Definisi
Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai
latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek,
gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnay kemampuan
berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil,
dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan dalam
pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial1,2.
Klasifikasi
Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel
yaitu :
1. Reversibel :
- Alkoholisme
- Gangguan pasikiatri
- Normal pressure Hydrocephalus
- Demensia Vaskular
2. Ireversibel :
-Demensia Alzheimer
-Pick’s Disease
-Parkinson’s Disease Dementia1
Diagnosis
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional, dan
perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian, dan sosial.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
neuropsikologis. Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit (akut/perlahan),
perjalanan penyakit (stabil/progresif, membaik), usia awitan, riwayat medis umum
dan neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat psikiatri, riwayat yang
berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi, gangguan nutrisi, penggunana obat,
dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pemeriksaan umum,
1
pemeriksaan neurologis dan neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan laboratorium dan radiologis
1. Anamnesis
Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka
yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita ( pengasuh ). Hal yang
paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif
dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan ( mendadak/progresif lambat), dan
adanya perubahan prilaku dan kepribadian.
- Riwayat Neurologis
Perlu umtuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler, trauma
kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.
2
- Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia.
Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi,
skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan
gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis,
dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan, ( Wandering ),
agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness, dan disinhibisi.
- Riwayat Intoksikasi
Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida,
alkoholisme, dan merokko. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis
antidepresan dan narkotika.
- Riwayat Keluarga
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom
down, dan retardasi mental.
2. Pemeriksaan fisik
Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya
kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat keesadaran, namun
bergandengan dengan perubahan tabiat ayng dapat berkembang secara mendadak
atau sedikit demi sedikit pada setiap orang dari semua golongan usia.
Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada prakter klinis.
Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan
neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik,
otonom, koordeinasi, gangguan penglihatan, gerakan abnormal/apraksia dan
adanya refleks patologis dan primitif1
3
DEMENSIA ALZHEIMER
Merupakan frekuensi demensia yang paling tinggi, meliputi 50-55 % dari seluruh
demensia, biasanya memeiliki faktor resiko seperti usia yang lebih dari 40 tahun,
riwayat keluarga Alzheimer, Parkinson, Sindrom Down.
Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitun :
- Stadium Ringan
Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukan
aktivitas harian sederhana.
- Stadium Sedang.
Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita
membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama yang
kompleks.
- Stadium lanjut.
Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif
berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik.
Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan prilaku
dapat terjadi pada stadium ringan, sedang, maupun lanjut1.
DEMENSIA VASKULER
4
vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski mengenalkan istilah
multi-infark dementia ( MID ) untuk menekankan bahawa demensia adalah
berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar maupun
kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD)
yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler
termasuk perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para
peneliti mengenalkan isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan
untuk meluaskan konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler
dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat, dan
pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi
sebelum demesia terjadi3.
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring
dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan
sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun8.
5
Patofisiologi
Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu
faktor genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit
serebrovaskuler. DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada
pasien-pasien kardiovaskuler dan juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan
menyebabkan perubahan level kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga
memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4 akan membantu
hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL,
dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE,
termasuk reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8.
Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien
dengan ApoE4 adalah beresiko tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia
juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan Kokobu et
al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid.
Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap
trauma sistem saraf pusat 3,4.
Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah
diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa
penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis,
yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-pembuluh darah besar ( arteri serebri
anterior dan arteri serebri posterior). Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan
keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di bagian anterolateral dan medial
thalamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa
lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain,
basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies, otak
tengah dan pons.Pada analisis mikroskopik perubahan - perubahan tipe Alzheimer
(neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan
merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran digunakan ketika baik
perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan
kognisi3.
Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan
kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam
6
kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan
kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak emboli jantung, dan perdarahan.Peran
dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab disfungsi kognisi telah
diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi substansia alba pada 40 kasus
dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya :
1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba
2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang
dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark3.
Faktor resiko
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia,
Africo-American ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret,
penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi
penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada
hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik,
paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik),
sosial ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah
volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.
Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa
penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin.
Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan
faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark
subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik
yang melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia
pada 90 % pasien yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi
ini.Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia
vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga
lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan
demensia3.
7
Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada pasien-
pasien stroke, dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan
pada otak.Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah diteliti pada beberapa
penelitian, dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu
penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan dengan proses
perbaikan pada sistem saraf. Frison et. al menghipotesiskan bahwa APOE
memainkan peran pada metabolisme otak normal, dan terdapatnya alel €4 dalam
jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau
vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan
menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer
Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE24.
Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk telah
dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan
dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu
et.al, dan. hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan
Parkinson4.
Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen
yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau
hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling
berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori yang
menonjol6
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-
infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas
antara stroke dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger
dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki
faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam
kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).
Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :
8
1. VaD pasca stroke
Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain,
teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
Multiple Infark Dementia (MID)
Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal
-Lesi iskemik substansia alba
-Infark lakuner subkortikal
-Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
Etiologi
Baru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya disebabkan
oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh keadaan
serebrovaskuler. Beberapa kelainan vaskuler yang dapat menyebabkan demensia
antara lain tercantum dalam tabel di halaman selanjutnya ini5.
Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-
AIREN(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and
L’Association Internationale pour la Recherche et L’Enseignmement en
Neurosciences).
- Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :a)
Demensiab) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya
defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese,
kelumpuhan otot wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik,
hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan stroke (dengan atau tanpa
riwayat stroke), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan pemeriksaan
pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah
besar atau infark tunggal tempat strategis (girus angularis, talamus, basal
forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior), atau infark lakuner
multipel di basal ganglia dan substantia alba atau lesi substantia alba
9
periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan di atas.c) Terdapat
hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih keadaan
dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca
stroke.- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit
kognisi yang progresif.
Gambaran Klinis
Sesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD
sebagai berikut :
A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :
1. Gangguan berjalan (langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas,
magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait)
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh
kelainan urologi. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan
depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi
psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi3.
10
B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD:
1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan
gangguan kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ),
ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi
yang sesuai pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi.
Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala5.
C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti
kelumpuhan ringan, refleks asimetri, dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian,
emosi labil, dan retardasi psikomotor.
D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan
kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.
11
demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan berjalan,
koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal
menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.
3. Riwayat Neurobehaviour. Informasi dari keluarga mengenai penurunan
fungsi kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan
perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.
4. Riwayat psikiatrik. Riwayat psikiatrik penting untuk menentukan
apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian,
tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah
gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan.Keracunan logam berat,
pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik
dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD.
Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat
mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia
pada keluarga.
12
5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi
mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi,
delirium, cemas atau mengalami gejala psikotik8.
Manajemen Terapi
Terapi farmakologik. Penderita dengan faktor resiko penyakit
serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus
mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup.
Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi
kognisinya.Terapi simptomatik pada demensia vaskuler kolinergik
sehinggaadalah pemberian kolinesterase inhibitor karenaterjadi penurunan
neurotransmiter. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat
golongan ini dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki
aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek
samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare,
bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler.
Terapi non-farmakologis bertujuan untuk memaksimalkan atau
mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.Program harus dibuat
secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri, pengasuh
dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi,
reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling,
terapi musik, terapi wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas,
penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home.
13
kekerasan, kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari).Sebelum
memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk
mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi
kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap
gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan
kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat
penyakitnya.Pasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan
fungsional yang labih berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi.
Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi
tidak memperbaiki gangguan kognisi.
Manajemen terapi farmakologis :
1.Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action
dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.
2.Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek
samping obat dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain
- Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini
mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek
antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal
- Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
- Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek
sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler
dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.
Manajemen terapi non-farmakologi:
1.Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
2.Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3.Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4.Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan
gelisah.
14
ILUSTRASI KASUS
Keluhan Utama :
Lemah sisi tubuh sebelah kiri sejak 5 jam SMRS. Terjadi tiba-tiba ketika
pasien selesai makan pagi. Tiba-tiba lengan kiri dan tungkai kiri menjadi
berat saat digerakkan. Pasien harus menyeret kaki kiri ketika berjalan dan
Keluhan disertai bicara pelo dan mulut mencong sejak 5 jam SMRS
sejak 4 tahun yang lalu dan telah dilakukan PTCA, kontrol teratur,
mendapat obat vaclo (clopidogrel 1x 75mg) obat yang lain tidak diketahui
keluarga
15
Riwayat Penyakit Keluarga :
dan hipertensi
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign :
mmHg
Status Internus :
16
Jantung I : iktus tidak terlihat
Pk : timpani
Status Neurologis :
1. GCS 15 (E4V5M6)
Brudzinsky I : -/-
Brudzinsky II : -/-
Kernig : -/-
17
4. Nn Kranial :
Nervus XII : lidah bisa dikeluarkan, tidak ada deviasi, tremor (-)
Ekstremitas inferior
18
8. Reflek patologis :
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Darah
Hb : 12,1 gr%
Leukosit : 8.800/mm3
Ht : 36%
Na : 137 mEq/l
K : 3,4 mEq/l
Cl : 104 mEq/l
Ureum : 28 mg%
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
19
DIAGNOSIS
Diff. Diagnosis :-
PEMERIKSAAN ANJURAN
Brain CT scan
TERAPI
1. Umum
- Inj Pump
2. Khusus
- Aspilet 1x 80mg PO
- Clopidogrel 1x 75mg PO
- Citicolin 2x 1g IV
PROGNOSIS
20
FOLLOW UP
2 Oktober 2013
SN : GCS 15 (E4V5M6)
RF +/+, RP -/-
Th/ : Aspilet 1x 80 mg PO
Clopidogrel 1x 75mg PO
Citicholin 2x 2gr IV
21
DISKUSI
Penyakit Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinis hemiparese
dsinistra dengan parese nervus VII dan XI ec stroke iskemik tromboemboli serebri
anamnesis didapatkan lemah tungkai kiri dan lengan kiri, dari keterangan istri
pasien, dikeluhkan penurunan kemandirian aktivitas fisik dan sering pelupa. Pada
status neurologis didapatkan GCS (E4M6V5)= 14, TRM (-), ↑TIK (-), Motorik
Terapi pada pasien ini meliputi terapi umum dan khusus. Terapi umum
berupa diet MBDJ 1900kkal. Terapi khusus berupa obat makan aspilet dan
22
DAFTAR PUSTAKA
Press. Yogyakarta.
Jakarta.
Rakyat. Jakarta.
23