Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

DIARE DENGAN DEHIDRASI BERAT

Disusun Oleh :
Ni Made Yogaswari, S.Ked
FAB 118 007

Pembimbing :
dr. Soetopo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya. Diare dengan memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali dalam sehari dengan atau tanpa
disertai darah atau lendir. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit.
Penyebab terbanyak dari diare infeksi adalah Vibrio cholerae, diikuti dengan Shigella spp,
Salmonella spp, Escherichia coli, Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter
Jejuni, dan Salmonella paratyphi.1
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7%.
Lima provinsi dengan insiden adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%),
Sulawesi Selatan (8,1%) dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada
kelompok umur 12-23 bulan (7,6%).2
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini
terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum).
Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat
elektrolit tubuh. Dehidrasi merupakan komplikasi paling sering dari diare akut. Berdasarkan
derajat dehidrasi, diare akut dibagi menjadi tiga bagian yaitu diare tanpa dehidrasi, diare
dengan dehidrasi ringan-sedang dan diare dengan dehidrasi berat.3
Tatalaksanaawal yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mengatasi diare dan
dehidrasi sehingga dapat menghindari komplikasi yang lebih berat.3

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 PRIMARY SURVEY

An. J, 2 tahun 5 bulan

Vital Sign :

TekananDarah : -
Nadi : 136x/menit, cepat dan lemah
Suhu : 36,8 0C
Pernapasan : 36 x/menit, abdominal-thorakal
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing :spontan, 36 x/menit, pernapasan abdominal-thorakal, pergerakan
thoraks simetris kanan & kiri
Circulation : nadi 136 x/menit, cepat dan lemah. CRT <2 detik
Disability : GCS 15 (Eye 4, Verbal 5, Motorik 6), Tampak lemah, Gerakan aktif
Evaluasi masalah : Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam Priority sign yaitu
pasien datang diantar orang tua dengan keluhan BAB cair dan terlihat dehidrasi sehingga
memerlukan penanganan segera. Pasien ditempatkan di ruang non bedah. Pasien diberi
label kuning.
Tatalaksana awal : Tata laksana awal pada pasien ini adalah posisikan pasien ditempat
tidur dan pemasangan IV line untuk rehidrasi cairan.

2.2 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. J
Usia : 2 tahun 5 bulan
Jeniskelamin : laki-laki
Alamat : Jl. Paus XII no 15
Tanggal pemeriksaan : 20 April 2019

3
2.3 ANAMNESIS

Alloanamnesis

1. Keluhan Utama : BAB cair


2. Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien dating diantar orang tua pasien karena BAB cair sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Dalam sehari, BAB cair > 5 kali dengan
setiap BAB sebanyak ±¾ gelas aqua. BAB cair bercampur ampas tetapi
lebih banyak airnya, berwarna kuning, tidak ada lender dan tidak ada
darah. Makan dan minum berkurang sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien sampai saat ini minum ASI dan makanan seperti orang
dewasa Pasien juga mengkonsumsi susu formula. Menurut orang tua,
pasien agak rewel sejak tadi malam dan tidak mau menyusu. Pasien tidak
ada muntah dan tidak ada demam.
 Dalam 4 hari ini, pasien minum obat yang dibeli di apotek oleh orang tua
pasien, tetapi orang tua tidak tahu nama obat yang diberikan tersebut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada keluarga pasien yang menderita sakit seperti ini.

2.4 PEMERIKSAAN FISIK


- Keadaan umum : Tampak lemas
- Kesadaran : Compos mentis
- Berat Badan : 8 kg
- Vital sign:
- Tekanan Darah :-
- Nadi : 136x/menit, cepat dan lemah
- Suhu : 36,8 0C
- Pernapasan : 36 x/menit, abdominal-thorakal
Kepala dan Leher
- Ubun-ubun sudah menutup
- Mata cekung (+/+)

4
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Refleks pupil (+/+)
- Bibir kering (+)
- Air mata saat menangis sedikit (+)
Thoraks
Paru-paru
- Inspeksi: Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, penggunaan otot
bantu pernapasan (-).
- Palpasi : massa (-/-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba
- Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
- Palpasi : Turgor lambat kembali ( >2 detik)
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas
- Akral dingin
- CRT < 2 detik
- Edema (-/-)

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
 Leukosit : 7.120/uL
 Hb : 13,6 g/dL
 Ht : 40,6%
 Trombosit : 356.000/uL

5
 GDS : 98 mg/dL
 Elektrolit :
o Natrium : 123 mmol/L
o Kalium : 3,8 mmol/L
o Calcium : 1,24 mmol/L
Usulan Pemeriksaan:
 Feses lengkap

2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Dehidrasi berat
Diagnosis anatomis : Diare akut
Diagnosis etiologi : infeksi virus
Diagnosis kerja : Dehidrasi berat ec. Diare akut.

2.7 PENATALAKSANAAN IGD


- IVFD RL 30 cc/kgBB loading dose  240 cc
- Pasang Kateter
- Setelah loading evaluasi keadaan umum anak,nadi dan urin output
o Pada pasien, evaluasi setelah diberikan loading dose cairan RL 240 cc
adalah anak menjadi lebih tenang, mau menyusu dan tertidur, nadi 128
x/menit, teraba lebih kuat dari sebelumnya, urin output dari 100 cc
menjadi 120 cc.
- IVFD diganti menjadi Kaen 4B 36 tpm selama 5 jam
- Inj. Ranitidine 3x¼ A/IV
- Inj. Ondansentron 3x¼ A/IV
- Oral :
o L-Bio 1x1
o Zinc 1x20 mg
o Oralit
- Observasi keadaan umum anak, nadi dan urin output
- Konsul kebagian Anak

6
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

7
BAB 3
PEMBAHASAN

Pada anamnesis, didapatkan anak sudah mengalami perubahan konsistensi tinja dari
padat menjadi cair tetapi masih ada ampasnya, tidak ada lendir dan darah. Anak juga
mengalami perubahan frekuensi buang air besar yaitu menjadi sekitar 4-5 kali sehari. Anak
mengalami perubahan buang air besar seperti ini sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
sehingga onsetnya masih akut.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya. Diare dengan memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali dalam sehari dengan atau tanpa
disertaidarah atau lendir. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari
14 hari.1Sedangkan dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada
tubuh yang terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya
minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat
elektrolit tubuh. Dehidrasi merupakan komplikasi paling sering dari diare akut. Berdasarkan
derajat dehidrasi, diare akut dibagi menjadi tiga bagian yaitu diare tanpa dehidrasi, diare
dengan dehidrasi ringan-sedang dan diare dengan dehidrasi berat.3
PATOFISIOLOGI DIARE:
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di
kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.
Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel
leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan
abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi
cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan
tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun
yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan
motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan

8
osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya
adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.1,4
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai
pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive
intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif,
inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar.
Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti
gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.4
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit
usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel
atau diabetes melitus.Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi
bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan
atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman
enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan
mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa
usus.4
PENILAIAN DERAJAT DEHIDRASI MENURUT WHO:

9
PENILAIAN DERAJAT DEHIDRASI MENURUT MAURICE KING:

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak lemas dan gelisah. Denyut
nadi 136 x/menit, cepat dan lemah, ubun-ubun sudah menutup, kedua mata cekung, bibir
kering dan ketika anak menangis, tidak ada air mata yang keluar. Pemeriksaan di abdomen
didapatkan turgor kulit lambat kembali yaitu lebih dari 2 detik. Akral anak dingin. Penilaian
derajat dehidrasi menurut Maurice King, jumlah nilai pada anak ini adalah 9, yaitu masuk
dalam derajat dehidrasi berat. Sehingga dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan, diagnosis terhadap pasien ini mengarah ke diare akut dengan dehidrasi berat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Evaluasi laboratorium pada pasien diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses
adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai
penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,
sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen,
atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum,
kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan radiologis seperti
sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut
infeksi.4
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada pasien adalah pemeriksaan darah
lengkap, gula darah sewaktu dan elektrolit. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui
jumlah leukosit di dalam darah untuk melihat adanya infeksi atau tidak. Pemeriksaan
elektrolit diperlukan untuk melihat keseimbangan elektrolit karena pada diare terjadi

10
pengeluaran cairan yang banyak sehingga dapat menganggu keseimbangan elektrolit dalam
tubuh.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare dilakukan berdasarkan derajat dehidrasinya apakah diare tanpa
dehidrasi, diare dengan dehidrasi ringan-sedang, dan diare dengan dehidrasi berat. Pada
pasien ini, karena pasien termasuk dalam kategori dehidrasi berat, maka tatalaksana awal saat
di IGD adalah rehidrasi atau mengganti secepatnya cairan tubuh yang hilang akibat diare
dengan pemasangan jalur intravena. Infus RL diberikan loading dose yaitu 30 cc/kgBB
sehingga infus RL di loading dose sebanyak 240 cc. Hal
inisesuaidenganteoritatalaksanadehidrasiberatyaituapabilaanakberusialebihdari 12 bulan,
dalam 30 menitpertamaharusdilakukan loading dose cairandengandosis 30 cc/kgBB.
Selanjutnyapada 2,5 jam berikutnyadiberikancairandengandosis 70 cc/kgBB.
Kemudian dilakukan pemasangan kateter untuk memantau urin output anak sehingga
dapat mengevaluasi derajat dehidrasi. Setelah loading dose selesai, evaluasi kembali keadaan
umum anak, nadi dan urin output. Pada pasien, setelah dilakukan loading, anak menjadi lebih
tenang, mau menyusu sampai tidur, denyut nadi 128 x/menit, lebih kuat dari sebelumnya dan
urin bertambah menjadi 120 cc dari yang sebelumnya hanya 100 cc saja. Setelah keadaan
anak membaik, lanjutkan infus menjadi 35 tpm dan setelah itu diganti menjadi Kaen 4B 36
tpm selama 5 jam selanjutnya. Pasien juga diberikan injeksi Ranitidine dan Ondansentron
yang disesuaikan dengan berat badan anak. Untuk obat oral, pasien diberikan L-Bio, Zinc dan
oralit. Kemudian anak tetap dipantau keadaan umum, tanda vital dan urin outputnya. Pasien
dikonsulkan ke bagian anak dan dirawat inap.

11
12
13
14
BAB 4
KESIMPULAN

Telah dilaporkan An. A usia 1 tahun 4 bulan dating dengan keluhan BAB cair. Pasien lalu
masuk ke dalam priority sign dan diberi label warna kuning. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan, diagnosis pasien mengarah ke dehidrasi berat ec diare akut
karena infeksi virus. Pasien kemudian mendapat tatalaksana awal di IGD yaitu rehidrasi
cairan yang dihitung berdasarkan berat badan anak. Pada evaluasi pertama didapatkan pasien
membaik dan kemudian dilanjutkan pengobatan dan pasien kemudian dirawat.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Halim I. Tatalaksana diare akut pada anak. Jurnal CDK Vol. 42, No. 4. Riau:
2015.
2. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI. 2013.
3. Leksana E. Terapi cairan pada dehidrasi. Jurnal CDK Vol. 42, No. 1. Semarang:
2015.
4. Zein U, Sagala K, Ginting J. Patofisiologi diare akut. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai