Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA I

KONSEP DASAR TEORI AUTISME

OLEH KELOMPOK 7 :

1. Agustinha De Almeida (17.321.2711)


2. Gede Melyantara Jaya (17.321.2715)
3. Putu Harry Kresna Putra (17.321.2759)
4. Putu Yudi Pradnyana (17.321.2761)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Limpah
Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sedarhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam “konsep dasar teoti autisme”dalam mata
kuliah keperawatan jiwa I

Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepanya dapat lebih baik.

Makalah ini penulisan masih banyak kekurangan karena pengalaman yang


penulis memiliki sangat kurang. Oleh karena itu penulis harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 15April 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan secara
menyeluruh yang mengakibatkan hambatan dalam kemampuan sosialisasi,
komunikasi, dan juga perilaku. Gangguan yang dialami anak autis adalah
gangguan dalam bidang interaksi sosial, gangguan dalam bidang
komunikasi (verbal dan non-verbal), gangguan dalam bidang perilaku,
gangguan dalam bidang perasaan atau emosi, dan gangguan dalam bidang
persepsi-sensorik.

Autisme adalah gangguan perkembangan yang mencakup bidang


komunikasi, interaksi, serta perilaku yang luas dan berat, dengan gejalanya
mulai nampak sebelum anak berusia 3 tahun (Mujiyanti, 2011).

Penyebab autis sampai saat ini belum diketahui secara pasti,


namun berdasarkan penelitian, diperkirakan penyebab munculnya gejala
autis adalah dari bahan metabolit sebagai hasil proses metabolism (asam
organik) merupakan bahan yang dapat menggangu fungsi otak dan
keadaan tersebut biasanya didahului dengan gangguan pencernaan dan
gangguan perilaku (Mashabi dan Tajudin, 2009; Sofia, 2012).

Permasalahan yang dimiliki anak autis dapat menghambat proses


perkembangan potensi maupun keterampilannya, sehingga sangat
berpengaruh dalam hal akademik maupun non akademik anak tersebut.

Anak autisme memiliki resiko kekurangan gizi yang diakibatkan


oleh beberapa faktor, antara lain terapi diet ketat, gangguan perilaku
makanan (picky eaters) seperti kesulitan menerima makanan baru dan
gerakan menguyah sangat pelan, asupan makan yang terbatas,
pengetahuan gizi orang tua dan pengaruh obat-obatan. Dengan adanya
pemberian diet bebas gluten dan kasein, anak autisme akan terbatas dalam
mengkonsumsi makanannya sehari-hari sehingga makanan yang
dikonsumsi tidak bervariasi dan zat gizi makro maupun mikro yang
seharusnya tersedia juga berkurang sehingga akan berdampak pada status
gizi anak, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak
autisme adalah makanan atau terapi diet. Dari beberapa jenis diet untuk
anak autisme, diet yang umum dilakukan adalah Diet Gluten Free Casein
Free (GFCF).

1.2.Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan autisme ?
2. Gejala-gejala dari autisme itu apa ?
3. Seperti apakah penyebab dari autisme ?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi autisme ?
5. Terapi apa saja yang dilakukan pada autisme ?
1.3.Tujuan
1. Untuk memahami atau Mengetahui teori autisme.
2. untuk lebih bisa memahami cara mencegah dan menhindari penyebab
autisme.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Autisme
Pengertian Autisme Kata Autisme, diambil dari kata Yunani “autos” =
“aku”, dalam pengertian non ilmiah mudah menimbulkan interpretasi yaitu bahwa
semua anak yang bersikap sangat mengarah kepada dirinya sendiri karena sebab
apapun, disebut autistik.

Menurut Kanner seperti dikutip Noer Rohmah menjelaskan autisme


merupakan suatu hambatan perkembangan yang sudah nampak pada tahun-tahun
penghidupan pertama. Dugaan akan sebab-sebabnya ada bermacam-macam
sebagai berikut :

Autis adalah sindroma (kumpulan gejala) di mana terjadi penyimpangan


perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar,
sehingga anak autis seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis tidak termasuk
golongan penyakit, tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan
perkembangan. Anak autis tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan
menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang serta tidak biasa terhadap
rangsangan sekitarnya. Dengan kata lain, pada anak autis terjadi kelainan emosi,
intelektual dan kemauan (gangguan pervatif).

Autisme adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat semaunya


sendiri, baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak
usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autis bisa menimpa siapa saja,
tanpa membedakan warna kulit, status sosial, Ekonomi, maupun pendidikan
seseorang.

Meskipun terlihat tidak wajar dan tidak bisa diterima di khalayak umum,
terkadang anak autis memiliki kemampuan spesifik melebihi anak-anak seusianya.
Sebagian besar penderita autisme, yakni sekitar 75% termasuk alam kategori
keterlambatan mental. Tetapi sejumlah 10% dari mereka malah digolongkan
sebagai orang jenius. Orang-orang semacam ini memiliki kemampuan luar biasa
dalam berhitung, musik, atau seni.
Sekalipun demikian, rata-rata anak autis tidak memiliki kemampuan rata-
rata di semua bidang. Maka dapat disimpulkan anak autis juga memiliki
kemampuan yang bisa dikembangkan sebagai keterampilan dan pegangan dalam
hidupnya kelak. Hanya saja, yang perlu dicermati adalah bagaimana
mengembangkan dan model pendidikan.
Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, di mana jumlah
penderita laki-laki empat kali besar dibandingkan penderita wanita. Gejala-gejala
autisme mulai tampak masa yang paling awal dalam kehidupan mereka. Gejala-
gejala tersebut tampak ketika bayi menolak sentuhan orang tuanya, tidak
merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasaankebiasaan lainnya
yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya.
Sehubungan dengan aspek sosial kemasyarakatan, disebutkan bahwa anak
penderita autisme terbiasa untuk sibuk dengan dirinya sendiri ketimbang
bersosialisasi dengan lingkungannya. Mereka juga sangat terobsesi dengan benda-
benda mati. Selain itu, anak-anak penderita autisme tidak memiliki kemampuan
untuk menjalin hubungan persahabatan, menunjukkan rasa empati, serta
memahami apa yang diharapkan oleh orang lain dalam beragam situasi sosial.
Bila mereka berada satu ruangan dengan orang lain, maka penderita autisme akan
cenderung menyibukkan diri dengan aktivitas yang melibatkan diri mereka
sendiri.
Ciri khas autisme adalah bahwa mereka sejak dilahirkan memunyai kontak
sosial yang sangat terbatas. Perhatian mereka hampir tidak tertuju pada orang lain,
melainkan hanya pada benda-benda mati.Selain itu terdapat gangguan dalam
bidang perkembangan, yaitu perkembangan interaksi dua arah, perkembangan
interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku.

2.2 Gejala-Gejala Autisme.


Dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:
1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai (kontak
mata sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup, gerak-gerik yang
kurang terfokus).
2. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
3. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
4. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulangulang.
5. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa
meniru.
6. Sering sekali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.9
7. Melakukan sesuatu kegiatan dalam tingkat tinggi. Anak mungkin selalu
bergerak, berpindah dengan gesture yang dilakukan dengan gugup
dalam waktu relative pendek, bermain atau bekerja tanpa tujuan.
8. Kadang tertawa-tawa sendiri, menangis atau marahmarah tanpa sebab
nyata.
9. Anak mudah frustasi. Ia mudah marah jika disuruh melakukan kegiatan
yang tidak disukainya.
10. Suka mengikuti kata hati, misalnya kurang melakukan kontrol diri dan
sulit dihentikan setelah mulai melakukan kegiatan.
11. Koordinasi mata dan tangannya sangat kurang.
12. Anak sangat rentan terhadap perubahan situasi.
13. Anak bermasalah dalam pengaturan diri. Ia sulit menenangkan diri saat
gejolak emosionalnya muncul.
14. Anak bermasalah di kegiatan akademiknya, sulit memelajari
keterampilan baru atau konsep-konsep.
15. Anak bermasalah dalam bersosialisasi. 11 Gejala-gejala tersebut sudah
harus tampak dengan jelas sebelum anak mencapai umur tiga tahu. Pada
sebagian besar anak, sebenarnya gejala ini sudah mulai sejak lahir.
Seorang ibu yang berpengalaman dan cermat akan bisa melihat betapa
bayinya yang berumur beberapa bulan sudah menolak menatap mata,
lebih senang main sendiri, dan tidak responsive terhadap suara ibunya.
Hal ini semakin lama semakin jelas bila anak kemudian bicaranya pun
tidak berkembang secara normal.
2.3 Faktor-faktor Munculnya Autisme.
Sepuluh tahun lalu, penyebab autisme masih merupakan misteri.
Sekarang, berkat alat kedokteran yang semakin canggih, diperkuat dengan
autopsi, ditemukan penyebabnya antara lain gangguan neurobiologis pada
susunan saraf pusat (otak).

Biasanya, gangguan ini terjadi dalam tiga bulan pertama masa kehamilan,
bila pertumbuhan sel-sel otak di beberapa tempat tidak sempurna.

1. Penyebabnya bisa karena virus (toxoplasmosis, cytomegalo, rubella,


dan herpes ) atau jamur (candida) yang ditularkan ibu ke janin. Bisa
juga karena selama hamil sang ibu mengkonsumsi atau menghirup zat
yang sangat polutif yang meracuni janin. Kekurangan jumlah sel otak
ini tidak mungkin diperbaiki dengan cara apapun. Namun, setiap
penyandang memunyai cara berbeda untuk mengatasi kekurangan
tersebut. Sebaliknya ada makanan tertentu yang memunyai pengaruh
memerberat gejala. Adapula penderita yang menderita gangguan
pencernaan, metabolisme serta imunodefisiensi dan alergi.
2. Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan
memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut
termasuk valporic dan thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi
lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama
kehamilan, kecemasan, serta insomnia.
3. Merkuri salah satu unsur kimia yang juga sangat berbahaya, unsur ini
hadir dalam kehidupan kita sehari-hari dalam berbagai bentuk. Contoh
:pemakaian merkuri dalam dunia kedokteran, amalgam yang digunakan
pada penambalan gigi. Berbagai senyawa merkuri tertentu digunakan
sebagai pestisida dan fungisida dalam pertanian. Unsur ini terakumulasi
dalam tubuh manusia terutama pada ginjal, hati dan otak. Akumulasi ini
dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan gangguan dan
kerusakan bagi organ-organ tersebut.Dengan berbagai alat kedokteran
yang canggih, dicarilah hubungan antara gejala gangguan autisme
dengan adanya kelalaian anatomi maupun bio-kimiawi di dalam otak.
Penelitian yang gigih dari pada pakar di seluruh dunia ternyata
membuahkan hasil yang memuaskan. Ditemukan bahwa 43 % dari
penyandang autisme memunyai kelainan yang khas di dalam lobus
parietalisnya. Pada MRI akan tampak lekukan-lekukan otak yang lebih
melebar yang menunjukkan bahwa jumlah sel otak di dalam lobus
parietalis berkurang. Hal ini dipastikan lagi pada penemuan otopsi.
4. Kerusakan pada lobus parietalis menyebabkan antara lain terbatasnya
perhatian terhadap lingkungan.Amygdala mengontrol fungsi agresi dan
emosi. Para penyandang autisme umumnya kurang dapat
mengendalikan emosinya. Amygdala juga bertanggung jawab terhadap
berbagai macam sensoris seperti pendengaran, penglihatan maupun
penciuman, dan juga terhadap rangsang yang berhubungan dengan rasa
takut. Sedangkan hippocampus bertanggung jawab untuk fungsi belajar
dan daya ingat.
5. Gangguan di hippocampusmengakibatkan kesulitan dalam menyimpan
informasi baru dalam memorinya. Perilaku yang diulang-ulang, yang
aneh, dan hiperaktivitas juga bisa disebabkan oleh gangguan di
hippocampus. Keragaman pendapat pakar tersebut menandakan
kompleksitas kelainan autisme, sehingga penanganan terpadu harus
secepat mungkin dilaksanakan bila diagnosis autisme sudah terbentuk
dan dukungan, peran orang tua serta masyarakat luas.
2.4 Klasifikasi Anak Autis Memasuki era globalisasi.
Ketika komunikasi antar manusia di seluruh belahan bumi sudah
demikian mudahnya, masih ada saja sekelompok manusia yang tersisih.
Tersisih karena mereka tidak mampu mengadakan komunikasi dengan
orang yang paling dekat sekali pun. Mereka sulit mengekpresikan perasaan
dan keinginan. Mereka juga hidup terkurung dalam dunianya sendiri yang
sepi, menunggu uluran tangan orang lain untuk menariknya keluar ke
dunia yang lebih bebas. Anak autistik sangat berbeda dengan anak lain
dalam hal berbahasa dan berkomunikasi karena mereka memiliki kesulitan
memroses dan memahami bahasa. Sebagian dari mereka mungkin mampu
memroses bahasa dan memahami artinya, tetapi hanya dapat
menginterpretasi bahasa secara harfiah.

Berikut ini karakteristik umum dan gangguan spectrum autisme:


1. Komunikasi
a. Perkembangan bicaranya terlambat atau sama sekali tidak
berkembang.
b. Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik
muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.
c. Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara
suatu pembicaraan dua arah yang baik.
d. Bahasa tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotip.
e. Tidak bisa memberikan respons secara spontan.
2. Interaksi sosial
a. Tidak bisa menjalin ikatan sosial.
b. Menghindari kontak mata.
c. Seringkali menolak untuk dipeluk.
d. Keterampilan bermain terbatas.
e. Tidak mampu memahami pemikiran orang lain
f. Tidak mampu memahami perasaan orang lain.
g. Kesulitan menoleransi teman sebayanya.
3. Imajinasi Sosial
a. Tidak bisa menggunakan imajinasinya sendiri untuk menciptakan
gambaran.
b. Tidak bisa memahami lelucon
c. Kesulitan memulai sebuah permainan dengan anak lain.
d. Tidak bisa meniru tindakan individu lain.
e. Lebih memilih untuk dibiarkan sendiri.
4. Pola bermain
a. Anak berkesulitan dalam mengatur serangkaian gerakan tubuh saat
menggunting kertas dan bersepeda.
b. Anak berkesulitan mengatur posisi tubuh dalam kesehariannya, seperti
saat mengenakan baju masih memerlukan bantuan orang lain.
c. Berkesulitan mengatur letak tubuh dalam kelompok benda atau orang
yang ada di sekelilingnya.
d. Perasaan takut berjalan di jalan aspal.
e. Gross motor rendah seperti saat yang bersangkutan berlari, memanjat,
melompat, dan naik tangga.
f. Fine motor kurang, khususnya pada gerakan jarijemari.
g. Koordinasi mata serta tangan yang kurang dan sangat rendah.
h. Anak autis sering kali melakukan gerakan aneh yang diulang-ulang.
- Misalnya duduk sambil menggoyang-goyangkan badannya secara
ritmis, berputar-putar dan mengepak-ngepakkan lengannya seperti
sayap. Ia bisa terpukau pada anggota tubuhnya sendiri,
- misalnya jari tangan yang terus menerus digerak-gerakkan dan
diperhatikan.
i. Suka bermain air dam memerhatikan benda berputar, seperti roda
sepeda atau kipas angin.
5. Emosi
a. Tidak memunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
b. Kadang-kadang berperilaku menyakiti dirinya sendiri.
c. Kadang melompat-lompat, mengamuk atau menangis tanpa sebab,
sehingga anak autis pun sulit dibujuk. Ia bahkan menolak untuk
digendong atau dirayu oleh siapa pun.
2.5 Faktor Penyebab Anak Mengalami Gangguan Autis.
Ada beberapa faktor utama penyebab terjadinya perilaku anak autis yaitu:

a. Faktor-faktor yang tejadi selama kehamilan, seperti:


- Selama masa kehamilan sering mengalami perdarahan, hal ini juga
menjadi salah satu pemicu anak autis dikarenakan adanya gangguan
pada placental complications yang mengakibatkan gangguan
transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi dan berpengaruh pada otak
janin.
- Kelahiran bayi yang prematur dan berat bayi yang rendah juga
merupakan resiko terjadinya perilaku autis pada anak disebabkan
suka mengonsumsi obat-obatan.
- Faktor ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan
kekebalan tubuh.
- Faktor akibat imunisasi pada masa balita yang tidak tepat.
- Sering mengalami infeksi saluran kencing, stress atau depresi.
- Faktor kurangnya gizi dan nutrisi, baik ketika masa kehamilan
maupun anak sudah balita.
b. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autis disebabkan oleh faktor
genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autis
adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan syndrome fragile X (20-30%).
Disebut fragile X karena secara sitogenik penyakit ini ditandai oleh
adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan diujung akhir
lengan panjang kromosom X .Syndrome fragile X merupakan penyakit
yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui
kromosom X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti
penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa
digolongkan sebagai dominan atau resesif, laki-laki dan perempuan
dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carier).
c. Gangguan Pada sistem syaraf

Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki


kelainan hamper pada seluruh struktur otak. Tetapi kelainan yang
paling konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti
melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autisme.
Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan
akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang
abnormal atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat
menimbulkan purkinye mati.Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi
luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur
perhatian dan penginderaan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka
akan menggangggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti
misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku. Kerja
syaraf motorik dan fungsi dari sel-sel pada otak yang terlalu lamban
atau ketidakseimbangan kerja dari sel otak kiri dan kanan.
Hipothalamus adalah bagian otak tengah yang mengatur tentang fisik
mental dan emosi dan didalamnya terdapat aliran sinyal yang
menghubungkan antara hiphotelamus dengan bagian-bagian otak yang
lain. Thalamus berfungsi sebagai pusat pengolahan penting dan stasiun
relay, dan banyak menyampaikan masukan-masukan saraf dari dunia
luar korteks Cerebral. Neurotransmiter adalah zat kimia yang ada di
dalam otak yang berfungsi sebagai pembawa pesan antar sel syaraf.

d. Ketidakseimbangan kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi
terhadap makan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu,
tepung gandum, daging, gula, bahan pengawet, bahan pewarna, dan
ragi.
2.6 Problem-Problem yang biasa dialami oleh Anak Autisme
a. Problem di sekolah
Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru
dengan baik. Konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak
dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan. Rentang perhatian
yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-
tugas sekolah. Kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu
anak dan teman yang diajak berbicara sehingga guru akan menyangka
bahwa anak tidak memperhatikan pelajaran. Banyak dijumpai bahwa anak
hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan
matematika. Khusus untuk menulis, anak hiperaktif memiliki ketrampilan
motorik halus yang secara umum tidak sebaik anak biasa.
b. Problem di rumah
Dibandingkan dengan anak yang lain, anak hiperaktif biasanya lebih
mudah cemas dan kecil hati. Selain itu, ia mudah mengalami gangguan
psikosomatik seperti sakit kepala dan sakit perut. Hal ini berkaitan dengan
rendahnya toleransi terhadap frustasi, sehingga bila mengalami
kekecewaan, ia gampang emosional. Selain itu anak hiperaktif cenderung
keras kepala dan mudah marah bila keinginannya tidak segera dipenuhi.
Hambatan-hambatan tersebut membuat anak menjadi kurang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak dipandang nakal dan
tidak jarang mengalami penolakan baik dari keluarga maupun
temantemannya. Karena sering dibuat jengkel, orang tua sering
memperlakukan anak secara kurang hangat. Orang tua kemudian banyak
mengontrol anak, penuh pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberi
hukuman. Reaksi anakpun menolak dan berontak. Akibatnya terjadi
ketegangan antara orang tua dengan anak. Baik anak maupun orang tua
menjadi stres, dan situasi rumahpun menjadi kurang nyaman. Akibatnya
anak menjadi lebih mudah frustrasi. Kegagalan bersosialisasi di mana-
mana menumbuhkan konsep diri yang negatif. Anak akan merasa bahwa
dirinya buruk, selalu gagal, tidak mampu, dan ditolak.
c. Problem berbicara Anak hiperaktif
biasanya suka berbicara. Dia banyak berbicara, namun sesungguhnya
kurang efisien dalam berkomunikasi. Gangguan pemusatan perhatian
membuat dia sulit melakukan komunikasi yang timbal balik. Anak
hiperaktif cenderung sibuk dengan diri sendiri dan kurang mampu
merespon lawan bicara secara tepat.29 d. Problem fisik Secara umum anak
hiperaktif memiliki tingkat kesehatan fisik yang tidak sebaik anak lain.
Beberapa gangguan seperti asma, alergi, dan infeksi tenggorokan sering
dijumpai. Pada saat tidur biasanya juga tidak setenang anak-anak lain.
Banyak anak hiperaktif yang sulit tidur dan sering terbangun pada malam
hari. Selain itu, tingginya tingkat aktivitas fisik anak juga beresiko tinggi
untuk mengalami kecelakaan seperti terjatuh, terkilir, dan sebagainya.

2.7 Beberapa Terapi Untuk Anak Autis.


Perilaku kesulitan dalam konsentrasi dan hiperaktif pada anak autis
pada dasarnya adalah dampak dari kerusakan pada bagian anak tersebut. Dari
dua jenis perilaku tersebut akan berdampak negatif baik bagi diri anak
maupun lingkungannya. Untuk itu perlu perlakukan khusus atau terapi agar
kondisi tidak semakin buruk.

Jenis-jenis terapi untuk anak autis yang dapat dilakukan antara lain :
a. Terapi Musik,
b. Terapi Biomedik
c. (C) Terapi Okupasi,
d. Terapi Integritas Sensori,
e. Terapi Bermain,
f. Terapi Perilaku,
g. Terapi Fisik,
h. Terapi Wicara,
i. Terapi Perkembangan,
j. Terapi Fisual,
k. Terapi Medikamentosa, Dan
l. Terapi Melalui Makanan Dari Dua Belas Terapi Tersebut Terapi Musik
Lebih Banyak Diterapkan Untuk Terapi Bagi Anak Autis, Karena
Musik Memiliki Kelebihan Dibanding Dengan Jenis Terapi Yang Lain.

Ada sepuluh keunggulan terapi musik untuk terapi anak autis, yaitu ;

a. Musik dapat memancing dan mempertahankan konsentrasi, serta sangat


efektif untuk merangsang bagian-baian otak.
b. Musik dapat diadaptasikan dengan mudah dan dapat mencerminkan
kemampuan sseorang.
c. Musik berbicara dalam konteks waktu dan dalam cara yang mudah
dipahami.
d. Memberikan konteks yang bermakna dan menyenangkan untuk
pengulangan.
e. Musik merupakan sarana pengingat yang efektif.
f. Musik memberikan konteks sosial, membentuk setting tersetruktur guna
komunikasi verbal maupun non verbal.
g. Musik membuka jalan pada memori dan emosi.
h. Musik dapat meningkatkan hubungan sosial, penyesuaian diri, lebih
mandiri, dan peduli pada orang lain.
i. Musik dapat mengakomodasi dan membangun gaya komunikasi.
j. Musik dapat membangun identifikasi dan ekspresi emosi yang sesuai.
2.6 Asuhan Keperawatan Pada Anak Autisme
1. Pengkajian
a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b. Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cedera otak
d. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan Kongnitif.
e. Pemeriksaan fisik
 Tidak ada kontak mata pada anak.
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
 Terdapat Ekolalia.
 Tidak ada ekspresi non verbal.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk percaya pada orang lain.
b. Gangguankomunikasi verbal berhubungan dengan ransangan sensori
tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan.
c. Risiko cedera berhubungan dengan kurang pengawasan.
d. Ansietas pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.
3. Intervensi
a. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk percaya pada orang lain.
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi: :
1) Batasi jumlah pengasuh pada anak.
2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak.
3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan.
4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain.
5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang
lain.
6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan
sosialisasi.

b. Gangguankomunikasi verbal berhubungan dengan ransangan sensori


tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan
kepada orang lain.
Intervensi :
1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi
anak.
2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas
secara konsisten.
4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak
menguasai.
5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah
diberikan.
7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non
verbal.
8) Berikan reward pada keberhasilan anak.
9) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.
10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.

c. Risiko cedera berhubungan dengan kurang pengawasan.


Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari
peningkatan kecemasan.
3) Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
4) Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk
menurunkan tingkat kecemasan.
5) Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
6) Siapkan alat pelindung/proteksi.
7) Pertahankan lingkungan yang aman.

d. Ansietas pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.


Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang
berkwalitas baik serta melakukan secara konsisten.
3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi
anaknya yang spesial.
4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua
dengan anak autis, seperti kegiatan Autis Awareness Festifal.
5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan
terapi secara konsisten dan kontinue.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
katayaitu „aut‟yang berarti „diri sendiri‟ dan „ism‟ yang secara tidak
langsung menyatakan „orientasi atau arahatau keadaan ( state). Sehingga
autism dapat didefinisikan sebagai kondisiseseorang yangluar biasa asik
dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk,
1998).Penyebab terjadinya autisme adalah factor genetic, gangguan pada
system syaraf,ketidakseimbangan kimiawi, dan kemungkinan lainya.

Karakteristik yaitu adanya 6 gangguan dalam bidang interaksi


social, komunikasi ( bcara dan bahasa), prilaku emosi, pola bermain,
gangguan sensorik – motorik, dan perkembanganterlambat atau tidak
normal.Untuk mendidik anak autisme diperlukan kerjasama yang
berkesinambungan antaraguru, orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi
yang perlu dilakukan oleh masyarakat pendidikan ialah: memberikan
kesempatan kepada anak autistik untuk bersosialisai ataudiintegrasikan
keseolah umum sesuai dengan potensi dan kemampuan yang
dimiliki.Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi secara
jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil dan segala sesuatu
yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan membantu
usaha sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatuyang berhubungan
dengannya bagi masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.

3.1.1. SARAN
Untuk menyempurnakan suatu tugas atau makalah harus melalui
tantangan yang cukup menyenangkan dimana semua itu meliputi
kesabaran,berfikir cerdas dan bersemangat dalam mengerjakan tugas
tersebut termasuk makalah yang dikerjakan oleh kelompok 7 yang
berjudul “konsep dasar teori autisme” ,sesuatu yang kita raih tidak akan
mungkin berhasil jika tidak ada semangat dan sabar.
Belajarlah untuk memahami selagi masih ada kesempatan karena
semua waktu adalah uang dan semua waktu tidak akan bisa memutar ulang
kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15,

Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta,1995,
Kesehatan Anak Pedoman Bagi orang Tua, Arcan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai