Anda di halaman 1dari 6

Dwita Oktaria dan Maharani Sekar Ningrum| Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1 Antitripsin terhadap Progresivitas

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Emfisema

Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1 Antitripsin terhadap Progresivitas


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Emfisema

Dwita Oktaria1, Maharani Sekar Ningrum2


1
Bagian Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara di saluran napas yang
tidak sepenuhnya reversibel. Hal tersebut menyebabkan kesulitan untuk mengeluarkan udara dari paru-paru. Kesulitan
dalam mengeluarkan udara dari paru-paru ini (obstruksi jalan napas) dapat menyebabkan sesak napas atau perasaan lelah
karena usaha yang lebih keras untuk bernapas. Pada tahun 2002, PPOK merupakan penyebab kematian kelima di dunia.
Bronkhitis kronis dan emfisema merupakan penyebab tersering. Emfisema merupakan kontributor terbesar pada kejadian
PPOK. Pada survey penderita PPOK di 17 Puskesmas di Jawa Timur ditemukan prevalensi emfisema paru 13,5%, bronkhitis
kronis 13,1%, dan asma 7,7%. Emfisema merupakan penyakit pernapasan yang dapat menyebabkan kerusakan alveolar
paru. Penyakit ini terjadi di parenkim paru. Orang yang menderita emfisema biasanya mengalami sesak nafas. Adapun
faktor risikonya meliputi (1) merokok, (2) genetik, (3) infeksi pernapasan, (4) usia, (5) jenis kelamin, dan (6) polusi. Namun
merokok merupakan faktor risiko utama yang dapat menyebabkan PPOK dan emfisema. Selain itu, terdapat juga faktor
genetik. Riwayat merokok dan adanya defisiensi alfa-1 antitripsin dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya PPOK dan
emfisema. Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar alfa-1 antitripsin serum. Sedangkan pada perokok yang
menderita emfisema, defisiensi alfa-1 antitripsin dapat memperburuk keadaan. Apabila pasien mempunyai riwayat
merokok dan mengalami defisiensi alfa-1 antitripsin, maka emfisema yang dideritanya akan lebih buruk dari pada pasien
yang hanya mempunyai riwayat merokok atau mempunyai defisiensi alfa-1 antitripsin.

Kata kunci : defisiensi alfa-1 antitripsin, emfisema, perokok, PPOK

The Influence of Smoking and Alpha-1 Antitrypsin Deficiency to Progressivity


of Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD) and Emphysema

Abstract
Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD) is a disease that has a limitation of airflow in airway which not fully
reversible. It makes difficulty to empty air out of the lungs. This difficulty in emptying air out of the lung (airflow
obstruction) can lead to shortness of breath or feeling tired because working harder to breath. In 2002, COPD is the fifth
leading cause of the death in the world. Chronic bronchitis and emphysema is the most cause of it. Emphysema is the
largest contributor to the incidence of COPD. Survey of COPD patients at 17 health centers in eastern Java prevalence of
lung emphysema 13,5%, chronic bronchitis 13,1%, and asthma 7,7%. Emphysema is a respiratory disease that cause a
damage in lung alveolar. This disease happens in lung parenchyma. Patients with emphysema usually experience shortness
of breath. There are some risk factor like (1) smoking, (2) genetic, (3) respiratory infection, (4) age, (5) gender, and (6)
polution. But smoking is the main risk for insidence of COPD and emphysema. However there is a genetic factor that can
cause emphysema. The history of smoking and alpha-1 antitrypsin deficiency may increase the risk factor of COPD and
emphysema. Smoking can lead to decrease level of alpha-1 antitrypsin in blood serum. However in smokers who have
emphysema, alpha-1 antitrypsin deficeincy can lead a bad condition. If someone has history of smoking and alpha-1
antitrypsin deficiency, the condition of emphysema would worse than someone who only had history of smoking or alpha-1
antitrypsin deficiency.

Keyword : alpha-1 antytripsin, cigarette smoke, COPD, emphysema

Korespondensi : Maharani Sekar Ningrum, Alamat Alysha Home Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, HP
081369108490, Email sekarningrumm@gmail.com

Pendahuluan
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sebuah kelompok penyakit dengan gejala klinis
3
adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bronkhitis kronis dan emfisema. Faktor risiko
keterbatasan aliran udara yang tidak PPOK meliputi dua kelompok besar yaitu faktor
sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran pejamu dan pajanan lingkungan. Faktor
udara ini biasanya progresif dan disertai pejamu meliputi genetik, hipereaktivitas jalan
respons inflamasi abnormal paru terhadap napas dan pertumbuhan paru. Pajanan
partikel atau gas toksik.1,2 PPOK merupakan lingkungan meliputi kebiasaan merokok, polusi

Majority | Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017 | 42


Dwita Oktaria dan Maharani Sekar Ningrum| Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1 Antitripsin terhadap Progresivitas
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Emfisema

udara, infeksi, debu dan bahan kimia di tempat keadaannya. Pada artikel ini akan membahas
kerja serta status sosial ekonomi. Faktor tentang progresivitas emfisema karena
genetik akan meningkatkan atau menurunkan pengaruh paparan rokok dan defisiensi alfa-1
risiko seseorang terhadap perkembangan antitripsin.8
PPOK.
Menurut World Health Organization Isi
(WHO) tahun 2002 PPOK menempati urutan PPOK adalah suatu penyakit paru kronik
kelima sebagai penyebab kematian di dunia yang ditandai oleh adanya hambatan aliran
dan WHO memprediksi tahun 2030 PPOK akan udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya
menempati urutan ketiga sebagai penyebab reversible.9 Penyakit tersebut biasanya
kematian di dunia. Dari hasil Riset Kesehatan progresif dan berhubungan dengan respons
Dasar (RISKESDAS) 2013 menunjukan bahwa inflamasi abnormal paru terhadap partikel
prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%.4 berbahaya atau gas beracun.7,10 Penyakit paru
Pada survey penderita PPOK di 17 Puskesmas obstruktif kronik (PPOK) merupakan kumpulan
yang berada di Jawa Timur, prevalensi gejala klinis pada pasien dengan bronkitis
emfisema paru 13,5%, bronkitis kronik 13,5%, kronik dan emfisema dan menyebabkan
dan asma 7,7%.4 kematian serta kesakitan yang tinggi di seluruh
Emfisema merupakan kontributor dunia.11
terbesar dalam kejadian PPOK. Pada emfisema Emfisema adalah jenis penyakit paru
terjadi distensi rongga udara di sebelah distal obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan
bronkiolus terminalis dengan disertai destruksi pada kantung udara (alveoli) di paru-paru.
septum alveolaris.2,5 Terdapat beberapa faktor Emfisema disebabkan karena hilangnya
risiko penyebab emfisema diantaranya polusi elastisitas alveolus. Asap rokok dan kekurangan
udara dan faktor genetik. Polusi udara enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab
didapatkan dari merokok, paparan debu, sulfur kehilangan elastisitas ini.1 Pada penderita
dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2) dan gas emfisema, volume paru-paru lebih besar
beracun lainnya.Sedangkan faktor genetik yang dibandingkan dengan orang yang sehat karena
dapat menyebabkan emfisema adalah karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan
defisiensi alfa-1 antitripsin.5 dari paru-paru terperangkap didalamnya.2,5
Merokok merupakan temuan paling Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen
umum yang diberhubungan dengan luasnya yang diperlukan. Emfisema membuat
emfisema pascamati. Merokok dapat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami
menganggu pegerakan silia, menghambat batuk kronis dan sesak napas.12
fungsi makrofag alveolar, menyebabkan Faktor risiko PPOK meliputi 2 kelompok
hipertrofi dan hipersekresi kelenjar mukus, dan besar yaitu faktor pejamu dan pajanan
pajanan yang masif dapat menyebabkan lingkungan. Penyakit biasanya timbul akibat
perubahan emfisematus.3 Paparan akut dari interaksi kedua faktor tersebut. Faktor pejamu
rokok ini sendiri dapat menyebabkan meliputi genetik, hipereaktivitas jalan napas
kerusakan paru tetapi apabila bersamaan dan pertumbuhan paru. Pajanan lingkungan
dengan faktor genetik maka akan meliputi kebiasaan merokok, polusi udara,
menyebabkan kerusakan yang lebih parah. 6 infeksi, debu dan bahan kimia di tempat kerja
Alfa-1 antitripsin (AAT) merupakan serta status sosial ekonomi. Faktor genetik
inhibitor penting pada elastase neutrofil pada akan meningkatkan atau menurunkan risiko
paru. Elastase neutrofil adalah protease utama seseorang terhadap perkembangan PPOK.10
yang terlibat dalam cedera paru-paru akut, Faktor risiko paling utama pada PPOK adalah
sindrom gangguan pernapasan akut, serta kebiasaan merokok, tetapi hanya sedikit
banyak banyak proses inflamasi lain seperti perokok yang berkembang menjadi PPOK.12
emfisema, fibrosis kistik, PPOK, penyembuhan Walaupun kebiasaan merokok adalah faktor
luka, rheumathoid arthritis, dan iskemia lingkungan yang paling dominan untuk PPOK
reperfusi. 7 tapi hanya 15% yang didapat penurunan
Dalam beberapa penelitian, merokok Volume Ekspirasi Paksa detik 1 (VEP1). Apabila
dan defiesiensi alfa-1 antitripsin dapat kebiasaan merokok ini terjadi dengan adanya
menyebabkan emfisema dan memperburuk faktor genetik, maka hal ini dapat

43 | Majority | Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017


Dwita Oktaria dan Maharani Sekar Ningrum| Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1 Antitripsin terhadap Progresivitas
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Emfisema

memperburuk keadaan.11,13 Risiko untuk juga berkontribusi dalam degradasi septal.15


terjadiya PPOK pun akan meningkat seiring Oksidan terkait inflamasi termasuk NO dan
dengan lamanya seseorang tersebut merokok turunan nitrogen reaktif bereaksi dengan asam
dan jumlah batang rokok yang dihisap lemak tak jenuh untuk menghasilkan asam
perharinya. Risiko terkena PPOK akibat lemak nitrasi (NFAs), termasuk asam 10-nitro-
merokok dapat diketahui melalui penilaian oleat (OA-NO2) dan asam 12-nitrolinoleic
derajat berat merokok seseorang melalui (LNO2), produk reksi NO yang paling umum
Indeks Brinkman (IB), yakni perkalian antara dalam aliran darah manusia.17,18
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap Kontributor penting lain yang berperan
sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. terhadap disregulasi imun pada emfisema
Kategori perokok ringan apabila merokok adalah peroxisome proliferator–activated
antara 0-200 batang, disebut perokok sedang receptor γ (PPAR-γ). PPAR-γ diekspresikan di
apabila jumlah batang antara 200-600, dan APC. Paparan rokok dapat mengaktifkan PPAR-
disebut perokok berat apabila menghabiskan γ yang akan mengubah penyerapan antigen,
600 batang atau lebih.12 pematangan sel, aktivasi, migrasi, dan produksi
Kebiasaan merokok juga merupakan sitokin.19,20
faktor risiko utama pada emfisema. Pajanan Selain rokok, genetik juga merupakan
rokok yang berkelanjutan menyebabkan faktor risiko kejadian PPOK. Beberapa
peningkatan ekspresi makrofag paru pada penelitian menunjukkan peningkatan
matriks metalloproteinases (MMP). MMP 9 prevalensi pada keluarga PPOK dibandingkan
dan MMP 12 dapat menghambat kontrol dan memberi kesan bahwa PPOK
antiproteinase endogen (misal, alfa-1 terjadi pada individu yang rentan secara
antitripsin) dan degradasi molekul matriks paru genetik setelah cukup terpajan oleh asap
(misal, elastin, kolagen) yang penting untuk rokok.19 Sampai saat ini belum semua gen yang
pertahanan integritas paru. 6 berperan sebagai komponen genetik terhadap
Paparan akut rokok tidak langsung PPOK diketahui. Sebagian besar penelitian
menyebabkan emfisema, tetapi hal ini mengindikasikan bahwa komponen genetik
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan terdiri dari beberapa gen, masing-masing
stres oksidatif. Dari sekian banyak sel yang dengan efek yang kecil. Gen yang berperan
berperan, makrofag alveolar (AMs) memiliki dalam kejadian PPOK mungkin dapat melalui
peran yang paling penting. Paparan rokok beberapa mekanisme yang berbeda. Faktor
memicu pengaktifan makrofag alveolar yang genetik tersebut bisa saling berinteraksi satu
akan memproduksi sitokin pro-inflamasi yang dengan lainnya serta dengan faktor risiko
mengaktifkan sel lain, dan kemokin yang lingkungan sehingga mengaburkan efek gen
menarik neutrofil dan sel T limfosit yang terhadap fenotip,7sebagaimana terlihat pada
merupakan faktor paling menonjol dalam gambar 1.
inflamasi. Adapun sitokin pro-inflamasi yang Faktor risiko genetik yang paling
berperan seperti TNF-a, IL-1b, IL-6 and IL-8. 14,15 dipercaya saat ini adalah defisiensi α1-
AMs juga merupakan sumber utama antiripsin yang merupakan penghambat utama
terjadinya penurunan protease elastin yang protease serin dalam sirkulasi.Defisiensi α1-
mendorong sebagian besar kerusakan septal.16 antitripsin terdapat pada sebagian kecil
Produksi oksidan terkait inflamasi oleh AMs populasi di seluruh dunia tetapi dapat

Majority | Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017 | 44


Dwita Oktaria dan Maharani Sekar Ningrum| Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1 Antitripsin terhadap Progresivitas
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Emfisema

8
Gambar 1. Ringkasan Alur Patogenesis Emifsema.

menggambarkan interaksi antara faktor umum. Oleh karena itu perlu faktor genetik lain
pejamu dan pajanan lingkungan pada kejadian yang berperan pada patogenesis PPOK.8
PPOK terutama pada emfisema.5,13 α1- Seseorang dengan defisiensi α1-
antitripsin adalah protein serum yang antitripsin mempunyai risiko mengidap
diproduksi oleh hepar dan pada keadaan emfisema 4,37 kali dan bronkitis kronik sebesar
normal terdapat di paru untuk menghambat 3,09 kali lebih tinggi dibanding subjek normal.
kerja enzim elastase neutrofil yang destruktif Defisiensi α1-antitripsin disertai merokok akan
terhadap jaringan paru.8 meningkatkan risiko emfisema menjadi 10,67
Varian genetik α1-antitripsin tersering kali dan bronkitis kronik menjadi 9,59 kali lebih
adalah M, S dan Z. Alel M adalah normal tinggi dibanding subjek normal.8
sedang alel S dan Z berhubungan dengan Patofisiologi defisiensi α1-antitripsin
defisiensi α1- antitripsin. Defisiensi α1- berhubungan langsung dengan mutasi gen
antitripsin sedang paling sering disebabkan SERPINA1 yang berlokasi di lengan panjang
oleh genotip MS dan MZ, pada populasi kulit kromosom 14 (14q31–32.3).SERPINA1
putih sebesar 10% dan 3%. Individu genotip mengkodekan α1-antitripsin, yang sebagian
MM mempunyai kadar α1-antitripsin normal, besar diproduksi oleh hepatosit.13 Tidak hanya
sedangkan heterozigot MS dan MZ mengalami hepatosit, α1-antitripsin juga diproduksi dalam
pengurangan kadar α1-antitripsin sebesar 80% jumlah yang sedikit oleh organ respirasi, sel
dan 60%. Heterozigot SZ jarang (<1%) dengan epitelial intestinal, neutrofil dan makrofag.21
kadar α1-antitripsin sekitar 40% normal dan Sebagai protein fase akut dan inhibitor
risiko PPOK meningkat bila memiliki kebiasaan utama serin protease dengan afinitas untuk
merokok.13 neutrofil elastase (ELANE2) dan proteinase3
Genotip ZZ sudah dipastikan sebagai (PR3), α1-antitripsin menghambat tidak
faktor risiko genetik PPOK, tetapi sangat terkotrolnya proteolisis di jaringan ikat pada
banyak variasi penyebab penyakit pada pasien jalur respirasi bawah, khususnya selama
dengan genotip ZZ. Pasien dengan α1- inflamasi akut dan kronik. Di samping itu, α1-
antitripsin varian Z bentuk homozigot (ZZ) antitripsin menghambat sifat imunomodulator
mempunyai risiko sangat tinggi terhadap yang sangat penting dalam patofisiologi dan
perkembangan emfisema pada usia muda jika penghentian respon inflamasi.8
mereka merokok dan yang tidak merokok Patogenesis PPOK dengan defisiensi α1-
terjadi penurunan faal paru dengan cepat. antitripsin berhubungan erat dengan inhibisi
Insidens defisiensi α1-antitripsin varian Z neutrofil elastase dan enzim yang berperan
sangat rendah maka sulit untuk bisa dalam pengembangan emfisema.12 Penurunan
menjelaskan predisposisi PPOK pada populasi kadar α1- antitripsin sampai kurang dari 35%

45 | Majority | Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017


Dwita Oktaria dan Maharani Sekar Ningrum| Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1 Antitripsin terhadap Progresivitas
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Emfisema

8
Gambar 2. Mekanisme Destruksi Jaringan Paru pada Defisiensi α1-Antitripsin.

nilai normal (150-350 mg/dL) menyebabkan alfa-1 antitripsin hingga 35%, maka proteksi
proteksi terhadap jaringan parenkim paru terhadap parenkim paru berkurang sehingga
berkurang, terjadi penghancuran dinding terjadi pelepasan elastase neutrofil.
alveoli yang bersebelahan, dan akhirnya 15% perokok yang mengalami
menimbulkan emfisema paru. Aktivasi neutrofil penurunan VEP1. Jumlah tersebut meningkat
jalan napas menyebabkan pelepasan elastase ketika orang tersebut mempunyai defisiensi
neutrofil. Elastase akan merangsang makrofag alfa-1 antitripsin. Jadi alfa-1 antitripsin dapat
melepaskan chemoattractant leukotrien B4 memperburuk keadaan penderita emfisema
(LTB4) yang menimbulkan penarikan neutrofi l yang disebabkan oleh rokok. Selain itu,
plasma. Penarikan neutrofi l melewati jaringan peningkatan kejadian defisiensi alfa-1
interstisial menyebabkan kerusakan jaringan antitripsin juga meningkat pada orang yang
ikat 8 sebagaimana terlihat pada gambar 2. memiliki kebiasaan merokok.
Orang yang mengalami defisiensi alfa-1
Ringkasan antitripsin mempunyai risiko 4,37 kali lebih
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) besar untuk mengidap emfisema dibanding
merupakan penyakit paru yang ditandai orang normal. Apabila disertai merokok angka
dengan keterbatasan aliran udara untuk keluar tersebut meningkat menjadi 10,67.
dari paru karena adanya sumbatan pada jalan
napas. Kumpulan gejala klinis emfisema dan Simpulan
bronkitis kronis terjadi pada pasien penderita Merokok merupakan faktor risiko utama
PPOK. terjadinya PPOK dan emfisema. Selain
Emfisema adalah penyakit yang merokok, genetik juga berperan terhadap
mengenai parenkim paru. Orang yang insidensi PPOK dan emfisema. Apabila
emfisema mengalami kerusakan pada alveoli. kebiasaan merokok disertai defisiensi alfa-1
Alveoli merupakan tempat pertukaran gas antitripsin maka risiko terjadinya PPOK dan
pernapasan sehingga penderita emfisema akan emfisema akan semakin besar. Begitu pula
sulit bernapas. dengan orang yang mengalami defisiensi alfa-1
Merokok merupakan faktor risiko utama antitripsin yang disertai dengan kebiasaan
dari penyebab PPOK. Terjadinya PPOK pada merokok.
perokok tergantung dari lamanya merokok dan
jumlah rokok yang dihisap perharinya. Selain Daftar Pustaka
rokok, faktor resiko lain dari adalah genetik. 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Defisiensi alfa-1 antitripsin dapat Dalam. Obstruksi Saluran Napas Akut.
menyebabkan emfisema. Hal tersebut Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
berhubungan erat dengan peran neutrofil. Simadibrata M, Setiati S, Editor. Buku Ajar
Inhibisi elastase neutrofil dan enzim tertentu Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
merupakan mekanisme utama terjadinya Publishing; 2009. hlm. 2216-2229.
emfisema. Apabila terjadi penurunan kadar

Majority | Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017 | 46


Dwita Oktaria dan Maharani Sekar Ningrum| Pengaruh Merokok dan Defisiensi Alfa-1 Antitripsin terhadap Progresivitas
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan Emfisema

2. Price SA, Wilson LM. Pola Obstruktif pada deficiency. Tylor and Francis Group. 2016;
Penyakit Pernapasan. Dalam: Hartanto H, 1(1):1-9.
Wulansari P, Susi N, Mahanani DA, Editor. 13. Stockley JA, Stockley RA. Pulmonary
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Physiology of Chronic Obstructive
Penyakit. Jakarta: EGC; 2006. hlm. 783-95. Pulmonary Disease, Cystic Fibrosis, and
3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Penyakit Alpha-1 Antitrypsin Deficiency. Ann Am
Paru Obstruktif. Dalam: Hartanto H, Thorax Soc. 2016; 13(2):118-22.
Darmaniah N, Wulandari N, Editor. 14. Puspitasari SD. Hubungan antara
Robbins Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC; kebiasaan merokok dengan kejadian
2007. hlm. 511-23. penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) di
4. Badan Penelitian dan Pengembangan RS Paru Jember [skripsi]. Jember: Fakultas
Kementerian Kesehatan Republik Farmasi Universitas Jember;2012
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. 15. Balhara J, Gounni As. The alveolar
Indonesia: Kemenkes RI; 2013. mechrophage in asthma a double edged
5. Isselbacher KJ, Braunwald, Wilson, Martin, sword. mucosal immunology. 2012;
Fauci, Kasper. Bronkitis Kronik, Emfisema, 5(6):605-9.
dan Obstruksi Jalan Napas. Dalam: Asdie 16. Li X, Zhang Y, Liang Y, Cui Y, Yeung SC, Ip
AH, Editor. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu MSM, et al. iPSC-Derived mesenchymal
Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 2000. hlm. stem cells exert scf-dependent recovery of
1347-56. cigarrete smoke-induced
6. Shan M, You R, Yuan X. Agonistic Induction apoptosis/proliferation imbalance in
Of PPAR γ Reverses Cigarette Smoke- airway cells. J Cell Mol Med. 2016;
Induced Emphysema. The Journal Of 20(10):1-13.
Cliniccal Investigation. 2014; 124(3):1371- 17. Mebratu YA, Smith KR, Agga GE, Tesfaigzi
81. Y. Inflammation and emphysema in
7. Alam S, Li Z, Atkinson C, Jonigu D, cigarette smoke-exposed mice when
Janciausikne S, Mahadeva RZ. Alpha-1 instilled with poly (I:C) or infected with
antitrypsin confers a proinflammatory influenza a or respiratory syncytial viruses.
phenotype that contibutes to chronic Respiratory Researh. 2016; 17(1):75.
obstructive pulmonary disease. Am J 18. Sun D, Ouyang Y, Gu Y, Lin X. Cigarette
Respir Crit Care Med. 2014; 189(8):909-31. smoke-induced chronic obstructive
8. Supriyadi M. Faktor Genetik Penyakit Paru pulmonary disease is attenuated by CCL-
Obstruktif Kronis. CDK [internet]. 2013; 20-blockeri: a rat model. Croat Med J.
40(8):572-8. 2016; 57(1):363-70.
9. Oemiati, Ratih. Kejadian Epidemiologis 19. Feitosa EK, Okuro RT. Eucalyptol
Penyakit Paru Obstruksi Kronis. Media attenuates cigarette smoke-induced acute
Litbangkes. 2013; 23(2):82-88. lung inflammation and oxidative stress in
10. Soeroto AY, Suryadinata H. Penyakit Paru the mouse. Elsevier. 2016; 41(1):11-8.
Obstruksi Kronis. Ina J Chest Emerg Med. 20. Laberl M, Kratzer A, Stewart LJ. Tabacco
2014; 1(2):83-8. smoke induced copd/emphysema in the
11. Wood AM, Pablo P, Buckley CD, Ahmad A, animal model. are we all on the same
Stockley RA. Msoke Exposure as A page?. Frontliners in Physiology. 2013;
Determinant of Autoantibody Titre in 91(4):1-23.
Alpha-1 Antitrypsin Deficiency and COPD. 21. Duk K, Zdrl A, Szumna B, Rosy A,
Eur Respi J. 2011; 37(1):32-8. Chrorostowska Wj. Frequency of rare
12. Wynimko JC. Disease modification in alpha-1 antitrypsin variants in polish
emphysema related to alpha-1 antitrypsin patient with chronic respiratory disorders.
Adv Exp Medicine. 2016; 1(8):1129–39.

47 | Majority | Volume 6 | Nomor 2 | Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai