Oleh:
Pembimbing:
dr. Bermansyah, Sp.B-Sp.B TKV(K)FCSI
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Topik
PATENT DUCTUS ARTERIOSUS
Oleh
Fadhila Khairunnisa, S.Ked 04084821820040
Bianca Dwinta Daryanto, S.Ked 04084821820041
Pembimbing
dr. Bermansyah, Sp.B-Sp.B TKV(K)FCSI
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya / Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang periode 15 April-20 Mei 2019.
Segala puji syukur kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan topik “Patent Ductus Arteriosus”. Di
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Bermansyah, Sp.B-Sp.B TKV(K)FCSI selaku pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Bedah FK UNSRI-RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini, sehingga laporan kasus ini dapat
diselesaikan oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Duktus arteriosus persisten adalah suatu keadaan duktus arteriosus yang tetap terbuka lebih
dari 15 jam setelah bayi lahir. Secara umum, angka kejadian DAP 1 per 2500-5000 kelahiran
hidup pada bayi cukup bulan, 8 per 1000 kelahiran hidup pada bayi prematur dan merupakan
9-12% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Duktus arteriosus persisten sering dijumpai pada
bayi prematur, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi. Pada bayi berat
badan kurang dari 1500 gram dan mengalami distress pernafasan kira-kira 40% mengalami
duktus yang tetap terbuka. Pada bayi dengan berat badan kurang dari 1000 gram insidensinya
mencapai 80%. Insidensi DAP tampaknya berhubungan terbalik dengan berat badan lahir dan
umur kehamilan.
Komplikasi yang sering terjadi pada PDA adalah gagal jantung, disfungsi renal,
Necrotizing Enterocolitis, perdarahan intra ventrikular, gangguan nutrisi dan perkembangan,
dan juga merupakan faktor risiko berkembangnya penyakit paru kronis. Gejala dan tanda yang
timbul akibat komplikasi PDA tergantung dari besarnya (diameter) ukuran lubang dan status
kardiovaskular pada pasien. Pasien dengan PDA dapat ditemukan tanpa gejala (tidak tampak
secara klinis tetapi dapat terdiagnosis secara tidak sengaja dengan echocardiography (ECHO)
yang dilakukan saat pemeriksaan lain yang berukuran kecil, sedang atau besar. Penutupan DAP
diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian. Penelitian-penelitian
terdahulu menyatakan bahwa operasi penutupan DAP menurunkan angka kematian bayi karena
dapat mengurangi lama penggunaan ventilator, memperbaiki hemodinamika, dan memperbaiki
compliance paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batas-batas jantung:
Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI)
Kiri : ujung ventrikel kiri
Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri
Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis
Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang
diafragma sampai apeks jantung
Superior : apendiks atrium kiri
Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat
katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar
darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup
trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup
pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal, katup mitral
yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di
antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leaflet
anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet). Jantung
dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung.
Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit
menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal
atas, mensuplai kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidaK mempunyai
persarafan somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan
dipersepsi sebagai nyeri.
Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan
berasal dari sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan
apendiks atrium kanan, turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan
interventrikuler posterior. Pada 85% pasien arteri berlanjut sebagai arteri
posterior desenden/ posterior decendens artery (PDA) disebut dominan kanan.
Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi arteri
anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD) interventrikuler dan
sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung. 9 Mayoritas
darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus
koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara
morfologi berhubungan dengan atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.
a. Katup Jantung
2.2.1 Definisi
2.2.2 Etiologi
• Ibu alkoholisme.
b. Faktor Genetik :
PDA sering ditemukan pada bayi prematur dengan berat badan lahir rendah.
PDA terdapat sekitar 5-10% dari seluruh penyakit jantung bawaan, tidak termasuk
bayi prematur. Kebanyakan dijumpai pada anak perempuan dibandingkan anak laki-
laki dengan rasio 3:1.
2.2.3 Faktor Resiko
Faktor yang menyebabkan PDA tidak dimengerti sepenuhnya. Prematuritas
secara jelas meningkatkan insidensi PDA dan hal ini lebih disebabkan oleh faktor-
faktor fisiologis yang berhubungan dengan prematuritas dari pada abnormalitas
duktus. Pada bayi cukup bulan, kasus lebih sering terjadi secara sporadik, tetapi
terdapat peningkatan bukti bahwa faktor genetis berperan pada pasien dengan
PDA. Sebagai tambahan, faktor-faktor lain seperti infeksi prenatal juga memiliki
peran.
PDA lebih sering terjadi pada sindroma-sindroma genetik tertentu, termasuk
dengan perubahan kromosom yang diketahui seperti trisomy 21 dan sindroma 4p,
mutasi gen tunggal seperti sindroma Carpenter dan sindroma Holt-Oram, mutasi
terkait kromosom X seperti incontinentia pigmenti. Infeksi rubela pada kehamilan
trimester pertama, terutama pada empat minggu pertama berhubungan dengan
insidensi PDA.
e. Takikardi.
g. Tanda khas pada denyut nadi berupa pulsus seler yang disebut “water
hammer pulse”, hal ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada
waktu systole maupun diastole, sehingga didapat tekanan nadi yang
besar/ menonjol dan meloncat-loncat.
Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan secara
utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan
darah dari paru-paru fetus yang tidak berfungsi melalui hubungannya dengan arteri
pulmonal utama dan aorta desendens proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut
menyebabkan darah dengan konsentrasi oksigen yang cukup rendah untuk dibawa
dari ventrikel kanan melalui aorta desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi
pertukaran udara. Sebelum kelahiran, kira-kira 90% curahan ventrikel mengalir
melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan
berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan, termasuk gagal jantung
kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan akan menjadi
ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup bulan.
Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi
kompleks dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi prostaglandin E2,
penurunan respetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia
dinding pembuluh dari duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari
prostaglandin dan nitrik oksida di dalam dinding duktus.
Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen fetus yang
rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari metabolisme asam
arakidonat oleh COX dengan PGE2 yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling
hebat di antara prostanoid lain. Relaksasi otot polos dari duktus arteriosus berasal
dari aktivasi reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi
reseptor prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk akumulasi siklik
adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan myosin rantai
ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi dan patensi dukt us arteriosus.
Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus menutup
sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan sirkulasi PGE2 dan
prostasiklin. Seiring terjadinya peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium
dependen voltase pada otot polos terinhibisi. Melalui inhibisi tersebut, influx
kalsium berkontribusi pada konstriksi duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh
oksigen tersebut gagal terjadi pada bayi kurang bulan dikarenakan ketidakmatangan
reseptor perabaan oksigen. Kadar dari PGE2 dan PGI1 berkurang disebabkan oleh
peningkatan metabolisme pada paru-paru yang baru berfungsi dan juga oleh
hilangnya sumber plasenta. Penurunan dari kadar vasodilator tersebut menyebabkan
duktus arteriosus berkontriksi. Faktor-faktor tersebut berperan dalam konstriksi otot
polos yang menyebabkan hipoksia iskemik dari dinding otot bagian dalam duktus
arteriosus.
Selagi duktus arteriosus berkonstriksi, area lumen berkurang yang
menghasilkan penebalan dinding pembuluh dan hambatan aliran melalui vasa
vasorum yang merupakan jaringan kapiler yang memperdarahi sel-sel luar pembuluh.
Hal ini menyebabkan peningkatan jarak dari difusi untuk oksigen dan nutrisi,
termasuk glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat yang menghasilkan sedikit
nutrisi dan peningkatan kebutuhan oksigen yang menghasilkan kematian sel.
Konstriksi ductal pada bayi kurang bulan tidak cukup kuat. Oleh karena itu, bayi
kurang bulan tidak bias mendapatkan hipoksia otot polos, yang merupakan hal utama
dalam merangsang kematian sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan
permanen duktus arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang
berasal dari hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus kurang bulan
dibandingkan dengan yang cukup bulan, sehingga menyebabkan lebih lanjut
terhadap resistensi penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan.
Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen, namun vasa
vasorum juga merupakan pemberi nutrisi penting pada dinding luar duktus. Vasa
vasorum berkembang ke dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 μm dari
dinding luar duktus. Jarak antara lumen dan vasa vasorum disebut sebagai zona
avascular dan melambangkan jarak maksimum yang mengizinkan terjadinya difusi
nutrisi. Pada bayi cukup bulan, zona avascular tersebut berkembang melebihi jarak
difusi yang efektif sehingga menyebabkan kematian sel. Pada bayi kurang bulan,
zona avaskuler tersebut tidak mengembang secara utuh yang menyebabkan sel tetap
hidup dan menyebabkan terjadinya patensi duktus. Apabila kadar PGE2 dan
prostaglandin lain menurun melalui inhibisi COX, penutupan dapat terfasilitasi.
Sebagai hasil dari deficit nutrisi dan hipoksia iskemi, growth factor endotel vaskular
dan kombinasinya dengan mediator peradangan lain menyebabkan remodeling dari
duktus arteriosus menjadi ligament non kontraktil yang disebut ligamentum
arteriosum.
Duktus arteriosus terbuka selama kehidupan janin intrauterin. Ini adalah
kebocoran yang terjadi di luar jantung, yaitu antara a. Pulmonalis dengan aorta.
Kedua pembuluh darah besar ini dihubungkan dengan pembuluh darah kecil, duktus
arteriosus Botalli. Bila bayi dilahirkan, maka duktus ini tidak lama kemudian akan
menutup. Bila duktus ini tetap terbuka, maka kelainan ini disebut Patent Ductus
Arteriosus (PDA). Duktus ini berukuran kecil sampai besar. Darah dari aorta akan
mengalir melalui duktus ini ke dalam a. Pulmonalis (L-R shunt). Pada PDA yang
cukup besar, volume darah di dalam arteria pulmonalis menjadi lebih besar. Jumlah
darah di atrium kiri bertambah dan menyebabkan dilatasi. Ventrikel kiri, disamping
volume darahnya yang bertambah, harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi
hipertrofi. Darah yang dipompa ke dalam aorta asendens biasa, tetapi setelah
melampaui duktus arteriosus jumlah darah ini berkurang, sehingga aorta desenden
menjadi lebih kecil.
Pada PDA yang mengambil peranan adalah a. pulmonalis, vena pulmonalis,
atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta. Selama sirkulasi dalam paru-paru berjalan
normal, ventrikel kanan tidak mengalami perubahan. Tetapi bila PDA itu besar, maka
ventrikel kanan mengalami dilatasi.
Bila kemudian timbul hipertensi pulmonal, maka ventrikel kanan ini menjadi
hipertrofi disamping dilatasi. Peningkatan tekanan di a. Pulmonalis dapat berakibat
pembalikan dari arus kebocoran dengan tanda-tanda Eisenmenger.
2.2.6 Diagnosis
1. Radiologi
Pada simpel PDA gambaran radiografi tergantung pada ukuran defeknya. Jika
defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak membesar. Jika defeknya besar kedua
atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak membesar.
2. Elektrokardiografi
Pada gambaran EKG bisa terlihat normal atau mungkin juga terlihat manifestasi
dari hipertrofi dari ventrikel kiri. Hal tersebut tergantung pada besar defeknya. Pada
pasien dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru,
hipertrofi pada kedua ventrikel data tergambarkan melalui EKG atau dapat juga terjadi
hipertrofi ventrikel kanan saja.
3. Ekokardiografi
Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat melihat visualisasi secara langsung dari
duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung drajat dari defek tersebut.
Pada bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari ekokardiografi untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi shunt dari kiri ke kanan.
2.2.9 Prognosis
Pasien dengan simple PDA dan defek ringan sampai sedang biasanya
dapat bertahan tanpa tindakan pembedahan walaupun pada tiga sampai empat
dekade kehidupan biasanya muncul gejala seperti mudah lelah, sesak nafas bila
beraktifitas dan exercise intolerance dapat muncul. Hal tersebut merupakan
konsekuensi dari hipertensi pulmonal atau gagal jantung kongestif.
Penutupan PDAsecara sepontan masih dapat terjadi sampai umur 1 tahun.
Hal ini biasanya terjadi pada bayi kurang bulan. Setelah umur 1 tahun penutupan
secara sepontan jarang di temukan karena di sebabkan terjadinya endokarditis
sebagai komplikasi yang paling berpotensi.
Prognosis untuk pasien dengan defek yang besar atau hipertensi pulmonal
tidak baik dan terjadi keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan,
pneumonia yang berulang dan gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien
PDA dengan defek besar walaupun masih dalam usia baru lahir perlu dilakukan
operasi penutupan PDA segera.
BAB III
KESIMPULAN
Patent Duktus Arteriosus adalah sebuah kondisi dimana duktus arteriosus yang
seharusnya menutup dalam rentang waktu normal, tetap dalam keadaan terbuka
hingga otomatis mengganggu fungsi normal jantung. Kelainan Jantung Bawaan
PDA umumnya ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada bayi normal
dengan perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap tahunnya.
Gejala dan tanda-tanda yang muncul pada pasien dengan PDA tergantung dari
seberapa besar bukaan yang terjadi pada PDA. Semakin besar bukaan yang terjadi
semakin berat gejalanya dan komplikasi yang akan terjadi.
Ada beberapa metode pengobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk
mengatasi gangguan fungsi jantung pada PDA, dan sangat bergantung dari ukuran
bukaan pada duktus dan yang utama usia pasien. Pemberian obat-obatan secara oral
bisa dilakukan untuk membuat duktus mengkerut dengan sendirinya. Apabila
berhasil maka bisa proses pembedahanpun bisa dihindari. Tetapi bila tidak berhasil
dengan pemberian obat-obatan secara oral, dan kondisi PDA memperburuk
kesehatan pasien secara umum, maka akan dilakukan operasi.
Pasien dengan PDA kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak ada
gejala. Pengobatan termasuk pembedahan pada PDA yang besar umumnya berhasil
dan tanpa komplikasi sehingga memungkinkan seseorang untuk hidup dengan
normal.
Azhar, Ahmad S et al. 2009. Transcatheter closure of patent ductus arteriosus: Evaluating
the effect of the learning curve on the outcome: Ann Pediatr Cardiol. 2009 Jan-
Jun;2(1):36–40.
Bernstein, Daniel. 2008. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Kedokteran.
EGC.
Clyman, Ronald I. 2012. Patent ductus arteriosus: are current neonatal treatment options
better or worse than no treatment at all?. California San Francisco
Desalina, B., Putra, S.T., Suradi, R., 2004. Prevalence of Patent Ductus Arteriosus in
Premature Infants at the Neonatal Ward, Cipto Mangukusumo Hospital, Jakarta.
Jakarta: Paedatrica Indonesiana
Kardiologi. Dalam: Buku Ajar UI kardiologi. FKUI:Jakarta; 2001:227.
Kim, Luke K. 2012. Patent Ductus Arteriosus. New York: Medscape
Kosim, M Sholeh et al. 2009. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: IDAI
Kumar, RR. 2008. Coil Occlusion of the Large Patent Ductus Arteriosus. Pediatr Cardiol.
L. Rehn. Jantung, Pembuluh darah, dan Limfe. Dalam: De Jong Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.4,
Vol. 2. Jakarta: ECG; 2014: 555-557.
Min Ko, Seong et al. 2013. Primary Surgical Closure Should Be Considered in Premature
Neonates with Large Patent Ductus Arteriosus: Korean J Thorac Cardiovasc Surg.
2013 June; 46(3): 178–184. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3680602
Park K, et al. 2012. A case of patent ductus arteriosus with congestive heart failure in a
80-year-old man. Seoul, Korea: PubMed.
Rahayuningsih, et al. 2004. Terapi Nonsteroid Anti Inflammatory Drug pada Bayi
Prematur dengan Duktus Arteriosus Persisten. Bandung.
Rudolph, A. 2009. Congenital Diseases of the Heart . San Fransisco, CA, USA: Wiley-
Blackwell.
Schneider, Douglas J et al. 2013. Patent Ductus Arteriosus. Congenital Heart Disease for
the Adult Cardiologist .
Schumacher, Kurt R. 2011. Patent ductus arteriosus. US: PubMed.
Sekar KC, 2008. Treatment of patent ductus arteriosus: indomethacin or ibuprofen?. USA:
PubMed.
Sondheimer, et al. 2007. Lange: Current Pediatric Diagnosis and Treatment in Pediatrics,
Eighteenth Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies.
Sri Endah Rahayuningsih, Dkk. Terapi Nonsteroid Anti Inflammatory Drug Nonsteroid Anti
Inflammatory Drug Pada Bayi Prematur Dengan Duktus Arteriosus Persisten Bayi
Prematur Dengan Duktus Arteriosus Persisten. Sari Pediatri Vol. 6, No. 2; 2004:71-74.