
c. Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jika tidak disusui dengan
adekuat, maka bisa terjadi mastitis

d. Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah terkena infeksi (Saleha,
2009; h.109).

Tanda dan gejala pada mastitis, yaitu:


1.

Rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu,

2.

penderita merasa lesu,

3.

tidak nafsu makan,

4.

mammae membesar,

5.

nyeri dan pada suatu tempat kulit merah,

6.

membengkak sedikit dan nyeri pada perabaan, serta payudara keras (Rukiyah dan Yulianti,
2010; h.351).

7. Abses payudara
Abses payudara merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena
meluasnya peradangan dalam payudara tersebut. Tanda dan gejala yang dirasakan oleh ibu
dengan abses payudara adalah sebagai berikut.
a. Ibu tampak lebih parah sakitnya
b. Payudara lebih merah dan mengkilap
c. Benjolan lebih lunak karena berisi nanah, sehingga perlu diinsisi untuk mengeluarkan nanah
tersebut (Saleha, 2009; h.109-110).

C. Putting susu datar atau terbenam


Putting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya tidak selalu menjadi masalah.
Secara umum, ibu tetap masih dapat menyusui bayinya dan upaya selama antenatal
umumnya. Kurang berguna, misalnya dengan memanipulasi Hoffman, menarik-narik putting,
atau pun penggunaan breast shield dan breast shell. Tindakan yang paling efisien untuk
memperbaiki keadaan ini adalah isapan langsung yang kuat. Oleh karena itu, sebaiknya tidak

dilakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segara setelah pasca-lahir lakukan
tindakan-tindakan berikut:
Skin-to-skin kontak dan biarkan bayi mengisap sedini mungkin.
1) Biarkan bayi mencari putting kemudian mengisapnya. Bila perlu dicoba berbagai posisi
untuk mendapatkan keadan yang paling menguntungkan. Rangsang putting agar dapat
keluar sebelum bayi mengambil -nya.
2) Apabila putting benar-benar tidak bisa muncul, dapat ditarik dengan pompa putting susu
(nipple puller), atau yang paling sederhana dengan sedotan spuit yang dipakai terbalik.
3) Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap disusui dengan sedkit penekanan
pada areolla mammae dengan jari sehngga terbentuk dot ketika memasukan putting susu
kedalam mulut bayi.
4) Bila terlalu penuh ASI, dapat diperas terlebih dahulu dan diberikan dengan sendok atau
cangkir, atau teteskan langsung kemulut bayi. Bila perlu lakukan ini hingga 1-2 minggu
(Dewi dan Sunarsih, 2011; h.38-39).

Putting susu datar atau terbenam menurut Maryunani (2009; h.91-92)


Untuk mengetahui apakah putting susu datar/terbenam yaitu dengan cara menjepit areolaa
antara ibu jari telunjuk dibelakang putting susu. Bila putting menonjol berati putting tersebut
normal, namun bil putting tidak menonjol berarti putting susu datar/terbenam.
Cara mengatasinya:
Dengan menggunakan pompa putting. Putting susu yang datar atau terbenam dapat dibantu
agar menonjol dan dapat diisap oleh mulut bayi. Upaya ini dimulai sejak kehamilan 3 dan
biasanya hanya perlu dibantu hingga bayi berusia 5-7 hari. Putting juga bisa ditarik keluar
secara teratur hingga putiing akan sedikit menonjol dan dapat diisapkan kemulut bayi, putting
akan lebih menonjol lagi.
Putting susu datar atau terbenam menurut Ambarwati dan Wulandari (2009; h.44)
1. Tehnik atau gerakan hoffman yang dikerjakan 2x sehari

2. Dibantu dengan jarum suntik yang dipotong ujungnya atau dengan pompa ASI.

Putting susu datar atau terbenam menurut Jannah (2011; h.50)


Untuk mengetahui apakah putting susu datar/terbenam, dengan cara menjepit areola antara
ibu jari dan jari telunjuk dibelakang putting susu.
Cara mengatasinya bisa mempergunakan pompa putting. Putting juga bisa ditarik keluar
secara teratur hingga putting akan sedikit menonjol dan dapat diisap kemulut bayi sehingga
putting akan menonjol lagi.
Kelainan putting payudara
Putting payudara yang retraksi (tidak menonjol keluar dengan baik) akan menyebabkan
kesukaran meneteki. Bila tidak terlalu berat dapat dibantu dengan pompa payudara atau air
susu dikeluarkan dengan pijatan tangan/masase. Pada kasus demikian dianjurkan pda akhir
kehamilan atau sebelum menyusui untuk menarik putting keluar dengan menggunakan jari
atau penarik putting (Prawirohardjo, 2011; h.654).

D. Tehnik pengeluaran ASI


1. Cuci tangan, lakukan masase ringan dengan telapak tangan dari pangkal kerah areolla
2. Menekan areolla dengan ibu jari pada sekitar areolla bagian atas dan jari telunjuk pada sisi
areolla yang lain
3. Tekan areolla dengan ibu jari dan jari telunjuk (memeras). Jangan menekan pada putting
karena dapat menyebabkan lecet dan nyeri
4. Jika ASI tidak juga keluar, jangan berhenti karena ASI akan keluar setelah beberapa kali
peras
5. Tampung ASI yang keluar dengan cangkir
6. Lakukan sesuai kebutuhan/sampai ibu merasa nyaman (Suherni dkk, 2009; h.157)
II. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

Menurut varney (2003), proses penyelesaian masalah merupakan salah satu upaya yang dapat
digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat bahwa dalam melakukan
manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk
menegakkan diagnosis atau masalah potensial kebidanan. Selain itu, diperlukan pula
kemampuan kolaborasi atau kerjasama. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam
perencanaan kebidanan selanjutnya.
Langkah-langkah asuhan kebidanan menurut varney (2003), yaitu sebagai berikut :
A. Pengumpulan data dasar (Pengkajian)
Mengumpulkan semua data dasar yang di butuhkan untuk mengevaluasi keadaan klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
1. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mendapatkan data anamnesa terdiri dari beberapa kelompok
penting sebagai berikut
a. Data Subjektif
Identitas pasien
1)

Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam
memberikan penanganan

2)

Umur
Di catat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat- alat
reproduksi belum matang, mental psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun
rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas

3)

Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien
dalam berdoa

4)

Suku
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari

5)

Pendidikan

Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya
6)

Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,karena ini juga
mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut

7)

Alamat
Di tanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila di perlukan (Ambarwati dan
Wulandari, 2009; h.131-132).

2.

Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien
merasa mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati dan
Wulandari, 2009 h;132).
Menurut Prawirohardjo (2010; h.652) Keluhan yang dirasakan pada pasien dengan
bendungan ASI dengan ditandainya pembengkakan payudara bilateral dan secara keras,
kadang terasa nyeri serta sering kali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat
tanda-tanda kemerahan dan demam.

3.

Riwayat Kesehatan

a.

Sekarang
Data-data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang di derita
pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya

b.

Yang Lalu
Data yang di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,
kronis seperti: Jantung, Diabetes Militus, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada
masa nifas ini

c.

Keluarga

Data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu bila ada penyakit keluarga yang
menyertainya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.133).
4. Riwayat obstetri
a.

Riwayat haid
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya

1)

Menarche
Usia pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12- 16
tahun

2)

Siklus
Jarak antara menstruasi yang di alami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari,
biasanya sekitar 23-32 hari.

3)

Volume
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang di keluarkan

4)

Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika mengalami menstruasi
misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan, atau jumlah darah yang banyak
(Sulistyawati,2010; h.112).

5. Riwayat kehamilan sekarang


Standar asuhan kunjungan Antenatal yaitu 4 kali selama masa kehamilan, pelayanan standar
asuhan kehamilan meliputi 7 T yaitu : timbang berat badan. Ukur tekanan darah, pemeriksaan
fundus uteri, imunisasi TT, pemberian tablet Fe, melakukan tes PMS dan temu wicara. Dan
selama kehamilan wanita hamil berhak memperoleh informasi dan pendidikan berhubungan
dengan kehamilannya (Sulistyawati, 2009 ;h.4-5).

a. Riwayat KB

Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsijenis apa,berapa lama,
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan
beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.134).

b.

Pola kebutuhan Sehari-hari

1)

Nutrisi
Ibu nifas membutuhkan nutrisi dan cairan untuk pemulihan kondisi kesehatan setelah
melahirkan, cadangan tenaga serta memenuhi produksi air susu. Ibu nifas membutuhkan
tambahan makanan kurang lebih 500 kalori tiap hari (Yanti dan Sundawati, 2011; h.79).
Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein diatas normal sebesar 20 gram/hari.
Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya untuk transformasi menjadi protein susu,
tetapi juga sintesis hormon yang memproduksi (prolaktin), serta yang mengeluarkan ASI, dan
sumber protein paling banyak didapatkan pada protein hewani (Sulistyawati, 2009; h.98)

2)

Eliminasi
Ibu di harapkan dapat BAB sekitar 3-4 hari setelah persalinan(Yanti dan Sundawati, 2011;
h.83) miksi normal apabila dapat BAK spontan setiap 3-4 jam (Yanti dan Sundawati, 2011;
h.83).

3)

Istirahat
Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui
istirahat malam, dan siang (Sulistiyawati, 2009; h.103).

4)

Personal Hygine
kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman.
Kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur maupun lingkungan (Yanti
dan Sundawati, 2011; h.84).

5)

Aktivitas

Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari- hari. Pada pola ini perlu di kaji pengaruh
aktivitas terhadap kesehatannya. Mobilisasi dini dapat mempercepat proses pengembalian
alat- alat reproduksi (Ambarwati dan Wulandari, 2009 h.137).
b. Data Objektif
Data ini di kumpukan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan melakukan
pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi,palpasi, auskultasi, perkusi dan
pemeriksaan penunjang yang di lakukan secara berurutan (Sulityawati, 2010; h.226).
1) Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:
a) Keadaan umum
Data ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan,hasil pengamatan yang
di laporkan kriterianya baik atau lemah (Sulistyawati, 2010; h.226).
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang ke sadaran pasien, kita dapat melakukan pengkajian
derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis sampai dengan koma (Sulistyawati,
2010; h.226).
c) Tanda-tanda vital
1)

Tekanan darah
Pada beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum, tetapi keadaan ini akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya
dalam 2 bulan pengobatan (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.139).
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 Mmhg dan sistolik 60-80
Mmhg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Peubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh
perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya
pre eklamsia post partum.

(http://masalahkebidanan.blogspot.com/2012/11/tanda-tanda-vital-pada-ibu-nifas.html)

2)

Nadi
Berkisar antara 60- 80x/menit denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas adalah
mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa di akibatkan oleh proses
persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebih (Ambarwati dan Wulandari,
2009; h.138).

3)

Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30 x/menit (Ambarwati
dan Wulandari, 2009; h.139).

4)

Suhu
Suhu tubuh ibu inpartu tidak lebih dari 37,2oC. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik
kurang lebih 0,5oC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras
sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan (Yanti dan Sundawati, 2011; h.67)
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan (Aiyeyeh, 2010 h:345).
Tanda gejala bendungan ASI, yaitu:
Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi
sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit,
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai
380c (Rukiyah dan yulianti, 2010; h.346).
Tanda gejala menurut (Prawirohardjo, 2010; h.652)
pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta
seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan
dan demam

2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Organ tubuh yang perlu dikaji karena pada kepala terdapat organ-organ yang sangat penting.
Pengkajian di awali dengan inspeksi lalu palpasi.
b) Muka
Pada

daerah

muka

dilihat

kesimetrisan

muka,

apakah

kulitnya

normal,pucat.

Ketidaksimetrisan muka menunjukkan adanya gangguan pada saraf ke tujuh (Nervus Fasialis)
c) Mata
untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata, teknik yang di gunakan inspeksi dan palpasi
d) Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane timpani,
dan pendengaran. teknik yang digunakan adalah inspeksi dan palpasi
e) Hidung
Dikaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung, bagian dalam, lalu sinus- sinus
f) Mulut
Untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut
g) Leher
Untuk mengetahui bentuk leher, serta organ- organ lain yang berkaitan. Teknik yang di
gunakan adalah inspeksi dan palpasi
h) Dada
Mengkaji kesehatan pernafasan (Tambunan, 2011; h.66-86).
i) Payudara
Hormon estrogen dan progestron yang meningkat pada kehamilan membantu maturasi
alveoli, kadar estrogen dan progestron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca
persalinan. Sehingga terjadi sekresi ASI (Yanti dan sundawati, 2009; h.7).
j) Perut

Selama masa kehamilan kulit abdomen, kulit abdomen akan melebar,melonggar dan
mengendur selama berbulan-bulan (Yanti dan sudawati, 2009; h.62).
Tabel 2.2 Tabel involusi uterus
Diameter bekas
Berat Uterus

melekat Plasenta

Keadaan Serviks

Involusi

TFU

(gr)

Bayi Lahir

Setinggi Pusat

1000

Uri Lahir

2 Jari di bawah Pusat

750

12,5

Lembek

Satu

Pertengahan pusat-

500

7,5

Beberapa hari

minggu

sympisis

Dua

Tak teraba di atas sympisis

setelah post partum


350

3-4

akhir minggu

minggu
Enam

Bertabah Kecil

50-60

1-2

pertama dapat di
masuki 1 jari

minggu
Delapan

dapat di lalui 2 jari

Sebesar normal

30

minggu

(Saleha, 2009; h.55)

k) Anogenital
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta meregang, setelah
beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ketiga.
Proses involusi uterus biasanya disertai dengan adanya rasa nyeri yang disebut after pain
yaitu perasaan mulas-mulas yang diakibatkan oleh kontraksi rahim, biasanya berlangsung
selama 2-4 hari pasca persalinan. Proses kontraksi juga mempengaruhi pengeluaran secret
yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas yang disebut dengan Lochea,
(Yanti dan Sundawati, 2009; h.5).

Lokhea di bedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan wakru keluarnya:

1) Lochea rubra berawana merah karena berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, selsel desidua,vernik caseossa,lanugo,mekonium selama 2 hari pasca persalinan (Saleha, 2009;
h.58)
2) Lochea sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang eluar pada hari ke-3
sampai hari ke-7 pasca persalinan.
3)

Lochea serosa adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan versi yang lebih pucat dari lokia
rubra. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan berisi
cairan serum jaringan desidua , leukosit, dan eritrosit.

4)

Lochea Alba adalah lokia yang terakhir. Di mulai dari hari ke-14 kemudian makin lama
makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya (Saleha,
2009; h.56).

B. Identifikasi Diagnosa, Masalah, dan Kebutuhan


Pada langkah ke-dua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan masalah dan diagnosa yang spesifik. Baik
rumusan diagnosis maupun rumusan masalah keduanya harus ditangani, meskipun masalah
tidak bisa dikatakan sebagai diagnosis tetapi harus mendapatkan penanganan (Suryani, 2008;
h. 99)
1. Diagnosa Kebidanan
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnose, masalah dan kebutuhan
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Yanti dan
Sundawati, 2011; h.112).
Langkah awal dari perumusan diagnose atau masalah adalah pengolahan data dan analisis
dengan menghubungkan data satu dengan data yang lainnya(Sulistyawati, 2009; h.177).
2. Masalah

Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.141).

C. Antisipasi Masalah Potensial


Pada langkah ke tiga ini mengidentifikasi masalah potensial berdasarkan diagnosaatau
masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan
di lakukan pencegahan (Suryani, 2008; h.99).

D. Tindakan Segera
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan
menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien
(Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).

E. Perencanaan
Langkah-langkah ini di tentukan oleh sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau
diagnose yang telah di identifikasi atau antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari masalah yang berkaitan,
tetapi juga dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan
terjadi berikutnya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).
1.

Pantau keadaan umum ibu

2.

Mencegah masa nifas karena atonia uteri

3.

Lakukan perawatan payudara

4.

Siapkan alat-alat yang di gunakan untuk perawatan pada payudara

5.

Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal

6.

Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup

7.

Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi

8.

Memastika ibu dapat mobilisasi dengan baik

9.

Memastikan ibu menjaga personal hygiene dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

10. Beritahu kunjungan ulang

F. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik tehadap
masalah pasien ataupun diagnosis yang di tegakkan (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.145).

G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk mengetahui factor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan yang
diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan
(Soepardan, 2008; h. 96 - 102)

III. Landasan Hukum Kewenangan Bidan


Berdasarkan

Peraturan

1464/Menkes/Per/X/2010

Menteri
tentang

Izin

Kesehatan
dan

(Permenkes)

Penyelenggaran

Praktik

Nomor
Bidan,

kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:


A.

Kewenangan normal:

1.

Pelayanan kesehatan ibu

2.

Pelayanan kesehatan anak

3.

Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

B.

Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah

C.

Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi:

1.

Pelayanan kesehatan ibu

Ruang lingkup:
a.

Pelayanan konseling pada masa pra hamil

b.

Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

c.

Pelayanan persalinan normal

d.

Pelayanan ibu nifas normal

e.

Pelayanan ibu menyusui

f.

Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan


Kewenangan:

a.

Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II

b.

Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan

c.

Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

d.

Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini
(IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif

e.

Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum

f.

Penyuluhan dan konseling

g.

Bimbingan pada kelompok ibu hamil

h.

Pemberian surat keterangan kematian

i.

Pemberian surat keterangan cuti bersalin

2.

Pelayanan kesehatan anak


Ruang lingkup

a.

Pelayanan bayi baru lahir

b.

Pelayanan bayi

c.

Pelayanan anak balita

d.

Pelayanan anak pra sekolah


Kewenangan

a.

Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi
menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1

b.

perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat

c.

Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk

d.

Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

e.

Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah

f.

Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah

g.

Pemberian konseling dan penyuluhan

h.

Pemberian surat keterangan kelahiran

i.

Pemberian surat keterangan kematian

3.

Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana


Kewenangan

a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga


berencana
b.

Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom


Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang
menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan
pelayanan kesehatan yang meliputi:

a.

Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit

b.

Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di
bawah supervisi dokter)

c.

Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan

d.

Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia
sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan

e.

Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah

f.

Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular
Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
h.

Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)


melalui informasi dan edukasi

i.

Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan
memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA),
hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan
juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah
terdapat tenaga dokter (www.KesehatanIbu.Depkes,go.id).

BAB III
TINJAUAN KHASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS TERHADAP NY.M UMUR 23 TAHUN
P1A0 POST PARTUM HARI KE 3 DENGAN BENDUNGAN
ASI DI BPS.DESI ANDRIANI,Amd.Keb
TELUK BETUNG UTARA
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2013

I.

Pengkajian

A.

Tanggal

: 22 Mei 2013

Jam

: 14.00 Wib

Oleh

: Eva Meri Yanti

Data Subyektif

1. Identitas Pasien
Istri

Suami

Nama

: Ny. M

Umur

: 23 tahun

25 tahun

Agama

: Islam

Islam

Suku/bangsa

: Jawa

Jawa

Pendidikan

: SMA

SMA

Pekerjaan

: IRT

Alamat

Tn. W

Wiraswasta

: Jl. Mayor Salim

Jl. Mayor Salim

Kupang Tebu

Kupang Tebu

Gg.Melati RT02/RW03

Gg.Melati RT02/RW03

Teluk Betung Utara

Teluk Betung Utara

Bandar Lampung

Bandar Lampung

2. Alasan Datang : Ibu ingin memeriksakan dirinya


3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan payudara terasa nyeri dan panas, teraba keras, dan ibu masih merasakan
mules.

4. Riwayat kesehatan
a. Sekarang
Ibu mengatakan tidak sedang menderita suatu penyakit keturunan atau menular seperti
Hipertensi, DM, Asma, TBC, HIV/AIDS dan lain-lain.

b. Yang lalu

Ibu mengatakan sebelumnya tidak pernah menderita penyakit apapun.


c. Keluarga
Ibu mengatakan keluarga tidak mempunyai penyakit keturunan atau menular seperti
Hipertensi, DM, Asma, TBC, HIV, dan lain-lain.

5. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Haid
Menarche

: 12 tahun

Siklus

: 28 hari

Teratur/tidak

: Teratur

Lama

: 6-7 hari

Volume

: 3 kali ganti pembalut dalam sehari

Warna

: Merah segar

Disminorhea

: Tidak ada

Bau

: Amis

Flour Albus

: Tidak ada

b. Riwayat kehamilan sekarang


HPHT

: 18-8-2012

Taksiran Persalinan

: 25-5-2013

Tanggal bersalin

: 20-5-2013

Frekuensi ANC

: 7 kali

Suntik TT

: 2 kali

Penyuluhan yang sudah di dapatkan : Tanda bahaya kehamilan, tanda-tanda persalinan, dan
persiapan persalinan

6. Riwayat KB

Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.

7. Pola kebutuhan sehari-hari


a.

Nutrisi

ma hamil

: Makan 3 kali sehari dan minum 7-8

gelas/hari

ma nifas

: Makan 3 kali sehari dan minum 7-8 gelas/hari


b. Pola Eliminasi

ma hamil

: Ibu BAB 1 x sehari, BAK 6-7 x sehari


Selama nifas
c.

: Ibu BAB 1 x sehari, BAK 5-6 x sehari

Pola Istirahat
Selama hamil

: Ibu tidur siang 2 jam, malam 6-7 jam

Selama nifas

: Ibu tidur siang 2 jam, malam 6 jam

d. Personal Hygiene

hamil

: Ibu mengatakan mandi 2x/hari, sikat gigi 2-3 x/hari, keramas 1x/hari, menggati pakian
2x/hari, dan mengganti celana dalam 2-3 x/hari atau jika terasa lembab.

a nifas

: Ibu mengatakan mandi 2x/hari, sikat gigi 2-3 x/hari, keramas 1x/hari, menggati pakian
2x/hari, dan mengganti celana dalam 2-3 x/hari atau jika terasa lembab.
e.

a hamil

Pola Seksual
: Ibu mengatakan 2 kali melakukan
hubungan sexual dalam seminggu.

a nifas

: Ibu mengatakan belum pernah melakukan


hubungan sexual selama nifas

8. Riwayat Psikososial
a.

Status Perkawinan

b. Status emosional
9. Riwayat spiritual

: Syah, lamanya 1 tahun


: Baik

mil

: Tidak ada kepercayaan yang dianut selama hamil

as

: Ada kepercayaan dalam keluarga tidak diperbolehkan makan ikan, telur, selama nifas
B.

Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
Keadaan emosional

: Baik
: Compos mentis
: Stabil

Tanda vital / TTV


TD

: 110/80 mmHg

Pernafasan

: 24 x/menit

Nadi

: 80 x/menit

Suhu

: 36,70c

2. Pemeriksaan Fisik
Kepala :
Warna rambut

: Hitam

Ketombe

: Tidak Ada

Benjolan

: Tidak Ada

Wajah :
Hiperpigmentasi

: Tidak Ada

Pucat

: Tidak Ada

Edema

: Tidak Ada

Mata :
Simetris

: Kanan Dan Kiri

Kelopak mata

: Tidak Odema

Konjungtiva

: Merah Muda

Skelera

: Putih

Hidung :
Simetris

: Kanan Dan Kiri

Polip

: Tidak Ada

Kebersihan

: Bersih

Mulut :
Warna bibir

: Merah Muda

Pecah-pecah

: Tidak Ada

Sariawan

: Tidak Ada

Gusi berdarah

: Tidak Ada

Gigi

: Tidak ada karies

Telinga :
Simetris

: Kanan Dan Kiri

Gangguan pendengaran

: Tidak Ada

Leher :
Simetris

: Kanan Dan Kiri

Pembesaran kelenjar tiroid

: Tidak Ada Pembesaran

Pembesaran vena jugularis

: Tidak Ada Pembesaran

Ketiak, pembesaran kelenjar limfe

: Tidak Ada Pembesaran

Dada :
Retraksi

: Tidak Ada

Bunyi mengi dan ronchi

: Tidak Ada

Payudara :
: Tidak simetris kanan dan kiri
: Ada dikanan dan kiri, bagian kanan lebih besar dari bagian kiri
: Menonjol dikiri, dikanan terbenam sedikit

Hiperpigmentasi areola mamae

: Ada Pada Sekitar Aerola

Benjolan

: Tidak Ada

Konsisitensi

: Keras

Pengeluaran

: Colostrum

Punggung dan pinggang

: Tidak Lordosis

Simetris

: Kanan Dan Kiri

Nyeri ketuk

: Tidak ada

Abdomen:
Pembesaran

: Tidak Ada

Konsistensi

: keras Saat Kontraksi

Kandung kemih

: Kosong

Uterus

: 3 jari di bawah pusat

Anogenital:
Vulva

: Merah Kebiruan

Perineum

: Luka Jahitan

Pengeluaran pervaginam
Anus

: Lokea Rubra
: Tidak Ada Hemoroid

Ektremitas bawah:
Oedema

: Tidak Ada

Kemerahan

: Tidak Ada

Varices

: Tidak ada

Reflex patella

: (+) Kanan Dan Kiri

3. Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan Laboratorium
HB
Protein urine

: Tidak dilakukan pemeriksaan


: Tidak dilakukan pemeriksaan

Glukosa urine

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Golongan darah

: Tidak dilakukan pemeriksaan

4. Data Penunjang
a.

Riwayat persalinan sekarang

1. IBU

elahirkan

: BPS Desi Andriani


Penolong

: Bidan

Jenis persalinan

: spontan

Lama persalinan

: 12 Jam 40 menit

Catatan waktu
Kala I

: 10 Jam

Kala II

: 30 menit

Kala III

: 10 menit

Kala IV

: 2 jam

Ketuban pecah

: spontan

Plasenta

: Lahir Lengkap

Hari/tanggal

: Senin, 20-5- 2013

Lahir plasenta

: Pukul 08.20 Wib

Berat

: 500 Gram

Panjang tali pusat

: 50 Cm

Perineum

: Luka Jahitan

: Amoxilin, Asammefenamat, Fe

2. Bayi
Lahir tanggal / pukul

: 20-5-2013/08.10 Wib

Berat badan

: 3000 gram

Panjang badan

: 50 cm

Jenis kelamin

: Perempuan

Cacat bawaan

: Tidak Ada

Masa gestasi

: 39 minggu 2 Hari

BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis

melakukan Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Terhadap Ny. M umur

23 tahunP1A0 dengan bendungan ASI ditemukan kesenjangan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus sebagai berikut :
I.

Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan data dasar tentang keadaan pasien. Pada
kasus ini penulis melakukan pengkajian pada ibu nifas Data Subjektif yaitu : Ny. M umur
23 tahun P1A0 dengan bendungan ASI, yaitu terdiri dari

A. Data Subjektif

a. Tinjauan teori
Di catat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat- alat
reproduksi belum matang, mental psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun
rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.131).
b. Tinjauan kasus
Setelah dilakukan pengkajian, Ny. M saat ibu berusia 23 tahun.
c. Pembahasan
Saat ini ibu berusia 23 tahun, dan tidak terjadi suatu komplikasi seperti perdarahan post
partum pada Ny. M. Hal ini sejalan dengan teori dimana menurut Ambarwati dan

Wulandari (2009; h.133) usia yang rentan terjadi resiko yaitu pada usia kurang dari 20 tahun
dan usia lebih dari 35 tahun.
2.

Suku/bangsa

a. Tinjauan Teori
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.132).
b. Tinjauan Kasus
Suku ibu jawa dan ibu berkebangsaan Indonesia dan ibu mempunyai adat istiadat untuk tidak
memakan telur dan ikan pada masa nifas.
c. Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena di dalam
keluarga ibu tidak diperbolehkan makan ikan, telor, karena dapat menyebabkan gatal pada
luka jahitan.
3.

Pendidikan

a. Tinjauan teori
Dikaji karena berpengaruh terhadap tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana
tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikan
(Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.132)
b. Tinjauan kasus
Setelah dilakukan pengkajian, Ny.M pendidikan terakhirnya yaitu SMA
c. Pembahasan
Tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus Ny. M berpendidikan
terakhir SMA. Dan pada saat diberikan penyuluhan Ny. Mdapat dengan cepat mengerti
tentang penyuluhan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan teori dimana tingkat pendidikan
mempengaruhi tingkat intelektualnya.
4. Pekerjaan

a. Tinjauan Teori
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,karena ini juga
mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.132).
b. Tinjauan Kasus
Ny M sebagai ibu rumah tangga dan suami bekerja sebagai wiraswasta
c. Pembahasan
Berdasarkan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena meskipun
Ny.M hanya sebagai ibu rumah tangga tetapi nutrisi dan kebutuhan sehari-hari terpenuhi
karena didukung oleh pekerjaan suami sebagai wiraswasta.

5. Keluhan Utama
a. Menurut tinjauan teori
Menurut teori keluhan utama dikaji untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan
dengan masa nifas (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.132).

Menurut Prawiroharjo (2010; h.652) keluhan yang dirasakan pada pasien dengan bendungan
ASI dengan ditandainya pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras,
kadang terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat
tanda- tanda kemerahan dan demam
b. Menurut tinjauan kasus
Ny. M mengeluh bengkak pada payudara dan nyeri pada saat menyusui, keras saat diraba,
tetapi ibu tidak merasakan demam.
c. Pembahasan
Ny. M mengeluh bengkak pada payudara dan nyeri pada saat menyusui dan dalam kasus ini
tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus yang ada karena menurut Prawiroharjo
(2010;h .652) keluhan yang dirasakan pada pasien dengan bendungan ASI dengan
ditandainya pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa

nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda
kemerahan dan demam.

6. Riwayat Kesehatan
a. Tinjauan Teori
Data-data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang di derita
pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya (Ambarwati dan
Wulandari, 2009; h.133)
b. Tinjauan Kasus
Ny.M tidak memiliki riwayat penyakit penyulit baik penyakit keturunan seperti Diabetes,
Hipertensi, jantung dan asma. Ataupun penyakit menular seperti hepatitis, PMS/HIV AIDS.
Di keluarga ibu juga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menular ataupun keturunan.
c. Pembahasan
Berdasarkan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena Ny.M tidak memiliki
riwayat penyakit maupun dari ibu sendiri dan keluarga.
7. Riwayat KB
a. Tinjauan Teori
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa,berapa lama,
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan
beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.134)
b. Tinjauan Kasus
Ny. M belum pernah menggunakan KB
c. Pembahasan
Hasil pembahasan didapatkan tidak terdapat kesenjangan karena Ny.M belum menggunakan
KB
8. Pola kebutuhan sehari-hari

a. Nutrisi
1) Tinjauan Teori
Ibu nifas membutuhkan nutrisi dan cairan untuk pemulihan kondisi kesehatan setelah
melahirkan, cadangan tenaga serta memenuhi produksi air susu. Ibu nifas membutuhkan
tambahan makanan kurang lebih 500 kalori tiap hari (Yanti dan Sundawati, 2011; h.79)
Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein diatas normal sebesar 20 gram/hari.
Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya untuk transformasi menjadi protein susu,
tetapi juga sintesis hormon yang memproduksi (prolaktin), serta yang mengeluarkan ASI, dan
sumber protein paling banyak didapatkan pada protein hewani (Sulistyawati, 2009; h.98)
2) Tinjauan Kasus
Ibu mengatakan sehari-hari makan dengan menu nasi, sayur mayur, laukberupa : Tahu,
tempe, buah-buahan dan sehari ibu makan 3 kali dan minum air putih 7 gelas.
3) Pembahasan
Berdasarkan tinjauan kasus dan tinjauan teori terdapat kesenjangan karena Ny.M belum
memenuhi kebutuhan nutrisi pda masa nifas.
9. Eliminasi
a. BAK
1. Tinjauan Teori
Miksi normal apabila dapat BAK spontan setiap 3-4 jam (Yanti dan Sundawati, 2011; h.83).
2. Tinjauan Kasus
Ny. M sudah BAK 3 jam setelah persalinan dengan warna jernih dan bau khas urin.
3. Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan kasus tidak terdapat kesenjangan karena Ny.M telah BAK
setelah 3 jam postpatum.
b. BAB
1. Tinjauan Teori

Ibu di harapkan dapat BAB sekitar 3-4 hari setelah persalinan (Yanti dan Sundawati, 2011:
h.83)
2. Tinjauan Kasus
Ibu BAB pertama kali 4 hari setelah persalinan,dengan konsistensi keras.
3. Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan karena telah BAB ketika
4 hari setelah persalinan.

10. Pola istirahat


a. Tinjauan Teori
Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui
istirahat malam, dan siang (Sulistiyawati, 2009; h.103)
b. Tinjauan Kasus
Ibu mengatakan tidur malam 6 jam karna terbangun untuk menyusui bayinya, Ibu tidur siang
2 jam dalam sehari.
c. Pembahasan
Berdasarkan tinjauan kasus dan tinjauan teori tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus karena dalam hal ini ibu telah istirahat teratur / cukup.

11. Personal hygiene


a. Tinjauan Teori
Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan meningkatkanperasaan nyaman.
Kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur maupun lingkungan (Yanti
dan Sundawati, 2011; h.84)
b. Tinjauan Kasus
Ibu mengatakan mandi 2 kali/hari, sikat gigi 2-3 kali/hari , keramas 1 kali/hari , mengganti
pakaian 2 kali/hari dan mengganti celana dalam 2-3 x sehari atau jika terasa lembab.

c. Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena Ny.M selalu
menjaga kebersihan diri nya dengan baik.

B.Data Objektif
1. Pemeriksaan umum
a. Tinjauan Teori
1) Keadaan umum
Data ini di kumpulkan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan melakukan
pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan
pemeriksaan penunjang yang di lakukan secara berurutan (Sulityawati, 2010; h.226)
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang ke sadaran pasien,kita dapat melakukan pengkajian
derajat kesadaran pasien dari keadaan compos mentis sampai dengan koma (Sulistyawati,
2010; h.226)
b.

c.

Tinjauan Kasus
Keadaan umum

: baik

Keadaan emosional

: stabil

Kesadaran

: compos mentis

Pembahasan
Tidak ada kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus karena keadaan,dan kesadaran
ibu dalam keadaan baik.

2.

Tanda-tanda vital

a.

Tekanan Darah

1) Tinjauan teori

Tekanan darah pada beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum, tetapi
keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain
yang menyertainya dalam 2 bulan pengobatan (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.139).
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 Mmhg dan sistolik 60-80
Mmhg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh
perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre
eklamsia post partum (http://masalahkebidanan.blogspot.com/2012/11/tanda-tanda-vital-padaibu-nifas.html)
2)

Tinjauan kasus
Tekanan darah

3)

: 110/80 Mmhg

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena pada tekanan
darah Ny.M 110/80 Mmhg. Dan tidak ada peningkatan tekanan darah.

b. Nadi
1)

Tinjauan teori
Berkisar antara 60- 80x/menit denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas adalah
mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa di akibatkan oleh proses
persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebih (Ambarwati dan Wulandari,
2009; h.138)

2)

Tinjauan kasus
Nadi : 80 x/menit

3)

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena Ny.M nadi
dalam keadaan normal

c. Pernafasan
1)

Tinjauan teori
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30 x/menit (Ambarwati
dan Wulandari, 2009; h.139)

2)

Tinjauan kasus
Pernapasan: 22 x/menit

3)

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena Ny.M nadi
dalam keadaan normal

d. Suhu
1)

Tinjauan teori
Suhu tubuh ibu inpartu tidak lebih dari 37,2oc. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik
kurang lebih 0,5oc dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras
sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan (Yanti dan Sundawati, 2011; h.67)

Bendungan ASI terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan
limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.345)

Tanda dan gejala, yaitu:


Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi
sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit,
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai
380c (Rukiyah dan yulianti, 2010; h.346)

Tanda gejala menurut Prawirohardjo ( 2010; h.652) yaitu

pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta
seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan
dan demam
2)

Tinjauan kasus
Suhu : 36,7 C

3)

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena pada teori
menurut Prawirohardjo (2010; h.652) pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi
secara keras, kadang terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi
tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan demam.

3.

Pemeriksaan fisik

a.

Payudara

1)

Tinjauan Teori
Hormon estrogen dan progestron yang meningkat pada kehamilan membantu maturasi
alveoli, kadar estrogen dan progestron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca
persalinan. Sehingga terjadi sekresi ASI (Yanti dan Wulandari, 2009; h.7)

2)

Tinjauan Kasus
Bentuk payudara Ny.M tidak simetris kiri dan kanan, tidak terdapat benjolan, pembesaran ada
namun pada bagian kanan lebih besar dari yang kiri dan sudah ada pengeluaran ASI ,namun
puting susu sebelah kanan ibu tenggelam sedikit sehingga terjadi bendungan ASI.

3)

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan kasus dan tinjauan teori tidak terdapat kesenjangan karena pada
payudara sudah mengeluarkan ASI namun ibu mengalami bendungan ASI dikarenakan puting
susu sebelah kanan ibu tenggelam sedikit.

b. Abdomen

1)

Tinjauan Teori
Selama masa kehamilan kulit abdomen akan melebar, melonggar dan mengendur selama
berbulan-bulan (Yanti dan Sundawati, 2009; h.62)

Tabel involusi uterus

Involusi
Bayi Lahir
Uri Lahir
Satu minggu
Dua minggu
Enam minggu
Delapan minggu

TFU
Setinggi Pusat
2 Jari di bawah Pusat
Pertengahan pusatsympisis
Tak teraba di atas
sympisis
Bertabah Kecil
Sebesar normal

Berat Uterus
(gr)
1000
750
500

Diameter bekas
melekat Plasenta

12,5
7,5

350

3-4

50-60
30

1-2

(Saleha, 2009; h.55)


2)

3)

Tinjauan Kasus
Pembesaran

:Normal

Konsistensi

: Keras

Kandung Kemih

: Kosong

Uterus

: Tinggi Fundus uteri 3 jari di bawah pusat

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena TFU
Ny. M teraba 3 jari di bawah pusat pada 3 hari setelah persalinan.

c. Anogenital
1)

Tinjauan Teori
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta meregang, setelah
beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul
kembali pada minggu ketiga.

Keadaan Servik

Lembek
Beberapa hari
setelah post
partum dapat di
lalui 2 jari akhir
minggu pertama
dapat di masuki
jari

Proses involusi uterus biasanya disertai dengan adanya rasa nyeri yang disebut after pain
yaitu perasaan mulas-mulas yang diakibatkan oleh kontraksi rahim, biasanya berlangsung
selama 2-4 hari pasca persalinan.Proses kontraksi juga mempengaruhi pengeluaran secret
yang

berasal

dari

kavum

uteri

dan

vagina

dalam

masa

nifas

yang

disebut

denganLochea (Yanti dan Sundawati, 2009; h.5).


Lokhea di bedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan wakru keluarnya:
a) Lochea rubra berawana merah karena berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, selsel desidua,vernik caseossa,lanugo,mekonium selama 2 hari pasca persalinan (Saleha, 2009;
h.58)
b) Lochea sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang keluar pada hari ke3 sampai ke-7 pasca persalinan
c) Lochea serosa adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan versi yang lebih pucat dari lokia
rubra. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pascapersalinan berisi
cairan serum jaringan desidua, leukosit, dan eritrosit.
d) Lochea Alba adalah lokia yang terakhir .di mulai dari hari ke-14 kemudian makin lama
makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya (Saleha,
2009; h.56).
2)

3)

Tinjauan Kasus
Vulva

:Bersih

Perineum

: Terdapat luka jahitan

Pengeluaran Pervaginam

: Lochea rubra

Pembahasan
Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus karena pengeluaran
lochea normal 3 hari post partum.

II. Identifikasi, masalah, dan kebutuhan


A.

Diagnosa Kebidanan

1.

Tinjauan Teoritas
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnose, masalah dan kebutuhan
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Yanti dan
Sundawati, 2011; h.112).
Langkah awal dari perumusan diagnose atau masalah adalah pengolahan data dan analisis
dengan menghubungkan data satu dengan data yang lainnya(Sulistyawati, 2009; h.177)
Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan. (Aiyeyeh, 2010; h.345)

Tanda gejala bendungan ASI, yaitu:


Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi
sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit,
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai
380c (Rukiyah dan yulianti, 2010; h.346).
2.

Tinjauan Kasus
Dari kasus diperoleh diagnosa Ny.M usia 23 tahun P1A0 postpartum hari ke 3 dengan
Bendungan ASI.

3.

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena data ibu
sesuai dengan tanda gejala bendungan ASI, ditandai dengan mamae panas serta keras pada
perabaan dan nyeri, payudara terlihat bengkak.

B.

Masalah

1.

Tinjauan teori
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2009;
h.141)

2.

Tinjauan kasus

Pada kasus ibu mengatakan payudara terasa nyeri dan panas, bengkak, teraba keras, dan ibu
masih merasakan mules.
3.

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena dalam
masalah yang fisiologis.

C.

Kebutuhan

1.

Tinjauan teori
Yang memerlukan penanganan segera beberapa data demi menunjukan situasi emergensi
dimana kita perlu bertindak demi keselamatan klien (Mufdillah, 2009; h.75-76).

2.

Tinjauan Kasus
Kebutuhan yang diperlukan yaitu cara mengatasi nyeri pada payudara, penjelasan tentang
cara mengatasi putting susu terbenam, penjelasan tentang tehnik menyusui yang benar.

3.

Pembahasan
Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus karena asuhan yang
diberikan telah sesuai dengan kebutuhan ibu.

III. Antisipasi Masalah Potensial


1.

Tinjauan Teori
Pada langkah ke-tiga ini mengidentifikasikan masalah potensial berdasarkan
diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan (Suryani, 2008; h.99).

2.

Tinjauan Kasus
Pada kasus ini terdapat masalah potensial yaitu terjadinya mastitis.

3.

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena
mengidentifikasi masalah potensial berdasarkan diagnose atau masalah yang

sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan


dilakukan pencegahan.

IV. Tindakan Segera


1.

Tinjauan Teori
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan
menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengn anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien
(Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).

2.

Tinjauan Kasus
Setelah dilakukan pengkajian pada Ny.M membutuhkan tindakan segera yaitu dengan cara
penanganan putting susu terbenam, tehnik menyusui yang benar, dan tehnik pengeluaran ASI.

3.

Pembahasan
Dari asuhan yang diberikan tidak terdapat kesenjangan karena ibu mengalami bendungan
ASI, yang disebabkan karena putting susu terbenam pada bagian kanan, sehingga
dilakukannya tindakan segera.

V. Perencanaan
1.

Tinjauan Teori
Langkah-langkah ini di tentukan oleh sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah
atau diagnose yang telah di identifikasi atau antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh
tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari masalah yang
berkaitan ,tetapi juga dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa
yang akan terjadi berikutnya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).

Penanganan bendungan ASI yaitu:


a.

Pantau keadaan umum ibu

b.

Mencegah masa nifas karena atonia uteri

c.

Lakukan perawatan payudara

d.

Siapkan alat-alat yang di gunakan untuk perawatan pada payudara

e.

Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal

f.

Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup

g.

Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi

h.

Memastika ibu dapat mobilisasi dengan baik

i.

Memastikan ibu menjaga personal hygiene dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.

j.

Beritahu kunjungan ulang (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.5)

2.

Tinjauan Kasus

a.

Beritahu kondisi ibu

b.

Mengajarkan dan melakukan cara penanganan payudara bengkak akibat putting susu
terbenam

c.

Lakukan dan ajarkan tentang tehnik pengeluaran ASI

d.

Ajarkan ibu tehnik menyusui yang benar

e.

Anjurkan pada ibu untuk tetap menyusui bayinya

f.

Ajarkan ibu menyendawakan bayi

g.

Anjurkan ibu untukmemenuhi kebutuhan nutrisi

h.

Lakukan pemeriksaan anogental dan anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama
alat genetalianya.

i.

Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup

j.

Berikan penjelasan tentang terapi obat

k.

Anjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang

3.

Pembahasaan
Berdasarkan tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak terdapat kesenjangan karena asuhan yang
diberikan pada Ny. M telah sesuai dengan tinjauan teori.

VI. Implementasi
1.

Tinjauan Teori

Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada klien dan
keluarga.Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman
(Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.145).
2.

Tinjauan Kasus
Implementasi telah dilakukan sesuai dengan perencanan yang telah diberikan pada ibu.

3.

Pembahasan
Setelah dilakukan asuhan pada Ny.M tidak terdapat kesenjangan karena asuhan yang
dilakukan sesuai dengan tinjauan teori.

VII. Evaluasi
1.

Tinjauan Teori
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif
untuk mengetahui factor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan yang
diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan
(Soepardan, 2008; h. 96 - 102).

2.

Tinjauan Kasus

a.

Ibu mengerti tentang kondisinya saat ini.

b.

Ibu mengerti dan bersedia melakukan cara penanganan putting susu yang telah diajarkan.

c.

Ibu mengerti dan bersedia untuk melakukan tehnik yang telah diajarkan.

d.

Ibu mengerti tentang tehnik menyusui yang benar.

e.

Ibu bersedia untuk memberikan ASI pada bayinya.

f.

Ibu mengerti tentang menyendawakan bayinya.

g.

Ibu mengerti tentang kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.

h. Pemeriksaan anogenital telah dilakukan, Ibu bersedia untuk menjaga kebersihan dirinya
terutama daerah genetalianya.
i.

Ibu mengerti tentang kebutuhan istirahat.

j.

Ibu mengerti tentang penjelasan terapi obat dan mau mengkonsumsinya.

k.

Ibu bersedia untuk melakukan kunjungan ulang.

3.

Pembahasan
Berdasarkan tinjauan kasus dan tinjauan teori tidak terdapat kesenjangan karena setelah
dilakukan perawatan dan kunjungan rumah hari ke-6, asuhan yang di berikan pada
Ny.M proses involusi berjalan dengan normal, ibu tidak mengalami tanda tanda infeksi,
payudara ibu sudah tidak bengkak, serta putting susu ibu mulai menonjol dan tidak ada
kesulitan dalam menyusui bayinya.

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan ibu nifas terhadap Ny.M umur 23 tahun P1A0
post partum hari ke 3 di BPS Desi Andriani,Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar
Lampung tahun 2013. Maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
A.

Dalam melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas pada Ny.M dengan bendungan ASI
postpartum hari ke-3, penulis telah melaksanakan pengkajian dengan baik dan lancar.
Pengkajian tersebut didapatkan dari pengumpulan data yaitu dari data subjektif dan objektif
pasien. Dari data subjektif didapatkan pasien bernama Ny.M umur 23 tahun, bersalin yang
pertama, bersalin pada tanggal 20 Mei 2013, keluhan payudaranya terasa nyeri,
panas,bengkak. Dari data objektif didapatkan ibu postpartum hari ke-3 dengan bendungan
ASI.

B.

Penulis telah melakukan interpretasi data dengan menentukan diagnose kebidanan, yaitu
asuhan kebidanan pada ibu nifas pada Ny.M umur 23 tahun P1A0 post partum hari ke 3
dengan Bendungan ASI.

C.

Dalam kasus ini penulis menemukan diagnosa potensial yaitu terjadinya mastitis.

D. Dalam kasus ini penulis melakukan tindakan segera antisipasi tanpa dilakukannya kolaborasi
maupun rujukan yaitu dengan cara penanganan putting susu terbenam, tehnik pengeluaran
ASI, tehnik menyusui yang benar.
E.

Dalam kasus ini penulis telah memberikan rencana asuhan kebidanan pada ibu nifas pada
Ny.M umur 23 tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI.

F.

Dalam kasus ini penulis telah melaksanakan asuhan kebidanan sesuai yang telah
direncanakan yaitu melakukan tindakan kompres air hangat dan dingin dan penanganan
putting susu terbenam.

G. Dalam kasus ini penulis telah melaksanakan evaluasi pada kasus Ny.M post partum hari ke 6
dengan Bendungan ASI, didapatkan hasil bahwa putting susu ibu sudah menonjol, dan sudak
tidak nyeri dan bengkak, sehingga ibu bisa menyusui bayinya.
A. Saran
Saran yang yang penulis berikan ditujukan langsung bagi Akademik, bagi Lahan Praktek
khususnya bidan dalam memberikan asuhan, bagi Masyarakat khususnya ibu nifas yang
mengalami bendungan ASI.
1. Bagi Institusi pendidikan
Dengan telah disusunnya Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat meningkatkan kefektifan
dalam belajar pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan mahasiswa dalam mengaplikasikan

study yang telah didapatkan, serta untuk melengkapi sumber-sumber buku kepustakaan
sebagai bahan informasi dan referensi yang penting dalam mendukung pembuatan karya tulis
ilmiah.
2. Bagi Lahan Prakstek
Diharapakan pihak lahan praktek bisa lebih meningkatkan mutu pelayanan secara
komprehensif berdasarkaan kewenangan bidan dalam memberikan pelayanan asuhan
terutama pada ibu nifas dengan bendungan ASI.
3. Bagi ibu nifas, Keluarga, dan masyarakat
Diharapkan untuk lebih mengerti lagi khususnya pada ibu nifas dalam perawatan masa nifas,
meningkatkan frekuensi kunjungan masa nifas untuk mendeteksi dini adanya tanda bahaya
atau penyulit pada masa nifas, sehingga bila ada komplikasi dapat diatasi dengan segera.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny retna. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra


Cendikia offset
Jannah, Nurul. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Media
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Maryunani, anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (POSTPARTUM). Jakarta: CV. Trans
Info Media
Mufdillah et.all.2009. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Fitramaya
Nanny, Vivian Lia Dewi., & Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan pada ibu
Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:


Rineka Cipta
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Putaka
Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC.
Rukiyah, Aiyeyeh., & Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Trans Info Media
Rukiyah, Aiyeyeh. et all. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas).Jakarta: Trans Info Media
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Soepardan, Suryani. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC
Suheni, S.Pd, APP, M.Kes. et all. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada ibu nifas.
Jogyakarta: CV Andi Offset
Sulistyawati, Ari., & Esti Nugraha. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Jakarata: Salemba
Medika
Tambunan, Eviana S., & Kasim, Deswani. 2011. Panduan Pemeriksaan Fisik
Bagi mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo
Yanti, Damai., & Dian Sundawati. 2011. Asuhan Kebidanan Masa Nifas.
Bandung: Refika Aditama
http://www.google.com/stikes-kusuma-husada.ac.id.penelitian-bendungan-ASI.com di Akses tanggal
9 Juni 2013 Pukul 09.30 Wib
http://yuniochyrosiati.blogspot.com/2012/11/Dampak-bendungan-ASI.com di Akses
9 Juni 2013 pukul 09.30 Wib.

tanggal

http://www.lusa.web.id/anatomi-dan-fisiologi-payudara/ DI Akses tanggal 28 Mei 2013 Pukul 14.00


Wib.
http://www.google.com/search?
q=gambar+teknik+menyusui+yang+benar&oq=gambar+tehnik+menyu&sourceid=chrome&i
e=UTF-8 di Aksestanggal 10 Juni 2013 Pukul 13.00 Wib.
http://masalahkebidanan.blogspot.com/2012/11/tanda-tanda-vital-pada-ibu-nifas.htmldi
tanggal 21 Juni 2013 Pukul 13.20 Wib.

Akses

Anda mungkin juga menyukai