Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEMINAR RISET EKONOMI SYARIAH

“PERANAN PERBANKAN SYARIAH DALAM


MENGEMBANGKAN SEKTOR RIIL”
(Studi Kasus UMKM Sektor Industri dan Jasa Komersial)
Diajukan kepada :Andi M. Hatta Tanjung, S. Pd., MM.

Disusun oleh

EDO KURNIAWAN 16011171


RONI P GULTOM 16011154
AHMAD AFANDI 16011157
AMAR YUSLIM 16011160
STEVANI ALAN THENI 16011007

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
2018/2019
DAFTAR ISI

Cover.............………………………………...……………...................................i
Daftarisi…………………………….....………………………………….............ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....…...…………………………….…….........1
B. Rumusan Masalah.....................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka.......................................................................2
BAB III PEMBAHASAN
A. Peranan Bank Umum Syariah Dalam Pengembangan
Sektor Riil................................................................................4
B. Pembiayaan Bank Syariah Bersama 4 Cabang
Bandung: Studi Kasus Nasabah di Industri Sepatu,
Industri Jaket Kulit dan Industri Jasa .....................................7
C. Faktor Penghambat Percepatan Perkembangan
Perbankan Syariah..................................................................11
D. Faktor Pendorong Percepatan Perkembangan
Perbankan Syariah..................................................................12

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………….....………...……..……............…......14
B. Saran......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran Bank Umum Syariah (BUS) dalam mendorong perkembangan sektor riil.
Pembahasannya akan menganalisis peran perkembangan BUS secara makro dan
peran BUS dalam menggerakkan sektor riil dengan studi kasus di bidang usaha
pembuatan sepatu, bidang usaha pembuatan jaket dan bidang usaha jasa komersial di
Jawa Barat. Analisis mengenai hal ini menjadi sangat menarik mengingat kontribusi
BUS dalam menggerakkan sektor riil kini terus menunjukkan trend peningkatan.
Hal ini setidaknya bisa dilihat dari dua indikator utama yaitu: Pertama, indikator
penyaluran pembiayaan oleh BUS untuk keperluan pembiayaan modal kerja dan
investasi yang terus bertambah; Kedua, porsi penyaluran pembiayaan modal kerja
dan investasi BUS terhadap total kredit Bank Umum untuk kredit modal kerja dan
investasi juga semakin besar.
Peran BUS dalam mendorong sektor riil ini akan semakin diharapkan, terlebih
setelah Bank Indonesia melalui PBI Nomor 11/10/PBI/2009 mendorong pengalihan
status Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
B. Rumusan Masalah
1. Peranan Bank Umum Syariah Dalam Pengembangan Sektor Riil.
2. Pembiayaan Bank Syariah Bersama 4 Cabang (Bandung: Studi Kasus Nasabah di
Industri Sepatu, Industri Jaket Kulit dan Industri Jasa Komersial).
3. Faktor Penghambat Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah.
4. Faktor Pendorong Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah

BAB II
LANDASAN TEORI
Tinjauan Pustaka
Tujuan pokok dari ekonomi Islam (Islamic economics) adalah untuk
menemukan dan menetapkan suatu tata ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islam
sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (Chapra, 1992 dan Naqvi,
1994). Dalam era kontemporer, gerakan ke arah formulasi kerangka ekonomi Islam
yang sinkron dengan kebutuhan ekonomi mulai dilakukan pada dekade 1940-an, dan
tiga dekade kemudian, upaya-upaya untuk mengimplementasikan ekonomi syariah
tersebut mulai terlihat nyata di berbagai negara (Rahnema & Nomani, 1990; Kuran,
1993, 1995).
Meskipun ekonomi Islam membahas berbagai aspek ekonomi, perbankan
syariah (Islamic banking) saat ini dianggap sebagai karakteristik penentu sistem
ekonomi Islam (Kuran, 1995). Terminologi ”Sistem Keuangan Islam” relatif masih
baru dan mulai dikenal sejak pertengahan dekade 1980-an.
Jauh sebelum itu, referensi-referensi awal mengenai aktivitas perdagangan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (syariah) yakni aktivitas perdagangan yang
mengacu kepada ”interest free” atau ”perbankan Islam”. Eksperimen modern
pertama dalam mewujudkan perbankan syariah dilakukan di Mesir. Inisiatif pionir
ini dilakukan dengan menerapkan prinsip bagi hasil (profi t sharing) yang dipelopori
oleh Ahmad El Najjar (Siddiqi, l988). Pertumbuhan perbankan syariah masih sangat
lamban hingga dekade 1970-an ketika ekonomi dunia mekar kembali didorong oleh
bom minyak pada tahun 1974. Kemakmuran yang umumnya dinikmati oleh negara-
negara muslim mendorong semangat untuk mengadopsi nilai-nilai Islam dalam
praktik ekonominya dan pada saat yang sama pula, mulai tumbuh penolakan
terhadap sistim politik dan ekonomi Barat.
Penolakan tersebut semakin nyata ketika semakin banyak muslim yang
memilih untuk mendepositokan uang mereka dan melakukan aktivitas transaksi
perdagangan dengan menggunakan bank-bank yang menerapkan prinsip-prinsip
syariah (Lewis dan Algoud, 2001). Seiring dengan berjalannya waktu, peran
instrumen-instrumen keuangan Islam dalam aktivitas perekonomian, khususnya
perbankan syariah mulai berkembang pesat.
Meningkatnya popularitas dan visibilitas perbankan syariah semakin nyata
pada dekade 1990-an ketika instrumen-instrumen keuangan Islam mulai diterapkan,
baik oleh perbankan syariah maupun lembaga perbankan non-syariah, baik muslim
maupun non-muslim. Pada saat yang sama juga mulai diakui dan digunakan fi tur-fi
tur keuangan yang berlandaskan syariah seperti al-Muddarabah, al-Muassasah dan
lain-lain dalam aktivitas keseharian transaksi perbankan mereka (Zeti, 2007).
Lebih jauh, sistim perbankan yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah juga
semakin luas digunakan ketika bank-bank yang notabene bank-bank negara non-
muslim seperti HSBC dan Citibank menciptakan sejumlah inovasi keuangan yang
konsisten dengan prinsip syariah untuk mengkapitalisasi meningkatnya permintaan
produk-produk investasi kapital Islam (Warde, 2000, 2001).
Dalam ekonomi syariah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal.
Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan
transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional,
maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya
perdagangan. Sebagaimana dianjurkan Islam, ”Allah menghalalkan jual beli
(perdagangan) dan mengharamkan riba”(QS.2:275). Ayat tersebut secara tegas
membolehkan jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau
perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riil.
Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah
aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam. Oleh karena keharusan
terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syariah mengembangkan
sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil
yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam
jual beli, ada sector riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam
harta.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Peranan Bank Umum Syariah Dalam Pengembangan Sektor Riil


Peranan Bank Umum Syariah (BUS) dalam mendorong pertumbuhan sektor riil
dalam dua dimensi, yaitu peranaan dari sisi BUS sendiri dan dari sisi nasabahnya.
Pembahasan di sisi BUS akan lebih ditekankan pada dua aspek, yaitu: Pertama,
menganalisis peranan BUS dalam mendorong perkembangan sektor riil dengan fokus
analisis pada pola pembiayaan menurut golongan pengguna, sektor dan jenis akad
yang digunakan. Kedua, menganalisis kinerja dan pola pembiayaan BUS pada level
operasional di salah satu kantor cabang.
Sementara itu, penekanan analisis di sisi nasabah BUS akan lebih diarahkan pada
aspek-aspek tentang motivasi nasabah, prosedur pembiayaan, pola pembiayaan,
proses pengawasan dan pembinaan serta perkembangan usaha.
Pembahasan di sisi nasabah sekaligus sebagai upaya untuk melihat apakah ada
gap yang terjadi antara sisi kebijakan bank dengan implementasi di tingkat
operasional.
§ Perkembangan Pembiayaan yang Disalurkan Bank Umum Syariah ke Sektor Riil
Kontribusi BUS dalam mendorong perkembangan sektor riil di Indonesia terus
mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Hal ini setidaknya bisa dilihat
dari dua indikator utama yaitu : Pertama, indikator penyaluran pembiayaan oleh BUS
untuk keperluan pembiayaan modal kerja dan investasi yang terus bertambah. Kedua,
porsi penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi BUS terhadap total kredit
Bank Umum (BUK[1] dan BUS) untuk kredit modal kerja dan investasi juga
semakin besar.

§ Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor Riil


Porsi BUS dalam penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi terhadap
total kredit Bank Umum (BUK dan BUS) untuk kredit modal kerja dan investasi
juga mengalami lonjakan cukup tinggi.
Secara agregat, pembiayaan yang disalurkan oleh BUS untuk penggunaan modal
kerja, investasi dan konsumsi menunjukkan trend peningkatan dalam lima tahun
terakhir ini. Rata-rata pertumbuhan jum-lah pembiayaan BUS dan UUS dari tahun
2005 – 2008 mencapai angka 36 persen per tahun.
Pertumbuhan pembiayaan yang fantastis ini tidak terlepas dari keberanian para
pimpinan BUS dalam ekspansi pembiay-aan, walaupun harus mengambil berbagai
resiko, misalnya berkaitan dengan masalah likuiditas.
Kembali ke masalah peningkatan pembiayan BUS yang luar biasa tadi, di
samping pengaruh kebijakan ekspansif para pimpinan BUS, be-berapa faktor kunci
lain yang berkontribusi dalam mendorong pening-katan pembiayaan BUS,
khususnya untuk penggunaan modal kerja dan investasi adalah: Pertama, keluarnya
berbagai regulasi baru yang berkaitan deng-an perbankan syariah.
Setelah UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Per-bankan Syariah disahkan pada
Juli 2008, pijakan para pelaku bisnis di perbankan syariah menjadi semakin jelas.
a. Pembiayaan Bank Umum Syariah Berdasarkan Golongan Pembiayaan dan
Sektor Ekonomi
Satu fenomena menarik terkait dengan alokasi pembiayaan BUS adalah porsi
terbesar dari penyaluran pembiayaan BUS untuk penggunaan modal kerja dan
investasi tersebut ditujukan untuk pembiayaan sektor Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM).
Pola pembiayaan BUS yang lebih banyak dialokasikan kepada golongan UMKM
ini sangat menggembirakan mengingat selama ini akses mereka untuk mendapatkan
kredit dari bank sangat terbatas. Porsi alokasi pembiayaan yang dilakukan BUS ini
cukup kontras bila dibandingkan dengan pola penyaluran kredit yang dilakukan oleh
Bank Umum Konvensional.
Berdasarkan sektor ekonomi, alokasi pembiayaan BUS dan UUS disalurkan ke
semua sektor mulai dari kelompok sektor primer, sekunder dan tersier. Walaupun
tidak ada data yang merinci jumlah UMKM di setiap sektor, kemungkinan besar
alokasi pembiayaan di setiap sektor ini dinikmati oleh UMKM di sektor-sektor
tersebut. Sejauh ini, alokasi pembiayaan terbesar BUS dan UUS lebih diarahkan
kepada kelompok sektor tersier yang menyerap lebih dari 90 persen dari total alokasi
pembiayaan.
Banyak studi yang menjelaskan tentang sulitnya UMKM dalam mengakses kredit
dan atau pembiayaan ini karena berbagai hambatan mulai dari hambatan sisi
kebijakan pemerintah, kebijakan perbankan hingga masalah internal UMKM sendiri.
Sejauh ini, hambatan dari kebijakan bank dan masalah internal UMKM menjadi
masalah utama dari sulitnya UMKM mengakses kredit perbankan.
Chotim dan Thamrin menyebutkan bahwa di sisi penawaran kredit atau sisi
perbankan salah satu hambatan terbesar adalah adanya hambatan struktural dan
psikologis dari pihak bank untuk menyalurkan kredit ke UMKM.
Beberapa hambatan itu diantaranya adalah persepsi inferior tentang potensi usaha
kecil, khususnya yang berada di pedesaan : usaha kecil diidentikkan sebagai usaha
yang kurang prospektif, nilai modalnya kecil, ekspansinya lambat dan pengguna
teknologi usang yang mudah diungguli pesaing.
Dalam aspek manajemen, usaha kecil identik dengan perencanaan yang tidak
ter-integrasi dengan pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
b. Pembiayaan BUS Berdasarkan Akad Pembiayaan
Perbankan syariah secara konseptual sebenarnya diharapkan bisa mengatasi
masalah sulitnya akses UMKM kepada perbankan ini, khususnya yang berkaitan
dengan jaminan. Berbagai skim pembiayaan dengan beragam jenis akadnya
menawarkan kemudahan-kemudahan yang bisa dimanfaatkan oleh UMKM untuk
lebih mudah dalam memperoleh akses pinjaman bank.
Berdasarkan jenis akadnya, secara garis besar bisa dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu pembiayaan dengan akad yang berbasis bagi hasil dan non bagi
hasil. Pembiayaan BUS yang berbasis bagi hasil umumnya dilakukan dalam bentuk
mudharabah dan musyarakah. Sementara akad yang berbasis non bagi hasil meliputi
akad murabahah, akad istishna, akad ijarahdan akad qardh.
Dari sisi internal bank syariah, masih rendahnya pembiayaan dengan akad
musyarakah dan mudharabahini lebih disebabkan oleh potensi risiko yang sangat
tinggi yang harus ditanggung oleh bank.
Potensi risiko ini berkaitan dengan potensi terjadinya moral hazard yang bisa
dilakukan oleh pengelola usaha atau mudharib. Bentuk-bentuk moral hazardyang
kemungkinan muncul adalah ketidakjujuran dalam melaporkan hasil laba atau rugi
usaha, sembarangan dalam menjalankan usaha dan mengambil risiko khususnya
yang mengikat akad mudharabah, kolusi dengan pihak ketiga dll.
Sementara dari sisi nasabah bank, secara umum preferensi untuk lebih
memanfaatkan pembiayaan dengan akad murabahahdan cenderung menghindari
akad musyarakah atau mudharabah lebih dikarenakan pertimbangan kepraktisan.
B. Pembiayaan Bank Syariah Bersama 4 Cabang
Bandung: Studi Kasus Nasabah di Industri Sepatu,
Industri Jaket Kulit dan Industri Jasa Komersial
a. Motivasi Memilih Pembiayaan dari Bank Syariah
Bank Syariah hadir dengan membawa konsep baru yang mentransformasikan
nilai-nilai religi ke dalam aktivitas ekonomi, dimana salah satunya adalah
diwujudkan dalam pola pembiayaan perbankan yang diyakini oleh sebagian
kalangan. Peranan Bank Umum Syariah Dalam Mendorong Perkembangan Sektor
Riil memperhatikan dimensi keadilan. Salah satu poin penting yang ditekankan oleh
perbankan syariah dalam mentransfomrasikan nilainilai
religi ini adalah perlunya menghindari riba atau bunga dalam terminologi ekonomi
konvensional. Perwataatmadja dan Tanjung (2007) menyebutkan bahwa dasar
hukum pelarangan riba itu sangat jelas dinyatakan dalam Al-qur’an diantaranya QS.
Ar-Ruum ayat 39, QS. An-Nisaa ayat 161, QS Ali Imran ayat 130, QS. Al-Baqoroh
ayat 275-276 dan ayat 278-279. Selain itu, beberapa hadist Nabi Muhammad SAW
juga menjadi rujukan untuk menjelaskan tentang perlunya menghindari riba ini.
Walaupun konsep dan produk yang ditawarkan oleh bank syariah
berlandaskan pada nilai-nilai syariah, namun tidak berarti bahwa hal yang sama akan
sepenuhnya diikuti oleh seluruh nasabah yang menyimpan dan atau menggunakan
jasa pembiayaan dari bank syariah. Sebagai manusia, terlepas apapun agama yang
dianutnya, selalu ada upaya-upaya untuk mendapatkan sesuatu dengan minimalisasi
biaya untuk mendapatkan manfaat yang optimal. Dalam pandangan yang ekstrim, hal
seperti ini digambarkan oleh seorang ekonom terkenal pada abad ke-19, John Stuart
Mill, dengan menyebut bahwa manusia pada dasarnya adalah homo
economicus, yaitu makhluk yang selalu bertindak rasional (minimalisasi biaya untuk
optimalisasi hasil) dalam upaya mencapai kesejahteraan dirinya sendiri dengan
memanfaatkan informasi dan kesempatan serta batasan-batasan yang ada pada diri
mereka. Pandangan ini tidak sepenuhnya disetujui oleh para ekonom. Berbagai kritik
dikemukakan oleh para ekonom terkait dengan penyebutan manusia sebagai homo
economicusini.
Dari hasil diskusi dengan tiga pengusaha di bidang usaha pembuatan sepatu,
usaha pembuatan jaket kulit dan bidang usaha jasa komersial, tim peneliti
menemukan ada tiga motivasi yang berbeda yang dikemukakan oleh responden
dalam memilih pembiayaan dari bank syariah, khususnya Bank Umum Syariah
(BUS). Ketiga motivasi tersebut adalah: Pertama, motivasi yang berkaitan dengan
keyakinan agama; Kedua, motivasi yang berkaitan dengan perhitungan
ekonomi; Ketiga, motivasi yang berkaitan dengan prosedur pembiayaan. Perbedaan
motivasi dalam menentukan pilihan pembiayaan yang dikemukakan oleh ketiga
responden tersebut merupakan hal yang wajar. Tidak ada satupun yang bisa diklaim
sebagai nasabah yang memiliki motivasi terbaik. Hasil pengamatan tim peneliti
setidaknya menemukan ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi mereka dalam
pemilihan pembiayaan dari bank syariah.
Pertama, terkait dengan sisi personal, dimana penekanan akan pilihan
motivasi tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang keagamaan, ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan dll.
Kedua, terkait dengan hal-hal yang berkaitan langsung dengan bank syariah,
diantaranya kebijakan pembiayaan bank syariah, prosedur pembiayaan dan
kemudahan akses terhadap bank syariah. Nasabah yang lebih mengedepankan
motivasi keyakinan agama dalam memilih pembiayaan dari bank syariah sangat
dipengaruhi oleh pemahaman keagaamaan yang cukup mendalam dan hubungan
social yang sudah terbentuk cukup erat dengan bank-bank syariah. Tidak heran,
kalau nasabah seperti ini merupakan kelompok nasabah yang bisa dikategorikan
sebagai nasabah loyal bank syariah.
b. Prosedur Pembiayaan
Prosedur administrasi yang harus ditempuh oleh nasabah untuk mendapatkan
pembiayaan dari Bank Umum Syariah (BUS) umumnya hampir sama dengan
prosedur yang diberlakukan oleh bank syariah lainnya. Dari hasil wawancara dengan
para responden diketahui bahwa secara garis besar, prosedur yang harus dilalui oleh
nasabah untuk mendapatkan pembiayaan dari Bank Syariah Bersama adalah:
 Pertama, nasabah mengajukan permohonan pembiayaan kepada Bank Syariah
Bersama. Dokumen yang harus dilengkapi pada tahap ini adalah identitas
nasabah (legalitas nasabah), dokumen yang berkaitan dengan perizinan usaha,
akta notaris dll (legalitas usaha), laporan keuangan dan dokumen jaminan. Semua
responden dalam penelitian ini tidak mengalami kendala dalam memenuhi
persyaratan administrative yang diminta bank.
 Kedua, petugas bank syariah akan melakukan survey tempat usaha dan agunan
yang dijaminkan. Pada tahap ini dentifi kasi juga dilakukan terhadap rantai alur
produksi dan distribusi produk. Pihak bank menanyakan lokasi supplier dan
tempat pemasaran produk usaha yang akan dibiayai.
 Ketiga, akad pembiayaan dan pencairan. Waktu yang dibutuhkan mulai dari
proses pengajuan hingga persetujuan dan akad pembiayaan sangat bervariasi.
Responden A menyatakan bahwa lama waktu yang dibutuhkan sekitar 10 hari.
Sementara responden B mengalami proses yang cukup lama hingga 1,5 bulan
atau sekitar 45 hari.

c. Pengawasan dan Pembinaan


Bank Syariah Bersama memberlakukan pengawasan yang sangat ketat dalam
proses pembiayaan mulai dari tahap permohonan hingga tahap masa laku
pembiayaan. Pengawasan yang ketat ini merupakan bagian dari kebijakan
manajemen risiko untuk menekan dan meminimalkan terjadinya kredit macet (Non
Performing Financing/ NPF). SOP mengenai ketentuan tentang pengawasan
pembiayaan Bank Syariah Bersama diatur dalam Bab XII tentang pengawasan
pembiayaan dalam pedoman pembiayaan dengan pokok-pokok materi sebagai
berikut:
o Ruang lingkup pengawasan pembiayaan meliputi:
1. Memastikan bahwa setiap tahapan proses pemberian pembiayaan telah dilakukan
sesuai ketentuan
2. Memastikan bahwa semua persyaratan pembiayaan telah dipenuhi nasabah
3. Monitoring limit pembiayaan yang belum ditarik oleh nasabah
4. Monitoring penguasaan dan pengamanan jaminan
5. Monitoring pemenuhan persyaratan yang hingga saat pencairan pembiayaan belum
dipenuhi nasabah
6. Monitoring perkembangan usaha nasabah
7. Monitoring dokumen-dokumen pembiayaan yang akan jatuh tempo atau telah
jatuh tempo. misalnya masa laku akad. asuransi. legalitas usaha dll.
8. Monitoring kualitas aktiva produktif
9. Monitoring pembentukan penyisihan penghapusan aktiva
produktif
d. Manfaat Pembiayaan Bank Umum Syariah Bagi
Perkembangan Usaha
Perbankan secara umum sebagai lembaga intermediasi sudah tidak diragukan lagi
berperan besar dalam meningkatkan usaha banyak nasabahnya. Sudah tidak terhitung
berapa jumlah nasabah yang merasakan manfaat peningkatan usaha dengan
cara kepada bank. Ketika hal ini dikaitkan dengan bank syariah, tentu ada sesuatu
yang lain yang bisa dimaknai dibalik dorongan keberhasilan yang berhasil diraih
oleh nasabah bank syariah
C. Faktor Penghambat Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari berbagai
permasalahan. Menurut Syafi i Antonio4, ada beberapa kendala yang muncul
sehubungan dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia, yaitu :
1. Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank
syariah.
2. Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional
bank syariah.
3. Jaringan kantor bank syariah yang belum luas.
4. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih sedikit.

Penyebab tidak optimalnya pemanfaatan potensi yang ada dalam pasar ekonomi
syariah di Indonesia dapat dibedakan atas:
· Permasalahan internal industri bank syariah
· Permasalahan eksternal yang bersumber dari masyarakat.

Permasalahan internal yang dihadapi antara lain: ketersediaan sumberdaya


manusia, ketersediaan infrastruktur, ketersediaan perangkat pengaturan perbankan
syariah yang diakui secara nasional, jaringan perbankan syariah, keterbatasan
teknologi penunjang, dan efi siensi operasional perbankan syariah.
Permasalahan eksternal yang dihadapi berkaitan dengan pemahaman terhadap
ajaran Islam secara keseluruhan dan pandangan terhadap lembaga keuangan syariah.
Hambatan berkaitan dengan pemahaman terhadap ajaran Islam bersumber
dari pemahaman umat Islam terhadap ajarannya. Sebagian besar umat Islam di
Indonesia masih memiliki pemahaman terhadap ajaran Islam hanya secara parsial
dan belum menyeluruh (kaff ah).
Hambatan juga datang dari masyarakat yang pola pikirnya masih
materialistik dan sekuler. Pandangan terhadap perbankan syariah, kadang juga masih
menjadi kendala di mana masih terdapat pandangan bahwa bunga bukan riba
(dianggap masih khilafi yah), dan lembaga keuangan syariah masih diasosiasikan
dengan lembaga yang lebih berorientasi sosial ketimbang komersial. Disini dapat
dilihat bahwa tingkat pemahaman syariah yang masih terbatas dan tingkat
pengetahuan sistem perbankan syariah yang rendah menjadi kendala dalam
pemasaran dan sosialisasi produk perbankan syariah.
Hambatan lainnya dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia
adalah:
· Aturan investasi dan perpajakan masih dinilai
· mengganjal berkembangnya bisnis syariah
· Birokrasi di pemerintahan yang menghambat kegiatan investasi, termasuk di
dalamnya investasi syariah
· Kesan di sebagian masyarakat bahwa bank syariah bersifat ekslusif dan hanya
ditujukan untuk masyarakat muslim saja
· Pandangan dari sebagian masyarakat yang memandang bahwa pada umumnya
sistem, kegiatan dan produk bank syariah masih mengekor pada bank konvensional
· Masih kurangnya modal dan infrastruktur yang dimiliki perbankan syariah.

D. Faktor Pendorong Percepatan Perkembangan Perbankan Syariah


Meskipun demikian, perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga
memiliki beberapa faktor pendorong. Adapun faktor pendorong perkembangan
syariah di Indonesia diantaranya:
1. Telah lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Diterbitkanya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk pada Agustus 2008
3. Beroperasinya lembaga-lembaga pendidikan syariah dan pendirianFakultas Ekonomi
Syariah oleh berbagai perguruan tinggi diIndonesia. Hal ini bertujuan untuk
mencetak sumberdaya manusiauntuk mengisi kekurangan SDM di sektor perbankan
syariah.
4. Beroperasinya lembaga keuangan hasil joint venture dengan pemodal Timur Tengah.
Hal ini membuka jalan masuknya dana-danainvestasi berbasis syariah dari Timur
Tengah.
5. Pertumbuhan indikator keuangan syariah di Indonesia tertinggi dibanding negara
lain. Hal ini bisa menjadi modal bagi pertumbuhan yang pesat di masa mendatang.
Di samping itu, Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia. Hal ini merupakan potensi yang besar bagi pasar perbankan syariah
dimana kebutuhan akan jasa perbankan yang bebas riba akan besar jumlahnya.
Meskipun tidak semua muslim memahami konsep dilarangnya riba, namun ini tugas
para alim ulama dan cendekiawan muslim untuk memberikan pemahaman
masyarakat. Apalagi, sebenarnya konsep riba juga dilarang dalam agama nasrani dan
yahudi, sehingga konsep perbankan bebas riba sebenarnya tidakhanya untuk umat
muslim saja.
Kelebihan lain yang dimiliki bank syariah adalah adanya konsep kemitraan
dalam pembiayaan yang berbeda dengan konsep kreditur dan debitur dalam bank
konvensional. Dalam konsep bank konvensional,bank akan menuntut pembayaran
dari nasabahnya meskipun usaha si nasabah tidak menghasilkan keuntungan.
Sedangkan dengan pola kemitraan yang berlaku di bank syariah, hubungan antara
bank dan nasabah lebih bersifat kerjasama dan berlandaskan kepercayaan. Disini
yang diterapkan adalah nilai-nilai syariah dan keadilan dalam hubungannya sebagai
mitra.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bank syariah adalah perbankan yang dijalankan sesuai dengan prinsip
syariah, untuk saat ini bank syariah belum terlalu dikenal dalam masyarakat sebab
bank syariah baru berdiri dan jauh lebih lama bank konvensional maka dari itu bank
konvensional lebih dikenal masyarakat. Dalam Perbankan syariah tidak mengenal
kata bunga namun menggunakan prinsip bagi hasil yang mana apabila nasabah rugi
ditanggung bersama – sama dan apabila untung juga dibagi sesuai dengan nisbahnya.
Sebenarnya syariah tidak hanya di khususkan bagi masyarkat muslim saja hal ini lah
yang membuat persebsi salah tentang syariah. Karena bukan hanya agama Islam saja
yang mengharamkan riba misalkan salah satunya agama Nasrani juga
mengharamkan riba. Jadi sebenarnya perbankan syariah itu terbuka untuk semua
orang dari berbagai agama yang berbeda. Dalam perbankan syariah juga minim akan
potensi sumberdaya manusia yang ahli dalam perbankan syariah sebab perbankan
syariah baru ada sehingga sulit untuk maju melebihi bank konvensional yang
memiliki orang – orang yang potensial di dalamnya. Sehingga akan lebih baik
apabila kita menggunakan perbankan syariah untuk menunjang kelangsungan usaha
yang kita jalankan.
B. SARAN
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang ikut andil wawasannya dalam penulisan ini. Tak lupa kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, ”Kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah 2007-2008”


(Bank Indonesia, www.bi.go.id/)
http://www.pkesinteraktif.com/content/view/1092/36/langen. Diakses pada
tanggal 03 April 2013.
Antonio, M. Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani.
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai