Jurnal Sonar PDF
Jurnal Sonar PDF
GUGUM GUMBIRA
SKRIPSI
RINGKASAN
ABSTRACT
OLEH :
GUGUM GUMBIRA
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
SKRIPSI
adalah benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
GUGUM GUMBIRA
C54070026
vii
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen
Tanggal lulus :
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas semua rahmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tidak lupa Shalawat
beserta salam penulis panjatkan kepada Rasul tercinta Nabi Muhammad S.A.W
yang telah menjadi panutan dan tauladan yang baik bagi umat islam. Skripsi yang
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
besarnya kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Yayat Sudrajat dan Yati Suryati beserta semua
motivasi,
2. Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T dan Ir. Djoko Hartoyo, M.Sc selaku komisi
3. Rindu Dwi Malateki Solihin beserta keluarga atas perhatian, dorongan dan
4. Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama
5. Bapak Dwi Haryanto, Indra Kurniawan, Anan fauzi dan Mayor Laut Gentio
7. Teman-teman warga ITK, khususnya warga ITK 44, terima kasih atas
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................... i
1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan ...................................................................................... 2
i
ii
LAMPIRAN ........................................................................................... 67
ii
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
iv
v
16. Diagram Alir Pemrosesan Data Hambur Balik Dasar Laut Pada
Perangkat Lunak MB-Systems ............................................................ 34
17. Sound Velocity Profile di Lokasi Penelitian ...................................... 36
v
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
vi
1
1. PENDAHULUAN
Pembangunan pipa bawah laut merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi
minyak dan gas dari lokasi pengeboran. Pengangkutan material tersebut dalam
pembangunan pipa bawah laut. Informasi mengenai dasar laut didapatkan melalui
instrumen tersebut dalam melakukan pemindaian dasar laut dengan akurasi yang
sedimen dasar laut (Manik, 2008). Sebaran jenis sedimen yang dideteksi
memperhatikan topografi dan jenis sedimen dasar laut. Peletakan pipa pada
topografi yang salah dapat menyebabkan pipa patah. Menurut Bachri (1998)
1.2 Tujuan
laut seperti topografi dan jenis sedimen sebagai informasi utama dalam penentuan
jalur peletakan pipa bawah laut dengan menggunakan instrumen multibeam sonar.
3
TINJAUAN PUSTAKA
permukaan dasar perairan (seabed surface) (Yanto, 2007). Survei batimetri hanya
hanya dilakukan pada titik-titik kedalaman tertentu (titik sounding) yang dipilih
untuk mewakili wilayah yang akan dipetakan. Pencatatan waktu pada setiap titik
sounding juga harus dilakukan untuk dikoreksi terhadap kenaikan muka air laut
edisi ke-4 bulan April tahun 1998 menyebutkan bahwa ketentuan teknik survei
peletakan pipa gas di bawah laut belum ada. Untuk keperluan praktis, survei
dalam pengumpulan data yang akurat dan tepat untuk keselamatan navigasi para
pelaut akan tetapi dapat digunakan sebagai acuan dalam memandu bagi
3
4
2. Penentuan Posisi
posisi geodetik lokal maka posisi tersebut harus dikaitkan terhadap WGS
84.
3. Pengukuran Kedalaman
mengenai data ramalan pasang surut yang dilakukan tidak kurang dari 29
hari. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data batimetri yang akurat
Systems 2007, keamanan pipa diatur dalam suatu metodologi dengan beberapa
batasan (Load and Resistance Faktor Design Format). Ketentuan ini menyatakan
tingkat dari risiko keamanan pipa yang secara normal disebabkan oleh isi dan
lokasi pipa. Klasifikasi fluida dilakukan karena jenis fluida yang berbeda akan
Kategori Deskripsi
A Fluida tidak mudah terbakar yang berbasis air.
B Fluida mudah terbakar atau beracun yang berbentuk cair pada suhu
kamar dan kondisi tekanan atmosfir.
C Fluida tidak mudah terbakar yang berbentuk gas, tidak beracun
pada suhu kamar dan tekanan atmosfir contohnya nitrogen,
karbondioksida dan argon.
D Gas alam berfasa satu dan tidak beracun
E Fluida mudah terbakar dan beracun yang berbentuk gas pada suhu
kamar dan kondisi tekanan atmosfir, contohnya hidrogen dan gas
alam
Jenis fluida yang dialirkan dan jarak lokasi peletakkan pipa terhadap lokasi
(Tabel 2). Desain pipa harus berdasarkan konsekuensi kegagalan yang mungkin
akan terjadi.
6
Tingkat Definisi
Keamanan
Rendah Kegagalan menyebabkan risiko yang rendah terhadap
kecelakaan manusia dan kerugian kecil terhadap
lingkungan dan ekonomi
Medium Pada kondisi temporer (tahap instalasi sampai pengujian)
kegagalan yang terjadi dapat menyebabkan risiko
kecelakaan pada manusia, polusi terhadap lingkungan,
dan kerugian yang sangat besar terhadap faktor ekonomi.
Klasifikasi ini diterapkan pada tahap operasi yang
dilakukan di luar area platform
Tinggi Kondisi operasi, kegagalan menyebabkan risiko yang
tinggi terhadap kecelakaan manusia, polusi lingkungan
yang signifikan atau kerugian yang sangat besar pada
ekonomi dan politik.
pelaksanaan kegiatan peletakan pipa. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dengan
pasti jenis dasar perairan di lokasi instalasi pipa bawah laut dan sebagai dasar
3. Pipa langsung diletakan diatas dasar laut untuk kedalaman lebih dari 28
4. Lokasi peletakan pipa harus terhindar dari lokasi pipa yang telah diletakan
Langkah awal penentuan jalur pipa bawah laut adalah dengan melakukan
penggambaran memanjang dari jalur pipa yang akan dibuat dengan melakukan
penghitungan jarak mendatar di permukaan bumi fisik antara dua titik kedalaman
pada jalur pipa yang direncanakan. Penentuan kedalaman peletakan pipa bawah
laut sesuai DNV F 101, yaitu (d(syarat pendam)) dihitung berdasarkan kedalaman
MSL. Kedalaman peletakan pipa didapatkan dari penyesuaian chart datum (d) ke
MSL ( dMSL) dengan menambahkan nilai muka surutan (Zo) terhadap kedalaman
kolom air (CD). Berikut merupakan persamaan yang digunakan dalam penentuan
dMSL = d + CD (1)
reduksi jarak mendatar (fr) pada permukaan bumi fisik sebagai komponen
12
2 2
D
ij E
ij N
ij
(3)
Keterangan :
penjumlahan jarak miring antar dua ttik kedalaman pada penampang memanjang
kedudukan pipa yang aman, efektif dan efisien. Perhitungan panjang jalur pipa
dihitung berdasarkan selisih dua titik kedalaman dan jarak antara dua titik
1
p= S + Δh 2 (4)
ij 2 pipa2
Keterangan :
prinsip yang sama dengan single beam namun perbedaannya terletak pada jumlah
beam yang dipancarkannya lebih dari satu dalam satu kali pancar. Berbeda
dengan Side Scan Sonar pola pancaran yang dimiliki multibeam sonar melebar
dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam memancarkan satu pulsa suara
(Moustier, 2005).
serangkaian elemen yang memancarkan pulsa suara dalam sudut yang berbeda.
(Hammerstad, 2000).
10
dipancarkan sampai diterima kembali dibagi dengan dua kali waktu yang
1
h .v. t (5)
2
Keterangan :
h = kedalaman (m)
berbagai kesalahan yang mungkin terjadi. Kesalahan tersebut dapat berasal dari
2 2
a (
bxd
) (6)
Keterangan :
σ : ketelitian kedalaman
konstanta kesalahan
d : kedalaman (meter)
dapat digunakan pada kedalaman laut medium, yaitu laut dengan kedalaman tidak
lebih dari 3000 m. Multibeam jenis ini memiliki kemampuan untuk memetakan
wilayah laut secara luas dengan lebar sapuan mencapai 153o dan memiliki 126
beam dengan jumlah bukaan 1.5o untuk masing-masing beam (Lampiran 2).
SEABEAM 1050 D memiliki dua frekuensi yang dapat digunakan, yaitu 50 kHz
kedalaman 3000 meter sedangkan frekuensi 180 kHz digunakan untuk kedalaman
Frekuensi 180 kHz sangat baik untuk digunakan pada laut dangkal karena
menghasilkan data kedalaman yang lebih detail. Penggunaan frekuensi 180 kHz
pada laut dalam akan menghasilkan atenuasi yang tinggi. Keunggulan lain dari
standar IHO dan memiliki kemampuan yang sama bagus untuk digunakan di laut
GmbH, 2003).
Setiap data yang didapatkan dari sounding yang dilakukan harus melalui
dilakukan untuk memeriksa dan menentukan besarnya kesalahan yang ada dalam
data multibeam sonar yang digunakan. Proses kalibrasi yang dilakukan meliputi
13
proses roll, pitch, gyro dan cepat rambat akustik, kalibrasi offset statik dan uji
centerline dari kapal dan transduser. Proses penyesuaian ini meliputi beberapa
komponen, yaitu kapal, antena GPS kapal, transduser, kompas giro dan Motion
pitch, roll, time delay dan profil cepat rambat akustik. Serangkaian kalibrasi
Pitch diukur dari dua pasang titik kapal dalam menentukan kedalaman
terhadap suatu kemiringan pada dua kecepatan yang berbeda (Sasmita, 2008).
Kalibrasi pitch dilakukan dengan tujuan mencari besarnya nilai koefisien koreksi
pitch dan time delay sehingga kedalaman yang terukur menjadi akurat. Kalibrasi
ini dilakukan dengan cara membuat satu garis sapuan multibeam dengan memilih
dasar laut yang memiliki kemiringan. Pengambilan data pada garis ini dilakukan
sebanyak dua kali secara bolak-balik dengan kecepatan yang sama, setelah itu
pertama dan kedua. Pada kedua garis ini dibuat satu koridor untuk mendapatkan
Gerakan ini dipengaruhi oleh dinamika pergerakan air laut. Sudut rotasi pitch
bernilai positif apabila posisi haluan kapal (sisi depan kapal) berada diatas
permukaan air (Aritonang, 2010). Hal penting dari kalibrasi pitch, yaitu
2008). Dengan mengasumsikan kapal melintasi lajur yang sama, arah yang
berlawanan, kedangkalan yang bergradien tajam dan kecepatan yang sama maka
koreksi pitch offset (sudut pancaran) dirumuskan sebagai berikut (Mann, 1996) :
1 d /2
d = tan (7)
z
Keterangan :
d : pitch offset
15
z : kedalaman
terhadap gelombang suara yang diterima kembali sehingga waktu yang diterima
waktu tunggu atau yang lebih dikenal sebagai kalibrasi time delay digunakan
bernilai antara 0.2-1 s dan kondisi ini menyebabkan kesalahan pada posisi yang
dipengaruhi oleh kecepatan kapal. Time delay dikatakan akurat apabila dapat
16
1 d
dt = tan (8)
(Vh Vt )
Keterangan :
Kalibrasi ini digunakan untuk mengoreksi gerakan oleng kapal pada arah
yang sangat besar pada wilayah laut dalam. Untuk melakukan kalibrasi roll, harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu kapal melintasi jalur yang sama dengan
arah yang berlawanan, melintasi dasar laut dengan relief datar, menggunakan
kecepatan yang sama dan pancaran terluar yang overlap digunakan untuk koreksi
pengaruh roll.
Offset roll dapat diperkirakan untuk sudut kecil kurang dari 3 derajat
1 y
tan (9)
x
18
Keterangan :
= offset roll
y = kedalaman (m)
batimetri. Hal ini disebabkan kecepatan suara dalam air memiliki nilai yang tidak
selalu sama untuk setiap wilayah sehingga langkah awal untuk melakukan
Kapal melewati jalur survei (minimal sebanyak dua kali) dengan relief
dasar laut yang relatif datar kemudian pada masing-masing titik dilakukan
pengambilan data salinitas, suhu, tekanan dan kecepatan suara menggunakan CTD
sistem yang digunakan untuk perekaman data. Tujuan dari pengambilan data
kecepatan suara ini adalah untuk mendapatkan waktu tempuh gelombang suara
yang akurat, sehingga akan dihasilkan nilai kedalaman yang akurat (Hasanudin,
menggunakan CTD.
19
(RTDGPS) yang digunakan untuk objek yang bergerak. Alat yang digunakan
dalam sistem ini, yaitu DGPS Sea Star 8200 VB. RTDGPS merupakan sistem
Untuk merealisasikan data yang real time maka monitor stasiun mengirimkan
digambarkan menggunakan sistem tegak lurus yang dibentuk oleh sumbu x, y dan
z (Gambar 9).
20
pusat sistem koordinat kapal adalah salib sumbu antara arah kapal (heading)
sebagai sumbu x serta arah tegak lurus ke arah dasar laut sebagai sumbu z
(Gambar 10).
21
sistem koordinat yang digunakan, maka gerak kapal dinyatakan sebagai gerak
rotasi begitu juga dengan titik-titik kedalaman yang diperoleh dari hasil
dengan menggunakan Real Time Kinematic (RTK), kecepatan 0.03 m/s dan
kemampuan adaptasi terhadap suhu pada rentang -10oC sampai 60oC (Lampiran
3). CodaOctopus F 180 memiliki remote Inertial Measurement Unit (IMU) yang
22
memiliki perangkat lunak untuk pemrosesan model posisi dan data yang mudah
Dasar laut memiliki sebaran sedimen yang berbeda untuk setiap wilayah.
batuan dan potongan kulit (shell) serta sisa rangka dari organisme laut yang telah
mengalami berbagai proses fisika, kimia dan biologi di dasar laut dalam jangka
waktu tertentu (Hutabarat dan Stewart, 2000). Informasi mengenai jenis sedimen
di dasar laut penting untuk mengetahui organisme bentik yang terdapat disana
selain itu untuk mengetahui tingkat kekokohan sedimen tersebut dalam menahan
berdasarkan ukuran butir (grain size), tekstur dan porositas. Wentworth (1922)
3).
23
menjadi dua kategori utama, yaitu tanah kohesif (clay/silt) dan tanah non-kohesif
(sand). Det Norske Veritas (DNV) memberikan ketetapan umum untuk parameter
Tipe Tanah Φs Su v es
α
o o
Sand Loose 28 -30 - 0.35 0.7-0.9 8.5-11.0
(Kohesif) Medium 30o-36o - 0.35 0.5-0.8 9.0-12.5
Dense 36o-41o - 0.35 0.4-0.6 10.0-13.5
Clay/Silt Very soft - <12.5 0.45 1.0-3.0 4.0-7.0
(non- Soft - 12.5-25 0.45 0.8-2.5 5.0-8.0
kohesif) Firm - 25-50 0.45 0.5-2.0 6.0-11.0
Stiff - 50-100 0.45 0.4-1.7 7.0-12.0
Very stiff - 100-200 0.45 0.3-0.9 10.0-13.0
Hard - >200 0.45 0.3-0.9 10.13.0
Keterangan :
es = Void ratio
V = Poisson ratio
kekerasan dan kekasaran dasar tersebut. Nilai dari backscatter selain tergantung
dari tipe dasar perairan (khususnya kekasaran dan kekerasan) tetapi tergantung
juga dari parameter alat (frekuensi dan transduser beamwidth) (Burczynski 2002).
dan mengenai objek ataupun dasar laut. Analisis terhadap amplitudo dari
25
informasi mengenai struktur dan kekerasan dari dasar laut, yang digunakan untuk
identifikasi jenis substrat dasar laut. Sinyal kuat yang kembali menunjukkan
permukaan yang keras (rock, gravel) dan sinyal yang lemah menunjukkan
beam, kedalaman dan komposisi penyusun dasar perairan. Kelebihan lain yang
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Februari
sampai dengan April 2011 disekitar wilayah Balongan, Indramayu Provinsi Jawa
selama 6 hari sejak tanggal 4 Oktober 2010 sampai dengan 9 Oktober 2010.
Lokasi tersebut dipilih karena akan menjadi tempat kegiatan peletakan pipa bawah
laut yang menyalurkan Liquid Natural Gas (LNG) dari laut ke darat. Data yang
pada kapal riset Baruna Jaya IV milik Badan Pengkajian dan Penerapan
Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi
26
35
27
yang didapatkan merupakan data yang telah terkoreksi terhadap pergerakan kapal
seperti pitch, heave, roll dan heading. Koreksi tersebut dilakukan menggunakan
sensor attitude and positioning CodaOctopus F 180. Koreksi posisi sensor dan
transduser (offset correction) yang digunakan terhadap center line Kapal Baruna
Jaya IV dilakukan menggunakan DGPS Sea Star 8200 VB. Sistem navigasi yang
digunakan dalam Kapal Baruna Jaya IV diatur dalam perangkat lunak Hypack
yang secara langsung terhubung dengan sistem akuisisi data multibeam ELAC
SEABEAM 1050D.
lunak Caris HIPS and SIPS 6.1 dan MB Systems. Perangkat Lunak Caris HIPS
and SIPS 6.1 digunakan untuk mengolah nilai kedalaman sehingga didapatkan
lunak Generic Mapping Tool (GMT ) secara 2D dan Fledermus (3D). MBSystems
amplitudo yang sudah diinterpolasi dengan data hasil coring. Informasi yang
yang dibuat dalam perangkat lunak ArcView GIS 3.2. Gambar 14 merupakan
diagram alir sistem akuisisi dan pengolahan data multibeam ELAC SEABEAM
1050D.
29
Akuisisi Data
(Hydrostar)
dapat menggambarkan dasar laut secara akurat. Oleh karena itu, data kedalaman
data adalah pembuatan file kapal (Vessel file). Vessel file berisi nilai koordinat
setiap sensor yang direferensikan terhadap titik pusat kapal (centre line). Proses
menggunakan vessel file yang telah dibuat. Setelah project dibuat, data
conversion wizard sehingga data tersebut dapat diproses dalam perangkat lunak
Caris HIPS&SIPS 6.
editor untuk menghilangkan ping yang dianggap buruk. Altitude editor dan
pergerakan dan kecepatan kapal yang memiliki nilai diluar kisaran. Setelah
suara masing-masing melalui menu load tide dan sound velocity correction. Data-
berupa peta batimetri. Peta batimetri tersebut kemudian diexport kedalam bentuk
Swath editor
Load Tide
Merge
Sound Velocity
Correction
New Field Sheet
Base Surface
Product Surface
Fledermous (3D)
Export to ASCII
GMT (2D)
Gambar 15. Diagram alir pemrosesan data kedalaman pada perangkat lunak Caris
HIPS&SIPS 6.1
32
otomatis terhadap beam yang dinilai buruk sehingga didapatkan output berupa
data terkoreksi. Tahap selanjutnya, yaitu MBEDIT koreksi ini digunakan untuk
data beam yang dianggap masih buruk. Koreksi terhadap pengaruh heave, pitch
ini tabel amplitudo dengan grazing angle dimunculkan untuk digunakan sebagai
patokan antara nilai amplitudo dan kedalaman. Data yang telah dikoreksi tersebut
data input berupa *XSE diubah menjadi *.mb94. Nilai amplitudo yang didapatkan
sehingga diketahui tingkat akurasi dari peta tersebut. Penggabungan data coring
Filter. Gaussian Weighted Mean Filter merupakan salah satu jenis filter yang
melakukan filter setiap lajur dengan memperhitungkan ukuran grid dan nilai rata-
rata data. Semakin kecil ukuran grid maka data yang terfilter semakin banyak.
Kelebihan lain yang dimiliki filter ini adalah kemampuan yang sangat baik untuk
Gaussian dilakukan karena hanya metode yang ini yang terdapat dalam perangkat
lunak GMT yang mampu mendapatkan nilai sebaran amplitudo yang menutupi
jalur survei. Nilai Gaussian Weighted Median Filter untuk threshold sebesar
k k 1
Wj .W p dan Wj .W p (10)
j 1 j 1
(Gambar 15).
34
MBCLEAN
Raw Data
(*XSE)
MBEDIT
MBVELOCITYTOOL
Output *mb94
MBBACKANGLE
Data Acoustic
Klasifikasi jenis
sedimen dasar laut
Gambar 16. Diagram alir pemrosesan data hambur balik dasar laut pada
perangkat lunak MB-Systems
35
4.1. Hasil
akustik dalam suatu medium tertentu (Urick, 1983). SVP salah satu faktor yang
diukur secara real time sejak tanggal 4 - 6 Oktober 2010 menggunakan instrumen
CTD SBE 37 SM memiliki kemampuan mengukur tekanan yang dapat dipilih pada
kedalaman 20, 100, 350, 600, 1000, 2000, 3500, 7000 meter. Instrumen ini dapat
digunakan secara portabel dan memiliki resolusi yang tinggi, yaitu sebesar
kesalahan terhadap data multibeam pada saat melakukan pemeruman. Hal ini
dilakukan karena SVP di setiap wilayah tidak selalu sama. Selama pengukuran
kedalaman pengukuran.
35
36
secara baik. Hasil pengukuran SVP menunjukan kecepatan suara terendah terjadi
pada kedalaman 0.23 meter, yaitu sebesar 1540.22 m/s sedangkan kecepatan suara
tertinggi sebesar 1542.64 m/s terjadi pada kedalaman 33.06 meter. Nilai cepat
rambat gelombang akustik di lokasi penelitian memiliki nilai yang lebih kecil di
Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya air laut karena pengaruh
gaya tarik bumi dan bulan. Dalam survei batimetri pasang surut sangat
secara otomatis dengan memasukan nilai pasang surut lokasi penelitian pada
menu load tide yang terdapat dalam perangkat lunak Caris HIPS&SIPS 6.1.
Gauge Valeport 740 selama 30 hari dengan interval pengambilan waktu setiap 10
sebagai waktu pengambilan data dan sumbu y sebagai tinggi pasang surut.
Data multibeam hasil akuisisi telah terkoreksi terhadap pengaruh pitch, roll,
secara real time menggunakan sensor CodaOctopus F180. Sudut pitch dan roll
dijaga agar bernilai kurang dari 0.025o. Perubahan posisi karena pengaruh
heading dikoreksi dengan menggunakan sistem baseline oleh dua buah antena
38
Systems (DGPS) Sea Star 8200 VB dengan sensitifitas sebesar 1 meter. Kapal
Baruna Jaya IV menggunakan dua buah sistem DGPS, yaitu primary dan
memberikan nilai posisi kapal pada saat akusisi data. Pada Kapal Baruna Jaya IV
primary DGPS yang digunakan, yaitu DGPS Sea Star 8200 VB sedangkan untuk
Nilai keakuratan data yang diperoleh selama akuisisi dijaga agar selalu
tinggi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan peta batimetri yang akurat.
Berdasarkan ketentuan IHO Tahun 2008, lokasi penelitian termasuk dalam orde
orde ini, yaitu tiga kali kedalaman rata-rata atau 25 meter tergantung dari nilai
secara umum.
39
Kedalaman laut tersebut berkisar antara 11.5 meter sampai dengan 22.5 meter.
Topografi dasar laut relatif datar dengan peningkatan kedalaman menuju laut
lepas. Kemiringan topografi dasar laut banyak terlihat pada bagian sisi jalur
penelitian. Bagian tengah jalur penelitian memiliki topografi yang lebih datar
dibandingkan bagian sisi (Gambar 20). Nilai kemiringan yang relatif datar
digunakan sebagai salah satu pertimbangan pemilihan jalur pipa bawah laut
(Yanto, 2007).
40
setiap beam. Amplitudo pada metode ini merupakan fungsi eksponensial dari
jarak antar beam dan normal factor. Sapuan beam dihitung berdasarkan lebar tiap
Klasifikasi jenis sedimen dasar laut dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu
dan wilayah 3 (ujung jalur pemeruman). Pembagian wilayah ini dilakukan untuk
dasar laut menggunakan nilai amplitudo telah dilakukan oleh Kodagali, Hagen
dan Schenke tahun 1997 tentang pemetaan sedimen dasar laut secara kualitatif
strength. Penelitian lain dilakukan oleh Aritonang tahun 2010 menggunakan data
multibeam Elac Seabeam 1050D dengan mencocokan nilai amplitudo dan hasil
jenis, yaitu silty clay dengan kisaran nilai amplitudo sebesar 311 - 352, clayey silt
dengan kisaran sebesar 352 - 399 dan jenis sedimen sandy silt dengan kisaran
Nilai kisaran amplitudo yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 300 –
perairan dan ukuran butiran yang berbeda (Urick, 1983). Nilai amplitudo yang
berada diluar kisaran dianggap sebagai data yang tidak teridentifikasi. Nilai
diperoleh dari hasil coring. Perbandingan antara kisaran amplitudo dan jenis
setiap 1000 meter dengan kedalaman pengambilan sedimen 1.5 meter. Alat yang
digunakan adalah gravity core tipe Kulenberg ukuran 2.5 inch dengan pipa
lokasi peneltian.
kemudian dilihat kisaran amplitudo dari setiap lokasi tempat jenis sedimen
tersebut didapatkan (Gambar 21). Proses tersebut juga dilakukan untuk jenis
didapatkan nilai amplitudo dari lokasi penelitian. Nilai kisaran amplitudo 300 –
350 merupakan nilai amplitudo untuk jenis sedimen silt. Nilai kisaran amplitudo
350 – 400 merupakan nilai untuk jenis sedimen silty clay dan kisaran amplitudo
400 – 450 merupakan nilai kisaran untuk jenis sedimen clayey silt.
Wilayah 1 lokasi klasifikasi jenis sedimen dasar laut merupakan titik awal
lokasi pemeruman. Pada wilayah ini umumnya jenis sedimen memiliki nilai
sebaran yang merata. Hal ini sesuai dengan data coring yang didapatkan. Pada
sisi kiri jalur pemeruman wilayah 1 juga terdapat jenis sedimen silt (Gambar 22).
Warna putih pada lokasi klasifikasi jenis sedimen dasar laut wilayah 1 merupakan
lokasi dengan nilai amplitudo berada diluar kisaran. Klasifikasi pada wilayah 1
dimulai pada koordinat 6.3238 LS, 108.5017 BT dan 6.3365 LS, 108.4690 BT .
43
35
sampai dengan 6.3313 LS, 108.4951 BT. Pada wilayah ini jenis sedimen dasar
laut didominasi oleh jenis clayey silt. Jenis sedimen tersebut pada wilayah 2
mencapai 80%. Jenis sedimen silty clay juga terdapat lebih banyak pada bagian
awal dan tengah wilayah 2 namun dengan luasan yang kecil. Jenis sedimen silt
hanya terdapat pada sisi kiri wilayah 2 dengan luasan yang sangat terbatas.
Luasan berwarna putih merupakan wilayah dengan nilai amplitudo diluar kisaran
300 – 450 atau bisa disebut sebagai daerah yang tidak teridentifikasi.
yang diluar kisaran juga disebabkan oleh jarak antar beam yang terlalu dekat atau
Mean yang terdapat pada GMT 4.4 sangat akurat untuk memproses data sonar
ataupun batimetri. Hal ini terlihat pada Gambar 23 yang menunjukan klasifikasi
6.3313 LS, 108.4951 BT sampai dengan 6.3253 LS, 108.5257 BT. Pada wilayah
ini jenis sedimen didominasi oleh jenis clayey silt. Jenis sedimen silty clay
banyak terdapat pada sisi kiri wilayah 3 sementara itu jenis sedimen silt terdapat
pada titik awal wilayah 3. Sisi kanan wilayah 3 hampir seluruh bagiannya
yang sama dengan luas jalur pemeruman. Hal ini dilakukan untuk mengindari
adanya data bayangan yang muncul karena proses interpolasi. Jenis sedimen yang
pengaruh daratan. Secara umum jenis sedimen clayey silt banyak terdapat di
wilayah 2 dan 3 yang lebih dekat ke arah laut lepas . Kondisi berbeda terjadi pada
jenis sedimen silty clay yang banyak terdapat pada wilayah yang lebih dekat ke
arah daratan. Namun untuk mengetahui ada tidaknya hubungan kedua hal
sedimen yang besar ukurannya berada dipertengahan antara sand dan clay.
Ukuran partikel dan arus merupakan faktor yang berperan dalam penyebaran jenis
sedimen (Manik, 2006). Arus yang kuat dan ukuran partikel yang relatif kecil
4.2. Pembahasan
Cepat rambat gelombang akustik dalam air laut dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu suhu, salinitas dan tekanan. SVP di lokasi penelitian (Gambar 15)
termasuk kedalam wilayah surface layer. Peningkatan suhu sebesar 5oC pada
atau sebesar 1%. SVP pada wilayah surface layer sangat dipengaruhi oleh
perubahan diurnal harian air bagian bawah. Panas dari sinar matahari
menyebabkan air lapisan atas lebih hangat dibandingkan bagian bawah. Kondisi
sore hari hingga gradient SVP tersebut menjadi negatif (afternoon effect).
Nilai positif dari gradient SVP disebabkan kuatnya pengaruh mixed layer
yang dapat menyebabkan kondisi isotermal sehingga tekanan air laut merupakan
Tekanan air laut meningkatkan cepat rambat gelombang akustik sebesar 1.6 m/s
atau sebesar 0.1%. Menurut Kinsler et.al (2000) peningkatan suhu 10C akan
SVP sangat penting dalam survei batimetri karena dapat digunakan untuk
terhadap cepat rambat gelombang akustik dibagi dua, kemudian dikali dengan
data kedalaman yang akurat harus memperhitungkan nilai Total Propagated Error
Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
Madi (2010) yang menyebutkan bahwa jenis pasang surut di Eretan, Indramayu
tergolong kedalam jenis campuran condong ke harian ganda. Pasang surut jenis
campuran memungkinkan terjadinya pasang dan surut terjadi sebanyak dua kali
dalam satu hari dengan periode yang berbeda-beda. Nilai MSL yang diperoleh
hasil pemeruman. Menurut Hasanudin (2009) data pasang surut yang digunakan
sebaiknya data pasang surut lokasi penelitian atau lokasi terdekat dengan lokasi
penelitian.
muka air laut yang terjadi di lokasi penelitian. Ketentuan pemerintah tentang
peletakan pipa bawah laut menyebutkan bahwa kedalaman syarat pendam pipa
penurunan ketinggian air laut pada saat surut. Penghitungan nilai surut yang salah
dapat menyebabkan ketinggian air laut berada dibawah nilai batas (Yanto, 2007).
Caris HIPS&SIPS 6.1 milik BPPT dengan nomor seri CW9605878 untuk
mendapatkan topografi dasar laut. Nilai offset dari setiap sensor yang digunakan
harus dihitung terhadap center line. Nilai offset tersebut penting untuk melakukan
koreksi dari beberapa sensor yang digunakan terhadap sumbu salib kapal. Berikut
merupakan offset dari multibeam ELAC SEABEAM 1050D, DGPS Seastar 8200
Dalam koreksi offset, jarak dari masing-masing instrumen tersebut dibuat nol
Djunarsjah, 2005). Pada sumbu x nilai -0.530 meter artinya posisi offset Seastar
8200 VB digeser ke arah kiri sejauh 0.530 meter sedangkan pada sumbu z, draft
52
center line.
Koreksi lain yang harus dilakukan, yaitu koreksi swath dan koreksi
interpolasi terhadap beam yang dianggap kurang baik (Hasanudin, 2009). Hal
Beam berwarna merah merupakan beam yang berasal dari bagian lambung
kanan multibeam sementara beam berwarna hijau berasal dari bagian lambung
kiri. Beam yang berada di luar kisaran dipilih kemudian dihilangkan atau
besar terhadap data sehingga harus terhindar dari eror (Moustier, 2005).
pada saat pemeruman, yaitu sebesar 4 knot atau 7.408 km/jam dan diusahakan
konstan (Handbook off survey, 2004 dalam Sasmita, 2004). Dampak negatif dari
53
dilakukan pada menu navigasi editor dalam perangkat lunak Caris (Gambar 26).
kapal pada saat akuisisi sering tidak konstan. Nilai kecepatan kapal yang berada
jauh diluar kisaran dihilangkan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas data
sehingga pada tahap visualisasi, data yang digunakan tetap memiliki akurasi yang
baik.
2 dimensi. Nilai grid yang diberikan, yaitu sebesar 0.9 meter untuk mendapatkan
gambar topografi dasar laut yang detail. Metode interpolasi yang digunakan,
54
yaitu metode grid terpisah. dalam perangkat lunak GMT. Metode tersebut terdiri
Grdmask digunakan untuk memberikan batasan area dari data yang akan
diinterpolasi sehingga data yang berada di luar grdmask akan diabaikan. Grdmath
bagian tengah jalur penelitian (Gambar 20). Informasi tersebut dapat digunakan
sebagai informasi awal jalur lokasi peletakan pipa. Faktor lain yang harus
diperhatikan, yaitu jalur pipa sebelumnya yang telah diletakan, jenis sedimen,
amplitudo. Pada penelitian ini nilai amplitudo yang didapatkan berkisar antara
300 – 450 dengan interval setiap 50. Nilai amplitudo yang didapatkan pada setiap
Mean. Jenis sedimen clayey silt merupakan jenis sedimen yang banyak
didapatkan di lokasi penelitian dengan kisaran amplitudo sebesar 400 - 450. Nilai
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti source level, frekuensi yang digunakan,
55
sudut datang, jarak kolom air, kekerasan, kekasaran, ukuran butiran, densitas dan
Wilayah 1 didimonasi oleh jenis sedimen silty clay. Jenis sedimen ini
sedimen. Impedansi akustik merupakan hasil kali dari densitas dan cepat rambat
gelombang akustik yang digunakan. Dalam hal ini densitas jenis sedimen yang
berbeda akan memberikan nilai amplitudo yang berbeda pula. Nilai impedansi
akustik yang lebih besar akan memberikan nilai amplitudo dari hambur balik
yang lebih besar pula. Klasifikasi menggunakan kisaran amplitudo dan bukan
nilai backscatter (dB) merupakan hal yang baru. Amplitudo didapatkan secara
langsung berupa nilai hambur balik yang berasal dari dasar sementara itu
clayey silt. Hal ini telihat dari nilai sebaran amplitudo 400 – 450 yang menutupi
wilayah tersebut. Nilai amplitudo yang didapatkan pada penelitian ini merupakan
beam dan altitud sonar sehingga didapatkan keseluruhan nilai amplitudo pada
apabila variasi data tinggi maka metode ini bisa melakukan interpolasi dengan
spasi yang sangat tepat sehingga menghasilkan resolusi data yang tinggi (GMT
56
4.4, 2009). Spasi grid yang diberikan sebesar 5 meter. Pemberian nilai grid
setiap 5 meter dilakukan berdasarkan perhitungan luas lajur perum dan kisaran
total amplitudo.
Jenis sedimen clayey silt mendominasi lebih dari 80% luas jalur
putih. Bagian tersebut merupakan bagian yang tidak teridentifikasi atau memiliki
nilai amplitudo di luar kisaran 300 – 450. Nilai yang berada diluar kisaran
tersebut merupakan nilai eror yang tidak terfilter dengan baik. Hal ini disebabkan
filter yang digunakan untuk sudut datang dari dasar laut sehingga hambur balik
yang berasal dari dekat draft transduser lolos dari filter. Hydrografer cenderung
Cook-Book 5, 2009).
jenis sedimen clayey silt. Sisi kanan wilayah 3 hampir 90% didominasi jenis
dan variasi signal yang diterima masing-masing beam. Analisis yang dilakukan
merupakan jalur peletakan pipa sebelumnya. Jalur peletakan pipa tersebut pada
wilayah 1 tertutupi oleh jenis sedimen clayey silt dan silty clay. Pada wilayah 2
dan 3 jalur peletakan pipa sebelumnya tertutupi oleh jenis sedimen silt.
Penutupan jalur pipa terjadi karena pembuatan parit untuk peletakan pipa.
57
lokasi kurang dari 28 meter sehingga pipa harus dikubur sedalam 2 meter (Yanto,
2007). Penutupan pipa oleh sedimen clayey silt dan silty clay pada wilayah 1
disebabkan kedua jenis sedimen tersebut banyak terdapat di lokasi. Kondisi yang
berbeda terjadi pada wilayah 2 dan 3. Pada kedua wilayah tersebut didominasi
oleh jenis sedimen clayey silt akan tetapi jenis sedimen yang menutupi pipa
merupakan jenis sedimen silt dan silty clay. Hal tersebut dapat terjadi karena
sedimen silt dan silty clay yang terbawa oleh arus dari wilayah 1 atau parit tempat
instrumen side scan sonar menyebutkan bahwa target yang terdapat dalam
perairan balongan terdiri dari pole, box, bekas mooring dan potongan pipa.
Perairan Balongan didominasi oleh jenis sedimen clay dan sand. Nilai amplitudo
dengan nilai yang tinggi memiliki kenampakan yang lebih gelap dibandingkan
laut berpengaruh terhadap kegiatan peletakan pipa. Det Norske Veritas (DNV)
prosedur keselamatan kerja, barang dan lingkungan. DNV pertama kali didirikan
pada tahun 1864 di Norwegia dan sampai sekarang beberapa ketentuan DNV
digunakan sebagai pedoman kegiatan teknis kerja, salah satunya dalam kegiatan
sedimen dasar laut diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu tanah non kohesif (clay
58
dan silt) dan tanah kohesif (sand). Perbedaan kedua jenis sedimen ini
berpengaruh saat menganalisis free span atau bentangan bebas pipa yang terjadi
akibat ketidakteraturan dasar laut. Jenis sedimen kohesif memiliki nilai sudut
geser dalam yang berkisar antara 28o – 410 sedangkan sedimen non kohesif
memiliki nilai tegangan geser yang berkisar dari 12 – 200 kN/m2. Nilai tegangan
geser dan sudut geser dalam harus diperhitungkan dalam penentuan jalur
Jenis sedimen silt, silty clay dan clayey silt memiliki nilai tegangan geser
yang berbeda-beda sedangkan nilai sudut geser dalam yang dimilikinya bernilai
nol. Silt memiliki tegangan geser terbesar, yaitu berkisar antara 25 kN/m2 – 50
kN/m2 sedangkan silty clay dan clayey silt masing-masing memiliki nilai tegangan
geser berkisar antara 12.5 kN/m2 – 25 kN/m2 dan kurang dari12.5 kN/m2. Nilai
tegangan geser yang semakin tinggi akan menyebabkan pipa mudah bergeser.
Dengan nilai tegangan geser yang lebih kecil dibandingkan jenis silt dan silty
clay, jenis sedimen clayey silt merupakan jenis sedimen yang tepat sebagai lokasi
peletakan pipa.
trunk pipelines, yaitu jalur pipa yang digunakan untuk menyalurkan hidrokarbon
yang sudah diproses di platform ke short based terminal atau off shore loading
facility (Guyon et.al, 2005 ). Penentuan jalur peletakan pipa bawah laut harus
Kemiringan dasar laut lokasi penelitian relatif datar pada bagian tengah
lebih terjal terdapat pada bagian sisi kiri dan kanan. Kemiringan yang terdapat
pada bagian sisi kiri (timur) lajur pemeruman, yaitu sebesar 2.5 meter antara
wilayah 1 dan 2. Nilai kemiringan lain pada sisi kiri lajur pemeruman, yaitu
sebesar 1.5 meter yang terdapat antara wilayah 2 dan 3. Sisi kanan jalur
pemeruman memiliki nilai kemiringan sebesar 1.5 meter yang terdapat antara
cukup tinggi. Hal ini berhubungan dengan tingkat keamanan pipa setelah instalasi
mengalami pergeseran dan patah karena adanya dorongan gaya dari arus dan
gelombang yang tidak mampu diredam gaya berat (Kurnia 2007). Kemiringan
yang terdapat di lokasi penelitian termasuk kedalam kategori rendah. Hal ini
terlihat dari topografi dasar laut yang cenderung datar. Kemiringan yang terdapat
pada sisi kiri dan kanan jalur pemeruman juga tidak terlalu tajam. Meskipun nilai
kemiringan yang relatif landai pipa tidak dapat langsung diletakan pada jalur. Hal
ini disebabkan lokasi penelitian memiliki kedalaman yang kurang dari 28 meter
dipendam sedalam 2 meter dari dasar laut (Yanto, 2007). Berdasarkan nilai
kemiringan, jalur ideal peletakan pipa bawah laut adalah di tengah jalur
60
pemeruman. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan karena pada bagian
tengah jalur pemeruman telah terpasang pipa lain. Kondisi tersebut terlihat pada
saat akuisisi dilakukan dan pada saat klasifikasi jenis sedimen dasar laut
Pipa yang telah terpasang sebelumnya memiliki panjang yang hampir sama
dengan panjang jalur pemeruman. Jalur pipa ini sangat penting untuk diteliti
selanjutnya (Yanto, 2007). Pipa yang telah terpasang diduga telah mengalami
span. Hal ini terlihat dari beberapa titik belok pipa yang cenderung memiliki
Jalur pipa yang telah terpasang tidak diberikan dumping rock yang
menandakan kemiringan dasar laut jalur pipa tersebut relatif datar. Objek lain
yang ditemukan di sebelah barat jalur pemeruman adalah sisa mooring buoy,
potongan pipa dan jangkar kapal (Charnila dan Manik, 2010). Untuk
maka boundary layer harus dibuat. Panjang boundary layer yang dibuat minimal
setengah dari panjang jalur pipa. Boundary layer dapat berupa gundukan sedimen
ataupun berupa paritan. Selain sebagai penghalang terhadap objek lain yang
terdapat di lokasi jalur pipa, boundary layer juga berfungsi untuk meredam gaya
geser yang berasal dari arus dan gelombang laut. Pembuatan boundary layer pada
jalur pipa yang baru dilakukan pada dua sisi jalur peletakan pipa, yaitu pada sisi
kiri dan kanan. Boundary layer yang paling tepat dibuat dalam penelitian ini
boundary layer tipe ini juga lebih ekonomis dalam hal biaya.
Kemiringan dasar laut dan instalasi benda lain dibawah laut sangat
tingkat keamanan pipa adalah jenis fluida yang dialirkan dan jarak jalur pipa
tersebut terhadap pantai. Jenis fluida yang dialirkan termasuk dalam kategori D,
yaitu jenis gas alam berfasa satu dan tidak beracun. Jarak lokasi peletakan pipa
F101 Submarine Pipelines Systems 2007 tingkat keamanan jalur peletakan pipa
termasuk kedalam kategori tinggi. Hal ini berarti tingkat kegagalan yang terjadi
yang signifikan atau kerugian yang sangat besar pada ekonomi dan politik.
bawah laut harus dilakukan pada posisi yang tepat. Jenis sedimen dasar laut yang
dipilih dalam penentuan jalur peletakan pipa adalah jenis clayey silt. Selain nilai
62
tegangan geser yang rendah, clayey silt juga memiliki ikatan yang tinggi diantara
diatas suatu benda cenderung kuat. Jenis sedimen clayey silt yang mendominasi
tegangan geser yang kurang dari 12.5 kN/m2 menyebabkan pipa yang diletakan
Jalur peletakan pipa bawah laut adalah sisi kanan jalur pemeruman, yaitu
pada koordinat 108.39 BT, 6.36 LS sampai dengan 108.62 BT, 6.36 LS (Gambar
20). Penentuan jalur tersebut sebagai jalur peletakan pipa dilakukan dengan
kemiringan dasar laut, instalasi pipa yang sudah terpasang sebelumnya, tingkat
keamanan, jenis sedimen dan panjang jalur peletakan. Panjang jalur peletakan
pipa adalah 27 km dan dibuat melintang atau sejajar dengan jalur pipa yang sudah
ada sebelumya. Faktor ekonomi juga sangat diperhatikan dalam penentuan jalur
peletakan pipa. Kondisi kemiringan dasar laut yang relative datar sangat
memudahkan untuk membuat jalur peletakan yang lurus. Jalur lurus akan akan
sangat efektif dan ekonomis apabila dibandingkan dengan jalur pipa yang dibuat
berbelok-belok.
63
5.1 Kesimpulan
kedalaman minimum sebesar 11.5 meter dan kedalaman maksimum 22.5 meter.
Jalur peletakan pipa bawah laut adalah pada sisi kanan jalur pemeruman, yaitu
pada koordinat 108.39 BT, 6.36 LS sampai dengan 108.62 BT, 6.36 LS. Jalur
tersebut dipilih karena memiliki topografi dasar laut yang relatif datar.
Kemiringan dasar laut yang terdapat pada jalur tersebut yaitu sebesar 1.5 meter
yang terdapat antara wilayah 2 dan 3 serta kemiringan sebesar 1 meter pada
yang paling besar, yaitu sebesar 2.5 meter antara wilayah 1 dan 2 dan 1.5 meter
antara wilayah 2 dan 3. Jenis sedimen yang terdapat disepanjang jalur peletakan
pipa adalah jenis clayey silt yang juga mendominasi jenis sedimen di lokasi
pemeruman. Jenis sedimen silt banyak terdapat pada sisi kiri jalur pemeruman
wilayah 1 dan 2 dan jenis sedimen silty clay banyak terdapat pada wilayah 1.
5.2 Saran
63
64
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. T., D.V. Holliday, R. Kloser, D.G. Reid, and Y. Simrad. 2008.
Acoustic Seabed Classification: Current Practice and Future Directions.-
ICES J.Mar.Sci, 5: 1004-1011.
64
65
Kinsler, L.E. et al. 2000. Fundamental of Acoustics. John Wiley & Sons, Inc.
New Jersey. United State of America
Kodagali, V.N. Hagen, R and Schenke, H.W. 1997. Pseudo Sidescan Image From
Backscatter Amplitudo data of Hydrosweep Multibeam Sonar Systems.
Indian. J.Mar Sci. 26:278-282
Madi K. 2010. Sebaran Sedimen Tersuspensi, Kaitannya Dengan Pola Arus di
Pesisir Eretan, Indramayu. Skripsi [Tidak Dipublikasikan]. Program Studi
Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Mann, Robert and Godin, André. 1996. Field Procedures for the Calibration of
Shallow Water Multibeam Echo-Sounding Systems. Canadian Hydrographic
Conference, Canada.
Moustier, De. 2005. Course Multybeam Sonar Method. Publication Data, Inggris.
Urick, R.J. 1983. Principles of Underwater Sound. McGraw-Hill Inc. USA. 416
pp
66
Veritas Offshore Technology and Services A/S. Oktober 2007. “DNV OS F101
Submarine Pipelines Systems”. Rev Oktober 2003 Norway: DNV Publisher.
Veritas Offshore Technology and Services A/S. Februari 2006. “DNV RP F105
Free Spanning Pipelines”. Norway: DNV Publisher.
Wentworth CK. 1922. A Scale of Grade And Class Terms For Clastic Sediments.
Journal of Geology 30: 377–392.
Wessel, P and Walter, S. 2009. Generic Mapping Tools Manual Book. Laboratory
for Satellite Altimetry NOAA/NESDIS. New York, USA.
Yanto, H. 2007. Pemanfaatan Informasi Batimetri Untuk Keperluan Peletakkan
Pipa Bawah Laut. Tugas Akhir [Tidak Dipublikasikan]. Program Studi
Teknik Geodesi dan Geomatika. Institut Teknologi Bandung.
Lampiran
68
Spesifikasi Keterangan
Nama Baruna Jaya IV
Pemilik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Pembuat CMN France
Tahun pembuatan 1995
Total dimensi 60.4 x 11.6 x 4.5 (meter)
Mesin utama 2 x 1100 PS Niigata 5PA5L
Kecepatan 10-12 knots
Gross Tonage 1189-1218 GT
Jangkauan 7500 mil
Fuel oil tank 190 – 250 m3
Fresh tank 90 m3
Akomodasi 20 PAX
Klasifikasi BKI, BV
Instrumen dan ELAC SEABEAM 1050D, CodaOctopus F 180, Fish
Peralatan penelitian finder, squid jigger, bottom dan midwater trawl longline,
gill net dan fish processing
69
Parameter Keterangan
Akurasi 0.5 – 4 m (stand alone), 20 – 1 cm
(RTK)
Roll and Pitch < 0.025o
Heading 1 m baseline (0,1o)
2 m baseline (0.05o)
4 m baseline (0.025o)
Heave 5% from heave amplitude
Speed 0.03 m/s
Weight 2.5 Kg
Power 9-19 Vdc, 25 Watts
Temperatur -10 – 60o C
Humidity Splash proof
Antena Novatel pinwheel
71
Lampiran 4. Lanjutan
Lampiran 4. Lanjutan
Lampiran 4. Lanjutan
Lampiran 4. Lanjutan
Contoh perhitungan
Konstanta kesalahan kedalaman alpha = 0,5 m
Faktor pengganti kesalahan kedalaman lain betha = 0,013
Kedalaman = 14,111446
Ketelitian pengukuran ( σ ) adalah :
σ = ± a 2 + (bxd)2
= 0,53259136 m
79