Anotasi Teori Belajar
Anotasi Teori Belajar
1|Page
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
2|Page
Anotasi Bibliografi
kualitas berhubungan erat dengan penanganan aspek
kuantitas,oleh karenanya perlu ada keseimbangan antara
keduanya. Sehubungan dengan permasalahan di atas
pemerintah telah banyak melakukan serangkaian
kegiatan secara terus menerus melalui tahapan
pembangunan di bidang pendidikan. Semuanya
diarahkan pada pencapaian peningkatan mutu
pendidikan atau menyangkut kualitas pendidikan. Mata
Pelajaran pendidikan agama Hindu adalah salah satu
mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah–sekolah yang
memiliki tujuan yang sama yaitu mendidik pebelajar
untuk ber etika dan bermoral yang baik. Mutu
pendidikan tidak terlepas dari faktor pebelajar itu sendiri
sebagai siswa, faktor pembelajar, metode sarana dan
prasarana pebelajaran serta situasi dan kondisi kelas
dalam mengajar. Mutu pendidikan dikatakan lebih baik
apabila hasil belajar yang di peroleh sesuai dengan
tuntutan kurikulum.Sebagai upaya penyempurnaan
pembelajaran Agama Hindu perlu di upayakan suatu
kegiatan pembelajaran yang mampu memberikan kondisi
kepada pebelajar untuk mengembangkan kemampuan
berpikir secara optimal. Maka pembelajar mencoba
untuk mencapai keaktifan belajar pendidikan agama
Hindu di sekolah melalui penerapan kegiatan
pembelajaran eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
berdasarkan Kurikulum 2013 (K13).
3|Page
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Optimalisasi Penggunaan Teknologi
Dalam Implementasi Kurikulum Di Sekolah?
2. Apa tujuan yang hendak dicapai dari
Optimalisasi Penggunaan Teknologi Dalam
Implementasi Kurikulum Di Sekolah?
4|Page
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
5|Page
Anotasi Bibliografi
kehidupan nyata (realitas sosial).Sejalan dengan
pendapat Trianto (2007:13) bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-
aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu
tidak lagi sesuai, hal ini merupakan esensi dasar dari
teori konstruktivisme.
6|Page
Anotasi Bibliografi
internet (warnet). Internet dalam dunia pendidikan di
Indonesia saat ini melalui Dinas Pendidikan Nasional
sedang mengerjakan target Indonesia “melek Internet”,
yaitu dengan dibentuknya Information And
Comunication Technology (ICT) yang tersebar di setiap
kota dan kabupaten, sehingga diharapkan seluruh
sekolah baik tingkatan SMK, SMA, SMP, dan perguruan
tinggi dapat tekoneksi dengan internet, sebuah koneksi
jaringan komputer yang sangat besar dan diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi
kemajuan ilmu pengetahuan.
7|Page
Anotasi Bibliografi
D. HASIL PENELITIAN
8|Page
Anotasi Bibliografi
lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Guru
perlu mengatur lingkungan, menyediakan sarana
infrastruktur untuk kemudahan siswa menggali informasi,
agar siswa termotivasi untuk belajar (Budiningsih,
2005:58-59). Dengan kata lAin para guru, perancang
pembelajaran, dan pengembang program-program
pembelajaran berbasis teknologi ini berperan untuk
membantu proses pengonstruksian pengetahuan oleh
siswa agar berjalan lancar seperti yang diharapkan.
Dengan demikian, para guru ini tidak mentransferkan
pengetahuan yang dimilikinya, tetapi membantu siswa
untuk membentuk pengetahuan, ketrampilan dan
pembentukan sikapnya sendiri. Mengacu pada beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teori
kotruktivisme memberikan penekanan pada proses
mengkonstruksi atau membangun pengetahuan.
Lembaga diharapkan agar dapat mempersiapkan segala
fasilitas infrastruktur teknologi yang dapat mendukung
kegiatan pembelajaran baik secara internal (ruang kelas)
maupun eksternal (lingkungan belajar) termasuk
sumberdaya manusia. Penggunaan teknologi jika dilihat
dari perspektif teori konstruktivisme menjadi dasar
pertimbangan untuk penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran melalui internet. Materi pembelajaran
elektronik dikatakan sebagai program pengayaan yang
bersifat remedial apabila siswa yang mengalami
kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan
guru secara tatap muka (slow learners). Kepada
9|Page
Anotasi Bibliografi
kelompok siswa ini diberi kesempatan untuk
memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang
secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya
adalah untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami materi pelajaran yang disajikan guru.
Pengembangan rancangan sistem penyusunan kurikulum
dilakukan dengan mengkaji komponen-komponen
kurikulum yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
Evaluasi kurikulum dilakukan secara terus menerus
dengan mengacu pada tujuan yang berfungsi untuk
menilai keberhasilan pencapaian tujuan hal ini dilakukan
untuk mengkaji kelebihan dan kekurangan dari
penerapan kurikulum dan merevisi tujuan-tujuan yang
implementasinya dirasakan kurang mendukung
pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran.
10 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. DAFTAR PUSTAKA
11 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. KOMENTAR
12 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-2
13 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
14 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Herman, T. (2006 : 52) menyatakan, “menjadikan siswa
yang terampil dalam memecahkan masalah bukan hanya
menjadikan mereka terampil berpikir matematika,
namun juga melatih mereka menghadapi tantangan hidup
dengan percaya diri melalui kemampuan menyelesaikan
masalah”. Kemampuan dan keterampilan berpikir yang
diperlukan dalam menyelesaikan masalah matematika
supaya dapat dialihkan pada bidang lain dalam
kehidupan. Salah satu model pembelajaran yang sesuai
adalah model pembelajaran konstruktivisme. Menurut
Cobb (Tim MKPBM 2001:71) mendefinisikan bahwa
belajar matematika merupakan proses di mana siswa
secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan
dalam pengajaran matematika adalah model
pembelajaran konstruktivisme. Dalam pembelajaran
konstruktivisme siswa dituntut untuk merancang sendiri
konsep matematika yang akan dipelajari dengan
pengalaman yang dialaminya sendiri. Dengan demikian,
ada perubahan paradigma dalam pembelajaran, guru
aktif dan siswa pasif menjadi siswa aktif belajar dan
guru sebagai fasilitator.
15 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
16 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
17 | P a g e
Anotasi Bibliografi
c. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau
karena konsep awal tidak cocok lagi.
18 | P a g e
Anotasi Bibliografi
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir
tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif
dan imajinatif,
19 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mereka melalui keterlibatan dalam proses belajar
mengajar. Piaget (Dahar, Ratna Willis
1991:167) ,mengemukakan, ”Ada tiga bentuk
pengetahuan fisik, pengertahuan logika matematika, dan
pengetahuan sosial”. Teori belajar konstruktivisme,
pengetahuan fisik dan pengetahuan logika matematika
dibangun sendiri oleh anak melalui pengalaman dimana
terjadi interaksi antara struktur kognisi (pengetahuan)
awal yang telah dimiliknya dengan informasi dari
lingkungan. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil atau
diingat, melainkan manusia harus mengonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
20 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. HASIL PENELITIAN
21 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Hal ini disebabkan karena waktu yang tersedia terbatas.
4) Merencanakan waktu. Guru harus memperhatikan
bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan
kemampuan dan bakat siswa, dan memotivasi siswa agar
mereka tetap melakukan tugas-tugasnya dengan
perhatian yang optimal. Mengenal secara baik siswa-
siswa yang akan diajar, akan bermanfaat sekali untuk
mengira-ngira alokasi waktu yang dibutuhkan dalam
pembelajaran. b. Penilaian pada model pembelajaran
langsung. Berbicara mengenai model pembelajaran,
tentu tidak akan lepas dari sistem penilaiannya.
Grounlund (Depdiknas, 2005:10) lima prinsip dasar
dapat membimbing guru dalam merancang sistem
penilaian sebagai berikut : 1) Sesuai dengan tujuan
pengajaran. 2) Mencakup semua tugas pengajaran. 3)
Menggunakan soal tes yang sesuai 4) Buatlah soal tes
yang sesuai 5) Memanfaatkan hasil tes untuk
memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya.
Pembelajaran langsung akan terlaksana dengan baik jika
dirancang dengan baik pula, sesuai dengan materi yang
akan disajikan terlebih dahulu rumuskan tujuan
pengajaran, memilih isi, melakukan analisis tugas
kemudian direncanakan waktu dan penilaian.
22 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pengajaran matematika terutama pada kemampuan siswa
dalam pemecahan masalah.Demi terciptanya
pembelajaran konstruktivisme secara optimal,
disarankan kepada Kepala Sekolah untuk dapat
memfasilitasi baik sarana, prasarana, maupun alokasi
waktu sehingga pelaksanaan dan pencapaian hasilnya
maksimal. Bagi yang ingin melaksanakan penelitian
yang relevan, yaitu menerapkan pembelajaran
konstruktivisme, peneliti menyarankan untuk
menerapkan pembelajaran konstruktivisme terhadap
kemampuan matematika lainnya atau pada materi yang
berbeda.
23 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. DAFTAR PUSTAKA
http://www.Depdiknas.60.id/jurnal/40/Pembelajaran %
20 matematika % 20 teori % 20 belajar % 20
konstruksi.htm.pusat data dan informasi
pendidikan.Balitbang.
24 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Suparno, Paul (2005). Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
25 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. KOMENTAR
26 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-3
27 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
28 | P a g e
Anotasi Bibliografi
perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik
mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa
stimulus, dan keluaran atau output yang berupa respons.
Teori belajar behavioristik menekankan kajiannya pada
pembentukan tingkah laku yang berdasarkan hubungan
antara stimulus dengan respon yang bias diamati dan
tidak menghubungkan dengan kesadaran maupun
konstruksimental. Teori belajar behavioristik sangat
menekankan pada hasil belajar, yaitu adanya perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret.Hasil belajar diperoleh dari proses penguatan
atas respons yang muncul terhadap lingkungan belajar,
baik yang internal maupun eksternal. Belajar berarti
penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan
untuk merubahperilaku.Teori belajar behavioristik
dalam pembelajaran merupakan upaya membentuk
tingkah laku yang diinginkan. Pembelajaran
behavioristik sering disebut juga dengan pembelajaran
stimulus respons. Tingkahlaku siswa merupakan reaksi-
reaksi terhadap lingkungan dan segenap tingkahlaku
merupakan hasil belajar. Pembelajaran behavioristik
meningkatkan mutu pembelajaran jika dikenalkan
kembali penerapannya dalam pembelajaran.
Berdasarkan komponennya, teori ini relevan digunakan
dalam pembelajaran sekarang ini. Penerapan teori
belajar behavioristik mudah sekali ditemukan di sekolah.
Hal ini dikarenakan mudahnya penerapan teori ini untuk
meningkatkan kualitas peserta didik.
29 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
30 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
31 | P a g e
Anotasi Bibliografi
tolak. Natural science melihat semuarealita sebagai
gerakan-gerakan dan pandangan natural science
mempengaruhi timbulnya behaviorisme.
Dalambehaviorisme, masalah metter (zat) menempati
kedudukan yang paling utama dengan tingkah laku
tentang sesuatu jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme
dapat menjelaskan kelakuan manusia secara seksama
dan menyediakan programpendidikan yang efektif
(Hamalik, 2008:43)
32 | P a g e
Anotasi Bibliografi
laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus (S) dengan
respons (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang
penting adalah adanya input berupa stimulusdan output
yang berupa respon (Andriyani, 2015)
33 | P a g e
Anotasi Bibliografi
apa yang diterima harus dapat diamati dan diukur. Hal
ini menurut Sujanto (2009:118),
34 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. HASIL PENELITIAN
35 | P a g e
Anotasi Bibliografi
yang dirancang pada teori belajar behavioristik
memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga
belajar merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada
siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan oleh guru
itulah yang harus dipahami oleh siswa.Hal yang paling
penting dalam teori belajar behavioristik adalah
masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut
teori ini, antara stimulus dan respons dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah
stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang
diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh
siswa semuanya harusdapat diamati dan diukur yang
bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan tingkah
laku. Faktor lain yang penting dalam teori belajar
behavioristik adalah factor penguatan. Di lihat dari
pengertiannya penguatan adalah segala sesuatu yang
dapat memperkuat timbulnya respons.
Pandanganbehavioristik kurang dapat menjelaskan
adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun siswa
memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
behavioristik tidak dapat menjelaskan dua anak yang
mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan
yang relative sama. Di lihat dari kemampuannya, kedua
anak tersebut mempunyai perilaku dan tanggapan
36 | P a g e
Anotasi Bibliografi
berbeda dalam memahami suatu pelajaran.Oleh sebab itu
teori belajar behavioristik hanya mengakui
adanyastimulus dan respons yang dapat diamati. Teori
belajar behavioristik tidak memperhatikan adanya
pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan
unsur-unsur yang diamati (Putrayasa, 2013:49)Teori
belajar behavioristik menekankan pada perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon, sedangkan belajar sebagai aktivitas
yang menuntut siswa mengungkapkan kembali
pengetahuan yangsudah dipelajari. Menurut Mukinan
(1997:23), beberapa prinsip tersebut, yaitu:(1) teori
belajar behavioristik beranggapan yang dinamakan
belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang
dikatakan telah belajar jika yang bersangkutan
dapatmenunjukkan perubahan tingkah laku, (2) teori ini
beranggapan yang terpenting dalam belajar adalah
adanya stimulus dan respons, karena hal ini yang dapat
diamati, sedangkan apa yang terjadi dianggap tidak
penting karena tidak dapat diamati, dan (3) penguatan,
yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya
respons, merupakanfaktor penting dalam belajar.
Pendidikan berupaya mengembangkan perilaku siswa ke
arah yang lebih baik. Pendidik berupaya agar dapat
memahami peserta didik yang beranjak dewasa.
Perkembangan perilaku merupakan objek pengamatan
dari aliran-aliran behaviorisme. Perilaku dapat Berupa
sikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku
37 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ini merupakan bagian dari psikologi. Oleh sebab itu,
psikologi pendidikan mengkaji masalah yang
memengaruhi perilaku orang ataupun kelompok dalam
proses belajar.
38 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. DAFTAR PUSTAKA
39 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. KOMENTAR
40 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-4
41 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
42 | P a g e
Anotasi Bibliografi
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Sumber daya
manusia yang berkualitas pada akhirnya menjadi
tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi
dengan bangsa yang lainnya, sehingga pendidikan
formal merupakan salah satu wahana yang mampu
membangun sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan IPA (Fisika) sebagai bagian dari pendidikan
formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam
membangun sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi. Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang pada
dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis
pemahaman kuantitatif gejala atau proses alam dan sifat
zat serta penerapannya (Wospakrik, 2005:1). Pendapat
tersebut diperkuat oleh pernyataan bahwa fisika
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
bagian-bagian dari alam dan interaksi yang ada
didalamnya. Ilmu fisika membantu kita untuk menguak
dan memahami takbir misteri alam semesta ini (Surya,
1997:1). Fisika sebagai salah satu unsure dalam IPA
yang memiliki peranan yang penting dan strategis dalam
pengembangan teknologi masa depan. Oleh karena itu
dalam memacu ilmu pengetahuan dan teknologi proses
pembelajaran fisika perlu mendapat perhatian yang lebih
baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.
43 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
44 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDAASAN TEORI
45 | P a g e
Anotasi Bibliografi
itu, Bloom menjelaskan bahwa apabila guru ingin
menilai tentang kemampuan siswa, maka ia tidak akan
lari dari menilai tiga aspek di atas. Artinya bila guru
akan menilai hasil belajar siswa dinamakan tes hasil
belajar (educational achievement test) dan ada juga yang
menamakan dengan tes kognitif (cognitive test) (Stanley,
1971: 126). Berdasarkan kepentingannya, maka tes
kognitif ini juga disebut sebagai tes sumatif (summative
test).Berdasarkan kepada beberapa konsep dan
penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
hasil belajar adalah penguasaan siswa terhadap materi
ajar yang telah diberikan gurunya di sekolah. Untuk
mengetahui hasil belajar siswa, maka guru perlu
membuat tes yang mengukur aspek kognitif yang disebut
dengan achievement test.
46 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
47 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
48 | P a g e
Anotasi Bibliografi
menekankan pada pemberdayaan siswa secara aktif.
Pembelajaran tidak hanya sekedar menekankan pada
penguasaan pengetahuan (logos), tetapi terlebih pada
penekanan internalisasi tentang apa yang dipelajari,
sehingga terbentuk dan terfungsikan sebagai milik nurani
siswa yang berguna dalam kehidupannya
(etos).Pengaruh Tingkat Penalaran Formal terhadap
Hasil Belajar FisikaDari hasil penelitian menunjukkan
bahwa motivai belajar matematika antara rasa percaya
diri tinggi dan rendah diperoleh Fhitung= 10,746.
Ftabel= 2,87. Dengan demikian hipotesis pertama teruji
kebenarannya secara signifikan dan dapat diterima.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikantingkat penalaran formal tinggi
dan rendah terhadap hasil belajar fisika. Rata-rata hasil
belajar fisika dengan tingkat penalaran formal lebih
tinggi daripada yang tingkat penalaran formal
rendah.Berdasarkan teori, Penalaran formal merupakan
salah satu variabel yang menentukan keberhasilan
pembelajaran. Penalaran formal merupakan kemampuan
intelektual individu dalam memahami sistem-sistem fisik
dalam melakukan segala aktivitasnya baik itu mudah
ataupun sulit yang ditandai dengan kemampuan berpikir
tentang ide-ide abstrak, menyusun ide-ide, menalar
setiap peristiwa yang ada disekitarnya. Penalaran formal
mempengaruhi kemampuan individu dalam menguasai
materi pembelajaran. Dalam hal ini tinggi rendahnya
kemampuan penalaran formal
49 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mempengaruhi hasil belajar. Seseorang yang memiliki
kemampuan penalaran formal tinggi ketika ia belajar ia
akan mampu berpikir tentang ide-ide abstrak,
menyusunnya, dan kemudian mampu memecahkan
permasalahan dan menyusun ide-ide tersebut dan mampu
menkonfirmasi ataupun menjelaskan ide-ide tersebut
kepada pihak lain dengan baik, sehingga ini akan sangat
membantu proses belajarnya.Pada metode inquiri, guru
mengajak siswa untuk aktif dalam kegiatan proses
belajar mengajar untuk menemukan sendiri inti dari
materi pelajarannyadan siswa mampu mengembangkan
kemampuan intelektualnya sebagai bagian dari proses
mentalnya. Belajar dengan metode inquiri adalah belajar
yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah
pada diri siswa, siswa lebih kreatif dalam memecahkan
masalah. Pemilihan metode inquiri untuk siswa sangat
penting karena akan mempengaruhi proses belajar siswa
yang pada akhirnya akan bermuara pada pemahaman dan
persepsi siswa terhadap suatu materi pembelajaran dalam
hal ini sebagai langkah awal meningkatkan keterampilan
proses berpikir ilmiah siswa.Sementara pada proses
belajar ceramah, siswa tidak dituntut untuk terlibat aktif
dalam proses belajar mengajar karena proses belajar
mengajar berpusat pada guru. Siswa yang memiliki
kemampuan penalaran formal yang tinggi akan
mengalami kejenuhan dalam belajar jika dirinya tidak
dilibatkan secara aktif. Akibatnya hasil belajar fisikanya
pun akan menurun ataupun tidak ada perkembangan
50 | P a g e
Anotasi Bibliografi
secara signifikan.Pengaruh Interaksi Penggunaan
Metode Belajar dan Tingkat Penalaran Formal terhadap
Hasil Belajar MatematikaDari hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelompok penggunaan metode
belajar matematika dan motivasi belajar diperoleh
Fhitung= 8,694. Ftabel= 2,87. Dengan demikian
hipotesis ketiga teruji kebenarannya secara signifikan
dan dapat diterima. Sehingga dapat disimpulkan terdapat
interaksi penggunaan Metode belajar dan tingkat
penalaran formal terhadap hasil belajar
fisika.Berdasarkan teori, Metode belajar merupakan cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal. Kemampuan
Penalaran Formal siswa adalah suatu kemampuan
seseorang dalam berpikir kritis, logis sesuai dengan
tingkat perkembangan intelektualnya.Usaha
meningkatkan belajar siswa akan efektif jika guru dalam
memilih metode belajarnya menyertakan atribut yang
ada pada siswa dan mempertimbangkannya dalam
memilih metode belajar yang tepat. Pemilihan metode
belajar yang sesuai dengan atribut yang ada pada siswa
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Atribut yang
merupakan potensi siswa yang akan disertakan dalam
penelitian ini adalah kemampuan penalaran
formal.
51 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
52 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Boston: Allyn and Bacon. Inc. Suparno, Paul. Kajian
Kurikulum Fisika SMA/MA berdasarkan KTSP.
Yogyakarta:
53 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
54 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-5
55 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
56 | P a g e
Anotasi Bibliografi
belajar mengajar dapat dilakukan dengan efektif bagi
setiap siswa. Sehingga hasil belajar siswa dapat lebih
maksimal.Matematika sebagai alat bantu dan pelayan
ilmu tidak hanya untuk matematika sendiri tetapi juga
untuk ilmu-ilmu lainnya, baik untuk kepentingan teoritis
maupun kepentingan praktis sebagai aplikasi dari
matematika. Akan tetapi kenyataan lain menunjukkan
bahwa rendahnya mutu pendidikan terutama pendidikan
matematika di SD, SMP, dan SMA adalah masih banyak
siswa cenderung kurang menggemari pelajaran
matematika bahkan mereka cenderung tidak tertarik
belajar matematika.Berdasarkan hasil observasi
sementara yang dilakukan pada tanggal 1-3 september
2015, dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di
sekolah, terdapat beberapa permasalahan yang muncul
diantaranya, rendahnya keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran matematika di kelas, kurang tepatnya cara
atau gaya belajar siswa dengan kemampuan yang
dimilikinya, siswa yang mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran pada akhirnya berdampak pada hasil
belajar mereka. Siswa juga kerap kesulitan
menyesuaikan cara belajar mereka dengan cara mengajar
guru disekolah. Dari hal-hal tersebut penulis berpikir
betapa sangat berpengaruhnya gaya belajar terhadap
hasil belajar siswa. Walaupun hal itu belum diuji
kebenarannya namun secara teoritis gaya belajar
memegang berperanan penting dalam hubungannya
dengan hasil belajar.
57 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
58 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
59 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Hamzah B. Uno. Orientasi Baru Dalam psikologi
pembelajaran .(Jakarta: PT Bumi Aksara.2006). hlm 180
60 | P a g e
Anotasi Bibliografi
yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang
memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang yang
lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan
sepi. Ada orang-orang yang memerlukan lingkungan
kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lebih suka
menggelar segala sesuatunya supaya semua dapat
terlihat.Dengan demikian bahwa gaya belajar adalah
suatu cara pandangan pribadi terhadap peristiwa yang
dilihat dan di alami. Oleh karena itulah pemahaman,
pemikiran, dan pandangan seorang anak dengan anak
yang lain dapat berbeda, walaupun kedua anak tersebut
tumbuh pada kondisi dan lingkungan yang sama, serta
mendapat perlakuan yang sama.
61 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
1. Reduksi Data
2. Penyajian Data
62 | P a g e
Anotasi Bibliografi
menafsirkan dan menyampaikannya dalam bentuk narasi
maupun dalam persentasi yang dapat dipahami dengan
jelas dan benar.
3. Penyimpulan
63 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
64 | P a g e
Anotasi Bibliografi
tes hasil belajar subjek. Secara umum hasil pengamatan
aktivitas subjek menggambarkan gaya belajar karena
selain mampu menyelesaiakan soal tes yang di berikan
oleh peneliti, subjek juga mampu memberikan tanggapan
dengan bahasanya sendiri. Hal diatas menunjukan bahwa
pembelajaran yang berlangsung bahwa gaya belajar yang
dimiliki subjek sangat mempengaruhi hasil belajar
subjek. Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai jawaban
yang disampaikan oleh subjek baik proses pembelajaran
maupun hasil pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti.Hubungan gaya belajar auditori dengan materi
himpunan yaitu ketika guru menjelaskan materi secara
lisan misalnya tentang kumpulan bilangan prima maka
siswa yang memiliki gaya belajar auditori yang bagus
maka mudah memahami materi yang di sampaikan guru,
hubungan gaya belajar visual dengan materi himpunan
yaitu ketika guru menjelaskan materi sekaligus mencatat
di papan tulis misalnya penjelasan tentang kumpulan
hewan berkaki empat maka siswa yang memiliki gaya
belajar visual yang bagus muda memahami materi yang
di sampaikan oleh guru karena hewan berkaki empat ia
bisa temukan secara langsung dalam kehidupan sehari-
hari, sedangkan hubungan gaya belajar kinistetik dengan
materi himpunan yaitu ketika guru menjelaskan materi
sekaligus mempraktekan di depan kelas misalnya
penjelasan tentang kumpulan siswa bertubuh tinggi
didalam kelas maka siswa yang miliki gaya belajar
kinistetik mudah memahami materi yang disampaikan.
65 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
pada Subjek kelas VII SMP Negeri Karang Jaya dalam
proses pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru
mata pelajaran. dan kemudian peneliti melakukan tes
untuk mengukur gaya belajar subjek dan ternyata gaya
belajar yang paling menonjol gaya belajar visual ketika
menyelesaikan soal tes yang diberikan oleh
peneliti.Bukan hanya dalam proses pembelajaran, tetapi
dalam proses pengamatan ketika subjek diminta untuk
menyelesaikan soal-soal secara langsung dihadapan
peneliti, subjek tersebut ada yang mampu menyelesaikan
dengan baik, kurang dan ada yang tidak dapat
menjelaskannya dengan baik. Dengan sikap tersebut,
gaya belajar yang dimiliki oleh subjek dapat diukur
dengan baik. Guru mata pelajaran guna memperjelas
data yang sudah diambil langsung oleh peneliti dari
subjek berdasarkan hasil pengamatan. Dari pengamatan,
wawancara dan hasil tes itulah maka peneliti bisa
mengetahui dan membandingkan bahwa subjek yang
memiliki gaya belajar visual hasil belajarnya lebih baik
dibandingkan subjek yang memiliki gaya belajar auditori,
dan kinestetik. Sehingga gaya belajar hendaknya perlu
diperhatikan olehpendidik dalam setiap proses
pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran
yang maksimal pada umumnya dan lebih khusus
pembelajaran matematika.
66 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
67 | P a g e
Anotasi Bibliografi
gaya-belajar-berbagai-macam.html, diakses 28 desember
2015
http://www.duniapelajar.com/2014/07/22/pengertian-
hasil-belajar-matematika di akses 18 maret 2016
68 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
69 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
70 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-6
71 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
72 | P a g e
Anotasi Bibliografi
VII terutama kelas VII D masih rancu dalam
membedakan perbandingan yang senilai dan
perbandingan yang berbalik nilai. Hal tersebut
menyebabkan siswa sering keliru dalam menerapkan
rumus yang digunakan dalam mencari penyelesaiannya.
73 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
74 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
75 | P a g e
Anotasi Bibliografi
meningkatkan mutu pembelajaran jikadikenalkan
kembali penerapannya dalam pembelajaran. Berdasarkan
komponennya,teori ini relevan jika digunakan dalam
pembelajaran sekarang ini. Penerapan teoribehavioristik
sekarangini mudah sekali ditemukan di sekolah. Hal ini
dikarenakanmudahnya penerapan teori ini untuk
meningkatkan kualitas peserta didik.
76 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
77 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.
78 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
79 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dalam kelas, dalam hal ini sudah tuntas karena 97,43%
siswa yang mencapai SKM.
80 | P a g e
Anotasi Bibliografi
SKM dan ketuntasan klasikal 95% sudah sempuma
(semua siswa sudah mencapai SKM). Ini menunjukkan
bahwa seluruh siswa telah mencapai prestasi yang bagus.
Dengan demikian, tindakan untuk memberikan
pembelajaran behaviouristiktelah tercapai sempurna
pada siklus II sehingga pembelajaran behaviouristik
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII D
SMPN 1 Karangploso.
81 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
82 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Pembelajaran. (Online) jurnal.um-
tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/download
/.../94
http://lpmpjogja.org/wp-
content/uploads/2015/02/Penelitian-Tindakan-
Kelas-PTK-legiman.pdf
83 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
84 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-7
85 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
86 | P a g e
Anotasi Bibliografi
hafalan dan pemahaman akan konsep, tetapi didalamnya
juga berupa proses penerapan hingga penemuan, maka
dalam proses penyampaiannya harus melibatkan siswa
secara aktif. Selain itu siswa juga harus terlibat aktif
dalam menemukan berbagai permasalah dengan cara-
cara ilmiah. Proses penyampaian materi sistem
reproduksi dengan multimedia interaktif melalui metode
inkuiri, sehingga siswa dapat lebih memahami materi
serta belajar mandiri maka akan terjadi proses
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Penggunaan
media pembelajaran interaktif dengan metode inkuri ini
akan melatih keterampilan berpikir kritis siswa.
Multimedia interaktif yang memvisualkan konsep yang
sulit akan memacu siswa untuk bertanya hal-hal yang
relevan dan selanjutnya akan mencari jawaban dari
pertanyaan itu melalui bantuan media sehingga tumbuh
ketrampilan berpikir kritis siswa.
87 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
88 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
89 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Ausubel juga menyatakan bahwa pembelajaran
bermakna sejalan dengan konstruksi pengetahuan
dimana siswa membuat makna atas pengalamannya. Ini
bermakna bahwa dengan bantuan multimedia siswa akan
diberikan pengalaman yang nyata atas apa yang
dipelajarinya.
90 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
91 | P a g e
Anotasi Bibliografi
komponennya, hampir mencakup semua yang
dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.
Desain pengembangan media mengacu pada model
ASSURE yang diadaptasi dari Wiyono (2009).
92 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
93 | P a g e
Anotasi Bibliografi
tuntas dengan persentase 83% sampai 100%. Hasil ini
merepresentasikan bahwa model pembelajaran yang
dipilih serta media yang digunakan mempunyai peran
yang penting dan efektif dalam proses pembelajaran.
Ketuntasan belajar ini juga tidak lepas dari peran guru
sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam belajar
jika siswa mengalami kesulitan. Proses belajar yang aktif
juga berperan hal ini mengacu pada hasil analisis
aktivitas siswa yang menyatakan siswa aktif dalam
belajar. b. Ketuntasan IndividualKetuntasan individual
adalah ketuntasan yang diperoleh oleh siswa untuk setiap
indikator pada butir soal yang diujikan. Berdasarkan
hasil analisis terjadi peningkatan penguasaan konsep
tentang materi pelajaran ini dilihat dari peningkatan skor
terendah pre test 15,2 meningkat menjadi tertinggi pada
post test 96,8. Pada pre test, hasil belajar siswa belum
tuntas dengan skor terendah 15,2 ini dikarenakan siswa
belum mempelajari materi tersebut serta belum ada
perlakuan belajar terhadap siswa, hanya kemampuan
awal siswa saja yang dilihat pada tahap ini. Setelah
dilakukan perlakuan berupa pembelajaran dengan
menggunakan media interaktif berbasis inkuri disertai
LKS, maka pada post tes diperoleh hasil peningkatan
semua siswa tuntas. Siswa juga mengalami peningkatan
penguasaan materi dengan skor N(gain) 0,5 – 1,0 , hal
ini menunjukkan efektifitas pembelajaran untuk
meningkat keterampilan pemahaman siswa sesuai
dengan pendapat Hake (1999) yang menyatakan nilai
94 | P a g e
Anotasi Bibliografi
N(gain) > 0,7 dikelompokkan sebagai peningkatan yang
tinggi. Peningkatn hasil belajar ini menunjukkan bahwa
perangkat dan media interaktif dipadu strategi inkuiri
yang digunakan dalam pembelajaran mempunyai tingkat
efektivitas yang tinggi untuk meningkatkan hasil belajar
siswa. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Wiyono
(2009) yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran
multimedia interaktif dapat mempermudah mempelajari
konsep-konsep yang bersifat abstrak dan mikroskopis
serta dapat mengadaptasi gaya belajar yang berbeda.
Keterampilan berpikir kritis siswa juga mengalami
peningkatan ini membuktikan bahwa pembelajaran
multimedia yang dipadukan dengan model inkuiri akan
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena
proses pembelajaran dengan menggunakan media ini
diawali dengan kegiatan menemukan pertanyaan dari
gambar atau fakta yang disajikan. Keberhasilan siswa
dalam belajar ini sesuai dengan pendapat Hamalik
(2003), bahwa ada lima unsur yang terkait dalam proses
belajar yaitu: motivasi belajar, bahan belajar, alat bantu
belajar (media), suasana belajar dan kondisi subyek
belajar, sehingga media mempunyai potensi yang sangat
besar dalam membantu keberhasilan proses belajar.
Wicaksono (2012 ) juga menyimpulkan model media
pembelajaran interaktif visual meningkatkan aktivitas
belajar dan hasil belajar siswa. Ketuntasan belajar yang
diperoleh siswa pada penelitian ini tentu memperkuat
hasil penelitian Chiing (2013) yang mengemukan bahwa
95 | P a g e
Anotasi Bibliografi
model pembelajaran multimedia memberi nilai positif
dan dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian lain yang
mendukung adalah penelitian Sutarno (2011) yang
menyimpulkan bahwa mahasiswa yang mengikuti
pembelajaran menggunakan multimedia interaktif secara
siginifikan lebih tinggi hasil belajarnya daripada yang
mengikuti pembelajaran konvensional. Ali (2009) juga
mengatakan bahwa pembelajaran dengan multimedia
interaktif sangat membantu mahasiswa memahami
materi, meningkatkan semangat belajar dan kompetensi.
Indrawan (2013) juga mengatakan ada perbedaan hasil
yang signifikan antara nilai rata-rata hasil belajar peserta
didik sebelum dan sesudah menggunakan perangkat
pembelajaran multimedia interaktif. Hasil penelitian
Wahyudin (2010) menyimpulkan bahwa penerapan
metode pembelajaran inkuri terbimbing dengan bantuan
multimedia dapat meningkatkan minat dan pemahaman
siswa. Widayat ( 2014) juga menyimpulkan bahwa
multimedia intraktif dapat meningkatkan hasil belajar
100% secara klasikal.
96 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
97 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Eggen, P and Kauchak, D. (2012). Strategi dan
model pembelajaran, mengajarkan konten dan
keterampilan berpikir. Jakarta : Indeks Permata
Puri Media
98 | P a g e
Anotasi Bibliografi
graphic novel presentation on critical thingking
among students of different learning aproach.
The Turkish Online Journal of Educational
Technology. Vol.12 No.4, pp.63- 65
99 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Nur, M., Wikandari., dan Sugiarto. (2004). Teori
belajar. Surabaya : University Press
100 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
101 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-8
102 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
103 | P a g e
Anotasi Bibliografi
kognitif yang efektif antara konsep lama dengan
kenyataan baru (Woolfolk dalam Trianto, 2007 ). Secara
spesifik V an den Berg dalam Maulana (2009)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa metode konflik
kognitif dal am pembel aj aran Fi si ka cukup efekt i f
untukmengatasi miskonsepsi pada siswa dalam
rangka membentuk keseimbangan ilmu yang lebih
tinggi. Rangsangan konflik kognitif dalam
pembelajaran akan sangat membantu proses asimilasi
menjadi lebih efektif dan bermakna dalam pergulatan
intelektualitas siswa. Dengan adanya kemampuan
berpikir kritis pada diri siswa yang dilanjutkan
dengan pemahaman konsep terhadap materi, akan
membuat ha-sil belajar kognitif siswa menjadi
optimal.Permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini yaitu: “Apakah implementasi pendekatan konflik
kognitif dalam pembelajaran fisika pokok bahasan
tekanan pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah
3 Kaliwungu dapat menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis, pemahaman konsep dan hasil belajar
kognitif siswa?”
104 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
105 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
106 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. Setyowati Implementasi Pendekatan Konflik Kognitif
dalam , dkk. Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontroldengan
kemampuan berpikir kritis adalah kemampuanberpikir
peserta didik untuk membandingkan dua atau lebih
informasi dengan tujuan memperoleh pengetahuan
melalui pengujian terhadap gejala-gejala menyimpang
dan kebenaran ilmiah. Kriteria kemampuan berpikir
kritis yang akan di teliti dal am penelitian ini
meliputiberhipotesis, berasumsi, mengklasifikasi, me-
ngamati, mengukur, menganalisis, menarik kesimpulan,
dan mengevaluasi.Euwe V an Den Berg (1991)
menjelaskan bahwa konsep adalah abstraksi dari ciri-
ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara
manusia dan yang memungkinkan manusia untuk
berpikir, konsepsi adalah pentafsiran atas suatu
konsep dari ilmu yang kita pelajari, dan miskonsepsi
adalah pola berpikir yamg konsisten pada suatu
situasi atau masalah yang berbeda-beda tetapi pola
berpikir itu salah. Atau dapat juga diartikan sebagai
pola pikir seseorang yang berbeda atau bertentangan
dengan konsep ilmuan yang sudah ada.
107 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
108 | P a g e
Anotasi Bibliografi
berbentuk skala bertingkat, yaitu sebuah pernyataan
yang diikuti kolom-kolom yang menunjukan tingkat-
tingkat penskoran dengan skala penskoran sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan) dan
angket/kuesioner (untuk mengetahui tanggapan/respon
peserta didik terhadap implementasi pendekatan konflik
kognitif dan berfungsi sebagai penguat hasil penelitian.
Angket yang digunakan berbentuk skala Likert dengan 4
pilihan jawaban yakni sangat setuju (SS), setuju (S),
tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).Data
yang diperoleh kemudian dianalisis untuk
menghasilkan suatu kesimpulan. Analisis data secara
garis besar dibagi menjadi dua tahap yaitu: analisis
tahap awal (analisis prasyarat) untuk menentukan
sampel yaitu uji homogenitas, serta analisis tahap
akhir untuk menguji hipotesis yang meliputi uji
normalitas dan uji perbedaan dua rata-rata hasil belajar.
109 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
110 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pembelajaran tidak ada yang sempurna, oleh sebab
itu kita harus lebih cerdas dalam memilih model
pendekatan dengan kondisi lingkungan, siswa dan
materi atau konsep yang akan diajarkan. Contohnya
dalam penelitian ini ada beberapa kendala seperti
kurangnya waktu untuk jam pelajaran, karena metode
konflik kognitif ini cenderung membutuhkan waktu yang
lebih lama. Namun masalah tersebut dapat diatasi
dengan menyesuaikan pokok materi yang akan
dibahas dengan lamanya jam pelajaran tiap
pertemuan. Penelitian yang telah dilaksanakan
menunjukkan bahwa pembelajaran yang menggunakan
pendekatan konflik kognitif terbukti efektif jika
digunakan dalam pencapaian hasil belajar kognitif,
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan
pemahaman konsep siswa pada materi tekanan
111 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
112 | P a g e
Anotasi Bibliografi
KBK. Jakarta: Kencana.
113 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
114 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-9
115 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
116 | P a g e
Anotasi Bibliografi
suatu gejala (Wenning, 2006). Tujuan umum dari model
pembelajaran inkuiri adalah untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan intelektual dan
keterampilan-ketrampilan lainnya seperti: mengajukan
pertanyaan dan ketrampilan menemukan (mencari)
jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka.
Metode merupakan salah satumetode yang termasuk
kedalam model inkuiri (Sund,1993). Metode pictorial
riddle adalah suatu metode atau teknik untuk
mengembangkan aktivitas siswa dalam diskusi
kelompok kecil maupun besar, melalui penyajian
masalah yang disajikan dalam bentuk ilustrasi. Suatu
riddle biasanya berupa gambar, baik di papan tulis,
papan poster, maupun diproyeksikan dari suatu
transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan
yang berkaitan dengan riddle itu.
117 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
118 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
119 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
120 | P a g e
Anotasi Bibliografi
reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya.
Analisis data dalam penelitian ini diperoleh dari tes pada
tiap siklus. Analisis tes hasil belajar siswa bertujuan
untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran dan untuk mengetahui pemahaman konsep oleh
siswa. Penguasaan materi pelajaran dapat dilihat dari
nilai yang diperoleh siswa tiap siklus. Data dari hasil test
kognitif berupa post-test, hasil observasi afektif dan
psikomotorik dihitung dengan menggunakan presentase.
121 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIA
122 | P a g e
Anotasi Bibliografi
verbal. Dari hasil perhitungan Faktor Hake (Gain)
diperoleh nilai (g) = 0,27 yang berarti terjadi
peningkatan yang signifikan untuk hasil belajar kognitif
dari siklus I ke siklus II dengan kriteria peningkatan
rendah karena (g) > 0,3. Hal ini disebabkan siswa kurang
mampu berkonsentrasi, bahan ajar yang abstrak dan
rumit sehingga diperlukan bahan ajar yang nyanta bagi
siswa dan kondisi internal siswa juga berpengaruh, (anni,
2006:149). Siklus II ke siklus III hasil perhitungan
Faktor Hake (Gain) diperoleh nilai dengan kriteria
peningkatan sedang (Wiyanto, 2008). Penilaian hasil
belajar afektif didasarkan pada sikap dan perilaku siswa
dalam mengikuti pelajaran. Terlihat bahwa nilai rata-rata
hasil belajar afektif siswa mengalami peningkatan tiap
akhir siklus. Pada siklus I nilai rata-ratanya adalah 74,45
sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 77,86, dan
pada siklus III nilai rata-ratanya menjadi 83,10. Adanya
peningkatan nilai rata-rata tersebut menyebabkan pula
peningkatan ketuntasan klasikal di kelas. Ketuntasan
klasikal hasil belajar afektif siklus I, II dan siklus III
dikatakan tuntas karena telah mencapai 70%, Hasil
belajar afektif siswa meningkat dari tiap siklus.
Berdasarkan hasil analisis dari lima aspek tersebut, pada
siklus I aspek kerja sama sebesar 83,33% kemudian
menurun menjadi 79,19% hal ini disebabkan siswa
belum terbiasa bekerja sama secara kelompok.
Selanjutnya terjadi peningkatan pada siklus III menjadi
123 | P a g e
Anotasi Bibliografi
86,90% hal ini dikarenakan siswa sudah terbiasa untuk
bekerja sama dengan kelompoknya. Untuk aspek
keseriusan pada siklus I ke siklus II terjadi peningkatan
dari 74,88% menjadi 87,50%, tetapi pada siklus III
mengalami penurunan menjadi 82,74% hal ini
disebabkan siswa mengalami kejenuhan dalam proses
pembelajaran. Dari hasil perhitungan Faktor Hake (Gain)
diperoleh nilai g = 0,156 yang berarti terjadi peningkatan
yang signifikan untuk hasil belajar afektif dari siklus I ke
siklus II dengan kriteria peningkatan rendah karena g >
0,3. Siklus II ke siklus III hasil perhitungan Faktor Hake
(Gain) diperoleh nilai g = 0,227 dengan kriteria
peningkatan rendah karena g > 0,3. Hal ini dikarenakan
nilai rata-rata yang diperoleh mencapai nilai yang cukup
tinggi. Peningkatan atau gain (g) hasil belajar afektif
siswa yang diperoleh antara siklus I ke siklus II, dan
antara siklus II ke siklus III, semuanya termasuk dalam
kriteria rendah Penilaian hasil belajar psikomotorik
siswa disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3
terlihat bahwa pada siklus I aktivitas siswa belum
dikatakan tuntas karena ketuntasan klasikal yang
diperoleh belum mencapai 70%, sedangkan pada siklus
II dan siklus III aktivitas siswa dikatakan tuntas karena
ketuntasan klasikal diatas 70%. Pada siklus I siswa
kelihatan tidak siap dengan pembelajaran hal ini karena
pembelajaran yang dirasa berbeda dengan biasanya,
karena terasa baru maka perlu penyesuaian. Oleh karena
124 | P a g e
Anotasi Bibliografi
itu guru meminta siswauntuk membaca dan memahami
dengan cermat dan teliti pada petunjuk LKS.
125 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
126 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
127 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-10
128 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
129 | P a g e
Anotasi Bibliografi
aliran-alirannya, mulai dari belajar menurut pandangan
kaum behavioris, kognitif, konstruktivisme, humanisme
dsb. Namun artikel ini, akan lebih memfokuskan pada
teori belajar menurut Skinner yang merupakan salah satu
tokoh behaviorsme.
130 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
131 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
132 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
133 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
134 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pelajar. Ketiga, konsekuensi yang bersifat menggunakan
respon tersebut, baik konsekuensinya sebagai hadiah
maupun teguran atau hukuman (Sagala, 2009:
14).Sebagaimana yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata,
Skinner membedakanadanya dua macam respons, yaitu:a.
Respondent Response (reflexive response), yaitu respon
yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu.
Perangsang-perangsang yang demikian itu yang disebut
eliciting stimuli, menimbulkan respon-respon yang
secara relatif tetap, misalnya makanan yang
menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului
respons yang ditimbulkannya.b. Operant Responsen
(instrumental response), yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang
tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang-
perangsang tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang
demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat)
sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Jika
seorang belajar (telah melakukan perbuatan), lalu
mendapat hadiah, maka dia akan menjadi lebih giat
belajar (responsnya menjadi lebih intensif/kuat)
(Suryabrata, 2007: 271-272).Dalam pengkondisian
operant, stimulus-stimulus tertentu bisa mempengaruhi
kemungkinan munculnya respon operant, tanpa harus ia
menjadi “penyebab” munculnya respon tersebut (Seifert,
135 | P a g e
Anotasi Bibliografi
2010: 31). Dalam pengkondisian operant, perilaku yang
meningkatkan frekuensinya seringkali disebut dengan
operant, hal ini agaknya disebabkan karena perilaku
tersebut “mengoperasikan” atau dalam kata lain
menghasilkan, konsekuensinya (Seifert, 2010: 32).
Dengan kata lain operant adalah perilaku yang diperkuat
jika akibatnya menyenangkan. Operant merupakan
tingkah laku yang ditimbulkan oleh organisme itu sendiri.
Operant belum tentu didahului oleh stimulus dari luar.
Operant conditioning telah terbentuk bila dalam
frekuensi tingkah laku operant yang bertambah atau bila
timbul tingkah laku operant yang tidak tampak
sebelumnya. Frekuensi terjadinya tingkah laku operant
ditentukan oleh akibat dari tingkah laku itu
sendiri(Djiwandono, 2008: 132). Yang menentukan
apakah operant tertentu akan terjadi atau tidaknya
adalah stimulus, stimulus ini memliki pengaruh melalui
proses dikriminasi. Jika suatu operant dikuatkan dengan
hadirnya suatu stimulus namun tidak dikuatkan ketika
stimulus yang hadir berbeda, kecenderungan untuk
merespon stimulus kedua ketika dihadirkan secara
bertahap akan mengalami ekstingsi, dan diskriminasipun
akan terbentuk (Hill, 2011: 103-104). Diskriminasi itu
sendiri adalah belajar memberikan respon terhadap suatu
stimulus dan tidak memberikan respon terhadap stimulus
lain, walaupun stimulus itu berhubungan dengan
stimulus pertama, atau dengan menggunakan tanda-tanda
atau informasi untuk
136 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mengetahui kapan tingkah laku akan direinforced.
Belajar adalah menguasai suatu bahan dan diskriminasi
yang lebih kompleks (Djiwandono, 2008: 137). Contoh,
semua huruf, angka, kata-kata, adalah diskriminasi
stimuli. Seorang anak kecil belajar mendiskriminasikan
huru B dan D.
137 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
138 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Sagala. Syaiful. 2009. Konsep dan Makna
Pembelajaran; Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar. cet. ke-6.
Alfabeta.Bandung.
139 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
140 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-11
141 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
142 | P a g e
Anotasi Bibliografi
cucu. Menurut Berkson dan Wettersten (2003: v), hal
idealyang seharusnya terjadi dalam sebuah proses belajar
adalah tidak hanya berupa pemindahan(transfer), tetapi
juga transformasi/pengubahan (transformation); baik itu
pengetahuan, keterampilan, maupun nilai. Oleh karena
itu, belajar harus menyentuh tiga aspek, yaitu kognitif,
psikomotorik dan afektif (Berksondan Wettersten, 2003:
vi). Dengan tiga aspek tersebut, harapannya belajar tidak
hanya sebagai pemenuhan kepuasan intelektual belaka,
melainkan juga mampu berfungsi sebagai transformasi
terhadap tingkah laku individu.
143 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
144 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
145 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. HASIL PENELITIAN
146 | P a g e
Anotasi Bibliografi
kumpulan berbagai stimulus dan respon yang terkait
satu dengan lainnya yang tidak lebih dari sekedar
pembicaraan dalam diri individu. Di sini jelas
bahwakaum behavioris beranggapan proses belajar
merupakan proses yang dapat diamati, padahal
sebenarnya proses belajar terjadi di internal individu
sementara yang nampak di luar hanyalah sebagian
gejalanya. Selain itu, dalam teori ini, proses
belajardianggap sebagai sesuatu yang bersifat otomatis-
mekanis, sehingga terkesan menjadikan manusia
bagaikan robot yang harus selalu merespon setiap kali
diberi stimulus. Padahal setiap siswa mempunyai kontrol
diri, kebebasan dan pilihan dalam bertingkah laku,
sehingga wajar jika terkadang ia tidak berkehendak
untuk merespon suatu stimulus. Dalam teori ini, siswa
dianggap pasif, sementara guru bersikap otoriter dan
sebagai sumber pengetahuan. Kelemahan lain teori ini
adalah proses belajar yang ditawarkan merupakan hasil
eksperimen terhadap binatang, yang tentunya kapasitas
binatang jauh berbeda dengan kapasitas manusia yang
dibekali akaloleh Tuhannya (Syah, 2004: 100-101).
Sementara dalam Islam, istilah belajar menggunakan
terminologi ta’allamaatau darasa. Selain itu, istilah
yang sering digunakan dan banyak dijumpai dalam al-
Hadits untuk belajar adalah thalab al-’Ilmu(menuntut
ilmu). Belajar diartikan sebagai proses pencarian ilmu
pengetahuan yang termanifestasikan dalam perbuatan
sehingga terbentuk manusia paripurna. Pengertian ini
147 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mengisyaratkan bahwa Islam telah menempatkan
manusia pada tempat yang sebenarnya. Artinya proses
belajar dalam Islam menuntut peserta didiknya untuk
aktif, tidak pasif dan belajar dilakukan untuk
mengaktualisasikan dirinya menjadi manusia paripurna.
Di samping itu, proses ini tidak mengesampingkan
perbuatan mental manusia, yaitu belajar menuntut
adanya perubahan dalam tingkah laku, dan tingkah laku
seseorang tidak akan berubah tanpa adanya dorongan
dari dalam diri individu itu sendiri. Selain itu, apabila
diamati lebih dalam, eksperimenyang dilakukan oleh
kelompok behavioristik itu karena adanya dorongan
yang bersifat materi. Artinya, binatang yang
dieksperimenkan berkehendak melakukan usaha trial and
error, ataupun operant conditioning karena ingin
mendapatkan makanan yang menggiurkan yang berada
di luar. Dengan demikian, secara implisit tampak bahwa
tujuan teori belajar behavioristik selain dalam rangka
pembentukan kebiasaan, tetapi juga bersifat materialistik.
Apabila reinforcementtidak diberikan lagi, maka
kebiasaan yang sudah dibentuk bisa menjadi musnah.
Hal ini tentu jauh berbeda dengan teori belajar akhlak
dalam Islam. Walaupun pembentukan tingkah
laku/akhlak dalam Islam juga ingin mendapatkan
reward, akan tetapi rewardini tidak bersifat materi
melainkan immateri, yaitu pahala ataupun keridhaan
Tuhannya. Dan dengan reward yang bersifat abstrak ini,
bisa menjadikan pembentukan tingkah laku yang
148 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dikehendaki bersifat kekal dan tidak akan hilang. Hal ini
disebabkan ketika individu muslim yang berharap
keridhaan Tuhannya, maka ia akan berperilaku sebaik
mungkin karena ia sadar bahwa tingkah lakunya
senantiasa dimonitor oleh Tuhannya. Dengan demikian,
individu muslim ini akan komitmen terhadap tingkah
laku baik yang sudah dibentuk. Walaupun demikian,
konsep reinforcementdalam teori behavioristik bisa
diaplikasikan dalamproses pembelajaran bagi anak-anak.
Karena pada masa ini, anak-anak hanya bisa memikirkan
dan menerima hal-hal yang bersifat konkrit dan belum
bisa memikirkan tentang sesuatu yang bersifat abstrak.
Namun demikian, tentunya sebagai pendidik muslim
juga akan berusaha mengenalkan unsur-unsur yang
bersifat ghaib (abstrak) agar anak-anak tidak bersifat
materialistik ke depannya. Berdasarkan perbandingan
antara teori belajar Baratdengan Islam, maka penulis
mencoba mensintesiskan teori belajar behavioristik
dengan teori belajar akhlak dengan mengambil yang
sesuai dengan Islam dan membuang hal-hal yang
bertentangandengan Islam, sehingga muncullah teori
belajar terpadu yang selaras dengan idealisme Islam.
Sintesis Teori Belajar Behavioristik dengan Teori
Belajar AkhlakTeori belajar dapat dipahami sebagai
kumpulan prinsip umum yang saling berhubungan dan
merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan
yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Maka teori
belajar terpadu yang selaras dengan idealisme Islam
149 | P a g e
Anotasi Bibliografi
adalah kumpulan penjelasan tentang prinsip-prinsip
yang berkaitan dengan peristiwa belajar yang bersumber
dari al-Qur’an, al-Sunah, dan khazanah pemikiran
intelektual Islam serta mengambil segi positif dariBarat
yang sesuai dengan idealisme Islam. Teori belajar
Behavioristik-Akhlak ini lebih menekankan kepada
pembentukan perilaku, melalui hubungan antara stimulus
dan respon. Dalam hal ini bisa menggunakan tiga
hukum dalam belajar dari eksperimen Thorndike ini,
yaitu: 1) Law of readiness(hukum kesiapan). Belajar
akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan. Oleh
karena itu, dalam Islam peserta didik yang akan belajar
dianjurkan mempunyai niat yang benar dan berdo’a
terlebih dahulu, sebagai bentuk kesiapan peserta didik
agar dalam aktivitas selanjutnya bisa dilakukan secara
optimal. 2) Law of exercise(hukum latihan), yaitu
belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan
dilakukan. Tentang hal ini, Islam sangat
menghargaiperbuatan yang dilakukan secara terus-
menerus walaupun itu sedikit. Jika dilakukan
secaraterus-menerus akan menjadi kebiasaan yang
selanjutnya menjadi akhlaknya. 3) Law of effect, yaitu
belajar akan bersemangat apabila mengetahuiatau
mendapatkan hasil yang baik. Dalam hal ini,reward
(tsawab) memainkan peran yang dominan, artinya ketika
peserta didik
150 | P a g e
Anotasi Bibliografi
belajar dan ia mendapatkan reward, maka ia akan
senantiasa melakukannya. Akan tetapi, reward dalam
Islam di samping bersifat duniawi (tsawab al-Dunya)
juga bersifat ukhrawi (tsawab al-akhirah) yang bersifat
futuristik, yang akan diberikan kelak di kemudian hari.
Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam makna Surat
Ali ‘Imran, Ayat 148: “Maka Allah berikan ganjaran
kepada mereka di dunia dan akhirat dengan ganjaran
yang baik. Dan Allah mencintai orang-orang yang
berbuat baik”. Selain itu, dalam pembentukan akhlak,
cara yang digunakan adalah uswah hasanahyang
menjadikan nabi Muhammad sebagai role modelutama
dengan menggunakan teknik yang dikemukakan oleh al-
Ghazali, yaitu dengan mengosongkan diri dari sifat-sifat
tercela (takhalli), menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji
(tahalli), dan mengagungkan Allah (tajalli). Adapun cara
yang digunakan oleh Bandura dalam teori belajar sosial
juga bisa kita adaptasi adalah proses perkembangan
sosial dan moral pesertadidik dengan mengadakan
conditioning(pembiasaan merespon) dan
imitation(peniruan). Dalam conditioning ini diperlukan
adanya reward (ganjaran) dan punishment(hukuman).
151 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. DAFTAR PUSTAKA
152 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Qalam.
153 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Muhajir, Noeng.(2002). Metodologi Penelitian Kualitatif.
eds. IV. Yogyakarta: Rake Sarasin.
154 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Syah, Muhibbin.(2004). Psikologi Belajar. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. Cet.3.
155 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. KOMENTAR
156 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-12
157 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
158 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dalam pelaksanaan pembelajaran kimia harus
mencakup tiga aspek utama yaitu:produk, proses, dan
sikap ilmiah. Siswa seringkali kesulitan memahami
materi kimia karena bersifat abstrak. Kesulitanyang
tersebut dapat membawa dampak yang kurang baik
bagi pemahaman siswa mengenai berbagai konsep
kimia, karena pada dasarnya fakta-fakta yang bersifat
abstrak merupakan penjelasan bagi fakta-fakta dan
konsep konkret. Salah satuindikator dari kelemahan
kegiatan pembelajaran berkaitan dengan implementasi
belajar, yaitu lemahnya proses pembelajaran yang
berlangsung. Proses pembelajaran yang selama ini
berlangsung kurang mendorong kegiatan siswa untuk
dapat terlibat dan aktif mengembangkan pengetahuan
karena kegiatan masih sering didominasi guru
159 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
160 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
161 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mencatat dan mendengarkan guru, 3) Kurangnya
pemanfaatan laboratorium serta sarana prasarana lain
yang ada, 4) Kurangnya referensi dan sumber belajar
yang baik bagi siswa, 5) Kurangnya motivasi siswa
dalam kegiatan belajar karena kegiatan yang
berlangsung terkesan monoton dan membosankan, 6)
Konsep-konsep yang tertanam dalam diri siswa lemah,
karena mereka cenderung hanya menghafal konsep
tanpa memahami. Berdasarkan permasalahan tersebut,
maka diperlukan tindakan pada tahap eksplorasi untuk
memperbaiki kualitas dari proses dan produk belajar
siswa agar menjadi lebih baik. Salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar tersebut
yaitu dengan penerapan suatu model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi
siswa [5].
162 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
163 | P a g e
Anotasi Bibliografi
(sikap, keterampilan, dan pengetahuan) dan aktivitas
siswa adalah soal tes, angket, dan lembar observasi.
Evaluasi hasil belajar siswa ranah pengetahuan
dilakukan dengan tes soal pilihan ganda, angket
digunakan untuk menilai aktivitas dan ranah sikap siswa
(penilaian diri sendiri dan antarteman), sedangkan
lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas,
ranah sikap, dan keterampilan siswa selama
kegiatan.Materi pelajaran kimia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hukum-hukum dasar kimia yang
meliputihukum kekekalan massa, perbandingan tetap,
hukum kelipatan perbandingan, hukum penggabungan
volume Gay Lussac, dan hukum Avogadro. Semua
hukum dasar tersebut saling berkaitan dan merupakan
dasar dari penentuan reaksi-reaksi kimia. Oleh karena
itu, dalam mempelajarinya diperlukan cara berpikir dan
analisis yang tinggi untuk membangun serta mengaitkan
konsep hukum satu dan yang lain melalui kegiatan-
kegiatan ilmiah agar seluruh konsep mampu tertanam
kuat di dalam pikiran siswa, teori ini sesuai dengan teori
konstruktivisme [5], sehingga untuk mencapai tujuan
tersebut diterapkan model PBL pada tahap pelaksanaan
164 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
165 | P a g e
Anotasi Bibliografi
(sikap, keterampilan, dan pengetahuan) dan aktivitas
siswa adalah soal tes, angket, dan lembar observasi.
Evaluasi hasil belajar siswa ranah pengetahuan
dilakukan dengan tes soal pilihan ganda, angket
digunakan untuk menilai aktivitas dan ranah sikap siswa
(penilaian diri sendiri dan antarteman), sedangkan
lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas,
ranah sikap, dan keterampilan siswa selama
kegiatan.Materi pelajaran kimia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hukum-hukum dasar kimia yang
meliputihukum kekekalan massa, perbandingan tetap,
hukum kelipatan perbandingan, hukum penggabungan
volume Gay Lussac, dan hukum Avogadro. Semua
hukum dasar tersebut saling berkaitan dan merupakan
dasar dari penentuan reaksi-reaksi kimia. Oleh karena
itu, dalam mempelajarinya diperlukan cara berpikir dan
analisis yang tinggi untuk membangun serta mengaitkan
konsep hukum satu dan yang lain melalui kegiatan-
kegiatan ilmiah agar seluruh konsep mampu tertanam
kuat di dalam pikiran siswa, teori ini sesuai dengan teori
konstruktivisme [5], sehingga untuk mencapai tujuan
tersebut diterapkan model PBL pada tahap pelaksanaan.
Pelaksanaan pembelajaran PBL diterapkan dalam
kelompok-kelompok belajar. Kelompok tersebut terdiri
dari 8 kelompok dengan anggota sebanyak 4 orang siswa.
Pembagian kelompok dilakukan secara acak dan
heterogen
166 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dengan tujuan agar setiap siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas mempunyai kesempatan yang
sama untuk mengembangkan pengetahuan yang
dimiliki. Pembagian kelompok belajar ini didasarkan
pada teori belajar Vygotsky bahwa kegiatan belajar
individu akan mempunyai hasil yang lebih baik apabila
dilaksanakan melalui kegiatan bersama (co-
constructivisme) [5]. Hal ini sesuai dengan hakikat
pembelajaran PBL yang dilaksanakan dalam penelitian
dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk
bekerja dan berbagi pengetahuan melalui kegiatan
kelompok yaitu praktikum dan diskusi.Pembelajaran
juga dilaksanakan dengan menggunakan media berupa
LKS berbasis PBL untuk membantu memperlancar
jalannya kegiatan. LKS PBL tersebut telah disajikan
tujuan pembelajaran, petunjuk, cara kerja, data
pengamatan, masalah dan data ilmiah, lembar tugas
individu dan diskusi yang harus dipecahkan bersama
sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih teratur
serta dapat meningkatkan kerjasama dan tanggung jawab
siswa dalam menemukan konsep.Pokok bahasan
pertama adalah hukum kekekalan massa (Lavoisier).
Indikator pembelajaran pada pertemuan ini adalah
membuktikan berdasarkan percobaan bahwa massa zat
sebelum dan sesudah reaksi tetap. Langkah yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran
tersebut adalah dengan melakukan pembuktian dan
pengamatan
167 | P a g e
Anotasi Bibliografi
langsung melalui kegiatan praktikum.Rata-rata nilai
posttest hukum kekekalan massa adalah 77,06 dengan
56,25% siswa yang mencapai nilai KKM (75).Secara
umum, aktivitas siswa pada pertemuan pertama ini
tergolong baik dengan rata-rata nilai yang diperoleh
siswa adalah sebesar 80,75. Walaupun begitu, masih ada
siswa yang enggan terlibat dalam kegiatan pembelajaran,
beberapa siswa melakukan aktivitas lain seperti
berbicara dengan teman, tidur, bermain, bahkan ada
beberapa siswa yang mengerjakan tugas pelajaran lain.
Namun, setelah dilaksanakan praktikum, aktivitas siswa
semakin membaik, siswa yang awalnya pasif terlihat
bersemangat dan ikut terlibat aktif saat praktikum.
168 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
169 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Teaching, 5(5), 5-18
[12] Belland, B,. Ertmer, K., & Klein, A., 2006, The
Interdisciplinary Journal of Problem-based Learing, 1(2),
1-18
170 | P a g e
Anotasi Bibliografi
[17] Sudijono, A, 2008, Pengantar Evaluasi Pendidikan,
Jakarta, Raja Gravindo Persada, 250-255
171 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
172 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-13
173 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
174 | P a g e
Anotasi Bibliografi
aktivitas belajar si pembe-lajar (Boud & Feletti, 1991).
Pendekatan pembelajaran semacam ini sejalan dengan
kebijakan Pemerintah yang menekankan pengembangan
kurikulum dan pembelajaran yang berbasis kompe-tensi
dalam seluruh sistem pendidikan formal nasional,
termasuk pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana
diatur dalam keputusan Menteri Pendidikan Nasional
nomor 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan
tinggi. Sasaran pokok khas PBL adalah: (1) mendorong
pembelajar memanfaatkan aneka sumber belajar secara
multi dan interdisipliner; (2) mendorong tumbuh-nya
self-directed learning dalam diri pembelajar; dan (3)
menumbuhkan kom-petensi dalam menganalisis dan
mene-mukan solusi atas problem-problem yang menjadi
bidang keahliannya (van den Bosch & Gijselaers, 1993).
175 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
176 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
177 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
178 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
179 | P a g e
Anotasi Bibliografi
PBL dan metode tradisional ditempuh strategi sebagai
berikut.Efektivitas Hasil. Pengungkapan perbedaan
kedua metode pembelajaran ditinjau dari sudut
perbedaan efektivitas hasilnya dilakukan lewat uji
perbedaan prestasi belajar Subjek yang dikenai
pembelajaran dengan metode PBL dan yang dikenai
pembelajaran dengan metode tradisional, baik yang
diampu oleh dosen yang sama (kelas A versus C)
maupun yang diampu oleh dosen yang berbeda (kelas B
versus C). Uji perbedaan dua kelas yang dikenai metode
pembelajaran berbeda namun diampu oleh dosen yang
sama menunjukkan bahwa prestasi belajar kelas A yang
dikenai metode PBL (= 64,16; SD = 11,83) lebih tinggi
dibandingkan kelas C yang dikenai metode tradisional (=
61,95; SD = 12,24), namun perbedaan itu terbukti tidak
signifikan (tAC:62;0,05= 0,694; p = 0,490). Sebaliknya,
uji perbedaan dua kelas yang dikenai metode
pembelajaran berbeda dan diampu oleh dosen yang
berbeda menunjukkan bahwa prestasi belajar kelas B
yang dikenai metode PBL oleh dosen yunior-perempuan-
easy-going( = 69,45; SD = 10,49) lebih tinggi
dibandingkan kelas C yang dikenai metode tradisional
oleh dosen senior-lelaki-demanding ( = 61,95; SD =
12,24) dan perbedaan itu terbukti signifikan
(tBC:63;0,05= 2,554; p = 0,013). Temuan ini
memberikan indikasi bahkan evidensi bahwa metode
PBL lebih efektif dibandingkan metode tradisional untuk
180 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pembelajaran mata kuliah teori, dalam hal ini Psikologi
Kepribadian II.Perbedaan prestasi belajar kelas A-PBL
dan kelas C-tradisional di bawah asuhan dosen senior-
lelaki-demandingyang tidak signifikan diduga bersumber
dari perbedaan yang kurang tajam menyangkut format
penyelenggaraan masing-masing metode.
Penyelenggara-an metode tradisional pada kenyataan-
nya kurang mengutamakan teknik-teknik tradisional
yang sebenarnya, khususnya berupa penjelasan tentang
materi oleh dosen lewat ceramah-ceramah panjang
melainkan juga cenderung menekankan kerja kelompok
seperti pada metode PBL. Dalam metode tradisional
memang tidak disediakan kasus sebagai fokus belajar
seperti pada metode PBL, namun kenyataannya masing-
masing kelompok diijinkan menggunakan sumber
khususnya beru-pa film baik film dokumenter maupun
cerita yang mereka pilih sendiri sebagai ilustrasi atau
konteks untuk memudah-kan mereka memahami materi.
Diduga pengalaman belajar kedua kelompok Subjek di
dua kelas yang dirancang berbeda kenyataannya
memiliki lebih banyak kesamaan daripada perbedaan.
Maka, kendati prestasi belajar kelas A-PBL lebih tinggi
dibandingkan kelas C-tradisional namun perbedaan itu
tidak signifikan.
181 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
182 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Little, S.E. & Sauer, C. 1991. Organi-zational and
institutional impedi-ments to problem-based approach.
Dalam D. Boud & G.I. Feletti (Eds.), The challenge of
problem-based learning h. 89-95). New York: St.
Martin’s Press.
183 | P a g e
Anotasi Bibliografi
for student assessment. Dalam D. Boud & G.I. Feletti
(Eds.), The challenge of problem-based learning (h.
260-273). New York: St. Martin’s Press.
184 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
185 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-14
186 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
187 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mengatakan bahwa persentuhan anak yang pertama
adalah dengan keluarga. Keluarga memiliki banyak
waktu untuk mengembangkan anak. Nilai-nilai yang
ditanamkan orangtua akan lebih banyak dicerna dan
dianut oleh anak (Sintha, 2000). Memberikan pendidikan
terbaik untuk anak adalah dambaan setiap orangtua.
Mereka ketika memegang peranan pendidik di
lingkungan keluarga, anak sudah mencapai usia sekolah
minimal pra-sekolah. Tapi kebanyakan dari orangtua
saat ini yang kecewa dan atau tidak puas dengan
pendidikan sekolah yang diterapkan di pendidikan
sekolah. Dalam pelaksanaannya, homeschooling sebagai
model pendidikan alternatif mempunyai bentukvariasi,
diantaranya homeschooling terstruktur (school at home)
dimana merupakan metode pendidikan yang serupa
dengan yang diselenggarakan di sekolah, hanya saja
bertempat di rumah. dan homeschooling takstruktur
dimana proses pembelajaran tidak tertentu pada jam
belajar saja, tetapi bisa terjadi dimana saja dan
disepanjang hari, sumber belajar pun tidak hanya sosok
tertentu dan buku pelajaran, tetapi dapat siapa saja dan
apa saja (Sumardiono, 2007).
188 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMASAN MASALAH
189 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
190 | P a g e
Anotasi Bibliografi
potensinya sendiri dan bisa menerima kekurangan dan
kelebihannya. Homeschooling dapat dipandang sebagai
suatu pendidikan alternatif yang merupakan substansi
dari aktivitas sekolah, dimana anak belajar dibawah
supervise dan kontrol penuh orangtua (Abe, 2007). Perlu
dibedakan dengan kegiatan belajar di rumah yang berada
di bawah supervisi personal dari sekolah, atau adanya
program visiting teacher. Biasanya program ini
disediakan oleh sekolah tertentu untuk melayani anak-
anak yang mengalami kesulitan untuk pergi ke sekolah
dengan alasan sakit berkepanjangan. Jadi disini
homeschooling adalah kegiatan belajar anak yang
sepenuhnya berada dalam program dan kendali orangtua.
191 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
192 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
193 | P a g e
Anotasi Bibliografi
anak-anaknya untuk berkunjung ke berbagai tempat yang
bisa menjadi objek pelajaran, seperti persawahan, taman
burung, pemandian air panas, kebun binatang, padang
tetanaman yang berisi banyak bunga, tepian laut yang
berisi makhluk-makhluk hidup beraneka ragam, stadion-
stadion olahraga, dan tempat-tempat lain yang menarik
perhatiaannya. Untuk itulah setiap akhir pekan keluarga
ini mengadakan field trip. Hal ini bertujuan agar ada
inovasi dalam belajar dan ini dinamakan dengan karya
wisata dalam metode kelompok. Rahmad dan Heni juga
mengikutkan anak-anaknya pada kursus-kursus di luar.
Terhitung mulai belajar bahasa Inggris, bahasa Jepang,
multimedia, sains dan fotografi club hingga kursus
musik. Selain melatih sosialisasi anak-anak agar tidak
kaku dalam bergaul, juga berfungsi bagi anak-anak
sebagai sarana menemukan kecocokan dirinya dengan
orang lain, terutama jika menyangkut permasalahan yang
dihadapi. Biasanya satu anak dengan yang lainnya
mempunyai masalah yang sama seperti pelajaran yang
tidak disukai, kegiatan yang monoton dan lain
sebagainya. Inilah fungsi kelompok, masalah yang ada
tidak dihadapi sendiri akan tetapi bisa di bagi ke yang
lain. Sehingga masalah bisa cepat terselesaikan. Baik itu
melalui diskusi kelompok atau pun kegiatan kelompok.
Begitu juga dalam menyusun jadwal belajar, baik Heni
dan Rahmad demokratis dalam hal ini. Jam
194 | P a g e
Anotasi Bibliografi
belajar bisa kapan saja cuma ada beberapa yang memang
tidak bisa dirubah jam belajarnya. Contoh dalam
penentuan jadwal belajar Alif, yang sudah pasti jam
belajarnya seperti kursus bahasa Inggris, les matematika,
multimedia, sains club itu seperti yang telah ditentukan.
Baru jadwal yang lain tinggal menyesuaikan. Begitu juga
dengan Lean, berhubung dia masih agak longgar karena
masih kelas tiga SD jika di sekolah umum jadi mengatur
jadwalnya lebih gampang. Dandy juga seperti itu lebih
longgar lagi.
195 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
196 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Kunzman, R. (2009). Write these laws on your children:
Inside the world of conservative Christian
homeschooling. Beacon Press.
197 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Sandjaja, S. (2001). Pengaruh keterlibatan orang tua
terhadap minat membaca anak ditinjau dari pendekatan
stres lingkungan. Psikodimensia kajian ilmiah psikologi,
2(1), 17-25.
198 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
199 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-15
200 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
201 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Berbagai model, metode dan strategi telah dilakukan
untuk melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran.
Menurut Nur dalam Lisdayanti, menyatakan bahwa
model pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
merupakan “teknik-teknik kelas praktis yang dapat
digunakan guru setiap hari untuk membantu siswa
belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan
dasar sampai memecahkan masalah yang kompleks.
Menurut Trianto dalam Lisdayanti Pembelajaran
kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Siswa akan
dibentuk dalam kelompok – kelompok yang terdiri dari
4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai
materi yang diberikan guru. Tujuan dibentuknya
kelompok tersebut adalah untuk memberikan
kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan
belajar(Lisdayanti, N. P., 2014).Terdapat model
pembelajaran kooperatif lainnya yang menuntut siswa
agar aktif dalam proses pembelajaran yaitu model
pembelajaran Talking Stick dan Snowball Throwing.
Keduan model tersebut menuntut siswa siap untuk
menerima pertanyaan yang diajukan oleh teman atau
guru.
202 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
203 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
204 | P a g e
Anotasi Bibliografi
tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena
pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari
temannya yang terdapat dalam bola kertas. Model ini
juga memberikan pengalaman kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita
atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata
dan situasi yang kompleks.
205 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
206 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
207 | P a g e
Anotasi Bibliografi
hitung dari ketiga kelas lebih kecil dari X2 tabel
maka dapat dinyatakan bahwa distribusi data dari
kedua kelas normal. Sedangkan dari uji homogenitas
yang telah dilakukan diperoleh bahwa varians antara
kelas eksperimen model pembelajaran Talking Stick,
model pembelajaran Snowball Throwing dan kelas
control homogen, dimana diperoleh nilai Fhitung
sebesar 1,56, dengan Ftabel sebesar 1,80, karena
nilaiFhitung lebih kecil dari Ftabel maka dapat
dinyatakan bahwa varians dari ketiga kelas homogen.
Setelah diketahui bahwa sebaran data pada kedua kelas
normal, kemudian varians dari kedua kelas homogeny,
maka dilakukan pengujian hipotesis menggunakan
rumus Anova Satu Jalur dengan taraf signifikan 5 %,
dimana dari perhitungan tersebut memperoleh Fhitung
sebesar 105,3188 dengan Ftabel sebesar 3,09, karena
Fhitung lebih besar dari F tabel maka hipotesis alternatif
yang telah diajukan diterima yang artinya terdapat
pengaruh yang signifikan dalam penerapan model
pembelajaran Talking Stick dan model pembelajaran
Snowball Throwing.Karena hasil uji hipotesis 1
dinyatakan signifikan, maka dilanjutkan dengan uji
berpasangan t-sceffe untuk menguji hipotesis kedua
yaitu model pembelajaran manakah yang lebih baik
diantara Talking Stick dan model pembelajaran
Snowball Throwing. Dari hasil perhitungan Fhitung
yang dibandingkan dengan Ftabel yang diperoleh dari
tabel F dengan db pembilang a-1= 2-1 = 1 dan db
208 | P a g e
Anotasi Bibliografi
penyebut (n1+n2)-a = (36+36)-2 = 70, dimana Ftabel
adalah 3,98. Sehingga hasiluji berpasangan t-sceffe
untuk kelas eksperimen model pembelajaran Talking
Stick dengan kelas eksperimen model pembelajaran
Snowball Throwing memperoleh hasil signifikan karena
Fhitung> F tabel yaitu (4,0384 > 3,90), hasil uji
berpasangan t-sceffe untuk kelas eksperimen model
pembelajaran Talking Stick dengan kelas kontrol
memperoleh hasil signifikan karena Fhitung> F tabel
yaitu (14,0779 > 3,90), dan hasil uji berpasangan t-
sceffe untuk kelas eksperimen model pembelajaran
Snowball Throwing dengan kelas kontrolmemperoleh
hasil signifikan karena Fhitung> F tabel yaitu (10,0119
> 3,90).Setelah diperoleh hasil yang signifikan maka
dilanjutkan untuk menentukan model pembelajaran
mana yang lebih baik dengan cara membandingkan rata-
rata hasil belajar siswa kelas eksperimen model
pembelajaran Talking Stick, kelas eksperimen model
pembelajaran Snowball Throwing, dan kelas kontrol
dengan model pembelajaran konvensional. Dari nilai rata
– rata masing masing kelas diperoleh hasil nilai rata-rata
kelas eksperimen model pembelajaran Talking Stick
adalah 43,5277, nilai rata-rata kelas eksperimen model
pembelajaran Snowball Throwing dalah 40,6667, dan
nilai rata-rata kelas eksperimen model pembelajaran
konvensional yang merupakan menjadi kelas kontrol
adalah 33,6216. Sehingga rata-rata kelas eksperimen
model pembelajaran Talking Stick lebih besar dari
209 | P a g e
Anotasi Bibliografi
model pembelajaran kelas eksperimen model
pembelajaran Snowball Throwing dan lebih besar dari
kelas kelas kontrol yaitu (43,5277 > 40,6944> 33,6216),
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima yaitu rata-rata
hasil belajar siswa yang menggunakan model
pembelajaran Talking Stick lebih tinggidari pada
siswa yang menggunakan model pembelajaran
Snowball ThrowingSehingga model pembelajaran
Talking Stick lebih baik dibanding model
pembelajaran Snowball Throwing.Model pembelajaran
Talking Stick lebih baik dikarenakan pada model
pembelajaran ini siswa diarahkan untukaktif dalam
proses pembelajaran. Siswa dibimbing untuk berani
mengungkapkan pendapat. Melalui model pembelajaran
Talking Stick siswa yang terakhir memegang tongkat
akan diberikan pertanyaan oleh guru, sehingga guru akan
dapat menilai dari jawaban siswa apakah mereka benar-
benar memahami materi yang diajarkan atau tidak. Hal
tersebut sesuai dengan kelebihan dari model
pembelajaran Talking Stick yaitu menguji kesiapan
siswa dalam penguasaan materi (Kurniasih & Sani,
2015).
210 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
211 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Informasi Dan Komunikasi (TIK) Siswa Kelas VII 2
SMP Negeri 2 Singaraja Tahun Ajaran 2012/2013.
Universitas Pendidikan Ganesha.
212 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
213 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-16
214 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG|
215 | P a g e
Anotasi Bibliografi
berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah
yang diberikan pada saat kegiatan pembelajaran, serta
menuntut siswa lebih berpikir secara ilmiah dalam
pemahaman fisika. Pada kurikulum 2013 siswa dituntut
untuk menguasai kompetensi sikap (spiritual dan sosial),
pengetahuan, dan ketrampilan pelajaran fisika secara
ilmiah.
216 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
217 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
218 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dengan model diskusi kelas tipe Beach Ball dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
219 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
220 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
221 | P a g e
Anotasi Bibliografi
oleh rata-rata persentase yang lebih dari
80%.Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa
dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar (Kemendikbud, 2013). Pembelajaran yang baik
menempatkan siswa secara responsif untuk belajar
mandiri sehingga dapat membangun pengetahuannya
selama proses belajar (Arrend, 2012). Pembelajaran
dengan model diskusi kelas akan membantu siswa untuk
belajar mandiri. Pada penelitian ini ada 11 indikator
untuk mengukur aktivitas siswa.Indikator-indikator
tersebut disesuaikan dengan kurikulum 2013 yang
menekankan pada 5M.5M tersebut terdiri atas
mengamati, menanya, mencoba/mengeksplor,menalar,
dan mengomunikasikan.Aktivitas siswayang
menggunakan pendekatan ilmiah 5M akan membantu
siswa dalam mengontruksi pemahaman siswa secara
mandiri, membantu dalam proses mengomunikasikan,
dan melibatkan siswa dalam menggali
pengetahuannya.Hal tersebut sesuai dengan tujuan
pembelajaran diskusi kelas.Aktivitas siswa di ketiga
kelas menunjukkan aktivitas dengan kategori sangat baik.
Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan
model diskusi kelas tipe Beach Ballakan memengaruhi
hasil belajar siswa. Aktivitas siswa yang tinggi sesuai
dengan teori behavioristik. Teori behavioristik dalam
Siregar dan Nara (2010) menyatakan bahwa belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari interaksi seseorang dengan lingkungan.
222 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
223 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini.2011. Teori Belajar
dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
224 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
225 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-17
226 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
227 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik,
ataupun antara cabang matematika dengan cabang
matematika lain. Oleh karena itu agar siswa lebih
berhasil dalam belajar matematika, maka harus banyak
diberikan kesempatan untuk melihat keterkaitan-
keterkaitan itu.Kemampuan mengaitkan antar topik
dalam matematika, mengaitkan matematika dengan ilmu
lain, dan dengan kehidupan sehari-hari disebut
kemampuan koneksi matematik. Sesuai dengan
pendapat Ruspiani (Setiawan, 2009: 16) yang
menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematik
adalah kemampuan siswa mengaitkan konsep-konsep
matematika baik antarkonsep matematika maupun
mengaitkan konsep matematika dengan bidang ilmu
lainnya (di luar matematika).
228 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
229 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
230 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pengampu mata kuliah Analisis Real sebagai masukan
dan referensi metode perkuliahan.
231 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENLITIAN
232 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
233 | P a g e
Anotasi Bibliografi
2. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan
gagasan yang telah dimiliki siswa.3. Pembelajaran
konstruktivisme memberi kesempatan siswa untuk
berfikir tentang pengalamannya. 4. Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan
diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi
siswa untuk manggunakan berbagai strategi belajar.5.
Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan
mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta
memberi kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi
perubahan gagasan mereka.6. Memberi lingkungan
belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasannya. Kelebihan-kelebihan
tersebut tampak pada saat pelaksanaan penelitian ini
berlangsung.
234 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
235 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
236 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-18
237 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
238 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dapat dicapai dengan op-timal. Salah satu model
pembelajaran yang kitakenal adalah model pembelajaran
scramble.Sintaksnya adalah : buatlah kartu soal
sesuaimateri bahan ajar, buat pula kartu jawabandengan
diacak nomornya, sajikan materi, bagikan kartu soal dan
kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan
mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok. Dengan
menggunakan model pembelajaran yang beragam,
termasuk didalamnya model pembelajaran scramble ini
diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan minat
siswa terhadap mata pelajaran fisika. Dengan demikian,
akan mengubah cara pandang mereka terhadap mata
pelajaran ini dan pada akhirnya diharapkan dapat pula
meningkatkan nilai rata – rata mata pelajaran sainspada
Ujian Nasional (UN)
239 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
240 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
241 | P a g e
Anotasi Bibliografi
(2006:4) merumuskan penelitian tindakan kelas sebagai
“penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri
melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk
memperbaiki/meningkatkan kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasil belajar siswa meningkat”. Berdasarkan
beberapa pengertian dan rumusan tersebut, disimpulkan
bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu
penelitian yang bersifat reflektif, dilakukan oleh guru
untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi praktek
pembelajaran di kelas, melalui tindakan yang
dilakukannya.
242 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
243 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
Sistematika Penelitian
244 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mendapat paket no. 5, dan seterusnya. Tiap– tiap siswa
dalam kelompok kembali diminta untuk memasangkan
kartu – kartu tersebut. Siklus II 1. Angket Dari angket
tersebut dapat disimpulkan tentang minat siswa terhadap
mata pelajaran fisika meningkat, yaitu tertera dalam
tabel 4. Diperoleh kesimpulan bahwa siswa yang kurang
memiliki minat terhadap pelajaran fisika berkurang
secara cukup signifikan. 2. Lembar Pengamatan Dari
hasil lembar pengamatan /observasi langsung oleh guru
terhadap sikap siswa ketika mengikuti pelajaran, dapat
disimpulkan bahwa minat siswa terhadap pelajaran fisika
mulai meningkat. Hal ini terlihat dari prosentase siswa
yang kurang per-hatian, bengong dan mengobrol mulai
berkurang, hingga kurang dari 19%. Sebaliknya siswa
yang bersemangat, aktif dan berani mengungkapkan
pendapat menjadi meningkat, hingga mencapai 69%. 3.
Kartu – kartu Soal dan Jawaban Dari data kartu - kartu
soal dan jawab-an, terlihat bahwa kecenderungan siswa
menjawab salah berkurang secara signifikan, rata – rata
menjadi 2,11 soal dan jumlah soal yang dijawab benar
meningkat menjadi 6,53 soal.
245 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
246 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Suharsimi, A. (2008). Penelitian tindakan kelas. Jakarta :
PT. Bumi Aksara
247 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
248 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-19
249 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
250 | P a g e
Anotasi Bibliografi
penerapan pendidikan karakter di SMA Negeri 8
Surakarta akan dilakukan penelitian tindakan kelas
dengan menggunakan pembelajaran berbasis ICT religi
model animasi, pada mata pelajaran fisika. Mata
pelajaran fisika adalah bagian dari sains yang cukup
potensial membentuk karakter. Sains diyakini berperan
penting dalam pengembangan karakter warga
masyarakat dan negara, karena kemajuan produk sains
yang amat pesat, keampuhan proses sains yang dapat
ditransfer pada berbagai bidang lain, dan kekentalan
muatan nilai, sikap, dan moral di dalam sains menurut
Rotherford & Ahlgren (dalam Zuchdi, 2013 :
34).Dimasukkan nilai-nilai agama atau religi pada ICT
pada proses pembelajaran fisika, diharapkan
menjadifilter terhadap arus informasi global lebih
efektif bekerja. Peserta didik tetap dapat terus
mengembangkan diri dengan kemajuan ICT. Mengingat
hidup di era informasi abad 21 ini merupakan kenyataan
bahwa ICT telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan era global. Untuk mendorong kesiapan
SDM di era global melalui pendidikan di sekolah
denganpengintegrasian ICT dan religi ke dalam proses
pembelajaran.
251 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
252 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
253 | P a g e
Anotasi Bibliografi
penemuan ilmiah yang telah mapan. Hubungan sains dan
religi yang terpenting adalah meletakkan antara sains
dan religi pada sisi social psychology, bukan pada sisi
history of scientific progress. Jika setiap ayat
mengandung suatu teori ilmiah, maka hasilnya adalah
keuntungan yang diperoleh dari mengamalkan teori-teori
tersebut sewaktu hidup di dunia dan di akherat kelak.
254 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
255 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
256 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pembelajarantelah menggunakan bahan ajar listrik
dinamis berbasis ICT religi model animasi. Bahan ajar
berbasis ICT religimodel animasi adalah bahan ajar
yang memuat materi pembelajaran yang lengkap mulai
dari judul, tujuan, materi pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran, yang disajikan dalam model animasi dan
materi terintegrasi dengan materi religi untuk
pembentukan karakter. Sifat bahan ajar listrik dinamis
antara lain: menarik untuk dipelajari, fleksibel dan kecil
ukuran filenya. File dapat dijadikan dalam bentuk
format dengan extensi .ppt (ukuran file: 4,52 MB)
atau .swf (ukuran file: 7,25 MB) yang mudah disimpan
dalam bentuk keping CD/DVD, atau flash disk, dan
mudah ditransfer lewat email atau jejaring sosial.
Dengan sifat bahan ajar tersebut peserta didik dengan
leluasa dapat membuka bahan ajar tersebut kapan saja
baik di dalam kelas atau di luar kelas/di rumah dengan
bantuan unit gadget (komputer) untuk mengaksesnya.
Bahan ajar listrik dinamis berbasis ICT religi juga dapat
diunduh secara online pada alamat:
http://muslihamin.blogspot.com/.Sifat bahan ajar yang
fleksibel dan meyenangkan bagi peserta didik
berdampak pada perubahan aktivitas proses
pembelajaran yang lebih baik.Perubahan proses
pembelajaran yang baik dapat mengubah sikap dan
perilaku peserta didik yang lebih baik, selanjutnya dapat
meningkatkan karakter peserta didik, Proses
pembelajaran yang menarik, fleksibel, dan
257 | P a g e
Anotasi Bibliografi
menyenangkan mengakibatkan terjadinya proses
difusi inkulkasi (penanaman nilai tanpa indoktrinasi),
keteladanan dari guru dan keterampilan asertif
(keterampilan mengemukakan pendapat secara terbuka,
dengan cara-cara yang tidak melukai perasaan orang
lain) yang berasal dari bahan ajar berbasis ICT religi
model animasi belangsung lebih efektif. Bukti terjadi
peningkatan karakter religius, jujur, disiplin, cinta tanah
air dan peduli sosial.
258 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
259 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Chairul. (2010). Pembelajaran Fisika Berbasis Nilai
Agama pada Perguruan Tinggi Agama Islam. Jurnal
Penelitian Pendidikan. Vol 11 No. 2, 1.
260 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Suyanto. (2011). Urgensi Pendidikan
Karakter.(Online)(http:// kemdiknas
dikdasmen.go.id/web/pages/urgensi.html, diakses 29
November 2012)
261 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
262 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-20
263 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
264 | P a g e
Anotasi Bibliografi
kanak berimplikasi pada munculnya kritik dan teori baru
yang memiliki cara pandang berbeda dengan
psikoanalisa. Pada tahun 1950-an banyak eksperimen
yang dilakukan oleh psikolog dan terapis dalam upaya
pengembangan potensi manusia, Salah satu temuan baru
yang didapatkan adalah menganggap pentingnya faktor
belajar pada manusia, di mana untuk memperoleh hasil
belajar yang optimal diperlukan reinforcement sehingga
teori ini menekankan pada dua hal dua hal penting yaitu
learning dan reinforcement serta tercapainya suatu
perubahan perilaku (behavior). Dalam perkembangan
lebih lanjut teori ini dikenal dengan behavior therapy
dalam kelompok paham behaviorisme, yang
dikembangkan melalui penelitian eksperimental
265 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
266 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
267 | P a g e
Anotasi Bibliografi
khusus yang dialami konseli, (8) kerjasama antara
konseli dengan konselor, (9) menekankan aplikasi secara
praktis dan (10) konselor bekerja keras untuk
mengembangkan prosedur kultural secara spesifik untuk
mendapatkan konseli yang taat dan kooperatif.
268 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
269 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
270 | P a g e
Anotasi Bibliografi
metode pengkondisian klasik, model yang sering dipakai
adalah disentisisasi sistematis, flooding, dan hypnosis
sedangkan di era selanjutnya teknik yang digunakan
adalah self-management, shaping, modeling, role playing,
assertiveness training. Pada behavioristik kontemporer
dengan teknik modifiikasi perilaku dan multimodal
therapy yang dikembangkan oleh Lazarus.Peran konselor
dalam pendekatan behavioristik adalah aktif dan direktif,
aktif untuk melakukan intervensi dan membawa konseli
dalam perubahan perilaku yang diharapkan, sedangkan
direktif dimaknai sebagai upaya konselor untuk
memberikan arahan secara langsung kepada konseli.
Peran sentral dari pola ini berimplikasi pada intervensi
krisis yang dilakukan oleh konselor kepada konseli
sehingga konselor diharapkan memahami tentang coping
skills, problem solving, cognitive restructuring dan
structural cognitif therapy. Pendekatan krisis yang
dilakukan oleh konselor merupakan realisasi dari
clinical therapeutic menjadi ciri utama dalam pendekatan
behavioristik.Dalam proses konseling, pendekatan
behavior merupakan suatu proses di mana konselor
membantu konseli untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional dan keputusan tertentu yang
bertujuan ada perubahan perilaku pada konseli.
Pemecahan masalah dan kesulitannya dengan
keterlibatan penuh dari konselor. Pendekatan
behavioristik dalam konseling dipengaruhi oleh ;
kelebihan dan perilaku konseli, jenis problematika, jenis
271 | P a g e
Anotasi Bibliografi
penguatan yang dilakukan dan orang lain yang memiliki
arti tertentu bagi kehidupan konseli dalam perubahan
perilakuknya. Dalam pelaksanaannya, pendekatan
behavioristik memiliki kontribusi yang cukup berarti
dalam konseling dan psikoterapi. Muhammad Surya
(2003) mengemukakan bahwa beberapa sumbangan
terapi behavior adalah ; secara epistemologis menjadikan
sebagai salah satu komponen dalam mengembangkan
konseling, mengembangkan perilaku spesifik sebagai
hasil konseling yang dapat diukur sebagai manifestasi
dari penetapan tujuan yang konkrit, memberikan ilustrasi
bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan, serta
penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan
pada perilaku sekarang dan bukan kepada perilaku yang
terjadi pada masa lalu. Sementara itu kekurangan dari
pendekatan behavioristik adalah ; kurang menyentuh
aspek pribadi, bersifat manipulatif dan mengabaikan
hubungan antar pribadi, lebih terkonsentrasi kepada
teknik, seringkali pemilihan tujuan ditentukan oleh
konselor, konstruk belajar yang dikembangkan dan
digunakan tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan
belajar dan hanya dipandang sebagai suatu hipotesis
yang harus di tes, serta perubahan pada konseli hanya
berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk
perilaku lain.Dalam perkembangannya, berdasarkan
banyak studi kasus ternyata prinsip-prinsip belajar yang
dikembangkan pada pendekatan behavior tidak mampu
menjelaskan secara memuaskan terhadap problem
272 | P a g e
Anotasi Bibliografi
perilaku manusia yang memang lebih kompleks
daripada perilaku binatang (Foreyt & Goodrick, 1981).
Kesimpulan tersebut merupakan kritik terhadap terapi
behavior karena hanya menekankan masalah perubahan
perilaku sebagai hasil akhir dari proses konseling.
(Corey, 2005) memberikan kritik terahadap terapi
behavior, yaitu ; (1) terapi behavior hanya mengubah
perilaku bukan mengubah perasaan, (2) behavior therapy
gagal menghubungkan faktor-faktor penting dalam
terapi/konseling, (3) behavior therapy tidak memberikan
proses pemahaman, (4) behavior therapy berusaha
menghilangkan simptom daripada mencari penyebab, (5)
behavior therapy dikontrol dan dimanipulasi oleh terapis.
Walaupun kritik dari Corey merupakan titik-titik dari
kelemahan behavior therapy tetapi pengaruh dari
behaviorisme yang cukup besar di bidang konseling,
psikoterapi dan pendidikan, apresiasi terhadap teori ini
masih cukup tinggi.
273 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
274 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Ivey, AE., Ivey, MB and Simek-Morgan, L., (1993).
Counseling and Psychotherapy : A Multicultural
Perspective. Third Edition. Needham Eights : Allyn amd
Bacoon.
275 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
276 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-21
277 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
278 | P a g e
Anotasi Bibliografi
in simple, low-cost interventions as opposed to
alternative, more costly interventions to address multiple
health behavior change. The study also sought to test a
proposed mechanism underlying the QBE (cogni-tive
dissonance) by exploring a manipulation designed to
increase the cognitive dissonance generated by
completing questions about a be-havior.
279 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
280 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
281 | P a g e
Anotasi Bibliografi
that was blinded and allocation to condi-tion was
concealed; online recruitment also reduces potential
experi-menter demand effects (e.g.,Birnbaum, 2004).
282 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
283 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
284 | P a g e
Anotasi Bibliografi
that engendered by a standard QBE intervention.
Supporting Hypothesis 1, the QBE generated a
significant increase in protection behaviors during the
follow-up period. Of interest, how-ever, pairwise
comparisons indicated that this effect was due to the
dissonance-enhanced QBE condition; the standard QBE
condition did not increase performance compared to the
control condition. Supporting Hypothesis 2, there was an
overall reduction in health-risk behaviors due to the QBE.
Again, we observed that the overall QBE was driven by
the dissonance plus QBE condition; the pairwise
difference between the standard QBE and control
conditions was not significant. The presentfindings can
thus be seen to offer support both for ad-vocates
(e.g.,Wilding et al., 2016; Wood et al., 2016) and critics
(e.g., Rodrigues et al., 2015; van Dongen, Abraham,
Ruiter, & Veldhuizen, 2013) of the use of the QBE to
promote health behaviors. On the one hand, we observed
significant main effects for the combined QBE
conditions and for the dissonance-enhanced QBE
condition compared to the control condition for both
health-risk and health-protection be-haviors. On the
other hand, the standard QBE intervention did not
generate significant improvements in these behaviors
compared to the controlcondition. Thus, the
presentfindings may suggest caution in using standard
QBE interventions to change multiple behaviors but also
285 | P a g e
Anotasi Bibliografi
indicate that QBE interventions that magnify dissonance
can be effec-tive in this regard. The fact that the
dissonance-enhanced QBE condition increased health-
protective behaviors and reduced health-risk behaviors
com-pared to the control condition whereas the standard
QBE did not, offers one line of evidence supporting the
superiority of the dissonance-en-hanced QBE
intervention tested here. Comparisons of the dissonance-
enhanced QBE and standard QBE conditions also
broadly supported this conclusion. Performance of
health-protection behaviors was sig-nificantly higher
(p=.04) in the dissonance-enhanced QBE condition and
performance of health-risk behavior was marginally
(p=.07) lower. These findings suggest that the magnitude
of the QBE can be enhanced by deploying messages
designed to evoke dissonance by highlighting potential
discrepancies between intentions and health ac-tions. We
observed that a dissonance-based message increased
beha-vioral intentions, and led to concomitant changes in
subsequent health behaviors. In terms of health
significance and potential applicability of thesefindings,
the results support a small effect of the QBE on multiple
behaviors. While the effects on behavior were small, the
brief nature of the intervention and its online delivery
method support its potential wide reach.
286 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
287 | P a g e
Anotasi Bibliografi
& P. Norman (Eds.).Predicting and changing health
behaviour:Research and practice with social cognition
models(pp. 142–188). (3rd ed.).Maidenhead: Open
University Press.
288 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Kvaavik, E., Batty, G. D., Ursin, G., Huxley, R., & Gale,
C. R. (2010). Influence of in-dividual and combined
health behaviors on total and cause-specific mortality in
men and women: The United Kingdom health and
lifestyle survey.Archives of Internal Medicine, 170(8),
711–718.https://doi.org/10.1001/archinternmed.2010.76.
289 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Lennox, R. D., & Wolfe, R. N. (1984). Revision of the
self-monitoring scale.Journal of Personality and Social
Psychology, 46(6), 1349–1364.
290 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
291 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-22
292 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
293 | P a g e
Anotasi Bibliografi
psychologist, focuses on meaningful verbal learning or
advance organizers. This theory which is also called
expository teaching includes descriptive principles for
both how a person learns, and features of an instructional
activity and how it should be organized. According to
this theory, learning occurs through retention of
meaningful learning materials. Rote learning is a
mechanical learning and does not turn into a meaningful
learning unless it is organized. Ausubel set forth the
difference between meaningful learning and rote
learning as follows: Rote learning is a kind of learning
where the subject learned is learnt without making
connection to the other subjects and so it is forgotten
rapidly.
294 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
295 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
296 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
297 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASILPENELITIAN
298 | P a g e
Anotasi Bibliografi
schema. 2. Teacher makes students to examine the
picture exhibiting natural and human elements together.
She/he asks students to give examples for the natural and
human elements shown in the picture and to tell the
differences between these two elements; consequently
they draw a schema for the subject. When necessary,
teacher gives different examples and tips. She/he
continues these activities until the attainment of
educational objective for distinguishing natural and
human elements, which is a prerequisite for the students.
After that, she/he passes to the next activities aiming
attainment of another objective. 3. Generalization:
Teacher shows students photographs and 3D drawings of
surface features (mountain, plain, plateau) and waters
(river, lake), define these concepts by emphasizing
differences and similarities between them and
demonstrates the relevant schema. Teacher makes
students to examine this schema and asks them some
questions about the basic concepts indicated on the
schema. 4. Teacher shows a short film about the surface
features and waters to the students. Then she/he asks
questions for what they have seen in the film as
examples for surface features and waters and wants them
to define especially these natural elements they saw in
the film by their own words. 5. Teacher shows the Relief
Physical Map of Turkey to the students. She/he ensures
the students to touch the relief map and especially makes
them to feel the rises and falls on the map. Teacher
299 | P a g e
Anotasi Bibliografi
wants students to give examples for the surface features
and waters they learned and to explain them through the
map. 6. Teacher draws attention of the students to the
conventional signs part on the Relief Physical Map of
Turkey. She/he shows color bar indicating altitude levels
on the map to the student and makes explanations about
it. She/he asks students to estimate altitude of certain
places on the map. 7. Teacher wants students to show
surface features and waters of the region they live in on
the relief map and to group surface features and waters
in the region. She/he helps students to transfer the
information they have learned into the new situations.
Assessment and Evaluation / Measurement of
Permanence: Teacher assigns homework in order to
make the information learned permanent and to ensure
its transfer into new situations. She/he makes a brief
review of the activities carried out during the lesson and
explains what to be done in the next lesson. Teacher may
benefit from the maps and schemas during brief review
of the lesson. She/he may also make evaluations by
using assessment questions prepared to measure the
permanence of the learning.
300 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
301 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Ozdamli, F. (2009). A cultural adaptation study of
multimedia course materials forum to Turkish. World
Journal on Educational Technology, 1(1), 30-45.
302 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
303 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-23
304 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
305 | P a g e
Anotasi Bibliografi
competence is a must-have skill of teacher in teaching
the material to students. Social competence includes
effective communication to educators, students,
education staff, parents and the community. Personal
competence includes steady, stable, mature, wise and
dignified personality to berole models for students and
the community. Professional competence includes
mastery learning material broadly and deeply.The fourth
competency needs to be understood, internalized and
carried out by a teacher in carrying out his profession.
As a professional position, teacher cannot be done by
just anyone, but it requires some principles such as have
talents, interests, call the soul, and idealism; commit to
improve the quality of education, faith, piety, and moral
values; have the academic qualifications and the
appropriate educational background with field
assignments.The results of tracer studies, PGSD student
alumni whichis done by PGSD department in 2011
showed that the alumnus of PGSD FIP UNY have not
maximized in mastering the four competencies of
teacher as a whole. This is demonstrated by the personal,
social and professional competence standards, has yet to
be achieved.
306 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
307 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
308 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
309 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
310 | P a g e
Anotasi Bibliografi
or abstract concepts. Understanding abstract concepts
and it will be a guide for the creation of experience or
new behaviors. Process of experience and reflection
categorized as a process of discovery (finding out), while
the conceptualization and implementation processes are
categorized in the application process (taking
action).Based on the instructional model, there are 4
steps to grow PGSD student interesting into a competent
teacher who has character, namely:3.1. Stage
experiencesStage implemented with real experience
invites students toexperience unpleasant situations that
allow negative feelings arise. Situation created through
PGSD invites students to teach students in elementary
schools around either low grade or high grade with a
prepared lesson plan.3.2. Phase Observation
ReflectiveStages of reflection observations obtained
through observation done by the students to the feelings
they experienced during teaching practice and then
compared with the feelings they experience in real
life.3.3. Abstract Conceptualization stageAbstract
conceptualization stage is the stage for understandingthe
principles of the feelings that have been reflected.
Through the understanding of the participants are
expected to have a new concept of "Primary teachers are
competent and humane" that can be applied when
teaching in real life.3.5. Active Experimentation stage
311 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Active experimentation stage is the stage of providing
the opportunity for students to apply the concepts that is
taken in real situations.So that the maximal and optimal
learning ELT should be frequently performed, so that
students come into contact with the environment through
habituation elementary students can cultivate their
interest to become a master teacher capable of teaching-
learning and personality develop prospective teachers
who have character.
312 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
313 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
314 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-24
315 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
316 | P a g e
Anotasi Bibliografi
psychosocial, etc.) learning style influences academic
achievement of students. Preference for a particular
approach to learning tasks, along with strategies for
solving them enabled circumscribe the learning style of
each student. This study aims to analyze the relationship
between learningstyle, learning behavior and academic
achievement of students in the Romanian academic
environment.
317 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
318 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
319 | P a g e
Anotasi Bibliografi
student when he faces with a certain work task. The
performances represent the level of obtained academic
results, the quantitative and qualitative changes in
academic purchases. Students' learning performance can
be predicted and explained with a certain degree of
probability if are known the factors that influence them
and the way that their effects are distributed.
320 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
4.2. Measures
321 | P a g e
Anotasi Bibliografi
4.3.3. Academic performance was measured from both
theoretical and practical. At a theoretical level student
performance was measured using the average grades in
the subjects of the second semester of the academic year
2013-2014.Theoretically the academic performance
measurement using the average grades in the subjects
covered is a common measure, often used (Soh,
2011);Students work on a practical level was measured
byreference to the following criteria: lesson preparation
(scientific and methodical documentation); formulating
the operational objectives of teaching activity
(correlation between objectives, contents, means and
methods of education, organizational forms of learning,
assessment methods); achieving the scientific content of
the lesson (ensuring scientific rigor and timeliness of
knowledge; accessibility of content) methodological
aspects of the lesson (lesson synchronization with the
pace of deployment rates of student learning), the
strategy elaboration based on the objectives, contents,
the specificities of the different categories of classmates;
appropriate use of assessment forms, methods and
techniques of traditional and alternative assessment);the
behavior of the student in teaching practice (teaching
style suitability to different learning situations and
organization; classroom managementconcerns for
emotional climate).
322 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
323 | P a g e
Anotasi Bibliografi
2 or year 3 of study (t = 0.65, p =0.027, respectively t =
0.70, p = 0.015) and between year 2 and year 3 of study
there are no significant differences (t= 0.05, p = 1.00).-
the analysis of learning styles and performance at
theoretical activities or practical activities by ANOVA
method found significant relationships F (3) = 5.19, p =
0.000, respectively F (3) = 7.60, p = 0.000.- in terms of
the relationship between learning style and learning
strategy results are presented in Table. 1 were we find
associations between variables, but the intensity is
slightly moderate to low. The pilot study reveals some
interesting data:- to the learning styles level we identify
all the styles described by Kolb ; we found significant
associations between learning style and learning
strategies; future studies can be developed to determine
the predictive relationship between learning style and
learning strategy;- first year students use especially
surface learning strategies and have the preference for
assimilation and accommodation style, but those who
have teaching experienceuse especially metacognitive
strategies and the style that prevails is the divergent one;
III year students prefer divergent and accommodation
style and the learning strategies use the deep learning
strategy. At the studentswith work experience the use of
metacognitive learning strategies is associated with
divergent style.- in terms of the relationship between
learning style andacademic performance results are
differentiated so metacognitive performance is
324 | P a g e
Anotasi Bibliografi
associated with theoretical and practical experience at
students with work experience and deep learning
strategy is associated with high performance at the
theoretical activities to students who do not have
professional experience.
325 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
326 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Graham, J.C., Garton, B.L., Gowdy, M.A. (2001). The
relationship between students’ learning styles,
instructional performance, and student learning in a plant
propagation course. NACTA Journal, 45 (4), 30-35.
327 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Pascarella, E., Terenzini, P. (1991). How College
Affects Students: Findings and Insights from Twenty
Years of Research. San Francisco: Jossey-Bass Inc.
328 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
329 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-25
330 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
331 | P a g e
Anotasi Bibliografi
anxiety (see Andrews et al., 2016, for an overview).
Behavioral forms of avoidance have been conceptually
linked to the cognitive factors that are thought to main-
tain GAD. Behavioral avoidance involves avoiding or
managing distress by performing actions such as seeking
reassurance, checking, or avoiding anxiety-provoking
situations. The Metacognitive Model of GAD, for
example, posits that when excessive reassurance-seeking
is used to reduce worry, individuals with GAD do not
learn that worry is controllable and harmless, and
thereby perpetuate problematic meta-cognitive beliefs
about worry (Wells, 1999). Despite the conceptual link
between cognitive factors and maladaptive behaviors,
there has been scant empirical scrutiny of the nature of
these associations. Although cognitive behavioral
therapy (CBT) for GAD often aims to reduce ma-
ladaptive behaviors (Robichaud, 2013; Wells, 1999), it is
unclear whether maladaptive behaviors reduce following
CBT and whether reductions in these behaviors are
associated with reductions in GAD symptom severity.
332 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
333 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
334 | P a g e
Anotasi Bibliografi
(Andrews et al., 2016). Although the measurement of
maladaptive be-haviors associated with GAD was central
to the hypotheses of the Beesdo-Baum et al. study, no
established measure of such behaviors was available at
the time of the study. However, a brief self-report
measure of maladaptive behaviors associated with GAD
has been recently de-veloped and evaluated (Mahoney et
al., 2016; Mahoney et al., 2017), and will be utilized in
this study. Consistent with contemporary cog-nitive
theories of GAD, we predicted that CBT would
significantly re-duce GAD symptom severity and
avoidant behaviors, and that reduc-tions in maladaptive
behaviors would predict post-treatment GAD symptom
severity controlling for pre-treatment GAD symptom
severity, changes in depression, and changes in disability
335 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
336 | P a g e
Anotasi Bibliografi
with cognitive distortions, intolerance of uncertainty and
metacognition), (d) graded exposure and behavioral
experiments to reduce cognitive and behavioral
avoidance, and (e) relapse prevention. All patients
completed the WBI, GAD-7, PHQ-9, and WHODAS-II
at pre and post-treatment. Patients receiving the GAD
iCBT course also com-pleted the WBI at mid-treatment
(before commencing lesson 4)
337 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
338 | P a g e
Anotasi Bibliografi
activation and graded exposure (de-tailed description of
programs inNewby et al., 2017). It is yet to be seen
whether incorporating more behavioral treatment
components into CBT for GAD will result in even
greater reductions in GAD symptoms and maladaptive
behaviors. Consistent withBeesdo-Baum et al. (2012),
the levels of avoidant behaviors among patients who
responded well to treatment (around 50–60% of
treatment completers) were similar to the levels of
maladaptive behaviors reported by a non-clinical sample
(Mahoney et al., 2017). That is, most patients completing
iCBT no longer reported engaging in a pathological level
of maladaptive beha-viors following treatment. As
expected, both iCBT courses also lead to large effect size
reductions in symptoms of GAD and depression, and
moderate effect size reductions in disability. Current
effect size reduc-tions are larger than those found in
previous evaluations of these iCBT courses (Mewton et
al., 2012; Newby et al., 2014a, 2014b). It is likely that
these discrepancies are due to differences in sample
characteristics; the current study restricted its sample to
individuals reporting symp-toms consistent with a
probable diagnosis of GAD (i.e., GAD-7 score≥10),
whereas previous evaluations have included patients who
reported sub-threshold symptoms of GAD. Adherence to
both iCBT programs was modest with just over a third of
patients completing all six lessons of their course.
Although most patients completed most lessons,current
339 | P a g e
Anotasi Bibliografi
completion rates are somewhat lower than those found in
previous investigations (e.g., 44.9–49.2% completion in
Newby et al., 2017). Again these differences are likely to
reflect variations in sample characteristics across studies
(e.g., inclusion of sub-threshold cases and exclusion of
patients who failed to complete one lesson of iCBT).
Ourfindings provide further support for the effectiveness
of iCBT delivered in routine care settings, however, they
also demonstrate that there is considerable scope to
enhance outcomes for the substantial portion of patients
who do not complete treatment or who continue to
experience elevated symptoms following therapy. A
keyfinding of this study was that greater reductions in
mala-daptive behaviors during treatment predicted better
treatment out-comes in terms of lower post-treatment
GAD symptoms. Cognitive theories emphasize the
importance of addressing cognitive factors in the
treatment of GAD, however, currentfindings suggest that
reducing maladaptive behaviors may also be important
in the treatment of GAD. The comparative importance of
maladaptive behaviors in maintaining GAD now needs
to be better understood. It is unclear if reductions in
maladaptive behaviors during CBT would continue to
predict treatment outcomes once reductions in cognitive
factors were taken into account.
340 | P a g e
Anotasi Bibliografi
GAD. Cognitive factors like cognitive avoidance,
intolerance of uncertainty or metacognitive distortions
may mediate the relationship between behavioral
avoidance and symptoms of GAD, and altering these
cognitive factors via cognitive techniques may result in
the reduction of maladaptive behaviors and symptoms of
GAD. To explore these possibilities, future studies could
consider randomized control trials of interventions based
on specific theoretical accounts of GAD (i.e., intolerance
of uncertainty therapy or metacognitive therapy) and
examine whether reductions in specific cognitive
variables (e.g., metacognitive beliefs) and maladaptive
be-haviors mediate the effect of treatment on GAD
symptoms. Serial multiple mediator models could
investigate whether reductions in cognitive variables
across therapy predict reductions in maladaptive
behaviors (and vice versa) to mediate the effect of
treatment on symptoms (e.g., see Newby et al.,
2014bandHayes and Rockwood, 2017). Furthermore,
experimental work is need to establish whether
manipulating specific cognitive variables causes
different levels of en-gagement in maladaptive behaviors
(as has been shown in the ob-sessive-compulsive
disorder literature, e.g. Bouchard et al., 1999). It seems
likely that the relationships between cognitive and
behavioral variables are complex. Reducing maladaptive
behaviors without re-ference to cognitive factors appears
to significantly reduce symptoms of GAD (Beesdo-
341 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Baum et al., 2012) and cognitive variables such as in-
tolerance of uncertainty or metacognitive distortions can
be reduced by treatments that do not target them directly
(van der Heiden et al., 2012). Nevertheless, the current
study represents an importantfirst step in understanding
how maladptive behaviors change across the course of
treatment for GAD. This study has several limitations
that need to be considered. Participants were gathered
from a clinic providing routine care where structured
diagnostic interviews were not conducted and all data
was based on self-report questionnaires. Treatment
follow-up data was also not available. As a result, the
long-term role of maladaptive behaviors on the
naturalistic course of GAD could not be evaluated. This
study was not a randomized controlled trial, and as such,
the reductions that we observed in maladaptive
behaviors could have been due to other factors, such as
spontaneous remission, rather than the iCBT courses.
342 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
343 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Bouchard, C., Rhéaume, J., Ladouceur, R., 1999.
Responsibility and perfectionism in OCD: an
experimental study. Behav. Res. Ther. 37, 239–248.
344 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Kroenke, K., Spitzer, R., Williams, J.B., 2001. The
PHQ-9: validity of a brief depression severity measure. J.
Gen. Intern. Med. 16, 606–613.
345 | P a g e
Anotasi Bibliografi
controlled trial and evidence of effectiveness in primary
care. Psychol. Med. 43,2635–2648.
346 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
347 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-26
348 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
349 | P a g e
Anotasi Bibliografi
currently face the challenge of teaching students with LD.
Learning DisabilitiesFederal law defines specific
learning disabilities as psychological processing
disorders that result in deficits in at least one of the
academic skills (U.S. Office of Education, 1977). A
child with this label does not have mental retardation,
behavior disorders or other major disabilities. The child
with LD has difficulty with processing skills such as
memory, visual perception, auditory perception, or
thinking; and as a result has trouble achieving in at least
one subject such as reading, math, or writing (Lerner,
2003). Some of the typical characteristics associated
with learning disabilities include problems in reading,
mathematics, writing, and oral language;deficits in
interpreting what is seen or heard; difficulty with study
skills, self-control, self-esteem, memory, and attention
(Mercer, 1997).Constructivist Theory and
PracticeInstruction based on constructivist theory is
currently supported for general education classes by
university faculty and many educational organizations
(Brooks & Brooks, 1999). One of the key ideas
associated with constructivist theory is that learning
should be meaningful and related to real life situations
(Grobecker, 1999).
350 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
351 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
352 | P a g e
Anotasi Bibliografi
learning is an important facet of a constructivist
approach to instruction. When students are actively
involved in the lesson, they learn and retain the
information (Duhaney & Duhaney, 2000; Harris &
Graham, 1996).
353 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
354 | P a g e
Anotasi Bibliografi
even though they are an important part of a constructivist
curriculum. However, with some additional guidance
and preparation, it is possible and in fact beneficial to
emphasize these skills with such students (Ellis, 1997;
Grobecker, 1999). Teachers can guide students with LD
to engage in complex writing process assignments,
research projects, and other test-taking and study
activities.
355 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
356 | P a g e
Anotasi Bibliografi
name and give some examples of pre-writing strategies
or proofreading; the teacher might actually demonstrate
for the whole class and perhaps individually exactly how
each step is accomplished. When writing a paper, for
example, on “The most significant event in your life,”
the teacher could guide the students in brainstorming
ideas and making a graphic organizer of topics. For
students with learning disabilities, modeling is critical
because of their feelings of being overwhelmed. In
addition, the model provides the extra guidance that is
needed for these students. In most explicit instruction,
there is a great deal of practice and review of new
learning until mastery occurs (Grobecker, 1999).
Whether it is multiplication facts, geography terms
involving landforms, or vocabulary related to a biology
lesson on parts of the brain; direct instructional lessons
provide extensive drill and practice time (Olson and Platt,
2000). The students with LD benefit from such over
learning because of their memory problems and
difficulty processing information.Explicit teaching also
involves a great deal of structure and systematic
planning (Olson & Platt, 2000). Because of the
processing, attention, and memory problems of many
students with learning disabilities, this emphasis on
teacher directed and controlled lessons is beneficialb
(Lerner, 2003). Students tend to achieve when they know
what to expect; in other words lessons are predictable.
They are then able to focus attention on the new material
357 | P a g e
Anotasi Bibliografi
being taught rather than the unique and perhaps
confusing features of a lesson.Another example of a
direct instruction strategy appropriate for students with
LD is the use of fast paced lessons with monitoring and
feedback. These students can learn to progress if the
lesson includes a chance for monitoring by teacher and
students, provisions of feedback, and some type of
reinforcement. These elements of the lesson have been
shown to be effective with children especially those with
disabilities. For example during a literature lesson,
students might be asked to write an essay analyzing the
themes of a story. Rather than completing the entire
assignment, students benefit from the teacher’s feedback
at each step. First they might check to see if the theme
they selected is relevant. Then they might describe
examples of the theme and be sure they are related
events. All of the major content of their essays, in fact,
could be checked and revised before even working on a
draft. This procedure builds confidence and develops
strategies to ensure skill development and a higher
quality finished product.
358 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
359 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Mercer, C. D., Jordan, L., & Miller, S. P. (1996).
Constructivist math instruction for diverse learners.
Learning Disabilities Research and Practice, 11, 147-156.
360 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
361 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-27
362 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
363 | P a g e
Anotasi Bibliografi
and movement are central in the motor skills, through
methodological and teaching method choices in teaching
activities at whose foundation there is scientific evidence.
"Conceptual knowledge is embodied, that is mapped in
our sensory-motor system. This not just provides the
structure to the conceptual content, but characterizes the
semantic content of concepts according to the way we
function in the world with our bodies." (Gallese &
Lakoff, 2005).
364 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
365 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
366 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
367 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
368 | P a g e
Anotasi Bibliografi
in the focus of learning process. Both of them has the
main difference between the role of the mind and the
role of the learning setting. Aim is to study the issue of
motor control theory and what is the correlationto
learning process and motor skills. Specifically, to aim
the relation on mind theory such as the fourth principal
of them. Methods of this study is to analyze the specific
aspects of learning approach in physical activity and
sport. After, to analyze the elements of mind theory
according to Behaviorism, Cognitive, Gestalt and
Phenomenology and then to elaborate the logical relation.
Main results and conclusion show two types of
relationship. The first one is between cognitive approach,
which includes closed loop motor control, open loop
motor control and generalized motor program, with
Behaviorism and Cognitive. Furthermore, there is a
significant relationship among tutorials techniques such
as order, demand, sequence and timing and the
prescriptive teaching method of Behaviorism and
Cognitive applied to motor skill. The second one is
between ecological dynamic approach, which includes
Motor Imagery and Freedom Degrees, and Gestalt and
Phenomenology. Furthermore, there is a significant
relationship among learning setting, such as environment
and specific strategies of teaching method,and the
strategies of cooperative learning, role playing, circle
time, brain storming, peer education, tutorship, focus
group. So it can observe the invasive role of the coach or
369 | P a g e
Anotasi Bibliografi
the teacher in cognitive approach and non-invasive role
in ecological dynamic approach. In conclusion, it
suggests to deep the ideal setting in educational process
in school and in sport association. It shows two types of
relationship: first one is between cognitive approach,
which includes closed loop motor control, open loop
motor control and generalized motor program, and
Behaviorism and Cognitive. Furthermore, there is a
significant relationship among tutorials techniques such
as order, demand, sequence and timing and the
prescriptive teaching method of Behaviorism and
Cognitive theory on applied movement learning. The
second one is between ecological dynamic approach,
which includesMotor Imagery control and Freedom
Degrees control. Furthermore, there is a significant
relationship among learning setting, such as learning
environment and specific strategies of teaching method
and the strategies of cooperative learning, role playing,
circle time, brain storming, peer education, tutorship,
focus group.
370 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
371 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Di Tore P A, Raiola G (2012c). Non-verbal
communication and volleyball: A new way to Approach
the phenomenon, Mediterranean Journal of Social
Sciences, vol. 3, p. 347-356 doi 105901/mjss
2012.v3n2p.347
372 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Rizzolatti G, (2006), So quel che fai. Il cervello che
agisce e i neuroni specchio, Raffaello Cortina Editore,
Milano
373 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
374 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-28
375 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
376 | P a g e
Anotasi Bibliografi
receiving health services. The Human Resources
Development Agency of the Ministry of Health
publishes Competency-based Curriculum (2006),
defining competency is a set of intelligent actions full of
responsibility that someone has as a condition to be
considered capable in carrying out tasks in a particular
field. Competency-based curriculum is a curriculum that
is developed based on the ability or smart actions full of
responsibility for certain professions in carrying out their
duties at work.
377 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
378 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
379 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENLITIAN
380 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
381 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Through these habits, it will become new behavior or
new skills.The theory is supported by Ivan Petrovich
Pavlov (1849-1936), explained that in the process of
teaching and learning to get new behavior is to do new
habits, namely by connecting with examples and
imitating them in measurable amounts. Many examples
are given by champions or great people in the world.
They become great people because they do repetitive
actions that repeat the same thing (repetition), so they
become skilled or genius experts, so in this case, doing a
lot of actions will guarantee high-quality skills,
accompanied by knowledge the broad and attitude that
grows. Implementation of behavioral theory into nursing
clinical practice programs We will give an example, for
example, we will practice a hospital clinic for nursing
students in the second semester of basic human needs
courses. The learning achievement of the semester is that
after completing the nursing clinical practice program
for 3 weeks the nursing students are skilled at
independently assessing physical examinations.Applying
behavioral model theory Ivan P repetition Thorndike
connectionism theory, Burke Hedges imitation theory, to
achieve these competencies students can be programmed
to perform nursing actions 75 times within 3 weeks of
practice ie 18 days of practical work, the achievement
strategy is 75 divided by the number of 18 day practice
days, the result was 4.1 rounded to 4 times, meaning that
students were programmed to practice physical
382 | P a g e
Anotasi Bibliografi
examination assessment 4 patients / day or 4 times per
day practice, if each action took 15 minutes then in one
day the practice required 60 minutes to study physical
examination, If the student's practice time of one day 7
hours 7x60 minutes is 420 minutes the time spent
studying physical examination is 60 minutes, so 420
minutes minus 60 minutes equals 360 minutes that
means equal to 6 hours left, so 6 hours the time can be
used to reach ket other performance. Students who are
less willing to target actions are due to lack of
motivation, lack of courage, and lack of practice tools.
383 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
384 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Educ Lang Int Conf Proc Cent Int Lang Dev Unissula.
20017;880–8.
385 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
386 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-29
387 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
388 | P a g e
Anotasi Bibliografi
observations in order overcome these problems, the
authors are interested in doing research on the
application of computer learning tutorial models as a
medium of learning can increase students' motivation in
receiving and understanding the concept of learning.
This study was based on the views expressed by
Iskandar (2012: 188), that motivation is driving force in
a person to do something to achieve the desired goal.
That is, students who motivated within himself, then to
consciously and earnestly to be learned for future needs.
The method is intended as an effort to increase student
motivation is through the method of computer-based
learning tutorial models. The reason for selecting
this model is like the opinion Rusman (2011: 301), that
the purpose of computer-based learning tutorial models
are: 1) to improve the mastery of knowledge
independently by the students according to the material
contained in the program, 2) so that students can
enrich the material relevant, 3) assist students in
finding and solving problems in learning independently,
and 4) increase the independence of the students in
the study of other materials. On the basis of this
opinion, this model be appropriate in the classroom,
especially in the course of learning media because of the
learning process is already implementing the
technology.
389 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
390 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
391 | P a g e
Anotasi Bibliografi
images, sound, video), provides activity and learning
atmosphere, quizzes or by providing interaction of
students, evaluating students' answers, provide
feedback and determine the activity further the
appropriate. Meanwhile, according to Hanafi (2010: 41)
that the learning model is one approach in order to
anticipate changes in the behavior of learners are
adaptive and generative. The learning model is strongly
associated with learning styles of learners (learning
styles) and teaching styles of teachers (teaching style).
392 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
393 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
394 | P a g e
Anotasi Bibliografi
portfolio documents the stages of learning and provides
a progressive record of student growth. 2. A Product
portfolio demonstrate mastery of a learning task or a set
of learning objectives and contains only the best
work….Teachers use process portfolios to help students
identify learning goals, document progress over time,
and demonstrate learning mastery….In general, teachers
prefer to use process portfolios because they are ideal for
documenting the stages that students go through as they
learn and progress. Steps in the portfolio assessment
process (Venn, 2000: 540): 1. The teacher and the
student need to clearly identify the portfolio contents,
which are samples of student work, reflections, teacher
observations, and conference records. 2. The teacher
should develop evaluation procedures for keeping track
of the portfolio contents and for grading the portfolio.
3. The teacher needs a plan for holding portfolio
conferences, which are formal and informal meetings in
which students review their work and discuss their
progress. Because they encourage reflective teaching and
learning, these conference are an essential part of the
portfolio assessment process Three main factors guide
the design and development of e-portfolio
(Barton,1997)7: 1. Purpose The purpose that the
portfolio will serve, portofolio is guidelines for
collecting materials, for example, is the goal to use
the portfolio as data to inform program
development? To report progress? To identify special
395 | P a g e
Anotasi Bibliografi
needs. 2. Assessment Criteria One the purpose or goal
of the portfolio is clear, decisions are made about what
will be considered success (criteria or standard) and what
strategies are necessary to meet the goals, items are then
selected to include in the portfolio because they provide
evidence of meeting criteria, or making progress toward
goals. 3. Evidence Evidence can include artifacts (item
produced in the normal course of classroom or
program activities), reproductions (documentation of
interviews or projects done outside of the classroom or
program), attestations (statements and observations by
staff or others about the participant), and productions
(item prepared especially for the portfolio, such as
participant reflextions on their learning or choices). Here
are the results of the assignment tutorial models made by
students, including: Examples. Computer-Based
Learning Tutorial Models Reflective pieces require
students to articulate and reviews components of the
portfolio and are a part of a comprehensive assessment.
Reflections allow students the time and space to analyze
their achievement in relation to class standars, evaluate
their final products, and determine growth as well as
needs (Fernste, 2005: 303-309). In portfolio assessment,
the learners reflect on their work , the reflection
should say something about why the learners have
made the choices they have made in the portfolio, and
describe the method used to arrive at the final result. If
two learners submit the same work for assessment,
396 | P a g e
Anotasi Bibliografi
the individual reflections may make the difference.
Even if a learner has failed with the content presented in
the assessment portfolio to a certain degree, he or she
might be rewarded for mature reflections on the work.
397 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
398 | P a g e
Anotasi Bibliografi
and Learning. Upper Saddle River, NJ : Pearson Merrill
Prentice Hall. 2006.
399 | P a g e
Anotasi Bibliografi
[16] Wena, Made. Contemporary Innovative Learning
Strategies: A Conceptual Overview of Operations.
Jakarta: Bumi Aksara. 2011.
400 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
401 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-30
402 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG
403 | P a g e
Anotasi Bibliografi
person is the result of one’s educational development
(Blair, Jones & Simpson, 1994). Therefore, it is
extremely important that teachers understand the
educational development among students in order to
achieve learning goals and objectives.
404 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
405 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI
406 | P a g e
Anotasi Bibliografi
psychological education, learning style is defined as the
manner of how a student show attention and respond
towards processing data while extracting information,
knowledge as well as new experience.
407 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN
408 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN
409 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Basmih, 2000). According to Manna’ al-Qattan (1999),
the compilation of al-Quran itself during the era of
Rasullullah is defined as the process of memorizing al-
Quran. Rasullullah’s constant practice of memorizing
the al-Quran encouraged his noble friends to follow the
prophet’s ways and worked diligently to memorize the
sentences in al-Quran while applying it in their daily
lives (Syarif Kamal, 2001). The prophet even turned his
own house into a place to learn al-Quran. After that, Al-
Arqam Abi Arqam turned his house into a place to learn
al-Quran, where the prophet started teaching on the
meanings of each sentences and requested for his noble
friends to memorize and apply Allah’s commands
(Mohd Yusof Ahmad, 2002). Learning through hafazan
as conducted by Rasullullah clearly shows that this
practice can train an individual to strengthen their minds,
intelligence and power of memorization (Abdullah,
1995).The constant process of learning al-Quran among
the prophet’s noble friends through talaqqi musyafahah
at his and Al-Arqam’s house continued to become a
basic family education. Rasullullah taught his noble
friends to learn al-Quran step by step starting and
memorizing slowly from two to ten sentences (Misnan,
2012). During this process, the prophet’s noble friends
also developed several learning strategies by writing
down few sentences, surah or e ven writing down all the
sentences. Nevertheless, most of Rasullullah’s friends
were more
410 | P a g e
Anotasi Bibliografi
interested in memorizing the al-Quran (Abdul Rahman,
2009). According to Manna' Khalil (1999) the natural
interest of memorizing the al-Quran exist among the
prophet’s friends because of the ability Allah has
bestowed upon the Arabian people who have strong
memorization skills even though they are not proficient
readers and writers. Era of Rasullullah’s Noble
FriendsRasullullah SAW’s friends loved the al-Quran
and always tried to memorize as well as apply every
command of the al-Quran. This situation can be seen
from the persistent effort to memorize each and every
sentence taught by Rasullullah. According to As-
Shabuny (2002), the hafazan al-Quran education was
instilled among his friends through repitition of al-Quran
citations with their families at night and if anyone were
to walk at night in Madinah during that time, people
would hear loud sounds like a swarm of bees because
everywhere there were the prophet’s friends reciting and
memorizing sentences of the al-Quran in their respectful
homes.After the death of Rasullullah SAW, efforts in
taking care of the al-Quran was continued by the noble
Khalifahs. During the era of Khalifah Saidina Abu
Bakar, the Yamamah War killed about 70 al-Quran
members and Khalifahs, therefore Zaid Bin Thabit was
then instructed to gather all the sentences and surahs in
the al-Quran (Ahmad Husin, 2011). The main goal of
411 | P a g e
Anotasi Bibliografi
gathering all these sentences is to avoid from the loss of
al-Quran among Muslim people.During the era of
Khalifah Usman bin Affan, compilation of the al-Quran
was reinforced and re-structured more carefully as
arguments were starting to rise among the Islamic people.
Khalifah ordered Zaid bin Thabit as expert of hafazan
al-Quran that time to lead the way. The result was a
book of mushaf al-Quran that celebtrates different
readings of the qiraat. Birth of all the hafazan al-
Quran experts began ever since the time of Rasullullah
SAW. Assemblies that were named as Suffah involved
a number of about 20 people who never gave up in
expanding their knowledge of the al-Quran including the
prophet himeself whom at that time, began to even
explore on Research & Development (R&D) (Mohd
Yusof Ahmad, 2002). That is why during this era, there
were so many memorizers of the al-Quran such as Abu
Bakar, Umar, Uthman, Ali, Talhah bin Ubaidillah, Saad
bin Abi Waqqas, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin
Umar, including even women such as Aisyah, Hafsah,
Ummu Salamah, Ummu Waraqah and so many more
(Zulkifli, 2013). The educational history and
development of al-Quran evidently shows the utmost
importance on studying the al-Quran among friends and
family. Learning factors of the al-Quran was obviously
inculcated in the prophet himself based on the hafazan
activities whom he conducted whole-heartedly and in
412 | P a g e
Anotasi Bibliografi
which became a qudwah for his noble friends to
memorize the al-Quran with their families.
413 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA
414 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Daud, W. M. (2005). Falsafah dan amalan pendidikan
Islam Syed M. Naqib al-Attas satu huraian konsep asli
Islamisasi. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.
415 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Sang, M. S. (2010). Psikologi pendidikan untuk
pengajaran dan pembelajaran. Puchong: Penerbitan
Multimedia Sdn. Bhd.
416 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR
417 | P a g e
Anotasi Bibliografi