Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keperawatan secara holistik akan memendang masalah yang di hadapi pasien
melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Masalah yang di hadapi oleh pasien yang mengalami amputasi tidak hanya
pada upaya memnuhi kebutuhan fisik semata, tetapi lebih dari itu, perawat
berusaha untuk mempertahankan intregitas diri pasien secara utuh, sehingga
tidak menimbulkan komplikasi fisik selama kegiatan intraoperatif, tidak
mengakibatkan gangguan mental, pasien dapat menerima dirinya secara utuh
dan diterima dalam masyarakat.(Harnawatia, 2008)

Amputasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan


seluruh tubuh dengan mengorbankan bagian tubuh yang lain. Terdapat
berbagai sebab mengapa dilakukan amputasi. 70% amputasi dilakukan karena
penyumbatan arteri yang sebagian besar disebabkan oleh diabetes militu, 3%
amputasi dilakukan karena adanya trauma, 5% amputasi dilakukan karena
adanya tumior dan 5% lainnya karencacat kongenital.

Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien


dari pada kehilangan ekstemitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai
fungsi yang sangat spesial .Amputansi dapat di anggap sebagai jenis
pembedahan rekonstruksi dratis dan di gunakan untuk menghilangkan gejala
memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kwalitas hidup
pasien. Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikai dengan gaya positif
maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan
berpatisipasi aktif dalam rencana rehabilitas karena kehilangan ekstremitas
memerlukan penyusuaian besar. Persepsi pasien mengenai amputasi harus di
pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan
adanya perubahan citra diri permanen, yang harus di selaraskan sedemikian
rupa sehingga tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat
perubahan citra tubuh.

1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem musculoscletal?
1.2.2. Apa saja faktor predisposisi amputansi ?
1.2.3. Bagaimana metode amputansi ?
1.2.4. Apa saja jenis jenis amputansi ?
1.2.5. Bagaimana menifestasi klinik amputansi ?
1.2.6. Bgaimana pemeriksaan fisik diagnostik amputansi?
1.2.7. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan amputansi?
1.2.8. Bagaimana komplikasi amputansi ?
1.2.9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan amputasi?

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar amputansi dan asuhan keperwatan
pada pasien amputasi

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pengertian amputansi
2. Mengetahui faktor predisposisi amputansi
3. Mengetahui metode amputansi
4. Mengetahui jenis jenis amputansi
5. Mengetahui menifestasi klinik amputansi
6. Mengetahui pemeriksaan fisik diagnostik amputansi
7. Mengetahui pencegahan amputansi
8. Mengetahui Bagaimana penalatalaksanaan amputansi
9. Mengetahui komplikasi amputansi
10. Mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien amputansi

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Anatomi Fisiologi Sistem Musculoscletal

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung


jawab terhadap pergerakan. Komponen utama system musculoskeletal adalah
jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligament,
bursae, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur
ini.
2.1.1. Tulang
1. Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang
adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang
banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-
garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi
sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua
kelompok yaitu axial skeleton dan appendicular skeleton.

3
1. Axial Skeleton (80 tulang)
Tengkorak 22 buah tulang
Tulang cranial (8 tulang) Frontal 1
Parietal 2
Occipital 1
Temporal 2
Sphenoid 1
Ethmoid 1
Tulang fasial (13 tulang) Maksila 2
Palatine 2
Zygomatic 2
Lacrimal 2
Nasal 2
Vomer 1
Inferior nasal concha 2
Tulang mandibula (1 tlng) 1
Tulang telinga tengah Malleus 2 6 tulang
Incus 2
Stapes 2
Tulang hyoid 1 tulang
Columna vertebrae Cervical 7 26 tulang
Thorakal 12
Lumbal 5
Sacrum (penyatuan dari
5 tl) 1
Korkigis (penyatuan dr
3-5 tl) 1
Tulang rongga thorax Tulang iga 24 25 tulang
Sternum
1
2. Appendicular Skeleton (126 tulang)
Pectoral girdle Scapula 2 4 tulang
Clavicula 2
Ekstremitas atas Humerus 2 60 tulang
Radius 2
Ulna 2
Carpal 16
Metacarpal 10
Phalanx 28

4
Pelvic girdle Os coxa 2 (setiap os 2 tulang
coxa terdiri dari
penggabungan 3 tulang)
Ekstremitas bawah Femur 2 60 tulang
Tibia 2
Fibula 2
Patella 2
Tarsal 14
Metatarsal 10
Phalanx 28
Total 206 tulang
Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
 Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh
 Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh
kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu
system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang
melekat padanya.
 Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen
lain
 Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit
dalam sumsum merah tulang tertentu.

2. Struktur tulang

Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :


 Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
 Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
 Tulang pipih pada tengkorak dan iga
 Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra,
tulang-tulang wajah, dan rahang.

3. Perkembangan dan pertumbuhan tulang

Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :


 Tulang didahului oleh model kartilago.

5
 Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model
korpus. Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel
kartilago mati dan meninggalkan ruang-ruang.
 Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh
sel-sel pembentuk tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan
oleh sel-sel pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam
lapisan tak teratur dalam bentuk kartilago.
 Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai
memisah pada epifisis yang menghasilkan tiga pusat osifikasi.
 Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran
kartilago yang sehat dan hidup antara pusat osifikasi. Pada
metafisis sel-sel kartilago memisah secara vertical. Pada awalnya
setiap sel meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong sel-
sel yang lebih tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua runag
mebesar untuk membentuk lorong-lorong vertical dalm kartilago
yang mengalami degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel
pembentuk tulang.
 Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika
epifisis berfusi dengan korpus.
 Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral
dan hormon.
2.1.2. Sendi

Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih


tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot.
Sendi diklasifikasikan sesuai dengan strukturnya.
 Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang
dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini
biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak.
 Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)

6
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan
dihubungkan oleh jaringan fibrosa kuat yang tertanam kedalam
kartilago misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis.
Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.
 Sendi synovial (diartrodial)
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya
memungkinkan gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku,
pergelangan tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial secara
relatif tidak bergerak (mis., sendi sakroiliaka). Sendi ini
dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan membran
sinovial tipis.

2.1.3. Otot Rangka


Otot (musculus) merupakan suatu organ atau alat yang memungkinkan
tubuh dapat bergerak. Ini adalah suatu sifat penting bagi organisme.
Gerak sel terjadi karena sitoplasma mengubah bentuk. Pada sel – sel,
sitoplasma ini merupakan benang – benang halus yang panjang disebut
miofibril. Kalau sel otot mendapat rangsangan maka miofibril akan
memendek. Dengan kata lain sel otot akan memendekkan dirinya
kearah tertentu (berkontraksi).
Ciri-ciri otot yaitu :
 Kontraktilitas
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau
mungkin juga tidak melibatkan pemendekan otot. Serabut akan
terolongasi karena kontraksi pada setiap diameter sel berbentuk
kubus atau bulat hanya akan menghasilkan pemendekan yang
terbatas.
 Eksitabilitas
Serabut otot akan merespon dengan kuat jika distimulasi oleh
implus saraf.
 Ekstensibilitas

7
Serabut otot memiliki kemampuan untuk meregang melebihi panjang
otot saat relaks.
 Elastilitas
Serabut otot dapat kembali ke ukurannya semula setelah berkontraksi
atau meregang.

2.2. Konsep Amputasi


2.2.1 Pengertian
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung”.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan
bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir
manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau
manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien
secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat
menimbulkan komplikasi infeksi (Daryadi, 2012).

Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa


sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem
muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat
menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa
penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

2.2.2 Penyebab/ Faktor predisposisi terjadinya amputasi


Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :

1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat


diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota
tubuh lainnya.

8
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara
konservatif.
6. Deformitas organ.

2.2.3 Metode Amputasi

Amputansi di lakukan sebagian kecil samapi dengan sebagian


besar dari tubuh dengan metode :
1. Metode terbuka guilottone amputasi ) metode ini di lakukan pada
klien dengan infeksi yang mengembang atau berat di mana
pemotongan di lakukan pada tinggkatyang samabentuknya benar
benar terbuka dan di pasang drainage agar luka bersih dan luka
dapat di tutup setelah infeksi
2. Metode tertutup di lakukan dalam kondisi yang lebih mungkin
pada metode ini kulit tepi ditarik atau di buat skalfuntuk menutupi
luka pada atas ujung tulang dan di jahit pada daerah yang di
amputansi

2.2.4 Jenis Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi menurut (Brunner & Suddart


2001), dibedakan menjadi :
1. Amputasi Elektif/Terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-
menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan
alternatif terakhir
2. Amputasi Akibat Trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki
kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi Darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat

9
seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan
kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi secara umum menurut (Daryadi,2012), adalah :
1. Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat
dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
2. Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih
memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka
yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah
potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan
pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka
operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan
otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan
persiapan untuk penggunaan protese (mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang
mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan
pada klien sesuai dengan kompetensinya.

2.2.5 Manifestasi

Manifestasi klinik yang dapat di temukan pada pasien dengan


post operasi amputasi antara lain ;
1. Nyeri akut
2. Keterbatasan fisik
3. Pantom snydrome
4. Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
5. Adanya gangguan citra tubuh mudah marah , cepat tersinggung
pasien cenderung berdiam diri

2.2.6 Patofisologi

10
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Daryadi,2012), pemeriksaan diagnostik pada klien
Amputasi meliputi :
1. Foto rongent
Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2. CT san

11
Mengidentifikasi lesi neoplestik, osteomfelitis, pembentukan
hematoma
3. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah mengevaluasi
perubahan sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu
memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah
amputansi
4. Kultur luka mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme
penyebab
5. Biopsy mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna
6. Led peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
7. Hitung darah lengkap / deferensial peningian dan perpindahan ke
kiri di duga proses infeksi

2.2.8 Pencegahan
Ada beberapa pencegahan amputasi antara lain :
1. Mengajarkan klien tentang hidup sehat
2. Pemeriksaan teraratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus
dan mengerjakan perawatan kaki
3. Memberitahu kebiasaan berkendara yang aman
4. Penggunaan mesin industri dengan prinsip K-3

2.2.9 Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan pada amputasi antara lain :
1. Tingkatan amputasi
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat
mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi
ditentukan berdasarkan dua faktor : peredaran darah pada bagian
itu dan kegunaan fungsional misalnya (sesuai kebutuhan
protesis), status peredaran darah eksterimtas dievaluasi melalui
pemerikasaan fisik dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat
penting untuk penyembuhan.Floemetri dopler penentuhan
tekanan darah segmental dan tekanan persial oksigen perkutan

12
(pa02). Merupakan uji yang sangat berguna angiografi dilakukan
bila refaskulrisasi kemungkinan dapat dilakukan
Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak
mungkin tujuan ekstrmitas konsisten dengan pembasmian proses
penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang
diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi
prostesis Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang
ditimbulkan akan menigktkan dan mengunaka kursi roda ke
prostesis maka pemantauan kardivaskuler dan nutrisi yang kuat
sangat penting sehingga batas fisiologis dan kebutuhan dapat
seimbang.
2. Penatalaksanaan sisa tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka
amputasi menghasilkan sisa tungkai puntung yang tidak nyeri
tekan dan kuli yang sehat untuk pengunaan prostesis, lansia
mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan luka karena
nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya.

Perawatan pasca amputasi


1. Pasang balut steril tonjolan-tonjolan hilang dibalut tekan
pemasangan perban elastis harus hati-hati jangan sampai
konstraksi putung di proksimlnya sehingga distalnya iskemik
2. Meningikan pungtung dengan mengangkat kaki jangan ditahn
dengan bantal sebab dapat menjadikan fleksi kontraktur pada
paha dan lutut
3. Luka ditutup drain diangkat setelah 48-72 jam sedangkan putung
tetap dibalut tekan, angkta jahitan hari ke 10 sampai 11
4. Amputasi bawah lutut tidak boleh mengantung dipinggir tempat
tidur atau berbaring atau duduk lama dengan fleksi lutut
5. Amputasi diatas lutut jangan dipadang bantal diantara paha atau
memberikan abdukasi putung, mengatungnya waktu jalan dengan
kruk untuk mencegah kostruktur lutut dan paha.

13
Penatalaksanaan sisa tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi
menghasilkan sisa tungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang
sehat untuk pengunaan prostesis, lansia mungkin mengalami
keterlambatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan
masalah kesehatan lainnya.

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan infeksi dan kerusakan
kulit.Karena da pembuluh darah besar yang dipotong dapat terjadi
perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan
dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi
traomatika resiko infeksi meningkat peyembuhan luka yang buruk dan
iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kronik.

14
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR, umur,
pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan
masuk RS, cara masuk RS, penanggung jawab.

4.1.2 Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan amputasi keluhan utamanya yaitu
klien mengatakan nyeri pada luka, mengalami gangguan pada
sirkulasi dan neurosensori, serta memiliki keterbatasan dalam
beraktivitas.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kita kaji kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala
(tiba-tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah ada kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma
dan fraktur), kaji apakah ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus,
penyakit jantung, penyakit gagal ginjal dan penyakit paru.
8. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama, kaji apakah ada anggota keluarga yang
merokok ataupun menggunakan obat-obatan.
2.1.3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien
 Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis
 Berat badan : Biasanya normal
 Tinggi badan : Biasanya normal
2. Tanda-Tanda Vital

15
 TD : Biasanya normal (120/80mmHg)
 Nadi : Biasanya normal
 RR : Biasanya normal (18-24 x/i)
 Suhu : Biasanya normal (36-37 °C)
3. Pemeriksaan Head to Toe
 Kepala
Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan kepala
Palpasi : Adanya massa, benjolan ataupun lesi
 Mata
Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek pupil dan
tanda-tanda iritasi
 Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran tympani, adanya
serumen serta pendarahan
 Hidung
Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes penciuman serta
alergi terhadap sesuatu
 Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan tonsil
 Leher
Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar tyroid dan JVP
Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid, adanya massa
atau benjolan
 Thorax / Paru
Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas
Palpasi : Vocal remitus
Perkusi : Batas paru kanan dan kiri
Auskutasi : Suara nafas
 Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri
Auskultasi : Batas jantung I dan II
 Abdomen
Inspeksi : Asites atau tidak
Palpasi : Adanya massa atau nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus
 Kulit
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut atau lesi
dan CRT.
 Ekstremitas

16
Kaji nyeri, kekuatan dan tonus otot

4.2. Diagnosa
Pre operasi
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan
perioperatif.
2. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan
kehilangan akibat amputasi.

Post operasi
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
sekunder terhadap amputasi
2. Gangguan harga diri ( citra tubuh ) berhubungan dengan kehilangan
bagian tubuh

4.3. Intervensi Keperawatan


Pre Operasi
No Tujuan dan
Diagnosa Intervensi Rasional
dx kriteria hasil
1 Kecemasan Setelah 1. Berikan 1.meningkat
berhubungan dilakukan bantuan secara kan rasa
dengan kurang tindakan fisik dan aman dan
pengetahuan keperawatan psikologis, meningkat
tentang selama 1x 24 memberikan kan rasa
kegiatan jam diharapakan dukungan saling
perioperatif Kecemasan pada moral. percaya.
klien berkurang. 2. Jelaskan
Kriteria evaluasi prosedur
: operasi pada 2.Meningkat
-Sedikit klien dengan kan/memp
melaporkan sebaik-baiknya. erbaiki
tentang gugup pengetahu
atau cemas. 3. Berikan HE an/
-Mengungkap pada klien persepsi
kanpemahaman tentang klien.
tentang mengurangi
operasi kecemasan 3.Meningkat
klien . kan rasa
aman dan

17
4. Kolaborasi memungki
dengan tim nkan klien
medis untuk melakukan
mengurangi komunikas
kecemasan. i secara
lebih
terbuka
dan lebih
akurat.

4.untuk
mengurangi
kecemasan
pada klien
agar pasien
lebih
tenang.
2 Berduka yang Tujuan : Klien 1.Anjurkan klien 1.
antisipasi mampu untuk Menguran
(anticipated mendemontrasik mengekspresik gi rasa
griefing) an kesadaran an perasaan tertekan
berhubungan akan dampak tentang dalam diri
dengan pembedahan dampak klien,
kehilangan pada citra diri. pembedahan menghind
akibat Kriteria pada gaya arkan
amputasi. evaluasi: hidup. depresi,
mengungkapkan 2.Berikan meningkat
perasaan bebas, informasi yang kan
tidak takut. adekuat dan dukungan
Menyatakan rasional mental.
perlunya tentang alasan
membuat pemilihan
penilaian akan tindakan 2.Membantu
gaya hidup pemilihan klien
yangbaru. amputasi. mengapai
3.Berikan penerimaa
informasi n terhadap
bahwa kondisinya
amputasi melalui
merupakan teknik
tindakan untuk rasionalisa
memperbaiki si.
kondisi klien
dan
merupakan
langkah awal
untuk

18
menghindari 3.Meningkat
ketidakmampu kan
an atau dukungan
kondisi yang mental.
lebih parah.

4.berikan
dukungan
kepada pasien
tentang
kehilangan
akibat
amputasi

4.untuk
menigkataka
n adaptasi
terhadap
perubahan
citra diri
Post Operasi

Diagnosa Tujuan dan kriteria


No Intervensi Rasional
keperawatan hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. 1.
rasa nyama tindakan Mengobervas memantau
Nyeri keperwatan i tingkat seberapa
berhubungan diharapkan nyeri nyeri, derajat jauh nyeri
dengan insisi hilang / berkurang. nyeri, yang
bedah Kriteria hasil : klasifikasi dirasakan
sekunder -Menyatakan nyeri nyeri. klien
terhadap hilang.
amputasi -Ekspresi wajah
rileks 2.Ajrkan klien 2. untuk
teknik mengurangi
relakasai rasa nyeri
nafas dalam yang
dirasakan
klien

19
3 berikan HE
kepada klien 3.Menguran
untuk gi nyeri
memberikan akibat
tekanan nyeri
lembut panthom
dengan limb
menempatka
n puntung
pada handuk
dan menarik
handuk
dengan
berlahan.
4. kolaborasi 4. Untuk
dengan tim menghilan
medis dalam gkan nyeri
pemberian
analgesik
(kolaboratif ).

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Memanatau 1. pasien


harga tindakan kesiapan yang
diri(citra keperwatan pasien dan memanda
tubuh) diharapkan harga pandagannnya ng
berhubungan diri pasien kembali. terhadap amputasi
dengan Kriteria hasil : amputasi. sebagai
kehilangan - Pasien dapat 2. Dorong rekrotunsi
bagian tubuh megekspresi pasien hidup
kan perasaan megekpresikan akan
negatif, perasaan menerima
mendapat negatif dan dirinya
informasi. kehilangan yang baru
- bagian tubuh dengan
3. beri informasi cepat.
yang adekuat 2.ekspresi
mengenai perasaan
amputasi dapat
mulai dari membantu
pasca atau post pasien
operasi menerima
4. berikan kenyataan
motivasi atau dan
dukungan pada realitas
pasien hidup
yang baru.
3. memberi

20
kesempata
n untuk
menayaka
n dan
memberik
an
informasi
dan mulai
menerima
perubahan
gambaran
diri dan
fungsi
yang
dapat
membantu
penyembu
han
4. dukungan
yang
cukup
dapat
membantu
proses
rehabilitas
i

21
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk
asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam
proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar
diperhatikan sebaik-baiknya. Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi
dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan
perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat homeostatis
maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan
untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi
perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.

5.2. Saran
Hendaknya setiap memberikan asuhan keperawatan harus di dokumentasikan
dengan baik dan benar untuk mempertanggung jawabkan keadaan klien
setelah dilakukan tindakan keperawatan

22
DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta : Mediaction.

Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan :


Definis & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

M. Gloria Bulechek, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC).


Singapore : El Sevier.

Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore : El


Sevier.

23

Anda mungkin juga menyukai