Anda di halaman 1dari 7

Tanti Yossela │ Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris

[ ARTIKEL REVIEW ]

DIAGNOSIS AND TREATMENT OF Tinea cruris


Tanti Yossela
Faculty of Medicine, University of Lampung

Abstract
Dermatophytosis is a disease that contain horn tissue substances, such as the stratum corneum of epidermis, hair, and nails
caused by dermatophytes. Tinea cruris is dermatophytosis that often found on the skin of the groin, genital, pubic, perineal
and perianal. Factors that play important role in the spread of dermatophytes are poor environmental hygiene conditions,
dense rural areas, and the habit of using tight clothing or damp. Diagnosis performed by clinical examination, microscopic,
culture, punch biopsy and light wood the disease is managed by using topical and systemic medical and nonmedikamentosa
having regard to the predisposing factors to tinea cruris. Adequate management can reduce the prevalence and recurrence
rate of tinea cruris.

Keywords: dermatophytosis, diagnosis, governance, tinea cruris

Abstrak
Dermatofitosis adalah penyakit jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut,
dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang sering ditemukan
pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal. Faktor penting yang berperan dalam penyebaran
dermatofita ini adalah kondisi kebersihan lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang padat, dan kebiasaan
menggunakan pakaian yang ketat atau lembab. Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan secara klinis,
mikroskopis, kultur, punch biopsi dan lampu wood serta penatalaksanaannya dengan medikamentosa secara topikal
maupun sistemik dan nonmedikamentosa dengan memperhatikan faktor predisposisi terjadinya tinea kruris. Pada
penatalaksanaan yang adekuat dapat menurunkan prevalensi, angka kekambuhan tinea kruris itu sendiri.

Kata kunci: dermatofitosis, diagnosis, penatalaksanaan, tinea kruris

...
Korespondensi : Tanti Yossela │ yosselatanti@yahoo.co.id

Pendahuluan populasi sehingga menjadi bentuk infeksi


yang tersering.3
Mikosis superfisialis merupakan Dermatofitosis adalah penyakit
infeksi jamur pada kulit yang disebabkan pada jaringan tubuh yang mengandung
oleh kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit zat tanduk, misalnya stratum korneum
yang termasuk mikosis superfisialis adalah pada epidermis, rambut, serta kuku yang
dermatofitosis, pitiriasis versikolor, dan disebabkan oleh golongan jamur
kandidiasis superfisialis. Mikosis dermatofita, yang mampu mencernakan
superfisialis cukup banyak diderita keratin. Insiden dan prevalensi
penduduk negara tropis. Indonesia dermatofitosis cukup tinggi di dalam
merupakan salah satu negara beriklim masyarakat baik di dalam maupun diluar
tropis yang memiliki suhu dan negeri.3 Di Indonesia, dermatofitosis
kelembaban tinggi, merupakan suasana merupakan 52% dari seluruh
yang baik bagi pertumbuhan jamur, dermatomikosis dan tinea kruris dan tinea
sehingga jamur dapat ditemukan hampir korporis merupakan dermatofitosis
di semua tempat.6 Mikosis superfisial 5
terbanyak. Dermatofit tersebar di seluruh
mengenai lebih dari 20% hingga 25% dunia dan menjadi masalah terutama di
J MAJORITY | Volume 4 Nomor 2 | Januari 2015 | 122
Tanti Yossela │ Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris

negara berkembang. Berdasarkan urutan kondisi kebersihan lingkungan yang buruk,


kejadian dermatofitosis, tinea korporis daerah pedesaan yang padat, dan
(57%), tinea unguinum (20%), tinea kruris kebiasaan menggunakan pakaian yang
(10%), tinea pedis dan tinea barbae (6%), ketat atau lembab. Obesitas dan diabetes
dan sebanyak 1% tipe lainnya.7 Di melitus juga merupakan faktor resiko
berbagai negara saat ini terjadi tambahan oleh karena keadaan tersebut
peningkatan bermakna dermatofitosis. Di menurunkan imunitas untuk melawan
Kroasia dilaporkan prevalensi infeksi. Penyakit ini dapat bersifat akut
dermatofitosis 26% pada tahun 1986 dan atau menahun, bahkan dapat merupakan
meningkat menjadi 73% pada tahun penyakit yang berlangsung seumur hidup.2
2001.3
Tinea kruris sebagai salah satu
dermatofitosis, disebabkan oleh jamur DISKUSI
golongan dermatofita, terutama suatu Tinea kruris yang sering disebut
kelas Fungi imperfecti, yaitu Genus “jock itch” merupakan infeksi jamur
Microsporum, Trichophyton, dan superfisial yang mengenai kulit pada
Epidermophyton. Tinea kruris sering daerah lipat paha, genital, sekitar anus
ditemukan pada kulit lipat paha, genitalia, dan daerah perineum.2 Tinea kruris lebih
daerah pubis, perineum dan perianal. sering pada rentang usia 51-60 tahun dan
Penyakit ini merupakan penyakit tiga kali lebih sering terjadi pada laki-laki
terbanyak yang ditemukan di daerah dibandingkan dengan wanita.7 Orang
inguinal, yaitu sekitar 65-80% dari semua dewasa lebih sering menderita tinea kruris
penyakit kulit di inguinal.1 bila dibandingkan dengan anak-anak.1
Didapatkan data di Unit Penyakit Kebanyakan tinea kruris
Kulit dan Kelamin RS. dr. Cipto disebabkan oleh Species Tricophyton
Mangunkusumo, golongan mikosis rubrum dan Epidermophyton floccosum,
superfisial berturut ditempati oleh dimana E. floccosum merupakan spesies
golongan dermatofitosis, pitiriasis yang paling sering menyebabkan
versikolor, dan kandidosis. Pada tahun terjadinya epidemi. T. Mentagrophytes
2002-2004 di RS. Dr. Sardjito , data 10 dan T. verrucosum jarang menyebabkan
besar penyakit di Poli Kulit dan Kelamin tinea kruris. Tinea Kruris seperti halnya
menunjukkan bahwa dermatofitosis tinea korporis, menyebar melalui kontak
menduduki peringkat kedua, sedangkan langsung ataupun kontak dengan
dari bagian jamur sendiri menduduki peralatan yang terkontaminasi, dan dapat
peringkat pertama atau kasus yang paling mengalami eksaserbasi karena adanya
sering dijumpai. Pada tahun 2011 di oklusi dan lingkungan yang hangat, serta
Rumah Sakit (RS) Dr.M.Djamil Padang iklim yang lembab. Autoinfeksi dapat
tinea kruris merupakan dermatofitosis terjadi dari sumber penularan yang jauh
terbanyak (72%), berdasarkan data rekam letaknya seperti tinea pedis, yang sering
medis selama tahun 2010 ditemukan 288 disebabkan oleh T. rubrum atau T.
orang penderita baru dematofitosis mentagrophytes.1
dengan 207 orang penderita baru tinea Manifestasi klinis tinea kruris
kuris. adalah rasa gatal yang meningkat saat
Faktor penting yang berperan berkeringat atau terbakar pada daerah
dalam penyebaran tinea kruris adalah lipat paha, genital, sekitar anus dan

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 2 | Januari 2015 | 123


Tanti Yossela │ Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris

daerah perineum.2 Berupa lesi yang batas tegas dan tepi meninggi.1
berbentuk polisiklik / bulat berbatas Terdapat central healing yang
tegas, efloresensi polimorfik, dan tepi ditutupi skuama halus pada bagian
lebih aktif.4 tengah lesi, dengan tepi yang
meninggi dan memerah sering
ditemukan.2 Pruritus sering
ditemukan, seperti halnya nyeri yang
disebabkan oleh maserasi ataupun
infeksi sekunder. Tinea kruris yang
disebabkan oleh E. floccosum paling
sering menunjukkan gambaran
central healing, dan paling sering
terbatas pada lipatan genitokrural
Gambar 1. Gambaran klinis tinea kruris
8 dan bagian pertengahan paha atas.
Sebaliknya, infeksi oleh T. rubrum
Diagnosis banding tinea kruris sering memberikan gambaran lesi
adalah kandidosis intertrigo, eritrasma, yang bergabung dan meluas sampai
psoriasis, dan dermatitis seboroik. Pada ke pubis, perianal, pantat, dan bagian
kandidosis intertrigo lesi akan tampak abdomen bawah. Tidak terdapat
sangat merah, tanpa adanya central keterlibatan pada daerah genitalia.1
healing, dan lesi biasanya melibatkan b. Pemeriksaan laboratorium
skrotum serta berbentuk satelit. Eritrasma Diagnosis dermatofitosis yang
sering ditemukan pada lipat paha dengan dilakukan secara rutin adalah
lesi berupa eritema dan skuama tapi pemeriksaan mikroskopik langsung
dengan mudah dapat dibedakan dengan dengan KOH 10-20%.4 Pada sediaan
tinea kruris menggunakan lampu wood KOH tampak hifa bersepta dan
dimana pada eritrasma akan tampak bercabang tanpa penyempitan.
fluoresensi merah (coral red). Lesi pada Terdapatnya hifa pada sediaan
psoriasis akan tampak lebih merah mikroskopis dengan potasium
dengan skuama yang lebih banyak serta hidroksida (KOH) dapat memastikan
lamelar. Ditemukannya lesi pada tempat diagnosis dermatofitosis.2
lain misalnya siku, lutut, punggung, lipatan Pemeriksaan mikroskopik langsung
kuku, atau kulit kepala akan mengarahkan untuk mengidentifikasi struktur jamur
diagnosis kearah psoriasis. Pada merupakan teknik yang cepat,
dermatitis seboroik lesi akan tampak sederhana, terjangkau, dan telah
bersisik dan berminyak serta biasanya digunakan secara luas sebagai teknik
melibatkan daerah kulit kepala dan skrining awal. Teknik ini hanya
sternum.2 memiliki sensitivitas hingga 40% dan
Diagnosis tinea kruris umumnya spesifisitas hingga 70%. Hasil negatif
mudah dikenal secara klinis morfologis, palsu dapat terjadi hingga pada l5%
kecuali pada beberapa kasus tertentu. kasus, bahkan bila secara klinis sangat
Tinea kruris ditegakkan berdasarkan: khas untuk dermatofitosis.4
a. Manifestasi klinis
Secara klinis tinea kruris biasanya
tampak sebagai papulovesikel
eritematosa yang multipel dengan
J MAJORITY | Volume 4 Nomor 2 | Januari 2015 | 124
Tanti Yossela │ Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris

sebesar 74,6%. Garg dkk. pada pada


tahun 2009 di India melaporkan
sensitivitas kultur jamur pada
dermatofitosis yang mengenai kulit
dan rambut sebesar 29,7% dengan
spesifisitas 100%.4 Sangat penting
bagi masing-masing laboratorium
untuk menggunakan media standar
Gambar 2. Hifa pada sediaan KOH
5 yakni tersedia beberapa varian untuk
kultur. Media kultur diinkubasi pada
Sensitivitas, spesifisitas, dan hasil suhu kamar 26°C (78,8°F) maksimal
negatif palsu pemeriksaan selama 4 minggu, dan dibuang bila
mikroskopik sediaan langsung dengan tidak ada pertumbuhan.1
kalium hidroksida (KOH) pada d. Punch Biopsi
dermatofitosis sangat bervariasi.5 Punch biopsi Dapat digunakan untuk
Pemeriksaan mikroskopik sediaan membantu menegakkan diagnosis
langsung KOH memiliki sensitivitas namun sensitifitasnya dan
dan spesifisitas yang lebih rendah spesifisitasnya rendah. Pada
serta hasil negatif palsu sekitar l5%- pengecatan dengan Peridoc Acid–
30%, namun teknik ini memiliki Schiff, jamur akan tampak merah
kelebihan tidak membutuhkan muda atau dengan menggunakan
peralatan yang spesifik, lebih murah pengecatan methenamin silver, jamur
dan jauh lebih cepat bila akan tampak coklat atau hitam.12
dibandingkan dingan kultur. Dengan e. Lampu wood
alasan ini modifikasi teknik Penggunaan lampu wood
pemeriksaan sediaan langsung menghasilkan sinar ultraviolet 360
dibutuhkan untuk meningkatkan nm, (atau sinar “hitam”) yang dapat
manfaat penggunaannya secara digunakan untuk membantu evaluasi
rutin.3 penyakit kulit dan rambut. Dengan
c. Kultur jamur lampu Wood, pigmen fluoresen dan
Kultur jamur merupakan metode perbedaan warna pigmentasi melanin
diagnostik yang lebih spesifik namun yang subtle bisa divisualisasi. Lampu
membutuhkan waktu yang lebih lama wood bisa digunakan untuk
dan memiliki sensitivitas yang rendah, menyingkirkan adanya eritrasma
harga yang lebih mahal dan biasanya dimana akan tampak floresensi merah
digunakan hanya pada kasus yang bata.6
berat dan tidak berespon pada
Penatalaksanaan tinea kruris berupa
pengobatan sistemik. Kultur perlu
terapi medikamentosa dan non-
dilakukan untuk menentukan
medikamentosa. Penatalaksanaan
spesiesnya karena semua spesies
medikamentosa dapat dimulai
dermatofita tampak identik pada
berdasarkan hasil pemeriksaan
sediaan langsung.2 Metode dengan
mikroskopik langsung pada sampel kulit.
kultur jamur menurut Summerbell
Pemeriksaan mikroskopik tidak dapat
dkk. di Belanda pada tahun 2005
membedakan spesies namun umumnya
bahwa kultur jamur untuk
semua spesies dermatofit diyakini
onikomikosis memiliki sensitivitas
J MAJORITY | Volume 4 Nomor 2 | Januari 2015 | 125
Tanti Yossela │ Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris

memberikan respon yang sama terhadap Infeksi dermatofitosis dapat pula diobati
terapi anti jamur sistemik dan topikal yang dengan terapi sistemik. Beberapa indikasi
ada.3 terapi sistemik dari infeksi dermatofita
antara lain:8
Tabel 1. Terapi topikal dan sistemik pada
a. Infeksi kulit yang luas.
dermatofita9
b. Infeksi kulit yang gagal dengan
Azoles Allyla Lainnya
(fungist mines
terapi topikal.
atic) (fungic c. Infeksi kulit kepala.
idal) d. Granuloma majocchi.
Topikal Miconaz Terbin Ciclopirox e. Onychomicosis dengan melibatkan
ole afine olamine lebih dari 3 buah kuku.
Clotrima (fungicida
zole l) Medikamentosa pada tinea kruris,
Ketocon Tolnaftat termasuk:8
azole e a. Griseovulfin: pada masa sekarang,
Oxicona Haloprogi dermatofitosis pada umumnya dapat
zole n
diatasi dengan pemberian griseovulvin.
Econazo
Obat ini bersifat fungistatik. Secara
le
Sistemik Ketocon Terbin Griseofulv
umum griseovulfin dalam bentuk fine
azole afine in particle dapat diberikan dengan dosis
Itracona (fungistati 0,5 – 1 untuk orang dewasa dan 0,25 –
zole c) 0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 –
Flucona 25 mg per kg berat badan. Lama
zole pengobatan bergantung pada lokasi
penyakit, penyebab penyakit dan
Pada kebanyakan kasus tinea kruris keadaan imunitas penderita. Setelah
dapat dikelola dengan pengobatan sembuh klinis di lanjutkan 2 minggu
topikal. Namun, steroid topikal tidak agar tidak residif.
direkomendasikan. Agen topikal memiliki
b. Butenafine adalah salah satu antijamur
efek menenangkan, yang akan
topikal terbaru diperkenalkan dalam
meringankan gejala lokal. Terapi topikal
pengobatan tinea kruris dalam dua
untuk pengobatan tinea kruris termasuk:
minggu pengobatan dimana angka
terbinafine, butenafine, ekonazol,
kesembuhan sekitar 70%.
miconazole, ketoconazole, klotrimazole,
ciclopirox. Formulasi topikal dapat c. Flukonazol (150 mg sekali seminggu)
membasmi area yang lebih kecil dari selama 4-6 minggu terbukti efektif
infeksi, tetapi terapi oral diperlukan di dalam pengelolaan tinea kruris dan
mana wilayah infeksi yang lebih luas yang tinea corporis karena 74% dari pasien
terlibat atau di mana infeksi kronis atau mendapatkan kesembuhan.
berulang.11 Infeksi dermatofita dengan
krim topikal antifungal hingga kulit bersih d. Itrakonazol dapat diberikan sebagai
(biasanya membutuhkan 3 sampai 4 dosis 400 mg / hari diberikan sebagai
minggu pengobatan dengan azoles dan 1 dua dosis harian 200 mg untuk satu
sampai 2 minggu dengan krim terbinafine) minggu.
dan tambahan 1 minggu hingga secara
klinis kulit bersih.8
J MAJORITY | Volume 4 Nomor 2 | Januari 2015 | 126
Tanti Yossela │ Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris

e. Terbinafine 250 mg / hari telah potasium hidroksida (KOH). Dan


digunakan dalam konteks ini klinis pemeriksaan metode kuktur jamur
dengan rejimen umumnya 2-4 minggu. dapat dilakukan namun membutuhkan
waktu yang lama.
f. Itrakonazol diberikan 200 mg / hari
3. Penatalaksanaan infeksi dermatofita
selama 1 minggu dianjurkan, meskipun
dapat diobati dengan medikamentosa
rejimen 100 mg / hari selama 2 minggu
agen antifungal topikal ataupun
juga telah dilaporkan efektif.
sistemik, non medikamentosa seperti
g. Ketokonazol bersifat fungistatik. Pada menggunakan pakaian yang menyerap
kasus resisten terhadap griseovulfin keringat, mengeringkan tubuh setelah
dapat diberikan obat tersebut mandi atau berkeringat, dan
sebanyak 200 mg perhari selama 10 membersihkan pakaian yang
hari – 2 minggu pada pagi hari setelah terkontaminasi
makan. Selama terapi 10 hari,
gambaran klinis memperlihatkan DAFTAR PUSTAKA
makula hipopigmentasi dan 1. Adiguna MS. Update treatment in inguinal
hiperpigmentasi. Pemeriksaan ulang intertrigo and its differential. Denpasar:
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana;
KOH 10% dapat tidak ditemukan 2011.
kembali. 2. Wiratma MK. Laporan kasus tinea kruris pada
penderita diabetes melitus. Denpasar :
Penatalaksanaan tinea kruris tidak hanya Fakultas Kedokteran Universitas Udayana;
diselesaikan secara medikamentosa, 2011.
3. Paramata NR, Maidin A, Massi N. The
namun dapat juga dilakukan secara Comparison of Sensitivity Test of Itraconazole
nonmedikamentosa dan pencegahan dari Agent The Causes of Dermatophytosis in
kekambuhan penyakit sangat penting Glabrous Skin In Makassar. Makassar: Bagian
dilakukan, seperti mengurangi faktor Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
predisposisi, yaitu menggunakan pakaian Hasanudin. Makassar; 2009.
4. Abdelal EB, Shalaby MAS, Abdo HM,
yang menyerap keringat, mengeringkan Alzafarany MA, Abubakr AA. Detection of
tubuh setelah mandi atau berkeringat, dermatophytes in clinically normal extra-
dan membersihkan pakaian yang crural sites in patients with tinea cruris. The
9 Gulf Journal of Dermatology and
terkontaminasi.
Venereology. 2013; (20)1: 31-9.
5. Agustine R. Perbandingan sensitivitas dan
SIMPULAN spesifisitas pemeriksaan sediaan langsung
1. Tinea kruris merupakan dermatofitosis koh 20% dengan sentrifugasi dan tanpa
sentrifugasi pada tinea kruris. [Tesis]. Padang:
yang sering ditemukan pada kulit lipat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas;
paha, genitalia, daerah pubis, perineum 2012.
dan perianal. 6. Hidayati NA, Suyoso S, Hinda D, Sandra E.
2. Penegakan diagnosis ditegakkan Mikosis superfisialis di divisi mikologi unit
berdaraskan gejala klinis tinea kruris rawat jalan penyakit kulit dan kelamin rsud
dr. Soetomo surabaya tahun 2003–2005.
yang khas adalah gatal yang meningkat Surabaya: Department Kesehatan Kulit dan
saat berkeringat, dengan bentuk lesi Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
polisiklik / bulat berbatas tegas, Airlangga. 2009; 21(1)1-8.
efloresensi polimorfik, dan tepi lebih 7. Yadav A, Urhekar AD, Mane V, Danu MS, Goel
aktif. Terdapatnya hifa pada sediaan N, Ajit KG. Optimization and isolation of
dermatophytes from clinical samples and in
mikroskopis dengan pemeriksaan vitro antifungal susceptibility testing by disc
J MAJORITY | Volume 4 Nomor 2 | Januari 2015 | 127
Tanti Yossela │ Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris

diffusion method. Journal of Microbiology


and Biotechnology. 2013; 2(3)19-34.
8. Haber M. Dermatological fungal infections.
Canadian Journal of Diagnosis University of
Calgary’s. 2007.
9. Risdianto A, Kadir D, Amin S. Tinea corporis
and tinea cruris cause by trichophyton
mentagrophytes type granular in asthma
bronchiale patient. Department of
Dermatovenereology Universitas
Hasanuddin. 2013.
10. Gupta KA, Cooper EA. Update in antifungal
therapy of dermatophytosis. Mycopathologia
166. 2008; p. 353-67.
11. Nadalo D, Montoya C. What is the best way
to treat tinea kruris?. The journal of Family
Practice. 2006; 55(3): 256-7.
12. Wiederkehr M. Tinea cruris. [Online]. 2014 Jul
21 [cited 2014 Des 5]; Available from:
URL:http://emedicine.medscape.com/article/
1091806

J MAJORITY | Volume 4 Nomor 2 | Januari 2015 | 128

Anda mungkin juga menyukai