Disusun oleh
Cover.............………………………………...……………...................................i
Daftarisi…………………………….....………………………………….............ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....…...…………………………….…….........1
B. Rumusan Masalah.....................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka.......................................................................2
BAB III PEMBAHASAN
A. Peranan Bank Umum Syariah Dalam Pengembangan
Sektor Riil................................................................................4
B. Pembiayaan Bank Syariah Bersama 4 Cabang
Bandung: Studi Kasus Nasabah di Industri Sepatu,
Industri Jaket Kulit dan Industri Jasa .....................................7
C. Faktor Penghambat Percepatan Perkembangan
Perbankan Syariah..................................................................11
D. Faktor Pendorong Percepatan Perkembangan
Perbankan Syariah..................................................................12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………….....………...……..……............…......14
B. Saran......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran Bank Umum Syariah (BUS) dalam mendorong perkembangan sektor riil.
Pembahasannya akan menganalisis peran perkembangan BUS secara makro dan
peran BUS dalam menggerakkan sektor riil dengan studi kasus di bidang usaha
pembuatan sepatu, bidang usaha pembuatan jaket dan bidang usaha jasa komersial di
Jawa Barat. Analisis mengenai hal ini menjadi sangat menarik mengingat kontribusi
BUS dalam menggerakkan sektor riil kini terus menunjukkan trend peningkatan.
Hal ini setidaknya bisa dilihat dari dua indikator utama yaitu: Pertama, indikator
penyaluran pembiayaan oleh BUS untuk keperluan pembiayaan modal kerja dan
investasi yang terus bertambah; Kedua, porsi penyaluran pembiayaan modal kerja
dan investasi BUS terhadap total kredit Bank Umum untuk kredit modal kerja dan
investasi juga semakin besar.
Peran BUS dalam mendorong sektor riil ini akan semakin diharapkan, terlebih
setelah Bank Indonesia melalui PBI Nomor 11/10/PBI/2009 mendorong pengalihan
status Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
B. Rumusan Masalah
1. Peranan Bank Umum Syariah Dalam Pengembangan Sektor Riil.
2. Pembiayaan Bank Syariah Bersama 4 Cabang (Bandung: Studi Kasus Nasabah di
Industri Sepatu, Industri Jaket Kulit dan Industri Jasa Komersial).
3. Faktor Penghambat Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah.
4. Faktor Pendorong Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah
BAB II
LANDASAN TEORI
Tinjauan Pustaka
Tujuan pokok dari ekonomi Islam (Islamic economics) adalah untuk
menemukan dan menetapkan suatu tata ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam
sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (Chapra, 1992 dan Naqvi,
1994). Dalam era kontemporer, gerakan ke arah formulasi kerangka ekonomi Islam
yang sinkron dengan kebutuhan ekonomi mulai dilakukan pada dekade 1940-an, dan
tiga dekade kemudian, upaya-upaya untuk mengimplementasikan ekonomi syariah
tersebut mulai terlihat nyata di berbagai negara (Rahnema & Nomani, 1990; Kuran,
1993, 1995).
Meskipun ekonomi Islam membahas berbagai aspek ekonomi, perbankan
syariah (Islamic banking) saat ini dianggap sebagai karakteristik penentu sistem
ekonomi Islam (Kuran, 1995). Terminologi ”Sistem Keuangan Islam” relatif masih
baru dan mulai dikenal sejak pertengahan dekade 1980-an.
Jauh sebelum itu, referensi-referensi awal mengenai aktivitas perdagangan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (syariah) yakni aktivitas perdagangan yang
mengacu kepada ”interest free” atau ”perbankan Islam”. Eksperimen modern
pertama dalam mewujudkan perbankan syariah dilakukan di Mesir. Inisiatif pionir
ini dilakukan dengan menerapkan prinsip bagi hasil (profi t sharing) yang dipelopori
oleh Ahmad El Najjar (Siddiqi, l988). Pertumbuhan perbankan syariah masih sangat
lamban hingga dekade 1970-an ketika ekonomi dunia mekar kembali didorong oleh
bom minyak pada tahun 1974. Kemakmuran yang umumnya dinikmati oleh negara-
negara muslim mendorong semangat untuk mengadopsi nilai-nilai Islam dalam
praktik ekonominya dan pada saat yang sama pula, mulai tumbuh penolakan
terhadap sistim politik dan ekonomi Barat.
Penolakan tersebut semakin nyata ketika semakin banyak muslim yang
memilih untuk mendepositokan uang mereka dan melakukan aktivitas transaksi
perdagangan dengan menggunakan bank-bank yang menerapkan prinsip-prinsip
syariah (Lewis dan Algoud, 2001). Seiring dengan berjalannya waktu, peran
instrumen-instrumen keuangan Islam dalam aktivitas perekonomian, khususnya
perbankan syariah mulai berkembang pesat.
Meningkatnya popularitas dan visibilitas perbankan syariah semakin nyata
pada dekade 1990-an ketika instrumen-instrumen keuangan Islam mulai diterapkan,
baik oleh perbankan syariah maupun lembaga perbankan non-syariah, baik muslim
maupun non-muslim. Pada saat yang sama juga mulai diakui dan digunakan fi tur-fi
tur keuangan yang berlandaskan syariah seperti al-Muddarabah, al-Muassasah dan
lain-lain dalam aktivitas keseharian transaksi perbankan mereka (Zeti, 2007).
Lebih jauh, sistim perbankan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah juga
semakin luas digunakan ketika bank-bank yang notabene bank-bank negara non-
muslim seperti HSBC dan Citibank menciptakan sejumlah inovasi keuangan yang
konsisten dengan prinsip syariah untuk mengkapitalisasi meningkatnya permintaan
produk-produk investasi kapital Islam (Warde, 2000, 2001).
Dalam ekonomi syariah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal.
Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan
transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional,
maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya
perdagangan. Sebagaimana dianjurkan Islam, ”Allah menghalalkan jual beli
(perdagangan) dan mengharamkan riba”(QS.2:275). Ayat tersebut secara tegas
membolehkan jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau
perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riil.
Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah
aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam. Oleh karena keharusan
terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syariah mengembangkan
sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil
yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam
jual beli, ada sector riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam
harta.
BAB III
PEMBAHASAN
Penyebab tidak optimalnya pemanfaatan potensi yang ada dalam pasar ekonomi
syariah di Indonesia dapat dibedakan atas:
· Permasalahan internal industri bank syariah
· Permasalahan eksternal yang bersumber dari masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA