Anda di halaman 1dari 417

ANOTASI Ke-1

Judul : Optimalisasi Penggunaan Teknologi


Dalam Implementasi Kurikulum Di
Sekolah (Persepektif Teori
Konstruktivisme)

Penulis : I Ketut Sudarsana

Tahun Terbit : 2018, 8 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Pendidikan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 1,1,2018

1|Page
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa berkembang


tiada hentinya, begitu juga pengetahuan di bidang
pendidikan, khususnya pendidikan agama Hindu. Agar
pebelajar memahami dan menghayati ajaran agama
Hindu sehingga menghasilkan manusia yang memiliki
sifat-sifat budi pekerti yang luhur perlu diberikan
pendidikan agama Hindu, karena pendidikan merupakan
inspirasi manusia untuk melakukan sesuatu agar
seseorang dapat bertindak sesuai dengan ajaran agama
yang di anutnya. Pendidikan merupakan suatu keharusan
bagi manusia terutama anak-anak yang belum dewasa,
baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk
sosial. Pendidikan berlangsung di sekolah, di lingkungan
keluarga, dan masyarakat. Dalam pendidikan terkandung
proses belajar mengajar yang melibatkan guru sebagai
pembelajar dan siswa sebagai pembelajar. Masalah
pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks
karena terkait dengan masalah kuantitas, masalah
kualitas, masalah relevansi dan masalah efektivitas.
Masalah kuantitas timbul sebagai akibat hubungan antara
pertumbuhan sistem pendidikan dan pertumbuhan
penduduk, masalah kualitas adalah masalah bagaimana
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia,
masalah kualitas pendidikan merupakan masalah yang
cukup serius dalam rangka kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara, penanganan masalah aspek

2|Page
Anotasi Bibliografi
kualitas berhubungan erat dengan penanganan aspek
kuantitas,oleh karenanya perlu ada keseimbangan antara
keduanya. Sehubungan dengan permasalahan di atas
pemerintah telah banyak melakukan serangkaian
kegiatan secara terus menerus melalui tahapan
pembangunan di bidang pendidikan. Semuanya
diarahkan pada pencapaian peningkatan mutu
pendidikan atau menyangkut kualitas pendidikan. Mata
Pelajaran pendidikan agama Hindu adalah salah satu
mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah–sekolah yang
memiliki tujuan yang sama yaitu mendidik pebelajar
untuk ber etika dan bermoral yang baik. Mutu
pendidikan tidak terlepas dari faktor pebelajar itu sendiri
sebagai siswa, faktor pembelajar, metode sarana dan
prasarana pebelajaran serta situasi dan kondisi kelas
dalam mengajar. Mutu pendidikan dikatakan lebih baik
apabila hasil belajar yang di peroleh sesuai dengan
tuntutan kurikulum.Sebagai upaya penyempurnaan
pembelajaran Agama Hindu perlu di upayakan suatu
kegiatan pembelajaran yang mampu memberikan kondisi
kepada pebelajar untuk mengembangkan kemampuan
berpikir secara optimal. Maka pembelajar mencoba
untuk mencapai keaktifan belajar pendidikan agama
Hindu di sekolah melalui penerapan kegiatan
pembelajaran eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
berdasarkan Kurikulum 2013 (K13).

3|Page
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Optimalisasi Penggunaan Teknologi
Dalam Implementasi Kurikulum Di Sekolah?
2. Apa tujuan yang hendak dicapai dari
Optimalisasi Penggunaan Teknologi Dalam
Implementasi Kurikulum Di Sekolah?

4|Page
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Warsita (2008:170) mengatakan bahwa pengembangan


sistem dan model pembelajaran berbasis teknologi
informasi baik bersifat off line (multimedia) maupun
yang bersifat on line (internet) diperlukan pertimbangan
dan penilaian atas beberapa hal, seperti keuntungan,
Biaya operasional dan perawatan, sumber daya manusia.
Dalam membuat kebijakan implementasi kurikulum
berbasis teknologi, sekolah perlu mempertimbangkan
keuntungan, sejauh mana implementasi tersebut akan
memberikan keuntungan bagi sekolah, guru, pegawai,
dan terutama keuntungan yang akan diperoleh siswa
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Munir (2008:151) mengatakan, perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
efektifitas dan efisiensi proses terhadap pembelajaran.
Pembelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran
berbasis teknologi, pada dasarnya bukan hanya
menyampaikan informasi atau pengetahuan saja,
melainkan mengkondisikan siswa untuk belajar, karena
tujuan utama pembelajaran adalah siswa belajar.
Keberhasilan guru mengajar dan efektifitas
pembelajaran ditandai dengan adanya proses belajar
siswa. Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi
juga oleh lingkungan. Dengan demikian hasil belajar
berguna bagi siswa, karena dapat ditransfer dalam situasi

5|Page
Anotasi Bibliografi
kehidupan nyata (realitas sosial).Sejalan dengan
pendapat Trianto (2007:13) bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-
aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu
tidak lagi sesuai, hal ini merupakan esensi dasar dari
teori konstruktivisme.

Terdapat beberapa konsep yang melatar belakangi


Implementasi kurikulum berbasis teknologi untuk
kegiatan pendidikan, dan beberapa diantara sudah
banyak ditetapkan di sekolah-sekolah baik tingkat dasar
maupun tingkat menengah, apalagi di perguruan tinggi.
Penggunanaan teknologi ini telah berdampak langsung
dan tidak langsung terhadap cara penyelenggaraan
pendidikan yang mengarah pada peningkatan mutu
sumberdaya manusia (Soesianto dan Indrajit, 2004:33).

Khususnya bagi sekolah menengah atas, guru perlu


memahami konsep-konsep teknologi, seperti
penggunanaan teknologi untuk membantu guru dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran, terutama
digunakan sebagai alat penggambaran/ilustrasi dari
pelajaran yang sedang diajarkan sehingga siswa
memperoleh gambaran jelas keterkaitan antara teori
dengan gambaran nyatanya. Menurut (Sudarma 2008:2-
3) siswa menjadikan internet sebagai salah satu sumber
ilmu. Siswa akan memanfaatkan fasilitas sekolah untuk
dapat surfing atau bahkan sengaja pergi ke warung

6|Page
Anotasi Bibliografi
internet (warnet). Internet dalam dunia pendidikan di
Indonesia saat ini melalui Dinas Pendidikan Nasional
sedang mengerjakan target Indonesia “melek Internet”,
yaitu dengan dibentuknya Information And
Comunication Technology (ICT) yang tersebar di setiap
kota dan kabupaten, sehingga diharapkan seluruh
sekolah baik tingkatan SMK, SMA, SMP, dan perguruan
tinggi dapat tekoneksi dengan internet, sebuah koneksi
jaringan komputer yang sangat besar dan diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi
kemajuan ilmu pengetahuan.

7|Page
Anotasi Bibliografi
D. HASIL PENELITIAN

Menurut Trianto (2007:13) teori konstruktivis berupaya


mengarahkan bagaiamana siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Selanjutnya Sagala (2008:88) mengemukakan esensi
dari teori kontruktivisme adalah siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan suatu informasi
kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki
informasi itu menjadi milik sendiri. Tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan menjadikan
pengtahuan bermakna dan relevan bagi siswa. Slavin
(Baharuddin 2008:116) menyatakan bahwa dalam proses
pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan siswa dan
siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran
di kelas. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan
mengajar menggunakan cara-cara membuat sebuah
informasi menjadi bermakna dan relevan bagi
siswa.Belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu
proses pembentukan pengetahuan.

Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa sendiri.


Maka siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berpikir, menyusun konsep dan memberi makna sesuatu
yang dipelajarinya. Maka para guru , perancang
pembelajaran, dan pengembang program-program
pembelajaran ini berperan untuk menciptakan

8|Page
Anotasi Bibliografi
lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Guru
perlu mengatur lingkungan, menyediakan sarana
infrastruktur untuk kemudahan siswa menggali informasi,
agar siswa termotivasi untuk belajar (Budiningsih,
2005:58-59). Dengan kata lAin para guru, perancang
pembelajaran, dan pengembang program-program
pembelajaran berbasis teknologi ini berperan untuk
membantu proses pengonstruksian pengetahuan oleh
siswa agar berjalan lancar seperti yang diharapkan.
Dengan demikian, para guru ini tidak mentransferkan
pengetahuan yang dimilikinya, tetapi membantu siswa
untuk membentuk pengetahuan, ketrampilan dan
pembentukan sikapnya sendiri. Mengacu pada beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teori
kotruktivisme memberikan penekanan pada proses
mengkonstruksi atau membangun pengetahuan.
Lembaga diharapkan agar dapat mempersiapkan segala
fasilitas infrastruktur teknologi yang dapat mendukung
kegiatan pembelajaran baik secara internal (ruang kelas)
maupun eksternal (lingkungan belajar) termasuk
sumberdaya manusia. Penggunaan teknologi jika dilihat
dari perspektif teori konstruktivisme menjadi dasar
pertimbangan untuk penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran melalui internet. Materi pembelajaran
elektronik dikatakan sebagai program pengayaan yang
bersifat remedial apabila siswa yang mengalami
kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan
guru secara tatap muka (slow learners). Kepada

9|Page
Anotasi Bibliografi
kelompok siswa ini diberi kesempatan untuk
memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang
secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya
adalah untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami materi pelajaran yang disajikan guru.
Pengembangan rancangan sistem penyusunan kurikulum
dilakukan dengan mengkaji komponen-komponen
kurikulum yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.
Evaluasi kurikulum dilakukan secara terus menerus
dengan mengacu pada tujuan yang berfungsi untuk
menilai keberhasilan pencapaian tujuan hal ini dilakukan
untuk mengkaji kelebihan dan kekurangan dari
penerapan kurikulum dan merevisi tujuan-tujuan yang
implementasinya dirasakan kurang mendukung
pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran.

Guru pendidikan agama Hindu bersama-sama dengan


guru lainnya mengevaluasi kurikulum dengan
menganalisa sasaran atau tujuan yang ingin dicapai dan
di jadikan pedoman untuk menilai berhasil atau tidaknya
pelaksanaan kurikulum di sekolah. Evaluasi kurikulum
meliputi tujuan pembelajaran, isi atau materi pelajaran,
pengorganisasian perangkat kurikulum yang
memungkinkan suatu pola penjabaran program-program
pembelajaran dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap
program-program kurikulum, kebutuhan guru dan siswa
dalam proses pembelajaran.

10 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. Esa Nur Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan


Pembelajaran. Jogjakarta: AR-RUZZ Media Group

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran.


Jakarta : Rineka Cipta

Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi


dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta

Sagala, Saiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran.


Bandung : Alfabeta

Sudarma. 2008. Cara Mudah dan Cepat Memiliki


Website Gratis di www.100webspace.com

dengan Aura CMS Langsung Praktek On Line Internet.


Yogyakarta: Gava Media.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif


berorientasi Kontstruktivistik. Konsep,

Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta:


Prestasi Pustaka

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran.


Landasan dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta

11 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. KOMENTAR

Optimalisasi Penggunaan Teknologi Dalam


Implementasi Kurikulum Di Sekolah sangat bermanfaat
dalam duia pendidikan, namun harus ditinjau dan dilihat
tekonologi yang seperti apa yang digunakan dalam
dunnia pendidikam, sebagai contohnya saja proyektor
ini tentunya sangat membantu pendidik agar tidak hanya
selalu mengandalkan papan tulis.contoh lainnya yang
perlunya diberikan batasan adalah smartphone tablet dan
sejenis yang digunakan dalam pembelajaran ada baiknya
jika benda tersebut belum diperkenalkan pada peserta
didik sebelum menginjak banngku sekolah
menengahpertama dengan tujuan agar peserta didik lebih
banyak bersosialisasi dengan teman sebaya.

12 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-2

Judul : Perbedaan Model pembelajaran


Konstruktivisme dan dan Model
Pembelajartan Langsung

Penulis : Mohammad Dadan Sundawan

Tahun Terbit : 2016, 11 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Logika

Vol, Nomor, Tahun : vol. XVI, 1, 2016

13 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Perkembangan pengetahuan dan teknologi yang


menopang perkembangan budaya dan kehidupan
manusia diberbagai belahan dunia sejak masa lalu, kini,
dan masa yang akan datang dipengaruhi oleh kemajuan
dalam bidang matematika. Oleh karena itu, wajar apabila
materi pelajaran matematika di tingkat sekolah pun
melekat pada berbagai pelajaran, seperti pelajaran
geografi, fisika, kimia, biologi, dan ekonomi, sehingga
konsep-konsep matematika merupakan penunjang untuk
dapat memahami dan mengembangkan cabang ilmu-
ilmu yang lain. Mengingat begitu pentingnya
matematika, maka usaha untuk mencapai keberhasilan
siswa dalam belajar matematika sangat diperlukan.
Untuk itu pembelajaran matematika harus membentuk
wawasan siswa dalam berpikir kritis, logis, dan kreatif
sehingga mereka dapat mengembangkan,
mengkolaborasikan dengan permasalahan-permasalahan
yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan
dengan hal tersebut, pemecahan masalah merupakan
bagian penting dari tujuan pembelajaran matematika.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu
kemampuan dasar matematika yang perlu dimiliki oleh
siswa. Kemampuan pemecahan masalah sangat perlu
dimiliki oleh siswa agar mereka dapat menggunakannya
secara luwes baik untuk belajar matematika lebih lanjut,
maupun untuk menghadapi masalah-masalah lain.

14 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Herman, T. (2006 : 52) menyatakan, “menjadikan siswa
yang terampil dalam memecahkan masalah bukan hanya
menjadikan mereka terampil berpikir matematika,
namun juga melatih mereka menghadapi tantangan hidup
dengan percaya diri melalui kemampuan menyelesaikan
masalah”. Kemampuan dan keterampilan berpikir yang
diperlukan dalam menyelesaikan masalah matematika
supaya dapat dialihkan pada bidang lain dalam
kehidupan. Salah satu model pembelajaran yang sesuai
adalah model pembelajaran konstruktivisme. Menurut
Cobb (Tim MKPBM 2001:71) mendefinisikan bahwa
belajar matematika merupakan proses di mana siswa
secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan
dalam pengajaran matematika adalah model
pembelajaran konstruktivisme. Dalam pembelajaran
konstruktivisme siswa dituntut untuk merancang sendiri
konsep matematika yang akan dipelajari dengan
pengalaman yang dialaminya sendiri. Dengan demikian,
ada perubahan paradigma dalam pembelajaran, guru
aktif dan siswa pasif menjadi siswa aktif belajar dan
guru sebagai fasilitator.

15 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Apa saja perbedaan model pembelajaran konstruktivisme


dan pembelajaran langsung ?

16 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Menurut Ruseffendi, E.T. (1991:240) “Model


pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan
yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian
tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses
pengajaran atau materi pengajaran itu, umum atau
khusus dikelola”.

Suparno, Paul (2005) mengemukakan, ”Manusia


berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru,
dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif
(mental). Manusia harus mengembangkan skema
pemikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan,
menjawab dan menginterprestasikan pengalaman-
pengalaman tersebut”. Oleh karena itu, pengetahuan
seseorang akan terbentuk dan selalu berkembang.
Menurut Suparno, Paul (2005) proses tersebut meliputi :

a. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang


dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami
perkembangan mental dalam interaksinya dengan
lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-
kategori untuk mengidentifikasikan ransangan yang
datang dan terus berkembang.

b. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema


yang tetap mempertahankan konsep awalnya hanya
menambah atau merinci.

17 | P a g e
Anotasi Bibliografi
c. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau
karena konsep awal tidak cocok lagi.

d. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan


akomodasi sehingga seseorang dapat pengalaman luar
dengan struktur dalamnya (skemata). Proses
perkembangan intelek seseorang berjalan dari
disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan
akomodasi. Penekanan dan tahap-tahap dalam
pembelajaran konstruktivisme menurut Hanburi
(Hamzah 2001:6) sejumlah aspek dalam kaitannya
dengan pembelajaran matematika yaitu :

a. Siswa mengkontruksi pengetahuan matematika dengan


cara menginteraksi ide yang mereka miliki.

b. Matematika menjadi lebih bermakna karena siswa


mengerti strategi siswa lebih bernilai.

c. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan


saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan
dengan temannya.

Tytler (Hamzah 2001:6) mengajukan beberapa saran


yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran
konstruktivisme sebagai berikut:

a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk


mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,

18 | P a g e
Anotasi Bibliografi
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir
tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif
dan imajinatif,

c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba


gagasan baru,

d. Memberi pengalaman ysng berhubungsn dengan


gagasan yang telah dimiliki siswa,

e. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan


gagasan mereka, dan

f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa


pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran
konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan
siswa dalam mengorganisasikan pengalaman, dengan
kata lain siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi
sendiri pengalaman mereka. Teori belajar
konstruktivisme beranjak dari psikologi perkembangan
intelektual Piaget yang memandang belajar sebagai
proses pengaturan sendiri (self regulation) yang
dilakukan seseorang dalam mengatasi konflik kognitif.
Piaget dan para konstruktivis (Dahar, Ratna Willis
1991:167) mengemukakan ”Dalam mengajar,
seharusnya diperhatikan pengetahuan yang telah
diperoleh siswa sebelumnya”. Dalam proses
pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan

19 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mereka melalui keterlibatan dalam proses belajar
mengajar. Piaget (Dahar, Ratna Willis
1991:167) ,mengemukakan, ”Ada tiga bentuk
pengetahuan fisik, pengertahuan logika matematika, dan
pengetahuan sosial”. Teori belajar konstruktivisme,
pengetahuan fisik dan pengetahuan logika matematika
dibangun sendiri oleh anak melalui pengalaman dimana
terjadi interaksi antara struktur kognisi (pengetahuan)
awal yang telah dimiliknya dengan informasi dari
lingkungan. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil atau
diingat, melainkan manusia harus mengonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.

20 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. HASIL PENELITIAN

Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus


untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah
demi selangkah. Depdiknas (Widaningsih, Dedeh
2005:7) mengemukakan ciri-ciri model pembelajaran
langsung sebagai berikut : “a. Adanya tujuan
pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar. b.
Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan
pembelajaran. c. Sistem pengelolaan dan lingkungan
belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya
pengajaran”. Lebih lanjut mengenai hal tersebut,
menurut Depdiknas (Widaningsih, Dedeh 2005:9) ciri
utama yang dapat terlihat pada saat melaksanakan model
pembelajaran langsung adalah sebagai berikut : a. Tugas
Perencanaan 1) Merumuskan tujuan pengajaran. 2)
Memilih isi. Guru harus mempertimbangkan berapa
banyak informasi yang akan diberikan pada siswa dalam
kurun waktu tertentu. Guru harus selektif dalam memilih
konsep yang diajarkan dengan model pembelajaran
langsung. 3) Melakukan analisis tugas. Dengan
menganalisis tugas, akan membantu guru menentukan
dengan tepat apa yang perlu dilakukan siswa untuk
melaksanakan keterampilan yang akan dipelajari. Ini
bukan berarti bahwa seorang guru harus melakukan
analisis tugas untuk setiap keterampilan yang diajarkan.

21 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Hal ini disebabkan karena waktu yang tersedia terbatas.
4) Merencanakan waktu. Guru harus memperhatikan
bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan
kemampuan dan bakat siswa, dan memotivasi siswa agar
mereka tetap melakukan tugas-tugasnya dengan
perhatian yang optimal. Mengenal secara baik siswa-
siswa yang akan diajar, akan bermanfaat sekali untuk
mengira-ngira alokasi waktu yang dibutuhkan dalam
pembelajaran. b. Penilaian pada model pembelajaran
langsung. Berbicara mengenai model pembelajaran,
tentu tidak akan lepas dari sistem penilaiannya.
Grounlund (Depdiknas, 2005:10) lima prinsip dasar
dapat membimbing guru dalam merancang sistem
penilaian sebagai berikut : 1) Sesuai dengan tujuan
pengajaran. 2) Mencakup semua tugas pengajaran. 3)
Menggunakan soal tes yang sesuai 4) Buatlah soal tes
yang sesuai 5) Memanfaatkan hasil tes untuk
memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya.
Pembelajaran langsung akan terlaksana dengan baik jika
dirancang dengan baik pula, sesuai dengan materi yang
akan disajikan terlebih dahulu rumuskan tujuan
pengajaran, memilih isi, melakukan analisis tugas
kemudian direncanakan waktu dan penilaian.

Bagi guru matematika disarankan mencoba menerapkan


model pembelajaran konstruktivisme pada materi dalam
menyampaikan materi pelajaran lainnya dengan
persiapan yang lebih baik, demi tercapainya tujuan

22 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pengajaran matematika terutama pada kemampuan siswa
dalam pemecahan masalah.Demi terciptanya
pembelajaran konstruktivisme secara optimal,
disarankan kepada Kepala Sekolah untuk dapat
memfasilitasi baik sarana, prasarana, maupun alokasi
waktu sehingga pelaksanaan dan pencapaian hasilnya
maksimal. Bagi yang ingin melaksanakan penelitian
yang relevan, yaitu menerapkan pembelajaran
konstruktivisme, peneliti menyarankan untuk
menerapkan pembelajaran konstruktivisme terhadap
kemampuan matematika lainnya atau pada materi yang
berbeda.

23 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Willis. (1991). Teori-teori Belajar.


Jakarta : Erlangga.

Depdiknas, (2005). Model-model Pembelajaran


Matematika. Jakarta : Depdiknas Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan
Menengah Lanjutan pertama.

Hamzah. (2001). Pembelajaran Matematika Menurut


Teori Belajar Konstruktivisme (edsi 40). Tersedia

http://www.Depdiknas.60.id/jurnal/40/Pembelajaran %
20 matematika % 20 teori % 20 belajar % 20
konstruksi.htm.pusat data dan informasi
pendidikan.Balitbang.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah


untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika
Tingkat Tinggi Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Disertasi pada Program Pascasarjana UPI Bandung :
tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu


Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.

24 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Suparno, Paul (2005). Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Tim MKPBM, (2001). Strategi Pembelajaran


Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Widaningsih, Dedeh. (2005). Implementasi Model


Pembelajarn Langsung dalam Pembelajaran Matematika.
Makalah pada Seminar Matematika Universitas
Siliwangi: Tidak diterbitkan.

25 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. KOMENTAR

Perbedaan pembelajaran langsung dan konstruktifisme


lebih terletak pada pada peran guru dalam pembelajaran
langsung guru memiliki peranan

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan


memotivasi siswa untuk belajar.

b. Guru menyampaikan materi dengan membahas bahan


ajar melalui kombinasi ceramah dan demonstrasi.

c. Setelah materi selesai disampaikan guru memberikan


LKS kepada sswa untuk dikerjakan sebagai latihan
secara berkelompok.

d. Selanjutnya guru bersama siswa membahas LKS.

e. Di akhir pembelajaran guru memberikan soal-soal


latihan sebagai pekerjaan rumah.

Kedua metode ini pembelajaran ini kurang terlalu


menyebutkan apa yang bisa dilakukan peserta didik dan
hanya melihat peran pendidik saja.

26 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-3

Judul : Penerapan Teori Belajar


Behavioristik dalam Proses
Pembelajaran

Penulis : Novi Irwan Nahar

Tahun Terbit : 2016, 64-74 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial

Vol, Nomor, Tahun : vol. 1, 3, 2016

27 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Teori belajar merupakan gabungan prinsip yang saling


berhubungan dan Penjelasan atas sejumlah fakta serta
penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
Penggunaan teori belajar dengan langkah-langkah
pengembangan yang benar dan pilihan materi pelajaran
serta penggunaan unsur desain pesan yang baik dapat
memberikan kemudahan kepada siswa dalam
memahami sesuatu yang dipelajari. Selain itu, suasana
belajar akan terasa lebih santai dan menyenangkan.
Proses belajar pada hakikatnya adalah kegiatan mental
yang tidak tampak. Teori belajar yang menekankan
terhadap perubahan perilaku siswa adalah teori belajar
behavioristik. Di lihat dari pengertiannya teori belajar
behavioristik merupakan suatu teori psikologi yang
berfokus pada prilaku nyata dan tidak terkait dengan
hubungan kesadaran atau konstruksi mental. Ciri utama
teori belajar behavioristik adalah guru bersikap otoriter
dan sebagai agen induktrinasi dan propaganda dan
sebagai pengendali masukan prilaku.Hal ini karena teori
belajar behavioristik menganggap manusia itu bersifat
pasif dan segala sesuatunya tergantung pada stimulus
yang didapatkan. Sasaran yang dituju dari pembelajaran
ini adalah agar terjadi perubahan perilaku siswa ke arah
yang lebih baik. Teori belajar behavioristik melihat
belajar merupakan perubahan tingkah laku. Seseorang
telah dianggap belajar apabila mampu menunjukkan

28 | P a g e
Anotasi Bibliografi
perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik
mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa
stimulus, dan keluaran atau output yang berupa respons.
Teori belajar behavioristik menekankan kajiannya pada
pembentukan tingkah laku yang berdasarkan hubungan
antara stimulus dengan respon yang bias diamati dan
tidak menghubungkan dengan kesadaran maupun
konstruksimental. Teori belajar behavioristik sangat
menekankan pada hasil belajar, yaitu adanya perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara
konkret.Hasil belajar diperoleh dari proses penguatan
atas respons yang muncul terhadap lingkungan belajar,
baik yang internal maupun eksternal. Belajar berarti
penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecenderungan
untuk merubahperilaku.Teori belajar behavioristik
dalam pembelajaran merupakan upaya membentuk
tingkah laku yang diinginkan. Pembelajaran
behavioristik sering disebut juga dengan pembelajaran
stimulus respons. Tingkahlaku siswa merupakan reaksi-
reaksi terhadap lingkungan dan segenap tingkahlaku
merupakan hasil belajar. Pembelajaran behavioristik
meningkatkan mutu pembelajaran jika dikenalkan
kembali penerapannya dalam pembelajaran.
Berdasarkan komponennya, teori ini relevan digunakan
dalam pembelajaran sekarang ini. Penerapan teori
belajar behavioristik mudah sekali ditemukan di sekolah.
Hal ini dikarenakan mudahnya penerapan teori ini untuk
meningkatkan kualitas peserta didik.

29 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana penerapan teori belajar behavioristik dalam


pembelajaran?

Apa peran pendidik dalam proses belajar behavioristik?

30 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Teoribelajarbehavioristikadalahsebu ah teori tentang


perubahantingkah lakusebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini berkembang menjadi aliranpsikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan dan
praktik pendidikan serta pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
padaterbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responsnya mendudukkan siswa yang
belajarsebagai individu yang pasif. Respons atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnyaperilakuakan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman (Rusli dan Kholik,
2013)

Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan


manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan oleh adanya
rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori
mental state. Hal ini karena aliran-aliran terdahulu
hanya menekankan pada segikesadaran saja. Pandangan
dalam psikologi dan naturalisme science, timbulah
aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tidak dapat
diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena
sesungguhnya jiwa itu adalah respons-respons
psikologis. Aliran terdahulu memandang bahwa badan
adalah skunder, padahal sebenarnya justru menjadi titik

31 | P a g e
Anotasi Bibliografi
tolak. Natural science melihat semuarealita sebagai
gerakan-gerakan dan pandangan natural science
mempengaruhi timbulnya behaviorisme.
Dalambehaviorisme, masalah metter (zat) menempati
kedudukan yang paling utama dengan tingkah laku
tentang sesuatu jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme
dapat menjelaskan kelakuan manusia secara seksama
dan menyediakan programpendidikan yang efektif
(Hamalik, 2008:43)

Teori belajar behavioristik adalah sebuah aliran dalam


teori belajar yang sangat menekankan pada perlunya
tingkah laku (behavior) yang dapat diamati. Menurut
aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah
pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap
panca indra dengan kecenderungan untuk bertindak atau
hubungan antara stimulus dan respons.Oleh karena
ituteori ini juga dinamakan teori stimulus-respons.
Belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan
stimulus dan respon sebanyak-banyaknya.Behaviorisme
merupakan aliran psikologi yang memandang individu
lebih kepada sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan
aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat,
dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Peristiwa
belajar semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-
refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan
yang dikuasai individu. Para ahli behaviorisme
berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah

32 | P a g e
Anotasi Bibliografi
laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus (S) dengan
respons (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang
penting adalah adanya input berupa stimulusdan output
yang berupa respon (Andriyani, 2015)

Behaviorisme adalah suatu studi tentang tingkah laku


manusia. Behaviorisme dapat menjelaskan perilaku
manusia dengan menyediakan program pendidikan yang
efektif. Fokus utamadalam konsep behaviorisme adalah
perilaku yang terlihat danpenyebab
luarmenstimulasinya. Menurut teori behaviorisme
belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah
belajar jika dapat menunjukkan perubahan perilaku
(Zulhammi, 2015)

Menurut teori behavioristik tingkah laku manusia


dikendalikan oleh ganjaran atau penguatan dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioristik dengan stimulusnya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respons. Proses terjadi
antara stimulus dan respons tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru dan

33 | P a g e
Anotasi Bibliografi
apa yang diterima harus dapat diamati dan diukur. Hal
ini menurut Sujanto (2009:118),

teori belajar behaviorisme objek ilmu jiwa harus terlihat,


dapat di indera, dan dapat diobservasi. Metode yang
dipakai yaitu mengamati serta menyimpulkan.

34 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. HASIL PENELITIAN

Teori belajar behavioristik menekankan terbentuknya


perilaku terlihat sebagai hasil belajar.Teori belajar
behavioristik dengan model hubungan stimulus respons,
menekankan siswa yang belajar sebagai individu yang
pasif. Munculnya perilaku siswa yang kuat apabila
diberikan penguatan dan akanmenghilang jika dikenai
hukuman (Nasution, 2006:66).Teori belajar
behavioristik berpengaruh terhadap masalah belajar,
karena belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan untuk
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons.
Dengan memberikan rangsangan, siswa akan bereaksi
dan menanggapi rangsangan tersebut. Hubungan
stimulus-respons menimbulkan kebiasaan-kebiasaan
otomatis belajar. Dengan demikian kelakuan anakterdiri
atas respons-respons tertentuterhadap stimulus-stimulus
tertentu.Penerapan teori behavioristik dalamkegiatan
pembelajaran tergantung dari beberapa komponen
seperti: tujuan pembelajaran, materi
pelajaran,karakteristik siswa, media, fasilitas
pembelajaran, lingkungan, dan penguatan (Sugandi,
2007:35). Teori belajar behavioristik
cenderungmengarahkan siswa untuk berfikir. Pandangan
teori belajar behavioristik merupakan
prosespembentukan, yaitu membawa siswa untuk
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa
tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Pembelajaran

35 | P a g e
Anotasi Bibliografi
yang dirancang pada teori belajar behavioristik
memandang pengetahuan adalah objektif, sehingga
belajar merupakan perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada
siswa. Oleh sebab itu siswa diharapkan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang diterangkan oleh guru
itulah yang harus dipahami oleh siswa.Hal yang paling
penting dalam teori belajar behavioristik adalah
masukan dan keluaran yang berupa respons. Menurut
teori ini, antara stimulus dan respons dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
diukur. Dengan demikian yang dapat diamati hanyalah
stimulus dan respons. Oleh sebab itu, apa saja yang
diberikan oleh guru dan apa saja yang dihasilkan oleh
siswa semuanya harusdapat diamati dan diukur yang
bertujuan untuk melihat terjadinya perubahan tingkah
laku. Faktor lain yang penting dalam teori belajar
behavioristik adalah factor penguatan. Di lihat dari
pengertiannya penguatan adalah segala sesuatu yang
dapat memperkuat timbulnya respons.
Pandanganbehavioristik kurang dapat menjelaskan
adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun siswa
memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
behavioristik tidak dapat menjelaskan dua anak yang
mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan
yang relative sama. Di lihat dari kemampuannya, kedua
anak tersebut mempunyai perilaku dan tanggapan

36 | P a g e
Anotasi Bibliografi
berbeda dalam memahami suatu pelajaran.Oleh sebab itu
teori belajar behavioristik hanya mengakui
adanyastimulus dan respons yang dapat diamati. Teori
belajar behavioristik tidak memperhatikan adanya
pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan
unsur-unsur yang diamati (Putrayasa, 2013:49)Teori
belajar behavioristik menekankan pada perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon, sedangkan belajar sebagai aktivitas
yang menuntut siswa mengungkapkan kembali
pengetahuan yangsudah dipelajari. Menurut Mukinan
(1997:23), beberapa prinsip tersebut, yaitu:(1) teori
belajar behavioristik beranggapan yang dinamakan
belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang
dikatakan telah belajar jika yang bersangkutan
dapatmenunjukkan perubahan tingkah laku, (2) teori ini
beranggapan yang terpenting dalam belajar adalah
adanya stimulus dan respons, karena hal ini yang dapat
diamati, sedangkan apa yang terjadi dianggap tidak
penting karena tidak dapat diamati, dan (3) penguatan,
yakni apa saja yang dapat menguatkan timbulnya
respons, merupakanfaktor penting dalam belajar.
Pendidikan berupaya mengembangkan perilaku siswa ke
arah yang lebih baik. Pendidik berupaya agar dapat
memahami peserta didik yang beranjak dewasa.
Perkembangan perilaku merupakan objek pengamatan
dari aliran-aliran behaviorisme. Perilaku dapat Berupa
sikap, ucapan, dan tindakan seseorang sehingga perilaku

37 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ini merupakan bagian dari psikologi. Oleh sebab itu,
psikologi pendidikan mengkaji masalah yang
memengaruhi perilaku orang ataupun kelompok dalam
proses belajar.

38 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta. PT


Rineka Cipta.

Andriyani, Fera. 2015. Teori Belajar Behavioristik dan


Pandangan Islam tentang Behavioristik.(Jurnal
Pendidikan dan PranataIslam).Edisi 10 No. 2 Hal.
165-180.

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan.Bandung. PT


Remaja Rosdakarya.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.


Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran,


Jakarta, Bumi Aksara.

King, Laura A. 2010. Psikologi Umum: Sebuah


Pengantar Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.

Zulhammi.2015. Teori BelajarBehavioristik dan


Humanistik dalam Perspektif Pendidikan Islam.(Jurnal
Darul Ilmi) Vol. 3 No. 1 Hal.105-127

39 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. KOMENTAR

Teori belajar behavioristik cenderung mengarahkan


siswa untuk berfikir. Pandangan teori belajar
behavioristik merupakan proses pembentukan, yaitu
membawa siswa untuk mencapai target tertentu,
sehingga menjadikan siswa yang tidak bebas berkreasi
dan berimajinasi. Pembelajaran yang dirancang pada
teori belajar behavioristik memandang pengetahuan
adalah objektif, sehingga belajar merupakan perolehan
pengetahuan, sehingga penerapan teori behavioristik
dalam pendidikan saat ini kurang relevan karena teori
behavioristik hanya menuntut adanya suatu hasil.

40 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-4

Judul : Pengaruh Metode Belajar dan


Tingkat Penalaran formal Terhadap
Hasil Belajar Fisika Siswa

Penulis : Maria Dewati

Tahun Terbit : 2017 ,206-217 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Formatif

Vol, Nomor, Tahun : vol. 2, 3, 2017

41 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Setiap bangsa mengakui bahwa pendidikan merupakan


sesuatu hal yang penting, karena pendidikan dapat
dijadikan sarana untuk meningkatkan kualitas bangsa.
Seperti di Indonesia bahwa pembangunan di Indonesia
lebih diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas ini
dapat di peroleh jika pembangunan di bidang pendidikan
meningkat mutunya. Pendidikan merupakan kebutuhan
yang sangat fundamental bagi pertumbuhan suatu bangsa,
oleh karena itu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
adalah tujuan yang sangat penting dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinia 4 bahwa
pemerintah Negara Indonesia antara lain berkewajiban
mencerdaskan kehidupan bangsa dan dikuatkan dalam
pasal 31 ayat 1 bahwa tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pengajaran, dan ayat 2 pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajaran Nasional yang diatur dalam Undang-Undang.
Pentingnya pendidikan nasional tertuang dalam
Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3
yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat,

42 | P a g e
Anotasi Bibliografi
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Sumber daya
manusia yang berkualitas pada akhirnya menjadi
tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi
dengan bangsa yang lainnya, sehingga pendidikan
formal merupakan salah satu wahana yang mampu
membangun sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan IPA (Fisika) sebagai bagian dari pendidikan
formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam
membangun sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi. Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang pada
dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis
pemahaman kuantitatif gejala atau proses alam dan sifat
zat serta penerapannya (Wospakrik, 2005:1). Pendapat
tersebut diperkuat oleh pernyataan bahwa fisika
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
bagian-bagian dari alam dan interaksi yang ada
didalamnya. Ilmu fisika membantu kita untuk menguak
dan memahami takbir misteri alam semesta ini (Surya,
1997:1). Fisika sebagai salah satu unsure dalam IPA
yang memiliki peranan yang penting dan strategis dalam
pengembangan teknologi masa depan. Oleh karena itu
dalam memacu ilmu pengetahuan dan teknologi proses
pembelajaran fisika perlu mendapat perhatian yang lebih
baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.

43 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Pengaruh Penggunaan Metode Belajar


terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa?

Bagaimana Pengaruh Tingkat Penalaran Formal terhadap


Hasil Belajar Fisika Siswa?

Bagaimana Pengaruh Interaksi antara Metode belajar dan


Tingkat Penalaran Formal Siswa?

44 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDAASAN TEORI

kemampuan siswa yang merupakan perubahan tingkah


laku sebagai bukti hasil belajar itu dapat diklasifikasikan
ke dalam dimensi-dimensi atau katagori-katagori tertentu
yang masing-masing memiliki ciri-ciri formal (Sudjana,
1998: 45). Ditinjau dari proses pengukuran dikatakan
bahwa hasil belajar merupakan kecakapan nyata yang
dapat diukur secara langsung dengan tes dan dapat
dihitung hasilnya dengan angka. Hal ini berarti bahwa
belajar seseorang dapat diperoleh melalui perangkat tes
dan dengan hasil tes dapat memberikan informasi
tentang seberapa jauh kemampuan penyerapan materi
oleh seseorang setelah mengikuti proses pembelajaran.
Sehubungan dengan beberapa pendapat di atas, maka
berbicara tentang hasil belajar siswa berarti berbicara
tentang berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa
yang bersangkutan. Bloom dkk mengemukakan bahwa
pada prinsipnya ada tiga kemampuan dasar yang melekat
pada diri seseorang, yaitu (1) kemampuan kognitif, (2)
kemampuan afektif dan (3) kemampuan psikomotor.
Kemampuan kognitif merupakan penguasaan seseorang
terhadap pengetahuan yang telah ia peroleh melalui
suatu proses pembelajaran. Kemampuan afektif
berhubungan dengan sikap terhadap nilai-nilai, moral
dan norma tertentu. Kemampuan psikomotor
berhubungan dengan keterampilan yang dimiliki untuk
menciptakan dan mengembangkan sesuatu. Oleh karena

45 | P a g e
Anotasi Bibliografi
itu, Bloom menjelaskan bahwa apabila guru ingin
menilai tentang kemampuan siswa, maka ia tidak akan
lari dari menilai tiga aspek di atas. Artinya bila guru
akan menilai hasil belajar siswa dinamakan tes hasil
belajar (educational achievement test) dan ada juga yang
menamakan dengan tes kognitif (cognitive test) (Stanley,
1971: 126). Berdasarkan kepentingannya, maka tes
kognitif ini juga disebut sebagai tes sumatif (summative
test).Berdasarkan kepada beberapa konsep dan
penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
hasil belajar adalah penguasaan siswa terhadap materi
ajar yang telah diberikan gurunya di sekolah. Untuk
mengetahui hasil belajar siswa, maka guru perlu
membuat tes yang mengukur aspek kognitif yang disebut
dengan achievement test.

46 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah


metode eksperimen treatment by level. (Sukmadinata,
2005: 194), yang merupakan pendekatan penelitian
kuantitatif yang paling penuh, dalam arti memenuhi
semua persyaratan untuk menguji hubungan sebab akibat,
menguji secara langsung pengaruh suatu variabel
terhadap variabel lain. Dalam penelitian ini adalah
mencari hubungan sebab akibat antara 2 (dua) variabel
bebas (independen) terhadap 1 (satu) variabel terikat
(dependen). Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen treatment by level dengan rancangan
faktorial 2 x 2.

47 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok


penggunaan metode belajar fisika antara metode Inquiry
dan konvensinal diperoleh Fhitung= 43.199. Ftabel=
2,87. Dengan demikian hipotesis pertama teruji
kebenarannya secara signifikan dan dapat diterima.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan penggunaan metode Inquiry
dan konvensional terhadap hasil belajar fisika. Rata-rata
hasil belajar fisika yang di ajar dengan menggunkan
Inquiry lebih tinggi daripada yang di ajar dengan
menggunkan metode konvensional.Dari hasil analisis
deskriptif, diperoleh hasil belajar matematika siswa yang
di ajar dengan metode Inquiry diperoleh hasil: skor
terendah 63kor tertinggi 98, skor rata-rata sebesar 81,33,
median sebesar 80.50, modus sebesar 78, dan simpangan
baku sebesar 1,847. Sedangkan pada kelompok siswa
yang di ajar dengan menggunkan metode konvensional
diperoleh hasil belajar matimatika: skor terendah 53,
skor tertinggi 82, skor rata-rata 68.33, median sebesar 68,
modus sebesar 63 dan simpangan baku 1.417. dari data
tersebut terihat bahwa selain teruji hasil belajar fisika
siswa yang di ajar dengan metode Inquiry lebih tinggi
secara signifikan dari pada yang di ajar dengan metode
konvensional Berdasarkan teori, penggunaan metode
belajar yang tepat dapat membuat siswa lebih kreatif.
Dengan demikian akan tercipta pembelajaran yang lebih

48 | P a g e
Anotasi Bibliografi
menekankan pada pemberdayaan siswa secara aktif.
Pembelajaran tidak hanya sekedar menekankan pada
penguasaan pengetahuan (logos), tetapi terlebih pada
penekanan internalisasi tentang apa yang dipelajari,
sehingga terbentuk dan terfungsikan sebagai milik nurani
siswa yang berguna dalam kehidupannya
(etos).Pengaruh Tingkat Penalaran Formal terhadap
Hasil Belajar FisikaDari hasil penelitian menunjukkan
bahwa motivai belajar matematika antara rasa percaya
diri tinggi dan rendah diperoleh Fhitung= 10,746.
Ftabel= 2,87. Dengan demikian hipotesis pertama teruji
kebenarannya secara signifikan dan dapat diterima.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikantingkat penalaran formal tinggi
dan rendah terhadap hasil belajar fisika. Rata-rata hasil
belajar fisika dengan tingkat penalaran formal lebih
tinggi daripada yang tingkat penalaran formal
rendah.Berdasarkan teori, Penalaran formal merupakan
salah satu variabel yang menentukan keberhasilan
pembelajaran. Penalaran formal merupakan kemampuan
intelektual individu dalam memahami sistem-sistem fisik
dalam melakukan segala aktivitasnya baik itu mudah
ataupun sulit yang ditandai dengan kemampuan berpikir
tentang ide-ide abstrak, menyusun ide-ide, menalar
setiap peristiwa yang ada disekitarnya. Penalaran formal
mempengaruhi kemampuan individu dalam menguasai
materi pembelajaran. Dalam hal ini tinggi rendahnya
kemampuan penalaran formal

49 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mempengaruhi hasil belajar. Seseorang yang memiliki
kemampuan penalaran formal tinggi ketika ia belajar ia
akan mampu berpikir tentang ide-ide abstrak,
menyusunnya, dan kemudian mampu memecahkan
permasalahan dan menyusun ide-ide tersebut dan mampu
menkonfirmasi ataupun menjelaskan ide-ide tersebut
kepada pihak lain dengan baik, sehingga ini akan sangat
membantu proses belajarnya.Pada metode inquiri, guru
mengajak siswa untuk aktif dalam kegiatan proses
belajar mengajar untuk menemukan sendiri inti dari
materi pelajarannyadan siswa mampu mengembangkan
kemampuan intelektualnya sebagai bagian dari proses
mentalnya. Belajar dengan metode inquiri adalah belajar
yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah
pada diri siswa, siswa lebih kreatif dalam memecahkan
masalah. Pemilihan metode inquiri untuk siswa sangat
penting karena akan mempengaruhi proses belajar siswa
yang pada akhirnya akan bermuara pada pemahaman dan
persepsi siswa terhadap suatu materi pembelajaran dalam
hal ini sebagai langkah awal meningkatkan keterampilan
proses berpikir ilmiah siswa.Sementara pada proses
belajar ceramah, siswa tidak dituntut untuk terlibat aktif
dalam proses belajar mengajar karena proses belajar
mengajar berpusat pada guru. Siswa yang memiliki
kemampuan penalaran formal yang tinggi akan
mengalami kejenuhan dalam belajar jika dirinya tidak
dilibatkan secara aktif. Akibatnya hasil belajar fisikanya
pun akan menurun ataupun tidak ada perkembangan

50 | P a g e
Anotasi Bibliografi
secara signifikan.Pengaruh Interaksi Penggunaan
Metode Belajar dan Tingkat Penalaran Formal terhadap
Hasil Belajar MatematikaDari hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelompok penggunaan metode
belajar matematika dan motivasi belajar diperoleh
Fhitung= 8,694. Ftabel= 2,87. Dengan demikian
hipotesis ketiga teruji kebenarannya secara signifikan
dan dapat diterima. Sehingga dapat disimpulkan terdapat
interaksi penggunaan Metode belajar dan tingkat
penalaran formal terhadap hasil belajar
fisika.Berdasarkan teori, Metode belajar merupakan cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal. Kemampuan
Penalaran Formal siswa adalah suatu kemampuan
seseorang dalam berpikir kritis, logis sesuai dengan
tingkat perkembangan intelektualnya.Usaha
meningkatkan belajar siswa akan efektif jika guru dalam
memilih metode belajarnya menyertakan atribut yang
ada pada siswa dan mempertimbangkannya dalam
memilih metode belajar yang tepat. Pemilihan metode
belajar yang sesuai dengan atribut yang ada pada siswa
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Atribut yang
merupakan potensi siswa yang akan disertakan dalam
penelitian ini adalah kemampuan penalaran

formal.

51 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta:


Erlangga.

Dantes, N. 1986. Analisis Varians. Singaraja: Jurnal


Ilmu Pendidikan FKIP Unud.

Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi


Mata Pelajaran Fisika untuk SMK.

Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran.


Jakarta: Bumi Aksara.

Harlen, W. 1992. The Teaching of Science. London:


David Fulton Publisher.

Klausmeier, Herbert J. dan Goodwin, William. 1971.


Learning and Human Abilities Educational Pdichology.
New York: Harper & Raw.

Prasetyo, Zuhdan K, dkk. 2006. Kapita Selekta


Pembelajaran Fisika. Jakarta: UT Press.

Rojakkers. Ad. 1989. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta:


PT. Gramedia.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta:


Prenada Media Group.

Stanley, J. Ahmand and Grock, Marrin D. 1971.


Measuring and Evaluating Educational Achievement.

52 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Boston: Allyn and Bacon. Inc. Suparno, Paul. Kajian
Kurikulum Fisika SMA/MA berdasarkan KTSP.
Yogyakarta:

Surya, Yohanes. 1997. Olimpiade Fisika. Jakarta:


Primatika Cipta Ilmu.

Suryabrata, Sumadi. 1985. Proses Belajar Mengajar di


Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Andi Offset.

Syah, Muhibin. 2005. Psikologi Pendidikan; Suatu


Pendekatan Baru. Bandung, Remaja Rasdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 1989. Menjadi Guru Profesional.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wosparik, Hans Jacobus. 2005. Dari Atomos Hingga


Quark. Jakarta: Kutubuku.com Kepustakaan.

53 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Terdapat interaksi penggunaan Metode belajar dan


tingkat penalaran formal terhadap hasil belajar
fisika.Berdasarkan teori, Metode belajar merupakan cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal. Kemampuan
Penalaran Formal siswa adalah suatu kemampuan
seseorang dalam berpikir kritis, logis sesuai dengan
tingkat perkembangan intelektualnya. Jadi jurnal ini

54 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-5

Judul : Analisis gaya Belajar Siswa Terhadap


Hasil Belajar Matematika pada Materi
Himpunan Siswa Kelas VII SMP
Negeri Karang Jaya Kecamatan
Namlea Kabupaten Buru

Penulis : Sarfa Wassahua

Tahun Terbit : 2016 ,84-104 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Matematika

Vol, Nomor, Tahun : vol. 2, 1, 2016

55 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Telah kita ketahui bahwa proses belajar mengajar


merupakan kegiatan sosial. Dalam dunia pendidikan saat
ini kita dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks
dimana sumber daya manusia yang berkualitas dan
mampu menghadapi tantangan zaman yang akan dapat
bertahan.Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang
lebih disukai pembelajar. Umumnya, dianggap bahwa
gaya belajar seseorang berasal dari variabel kepribadian,
termasuk susunan kognitif dan psikologis latar belakang
sosial cultural, dan pengalaman pendidikan.
Keanekaragaman gaya belajar siswa perlu diketahui pada
awal permulaannya diterima pada suatu lembaga
pendidikan yang akan ia jalani. Menurut Bobbi dePorter
dalam karya-karya buku Quantumnya (Quantum
Teaching, Quantum Learning dan Quantum Learner)
menyebutkan bahwa gaya belajar siswa khususnya untuk
menerima informasi berbeda-beda. Bobbi dePorter
membagi gaya belajar tersebut dalam tiga kelompok
yaitu kelompok pembelajaran visual yang mengakses
pembelajaran melalui citra visual, kelompok pembelajar
Auditorial yang mengakses pembelajaran melalui citra
pendengar dan kelompok pembelajar kinestetik yang
mengakses pembelajaran melalui gerak, emosi dan fisik.
Seorang pendidik harus mengetahui bagaimana gaya
belajar anak didiknya, bagaimana kecenderungan mereka
untuk menerima informasi, sehingga dalam proses

56 | P a g e
Anotasi Bibliografi
belajar mengajar dapat dilakukan dengan efektif bagi
setiap siswa. Sehingga hasil belajar siswa dapat lebih
maksimal.Matematika sebagai alat bantu dan pelayan
ilmu tidak hanya untuk matematika sendiri tetapi juga
untuk ilmu-ilmu lainnya, baik untuk kepentingan teoritis
maupun kepentingan praktis sebagai aplikasi dari
matematika. Akan tetapi kenyataan lain menunjukkan
bahwa rendahnya mutu pendidikan terutama pendidikan
matematika di SD, SMP, dan SMA adalah masih banyak
siswa cenderung kurang menggemari pelajaran
matematika bahkan mereka cenderung tidak tertarik
belajar matematika.Berdasarkan hasil observasi
sementara yang dilakukan pada tanggal 1-3 september
2015, dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di
sekolah, terdapat beberapa permasalahan yang muncul
diantaranya, rendahnya keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran matematika di kelas, kurang tepatnya cara
atau gaya belajar siswa dengan kemampuan yang
dimilikinya, siswa yang mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelajaran pada akhirnya berdampak pada hasil
belajar mereka. Siswa juga kerap kesulitan
menyesuaikan cara belajar mereka dengan cara mengajar
guru disekolah. Dari hal-hal tersebut penulis berpikir
betapa sangat berpengaruhnya gaya belajar terhadap
hasil belajar siswa. Walaupun hal itu belum diuji
kebenarannya namun secara teoritis gaya belajar
memegang berperanan penting dalam hubungannya
dengan hasil belajar.

57 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana hasil Analisis gaya Belajar Siswa Terhadap


Hasil Belajar Matematika pada Materi Himpunan Siswa
Kelas VII SMP Negeri Karang Jaya Kecamatan Namlea
Kabupaten Buru?

Bagaimana prosedur Analisis gaya Belajar Siswa


Terhadap Hasil Belajar Matematika pada Materi
Himpunan Siswa Kelas VII SMP Negeri Karang Jaya
Kecamatan Namlea Kabupaten Buru?

58 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Setiap manusia yang lahir ke dunia ini selalu berbeda


satu sama lainnya. Baik bentuk fisik, tingkah laku, sifat,
maupun berbagai kebiasaan lainnya. Tidak ada satu pun
manusia yang memiliki bentuk fisik, tingkah laku dan
sifat yang sama walaupun kembar sekalipun. Suatu hal
yang perlu kita ketahui bersama adalah bahwa setiap
manusia memiliki cara menyerap dan mengolah
informasi yang diterimanya dengan cara yang berbeda
satu sama lainnya. Ini sangat tergantung pada gaya
belajarnya. “Seperti yang dijelaskan oleh Hamzah B.
Uno, “bahwa pepatah mengatakan lain ladang, lain
ikannya. Lain orang, lain pula gaya belajarnya.
Peribahasa tersebut memang pas untuk menjelaskan
fenomena bahwa tak semua orang punya gaya belajar
yang sama. Termasuk apabila mereka bersekolah,
disekolah yang sama atau bahkan duduk dikelas yang
sama”.Menurut S. Nasution, gaya belajar adalah cara
yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid
dalam menangkap stimulus atau informasi, cara
mengingat, berpikir, dan memecahkan soal.

Sedangkan menurut DePorter & Hernacki, “gaya belajar


merupakan suatu kombinasi dari bagaimana peserta
didik menyerap, lalu mengatur, dan mengolah
informasi.”Gaya belajar adalah cara belajar siswa yang
lebih disukai. Gunawan menyatakan bahwa murid yang
belajar dengan menggunakan gaya belajar mereka

59 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Hamzah B. Uno. Orientasi Baru Dalam psikologi
pembelajaran .(Jakarta: PT Bumi Aksara.2006). hlm 180

S. Nasution. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar


dan Mengajar. (Jakarta: PT Bumi Aksara.2008). hlm
94Bobbi Deporter dan Mike Hernacki.. Quantum
learning: Membiasakan belajar Nyaman Dan
Menyenangkan. (Bandung: Kaifa.2001). hlm. 110

yang dominan, saat mengerjakan tes, akan mencapai


nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka
belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya
belajar mereka

Menurut Fleming dan Mills, gaya belajar merupakan


kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi
tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung
jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar
yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah
maupun tuntutan dari mata pelajaran.Rita Dunn seorang
pelopor di bidang gaya belajar, telah menemukan banyak
variabel yang mempengaruhi cara belajar orang. Ini
mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan
lingkungan. Sebagian orang, misalnya, dapat belajar
paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian
yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada orang
yang belajar paling baik secara berkelompok, sedang
yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti orang
tua atau guru, yang lain merasa bahwa bekerja sendirilah

60 | P a g e
Anotasi Bibliografi
yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang
memerlukan musik sebagai latar belakang, sedang yang
lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan
sepi. Ada orang-orang yang memerlukan lingkungan
kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lebih suka
menggelar segala sesuatunya supaya semua dapat
terlihat.Dengan demikian bahwa gaya belajar adalah
suatu cara pandangan pribadi terhadap peristiwa yang
dilihat dan di alami. Oleh karena itulah pemahaman,
pemikiran, dan pandangan seorang anak dengan anak
yang lain dapat berbeda, walaupun kedua anak tersebut
tumbuh pada kondisi dan lingkungan yang sama, serta
mendapat perlakuan yang sama.

61 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskritif kualitatif yakni


ilustrasi secara sistematis, akurat, mengenai fenomena
yang diteliti. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
manghasilkan data deskriptif yaitu yang menggambarkan
suatu sifat, perbuatan, tingkah laku yang diamati.Sumber
data dalam penelitian ini adalah keseluruhan objek
penelitian yang dijadikan sasaran penelitian. Adapun
sumber data dalam penelitian ini adalah terdiri dari
sumber data primer dan sumber data sekunder.Jenis
instrumen penelitian ini yang dapat digunakan sebagai
alat pengumpulan data atau informasi adalah lembar
pengamatan aktivitas siswa dan soal tes.

Untuk menganalisis data yang diperoleh melalui


observasi lembar pengamatan siswa, selanjutnya peneliti
melakukan tahap-tahap berikut:

1. Reduksi Data

Reduksi data yaitu merangkum, memilah dan memilih


data-data yang pokok dan penting. Dengan data reduksi
itu, akan memberi gambaran jelas dan mempermudah
peneliti untuk melakukan tindakan selanjutnya.

2. Penyajian Data

Berdasarkan reduksi data yang ada, maka selanjutnya


peneliti akan menggambarkan, menjelaskan atau

62 | P a g e
Anotasi Bibliografi
menafsirkan dan menyampaikannya dalam bentuk narasi
maupun dalam persentasi yang dapat dipahami dengan
jelas dan benar.

3. Penyimpulan

Setelah bahan atau data yang disajikan lengkap,


selanjutnya peneliti menyimpulkannya secara general
maupun secara spesifik dengan jelas.

63 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Gaya belajar merupakan suatu strategi yang dilakukan


oleh siswa dalam belajarnya untuk mencapai tujuan yang
diharapkan yaitu hasil belajar yang baik. Seorang subjek
yang senang membaca, kurang bisa belajar dengan baik
jika ia harus mendengarkan ceramah atau berdiskusi.
Demikian juga, subjek yang senang bergerak atau
berdiskusi tidak akan belajar dengan baik jika harus
mendengarkan ceramah. Dalam setiap kegiatan
pembelajaran berhasil atau gagal suatu proses
pembelajaran tergantung dari gaya belajar yang dimiliki
oleh subjek karena apabila gaya belajar subjek yang
disukainya sejalan dengan kemampuan yang dimilikinya
maka hasil belajar matematika pada materi himpunan
juga baik, sebaliknya jika gaya belajar yang dimiliki
subjek tidak sejalan maka hasil belajarnya juga rendah.
Kunci utama gaya belajar subjek di kelas terletak di
tangan guru. Karena gurulah yang membangun
mekanisme secara tepat agar semangat belajar dapat
tumbuh dengan baik.Upaya untuk mengembangkan gaya
belajar siswa sangatlah besar manfaatnya bagi hasil
belajar subjek. Gaya belajar yang dimiliki oleh siswa
akan mampu mengembambangkan kemampuan dan
pengetahuan yang ia peroleh sehingga dapat bermanfaat
dalam proses menyelesaikan soal tes dengan proses
pembelajaran. Gaya belajar tersebut diketahui
berdasarkan hasil pengamatan siswa dan diukur melalui

64 | P a g e
Anotasi Bibliografi
tes hasil belajar subjek. Secara umum hasil pengamatan
aktivitas subjek menggambarkan gaya belajar karena
selain mampu menyelesaiakan soal tes yang di berikan
oleh peneliti, subjek juga mampu memberikan tanggapan
dengan bahasanya sendiri. Hal diatas menunjukan bahwa
pembelajaran yang berlangsung bahwa gaya belajar yang
dimiliki subjek sangat mempengaruhi hasil belajar
subjek. Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai jawaban
yang disampaikan oleh subjek baik proses pembelajaran
maupun hasil pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti.Hubungan gaya belajar auditori dengan materi
himpunan yaitu ketika guru menjelaskan materi secara
lisan misalnya tentang kumpulan bilangan prima maka
siswa yang memiliki gaya belajar auditori yang bagus
maka mudah memahami materi yang di sampaikan guru,
hubungan gaya belajar visual dengan materi himpunan
yaitu ketika guru menjelaskan materi sekaligus mencatat
di papan tulis misalnya penjelasan tentang kumpulan
hewan berkaki empat maka siswa yang memiliki gaya
belajar visual yang bagus muda memahami materi yang
di sampaikan oleh guru karena hewan berkaki empat ia
bisa temukan secara langsung dalam kehidupan sehari-
hari, sedangkan hubungan gaya belajar kinistetik dengan
materi himpunan yaitu ketika guru menjelaskan materi
sekaligus mempraktekan di depan kelas misalnya
penjelasan tentang kumpulan siswa bertubuh tinggi
didalam kelas maka siswa yang miliki gaya belajar
kinistetik mudah memahami materi yang disampaikan.

65 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
pada Subjek kelas VII SMP Negeri Karang Jaya dalam
proses pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru
mata pelajaran. dan kemudian peneliti melakukan tes
untuk mengukur gaya belajar subjek dan ternyata gaya
belajar yang paling menonjol gaya belajar visual ketika
menyelesaikan soal tes yang diberikan oleh
peneliti.Bukan hanya dalam proses pembelajaran, tetapi
dalam proses pengamatan ketika subjek diminta untuk
menyelesaikan soal-soal secara langsung dihadapan
peneliti, subjek tersebut ada yang mampu menyelesaikan
dengan baik, kurang dan ada yang tidak dapat
menjelaskannya dengan baik. Dengan sikap tersebut,
gaya belajar yang dimiliki oleh subjek dapat diukur
dengan baik. Guru mata pelajaran guna memperjelas
data yang sudah diambil langsung oleh peneliti dari
subjek berdasarkan hasil pengamatan. Dari pengamatan,
wawancara dan hasil tes itulah maka peneliti bisa
mengetahui dan membandingkan bahwa subjek yang
memiliki gaya belajar visual hasil belajarnya lebih baik
dibandingkan subjek yang memiliki gaya belajar auditori,
dan kinestetik. Sehingga gaya belajar hendaknya perlu
diperhatikan olehpendidik dalam setiap proses
pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran
yang maksimal pada umumnya dan lebih khusus
pembelajaran matematika.

66 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Arief S. Sadiman. Dkk. 2012. Media Pendidkan,


Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

Aunurrahman. 2012. Belajar Dan Pembelajaran,


Bandung: CV. Alfabeta.

Abdul Majid. 2014. Penilaian Autentik Proses dan


Hasil Belajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Bobbi DePorter, Dkk. 2007. Quantum


Teaching :Mempraktikan Quantum Learning di Ruang-
Ruang Kelas, Bandung : Kaifa.

Dirman, dan Dra.cicih Juarsih. 2014. Karakteristik


Peserta Didik, Jakarta: PT Rineka.

E.P. Hutabarat. 1995. Cara belajar, Jakarta: PT. Gunung


Mulia.

Heruman. 2007. Model pembelajaran matematika di


sekolah dasar, Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.

Hamzah B. Uno. 2006. Orientasi Baru Dalam


psikologi pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Heri Gunawan. 2012. Kurikulum Dan Pembelajaran


Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Alfabeta.
http://minartirahayu.blogspot.com/2013/03/pengertian-

67 | P a g e
Anotasi Bibliografi
gaya-belajar-berbagai-macam.html, diakses 28 desember
2015

http://www.duniapelajar.com/2014/07/22/pengertian-
hasil-belajar-matematika di akses 18 maret 2016

Muhibbin Syah. 2000. Psikologi Pendidikan dengan


pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya..
2007. Psikologi Belajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nana Sudjana. 1996. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam


Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Nasution. 2008 .Berbagai Pendekatan dalam Proses


Belajar dan Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Nyayu Khodijah. 2014. Psikologi Pendidikan, Jakarta:


PT Raja Grafindo Persada.

Ngali Purwanto. 2000. Psikologi pendidikan, Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik. 2010. Kurikulum dan pembelajaran,


Jakarta:PT. bumi Aksara.

Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta:


Pustaka pelajar.

Sugiyono. 2007. statistik untuk penelitian, Bandung:CV


Alfabeta.

68 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Sulis Prianto. 2013. Pengaruh kemandirian dan gaya


belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika,
Surakarta:Skripsi.

Sukardi. 2010. Metologi penelitian Pendidikan, Jakarta:


PT Bumi Aksara.

Syaiful Bahri Djamarah. 2010. Guru & anak didik


dalam intraksi edukatif, Jakarta: Reneka cipta.

Slameto. 2010. belajar dan faktor-faktor yang


mempengaruhi, Jakarta:PT. Rineka Cipta.

S. Nasution. 2008.Berbagai Pendekatan dalam Proses


Belajar dan Mengajar , Jakarta: PT Bumi Aksara

Suparman S. 2010. Gaya belajar yang menyenangkan


siswa, Yogyakarta: Pinus Book Publisher.

Sudarwan Danim. 2010. Perkembangan peserta didik,


Bandung: Alfabeta.

69 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

gaya belajar subjek sangat menentukan keberhasilan


subjek dalam proses pembelajaran matematika
khususnya materi himpunan, dari ketiga indikator gaya
belajar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gaya
belajar auditori, visual dan kinestetik, dimana subjek
lebih cenderung ke gaya belajar visual memiliki hasil
belajarnya lebih baik dibandingkan dengan subjek yang
memiliki gaya belajar auditori dan kinestetik. Hal ini
dibuktikan dengan hasil pengamatan aktivitas subjek dan
soal tes hasil belajar yang diberikan peneliti kepada
subjek.

70 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-6

Judul : Peningkatan Prestasi Belajar


Matematika Melalui Pembelajaran
Behavioristik pada Siswa SMPN 1
Karangploso

Penulis : Games Yunastutik

Tahun Terbit : 2017, 207-220 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 11, 2, 2017

71 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Prestasi belajar merupakan hasil belajar siswa setelah


melalui prosespembelajaran. Suryabrata (2006:297)
menjelaskan bahwa prestasi adalah nilaiperumusan
terakhir yang dapat diberikan oleh guru mengenai
kemajuan/hasil belajarsiswa selama masa tertentu.
Prestasi tersebut dilihat dari hasil tes yang dapat
digunakanguru sebagai bahan refleksi keberhasilan
proses pembelajaran.Prestasi belajar dapat
dibangunmelaluipenumbuhan motivasi belajar.
Motivasimerupakan keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkankegiatan belajar,
yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan
memberikanarah pada kegiatan belajar sehingga tujuan
yang dikehendaki oleh subjek belajar itudapat tercapai
(Sardiman, 2000). Siswa yang memiliki motivasi belajar
bergantung padaaktivitas pembelajaran yangmemiliki isi
menarik danmenyenangkan. Intinya, motivasi Belajar
melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang
berkaitan dalam mencapaitujuan belajar tersebut
(Brophy, 2004).Berdasarkan pen gamatan yang
dilakukan peneliti, proses pembelajaran Matematika
mengalamibeberapa kendala yakni kesulitan siswadalam
memahami materi perbandingan. Padahal, pemahaman
dan penguasaan Matematika merupakan modal utama
dalam komunikasi dan kegiatanpembelajaran. P eneliti
fokus pada materi perbandingan dikarenakan siswa kelas

72 | P a g e
Anotasi Bibliografi
VII terutama kelas VII D masih rancu dalam
membedakan perbandingan yang senilai dan
perbandingan yang berbalik nilai. Hal tersebut
menyebabkan siswa sering keliru dalam menerapkan
rumus yang digunakan dalam mencari penyelesaiannya.

73 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana cara meningkatkan prestasi belajar siswa


dengan metode behavioristik?

Apa saja langkah yang dapat ditempuh untuk


meningkatkan prestasi belajar?

Sudah tepatkah penggunaan metode behavioristik ini


dalam meningkatkan prestasi belajar siswa?

74 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Behavioristik dalam pembelajaran merupakan upaya


membentuk tingkah lakuyang diinginkan. Menurut
Watson (dalam Uno,2006:7) behavioristik
menekankanstimulus respons yang harus berbentuk
tingkah laku yang bisa diamati dan tidakmemikirkan hal-
hal yang tidak bisa diukur. Pembelajaran behavioristik
sering disebutjuga dengan pembelajaran stimulus
respons. Tingkah laku manusia dikendalikan
olehganjaran (reward) atau penguatan dari lingkungan
yang menjadi salah satu komponen dalam teori ini.
Tingkah laku peserta didik merupakan reaksi-reaksi
terhadaplingkungan dan bahwa segenap tingkahlaku
merupakan hasil belajar. Behavioristik merupakan teori
mengenai tingkah laku seseorang yang berfungsiuntuk
menjaga kelangsungan hidup berupa pemenuhan
kebutuhan. Menurut Guthrie(dalam Uno,2006:8)
mengungkapkan bahwa teori belajar behavioristik
merupakankaitan asosiatif antarastimulus tertentu dan
respons tertentu. Diperlukan pemberianstimulus yang
sering agar respons lebih kuat. Berbeda dengan
pendapat-pendapat diatas, menurut Skiner (dalam
Dalyono 2009:32) behavioristik menganggap
“reward”atau penguatan sebagai faktor terpenting dalam
proses belajar.Hubungan stimulus danrespons
menjelaskan perubahan tingkah laku peserta didik
dalampembelajaran. Pembelajaran behavioristik bisa

75 | P a g e
Anotasi Bibliografi
meningkatkan mutu pembelajaran jikadikenalkan
kembali penerapannya dalam pembelajaran. Berdasarkan
komponennya,teori ini relevan jika digunakan dalam
pembelajaran sekarang ini. Penerapan teoribehavioristik
sekarangini mudah sekali ditemukan di sekolah. Hal ini
dikarenakanmudahnya penerapan teori ini untuk
meningkatkan kualitas peserta didik.

76 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakanpenelitian tindakan


kelas. Penelitian tindakan dilakukan melalui duasiklus.
Siklus-siklus tersebut meliputi beberapa tahap
meliputiperencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi,
dan refleksi (Muyasa, 2013:70-73).Penelitian tindakan
bertujuan untuk menyelesaikan masalah dengan
menerapkan metode tertentu. Peneliti bertindak sebagai
pengamat sekaligus pelaksana kegiatan. Sebagaimana
Arikunto (2002) menjelaskanbahwa guru melakukan
pengamatan terhadap diri sendiri ketika sedang
melakukan tindakan. Oleh karena itu, peneliti berperan
sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data,
penganalisis data, penafsir data, dan pada akhirnya
peneliti menjadi pelapor hasil penelitian. Penelitian ini
dilakukan di SMP Negeri 1 Karangploso. Subjek
penelitian yaitu siswa kelas VII B SMP N 1 Karangploso
tahun pelajaran 2013/2014sebanyak 32 siswa yang
terdiri dari 16 siswa dan 16 siswi. Sumber data diperoleh
dari hasil tes, lembar observasi, dan lembar kerja siswa
hasil diskusi kelompok. Penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau
fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan
untukmengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa
juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan

77 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.

78 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Hasil Pembelajaran Behavioristikpada Siklus 1


Berdasarkan data observasi pengamat pada lembar
observasi kegiatan peneliti, jumlah skor yang diperoleh
dari hasil pengamatan oleh pengamat adalah 25 dari skor
maksimum 28. Dengan demikian, persentase skor adalah
x 100% = 89,29%. Berdasarkan kriteria tahap
keberhasilan kegiatan peneliti dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran ter masuk kategori baik sehingga
dapat disimpulkan bahwa aktivitas peneliti sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan
data observasi pengamatan pada lembar observasi
kegiatan siswa, jumiah skor yang diperoleh dari hasil
pengamatan oleh pengamat adalah 26 dariskor
maksimum 28. Dengan demikian,persentase skor adalah
x 100 = 92,86%.Berdasarkan kriteria tahap keberhasilan
kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran termasuk kategori baik s ehingga dapat
disimpulkan bahwa aktitivitas siswa telah sesuai dengan
rencana yang ditetapkan oleh peneliti sebelumnya. Hasil
tes akhir siklus I untuk seluruh siswa mencapai 83,02.
Ketuntasan belajar yang dapat dicapai dengan
menggunakan SKM (SKM = 70) diperoleh sebanyak 38
siswa (dari total jumlah siswa satu kelas 39 siswa) atau
sebesar 97,43% siswa yang mencapai SKM., sedangkan
ketuntasan klasikal dengan landasan minimal 95%

79 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dalam kelas, dalam hal ini sudah tuntas karena 97,43%
siswa yang mencapai SKM.

Hasil Pembelajaran Behavioristikpada Siklus 2

Berdasarkan data observasi pengamat pada lembar


observasi kegiatan peneliti, jumlah skor yang diperoleh
dari hasil pengamatan oleh pengamatadalah 26 dari skor
maksimum 28. Dengan demikian, persentase skor adalah
x 100 = 92,86%. Berdasarkan kriteria tahap keberhasilan
kegiatan peneliti dalam melaksanakan kegiatan
pembelajarantermasuk kategori baik sehingga dapat
disimpulkan bahwa aktivitas peneliti sudah sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan data observasi pengamat pada lembar
observasi kegiatan siswa,jumlah skor yang diperoleh dari
hasil pengamatan adalah 27 dari skor maksimum 28.
Dengan demikian, persentase skor adalah x 100 =
96,43%. Berdasarkan kriteria tahap keberhasilan
kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran termasuk kategori sangat baik s ehingga
dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa sudah sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan oleh peneliti
sebelumnya.Sebagaimana hasil penelitian Nahar (2016)
yang menyebutkan bahwa fokus utama dalam teori
belajar behavioristik adalah perilaku yang terlihat dan
penyebab luar yang menstimulasinya. Belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Hasil tes akhir siklus II untuk seluruh siswa berdasarkan

80 | P a g e
Anotasi Bibliografi
SKM dan ketuntasan klasikal 95% sudah sempuma
(semua siswa sudah mencapai SKM). Ini menunjukkan
bahwa seluruh siswa telah mencapai prestasi yang bagus.
Dengan demikian, tindakan untuk memberikan
pembelajaran behaviouristiktelah tercapai sempurna
pada siklus II sehingga pembelajaran behaviouristik
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII D
SMPN 1 Karangploso.

81 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian


Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta.

Astuti, Nofi Aji. 2011. Implementasi


Behavioristik dalam Pembelajaran Menulis
Karangan Narasi SMP Negeri 1 Taman
Kabupaten Pemalang. Skripsi. Jurusan Bahasa
dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang. (Online)
http://lib.unnes.ac.id/3969/1/7605.pdf

Budiyono. 1997. Hubungan Antara Perilaku


dengan Lingkungan. Jurnal Ilmu Pendidikan.
Tahun IX. Nomor 2. Hlm. 23. Semarang: FIP
IKIP Semarang.

Dalyono. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006.


Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:Rineka Cipta.

Mukinan. 1997. Teori Belajar dan Pembelajaran.


Yogyakarta: P3G IKIP.

Nahar, Novi Irwan. 2016. Penerapan Teori


Belajar Behavioristik dalam Proses

82 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Pembelajaran. (Online) jurnal.um-
tapsel.ac.id/index.php/nusantara/article/download
/.../94

Sugandi, Ahmad. 2007. Teori Pembelajaran.


Semarang: UPT MKK UNNES.

Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Uno, Hamzah B. 2006A. Perencanaan


Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.-----.
2006B. Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Winkel. 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi


Belajar. Jakarta: Gramedia.

http://lpmpjogja.org/wp-
content/uploads/2015/02/Penelitian-Tindakan-
Kelas-PTK-legiman.pdf

83 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Berdasarkan pengamatan peneliti selama melakukan


penelitian tindakan kelas pada kelas VII SMPN 1
Karangploso, peneliti menyarankan beberapa hal yaitu
(1) pembelajaran behavioristik perlu dilaksanakan guru
kelasVII SMPN 1 Karangploso, khususnya dan pada
guru di sekolah lain pada umumnya. Hal ini dikarenakan
pembelajaran behavioristikmengacu stimulus dan respon
sehingga siswa terpacu untuk mendapatkan reward
terhadap hasil yang dicapai; (2) pembelajaran
behavioristik perlu dilaksanakan pada pembelajaran
Matematikaataupun mata pelajaran yang lain; (3) sebagai
seorang pendidik hendaknya dapat memilih model
pembelajaran yang cocok untuk dipakai dalam
menyampaikan materi pelajaran.

84 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-7

Judul : Pengembangan Multimedia Interaktif


Berbasis Inkuri Pada Materi Sistem
Reproduksi Manusia untuk
Menigkatkan Hasil Belajar dan
Melatihkan Keterampilan Siswa

Penulis : Syahdiani, Soeparman Kardi, I G


Made Sanjaya

Tahun Terbit : 2015, 727-741 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 5, 1, 2015

85 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Pendidikan memegang peran utama dalam proses


pengembangan sumber daya manusia. Peningkatan
kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang tidak
dapat dipisahkan dengan proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia itu sendiri. Pendidikan yang
merupakan kunci utama keberhasilan suatu bangsa
dalam bersaing di tingkat global. Arti penting dari
pendidikan adalah suatu proses pemindahan informasi
dan nilai-nilai yang ada. Selama proses ini terjadi, maka
Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Inkuiri
akan terjadi perubahan dalam penalaran dan
pengambilan sikap menuju hal yang lebih baik.Tujuan
pendidikan nasional yang termuat dalam UU No. 20
tahun 2003 adalah mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa; berakhlaq mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Pada
jenjang pendidikan menengah ditransformasikan
berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan
bekal siswa untuk mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya. Salah satu ilmu dasar diajarkan pada
jenjang pendidikan menengah adalah biologi yang
merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sangat luas
cakupannya dan berhubungan erat dengan kehidupan
sehari-hari.Biologi tidak hanya berupa teori, bersifat

86 | P a g e
Anotasi Bibliografi
hafalan dan pemahaman akan konsep, tetapi didalamnya
juga berupa proses penerapan hingga penemuan, maka
dalam proses penyampaiannya harus melibatkan siswa
secara aktif. Selain itu siswa juga harus terlibat aktif
dalam menemukan berbagai permasalah dengan cara-
cara ilmiah. Proses penyampaian materi sistem
reproduksi dengan multimedia interaktif melalui metode
inkuiri, sehingga siswa dapat lebih memahami materi
serta belajar mandiri maka akan terjadi proses
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Penggunaan
media pembelajaran interaktif dengan metode inkuri ini
akan melatih keterampilan berpikir kritis siswa.
Multimedia interaktif yang memvisualkan konsep yang
sulit akan memacu siswa untuk bertanya hal-hal yang
relevan dan selanjutnya akan mencari jawaban dari
pertanyaan itu melalui bantuan media sehingga tumbuh
ketrampilan berpikir kritis siswa.

87 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana cara pengembangan multimedia interaktif


dalam melatih keterampilan berpikir kritis?

Apa hasil atau bukti dari telah diterapkannya metode


tersebut?

Bagaimna mengetahui kelayakan dari penggunaan


multimedia interaktif?

88 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Sebagai landasan untuk memperkuat penelitian ini


adalah hasil penelitian Ching & Fook (2013) yang
menyatakan nilai positif dari model multimedia grafis
untuk meningkatkan dan memfasilitasi kemampuan
berpikir kritis siswa serta hasil penelitian dari
Milovanovic, dkk (2013) yang menyimpulkan ada hasil
positif yang signifikan pembelajaran dengan
menggunakan Multimedia Interaktif dibandingkan
dengan menggunakan metode pembelajaran
konvensional. Hasil penelitian Fuad (2013) yang
menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan animasi berbasis inkuri dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil
penelitian lain yang menjadi rujukan adalah penelitian
Wibowo (2013) dengan kesimpulan multimedia
interaktif struktur dan fungsi jaringan tumbuhan dapat
membantu meningkatkan kualitas pembelajaran
biologi.Dasar teori pembelajaran yang melandasi
penggunaan multimedia ini adalah teori yang
diungkapkan oleh Vygostky (Slavin, 2011) bahwa
Pembelajaran melibatkan perolehan tanda-tanda melalui
pengajaran dan informasi dari orang lain. Sehingga jika
dikaitkan penggabungan media dan lembar kerja siswa
sejalan dengan pendapat Vygostky ini. Siswa dapat
belajar mandiri dan sedikit bantuan dari guru untuk
memperoleh informasi tentang suatu hal. Selain itu

89 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Ausubel juga menyatakan bahwa pembelajaran
bermakna sejalan dengan konstruksi pengetahuan
dimana siswa membuat makna atas pengalamannya. Ini
bermakna bahwa dengan bantuan multimedia siswa akan
diberikan pengalaman yang nyata atas apa yang
dipelajarinya.

90 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan


karena mengembangkan perangkat pembelajaran biologi
berupa Multimedia interaktif berbasis inkuiri untuk
meningkatkan hasil belajar dan melatih keterampilan
berpikir kritis siswa. Perangkat pembelajaran yang
dikembangkan adalah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Multimedia interaktif, Lembar
Kerja Siswa (LKS), Lembar Penilaian Hasil Belajar, dan
Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis.Dalam penelitian
ini, rancangan perangkat pembelajaran menggunakan
model yang dikemukakan oleh. Pengembangan
perangkat pembelajaran yang digunakan mengacu pada
model Dick & Carey. Alasan yang kuat untuk memilih
model ini karena setiap langkah dalam pembelajaran
memiliki kaitan antara satu dan yang lainnya. Ada
beberapa hal yang menjadi kelebihan dari model ini
yaitu: (1) setiap langkah jelas, sehingga dapat diikuti, (2)
teratur, efektif dan efisien dalam pelaksanaan, (3)
merupakan model atau perencanaan pembelajaran yang
terperinci, sehingga mudah diikuti, (4) adanya revisi
pada analisis instruksional, dimana hal tersebut
merupakan hal yang sangat baik, karena apabila terjadi
kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan pada
analisis instruksional tersebut, sebelum kesalahan di
dalamnya ikut mempengaruhi kesalahan pada komponen
setelahnya, (5) model Dick & Carey sangat lengkap

91 | P a g e
Anotasi Bibliografi
komponennya, hampir mencakup semua yang
dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.
Desain pengembangan media mengacu pada model
ASSURE yang diadaptasi dari Wiyono (2009).

92 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Efektifitas penggunaan media interaktif dalam proses


pembelajaran dapat diketahui dengan cara melihat
ketuntasan belajar siswa yang diukur pada tiga aspek
yaitu kognitif, keterampilan dan afektif. Selain itu
tingkat sensitifitas butir soal juga diukur untuk
memperoleh kesimpulan pengaruh proses pembelajaran
terhadap peningkatan kemampuan siswa. Nilai
peningkatan kemampuan siswa diukur dengan
menggunakan rumus Hake (1999).1. Hasil belajar
Kognitif (pengetahuan)Hasil belajar siswa meliputi
ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Hasil belajar
kognitif yang Pengembangan Multimedia Interaktif
Berbasis Inkuiri diukur berupa ketuntasan indikator,
ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal serta nilai
sensitivitas instrumen butir soal. Hasil belajar kognitif
ditunjukkan oleh siswa melalui perolehan nilai setelah
menjawab soal tes kemampuan kognitif dengan proporsi
60% untuk soal pilihan ganda dan 40% untuk soal
uraian.a. Ketuntasan Indikator Tes hasil belajar
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan. Tes
dilakukan dua kali yaitu pada awal pembelajaran dan
pada akhir pembelajaran. Hasil tes pada akhir
pembelajaran merupakan indikator ketuntasan dari
proses pembelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh
dilihat bahwa seluruh indikator pembelajaran berhasil

93 | P a g e
Anotasi Bibliografi
tuntas dengan persentase 83% sampai 100%. Hasil ini
merepresentasikan bahwa model pembelajaran yang
dipilih serta media yang digunakan mempunyai peran
yang penting dan efektif dalam proses pembelajaran.
Ketuntasan belajar ini juga tidak lepas dari peran guru
sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam belajar
jika siswa mengalami kesulitan. Proses belajar yang aktif
juga berperan hal ini mengacu pada hasil analisis
aktivitas siswa yang menyatakan siswa aktif dalam
belajar. b. Ketuntasan IndividualKetuntasan individual
adalah ketuntasan yang diperoleh oleh siswa untuk setiap
indikator pada butir soal yang diujikan. Berdasarkan
hasil analisis terjadi peningkatan penguasaan konsep
tentang materi pelajaran ini dilihat dari peningkatan skor
terendah pre test 15,2 meningkat menjadi tertinggi pada
post test 96,8. Pada pre test, hasil belajar siswa belum
tuntas dengan skor terendah 15,2 ini dikarenakan siswa
belum mempelajari materi tersebut serta belum ada
perlakuan belajar terhadap siswa, hanya kemampuan
awal siswa saja yang dilihat pada tahap ini. Setelah
dilakukan perlakuan berupa pembelajaran dengan
menggunakan media interaktif berbasis inkuri disertai
LKS, maka pada post tes diperoleh hasil peningkatan
semua siswa tuntas. Siswa juga mengalami peningkatan
penguasaan materi dengan skor N(gain) 0,5 – 1,0 , hal
ini menunjukkan efektifitas pembelajaran untuk
meningkat keterampilan pemahaman siswa sesuai
dengan pendapat Hake (1999) yang menyatakan nilai

94 | P a g e
Anotasi Bibliografi
N(gain) > 0,7 dikelompokkan sebagai peningkatan yang
tinggi. Peningkatn hasil belajar ini menunjukkan bahwa
perangkat dan media interaktif dipadu strategi inkuiri
yang digunakan dalam pembelajaran mempunyai tingkat
efektivitas yang tinggi untuk meningkatkan hasil belajar
siswa. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Wiyono
(2009) yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran
multimedia interaktif dapat mempermudah mempelajari
konsep-konsep yang bersifat abstrak dan mikroskopis
serta dapat mengadaptasi gaya belajar yang berbeda.
Keterampilan berpikir kritis siswa juga mengalami
peningkatan ini membuktikan bahwa pembelajaran
multimedia yang dipadukan dengan model inkuiri akan
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena
proses pembelajaran dengan menggunakan media ini
diawali dengan kegiatan menemukan pertanyaan dari
gambar atau fakta yang disajikan. Keberhasilan siswa
dalam belajar ini sesuai dengan pendapat Hamalik
(2003), bahwa ada lima unsur yang terkait dalam proses
belajar yaitu: motivasi belajar, bahan belajar, alat bantu
belajar (media), suasana belajar dan kondisi subyek
belajar, sehingga media mempunyai potensi yang sangat
besar dalam membantu keberhasilan proses belajar.
Wicaksono (2012 ) juga menyimpulkan model media
pembelajaran interaktif visual meningkatkan aktivitas
belajar dan hasil belajar siswa. Ketuntasan belajar yang
diperoleh siswa pada penelitian ini tentu memperkuat
hasil penelitian Chiing (2013) yang mengemukan bahwa

95 | P a g e
Anotasi Bibliografi
model pembelajaran multimedia memberi nilai positif
dan dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian lain yang
mendukung adalah penelitian Sutarno (2011) yang
menyimpulkan bahwa mahasiswa yang mengikuti
pembelajaran menggunakan multimedia interaktif secara
siginifikan lebih tinggi hasil belajarnya daripada yang
mengikuti pembelajaran konvensional. Ali (2009) juga
mengatakan bahwa pembelajaran dengan multimedia
interaktif sangat membantu mahasiswa memahami
materi, meningkatkan semangat belajar dan kompetensi.
Indrawan (2013) juga mengatakan ada perbedaan hasil
yang signifikan antara nilai rata-rata hasil belajar peserta
didik sebelum dan sesudah menggunakan perangkat
pembelajaran multimedia interaktif. Hasil penelitian
Wahyudin (2010) menyimpulkan bahwa penerapan
metode pembelajaran inkuri terbimbing dengan bantuan
multimedia dapat meningkatkan minat dan pemahaman
siswa. Widayat ( 2014) juga menyimpulkan bahwa
multimedia intraktif dapat meningkatkan hasil belajar
100% secara klasikal.

96 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Aina, M. (2013). “Efektifitas pemanfaatan multimedia


interaktif pembelajaran IPA- Biologi dalam
meningkatkan motivasi belajar siswa pria dan wanita
SMP 19 kota Jambi”. Prosiding Semirata FMIPA
Universitas Lampung.

Ali, M. (2009). “Pengembangan media pembelajaran


interaktif mata kuliah medan elektromagnetik”. Jurnal
Edukasi@Elektro. Vol.5 No.1, pp.11-18m.

Arikunto, S. (2012). Dasar- dasar evaluasi pendidikan..


Jakarta : Bumi Aksara.

Arsyad, A. (2013). Media pembelajaran. Jakarta : Raja


Grafindo Persada.

Baharudin dan Nurwahyuni. (2010). Teori belajar dan


pembelajaran. Jakarta : AR-Razzmedia.

Borich, G. D. (1994). Observation skills for effective


teaching. Engelwood Clift: MacMillan Publishing
Company.

Budiningsih, A. (2005). Belajar dan pembelajaran..


Jakarta : Rineka Cipta.

Depdikbud. (2013a). Permendikbud No. 81a Tentang


Implementasi Kurikulum Pedoman Umum
Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud

97 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Eggen, P and Kauchak, D. (2012). Strategi dan
model pembelajaran, mengajarkan konten dan
keterampilan berpikir. Jakarta : Indeks Permata
Puri Media

Ennis, R.H. (1996). Critical thinking. Illionis,


Prentice Hall

Fuad, N.M. (2013). Pengembangan media


pembelajaran animasi berbasis inkuiri pada
materi sistem ekskresi manusia untuk melatih
keterampilan berfikir kritis (Tesis magister
pendidikan tidak dipublikasikan). Universitas
Negeri Surabaya Surabaya

Groundlound, N.E. (1982). Construction


achievment test, third edition. Engelwood Clift :
Prentice -Hall.Inc

Hake, Richard , R. (1999). Analyzing


change/gain scores. USA. Dept of Physics.
Indiana University

Heinich, R., Molenda, M., and Russel, J.D.


(1993). Instructional media and the new
technologies of instruction. New York : Jhon
Willey and Sons Hii Sii Ching, and Fong Soon
Fook. (2013). "Effects of multimedia-based

98 | P a g e
Anotasi Bibliografi
graphic novel presentation on critical thingking
among students of different learning aproach.
The Turkish Online Journal of Educational
Technology. Vol.12 No.4, pp.63- 65

Kardi, S. (2002). Mengembangkan Tes Hasil


Belajar.Surabaya: Universiy Press

Keller, J.M. (1987)."Development and use of the


ARCS model of moivaional design". Journal of
instructional development. Vol.10 No.3, pp. 1-9
Milovanovic, M., Obradovic, J., and Milajic, A.
(2013)."Application of interactive multimedia
tools in teaching mathematics-example of lesson
from geometry." TOJET: The Turkish Online
Journal of Educational Technology . Vol.12
No.1, pp. 29-30

Meyer, R.E. (2009). Multimedia learning "


prinsip-prinsip dan aplikasi". Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.

Mulyasa, H.E. (2013). Pengembangan dan


implementasi kurikulum 2013. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Munadi, Y. (2008). Media pembelajaran, sebuah


pendekatan baru. Jakarta : Gaung Persada

99 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Nur, M., Wikandari., dan Sugiarto. (2004). Teori
belajar. Surabaya : University Press

Ristanto, H.R. (2010). Pembelajaran berbasis


inkuiri terbimbing dengan multimedia dan
lingkungan riil ditinjau dari motivasi berprestasi
dan kemampuan awal (Tesis pascasarjana tidak
dipublikasikan) Universitas Sebelas Maret.
Surakarta

Sagala, S.(2006). Konsep dan makna


pembelajaran. Bandung : CV.ALFABETA,
Samodra, D.W., Suhartono, V., dan Santosa, S.
(2009)."Multimedia pembelajaran reproduksi
manusia". Jurnal Teknologi Informasi. Vol.5
No.2, pp.706-709

100 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Dapat dikemukakan oleh peneliti berdasarkan


penelititan yang telah dilakukan meliputi:1)
Persiapan yang matang dan pengelolaan waktu yang
optimal untuk setiap kegiatan KBM jika
menggunakan pembelajaran berbasis TIK sehingga
semua siswa aktif dalam pembelajaran. 2) Untuk
kemudahan, sebelum proses pembelajaran softcopy
atau hard copy media diberikan kepada siswa yang
disertai petunjuk penggunaan yang lengkap.

101 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-8

Judul : Implementasi Pendekatan Konflik


Kognitif dalam Pembelajaran Fisika
untuk Menumbuhkan Kemampuan
Berpikir kritis Siswa SMP Kelas VIII

Penulis : Setyowati, B. Subali, Mosik

Tahun Terbit : 2011, 89-96 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 7, 4, 2011

102 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) adalah


kurikulum operasional yang disusun dandilaksanakan
di masing-masing satuan pendidikan. KTSP 2006
menuntut peserta didik untuk lebih aktif, kritis dan
kreatif dalam pembelajaran. Sedangkan guru lebih
aktif dalam memancing kreativitas peserta didik dan
lebih memberikan kesempatan peserta didik untuk
meningkat-kan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif.Tujuan pembelajaran fisika dalam KTSP di
SMPadalah supaya siswa menguasai konsep-konsep
fisika dan saling keterkaitannya serta mampu
menggunakan model ilmiah yang dilandasi sikap
ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapi
sertamengaplikasikannya dalam kehidupan nyata
sehari-hari. Setelah dilakukan observasi di beberapa
SMP , ternyata juga masih sering menggunakan model
pembelajaran konvensional (ceramah).Dalam setiap
pembelajaran sering kali guru menjadi pusat (teacher
centered) dan peserta didik hanya menjadi objek
penerima saja. Sehingga peserta didik tidak memiliki
kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan
kemampuan berpikir kritis. Menurut teori
konstruktivisme, Piaget menyatakan ketika seseorang
membangun ilmu pengetahuannya, maka untuk
membentuk keseimbangan ilmu yang lebih tinggi
diperlukan asimilasi, yaitu kontak atau konflik

103 | P a g e
Anotasi Bibliografi
kognitif yang efektif antara konsep lama dengan
kenyataan baru (Woolfolk dalam Trianto, 2007 ). Secara
spesifik V an den Berg dalam Maulana (2009)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa metode konflik
kognitif dal am pembel aj aran Fi si ka cukup efekt i f
untukmengatasi miskonsepsi pada siswa dalam
rangka membentuk keseimbangan ilmu yang lebih
tinggi. Rangsangan konflik kognitif dalam
pembelajaran akan sangat membantu proses asimilasi
menjadi lebih efektif dan bermakna dalam pergulatan
intelektualitas siswa. Dengan adanya kemampuan
berpikir kritis pada diri siswa yang dilanjutkan
dengan pemahaman konsep terhadap materi, akan
membuat ha-sil belajar kognitif siswa menjadi
optimal.Permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini yaitu: “Apakah implementasi pendekatan konflik
kognitif dalam pembelajaran fisika pokok bahasan
tekanan pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah
3 Kaliwungu dapat menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis, pemahaman konsep dan hasil belajar
kognitif siswa?”

104 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Apakah implementasi pendekatan konflik kognitif


dalam pembelajaran fisika pokok bahasan tekanan
pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3
Kaliwungu dapat menumbuhkan kemampuan berpikir
kritis, pemahaman konsep dan hasil belajar kognitif
siswa?

Bagaimana proses penerapan implementasi pendekatan


konflik kognitif dalam pembelajaran fisika pokok
bahasan tekanan pada siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah 3 Kaliwungu dapat menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis, pemahaman konsep dan
hasil belajar kognitif siswa?

Apa yang dihasilkan dari implementasi pendekatan


konflik kognitif dalam pembelajaran fisika pokok
bahasan tekanan pada siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah 3 Kaliwungu dapat menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis, pemahaman konsep dan
hasil belajar kognitif siswa?

105 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Menurut Lee dan Kwon dalam Maulana, (2009)


proses konflik kognitif meliputi tiga tahapan
yaitu :(a) pendahuluan (preliminary) yaitu dilakukan
denganpenyajian konflik kog-nitif,(b) konflik
(conflict) yaitu Penciptaan konflik dengan bantuan
kegiatandemonstrasi atau eksperimen yang melibatkan
proses asimilasi dan akomodasi,(c) penyelesaian
(resolution) yaitu kegiatan diskusi dan menyimpulkan
hasil diskusi.Ada beberapa kelebihan dari pendekatan
konflik kognitif , di ant ar anya adal ah dapat
memberikan kemudahan bagi siswa dalam
mempelajari konsep-konsep fisika, melatih siswa
berpikir kritis dan kreatif, serta meningkatkan
aktivitas belajar siswa.Berpikir adalah berbicara
dengan diri kita sendiri dalam benak dan batin
masing-masing dari hal mempertimbangkan, mer
enungkan, mengamati ,menganalisa, dan
membuktikan sesuatu sertamenentukan hasilnya
(Pramudya 2006). Sedangkan berpikir kritis sering
disebut berpikir mandiri, berpikir mempertimbangkan,
atau berpikir mengevaluasi (Reid 2006 ) . Muhfah
Royin (2009) mengungkapkan kemampuan berpikir
kritis merupakan proses kognitif untuk memperoleh
pengetahuan. Jadi yang dimaksud Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia 7 (201 1): 89-96 90

106 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. Setyowati Implementasi Pendekatan Konflik Kognitif
dalam , dkk. Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontroldengan
kemampuan berpikir kritis adalah kemampuanberpikir
peserta didik untuk membandingkan dua atau lebih
informasi dengan tujuan memperoleh pengetahuan
melalui pengujian terhadap gejala-gejala menyimpang
dan kebenaran ilmiah. Kriteria kemampuan berpikir
kritis yang akan di teliti dal am penelitian ini
meliputiberhipotesis, berasumsi, mengklasifikasi, me-
ngamati, mengukur, menganalisis, menarik kesimpulan,
dan mengevaluasi.Euwe V an Den Berg (1991)
menjelaskan bahwa konsep adalah abstraksi dari ciri-
ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara
manusia dan yang memungkinkan manusia untuk
berpikir, konsepsi adalah pentafsiran atas suatu
konsep dari ilmu yang kita pelajari, dan miskonsepsi
adalah pola berpikir yamg konsisten pada suatu
situasi atau masalah yang berbeda-beda tetapi pola
berpikir itu salah. Atau dapat juga diartikan sebagai
pola pikir seseorang yang berbeda atau bertentangan
dengan konsep ilmuan yang sudah ada.

107 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 3


Kali wungu yang terletak di Kabupaten
Kendal ,dilaksanakan pada semester genap tahun
ajaran2009/2010. Populasi dalam peneltian ini adalah
kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu, yang
terdiri dari tiga kelas yaitu kelas VIII A, VIIIB, dan
VIIIC. Pengambilan sampel dilak-sanakan secara
random sampling dan di ambil dua kelas, kelas
VIIIB sebagai kelas eksperimen yang mendapatkan
pembelaaran dengan pendekatan konflik kognitif dan
kelas VIIIC sebagai kelas kontrol yang mendapatkan
pembelajaran dengan metodekonvensional. Jumlah siswa
pada masing-masing kelas adalah 40 siswa. Kedua kelas
mendapatkanpembelajaran dengan materi yang sama
yaitu tentang tekanan. Pengumpulan data dilakukan
dengan tes (untuk mengetahui pemahaman konsep
siswa dan hasil belajar siswa pada awal sebelum
pembelajaran berupa tes uji pemahaman konsep dasar
si swa dan di akhir pembelajaran berupa tes evaluasi
pemahaman konsep siswa. Bentuk soal tes yang
digunakan adalah tes obyektif beralasan berupa tes
pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban dengan
disertai alasan), observasi (untuk menilai aktivitas
peserta didik selama proses pembelajaran, yaitu
aktivitas kemampuan berpikir kritis siswa. Lembar
observasi yang digunakan dalam penelitian ini

108 | P a g e
Anotasi Bibliografi
berbentuk skala bertingkat, yaitu sebuah pernyataan
yang diikuti kolom-kolom yang menunjukan tingkat-
tingkat penskoran dengan skala penskoran sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan) dan
angket/kuesioner (untuk mengetahui tanggapan/respon
peserta didik terhadap implementasi pendekatan konflik
kognitif dan berfungsi sebagai penguat hasil penelitian.
Angket yang digunakan berbentuk skala Likert dengan 4
pilihan jawaban yakni sangat setuju (SS), setuju (S),
tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).Data
yang diperoleh kemudian dianalisis untuk
menghasilkan suatu kesimpulan. Analisis data secara
garis besar dibagi menjadi dua tahap yaitu: analisis
tahap awal (analisis prasyarat) untuk menentukan
sampel yaitu uji homogenitas, serta analisis tahap
akhir untuk menguji hipotesis yang meliputi uji
normalitas dan uji perbedaan dua rata-rata hasil belajar.

109 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil analisis data setelah penelitian,


kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran
konflik kognitif memperoleh nilai rata-rata hasil
belajar kognitif, kemampuan berpikir kritis dan
pemahaman konsep siswa tentang tekanan yang lebih
tinggidibandingkan pada kelas kontrol yang
menggunakan pembelajaran konvensional. Ini
dikarenakan pada pembelajaran dengan pendekatan
konflik kognitif pada diri siswa terjadi proses internal
yang intensif sehingga keseimbangan ilmu yang lebih
tinggi tercapai. Selain itu dengan penggunaan konflik
kognitif siswa mengalami proses asimilasi dan
akomodasi sehingga siswa dapat mengarahkan
kemampuan otaknya untuk berpikir dan belajar suatu
konsep baru yang belum dipahami.Dalam
pembelajaran konflik kognitif ini siswa yang berperan
aktif, guru hanya bertindak sebagai fasilisator dan
mediator dalam pembelajaran. Siswa diberikan
kebebasan untuk mengutarakan pendapat
dalammenyelesaikan permasalahan konsep yang
dihadapi sehingga kemampuan berpikir mereka dapat
berjalan secara optimal. Dalam pembuktian konsep-
konsep yang salah siswa langsung diberikan
pengalaman berupa demonstrasi sehingga mereka
merasa antusias dan tidak bosan selama mengikuti
pembelajaran di kelas.Pada dasarnya model

110 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pembelajaran tidak ada yang sempurna, oleh sebab
itu kita harus lebih cerdas dalam memilih model
pendekatan dengan kondisi lingkungan, siswa dan
materi atau konsep yang akan diajarkan. Contohnya
dalam penelitian ini ada beberapa kendala seperti
kurangnya waktu untuk jam pelajaran, karena metode
konflik kognitif ini cenderung membutuhkan waktu yang
lebih lama. Namun masalah tersebut dapat diatasi
dengan menyesuaikan pokok materi yang akan
dibahas dengan lamanya jam pelajaran tiap
pertemuan. Penelitian yang telah dilaksanakan
menunjukkan bahwa pembelajaran yang menggunakan
pendekatan konflik kognitif terbukti efektif jika
digunakan dalam pencapaian hasil belajar kognitif,
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan
pemahaman konsep siswa pada materi tekanan

111 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu


Pendekatan Praktik (edisi revisi V). Jakarta: Rineka
Cipta.

Budiman, I; Sukandi, A; Setiawan, A. 2008. Model


Pembelajaran Multimedia Interaktif Dualisme
Gelombang Partikel untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan Ketertampilan Berfikir Kritis.
Jurnal Penelitian Pendidikan IP A. 2 (1). Bandung :
S Ps UPI

Euwe van den berg. 1991. Pengantar Salah Konsep


Fisika. Salatiga: UKSW.

Maulana , Prasetyo. 2009. Pengaruh Pendekatan


Konflik Kogni t i f Dal am Pembel aj ar an Fi si ka
unt ukMengurangi T erjadinya Miskonsepsi Fisika.
Skripsi UNNES.

Pramudya , S . Ahmad . 2006 . Menumbuhkan


Kematangan Berpikir. Jakarta: Edsa Mahkota.

Reid, Jerry C. 2006. Mengajar Anak Berpikir


Kreatif, Mandiri, Mental dan Analitis. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya.

Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam


Implementasi

112 | P a g e
Anotasi Bibliografi
KBK. Jakarta: Kencana.

Sugandhi , Achmad. 2007. Teor i Pembel aj ar


an.Semarang: UPT MKK UNNES.

Suparno, Paul. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika


Konstruktivistik & Menyenangkan. Y ogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran


InovatifBerorientasi Konstruktivistik. Jakarta: prestasi
pustaka.

Wiyanto, dkk. 2007. Potret Pembelajaran Sains di


SMPdan SMA. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
40(2): 386-394.

113 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Pendekatan konflik kognitif dapat dijadikan alternatif


untuk pelaksanaan pembelajaran fisika, namun dalam
proses pembelajaran guru diharapkan dapat lebih
memperhatikan kemampuan dasar penguasaan konsep
siswa agar tidak terjadi miskonsepsi dalam
pembelajaran fisika. Serta lebih kreatif dan inovatif
dalam memilih model pembelajaran untuk siswa.

114 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-9

Judul : Peningkatan Hasil Belajar Siswa


Melalui Model Pembelajaran Inkuri
dengn Metode Pictorial Riddle pada
Pokok Bahasan Alat-Alat Optik di
SMP

Penulis : D.D. Kristianingsih, S.e. Sukiswo, S.


Khanafiyah

Tahun Terbit : 2010, 10-13 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 6, 2, 2010

115 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Peneliti telah melakukan observasi awal dengancara


wawancara kepada salah satu guru fisika di SMP
kabupaten Semarang, ditemukan bahwa
aktivitasketerlibatan belajar siswa dalam pembelajaran di
kelas hanya sekitar 40.50%. Persentase aktivitas
inimenunjukan bahwa siswa dalam kelas tersebut hanya
setengahnya yang melakukan aktivitas. Pada tahunajaran
sebelumnya rata-rata ketuntasan individu siswa baru
mencapai 51,60 dengan KKM 60. Selain hasil belajar
masih rendah pembelajaran yang dilaksanakan guru
lebih banyak menekankan pada aspek pengetahuan dan
pemahaman, sedangkan aspek aplikasi, analisis, dan
evaluasi hanya sebagian kecil dari pembelajaran yang
dilakukan. Guru selama pembelajaran lebih banyak
memberikan ceramah yang hanya menyampaikan produk
sains saja. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih
untukmengembangkan daya berfikirnya dalam
dalammengembangkan aplikasi konsep yang telah
dipelajaridalam kehidupan nyata. Model inkuiri
merupakan model pembelajaran yang melatih siswa
untuk belajar menemukan masalah,mengumpulkan,
mengorganisasi, dan memecahkan masalah, Dapat
dikatakan bahwa Inkuiri merupakan suatu model
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran fisika
dan mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan,
mencari pengetahuan atau informasi, atau mempelajari

116 | P a g e
Anotasi Bibliografi
suatu gejala (Wenning, 2006). Tujuan umum dari model
pembelajaran inkuiri adalah untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan intelektual dan
keterampilan-ketrampilan lainnya seperti: mengajukan
pertanyaan dan ketrampilan menemukan (mencari)
jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka.
Metode merupakan salah satumetode yang termasuk
kedalam model inkuiri (Sund,1993). Metode pictorial
riddle adalah suatu metode atau teknik untuk
mengembangkan aktivitas siswa dalam diskusi
kelompok kecil maupun besar, melalui penyajian
masalah yang disajikan dalam bentuk ilustrasi. Suatu
riddle biasanya berupa gambar, baik di papan tulis,
papan poster, maupun diproyeksikan dari suatu
transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan
yang berkaitan dengan riddle itu.

117 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana cara mendeskripsikan proses pembelajaran


denganmenerapkan model inkuiri dengan metode
pictorial riddle pada pokok bahasan alat-alat optik di
SMP?

Bagaimana cara mendeskripsikan peningkatan hasil


belajar siswa pada pokok bahasan alat-alat optik di SMP
setelahmenggunakan model pembelajaran inkuiri dengan
metode pictorial riddle?

118 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Salah satu upaya untuk memecahkan masalahrendahnya


aktivitas siswa yang berakibat pada rendahnya hasil
belajar siswa adalah dengan menerapkan model
pembelajaran inkuiri dengan metode pictorial riddle
yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Inkuiri merupakan pendekatan yang mengembangkan
aktivitas belajar siswa secara optimal, sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Aktivitas dapat
dikembangkan dengan memberi kepercayaan,
komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan
pengawasan yang tidak terlalu ketat dalam pembelajaran.
Sedangkan pictorial riddle merupakan pendekatan yang
mempresentasikan informasi ilmiah dalam bentuk poster
atau gambar yang digunakan sebagai sumber diskusi.
Alasan peneliti dalam pembelajaran fisika menggunakan
pictorial riddle sebab fisika tidak terlepas dari gambar,
materi fisika khususnya alat-alat optik memerlukan
gambar untuk memperjelas pemahaman siswa sehingga
pada waktu guru memberikan pelajaran siswa langsung
bisa menangkap materi yang disampaikan oleh guru.
Tanpa gambar siswa kesulitan menerima pelajaran atau
hanya sekedar angan-angan saja. Dengan penerapan
pembelajaran ini diharapkan siswa bisa lebih aktif dalam
mengikuti proses belajar mengajar fisika dan bisa
memperoleh hasil belajar yang maksimal, sehingga dapat
meningkatkan pemahaman konsep terhadap suatu materi.

119 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalahSMP


Negeri 1 Jambu kabupaten Semarang. Subjekpenelitian
ini adalah siswa kelas VIII-A yang berjumlah 42siswa.
Faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini
yaitu:Proses pembelajaran yang dilakukan menggunakan
model pembelajaran inkuiri dengan metode dilaksanakan
dengan cara mengembangkan pictorial riddle
kemampuan intelektual berupa penggalian potensi dan
pengembangan emosional yang dimiliki siswa sehingga
hasil belajar siswa dapat meningkat. Hasil belajar afektif
dan psikomotorik yang dapat diamati dengan lembar
observasi. Sedangkan hasil belajar kognitif dapat diamati
dengan test tertulis. Metode pengumpulan data meli-puti:
Sumber data penelitian adalah siswa kelas VIII-A
semester II SMP Negeri I Jambu. Jenis data yang
diperoleh terdiri dari: hasil belajar kognitif siswa berupa
nilai 0-100, hasil pengamatan afektif dan psikomotorik
siswa berupa nilai 0-100. Teknik pengambilan data
disesuaikan dengan jenis data yang akan diambil, yaitu:
data hasil belajar kognitif diambil dari pemberian tes
pada akhir setiap siklus, data hasil belajar afektif dan
psikomotorik diperoleh dari lembar observasi tiap siklus,
data aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi yang
dikembangkan dalam LKS tiap siklus. Sebelum butir
soal postest untuk pretest digunakan guna mengambil
data, instrumen diujicobakan dan dilakukan uji validitas,

120 | P a g e
Anotasi Bibliografi
reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya.
Analisis data dalam penelitian ini diperoleh dari tes pada
tiap siklus. Analisis tes hasil belajar siswa bertujuan
untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran dan untuk mengetahui pemahaman konsep oleh
siswa. Penguasaan materi pelajaran dapat dilihat dari
nilai yang diperoleh siswa tiap siklus. Data dari hasil test
kognitif berupa post-test, hasil observasi afektif dan
psikomotorik dihitung dengan menggunakan presentase.

121 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIA

Untuk jenjang kemampuan pemahaman (C2) pada siklus


I presentase rata-rata tingkat ketercapaian 60,71%,
kemu-dian meningkat menjadi 83,93% pada siklus II,
Sedangkan pada siklus III terjadi penurunan menjadi
76,19%, apersepsi yang diberikan diawal pembelajaran
mem-berikan gambaran kepada siswa tentang materi
yang akan dipelajari sehingga akan mempermudah
memahami konsep tetapi pada kenyataannya siswa
menganggap bahwa konsep di siklus I dan siklus II
dianggap sama. Hal ini sesuai dengan teori belajar
Gestalt (Suryabrata, 2004). Untuk jenjang kemampuan
penerapan (C3) pada siklus I presentasi rata-rata
ketercapaian sebesar 72,22%, meningkat menjadi
77,78% pada siklus II, dan 78,58% pada siklus III. Hal
ini berarti siswa dalam menerapkan informasi, konsep
dan teori yang dipelajari dapat diterima dengan baik ke
dalam situasi atau konteks baru. Diketahui bahwa nilai
rata-rata siswa pada siklus I adalah 65,95 dengan
ketuntasan klasikal sebesar 61,91%. Hasil belajar yang
diperoleh oleh siswa ini belum tuntas karena belum
mencapai indikator yang ditentukan yaitu 70% secara
individu dan 85% secara klasikal. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Piaget dalam buku Sugandi (2006:35)
bahwa perkembangan kognitif anak akan lebih berarti
apabila didasarkan kepada pengalaman nyata daripada
sekedar mendengarkan ceramah atau penggunaan bahasa

122 | P a g e
Anotasi Bibliografi
verbal. Dari hasil perhitungan Faktor Hake (Gain)
diperoleh nilai (g) = 0,27 yang berarti terjadi
peningkatan yang signifikan untuk hasil belajar kognitif
dari siklus I ke siklus II dengan kriteria peningkatan
rendah karena (g) > 0,3. Hal ini disebabkan siswa kurang
mampu berkonsentrasi, bahan ajar yang abstrak dan
rumit sehingga diperlukan bahan ajar yang nyanta bagi
siswa dan kondisi internal siswa juga berpengaruh, (anni,
2006:149). Siklus II ke siklus III hasil perhitungan
Faktor Hake (Gain) diperoleh nilai dengan kriteria
peningkatan sedang (Wiyanto, 2008). Penilaian hasil
belajar afektif didasarkan pada sikap dan perilaku siswa
dalam mengikuti pelajaran. Terlihat bahwa nilai rata-rata
hasil belajar afektif siswa mengalami peningkatan tiap
akhir siklus. Pada siklus I nilai rata-ratanya adalah 74,45
sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 77,86, dan
pada siklus III nilai rata-ratanya menjadi 83,10. Adanya
peningkatan nilai rata-rata tersebut menyebabkan pula
peningkatan ketuntasan klasikal di kelas. Ketuntasan
klasikal hasil belajar afektif siklus I, II dan siklus III
dikatakan tuntas karena telah mencapai 70%, Hasil
belajar afektif siswa meningkat dari tiap siklus.
Berdasarkan hasil analisis dari lima aspek tersebut, pada
siklus I aspek kerja sama sebesar 83,33% kemudian
menurun menjadi 79,19% hal ini disebabkan siswa
belum terbiasa bekerja sama secara kelompok.
Selanjutnya terjadi peningkatan pada siklus III menjadi

123 | P a g e
Anotasi Bibliografi
86,90% hal ini dikarenakan siswa sudah terbiasa untuk
bekerja sama dengan kelompoknya. Untuk aspek
keseriusan pada siklus I ke siklus II terjadi peningkatan
dari 74,88% menjadi 87,50%, tetapi pada siklus III
mengalami penurunan menjadi 82,74% hal ini
disebabkan siswa mengalami kejenuhan dalam proses
pembelajaran. Dari hasil perhitungan Faktor Hake (Gain)
diperoleh nilai g = 0,156 yang berarti terjadi peningkatan
yang signifikan untuk hasil belajar afektif dari siklus I ke
siklus II dengan kriteria peningkatan rendah karena g >
0,3. Siklus II ke siklus III hasil perhitungan Faktor Hake
(Gain) diperoleh nilai g = 0,227 dengan kriteria
peningkatan rendah karena g > 0,3. Hal ini dikarenakan
nilai rata-rata yang diperoleh mencapai nilai yang cukup
tinggi. Peningkatan atau gain (g) hasil belajar afektif
siswa yang diperoleh antara siklus I ke siklus II, dan
antara siklus II ke siklus III, semuanya termasuk dalam
kriteria rendah Penilaian hasil belajar psikomotorik
siswa disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3
terlihat bahwa pada siklus I aktivitas siswa belum
dikatakan tuntas karena ketuntasan klasikal yang
diperoleh belum mencapai 70%, sedangkan pada siklus
II dan siklus III aktivitas siswa dikatakan tuntas karena
ketuntasan klasikal diatas 70%. Pada siklus I siswa
kelihatan tidak siap dengan pembelajaran hal ini karena
pembelajaran yang dirasa berbeda dengan biasanya,
karena terasa baru maka perlu penyesuaian. Oleh karena

124 | P a g e
Anotasi Bibliografi
itu guru meminta siswauntuk membaca dan memahami
dengan cermat dan teliti pada petunjuk LKS.

125 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Anni, C.T. 2006. : UPT MKK UNNES. Arikunto, S.


2008. . Jakarta : Bumi Aksara.

Hamalik, O. 2009. . Jakarta: PT. Bumi Aksara.


___________. 2009. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugandi, A. 2008. . Semarang: UPT UNNES Press.

Sund, R. 1993. . Ohio: Charles E. Merrill Books, Inc.

Supriyono. 2003. . Jurusan Fisika. Malang: Universitas


Negeri Malang.

Wenning, C.J. 2005. Implementing Inquiry-Based


Intruction in the Science Classroom: A New Model for
Solving the Improvement of Practice Problem..

Wiyanto .2008 .Semarang: Universitas Negeri Semarang.


Psikologi Belajar. Semarang Penelitian Tindakan Kelas
Kurikulum dan Pembelajaran Pendekatan Baru Strategi
Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA Teori
Pembelajaran Teaching Science by Inquiry Strategi
Pembelajaran Fisika Journal of Physics Teacher
Education Menyiapkan Guru Sains Mengembangkan
Kompetisi Laboratorium

126 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Dalam pelak-sanaan model pembelajaran inkuiri de-ngan


metode pictorial riddle, guru hendaknya mampu
mengelola waktu. Hal ini dikarenakan pelaksanaan
model pembe-lajaran inkuiri dengan metode pictorial
riddle membutuhkan waktu yang lama dan bertujuan
agar pembelajaran terlaksana dengan lancar. Kepada
guru diharapkan dapat menerapkan model pembelajaran
inkuiri dengan metode pictorial riddle selain materi alat-
alat optik tetapi pada materi lain. Hal ini bertujuan agar
siswa terbiasa dengan model pembelajaran yang
digunakan.

127 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-10

Judul : Studi Atas Pemikiran B.F. Skinner


tentang Belajar

Penulis : Rifnon Zaini

Tahun Terbit : 2014, 118-129 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran


Dasar

Vol, Nomor, Tahun : vol. 1, 1, 2014

128 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Berbicara tentang belajar dan pembelajaran, tentunya hal


ini merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
proses pendidikan, meskipun memang pendidikan bukan
sebatas hanya penerapan teori belajar dan pembelajaran
di kelas. Namun, yang perlu dipertegas di sini adalah
bahwa belajar merupakan proses yang sangat penting
dalam pendidikan. bahkan tidak jarang keberhasilan dari
pendidikan itu sendiri ditentukan oleh keberhasilan
proses belajar mengajar ini.Belajar merupakan
komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan
tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat
eksplisit maupun implisit. Belajar terdiri dari kegiatan
psikhis dan fisis yang saling bekerjasama dan
komprehensif integral. Hakikat belajar bertitik tolak dari
suatu konsep bahwa belajar merupakan perubahan
perbuatan melalui aktivitas, praktik dan pengalaman
(Hamalik, 2009: 55). Para ahli psikologi pada umumnya
memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah.
Gagasan tentang belajar menyangkut perubahan ini
tentunya membutuhkan waktu dan tempat. Perhatian
utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari manusia,
yaitu kemampuan manusia untuk menangkap informasi
mengenai ilmu pengetahuan yang diterimanya dalam
belajar (Sagala,2009: 11-14).Ketika kita berbicara
masalah belajar dan mengajar kita akan menemukan
banyak tokoh dan berbagai macam teori belajar serta

129 | P a g e
Anotasi Bibliografi
aliran-alirannya, mulai dari belajar menurut pandangan
kaum behavioris, kognitif, konstruktivisme, humanisme
dsb. Namun artikel ini, akan lebih memfokuskan pada
teori belajar menurut Skinner yang merupakan salah satu
tokoh behaviorsme.

130 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pemikiran Skinner tentang belajar?

Apa yang mendasari pemikiran Skinner?

Apa yang diharapkan Skinner terhadap masyarakat


dengan adanya teorinya?

131 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Dasar operant conditioning dalam pengajaran adalah


untuk memastikan respon terhadap stimuli. Guru
berperan penting di kelas, dengan mengontrol langsung
kegiatan belajar siswa, pertama-tama yang harus
dilakukan adalah menentukan logika yang penting agar
menyampaikan materi pelajaran dengan langkah-langkah
yang pendekatan kemudian mencoba untuk memberikan
reinforcement segera setalah siswa memberikan respon
(Djiwandono, 2008: 135). Agar mempermudah
pemahaman kita terhadap pengondisian operan itu,
menulis mengutip mekanismenya dari Mark K. Smith
dkk, diantaranya: Pertama, penguatan atau imbalan
positif: Respon yang diberikan imbalan kemungkinan
akan diulang. Kedua, penguatan negatif: Respons yang
membuat lari dari rasa sakit atau situasi situasi yang
tidak diharapkan kemungkinan akan diulangi. Ketiga,
penghentian atau tidak ada penguat: Respons yang tidak
diperkuat kemungkinan tidak akan diulangi (Smith dkk.,
2009: 82). (mengabaikan perilaku yang buruk
seharusnya menghentikan perbuatan tersebut).

132 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Yang menentukan apakah operant tertentu akan terjadi


atau tidaknya adalah stimulus, stimulus ini memliki
pengaruh melalui proses dikriminasi. Jika suatu operant
dikuatkan dengan hadirnya suatu stimulus namun tidak
dikuatkan ketika stimulus yang hadir berbeda,
kecenderungan untuk merespon stimulus kedua ketika
dihadirkan secara bertahap akan mengalami ekstingsi,
dan diskriminasipun akan terbentuk (Hill, 2011: 103-
104). Diskriminasi itu sendiri adalah belajar
memberikan respon terhadap suatu stimulus dan tidak
memberikan respon terhadap stimulus lain, walaupun
stimulus itu berhubungan dengan stimulus pertama, atau
dengan menggunakan tanda-tanda atau informasi untuk
mengetahui kapan tingkah laku akan direinforced.

133 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Studi Skinner tentang pembelajaran berpusat pada


tingkah laku dan konsekuensi-konsekuensinya (Sagala,
2009: 16). Menurut Gredler sebagaimana yang dikutip
oleh Baharudin dan Nur Wahyuni, Skinner
mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan
perilaku. Perubahan perilaku yang dicapai sebagai hasil
belajar tersebut melalui proses penguatan perilaku baru
yang muncul yakni operant conditioning (kondisioning
operan) (Baharudin dan Wahyuni, 2008: 67-68).
Operant conditioning atau pengkondisian suatu operant
yang dapat mengakibatkan prilaku tersebut terulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan
(Sugihartono, 2007: 97).Dari eksperimen yang dilakukan
B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya: 1). Law of operant conditining yaitu jika
timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. 2).
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku
operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah. (Baharudin dan
Nur Wahyuni : 70). Menurut Skinner sebagaimana
dikutip oleh Saiful Sagala, dalam belajar ditemukan hal-
hal berikut: Pertama. kesempatan terjadinya peristiwa
yang menimbulkan respon belajar. Kedua, respon si

134 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pelajar. Ketiga, konsekuensi yang bersifat menggunakan
respon tersebut, baik konsekuensinya sebagai hadiah
maupun teguran atau hukuman (Sagala, 2009:
14).Sebagaimana yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata,
Skinner membedakanadanya dua macam respons, yaitu:a.
Respondent Response (reflexive response), yaitu respon
yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu.
Perangsang-perangsang yang demikian itu yang disebut
eliciting stimuli, menimbulkan respon-respon yang
secara relatif tetap, misalnya makanan yang
menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului
respons yang ditimbulkannya.b. Operant Responsen
(instrumental response), yaitu respon yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang
tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang-
perangsang tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang
demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat)
sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Jika
seorang belajar (telah melakukan perbuatan), lalu
mendapat hadiah, maka dia akan menjadi lebih giat
belajar (responsnya menjadi lebih intensif/kuat)
(Suryabrata, 2007: 271-272).Dalam pengkondisian
operant, stimulus-stimulus tertentu bisa mempengaruhi
kemungkinan munculnya respon operant, tanpa harus ia
menjadi “penyebab” munculnya respon tersebut (Seifert,

135 | P a g e
Anotasi Bibliografi
2010: 31). Dalam pengkondisian operant, perilaku yang
meningkatkan frekuensinya seringkali disebut dengan
operant, hal ini agaknya disebabkan karena perilaku
tersebut “mengoperasikan” atau dalam kata lain
menghasilkan, konsekuensinya (Seifert, 2010: 32).
Dengan kata lain operant adalah perilaku yang diperkuat
jika akibatnya menyenangkan. Operant merupakan
tingkah laku yang ditimbulkan oleh organisme itu sendiri.
Operant belum tentu didahului oleh stimulus dari luar.
Operant conditioning telah terbentuk bila dalam
frekuensi tingkah laku operant yang bertambah atau bila
timbul tingkah laku operant yang tidak tampak
sebelumnya. Frekuensi terjadinya tingkah laku operant
ditentukan oleh akibat dari tingkah laku itu
sendiri(Djiwandono, 2008: 132). Yang menentukan
apakah operant tertentu akan terjadi atau tidaknya
adalah stimulus, stimulus ini memliki pengaruh melalui
proses dikriminasi. Jika suatu operant dikuatkan dengan
hadirnya suatu stimulus namun tidak dikuatkan ketika
stimulus yang hadir berbeda, kecenderungan untuk
merespon stimulus kedua ketika dihadirkan secara
bertahap akan mengalami ekstingsi, dan diskriminasipun
akan terbentuk (Hill, 2011: 103-104). Diskriminasi itu
sendiri adalah belajar memberikan respon terhadap suatu
stimulus dan tidak memberikan respon terhadap stimulus
lain, walaupun stimulus itu berhubungan dengan
stimulus pertama, atau dengan menggunakan tanda-tanda
atau informasi untuk

136 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mengetahui kapan tingkah laku akan direinforced.
Belajar adalah menguasai suatu bahan dan diskriminasi
yang lebih kompleks (Djiwandono, 2008: 137). Contoh,
semua huruf, angka, kata-kata, adalah diskriminasi
stimuli. Seorang anak kecil belajar mendiskriminasikan
huru B dan D.

137 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Baharudin dan Nur Wahyuni. 2008. Teori Belajar dan


Pembelajaran. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran.


cet. ke-1. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Esti Wuryani Djiwandono, Sri. 2008. Psikologi


Pendidikan. cet. ke-4. PT Grasindo. Jakarta.

Frederic Skinner, Burrhus. 2009. “Pendidikan di Walden


Two”. dalam Menggugat Pendidikan; Fundamentalis.
Konservatif. Liberal. Anarkis. terj. Omi Intan Noami.
cet. ke-7. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Gredler, Margaret E. Bell. 1994. Belajar dan


Membelajarkan. terj. Munandir. cet. ke-2.. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2009. Psikologi Belajar dan


Mengajar. cet. ke-6. Sinar Baru Algensindo. Bandung.

Hill, Winfred F. 2011. Theories of Learning. terj. M.


Khozim. cet. ke-6. Nusa Media. Bandung.

Husen, Torsten. “Burrhus Frederic Skinner 1904-1990”.


dalam 2003. 50 Pemikir Pendidikan; Dari Piaget
Sampai Masa Sekarang. Joy A. Palmer (ed). terj.Farid
Assifa. Jendela. Yogyakarta.

138 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Sagala. Syaiful. 2009. Konsep dan Makna
Pembelajaran; Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar. cet. ke-6.
Alfabeta.Bandung.

Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan; Edisi


Kedua. terj. Tri Wibowo.cet. ke-2. Kencana. Jakarta.

Seifert, Kelvin. 2010. Manajemen Pembelajaran dan


Intruksi Pendidikan; Manajemen Mutu Psikologi
Pendidikan Para Pendidik. terj. Yusuf Anas. IRCiSoD.
Yogyakarta.

Smith, Mark K. dkk. 2009. Teori Pembelajaran dan


Pengajaran; Mengukur Kesuksesan Anda dalam Peroses
Belajar dan Mengajar Bersama Psikolog Pendidikan
Dunia. terj. Abdul Qodir Shaleh. Mirza Media
Pustaka.Yogyakarta.

Sugihartono dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. UNY


Press. Yogyakarta.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning; Teori


dan Aplikasi Paikem. cet. ke-5. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.

Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Pendidikan. PT


Raja Grafindo Persada.Jakarta.

Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. PT Logos


Wacana Ilmu. Jakarta.

139 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Operant conditioning terjadi bila respon terhadap sebuah


stimulus diperkuat. Pada dasarnya operan conditioning
merupakan sistem umpan balik sederhana. Bila reward
(hadiah) atau penguat mengikuti respon terhadap sebuah
stimulus maka respon itu menjadi lebih mungkin muncul
di masa yang akan datang, dan dalam teori Skinner
hukuman dibuang dan diganti dengan penguat negatif.

140 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-11

Judul : Refleks Teori Belajar Behavioristik


dalam Prespektif Islam

Penulis : Izzatur Rusuli

Tahun Terbit : 2014, 38-54hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pencerahan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 8, 1, 2014

141 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Belajar merupakan kebutuhan primer dan berperan


penting dalam kehidupan manusia. Hal ini disebabkan
manusia terlahir tidak mengetahui apa-apa, ia
hanyadibekali potensi jasmaniah dan rohaniah (QS. An-
Nahl:78) sehingga dengan belajar individu mampu
mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut secara
maksimal.Oleh karena itu, belajar ini dilakukan oleh
manusia secara terus-menerus, sepanjang hayat (life long
education), di sekolah maupun di luar sekolah,
dibimbing atau tidak. Premis ini diperkuat oleh
kenyataan bahwa walaupun manusia mempunyai
kelemahan, tetapi di sisi lain ia adalah makhluk yang
dinamis bukan makhluk yang statis (Abror,
1993:63).Dengan kedinamisannya, ia mampu berkreasi
dan menciptakan kemajuan dengan berbagai teknologi
yangcanggih guna mempermudah kehidupannya. Di sini
bisa dikatakan bahwa kualitas hasil prosesperkembangan
manusia itu sangat bergantung pada apa dan bagaimana
ia belajar. Karena dengan belajar, manusia melakukan
perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga
tingkah lakunya berkembang (Ahmadi dan Supriyono,
1991:120).Sementara itu, tinggi rendahnya kualitas
perkembangan manusiaakan menentukan masa depan
peradaban manusia itu sendiri (Syah, 2004:61).Jika
kemampuan belajar umat manusia hilang, maka tidak
akan ada peradaban yang bisa diwariskan kepada anak

142 | P a g e
Anotasi Bibliografi
cucu. Menurut Berkson dan Wettersten (2003: v), hal
idealyang seharusnya terjadi dalam sebuah proses belajar
adalah tidak hanya berupa pemindahan(transfer), tetapi
juga transformasi/pengubahan (transformation); baik itu
pengetahuan, keterampilan, maupun nilai. Oleh karena
itu, belajar harus menyentuh tiga aspek, yaitu kognitif,
psikomotorik dan afektif (Berksondan Wettersten, 2003:
vi). Dengan tiga aspek tersebut, harapannya belajar tidak
hanya sebagai pemenuhan kepuasan intelektual belaka,
melainkan juga mampu berfungsi sebagai transformasi
terhadap tingkah laku individu.

143 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Refleks teori belajar behavioristik dalam


prespektif islam?

Apakah prespektif islam mapu menerma teori belajar


behavioristik?

144 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia


lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan
perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya (Syah,
2004: 104) dan menganggap manusia bersifat
mekanistik, yaitu merespon terhadap lingkungan dengan
kontrol yang terbatas dan mempunyai peran yang sedikit
terhadap dirinya sendiri.Dalam hal ini konsep
behavioristik memandang bahwa perilaku individu
merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan
memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi
belajar dan didukung dengan berbagai penguatan
(reinforcement) untuk mempertahankan perilaku atau
hasil belajar yang dikehendaki (Sanyata, 2012: 3).
Semuanya itu timbul setelah manusia mengalami kontak
dengan alam dan lingkungan sosial budayanya dalam
proses pendidikan. Maka individu akan menjadi pintar,
terampil, dan mempunyai sifat abstrak lainnya
tergantung pada apakah dan bagaimana ia belajar dengan
lingkungannya.

145 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. HASIL PENELITIAN

Menurut teori behavioristik, belajar adalah suatu


perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara
langsung, yang terjadi melalui terkaitnya stimulus-
stimulus dan respon-respon menurut prinsip-prinsip
mekanistik. Cara belajar yang khas ditunjukkan
dengan ”trial and error” atau coba-coba salah dan
mengurangi kesalahan. Di samping itu, para behavioris
menggunakan reinforcement (peneguh) atau satisfiyer
(pembawa kepuasan) dalam mempertahankan tingkah
laku yang dikehendaki. Artinya individu akan belajar
apabila ia melakukan perbuatan yang mendatangkan
reinforcement, jika yang dilakukan tidak mendatangkan
reinforcement,maka perbuatan tersebut tidak akan
dilakukannya, bahkan dihilangkannya. Sebenarnya
teknik conditioning operant-nya Skinner telah
dipergunakan oleh manusia selamaberabad-abad
sebelum ilmuwan ini lahir. Misalnya telah digunakan
oleh orang Arab kuno untuk melatih anjing dan burung
elang berburu. Al-Qur’an telah mengungkapkan hal ini
secara jelas sekaligus mempertimbangkan kemampuan
manusia untuk mengkondisikan binatang-binatang
sebagai salah satu pengajaran Tuhan kepada manusia
(Badri, 1986: 7).xi Walaupun teori ini sudah tersebar ke
berbagai sekolah di berbagai penjuru dunia, namun teori
ini mempunyai beberapa kelemahan. Diantaranya adalah
dalam pandangan behavioris, berpikir hanyalah

146 | P a g e
Anotasi Bibliografi
kumpulan berbagai stimulus dan respon yang terkait
satu dengan lainnya yang tidak lebih dari sekedar
pembicaraan dalam diri individu. Di sini jelas
bahwakaum behavioris beranggapan proses belajar
merupakan proses yang dapat diamati, padahal
sebenarnya proses belajar terjadi di internal individu
sementara yang nampak di luar hanyalah sebagian
gejalanya. Selain itu, dalam teori ini, proses
belajardianggap sebagai sesuatu yang bersifat otomatis-
mekanis, sehingga terkesan menjadikan manusia
bagaikan robot yang harus selalu merespon setiap kali
diberi stimulus. Padahal setiap siswa mempunyai kontrol
diri, kebebasan dan pilihan dalam bertingkah laku,
sehingga wajar jika terkadang ia tidak berkehendak
untuk merespon suatu stimulus. Dalam teori ini, siswa
dianggap pasif, sementara guru bersikap otoriter dan
sebagai sumber pengetahuan. Kelemahan lain teori ini
adalah proses belajar yang ditawarkan merupakan hasil
eksperimen terhadap binatang, yang tentunya kapasitas
binatang jauh berbeda dengan kapasitas manusia yang
dibekali akaloleh Tuhannya (Syah, 2004: 100-101).
Sementara dalam Islam, istilah belajar menggunakan
terminologi ta’allamaatau darasa. Selain itu, istilah
yang sering digunakan dan banyak dijumpai dalam al-
Hadits untuk belajar adalah thalab al-’Ilmu(menuntut
ilmu). Belajar diartikan sebagai proses pencarian ilmu
pengetahuan yang termanifestasikan dalam perbuatan
sehingga terbentuk manusia paripurna. Pengertian ini

147 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mengisyaratkan bahwa Islam telah menempatkan
manusia pada tempat yang sebenarnya. Artinya proses
belajar dalam Islam menuntut peserta didiknya untuk
aktif, tidak pasif dan belajar dilakukan untuk
mengaktualisasikan dirinya menjadi manusia paripurna.
Di samping itu, proses ini tidak mengesampingkan
perbuatan mental manusia, yaitu belajar menuntut
adanya perubahan dalam tingkah laku, dan tingkah laku
seseorang tidak akan berubah tanpa adanya dorongan
dari dalam diri individu itu sendiri. Selain itu, apabila
diamati lebih dalam, eksperimenyang dilakukan oleh
kelompok behavioristik itu karena adanya dorongan
yang bersifat materi. Artinya, binatang yang
dieksperimenkan berkehendak melakukan usaha trial and
error, ataupun operant conditioning karena ingin
mendapatkan makanan yang menggiurkan yang berada
di luar. Dengan demikian, secara implisit tampak bahwa
tujuan teori belajar behavioristik selain dalam rangka
pembentukan kebiasaan, tetapi juga bersifat materialistik.
Apabila reinforcementtidak diberikan lagi, maka
kebiasaan yang sudah dibentuk bisa menjadi musnah.
Hal ini tentu jauh berbeda dengan teori belajar akhlak
dalam Islam. Walaupun pembentukan tingkah
laku/akhlak dalam Islam juga ingin mendapatkan
reward, akan tetapi rewardini tidak bersifat materi
melainkan immateri, yaitu pahala ataupun keridhaan
Tuhannya. Dan dengan reward yang bersifat abstrak ini,
bisa menjadikan pembentukan tingkah laku yang

148 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dikehendaki bersifat kekal dan tidak akan hilang. Hal ini
disebabkan ketika individu muslim yang berharap
keridhaan Tuhannya, maka ia akan berperilaku sebaik
mungkin karena ia sadar bahwa tingkah lakunya
senantiasa dimonitor oleh Tuhannya. Dengan demikian,
individu muslim ini akan komitmen terhadap tingkah
laku baik yang sudah dibentuk. Walaupun demikian,
konsep reinforcementdalam teori behavioristik bisa
diaplikasikan dalamproses pembelajaran bagi anak-anak.
Karena pada masa ini, anak-anak hanya bisa memikirkan
dan menerima hal-hal yang bersifat konkrit dan belum
bisa memikirkan tentang sesuatu yang bersifat abstrak.
Namun demikian, tentunya sebagai pendidik muslim
juga akan berusaha mengenalkan unsur-unsur yang
bersifat ghaib (abstrak) agar anak-anak tidak bersifat
materialistik ke depannya. Berdasarkan perbandingan
antara teori belajar Baratdengan Islam, maka penulis
mencoba mensintesiskan teori belajar behavioristik
dengan teori belajar akhlak dengan mengambil yang
sesuai dengan Islam dan membuang hal-hal yang
bertentangandengan Islam, sehingga muncullah teori
belajar terpadu yang selaras dengan idealisme Islam.
Sintesis Teori Belajar Behavioristik dengan Teori
Belajar AkhlakTeori belajar dapat dipahami sebagai
kumpulan prinsip umum yang saling berhubungan dan
merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan
yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Maka teori
belajar terpadu yang selaras dengan idealisme Islam

149 | P a g e
Anotasi Bibliografi
adalah kumpulan penjelasan tentang prinsip-prinsip
yang berkaitan dengan peristiwa belajar yang bersumber
dari al-Qur’an, al-Sunah, dan khazanah pemikiran
intelektual Islam serta mengambil segi positif dariBarat
yang sesuai dengan idealisme Islam. Teori belajar
Behavioristik-Akhlak ini lebih menekankan kepada
pembentukan perilaku, melalui hubungan antara stimulus
dan respon. Dalam hal ini bisa menggunakan tiga
hukum dalam belajar dari eksperimen Thorndike ini,
yaitu: 1) Law of readiness(hukum kesiapan). Belajar
akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan. Oleh
karena itu, dalam Islam peserta didik yang akan belajar
dianjurkan mempunyai niat yang benar dan berdo’a
terlebih dahulu, sebagai bentuk kesiapan peserta didik
agar dalam aktivitas selanjutnya bisa dilakukan secara
optimal. 2) Law of exercise(hukum latihan), yaitu
belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan
dilakukan. Tentang hal ini, Islam sangat
menghargaiperbuatan yang dilakukan secara terus-
menerus walaupun itu sedikit. Jika dilakukan
secaraterus-menerus akan menjadi kebiasaan yang
selanjutnya menjadi akhlaknya. 3) Law of effect, yaitu
belajar akan bersemangat apabila mengetahuiatau
mendapatkan hasil yang baik. Dalam hal ini,reward
(tsawab) memainkan peran yang dominan, artinya ketika
peserta didik

150 | P a g e
Anotasi Bibliografi
belajar dan ia mendapatkan reward, maka ia akan
senantiasa melakukannya. Akan tetapi, reward dalam
Islam di samping bersifat duniawi (tsawab al-Dunya)
juga bersifat ukhrawi (tsawab al-akhirah) yang bersifat
futuristik, yang akan diberikan kelak di kemudian hari.
Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam makna Surat
Ali ‘Imran, Ayat 148: “Maka Allah berikan ganjaran
kepada mereka di dunia dan akhirat dengan ganjaran
yang baik. Dan Allah mencintai orang-orang yang
berbuat baik”. Selain itu, dalam pembentukan akhlak,
cara yang digunakan adalah uswah hasanahyang
menjadikan nabi Muhammad sebagai role modelutama
dengan menggunakan teknik yang dikemukakan oleh al-
Ghazali, yaitu dengan mengosongkan diri dari sifat-sifat
tercela (takhalli), menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji
(tahalli), dan mengagungkan Allah (tajalli). Adapun cara
yang digunakan oleh Bandura dalam teori belajar sosial
juga bisa kita adaptasi adalah proses perkembangan
sosial dan moral pesertadidik dengan mengadakan
conditioning(pembiasaan merespon) dan
imitation(peniruan). Dalam conditioning ini diperlukan
adanya reward (ganjaran) dan punishment(hukuman).

151 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. DAFTAR PUSTAKA

Abror, Abd. Rahman. (1993).Psikologi Pendidikan.


Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Ahmadi, Abu., dan Supriyono,Widodo.(1991). Psikologi


Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ahmadi, Abu. (1998).Psikologi Umum. Jakarta: Rineka


Cipta.

Al-Attas, Syed M. Naquib. (1989). Islam dan Filsafat


Sains. Bandung: Mizan.

Ancok, Djamaludin., dan Nashori S.Fuat.(1995).


Psikologi Islami; Solusi Islam atas Problem-
ProblemPsikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. cet. 2.

Badri, Malik.(1986). Dilema Psikolog Muslim, terj. Siti


Zainab Luxfiati. Jakarta: PT. Temprint.

Badri, Malik.(1996). Tafakkur; Perspektif Psikologi


Islam, terj. Usman Syihab. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Bakar, Osman.(1994). Tauhid dan Sains; Esai-Esai


tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam. Bandung:
Pustaka Hidayah.

Berkson, William., dan Wettersten, John. (2003).


Psikologi Belajar dan Filsafat Ilmu Karl Popper. Terj.

152 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Qalam.

Bukhori. (1992).Shahih al-Bukhori, jilid 1;


kitab ’Ilmu.Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah.

Dahar, Ratna Wilis. (1988). Teori-Teori Belajar.


Jakarta: Depdikbud Dirjend Lembaga Tenaga
Kependidikan.

Langgulung, Hasan. (1988). Asas-Asas Pendidikan Islam.


Jakarta: Al-Husna.

Ma’luf, Louis. (1986). Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-


A’la.Beirut: Dar Al- Masyriq.

Mahmud, M. Dimyati.(1989). Psikologi


Pendidikan.Jakarta: Depdikbud.

Majah, Ibnu. (1995). Sunan Ibnu Majah, jilid 2; Kitab


Ruhun. Beirut: Dar Al-Fikri.

Muhaimin. (2002). Paradigma Pendidikan Islam; Upaya


mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet. 2.

Muhaimin.(2003). Arah Baru Pengembangan


Pendidikan Islam; Pemberdayaan, Pengembangan
Kurikulum hingga Redefinisi Islamisasi
Pengetahuan.Bandung: Nuansa.

153 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Muhajir, Noeng.(2002). Metodologi Penelitian Kualitatif.
eds. IV. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Najati, Moh. Ustman. (2002). Jiwa Manusia dalam


Sorotan Al-Qur’an. Terj. Ibn Ibrahim. Jakarta: CV.
Cendekia Sentra.

Nizar,Samsul. (2002). Filsafat Pendidikan Islam:


Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis.Jakarta: Ciputat
Pers.

Sanyata, Sigit. (2012). Teori dan aplikasi pendekatan


behavioristik dalam konseling. Jurnal Paradigma, 14: 1-
11.

Soemanto, Wasty. (1990). Psikologi Pendidikan;


Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. Cet. 3.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2003).Landasan Psikologi


Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suryabrata, Sumadi. (1990). Psikologi Pendidikan.


Jakarta: Rajawali Pers. Cet.5.

Suyudi, M. (2005). Pendidikan dalam Perspektif Al-


Qur’an: Integrasi Epistemologi Bayani, Burhani dan

Irfani. Yogyakarta: Mi’raj.

154 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Syah, Muhibbin.(2004). Psikologi Belajar. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. Cet.3.

Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. (1996). Dasar-


Dasar Kependidikan Islam (Suatu Pengantar Ilmu
Pendidikan Islam). Surabaya: Karya Abditama.

Untung, Slamet. (2005). Muhammad Sang Pendidik.


Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Wan Daud, Wan Mohd Nor. (2003). Filsafat dan Praktik


Pendidikan Islam Syed Naquib al-Attas,Terj.

Hamid Fahmi. Bandung: Mizan.

Winkel, W.S. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT.


Grasindo.

155 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. KOMENTAR

Dalam jurnal ini teori belajar Barat lebih menonjolkan


pada gejala-gejala yang berkaitan dengan peristiwa
belajar yang dapat diamati dan dibuktikan secara empiris,
diukur secara kuantitatif, dan cenderung bersifat
materialistik-pragmatis. Dalam hal ini teori belajar
behavioristik yang menjadikan manusia bersifat
mekanistik-deterministik yang menjadikan manusia
sebagai robot dalam proses pembelajaran sementara
minus spiritual. Agak kurang cocok dengan
pembelajaran umat islam yang bersifat lebih spiritualis.

156 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-12

Judul : Penerapan Model Problem Based


Learning (PBL) pada Pembelajaran
Hukum –Hukum Dasar Kimia
Ditinjau dari Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa Kelas X IPA SMA
Negeri 2 Surakarta Tahun
Pembelajaran 2013/2014

Penulis : Ratna Rosidah Tri Wasonowati, Tri


Redjeki, Sri Retno Dwi Ariani

Tahun Terbit : 2014, 66-75 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 3, 3, 2014

157 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan aspek penting dalam


mencerdaskan kehidupan bangsa. Peningkatan dan
perbaikan mutu pendidikan tidak dapat terlepas dari
berbagai upaya. Salah satunya upaya yang pemerintah
adalah menerapkan dan mengembangkan kurikulum
berbasis kompetensi pada tahun 2004 dan 2006 menjadi
kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ditetapkan sebagai
bagian meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia di
seluruh jenjang yang dinilai dari tiga ranah kompetensi,
yaitu: pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Tahap
pelaksanaankurikulum 2013 berfokus pada kegiatan
aktif siswa melalui suatu proses ilmiah dengan tujuan
agar pembelajaran tidak hanya menciptakan peserta
didik yang mempunyai kompetensi pengetahuansaja,
tetapi juga mampu menciptakan peserta didik yang baik
dalam sikap dan keterampilan [1].Masalah utama
pembelajaran yang masih banyak ditemui adalah
tentang rendahnya hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan kajian data, diketahui bahwa hasil belajar
siswa SMA/sederajat masih rendah dalam hal
pencapaian nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM
75),terutama untuk mata pelajaran MIPA. Kimia
merupakan salah satu cabang pelajaran MIPA yang
masih banyak dianggap sulit. Mata pelajaran kimia
merupakan produk pengetahuan alamyang berupa fakta,
teori, prinsip, dan hukum dari proses kerja ilmiah. Jadi,

158 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dalam pelaksanaan pembelajaran kimia harus
mencakup tiga aspek utama yaitu:produk, proses, dan
sikap ilmiah. Siswa seringkali kesulitan memahami
materi kimia karena bersifat abstrak. Kesulitanyang
tersebut dapat membawa dampak yang kurang baik
bagi pemahaman siswa mengenai berbagai konsep
kimia, karena pada dasarnya fakta-fakta yang bersifat
abstrak merupakan penjelasan bagi fakta-fakta dan
konsep konkret. Salah satuindikator dari kelemahan
kegiatan pembelajaran berkaitan dengan implementasi
belajar, yaitu lemahnya proses pembelajaran yang
berlangsung. Proses pembelajaran yang selama ini
berlangsung kurang mendorong kegiatan siswa untuk
dapat terlibat dan aktif mengembangkan pengetahuan
karena kegiatan masih sering didominasi guru

159 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Penerapan Model Problem Based Learning


(PBL) pada Pembelajaran Hukum –Hukum Dasar Kimia
Ditinjau dari Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X
IPA SMA Negeri 2 Surakarta Tahun Pembelajaran
2013/2014?

160 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Menurut Ramson [2], situasi dan proses belajar yang


pasif tidak akan mampu mengembangkan keterampilan
siswa untuk berpikir konstruktivis dalam membangun
ide dan konsep, sehinggamengakibatkan kurangnya
aktivitas dan kreativitas siswa. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan para siswa menjadi pasif karena mereka
cenderung hanya menghafal, akibatnya siswa hanya
pandai secara teoritis tetapi lemah dalam aplikasi. Oleh
karena itu, siswa perlu dibiasakan mengkonstruksi
pengetahuan melalui pengalaman langsung dan
nyatatidak hanya menalar. Menurut Pribadi [3],proses
belajar yang berlandaskan pada teori-teori belajar
konstruktivisme dapat membangun ide dan
pemahaman siswa dan memberikan makna terhadap
informasi dan peristiwa yang dialami karena siswa
dilatih untuk berpikir kreatif dalam menghadapi
masalah.Berdasarkan data hasil diskusi dengan siswa
dan guru kimia SMA Negeri 2 Surakarta pada tanggal
24 Desember 2013, diketahui permasalahan yang terjadi
dan dihadapi dalam kegiatan belajar pada materi
hukum-hukum dasar kimia. Beberapa permasalahan
tersebut antara lain adalah: 1) Penyajian materi masih
sering dilakukan dengan metodeceramah dan diskusi
yang menjadikan guru sebagai pusat belajar (teacher
centered), 2) Keterlibatan siswa yang masih rendah
dalam kegiatan belajar, dimana siswa terbiasa hanya

161 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mencatat dan mendengarkan guru, 3) Kurangnya
pemanfaatan laboratorium serta sarana prasarana lain
yang ada, 4) Kurangnya referensi dan sumber belajar
yang baik bagi siswa, 5) Kurangnya motivasi siswa
dalam kegiatan belajar karena kegiatan yang
berlangsung terkesan monoton dan membosankan, 6)
Konsep-konsep yang tertanam dalam diri siswa lemah,
karena mereka cenderung hanya menghafal konsep
tanpa memahami. Berdasarkan permasalahan tersebut,
maka diperlukan tindakan pada tahap eksplorasi untuk
memperbaiki kualitas dari proses dan produk belajar
siswa agar menjadi lebih baik. Salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar tersebut
yaitu dengan penerapan suatu model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi
siswa [5].

162 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Kurikulum 2013 disusun dengan tujuan membentuk


peserta didik yang unggul dalam 3 ranah kompetensi
yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.Hasil belajar
siswa yang diamati pada penelitian ini ada 3 ranah
kompetensi, yaitu sikap (spiritual, jujur, toleransi,
kerjasama, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, dan
santun), keterampilan mencakup proses dan produk
ilmiah, dan pengetahuan metakognitif siswa, sedangkan
proses pembelajaran ditinjau dari aktivitas siswa yaitu
visual, oral, writing, listening, mental, dan
emotional.Kompetensi-kompetensi peserta didik tersebut
dapat dikatakan tercapai baik apabila persentase
ketercapaian yang diperoleh adalah sebesar 75%
[1].Tahap orientasi dilakukan dengan menyusun dan
memvalidasi instrumen pembelajaran dan penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen
pembelajaran meliputi silabus, RPP, dan LKS berbasis
PBL. Silabus yang digunakan adalah silabus kurikulum
2013 pelajaran kimia peminatan bidang IPA pada materi
pokok hukum-hukum dasar kimia dan merupakan
pedoman penyusunan RPP. RPP disusun dengan
rencana 4 kali pertemuan dalam waktu x45 menit. RPP
mencakup 3 kali pertemuan pembelajaran dan 1 kali
pertemuan untuk tes evaluasi siswa. Pembelajaran PBL
dilaksanakan dengankegiatan praktikum dan diskusi.
Instrumen penilaian hasil belajar

163 | P a g e
Anotasi Bibliografi
(sikap, keterampilan, dan pengetahuan) dan aktivitas
siswa adalah soal tes, angket, dan lembar observasi.
Evaluasi hasil belajar siswa ranah pengetahuan
dilakukan dengan tes soal pilihan ganda, angket
digunakan untuk menilai aktivitas dan ranah sikap siswa
(penilaian diri sendiri dan antarteman), sedangkan
lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas,
ranah sikap, dan keterampilan siswa selama
kegiatan.Materi pelajaran kimia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hukum-hukum dasar kimia yang
meliputihukum kekekalan massa, perbandingan tetap,
hukum kelipatan perbandingan, hukum penggabungan
volume Gay Lussac, dan hukum Avogadro. Semua
hukum dasar tersebut saling berkaitan dan merupakan
dasar dari penentuan reaksi-reaksi kimia. Oleh karena
itu, dalam mempelajarinya diperlukan cara berpikir dan
analisis yang tinggi untuk membangun serta mengaitkan
konsep hukum satu dan yang lain melalui kegiatan-
kegiatan ilmiah agar seluruh konsep mampu tertanam
kuat di dalam pikiran siswa, teori ini sesuai dengan teori
konstruktivisme [5], sehingga untuk mencapai tujuan
tersebut diterapkan model PBL pada tahap pelaksanaan

164 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Kurikulum 2013 disusun dengan tujuan membentuk


peserta didik yang unggul dalam 3 ranah kompetensi
yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.Hasil belajar
siswa yang diamati pada penelitian ini ada 3 ranah
kompetensi, yaitu sikap (spiritual, jujur, toleransi,
kerjasama, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, dan
santun), keterampilan mencakup proses dan produk
ilmiah, dan pengetahuan metakognitif siswa, sedangkan
proses pembelajaran ditinjau dari aktivitas siswa yaitu
visual, oral, writing, listening, mental, dan
emotional.Kompetensi-kompetensi peserta didik tersebut
dapat dikatakan tercapai baik apabila persentase
ketercapaian yang diperoleh adalah sebesar 75%
[1].Tahap orientasi dilakukan dengan menyusun dan
memvalidasi instrumen pembelajaran dan penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen
pembelajaran meliputi silabus, RPP, dan LKS berbasis
PBL. Silabus yang digunakan adalah silabus kurikulum
2013 pelajaran kimia peminatan bidang IPA pada materi
pokok hukum-hukum dasar kimia dan merupakan
pedoman penyusunan RPP. RPP disusun dengan
rencana 4 kali pertemuan dalam waktu 2x45 menit. RPP
mencakup 3 kali pertemuan pembelajaran dan 1 kali
pertemuan untuk tes evaluasi siswa. Pembelajaran PBL
dilaksanakan dengankegiatan praktikum dan diskusi.
Instrumen penilaian hasil belajar

165 | P a g e
Anotasi Bibliografi
(sikap, keterampilan, dan pengetahuan) dan aktivitas
siswa adalah soal tes, angket, dan lembar observasi.
Evaluasi hasil belajar siswa ranah pengetahuan
dilakukan dengan tes soal pilihan ganda, angket
digunakan untuk menilai aktivitas dan ranah sikap siswa
(penilaian diri sendiri dan antarteman), sedangkan
lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas,
ranah sikap, dan keterampilan siswa selama
kegiatan.Materi pelajaran kimia yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hukum-hukum dasar kimia yang
meliputihukum kekekalan massa, perbandingan tetap,
hukum kelipatan perbandingan, hukum penggabungan
volume Gay Lussac, dan hukum Avogadro. Semua
hukum dasar tersebut saling berkaitan dan merupakan
dasar dari penentuan reaksi-reaksi kimia. Oleh karena
itu, dalam mempelajarinya diperlukan cara berpikir dan
analisis yang tinggi untuk membangun serta mengaitkan
konsep hukum satu dan yang lain melalui kegiatan-
kegiatan ilmiah agar seluruh konsep mampu tertanam
kuat di dalam pikiran siswa, teori ini sesuai dengan teori
konstruktivisme [5], sehingga untuk mencapai tujuan
tersebut diterapkan model PBL pada tahap pelaksanaan.
Pelaksanaan pembelajaran PBL diterapkan dalam
kelompok-kelompok belajar. Kelompok tersebut terdiri
dari 8 kelompok dengan anggota sebanyak 4 orang siswa.
Pembagian kelompok dilakukan secara acak dan
heterogen

166 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dengan tujuan agar setiap siswa kelompok bawah
maupun kelompok atas mempunyai kesempatan yang
sama untuk mengembangkan pengetahuan yang
dimiliki. Pembagian kelompok belajar ini didasarkan
pada teori belajar Vygotsky bahwa kegiatan belajar
individu akan mempunyai hasil yang lebih baik apabila
dilaksanakan melalui kegiatan bersama (co-
constructivisme) [5]. Hal ini sesuai dengan hakikat
pembelajaran PBL yang dilaksanakan dalam penelitian
dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk
bekerja dan berbagi pengetahuan melalui kegiatan
kelompok yaitu praktikum dan diskusi.Pembelajaran
juga dilaksanakan dengan menggunakan media berupa
LKS berbasis PBL untuk membantu memperlancar
jalannya kegiatan. LKS PBL tersebut telah disajikan
tujuan pembelajaran, petunjuk, cara kerja, data
pengamatan, masalah dan data ilmiah, lembar tugas
individu dan diskusi yang harus dipecahkan bersama
sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih teratur
serta dapat meningkatkan kerjasama dan tanggung jawab
siswa dalam menemukan konsep.Pokok bahasan
pertama adalah hukum kekekalan massa (Lavoisier).
Indikator pembelajaran pada pertemuan ini adalah
membuktikan berdasarkan percobaan bahwa massa zat
sebelum dan sesudah reaksi tetap. Langkah yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran
tersebut adalah dengan melakukan pembuktian dan
pengamatan

167 | P a g e
Anotasi Bibliografi
langsung melalui kegiatan praktikum.Rata-rata nilai
posttest hukum kekekalan massa adalah 77,06 dengan
56,25% siswa yang mencapai nilai KKM (75).Secara
umum, aktivitas siswa pada pertemuan pertama ini
tergolong baik dengan rata-rata nilai yang diperoleh
siswa adalah sebesar 80,75. Walaupun begitu, masih ada
siswa yang enggan terlibat dalam kegiatan pembelajaran,
beberapa siswa melakukan aktivitas lain seperti
berbicara dengan teman, tidur, bermain, bahkan ada
beberapa siswa yang mengerjakan tugas pelajaran lain.
Namun, setelah dilaksanakan praktikum, aktivitas siswa
semakin membaik, siswa yang awalnya pasif terlihat
bersemangat dan ikut terlibat aktif saat praktikum.

168 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

[1] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013,


Kurikulum 2013 SMA: Pedoman Khusus dalam
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran
Kimia

[2] Ramson, A, 2010, Model Pembelajaran


Konstruktivis untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP pada Topik
Cahaya, Tesis, Bandung, UPI

[3] Pribadi, B, 2009, Model Desain Sistem


Pembelajaran, Jakarta, 17-30

[4] Gijselaers, W, 1996, American Journal of Physics,


60 (7), 13-21

[5] Trianto, 2011, Model Pembelajaran Inovatif dan


Implementasinya pada Sekolah Menengah Atas,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 29-30

[6] Sardiman, 2009, Interaksi dan Motivasi Belajar


Mengajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 70-102

[7] Suardana, I, 2006, Jurnal Pendidikan dan


Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 4 TH XXXIX
Oktober 2006, ISSN 0215 – 8250

[8] Lightner, B. & Willi, K. 2007, College

169 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Teaching, 5(5), 5-18

[9] Sahala, S, 2010, Jurnal Matematika dan IPA, 1 (2),


80-100

[10] Mergendoller, M. & Bellisimo, J., 2006, The


Interdisciplinary Journal of Problem-based Learing, 1(2),
49-69

[11] Bridges, M. & Hallinger, M., 1996, American


Journal of Physics, 60 (7),53-62

[12] Belland, B,. Ertmer, K., & Klein, A., 2006, The
Interdisciplinary Journal of Problem-based Learing, 1(2),
1-18

[13] Sukmadinata, 2011, Landasan Psikologi Proses


Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 60-90

[14] Sutopo, 2006, Penelitian Kualitatif: Dasar Teori


dan Terapannya dalam Penelitian, Surakarta, 45-90

[15] Gregory, R.W., 2007, Psychological Testing:


History, Principles, and Applications, 5th Edition,
Boston, 121-125

[16] Departemen Pendidikan Nasional, 2012, Pedoman


Khusus Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian
Berbasis Kompetensi untuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Jakarta

170 | P a g e
Anotasi Bibliografi
[17] Sudijono, A, 2008, Pengantar Evaluasi Pendidikan,
Jakarta, Raja Gravindo Persada, 250-255

[18] Miles, M. & Huberman, K., 1992, Analisis Data


Kualitatif, Jakarta, 15-20

171 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Hasil belajar siswa pada ranah pengetahuan, sikap, dan


keterampilan siswa dengan model PBL dilengkapi LKS
dikategorikan baik dengan persentase siswa yang
mencapai kompetensi inti kurikulum 2013 berturut-turut
adalah 78%, 81,24% dan 78,13%. Berdasarkan hasil
penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran
bagi \guru dalam melaksanakan model PBL yaitu: 1)
Guru hendaknya dapat selalu membangun minat dan
motivasi siswa, 2)Mampu memanfaatkan fasilitas dan
prasana yang ada, dan 3) Menyediakan atau menyusun
media pembelajaran yang menarik bagi siswa. Jadi pada
intinya BPL dapat diterapkan dengan baik namun hanya
sedikit siswa saja yang kuang memahaminya.

172 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-13

Judul : Efektivitas metode Problem-Based


Learning dalam Pembelajaran Mata
Kuliah Teori Psikologi Kepribadian

Penulis : Supratikya, Titik Kristiyani

Tahun Terbit : 2014, 17-32 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Psikologi

Vol, Nomor, Tahun : vol. 33, 1, 2014

173 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Pembelajaran merupakan salah satu kegiatan pokok


setiap perguruan tinggi.Di lingkungan perguruan tinggi
di berbagai negara marak gerakan ke arah quality
teaching and learning (Halpern, 1997). Orang berusaha
mengembangkan berbagai pendekatan pembelajaran
baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan pembelajar dan
tuntutan masyarakat. Tujuannya adalah meningkatkan
mutu serta relevansi pembelajaran di pergu-ruan tinggi,
khususnya pada jenjang undergraduate atau setara
program S-1 di Tanah Air. Salah satu metode pembe-
lajaran baru yang juga menjadi fokus penelitian ini
adalah problem-based learning (PBL) atau
pembelajaran berbasis problem (Ross, 1991; Boud &
Feletti, 1991).Hakikat PBL adalah memfasilitasi
pembelajar agar mengalami pembela-jaran sebagai hasil
dari proses bekerja dalam rangka memahami atau meme-
cahkan suatu problem (Ross, 1991). Dengan kata lain,
PBL adalah strategi untuk mengonstruksi atau
menumbuh-kan kompetensi tertentu dengan meng-
gunakan problem sebagai stimulus seka-ligus fokus

174 | P a g e
Anotasi Bibliografi
aktivitas belajar si pembe-lajar (Boud & Feletti, 1991).
Pendekatan pembelajaran semacam ini sejalan dengan
kebijakan Pemerintah yang menekankan pengembangan
kurikulum dan pembelajaran yang berbasis kompe-tensi
dalam seluruh sistem pendidikan formal nasional,
termasuk pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana
diatur dalam keputusan Menteri Pendidikan Nasional
nomor 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan
tinggi. Sasaran pokok khas PBL adalah: (1) mendorong
pembelajar memanfaatkan aneka sumber belajar secara
multi dan interdisipliner; (2) mendorong tumbuh-nya
self-directed learning dalam diri pembelajar; dan (3)
menumbuhkan kom-petensi dalam menganalisis dan
mene-mukan solusi atas problem-problem yang menjadi
bidang keahliannya (van den Bosch & Gijselaers, 1993).

175 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Apa efektivitas dari penerapan metode Problem-Based


Learning dalam Pembelajaran Mata Kuliah Teori
Psikologi Kepribadian?

Apa dampak yang dirasakan setelah penggunaan metode


Problem-Based Learning?

176 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

PBL akan sangat efektif untuk penye-lenggaraan gugus


mata kuliah yang bersifat praktek. Maka kiranya menarik
untuk meneliti sejauh mana metode pembelajaran
berbasis problem ini juga efektif untuk pembelajaran
jenis mata kuliah yang bersifat teori. Penelitian ini
bertujuan mengungkap efektivitas meto-de PBL untuk
pembelajaran mata kuliah Psikologi Kepribadian II
dalam kuriku-lum program studi S-1 Psikologi. Mata
kuliah ini bertujuan mengenalkan kon-sep-konsep
tentang struktur kepriba-dian, proses kepribadian,
perkembangan kepribadian, psikopatologi atau gang-
guan kepribadian, serta psikoterapi atau perubahan
kepribadian sebagaimana dikemukakan oleh tujuh
kelompok teo-retikus kepribadian yang lazim terdapat
dalam buku teks utama Psikologi Kepribadian (Hall &
Lindzey, 1993a; 1993b). Mereka adalah: (1) John
Dollard & Neil Miller; (2) B.F. Skinner; (3) Kurt Lewin;
(4) Abraham Maslow; (5) Carl Rogers; (6) Ludwig
Binswanger & Medard Boss; dan, sebagai representasi
dari psikologi Timur (7) Ki Ageng Suryamentaram
(1985).

177 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Materi. Materi mata kuliah Psikologi Kepribadian II


berbobot 3 sks/3 jp meliputi pandangan tujuh kelompok
teoretikus tentang kepribadian. Mereka adalah: (1) John
Dollard & Neil Miller; (2) B.F. Skinner; (3) Kurt Lewin;
(4) Abraham Maslow; (5) Carl Rogers; (6) Ludwig
Binswanger & Medard Boss; keenam kelompok teori ini
dipandang merepresentasikan psikologi mainstreamatau
Barat, yang pertama dan kedua mewakili perspektif
belajar stimulus-repon/behavioristik, yang kedua mewa-
kili perspektif Gestalt-medan, yang keempat dan kelima
mewakili perspektif organismik-humanistik, dan yang
kee-nam mewakili perspektif eksistensial; serta (7) Ki
Ageng Suryamentaram merepresentasikan psikologi
Timur. Pembahasan masing-masing pandangan atau teori
diorganisasikan berdasarkan lima dimensi kepribadian
(Pervin, 1980, dalam Supratiknya, dalam Hall & Lindzey,
1993a; 1993b), yaitu: (1) struk-tur kepribadian; (2)
proses atau dina-mika kepribadian; (3) perkembangan
kepribadian; (4) psikopatologi atau gangguan
kepribadian; dan (5) psiko-terapi atau perubahan
kepribadian.

178 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Sebelum analisis data perlu dila-kukan uji asumsi yang


relevan terhadap data utama sebagai syarat penerapan uji
perbedaan Mean dengan teknik statistik parametrik,
khususnya uji normalitas distribusi dan homogenitas
varians data utama. Uji normalitas dengan teknik
Kolmogorov-Smirnov terhadap data utama di tiga kelas
menunjukkan bahwa baik data prestasi belajar (rerata p =
0, 879) maupun kepuasan belajar (rerata p = 0,694)
terbukti memenuhi asumsi mengikuti distribusi normal.
Uji homogenitas varians dengan teknik Levene terhadap
data utama di tiga kelas juga menunjukkan bahwa baik
data prestasi belajar (rerata p = 0,482) maupun kepuasan
kerja (rerata p = 0,246) terbukti memenuhi asumsi
homogenitas varians. Perbedaan Efektivitas Metode PBL
dan Metode TradisionalSeperti sudah dipaparkan, efekti-
vitas masing-masing metode pembe-lajaran diungkap
dengan dua metode: (1) outcome-oriented assessment;
dan (2) process-oriented assessment. Efektivitas hasil
diinferensikan dari prestasi belajarsebagaimana diukur
dengan Tes Prestasi (TP). Efektivitas proses
diinferensikan berdasarkan dua indikator: (1) kepuasan
belajar sebagaimana diukur dengan Skala Penilaian
Kegiatan Belajar (SPKB); dan (2) jumlah jam kerja
kelompok di luar kelas sebagaimana dipantau lewat
pengisian lembar Daftar Hadir Kerja Kelompok (DHKK).
Maka untuk mengungkap perbedaan efektivitas metode

179 | P a g e
Anotasi Bibliografi
PBL dan metode tradisional ditempuh strategi sebagai
berikut.Efektivitas Hasil. Pengungkapan perbedaan
kedua metode pembelajaran ditinjau dari sudut
perbedaan efektivitas hasilnya dilakukan lewat uji
perbedaan prestasi belajar Subjek yang dikenai
pembelajaran dengan metode PBL dan yang dikenai
pembelajaran dengan metode tradisional, baik yang
diampu oleh dosen yang sama (kelas A versus C)
maupun yang diampu oleh dosen yang berbeda (kelas B
versus C). Uji perbedaan dua kelas yang dikenai metode
pembelajaran berbeda namun diampu oleh dosen yang
sama menunjukkan bahwa prestasi belajar kelas A yang
dikenai metode PBL (= 64,16; SD = 11,83) lebih tinggi
dibandingkan kelas C yang dikenai metode tradisional (=
61,95; SD = 12,24), namun perbedaan itu terbukti tidak
signifikan (tAC:62;0,05= 0,694; p = 0,490). Sebaliknya,
uji perbedaan dua kelas yang dikenai metode
pembelajaran berbeda dan diampu oleh dosen yang
berbeda menunjukkan bahwa prestasi belajar kelas B
yang dikenai metode PBL oleh dosen yunior-perempuan-
easy-going( = 69,45; SD = 10,49) lebih tinggi
dibandingkan kelas C yang dikenai metode tradisional
oleh dosen senior-lelaki-demanding ( = 61,95; SD =
12,24) dan perbedaan itu terbukti signifikan
(tBC:63;0,05= 2,554; p = 0,013). Temuan ini
memberikan indikasi bahkan evidensi bahwa metode
PBL lebih efektif dibandingkan metode tradisional untuk

180 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pembelajaran mata kuliah teori, dalam hal ini Psikologi
Kepribadian II.Perbedaan prestasi belajar kelas A-PBL
dan kelas C-tradisional di bawah asuhan dosen senior-
lelaki-demandingyang tidak signifikan diduga bersumber
dari perbedaan yang kurang tajam menyangkut format
penyelenggaraan masing-masing metode.
Penyelenggara-an metode tradisional pada kenyataan-
nya kurang mengutamakan teknik-teknik tradisional
yang sebenarnya, khususnya berupa penjelasan tentang
materi oleh dosen lewat ceramah-ceramah panjang
melainkan juga cenderung menekankan kerja kelompok
seperti pada metode PBL. Dalam metode tradisional
memang tidak disediakan kasus sebagai fokus belajar
seperti pada metode PBL, namun kenyataannya masing-
masing kelompok diijinkan menggunakan sumber
khususnya beru-pa film baik film dokumenter maupun
cerita yang mereka pilih sendiri sebagai ilustrasi atau
konteks untuk memudah-kan mereka memahami materi.
Diduga pengalaman belajar kedua kelompok Subjek di
dua kelas yang dirancang berbeda kenyataannya
memiliki lebih banyak kesamaan daripada perbedaan.
Maka, kendati prestasi belajar kelas A-PBL lebih tinggi
dibandingkan kelas C-tradisional namun perbedaan itu
tidak signifikan.

181 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Agus Santosa. 2005. Memoar biru Gie. Yogyakarta:


Gradien Books.Boud, D. & Feletti, G.I. 1991. Introduc-
tion. Dalam D. Boud & G.I. Feletti (Eds.), The
challenge of problem-based learning (h. 13-20). New
York: St. Martin’s Press.

Frijns, P. & de Graaf, E. 1993. The assessment of study


results in a problem-based curriculum. Dalam E. de
Graaf & P.A.J. Bouhuijs (Eds.), Implementation of
problem-based learn-ing in higher education (h. 57-62).
Amsterdam: Thesis Publication.

Hall, C.S. & Lindzey, G. 1993(a). Psikologi kepribadian


2. Teori-teori holistik (Organismik-fenomenologis)(A.
Supratiknya, Editor). Yogyakarta: Kanisius.

Hall, C.S. & Lindzey, G. 1993(b). Psikologikepribadian


3. Teori-teori sifat dan behavioristik (A. Supratiknya,
Editor). Yogyakarta: Kanisius.

Halpern, D. 1997. The great society. Newsletter of the


Society for the Teaching of Psychology.Keputusan
Mendiknas RI Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum
Inti Pendidikan Tinggi (2002, 2 April). Jakarta:
Depdiknas.

Ki Ageng Suryamentaram. 1985. Ajaran-ajaran Ki


Ageng Suryamentaram. Jilid II. Jakarta: Inti Idayu Press.

182 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Little, S.E. & Sauer, C. 1991. Organi-zational and
institutional impedi-ments to problem-based approach.
Dalam D. Boud & G.I. Feletti (Eds.), The challenge of
problem-based learning h. 89-95). New York: St.
Martin’s Press.

Maitland, B. 1991. Problem-based learning for an


architecture degree. Dalam D. Boud & G.I. Feletti (Eds.),
The challenge of problem-based learning (h. 203-210).
New York: St. Martin’s Press.Peraturan Pemerintah RI
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (2005, 16 Mei). Jakarta: Sinar Grafika.

Ross, B. 1991. Towards a framework for problem-based


curricula. Dalam D. Boud & G.I. Feletti (Eds.), The
challenge of problem-based learning (h. 34-41). New
York: St. Martin’s Press.

Schwartz, P. 1991. Preserving with problem-based


learning. Dalam D. Boud & G.I. Feletti (Eds.), The
challenge of problem-based learning (h.65-71). New
York: St. Martin’s Press.

Soe Hok Gie. 2005. Catatan seorang demonstran.


Jakarta: LP3ES.Supratiknya, A., Henrietta, P., & Titik

Kristiyani 2006. Problem-based learn-ing dalam


pembelajaran mata kuliah Psikologi Kepribadian II.
Laporan penelitian, tidak dipublikasikan. Swanson, D.B.,
Case, S.M. & van der Vleuten, C.P.M. 1991. Strategies

183 | P a g e
Anotasi Bibliografi
for student assessment. Dalam D. Boud & G.I. Feletti
(Eds.), The challenge of problem-based learning (h.
260-273). New York: St. Martin’s Press.

Van den Bosch, H. & Gijselaers, W.H. 1993. The


introduction of problem-based learning in the faculty of
policy and administrative sciences: A management
approach. Dalam E. de Graaf & P.A.J. Bouhuijs (Eds.),
Implementation of problem-based learning in higher
education (h. 31-37). Amsterdam: Thesis Publication

184 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Kiranya ada hubungan positif langsung antara jumlah


jam belajar dan prestasi belajar tanpa dipengaruhi oleh
faktor perbe-daan metode pembelajaran maupun dosen;
sebaliknya, hubungan antara kepuasan belajar dan hasil
belajar kiranya cenderung kompleks dengan melibatkan
interaksi dengan aneka faktor lain khususnya perbedaan
metode pembelajaran dan perbedaan dosen berserta
berbagai aspek kompetensinya. Kompleksitas hubungan
antara hasil dan proses belajar, terutama aspek kepuasan
belajar, yang melibatkan faktor dosen baik dalam
pembelajaran PBL pada mata kuliah teori seperti
Psikologi Kepri-badian II ini khususnya maupun dalam
pembelajaran mata kuliah pada umum-nya kiranya masih
perlu dan menarik untuk diteliti.

185 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-14

Judul : Gaya Belajar Homeschooling (Studi


pada Keluarga Pelaku Homescholling)

Penulis : Alfin Miftahul Khair dan Galih Fajar


Fadillah

Tahun Terbit : 2017, 39-48 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Psikologi

Vol, Nomor, Tahun : vol. 6, 2, 2017

186 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Orangtua sebagai lingkungan pertama bagi anak dalam


kandungan (prenatal), yang memikul tanggungjawab
terhadap pelaksanaan kehidupan bagi anak. Keadaan dan
sikap orangtua terhadap anak dalam kandungan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan jiwa anak di
kemudian hari. Bagi seorang ibu yang memiliki
kedekatan paling erat dengan anaknya. Dari
mengandung, melahirkan, menyusui dan mendidik
anaknya. Kaum ibulah yang lebih mengetahui potensi
anak-anaknya. Ia yang memiliki kepekaan terhadap
apapun perubahan yang terjadi pada anaknya. Bisa
dikatakan ibu adalah lembaga pendidikan yang pertama
dan utama bagi sang anak. Faktor keluarga benar-benar
memberikan pengaruh yang sangat besar bagi anak.
Keluarga sebagai lingkungan awal anak sangat
berpengaruh terhadap pendidikan anak ( Patmonodewo,
S. 2000; Sandjaja, S. 2001; Sudono, A. 2000). Oleh
karena itu situasi yang baik harus diciptakan yaitu situasi
terdidik, dan dalam hal ini dituntut kesadaran dari
orangtua selaku penanggungjawab atas anak-anaknya.
Orangtua menjadi basis nilai bagi anak (Friedman, D.,
Hechter, M., & Kanazawa, S. 1994; Sharpley, C. F.,
Bitsika, V., & Efremidis, B. 1997) . Sehingga orangtua
harus meluangkan waktu dan menyiasatinya agar setiap
waktu yang diberikan kepada anak-anaknya menjadi
bermakna. Praktisi pendidikan Henly Sutopo Sitepu

187 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mengatakan bahwa persentuhan anak yang pertama
adalah dengan keluarga. Keluarga memiliki banyak
waktu untuk mengembangkan anak. Nilai-nilai yang
ditanamkan orangtua akan lebih banyak dicerna dan
dianut oleh anak (Sintha, 2000). Memberikan pendidikan
terbaik untuk anak adalah dambaan setiap orangtua.
Mereka ketika memegang peranan pendidik di
lingkungan keluarga, anak sudah mencapai usia sekolah
minimal pra-sekolah. Tapi kebanyakan dari orangtua
saat ini yang kecewa dan atau tidak puas dengan
pendidikan sekolah yang diterapkan di pendidikan
sekolah. Dalam pelaksanaannya, homeschooling sebagai
model pendidikan alternatif mempunyai bentukvariasi,
diantaranya homeschooling terstruktur (school at home)
dimana merupakan metode pendidikan yang serupa
dengan yang diselenggarakan di sekolah, hanya saja
bertempat di rumah. dan homeschooling takstruktur
dimana proses pembelajaran tidak tertentu pada jam
belajar saja, tetapi bisa terjadi dimana saja dan
disepanjang hari, sumber belajar pun tidak hanya sosok
tertentu dan buku pelajaran, tetapi dapat siapa saja dan
apa saja (Sumardiono, 2007).

188 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMASAN MASALAH

Apa yang dimaksud Gaya Belajar Homeschooling?

Bagaimana penerapan Gaya Belajar Homeschooling ?

189 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat,


sepanjang 2011 kasus kekerasan yang dilakukan anak
cenderung meningkat di Indonesia. Komnas Anak juga
mencatat data kekerasan di lingkungan sekolah. Menurut
Arist, sepanjang 2011 itu kasus tawuran tercatat 339
kasus kekerasan antar pelajar SMP dan SMA itu, ada 82
korban meninggal (Harian Koran Tempo, edisi Minggu
26 Februari 2012). Bahkan data yang terhimpun di situs
bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data terhitung sampai hari
Selasa, 21 Februari 2017 sangat mencengangkan sekali.
Ada 384 kasus anak berdasar pemantauan media cetak di
seluruh Indonesia. Justru bukan angka yang kecil.
Melihat kompleksitas permasalahan di atas, wajar jika
orangtua khawatir anak-anaknya menjadi korban
lingkungan yang tidak sehat. Meski tidak semua anak-
anak di sekolah menjadi pelaku kekerasan. Oleh karena
itu, banyak orangtua yang mengalihkan pendidikan
anaknya menjadi homeschooling. Melalui
homeschooling, orangtua sebenarnya bisa lebih
mengarahkan perkembangan dan pertumbuhan anak
sesuai dengan bakat dan minatnya. Karena hasil
pendidikan ini lebih bersifat personal dan fleksibel.
Karena itulah sebagian orangtua kembali pada pemikiran
bahwa pendidikan anak itu bermula dari keluarga.
Keluarga merupakan tempat perkembangan dan
pertumbuhan anak. Anak bisa mengembangkan

190 | P a g e
Anotasi Bibliografi
potensinya sendiri dan bisa menerima kekurangan dan
kelebihannya. Homeschooling dapat dipandang sebagai
suatu pendidikan alternatif yang merupakan substansi
dari aktivitas sekolah, dimana anak belajar dibawah
supervise dan kontrol penuh orangtua (Abe, 2007). Perlu
dibedakan dengan kegiatan belajar di rumah yang berada
di bawah supervisi personal dari sekolah, atau adanya
program visiting teacher. Biasanya program ini
disediakan oleh sekolah tertentu untuk melayani anak-
anak yang mengalami kesulitan untuk pergi ke sekolah
dengan alasan sakit berkepanjangan. Jadi disini
homeschooling adalah kegiatan belajar anak yang
sepenuhnya berada dalam program dan kendali orangtua.

191 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Homeschooling memberikan keleluasan belajar. Belajar


bisa di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja
(Indah, 2012). Bahkan, untuk menanamkan rasa cinta
belajar kepada anak sejak dini, hanya orangtualah yang
mungkin paling layak untuk mewujudkannya. Benar,
secara n aluriah, anak sejak berada di kandungan ibunya
sudah dilengkapi dengan kemauan kuat untuk belajar.
Namun, apabila lingkungan di rumahnya tidak
mendukung, ada kemungkinan kemauan kuat itu
semakin lama semakin hilang dan akhirnya tidak ada lagi
semangat atau rasa cinta belajar dalam diri si anak.
Homeschooling dapat dimanfaatkan untuk
mengembalikan anak yang semula menjadi objek belajar
ke subjek belajar. Anak didik dapat memilih materi
pelajaran yang disukai dan ingin dipelajarinya. Selain itu,
homeschooling juga menjadikan objek yang dipelajari
anak didik seluas langit dan bumi. Jadi tidak terbatas
kepada buku atau sesuatu yang tekstual. Karena semua
bisa menjadi media belajar (Kak Seto, 2007 dalam
Mulyadi, S. 2007).

192 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Homeschooling akan membawa anak-anak untuk belajar


di dunia nyata, di alam yang sangat terbuka (Kunzman,
R. 2009; Riegel, S. 2001). Di samping itu, objek yang
dipelajari anak pun bisa sangat luas, seluas langit dan
bumi. Meskipun pada saat ini telah tumbuh menjamur
sekolah -sekolah formal yang memanfaatkan alam
sebagai media belajar, namun ketika anak-anak tersebut
mulai memasuki pendidikan yang lebih tinggi, mereka
pun kembali lagi berhadapan dengan ruang-ruang kelas
yang serba kaku dan tertutup (Linda, 2005). Melalui
homeschooling, anak-anak benar-benar diberi peluang
untuk menentukan materi-materi yang ingin
dipelajarinya. Anak-anak menjadi subjek dalam kegiatan
belajar. Bahkan, bukan hanya materi pelajaran yang
dapat dipilih oleh anak, gaya belajar si anak, apakah dia
tipe somatis/kinestetis, auditif, visual, atau intelektual,
benar-benar dapat dilayani. Dengan menjadikan anak
sebagai subjek dalam belajar, belajar yang
diselenggarakan si anak pun dapat berlangsung secara
nyaman dan menyenangkan. Itulah yang disadari oleh
pasangan suami-istri ini. Ketika penulis menanyakan
kepada Bibi Sam (pembantu) tentang bagaimana cara
mengajar orangtua kepada anak -anak? Ia menjawab cara
mengajarnya penuh dengan kesabaran. Sebagai upaya
untuk menghindari kejenuhan dalam belajar jika terus-
menerus belajar dalam rumah, keluarga ini mengajak

193 | P a g e
Anotasi Bibliografi
anak-anaknya untuk berkunjung ke berbagai tempat yang
bisa menjadi objek pelajaran, seperti persawahan, taman
burung, pemandian air panas, kebun binatang, padang
tetanaman yang berisi banyak bunga, tepian laut yang
berisi makhluk-makhluk hidup beraneka ragam, stadion-
stadion olahraga, dan tempat-tempat lain yang menarik
perhatiaannya. Untuk itulah setiap akhir pekan keluarga
ini mengadakan field trip. Hal ini bertujuan agar ada
inovasi dalam belajar dan ini dinamakan dengan karya
wisata dalam metode kelompok. Rahmad dan Heni juga
mengikutkan anak-anaknya pada kursus-kursus di luar.
Terhitung mulai belajar bahasa Inggris, bahasa Jepang,
multimedia, sains dan fotografi club hingga kursus
musik. Selain melatih sosialisasi anak-anak agar tidak
kaku dalam bergaul, juga berfungsi bagi anak-anak
sebagai sarana menemukan kecocokan dirinya dengan
orang lain, terutama jika menyangkut permasalahan yang
dihadapi. Biasanya satu anak dengan yang lainnya
mempunyai masalah yang sama seperti pelajaran yang
tidak disukai, kegiatan yang monoton dan lain
sebagainya. Inilah fungsi kelompok, masalah yang ada
tidak dihadapi sendiri akan tetapi bisa di bagi ke yang
lain. Sehingga masalah bisa cepat terselesaikan. Baik itu
melalui diskusi kelompok atau pun kegiatan kelompok.
Begitu juga dalam menyusun jadwal belajar, baik Heni
dan Rahmad demokratis dalam hal ini. Jam

194 | P a g e
Anotasi Bibliografi
belajar bisa kapan saja cuma ada beberapa yang memang
tidak bisa dirubah jam belajarnya. Contoh dalam
penentuan jadwal belajar Alif, yang sudah pasti jam
belajarnya seperti kursus bahasa Inggris, les matematika,
multimedia, sains club itu seperti yang telah ditentukan.
Baru jadwal yang lain tinggal menyesuaikan. Begitu juga
dengan Lean, berhubung dia masih agak longgar karena
masih kelas tiga SD jika di sekolah umum jadi mengatur
jadwalnya lebih gampang. Dandy juga seperti itu lebih
longgar lagi.

195 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

A. Abe Saputra. (2007). Rumahku Sekolahku.


Yogyakarta: Graha Pustaka.

Anas Sudijono. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan.


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Feist, Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori Kepribadian.


Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Friedman, D., Hechter, M., & Kanazawa, S. (1994). A


theory of the value of children. Demography, 31(3),375-
401.

Harian Koran Tempo, edisi Minggu 26 Februari 2012.

Harian Tribun Jogja, edisi Minggu Pon, 2 Oktober 2011.

Indah Hanaco. (2012). I LoveHomeschooling, segala


sesuatu yang harus diketahui tentang homeschooling,
Jakarta:PT. Gramedia.

Indrawani, S. N., Mailani, L., & Nilawati, N. (2014).


Intensi Berhenti Merokok: Peran Sikap Terhadap
Peringatan pada bungkus Rokok dan Perceived
Behavioral Control. Psikologia: Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Psikologi, 9(2).

196 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Kunzman, R. (2009). Write these laws on your children:
Inside the world of conservative Christian
homeschooling. Beacon Press.

Linda Dobson. (2005). Tamasya Belajar; Panduan


Merancang Program Sekolah di Rumah Untuk Anak
Usia Dini, Bandung: Mizan Learning Center.

M. Ngalim Purwanto. (2007). Psikologi Pendidikan,


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mawar, R. (2012). Efektivitas Penggunaan Media


Pembelajaran E-learning Berbasis Web Pada Pelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Hasil
Belajar Siswa kelas X SMA Negeri 1 Kalasan (Doctoral
dissertation, Universitas Negeri Yogyakarta).

Mulyadi, S. (2007). Home schooling keluarga Kak-Seto:


mudah, murah, meriah, dan direstui pemerintah. Kaifa.

Patmonodewo, S. (2000). Pendidikan anak prasekolah.


Rineka Cipta bekerjasama dengan Departemen
Pendidikan & Kebudayaan.

Ratna Wilis Dahar. (2011). Teori-teori Belajar &


Pembelajaran, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Riegel, S. (2001). The home schooling movement and


the struggle for democratic education. Studies in
Political Economy, 65(1), 91-116.

197 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Sandjaja, S. (2001). Pengaruh keterlibatan orang tua
terhadap minat membaca anak ditinjau dari pendekatan
stres lingkungan. Psikodimensia kajian ilmiah psikologi,
2(1), 17-25.

Sharpley, C. F., Bitsika, V., & Efremidis, B. (1997).


Influence of gender, parental health, and perceived
expertise of assistance upon stress, anxiety, and
depression among parents of children with aut ism.
Journal of Intellectual and Developmental Disability,
22(1), 19-28.

Sintha Ratnwati (ed). (2000). Keluarga, Kunci Sukses


Anak, Jakarta: Penerbit Kompas.

Sudono, A. (2000). Sumber belajar dan alat permainan


untuk pendidikan anak usia dini. Grasindo.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif


Kualitatif dan R&D, Bandung: CV. Alfabeta.

Sumardiono. (2007). Homeschooling A Leap For Better


Learning, Lompatan Cara Belajar, Jakarta: PT.Gramedia

198 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Dari jurnal ini dapat dipahami bahwa hasil belajar yang


diperoleh dari setiap anak mempunyai hasil yang
berbeda dan tak sedikit jugayang sama. Ini menunjukkan
bahwa anak-anak mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing.Dalam ranah kognitif semuanya cepat
dalam menangkap pelajaran yang diberikan, tergantung
dari metodebelajar yang diterapkan oleh pendidik.

199 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-15

Judul : Studi Komperatif model


Pembelajaran Talking Stick dan
Snowball Throwing Terhadap Hasil
Belajar Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) Siswa kelas XI
SMA Negeri 1 Serrit Tahun Ajaran
2015/2016

Penulis : Ni Made Dwi Antari, Ketut Agustini,


Dewa Gede Hendra Divayan

Tahun Terbit : 2016, 127-136 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan Teknologi dan


Kejuruan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 13, 2, 2016

200 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Mata Pelajaran TIK bertujuan untuk mempersiapkan


peserta didik agar mampu mengantisipasi perkembangan
teknologi yang semakin pesat (Arianti, N. K., 2013).
Tujuan mata pelajaran TIK lainnya yaitu agar siswa
dapat menggunakan perangkat TIK secara cepat dan
optimal untuk mendapatkan dan memproses informasi
dalam kegiatan belajar, bekerja dan aktivitas lainnya,
sehingga siswa mampu berkreasi, mengembangkan sikap
inisiatif, mengembangkan kemampuan eksplorasi
mandiri dan mudah beradaptasi dengan perkembangan
baru. Hal ini menunjukkan bahwa mata pelajaran TIK
termasuk salah satu mata pelajaran penting pada
kurikulum KTSP yang dikenalkan kepada siswa (Dewi,
A. A., 2013).SMA N 1 Seririt adalah salah satu sekolah
yang masih menerapkan kurikulum KTSP dan TIK
sebagai salah satu mata pelajaran penting dalam
kurikulum KTSP. Berdasarkan catatan nilai yang
dimiliki oleh guru TIK di SMA Negeri 1 Seririt terlihat
bahwa nilai TIK siswa dari tahun ke tahun belum
mampu mencapai KKM.Pembelajaran TIK hendaknya
dapat menyiapkan kondisi yang mendukung agar
aktivitas dan kreativitas siswa untuk memperoleh
pengetahuan sendiri melalui proses belajar. Inovasi
model pembelajaran akan membantu proses
pembelajaran karena model pembelajaran disesuaikan
dengan keadaan siswa dan materi yang disajikan.

201 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Berbagai model, metode dan strategi telah dilakukan
untuk melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran.
Menurut Nur dalam Lisdayanti, menyatakan bahwa
model pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
merupakan “teknik-teknik kelas praktis yang dapat
digunakan guru setiap hari untuk membantu siswa
belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan
dasar sampai memecahkan masalah yang kompleks.
Menurut Trianto dalam Lisdayanti Pembelajaran
kooperatif bukanlah sesuatu yang baru. Siswa akan
dibentuk dalam kelompok – kelompok yang terdiri dari
4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai
materi yang diberikan guru. Tujuan dibentuknya
kelompok tersebut adalah untuk memberikan
kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan
belajar(Lisdayanti, N. P., 2014).Terdapat model
pembelajaran kooperatif lainnya yang menuntut siswa
agar aktif dalam proses pembelajaran yaitu model
pembelajaran Talking Stick dan Snowball Throwing.
Keduan model tersebut menuntut siswa siap untuk
menerima pertanyaan yang diajukan oleh teman atau
guru.

202 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana bentuk Studi Komperatif model


Pembelajaran Talking Stick dan Snowball Throwing
Terhadap Hasil Belajar Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) Siswa kelas XI SMA Negeri 1
Serrit Tahun Ajaran 2015/2016?

Bagaimana hasil Studi Komperatif model


Pembelajaran Talking Stick dan Snowball Throwing
Terhadap Hasil Belajar Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) Siswa kelas XI SMA Negeri 1
Serrit Tahun Ajaran 2015/2016?

203 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Keunggulan model pembelajaran Talking Stick menurut


Kuriasih & Sani antara lain sebagai berikut: (1) Menguji
kesiapan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran,
(2) Melatih membaca dan memahami dengan cepat
materi yang telah disampaikan., (3) Agar lebih giat
belajar karena siswa tidak pernah tau tongkat akan
sampai pada gilirannya(Kurniasih, & Sani, 2015).Model
ini sangat cocok diterapkan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dimana siswa dituntut lebih
aktif dalam proses pembelajaran(Pranata, P. A.,
2013).Menurut Komalasari dalam Susanti(2013) “Model
Pembelajaran Snowball Throwing adalah model
pembelajaran yang menggali potensi kepemimpinan
siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat serta
menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu
permainan imajinatif membentuk dan melempar bola
salju”. Model pembelajaran Snowball Throwing
menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung
bulat berbentuk bola, yang kemudian dilempar secara
bergiliran diantara sesama anggota kelompok (Susanti, K.
A., 2013).Apabila proses pembelajaran ini berjalan
lancar, maka akan terbentuklah suasana kelas yang
dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir,
menulis, bertanya, atau berbicara. Tetapi mereka juga
melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan
melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian,

204 | P a g e
Anotasi Bibliografi
tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena
pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari
temannya yang terdapat dalam bola kertas. Model ini
juga memberikan pengalaman kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi berita
atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata
dan situasi yang kompleks.

205 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah


metode eksperimendengan membagi 3 kelompok yang
terdiri dari 1 kelompok kelas control dan 2 kelompok
kelas eksperimen. Kelompok kelas kontrol merupakan
kelompok kelas yang akan diterapkan model
pembelajaran langsung. 2 kelompok kelas eksperimen
terdiri dari kelompok pertama dan kelompok kedua.
Kelompok pertama adalah kelompok yang belajar
menggunakan model pembelajaran Talking Stick.
Kelompok kedua adalah kelompok yang belajar
menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing.
Jenis penelitian eksperimen yang digunakan yaitu
penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Desain
penelitian yang digunakan adalah post-test with non
equivalent control group design.

206 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Data penelitian dari 109 anggota sampel yang terdiri dari


36 siswa dikelas eksperimen dengan model pembelajaran
Talking Stick, 36 siswa dikelas eksperimen model
pembelajaran Snowball Throwing dan 37 siswa dikelas
kontrol, didapatkan hasil bahwa rata-rata posttest hasil
belajar TIK yang dicapai siswa pada kelompok
eksperimen dengan model pembelajaran Talking Stick
adalah 43,53, rata-rata posttest pada kelompok
eksperimen dengan model pembelajaran Snowball
Throwing adalah 40,67 sedangkan rata-rata posttest
untuk kelompok kontrol adalah 33,62. Dengan demikian,
rata-rata posttest hasil belajar TIK pada kelompok
eksperimen dengan model pembelajaran Talking Stick
lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen
dengan model pembelajaran Snowball Throwing
ataupun kelas kontrol.Perhitungan normalitas dan
homogenitas ketiga kelas memiliki data yang normal
dan homogen, berdasarkanuji normalitas yang telah
dilakukan, diperoleh bahwa distribusi data dari
ketigakelas normal, dimana hasil perhitunganpada
kelas eksperimen dengan model pembelajaran Talking
Stick memperoleh X2hitung sebesar4,537, pada kelas
eksperimen dengan model pembelajaran Snowball
Trowing memperoleh X2hitungsebesar 1,874
sedangkan pada kelas kontrol memperoleh X2hitung
sebesar 1,252 dengan X2tabel sebesar7,815, karena X2

207 | P a g e
Anotasi Bibliografi
hitung dari ketiga kelas lebih kecil dari X2 tabel
maka dapat dinyatakan bahwa distribusi data dari
kedua kelas normal. Sedangkan dari uji homogenitas
yang telah dilakukan diperoleh bahwa varians antara
kelas eksperimen model pembelajaran Talking Stick,
model pembelajaran Snowball Throwing dan kelas
control homogen, dimana diperoleh nilai Fhitung
sebesar 1,56, dengan Ftabel sebesar 1,80, karena
nilaiFhitung lebih kecil dari Ftabel maka dapat
dinyatakan bahwa varians dari ketiga kelas homogen.
Setelah diketahui bahwa sebaran data pada kedua kelas
normal, kemudian varians dari kedua kelas homogeny,
maka dilakukan pengujian hipotesis menggunakan
rumus Anova Satu Jalur dengan taraf signifikan 5 %,
dimana dari perhitungan tersebut memperoleh Fhitung
sebesar 105,3188 dengan Ftabel sebesar 3,09, karena
Fhitung lebih besar dari F tabel maka hipotesis alternatif
yang telah diajukan diterima yang artinya terdapat
pengaruh yang signifikan dalam penerapan model
pembelajaran Talking Stick dan model pembelajaran
Snowball Throwing.Karena hasil uji hipotesis 1
dinyatakan signifikan, maka dilanjutkan dengan uji
berpasangan t-sceffe untuk menguji hipotesis kedua
yaitu model pembelajaran manakah yang lebih baik
diantara Talking Stick dan model pembelajaran
Snowball Throwing. Dari hasil perhitungan Fhitung
yang dibandingkan dengan Ftabel yang diperoleh dari
tabel F dengan db pembilang a-1= 2-1 = 1 dan db

208 | P a g e
Anotasi Bibliografi
penyebut (n1+n2)-a = (36+36)-2 = 70, dimana Ftabel
adalah 3,98. Sehingga hasiluji berpasangan t-sceffe
untuk kelas eksperimen model pembelajaran Talking
Stick dengan kelas eksperimen model pembelajaran
Snowball Throwing memperoleh hasil signifikan karena
Fhitung> F tabel yaitu (4,0384 > 3,90), hasil uji
berpasangan t-sceffe untuk kelas eksperimen model
pembelajaran Talking Stick dengan kelas kontrol
memperoleh hasil signifikan karena Fhitung> F tabel
yaitu (14,0779 > 3,90), dan hasil uji berpasangan t-
sceffe untuk kelas eksperimen model pembelajaran
Snowball Throwing dengan kelas kontrolmemperoleh
hasil signifikan karena Fhitung> F tabel yaitu (10,0119
> 3,90).Setelah diperoleh hasil yang signifikan maka
dilanjutkan untuk menentukan model pembelajaran
mana yang lebih baik dengan cara membandingkan rata-
rata hasil belajar siswa kelas eksperimen model
pembelajaran Talking Stick, kelas eksperimen model
pembelajaran Snowball Throwing, dan kelas kontrol
dengan model pembelajaran konvensional. Dari nilai rata
– rata masing masing kelas diperoleh hasil nilai rata-rata
kelas eksperimen model pembelajaran Talking Stick
adalah 43,5277, nilai rata-rata kelas eksperimen model
pembelajaran Snowball Throwing dalah 40,6667, dan
nilai rata-rata kelas eksperimen model pembelajaran
konvensional yang merupakan menjadi kelas kontrol
adalah 33,6216. Sehingga rata-rata kelas eksperimen
model pembelajaran Talking Stick lebih besar dari

209 | P a g e
Anotasi Bibliografi
model pembelajaran kelas eksperimen model
pembelajaran Snowball Throwing dan lebih besar dari
kelas kelas kontrol yaitu (43,5277 > 40,6944> 33,6216),
sehingga H0 ditolak dan Ha diterima yaitu rata-rata
hasil belajar siswa yang menggunakan model
pembelajaran Talking Stick lebih tinggidari pada
siswa yang menggunakan model pembelajaran
Snowball ThrowingSehingga model pembelajaran
Talking Stick lebih baik dibanding model
pembelajaran Snowball Throwing.Model pembelajaran
Talking Stick lebih baik dikarenakan pada model
pembelajaran ini siswa diarahkan untukaktif dalam
proses pembelajaran. Siswa dibimbing untuk berani
mengungkapkan pendapat. Melalui model pembelajaran
Talking Stick siswa yang terakhir memegang tongkat
akan diberikan pertanyaan oleh guru, sehingga guru akan
dapat menilai dari jawaban siswa apakah mereka benar-
benar memahami materi yang diajarkan atau tidak. Hal
tersebut sesuai dengan kelebihan dari model
pembelajaran Talking Stick yaitu menguji kesiapan
siswa dalam penguasaan materi (Kurniasih & Sani,
2015).

210 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Arianti, N. K. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran


Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Dalam Pembelajaran TIK Kelas VIII I Semester Ganjil
Tahun Ajaran 2012/2013 Di SMP Negeri 5 Singaraja.
Universitas Pendidikan Ganesha.

Dewi, A. A. (2013). Pengaruh Penerapan Pembelajaran


Discovery Strategy Terhadap Hasil Belajar Kognitif
Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan
Komunikasi (TIK) Siswa Kelas XI SMA N 1 Gianyar
Tahun Ajaran 2012/2013. Universitas Pendidikan
Ganesha.

Lisdayanti, N. P. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran


Kooperatif Talking Stick Berbantuan Media Gambar
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Gugus 4
Baturiti. Universitas Pendidikan Ganesha.

Suwatra et.al. (2007). Modul Belajar Dan Pembelajaran.


Universitas Pendidikan Ganesha.

Kurniasih, & Sani. (2015). Ragam Pengembangan


Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas
Guru. Kata Pena.

Pranata, P. A. (2013). Penerapan Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Talking Stick Berbantuan Crosword
Puzzle Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Teknologi

211 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Informasi Dan Komunikasi (TIK) Siswa Kelas VII 2
SMP Negeri 2 Singaraja Tahun Ajaran 2012/2013.
Universitas Pendidikan Ganesha.

Susanti, K. A. (2013). Pengaruh Penerapan Model


Pembelajajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing
Berbantuan Media Konkret Terhadap Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas V SD Gugus I Gusti Ngurah Rai Denpasar.
Universitas Pendidikan Ganesha.

Aditya, K. M. (2013). Penerapan Metode Pembelajaran


Kooperatif Tipe Snowball Throwing Untuk
Meningkatkan Minat Dan Prestasi Belajar Instalasi
Jaringan Komputer Siswa kelas XI TKJ1 SMK Negeri 2
Seririt. Universitas Pendidikan Ganesha.

Wirawan, D. N. (2013). Implementasi Model


Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Mata
Pelajaran DKK Merakit PC Untuk Meningkatkan
Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X TKJ2 SMK
Negeri 3 Singaraja Tahun Pelajaran 2012/2013.
Universitas Pendidikan Ganesha.

Maindra, N. K. (2013). Penerapan Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Means ENDS Analysis (MEA) Untuk
meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Mata
Pelajaran TIK Kelas XII IPA 2 SMA Negeri 1
Kubutambahan Tahun Pelajaran 2012/2013. Universitas
Pendidikan Ganesha.

212 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Ada kemungkinan pokok bahasan lain akan memberikan


hasil yang berbeda dengan pokok bahasan yang
dijadikan materi perlakuan. Disarankan penelitian lain
agar melaksanakan penelitian sejenis dengan pemilihan
materi yang berbeda dan waktu yang lebih lama untuk
mendapatkan hasil belajar siswa yang lebih rinci terkait
Snowball Throwing dan Talking Stick.

213 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-16

Judul : Penerapan Pembelajaran dengan


Model Diskusi Kelas Tipe Beach Ball
untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa pada Materi Pemanasan Global
Kelas XI SMA Berbasis Kurikulum
2013

Penulis : Siti Zainur Rohmah, Budi Jatmiko

Tahun Terbit : 2015, 101-106 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika

Vol, Nomor, Tahun : vol. 14, 3, 2015

214 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG|

Pemanasan global sebagai salah satu persoalan


lingkungan hidup telah dimasukkan dalam materi fisika
pada kurikulum 2013. Pemanasan global adalah
meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat
peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer.
Pemanasan global dalam kurun waktu yang panjang
dapat mengakibatkan perubahan iklim (IPCC,
2013).Prastowo (2012) menyatakan bahwa proses
pemanasan permukaan bumi paling besar dipengaruhi
oleh emisi gas pembuangan perusahaan, kendaraan, dan
aktifitas manusia. Emisi gas tersebut meningkatkan
kadar gas-gas rumah kaca yang ada di atmosfer.Oleh
sebab itu perlu adanya pemberian informasi kepada
siswa tentang pemanasan globaluntuk menghadapi
pemanasan global.Fisika sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan alam (IPA) memberikan penekanan agar
ilmu ditemukan secara ilmiah dengan tujuan untuk
menambah pengalaman langsung dan dapat
mengembangkan kompetensi dan keterampilan. Hal
tersebut sesuai dengan kurikulum 2013 yang dalam
proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,
yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan
mengomunikasikan. Siswa merupakan pusat dari suatu
proses pembelajaran (student centered), sedangkan guru
sebagai pendamping atau fasilitator (Kemendikbud,
2013). Kurikulum 2013 mengharapkan siswa agar lebih

215 | P a g e
Anotasi Bibliografi
berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah
yang diberikan pada saat kegiatan pembelajaran, serta
menuntut siswa lebih berpikir secara ilmiah dalam
pemahaman fisika. Pada kurikulum 2013 siswa dituntut
untuk menguasai kompetensi sikap (spiritual dan sosial),
pengetahuan, dan ketrampilan pelajaran fisika secara
ilmiah.

216 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana cara Penerapan Pembelajaran dengan Model


Diskusi Kelas Tipe Beach Ball untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa pada Materi Pemanasan Global
Kelas XI SMA Berbasis Kurikulum 2013?

217 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Trianto (2007) menyebutkan bahwa model pembelajaran


diskusi kelasterdapat beberapa tipe, diantaranya adalah
tipe Beach Ball. Model pembelajaran diskusi kelastipe
Beach Ball adalah tipe yang menggunakan bola sebagai
alat untuk proses pembelajaran. Bola tersebut digunakan
untuk menentukan siswa yang diperbolehkan untuk
memberikan pendapat atau idenya dalam proses
pembelajaran. Tipe ini memberikan kesempatan yang
sama kepada semua siswa untuk aktif dalam pr oses
pembelajaran. Siswa yang ketika dalam proses
pembelajaran bersikap pasif dengan model ini siswa
akan terpacu untuk ikut aktif dalam pembelajaran. Hal
tersebut dikarenakan siswa harus memberikan suatu
pendapat atau idenya ketika mendapatkan bola.
Siswadapat memberikan suatu pertanyaan ataupun
jawaban.Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
P. Karen Murphy dkk (2009) dalam jurnal penelitian
yang berjudul “Examining the Effects of Classroom
Discussion on Students’s Comprehension of Text: A
Meta-Analysis” diketahui bahwa model diskusi kelas
dapat mengurangi pembelajaran yang terpusat pada guru
dalam meningkatkan pemahaman literatur, berpikir kritis
dan penalaran siswa. Penelitian yang juga dilakukan oleh
Lina Budiarty (2009), danSugiyanto (2011) dengan
menerapkan pembelajaran dengan model diskusi kelas
tipe Beach Ball didapatkan hasil bahwa pembelajaran

218 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dengan model diskusi kelas tipe Beach Ball dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.

219 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian adalahdeskriptif kuantitatif pra-


eksperimen karena tidak ada penyamaan karakteristik
(random) dan terdapat variabel luar ya ng ikut
berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen
(Sugiyono, 2014). Desain menggunakanone group pre-
test and post-test design dengan satu kelas eksperimen
dan dua kelas replikasi. Penelitian ini dilakukan di SMA
Negeri 1 Tubanpada semester genap tahun ajaran
2014/2015 dengan subjek, yaitu siswa kelas XI MIA 1,
XI MIA 4, dan XI MIA 5.Uji normalitas dan
homogenitas dilakukan pada semua kelas dari hasil
pretest.Peneliti bertindak sebagai guru yang mengajarkan
materi pemanasan global dengan model diskusi kelas
tipe Beach Ball. Selama penelitian, peneliti
mengumpulkan data hasil belajar, keterlaksanaan
pembelajaran, respon siswa, aktivitas siswa, dan kendala
yang dihadapi selama pembelajaran. Hasil belajar
dianalisis dengan uji t gain, n-gain score, dan Anava.
Adapun hasil penelitian yang lain dianalisis dengan
penarikan kesimpulan yang didasarkan atas persentase
hasil penilaian

220 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Sebanyak 55 soal diujicobakan kepada 35 siswa untuk


memperoleh taraf kesukaran, validitas, dan reliabilitas
soal.Taraf kesukaran diperoleh 6 soal sukar, 40, soal
sedang, dan 9 soal mudah.Validitas soal didapatkan 33
soal valid dan 22 soal tidak valid.Reliabilitas soal
diperoleh 0,845 dengan kriteria tinggi.Soal yang bertaraf
kesukaran sedang dan valid dipilih 25 soal yang
mewakili tujuan pembelajaran.Berdasarkan hasil analisis
pretest,dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Uji
normalitas diperoleh χ2 hitungsebesar 13,58 dan χ2
tabel sebesar 14,10. Uji homogenitas diperoleh χ2
hitung sebesar 0,95 dan χ2tabel sebesar 5,99 sehingga
dapat disimpulkan bahwa sampel berasal daripopulasi
yang berdistribusi normal dan homogen dengan taraf
signifikan α = 0,05 karenaχ2 hitung <χ2tabel

Data hasil belajar siswa diperoleh dari nilai pre-test dan


post test.Temuan ketika penelitian bahwa pre-test lebih
rendah daripada post test. Uji t gaindilakukan untuk
mendeskripsikan adanya peningkatan pengetahuan
siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. hasil
keterlaksanaan pembelajaran mengalami peningkatan
dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua.Hal tersebut
dikarenakan pada pertemuan pertama siswa belum
terbiasa dengan model pembelajaran diskusi kelas tipe
Beach Ball.Tapi secara keseluruhan pembelajaran
terlaksana dengan sangat baik seperti yang ditunjukkan

221 | P a g e
Anotasi Bibliografi
oleh rata-rata persentase yang lebih dari
80%.Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa
dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar (Kemendikbud, 2013). Pembelajaran yang baik
menempatkan siswa secara responsif untuk belajar
mandiri sehingga dapat membangun pengetahuannya
selama proses belajar (Arrend, 2012). Pembelajaran
dengan model diskusi kelas akan membantu siswa untuk
belajar mandiri. Pada penelitian ini ada 11 indikator
untuk mengukur aktivitas siswa.Indikator-indikator
tersebut disesuaikan dengan kurikulum 2013 yang
menekankan pada 5M.5M tersebut terdiri atas
mengamati, menanya, mencoba/mengeksplor,menalar,
dan mengomunikasikan.Aktivitas siswayang
menggunakan pendekatan ilmiah 5M akan membantu
siswa dalam mengontruksi pemahaman siswa secara
mandiri, membantu dalam proses mengomunikasikan,
dan melibatkan siswa dalam menggali
pengetahuannya.Hal tersebut sesuai dengan tujuan
pembelajaran diskusi kelas.Aktivitas siswa di ketiga
kelas menunjukkan aktivitas dengan kategori sangat baik.
Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan
model diskusi kelas tipe Beach Ballakan memengaruhi
hasil belajar siswa. Aktivitas siswa yang tinggi sesuai
dengan teori behavioristik. Teori behavioristik dalam
Siregar dan Nara (2010) menyatakan bahwa belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari interaksi seseorang dengan lingkungan.

222 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Arrend, Richard. I. 2012. Learning to Teach 9thEdition.


New York, America: Mc-Graw HillBudiarty, Lina. 2009.
Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Diskusi Tipe
Beach Ball Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII
Pada Pokok Bahasan Wujud Zat di SMP Negeri 2
Bangkalan. Skripsi tidak diterbitkan.Surabaya : FMIPA
Unesa.

Hake, Richard R. -, Analyzing Change/Gain


Scores.Dept. of Physics, Indiana University 24245
Hatteras Street, Woodland Hills, CA, 91367
USA.IPCC.2013. Climate Change 2013 the Physical
science Basis; Working Group 1 AR5. Cambridge:
Cambridge university press.

Kemendikbud. 2013. Permendikbud No 54 Tahun 2013


tentang SKL. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.

Murphy, P Karen et al. 2009.Examining the Effects of


Classroom Discussion on Students’s Comprehension of
Text: A Meta-Analysis.Journal of Educational
Psychology.Vol. 101, No. 3, 740–76.

Prastowo, Tjipto. 2012. Sains Kebumian (Earth Science).


Surabaya: Unipress.

223 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Siregar, Eveline dan Nara, Hartini.2011. Teori Belajar
dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sugiyanto.2011. Upaya Meningkatkan Ketuntasan Hasil


Belajar Siswa Melalui Implementasi Perangkat
Pembelajaran Materi Pokok Perpindahan Kalor dengan
Model Pembelajaran Diskusi Kelas Teknik Bola Pantai
Kelas X-1 di SMU Negeri 3 Sidoarjo.Skripsi tidak
diterbitkan.Surabaya : FMIPA Unesa

Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif-Kuaitatif,


R&D. Bandung: Alfabeta

Suprijono, Agus. 2009. Cooperatif Learning Teori dan


Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Trianto, 2007.Model – Model Pembelajaran Inovatif


Berorientasi Konstruktifistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

224 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Dalam jurnal ini, dalam penerapan model pembelajaran


dipastikan waktu dalam setiap tahap/fase yag diketahui
oleh guru dan siswa. Hal tersebut agar siswa juga
mengatur waktu untuk berdiskusi dan mengerjakan LKS.
Serta masih adanya kendala Kendala yang ditemui
peneliti adalah kedisilinan siswa terhadap jadwal
pelajaran, adanya kegiatan sekolah, siswa belum
mengerti model diskusi kelas tipe Beach Ball, dan waktu
untuk melakukan diskusi lebih lama dari alokasi waktu.

225 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-17

Judul : Keefektifan Pendekatan


Konstruktivisme terhadap
Kemampuan Koneksi Matematis
Mahasiswa pada Mata Kuliah Analisis
Real 1

Penulis : Ety Septia

Tahun Terbit : 2012, 319-324 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 8, 7, 2012

226 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Analisis riil adalah salah satu cabang dari analisis


matematika yang berhubungan dengan himpunan
bilangan real dan fungsi real variabel. Secara khusus,
berkaitan dengan sifat analitik fungsi nyata dan urutan,
termasuk konvergensi dan batasan urutan bilangan real,
yang kalkulus blilangan real, dan kontinuitas, dan sifat
terkait dari fungsi nilai riil. Analisis real mempelajari
konsep-konsep seperti urutan dan batas bilangan real,
kontinuitas, diferensiasi, integrasi dan urutan fungsi.
Tujuan diberikannya mata kuliah analisis real merupakan
sarana untuk melatih mahasiswa berpikir logis atau
melakukan penalaran secara benar. Hal ini sejalan
sejalan dengan ciri mata kuliah tersebut yaitu sarat
dengan definisi dan teorema serta merupakan mata
kuliah dengan struktur deduktif aksiomatik yang ketat.
Oleh karena itu tingkat kemampuan penalaran formal
mahasiswa digunakan sebagai pemandu dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menyelesaikan
soal. Pemberian mata kuliah tersebut dimaksudkan agar
mahasiswa memahami beberapa struktur dalam analisis
serta dapat memanfaatkannya untuk menyelesaikan
masalah sederhana dalam analisis serta mampu berpikir
logis dan bernalar secara matematika dalam
menyelesaikan masalah. Bruner menyatakan dalam
matematika setiap konsep berkaitan dengan konsep yang
lain. Begitupula dengan yang lainnya, misalnya dalil dan

227 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik,
ataupun antara cabang matematika dengan cabang
matematika lain. Oleh karena itu agar siswa lebih
berhasil dalam belajar matematika, maka harus banyak
diberikan kesempatan untuk melihat keterkaitan-
keterkaitan itu.Kemampuan mengaitkan antar topik
dalam matematika, mengaitkan matematika dengan ilmu
lain, dan dengan kehidupan sehari-hari disebut
kemampuan koneksi matematik. Sesuai dengan
pendapat Ruspiani (Setiawan, 2009: 16) yang
menyatakan bahwa kemampuan koneksi matematik
adalah kemampuan siswa mengaitkan konsep-konsep
matematika baik antarkonsep matematika maupun
mengaitkan konsep matematika dengan bidang ilmu
lainnya (di luar matematika).

228 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Apa Keefektifan Pendekatan Konstruktivisme terhadap


Kemampuan Koneksi Matematis Mahasiswa pada Mata
Kuliah Analisis Real 1?

229 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Good & Brophy (dalam Kauchack & Eggen, 1998:185)


menyebutkan ciri pembelajaran konstruktivisme secara
umum sebagai berikut. 1. Siswa membangun sendiri
pemahamannya 2. Belajar yang baru bergantung pada
pemahaman sebelumnya 3. Belajar difasilitasi oleh
interaksi sosial 4. Belajar yang bermakna terjadi
didalam tugas-tugas belajar mandiri Menurut Sanjaya
(2009:264) konstruktivisme adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman. Dengan model
pembelajaran konstruktivisme siswa diarahkan untuk
membangun sendiri pengetahuannya, disini siswa aktif
serta menjadikan situasi proses belajar menjadi lebih
menarik, sedangkan bagi guru dapat membantu dan
mengarahkan dalam memberikan materi pelajaran
berupa konsep, prinsip atau teori supaya lebih muda
dipahami siswa, jadi belajar menggunakan model
konstruktivisme lebih memberikan pengalaman kepada
siswa.Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang
dapat dirumuskan pada penelitian adalah bagaimanakah
kemampuan koneksi matematis mahasiswa setelah
mengikuti perkuliahan analisis real I menggunakan
pendekatan konstruktivisme? Sedangkan tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui kemampuan koneksi
matematis mahasiswa peserta mata kuliah Analisis Real
I dan diharapkan memberikan manfaat kepada dosen

230 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pengampu mata kuliah Analisis Real sebagai masukan
dan referensi metode perkuliahan.

231 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENLITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah


metode eksperimen, dengan desain penelitian pre-
experimental design. Variabel penelitian kemampuan
koneksi matematis mahasiswa. Subjek penelitian adalah
mahasiswa semester V, peserta matakuliah Analisis Real
I berjumlah 30 orang. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan teknik tes dan dianalisis secara kuantitatif
untuk menghitung capaian pada indikator kemampuan
koneksi matematis dalam persen.

232 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Para pakar konstruktivis telah mengembangkan sejumlah


strategi mengajar yang dapat sangat membantu
penggunaan konstruktivisme di kelas. Ini termasuk
modeling (menunjukkan tentang bagaiman cara
melakukan atau nenikirkan tentang tugas yang sulit),
scaffolding (menyediakan banyak dukungan pada awal
belajar, yang kemudian ditarik kemabali sedikit demi
sedikit), coaching (membantu siswa ketika mereka
sedang menyelesaiakan sebuah masalah) artikulasi
(meminta siswa mengekspresikan ide-idenya) , refleksi
(memeinta siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas -
aktivitasnya), kolaborasi, kegiatan eksplorasi dan
mengatasi masalah, memberi pilihan kepada siswa yang
mendorongnya untuk menghasilkan beragam opsi
jawaban, serta bersikap fleksibel dan adaptif dan bukan
mengikuti rencana pembelajaran yang telah diteapkan
secara kaku. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa
terjadi peningkatan kemampuan koneksi matematis pada
setiap indikator yang digunakan Menurut Sidik (2009)
kelebihan dalam menggunakan pendekatan
konstruktivisme adalah: 1. Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara
eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri,
berbagai gagasan dengan temannya, dan mendorong
siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.

233 | P a g e
Anotasi Bibliografi
2. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan
gagasan yang telah dimiliki siswa.3. Pembelajaran
konstruktivisme memberi kesempatan siswa untuk
berfikir tentang pengalamannya. 4. Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan
diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi
siswa untuk manggunakan berbagai strategi belajar.5.
Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan
mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta
memberi kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi
perubahan gagasan mereka.6. Memberi lingkungan
belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasannya. Kelebihan-kelebihan
tersebut tampak pada saat pelaksanaan penelitian ini
berlangsung.

234 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih (2005:63): http://id.shvoong.com/social


sciences/education/2146551-macam-macam
konstruktivisme-dan-ciri-ciri-konstruktivisme, diakses,
25 agustus 2011.

Kagen. 2007. NHT, (Online),


(http://www.eazhull.org.uk/nlc/numbered_heads.htm,
diakses 5 juli 2011).

Mujis, Daniel & David Reynolds; 2008; Effective


Teaching: Teori dan Aplikasi; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for


School Mathematics. Reston, VA: Authur.

Sidik. 2008. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan


Konstruktivisme, (online), (http://alif-
hamsa.blogspot.com/2009/10/kontruksi-berarti-
membangun-dalam.html,diakses 16 mei 2011)

Setiawan, A. (2009). Implementasi Model Pembelajaran


Conceptual Understanding Procedures (CUPs) sebagai
Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi
Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian


Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

235 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dari


jurnal ini, terjadi peningkatan kemampuan koneksi
matematis pada mahasiswa yang mengikuti mata kuliah
Analisis Real I. Jadi pada intinya penelitian ini dianggap
berkembang dan perlunya peningkatan dibeberapa
aspek-aspek kedepannya nanti.

236 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-18

Judul : Penggunaan Metode Scramble pada


Pembelajaran Fisika untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

Penulis : Piping Sugiharta

Tahun Terbit : 2012, 46-54 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan

Vol, Nomor, Tahun : vol. 1, 5, 2011

237 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Dalam pembelajaran fisika, kemampuanpemahaman


konsep merupakan syarat mutlakdalam mencapai
keberhasilan belajar fisika.Hanya dengan penguasaan
konsep fisikaseluruh permasalahan fisika dapat
dipecahkan,baik permasalahan fisika yang ada
dalamkehidupan sehari–hari maupun permasalahanfisika
dalam bentuk soal fisika di sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukan-lah pelajaran
hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep
bahkan aplikasi konsep. Sangat disayangkan mata
pelajaran fisika pada umumnya justru dikenal sebagai
mata pelajaran yang ’ditakuti’ dan tidak disukai mu-rid.
Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman
belajar mereka yang memberikan kesan bahwa pelajaran
fisika adalah pelajaran ’berat’ dan serius yang tidak jauh
dari persoalan konsep, pemahaman konsep, penyelesaian
soal yang rumit melalui pendekatan matematis sampai
kegiatan praktikum yang menuntut mereka melakukan
segala sesuatunya dengan sangat teliti dan cenderung
membosankan. Akibatnya, tujuan pembelajaran yang
diha-rapkan menjadi sulit dicapai. Hal ini terlihat dari
rendahnya nilai rata – rata mata pelajaran sains (fisika
khususnya) dari tahun ke tahun. Dalam dunia pendidikan
ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat kita
gunakan untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara
dan gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran

238 | P a g e
Anotasi Bibliografi
dapat dicapai dengan op-timal. Salah satu model
pembelajaran yang kitakenal adalah model pembelajaran
scramble.Sintaksnya adalah : buatlah kartu soal
sesuaimateri bahan ajar, buat pula kartu jawabandengan
diacak nomornya, sajikan materi, bagikan kartu soal dan
kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan
mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok. Dengan
menggunakan model pembelajaran yang beragam,
termasuk didalamnya model pembelajaran scramble ini
diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan minat
siswa terhadap mata pelajaran fisika. Dengan demikian,
akan mengubah cara pandang mereka terhadap mata
pelajaran ini dan pada akhirnya diharapkan dapat pula
meningkatkan nilai rata – rata mata pelajaran sainspada
Ujian Nasional (UN)

239 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana cara penggunaan Metode Scramble pada


Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa?

240 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action


Research (CAR) berkembang pesat di kalangan pendidik
karena merupakan penelitian yang menghasilkan
dampak langsung dalam bentuk memperbaiki
pembelajaran dan meningkatkan profesionalitas guru
dalam proses pendidikan dan pembelajaran di kelas.
Beberapa rumusan pengertian penelitian tindakan kelas
dikemukakan sebagai berikut. Mills dalam Sudikin
(2006:6) mengungkapkan, “action research is any
systematic inquiry conducted by teacher researcher,
principals, school counselors, or other stakeholders in
teaching learning environ-ment to get information about
the ways that their par-ticular schools operate, how they
teach, and how well their student learn”. McNiff dalam
Sudikin (2002:4) memandang “penelitian tindakan kelas
sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh
guru dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk
pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah,
keahlian mengajar, dll.” Demikian pula Depdikbud
(1999:6) merumuskan penelitian tindakan kelas sebagai
“suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan rasional dari tindakan – tindakan yang
dilakukannya itu, serta untuk memperbaiki kondisi –
kondisi di mana praktek pembelajaran tersebut
dilakukan”.Sementara itu, secara lebih khusus, Wardani

241 | P a g e
Anotasi Bibliografi
(2006:4) merumuskan penelitian tindakan kelas sebagai
“penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri
melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk
memperbaiki/meningkatkan kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasil belajar siswa meningkat”. Berdasarkan
beberapa pengertian dan rumusan tersebut, disimpulkan
bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu
penelitian yang bersifat reflektif, dilakukan oleh guru
untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi praktek
pembelajaran di kelas, melalui tindakan yang
dilakukannya.

242 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan berupa penelitian tindakan


kelas (PTK) tentang “Penggunaan Metode Scramblepada
Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Motivasi
Siswa”.

243 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Sistematika Penelitian

Siklus I. Pada pertemuan pertama, guru membagikan


angket dan meminta siswa mengisinya. Setelah angket
dikumpulkan, guru memberikan materi pelajaran seperti
biasa, kemudian siswa dibagi kedalam 6 kelompok,
masing – masing beranggotakan 6 orang. Masing –
masing kelompok diberikan 10 kartu soal dan 15 kartu
jawaban yang masing – masing telah diberi nomor.
Masing – masing siswa dalam kelompok diminta untuk
memasangkan kartu soal dengan kartu jawaban yang
cocok, misalnya kartu soal no. 1 berpasangan dengan
kartu soal no. 6, dan seterusnya. Tiap siswa dalam
kelompok boleh memilih pasangan kartu soal dan kartu
jawabannya masing – masing, tidak perlu sama satu
sama lain. Selama kegiatan berlangsung, guru
mengamati perilaku siswa dan mencatatnya dalam
lembar pengamatan.

Siklus II. Guru kembali membagikan angket dan


meminta siswa kembali mengisinya. Materi pelajaran
tidak perlu dijelaskan ulang, kecuali jika siswa memang
memerlukannya. Siswa kembali dibagi kedalam 6
kelompok dengan anggota kelompok yang sama. Masing
– masing kelompok diberi 10 kartu soal dan 15 kartu
jawaban yang berbeda dari yang sebelumnya, misalnya :
kelompok I sebelumnya mendapat paket no. 3 sekarang

244 | P a g e
Anotasi Bibliografi
mendapat paket no. 5, dan seterusnya. Tiap– tiap siswa
dalam kelompok kembali diminta untuk memasangkan
kartu – kartu tersebut. Siklus II 1. Angket Dari angket
tersebut dapat disimpulkan tentang minat siswa terhadap
mata pelajaran fisika meningkat, yaitu tertera dalam
tabel 4. Diperoleh kesimpulan bahwa siswa yang kurang
memiliki minat terhadap pelajaran fisika berkurang
secara cukup signifikan. 2. Lembar Pengamatan Dari
hasil lembar pengamatan /observasi langsung oleh guru
terhadap sikap siswa ketika mengikuti pelajaran, dapat
disimpulkan bahwa minat siswa terhadap pelajaran fisika
mulai meningkat. Hal ini terlihat dari prosentase siswa
yang kurang per-hatian, bengong dan mengobrol mulai
berkurang, hingga kurang dari 19%. Sebaliknya siswa
yang bersemangat, aktif dan berani mengungkapkan
pendapat menjadi meningkat, hingga mencapai 69%. 3.
Kartu – kartu Soal dan Jawaban Dari data kartu - kartu
soal dan jawab-an, terlihat bahwa kecenderungan siswa
menjawab salah berkurang secara signifikan, rata – rata
menjadi 2,11 soal dan jumlah soal yang dijawab benar
meningkat menjadi 6,53 soal.

245 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. (1999). Penelitian tindakan kelas (Class-


room Action Research).Jakarta : DirjenDikti P2GSD dan
P2PGSM

Karhami, S. Karim. A. (1998). Panduan pembelajar-an


fisika SLTP. Depdikbud

Kaufeldt, Martha. (2008). Wahai para guru, ubahlahcara


mengajarmu!. Jakarta: PT. Indeks

Kurnia, Ingridwati. (2006). Penelitian tindakankelas.


Makalah Seminar

Patterson, Kathy. (2007). 55 Teaching


Dilemmas.Jakarta: Grasindo

Sambeng, Agus. (2010). Implementasi


modelpembelajaran scramble. Tersedia pada http:
//agussambeng.blogspot.com. Diakses pada tanggal 18
Mei 2011

Sondjaja, Herry.(2008). Proposal penelitian kelas.


Tersedia pada http : //www.utawartayahoo.co.id_uta.
blogspot.com. Diakses pada tanggal 07 November 2008

Sudikin, et.al. (2002). Manajemen penelitiantindakan


kelas.Bandung: Insan Cendekia

246 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Suharsimi, A. (2008). Penelitian tindakan kelas. Jakarta :
PT. Bumi Aksara

Suyatno, (2008). Model – model pembelajaran.Tersedia


pada http : //www. sanggarguru.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 07 November 2008

Wardani, IGAK et.al. (2006). Materi pokokpenelitian


tindakan kelas. Jakarta : Univer-sitas Terbuka

Widodo, Rachmad. (2009). Model pembelajaran


scramble. Tersedia pada http : //wyw1d.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 18 Mei 2011

Wilis Dahar, Ratna. (1996). Teori – teori belajar.Jakarta:


Erlangga

Wiriaatmadja, Rochiati. (2009). Metode penelitian


tindakan kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Zubaidah, (2008). Penelitian tindakan kelas : Salah satu


bentuk karya tulis ilmiah untuk pengembangan profesi
guru.Tersedia pada http : //ardhana12. wordpress. com.
Diakses pada tanggal 07 November 2008

247 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Pembelajaran dengan metode scramble tidak hanya dapat


dilakukan didalam ruang kelas saja, tetapi dapat pula
dilakukan di luar ruang kelas sehingga suasana yang
tercipta dapat membuat siswa lebih menikmati pelajaran
yang diberikan. Kartu – kartu soal dan kartu – kartu
jawaban dapat dibuat dengan lebih menarik lagi,
misalnya dengan gambar – gambar dan warna – warna
yang lebih beragam. Metode yang digunakan ini dapat
meningkatkandaya ingat siswa.

248 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-19

Judul : Pembelajaran Berbasis ICT Religi


Model Animasi untuk Meningkatkan
Karakter dan Prestasi Belajar Listrik
Dinamis pada Peserta Didik SMA
Negeri 8 Surakarta

Penulis : Amin Muslih, Widha Sunarno,


Nonoh Siti Aminah

Tahun Terbit : 2013, 302-311 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Inkuiri

Vol, Nomor, Tahun : vol. 2, 3, 2013

249 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Penerapan pendidikan karakter di SMA Negeri 8


Surakarta telah berjalan lebih dari 3 tahun, namun antara
usaha yang telah dilakukan dan hasil yang harapan
adanya perilaku peserta didik yang menjiwai karakter
luhur bangsa masih ada kesenjangan. Kesenjangan
ituantara lain: setiap hari masih ada peserta didik tidak
disiplin datang ke sekolah/masuk kelas pada saat
pergantian jam pelajaran . Peserta didik pada saat
pembelajaran kurang memperhatikan pelajaran yang
disampaikan oleh guru, secara sembunyi-sembunyi
bermain smartphone. Apabila ada tugas jarang
dikerjakan dan ketika diberi pertanyaan tidak dapat
menjawab bahkan tidak mau bertanya meskipun
menemui kesulitan.Pada saat pelaksanaan pembelajaran
peserta didik juga sering mengantuk, tidur-tiduran di
meja atau berbicara selain materi pelajaran dengan
teman dekatnya. Praktik pengamalan ibadah ritual
seperti sholat dhuhur hanya sedikit yang melaksanakan.
Prestasi belajar fisika kompetensi listrik dinamis yang
masih rendah, hal ini dikuatkan hasil analisis ujian
nasional yang dikeluarkan oleh BNSP dari tahun
pelajaran 2009/2010 sampai tahun 2011/2012 untuk
peserta didik di SMA Negeri 8 Surakartadidapatkan
prosentase daya serap materi hanya sebesar 57.69%.
Semua ini adalah salah satu dampak penggunaan
gadget yang tidak tepat. Usaha mengatasi kesenjangan

250 | P a g e
Anotasi Bibliografi
penerapan pendidikan karakter di SMA Negeri 8
Surakarta akan dilakukan penelitian tindakan kelas
dengan menggunakan pembelajaran berbasis ICT religi
model animasi, pada mata pelajaran fisika. Mata
pelajaran fisika adalah bagian dari sains yang cukup
potensial membentuk karakter. Sains diyakini berperan
penting dalam pengembangan karakter warga
masyarakat dan negara, karena kemajuan produk sains
yang amat pesat, keampuhan proses sains yang dapat
ditransfer pada berbagai bidang lain, dan kekentalan
muatan nilai, sikap, dan moral di dalam sains menurut
Rotherford & Ahlgren (dalam Zuchdi, 2013 :
34).Dimasukkan nilai-nilai agama atau religi pada ICT
pada proses pembelajaran fisika, diharapkan
menjadifilter terhadap arus informasi global lebih
efektif bekerja. Peserta didik tetap dapat terus
mengembangkan diri dengan kemajuan ICT. Mengingat
hidup di era informasi abad 21 ini merupakan kenyataan
bahwa ICT telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan era global. Untuk mendorong kesiapan
SDM di era global melalui pendidikan di sekolah
denganpengintegrasian ICT dan religi ke dalam proses
pembelajaran.

251 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana penerapan pembelajaran berbasis ICT Religi


model animasi untuk memperbaiki proses pembelajaran
fisika di SMA Negeri 8 Surakarta?

Apa hasil yang hendak dicapai dari pembelajaran


berbasis ICT Religi model animasi untuk memperbaiki
proses pembelajaran fisika di SMA Negeri 8 Surakarta?

252 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Teori belajar yang sejalan dengan pembelajaran berbasis


ICT religi model animasi antara lain: teori belajar
behaviorisme dan teori belajar konstruktivisme. Teori
belajar behaviorisme berpandangan bahwa proses
pembelajaran terjadi sebagai hasil pengajaran yang
disampaikan guru melalui atau dengan bantuan media
(alat). Tokoh yang terkenal dalam teori ini antara lain:
Burrhus Frederic Skinner (1904-1990), Robert Gagne
( 1916-2002) dan Albert Bandura (1925- sampai
sekarang ). Tokoh yang berperan pada teori
konstruktivisme ini antara lain Jean Piaget dan
Vygotsky. Teori Piaget (1952) menurut Anita Lei (2008:
4) ada empat pokok pemikiran yang harus diperhatikan
oleh pendidik dalam menyusun dan melaksanakan
pembelajaran: (1) pengetahuan ditemukan, dibentuk dan
dikembangkan oleh siswa; (2) siswa membangun
pengetahuan secara aktif; (3) pengajar perlu berusaha
mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa; (4)
pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa
dan interaksi anatra guru dan siswa.Menurut Shihab
(1996: 41) hubungan ilmu pengetahuan dan teknologi
(sains) dengan nilai-nilai agama/religi (Al Quran) adalah
di dalam Al Quran yang terdiri 6.666 ayat, belum ada
satu ayatpun yang menghalangi kemajuan ilmu
pengetahuan atau sebaliknya, tidak ada satu ayatpun
dari Al Quran yang bertentangan dengan hasil

253 | P a g e
Anotasi Bibliografi
penemuan ilmiah yang telah mapan. Hubungan sains dan
religi yang terpenting adalah meletakkan antara sains
dan religi pada sisi social psychology, bukan pada sisi
history of scientific progress. Jika setiap ayat
mengandung suatu teori ilmiah, maka hasilnya adalah
keuntungan yang diperoleh dari mengamalkan teori-teori
tersebut sewaktu hidup di dunia dan di akherat kelak.

254 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)ini dilaksanakan di


SMA Negeri 8 Surakarta pada tahun pelajaran
2012/2013, dimulai pada bulan Desember tahun 2012
sampai dengan bulan Juni2013. Ada enam uraian
urutan kegiatan sebagai berikut: (1) penyusunan
proposal dan instrumen penelitian dilaksnakan pada
bulan Desember 2012 sampai dengan Januari 2013; (2)
validasi instrumen penelitian dengan validasi ahli dari
dosen UNS pada bulan Februari dan Maret 2013; (3) uji
coba instrumen di SMA Batik 2 Surakarta, pada bulan
April 2013; (4) pelaksanaan penelitian akhir bulan April
sampai dengan bulan Mei 2013; (5) analisis data dan
penyusunan laporan penelitian pada bulan Mei dan Juni
2013; (6) penyusunan hasil penelitian dalam jurnal
ilmiah pada bulan Juli 2013.Penelitian ini berfungsi
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran (Teaching
Learning Quality). Jika kualitas pembelajaran meningkat
maka prestasi belajar peserta didik meningkat. PTK ini
fokuskan untuk mencari pemecahan masalah yang
dialami oleh guru dan peserta didik di SMA Negeri 8
Surakarta.

255 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Tindakan dalam penelitian initerdiri dua siklus.


Tindakan pertama mulai dilaksanakan pada hari Rabu,
24 April 2013 sampai dengan hari Senin, 20 Mei 2013,
dalam 8 kali pertemuan dengan total alokasi waktu 12 x
45’ di SMA Negeri 8 Surakarta. Sebelumnyatelah
diambil data dari subjek penelitian yang sama, dalam
empat kali pertemuan, berupa data observasi karakter,
aktivitas proses pembelajaran dan prestasi belajar,
selanjutnya data awal ini disebut data prasiklus.
Penelitian tindakan kelas ini mempunyai tiga jenis data
dari hasil pengamatan dan pengukuran/penilaianyaitu:
data prasiklus, data siklus 1, dan data siklus adalah
rekapitulasi dari hasil observasi aktivitas proses
pembelajaran selama penelitian berlangsung.
Berdasarkan data hasil penelitian mulai dari prasiklus,
siklus 1, dan siklus 2, membuktikantelah terjadi
perubahan aktivitas prosespembelajaran yang lebik
baik. Hal itu ditunjukkan dengan meningkatnya
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan kerja sama
yang baik. Sebaliknya aktivitas proses pembelajaran
yang tidak baik mengalami penurunan seperti perilaku
tidak disiplin, tidak memperhatikan saat pembelajaran,
tidak mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru,
menyontek saat ulangan harian, dan pembelajaran yang
berpusat pada guru prosentasenya mengalami penurunan.
Perubahan aktivitas pembelajaran terjadi karena

256 | P a g e
Anotasi Bibliografi
pembelajarantelah menggunakan bahan ajar listrik
dinamis berbasis ICT religi model animasi. Bahan ajar
berbasis ICT religimodel animasi adalah bahan ajar
yang memuat materi pembelajaran yang lengkap mulai
dari judul, tujuan, materi pembelajaran, dan evaluasi
pembelajaran, yang disajikan dalam model animasi dan
materi terintegrasi dengan materi religi untuk
pembentukan karakter. Sifat bahan ajar listrik dinamis
antara lain: menarik untuk dipelajari, fleksibel dan kecil
ukuran filenya. File dapat dijadikan dalam bentuk
format dengan extensi .ppt (ukuran file: 4,52 MB)
atau .swf (ukuran file: 7,25 MB) yang mudah disimpan
dalam bentuk keping CD/DVD, atau flash disk, dan
mudah ditransfer lewat email atau jejaring sosial.
Dengan sifat bahan ajar tersebut peserta didik dengan
leluasa dapat membuka bahan ajar tersebut kapan saja
baik di dalam kelas atau di luar kelas/di rumah dengan
bantuan unit gadget (komputer) untuk mengaksesnya.
Bahan ajar listrik dinamis berbasis ICT religi juga dapat
diunduh secara online pada alamat:
http://muslihamin.blogspot.com/.Sifat bahan ajar yang
fleksibel dan meyenangkan bagi peserta didik
berdampak pada perubahan aktivitas proses
pembelajaran yang lebih baik.Perubahan proses
pembelajaran yang baik dapat mengubah sikap dan
perilaku peserta didik yang lebih baik, selanjutnya dapat
meningkatkan karakter peserta didik, Proses
pembelajaran yang menarik, fleksibel, dan

257 | P a g e
Anotasi Bibliografi
menyenangkan mengakibatkan terjadinya proses
difusi inkulkasi (penanaman nilai tanpa indoktrinasi),
keteladanan dari guru dan keterampilan asertif
(keterampilan mengemukakan pendapat secara terbuka,
dengan cara-cara yang tidak melukai perasaan orang
lain) yang berasal dari bahan ajar berbasis ICT religi
model animasi belangsung lebih efektif. Bukti terjadi
peningkatan karakter religius, jujur, disiplin, cinta tanah
air dan peduli sosial.

258 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsudin. (2004). Psikologi Kependidikan.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

Aminah. (2012). Dasar-Dasar Pengukuran dan Statistik


pada Pembelajaran Fisika. Surakarta : UNS Press

Anas Sudijono. (2007). Pengantar Statistika Pendidikan.


Jakarta: PT. Raja. Grafindo.

Anita Lie. (2008). Cooperative Learning


Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta: Grasindo.

Aqib. (2011). Pendidikan Karakter Membangun


Perilaku positif Anak Bangsa. Bandung: YramaWidya..

Bill Cobern. (2007). The Competing Influence of


Secularism and Religion on Science Education in a
Secular Society. Mallinson Institute for Science
Education College of Arts & Sciences Western
Michigan University 3225 Wood Hall Kalamazo.
Volume 3. 1

Budiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian.


Surakarta: UNS Press.

BSNP. (2006). Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:


BSNP.

259 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Chairul. (2010). Pembelajaran Fisika Berbasis Nilai
Agama pada Perguruan Tinggi Agama Islam. Jurnal
Penelitian Pendidikan. Vol 11 No. 2, 1.

Darmawan. (2012). Inovasi Pendidikan Pendekatan


Praktik Teknologi multimedia dan Pembelajaran
Online.Bandung : Remaja Rosdakarya.

Hamalik. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta:


Bumi Aksara.

Maimun et al . (2011). The Use of ICT in Teaching


Islamic Subjects in Brunei Darussalam. International
Journal Of Education and Information Technologies
Issue (1), Volume 5, 11.

Rahman. (2007). Quranic Sciences (alih bahasa, Taufik


Rahman). Bandung: Mizan.

Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis


Komputer Mengembangkan Profesionalisme Abad 21.
Bandung: Alfabeta.

Shihab. (1995). Membumikan Al Quran. Bandung:


Mizan.

Supardi, Suhardjono.(2011). Strategi Menyusun


Tindakan Kelas. Yogyakarta: Andi Offset.

Sukmadjaja Asyarie &Rosy Yusuf. (1984). Indeks Al


Quran. Bandung : Penerbit Pustaka

260 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Suyanto. (2011). Urgensi Pendidikan
Karakter.(Online)(http:// kemdiknas
dikdasmen.go.id/web/pages/urgensi.html, diakses 29
November 2012)

Syaiful Muttaqin. (2008). Upaya Peningkatan Prestasi


Belajar Siswa Melalui Pendekatan
SainsTeknologiMasyarakat.[online].http://www.syaifulm
uttaqin.blogspot.com/2008/01/upaya peningkatan
prestasi belajar.html (diakses 1 Juni 2013)

Tim Pendidikan Karakter. (2010). Grand design


pendidikan karakter. Jakarta: Kementrian Pendidikan
Nasional.

Zuchdi et al. (2013) Model Pendidikan Karakter


Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pengembangan
Kultur Sekolah. Yogyakarta: MP.

Zuchdi. (2009). Pendidikan karakter grand design dan


nilai-nilai target. Yogyakarta: UNY Press.

261 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Dari jurnal ini dapat dambil manfaat bagi peserta didik


untuk: (1) menarik minat belajar dengan menumbuhkan
aktivitas belajar yang kreatif dan bermakna; (2)
berperilaku dengan karakter yang lebih mulia; (3)
melatih kemampuan berpikir untuk meningkatkan
prestasi belajar fisika kompetensi listrik dinamis.
Selebihnya dari jurnal ini cukup bagus.

262 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-20

Judul : Teori dan Aplikasi Pendekatan


Behavioristik dalam Konseling

Penulis : Sigit Sanyata

Tahun Terbit : 2012, 1-11 hlm.

Nama Jurnal : Jurnal Paradigma

Vol, Nomor, Tahun : vol. 7, 14, 2012

263 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Corey (2005) mengemukakan bahwa psikoanalisa


merupakan sebuah model pengembangan kepribadian
dengan pendekatan psikoterapi. Teori Freud banyak
dikembangkan pada model konseling dan terapi
psikologis, sekaligus menjadai salah satu menu wajib
dalam memahami dimensi kepribadian manusia. Bagi
yang berminat di bidang helping profession tidak
merasa asing dengan konsep dan kerangka teoretik dari
Freud dan Freudian. Psikoanalisa klasik yang kemudian
berkembang dalam psikoanalisa kontemporer tetap
menjadi salah satu pertimbangan konselor dan terapis
dalam menentukan pendekatan psikoanalisa
modern.Salah satu kritik terhadap psikoanalisa adalah
memandang manusia secara deterministik sehingga
dianggap melemahkan martabat kemanusiaan sebagai
individu yang penuh dinamika dan memiliki kebebasan.
Perilaku deterministik disebabkan oleh kekuatan
irasional, motivasi ketidaksadaran, dorongan-dorongan
biologis dan insting. Perhatian sentral psikoanalisa
adalah dorongan instingtif. Perkembangan manusia
ditentukan pada masa kanak-kanak merupakan salah satu
deskripsi dari pandangan pesimisme dan pasivitas
terhadap manusia. Pendekatan psikoanalisa bersifat
klinis dan mementingkan energi-energi psikis dan
kurang mengakui aspek kognitif. Posisi individu hanya
ditentukan oleh model perkembangan pada masa kanak-

264 | P a g e
Anotasi Bibliografi
kanak berimplikasi pada munculnya kritik dan teori baru
yang memiliki cara pandang berbeda dengan
psikoanalisa. Pada tahun 1950-an banyak eksperimen
yang dilakukan oleh psikolog dan terapis dalam upaya
pengembangan potensi manusia, Salah satu temuan baru
yang didapatkan adalah menganggap pentingnya faktor
belajar pada manusia, di mana untuk memperoleh hasil
belajar yang optimal diperlukan reinforcement sehingga
teori ini menekankan pada dua hal dua hal penting yaitu
learning dan reinforcement serta tercapainya suatu
perubahan perilaku (behavior). Dalam perkembangan
lebih lanjut teori ini dikenal dengan behavior therapy
dalam kelompok paham behaviorisme, yang
dikembangkan melalui penelitian eksperimental

265 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pengaplikasian Pendekatan Behavioristik


dalam Konseling?

Apakah hasil masih menjadi perimbangan utama


behavioristik dalam komseling?

266 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Steven Jay Lynn dan John P. Garske (1985)


mengemukakan bahwa asumsi dasar dalam pendekatan
behavioristik adalah (1) memilliki konsentrasi pada
proses perilaku, (2) menekankan dimensi waktu here
and now, (3) manusia berada dalam perilaku maladaptif,
(4) proses belajar merupakan cara efektif untuk
mengubah perilaku maladaptif, (5) melakukan penetapan
tujuan pengubahan perilaku, (6) menekankan nilai secara
empiris dan didukung dengan berbagai teknik dan
metode. Sedangkan menurut Kazdin (2001),
Miltenberger (2004), dan Spiegler & Guevremont (2003)
yang dikutip oleh Corey (2005) karakteristik dan asumsi
mendasar dalam behavioristik adalah (1) terapi perilaku
didasarkan pada prinsip dan prosedur metode ilmiah, (2)
terapi perilaku berhubungan dengan permasalahan
konseli dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (3)
konseli dalam terapi perilaku diharapkan berperan aktif
berkaitan dengan permasalahannya, (4) menekankan
keterampilan konseli dalam mengatur dirinya dengan
harapan mereka dapat bertanggung jawab, (5) ukuran
perilaku yang terbentuk adalah perilaku yang nampak
dan tidak nampak, mengidentifikasi permasalahan dan
mengevaluasi perubahan, (6) menekankan pendekatan
self-control di samping konseli belajar dalam strategi
mengatur diri, (7) intervensi perilaku bersifat individual
dan menyesuaikan pada permasalahan

267 | P a g e
Anotasi Bibliografi
khusus yang dialami konseli, (8) kerjasama antara
konseli dengan konselor, (9) menekankan aplikasi secara
praktis dan (10) konselor bekerja keras untuk
mengembangkan prosedur kultural secara spesifik untuk
mendapatkan konseli yang taat dan kooperatif.

268 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Ivey (1987) menjelaskan bahwa dalam pendekatan


behavior hal yang penting untuk mengawali konseling
adalah mengembangkan kehangatan, empati dan
hubungan supportive. Corey (2005) menjelaskan bahwa
proses konseling yang terbangun dalam pendekatan
behavioristik terdiri dari empat hal yaitu ; (1) tujuan
terapis diarahkan pada memformulasikan tujuan secara
spesifik, jelas, konkrit, dimengerti dan diterima oleh
konseli dan konselor, (2) peran dan fungsi
konselor/terapis adalah mengembangkan keterampilan
menyimpulkan, reflection, clarification, dan open-ended
questioning, (3) kesadaran konseli dalam melakukan
terapi dan partisipasi konselor ketika proses terapi
berlangsung akan memberikan pengalaman positif pada
konseli dalam terapi, dan (4) memberi kesempatan pada
konseli karena kerjasama dan harapan positif dari
konseli akan membuat hubungan terapis lebih efektif.

269 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Paradigma utama dari pola dasar belajar pada manusia


adalah stimulus dan respons. Konsep belajar pada
manusia ditunjukkan pada kemampuan dalam proses
belajar yang dilakukan sehingga proses konseling
sebagai upaya individu untuk reeducation and relearning
processes, dimana dalam proses belajar lebih
menekankan tidak adanya perilaku yang menganggu.
Gangguan-gangguan yang muncul harus dihilangkan
untuk mendapatkan perilaku yang diharapkan. Gangguan
emosional, kecemasan, depresi dan kepribadian
merupakan fokus dari proses konseling sehingga
konseling mengupayakan untuk menghilangkan
munculnya gejala tersebut dengan model-model
psikoterapi. Tujuan konseling dikonsentrasikan pada
proses perilaku dari perubahan tingkah laku yang tampak
atau tidak tampak. Pendekatan konseling yang dominan
adalah konseling klinis untuk mengatasi gangguan-
gangguan perilaku yang ditunjukkan oleh konseli. Proses
konseling yang paling urgen adalah adanya tujuan yang
spesifik, dapat terukur dan merupakan bentuk perilaku
yang diharapkan sehingga dalam konseling, konseli
diajak untuk menentukan tujuan yang spesifiik, jelas,
terukur dan bermanfaat bagi dirinya (konseli)Pendekatan
behavioristik cenderung bersifat direktif dan memberi
arahan kepada konseli. Konselor memilliki posisi aktif
untuk membantu konseli mengubah perilakunya. Dalam

270 | P a g e
Anotasi Bibliografi
metode pengkondisian klasik, model yang sering dipakai
adalah disentisisasi sistematis, flooding, dan hypnosis
sedangkan di era selanjutnya teknik yang digunakan
adalah self-management, shaping, modeling, role playing,
assertiveness training. Pada behavioristik kontemporer
dengan teknik modifiikasi perilaku dan multimodal
therapy yang dikembangkan oleh Lazarus.Peran konselor
dalam pendekatan behavioristik adalah aktif dan direktif,
aktif untuk melakukan intervensi dan membawa konseli
dalam perubahan perilaku yang diharapkan, sedangkan
direktif dimaknai sebagai upaya konselor untuk
memberikan arahan secara langsung kepada konseli.
Peran sentral dari pola ini berimplikasi pada intervensi
krisis yang dilakukan oleh konselor kepada konseli
sehingga konselor diharapkan memahami tentang coping
skills, problem solving, cognitive restructuring dan
structural cognitif therapy. Pendekatan krisis yang
dilakukan oleh konselor merupakan realisasi dari
clinical therapeutic menjadi ciri utama dalam pendekatan
behavioristik.Dalam proses konseling, pendekatan
behavior merupakan suatu proses di mana konselor
membantu konseli untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional dan keputusan tertentu yang
bertujuan ada perubahan perilaku pada konseli.
Pemecahan masalah dan kesulitannya dengan
keterlibatan penuh dari konselor. Pendekatan
behavioristik dalam konseling dipengaruhi oleh ;
kelebihan dan perilaku konseli, jenis problematika, jenis

271 | P a g e
Anotasi Bibliografi
penguatan yang dilakukan dan orang lain yang memiliki
arti tertentu bagi kehidupan konseli dalam perubahan
perilakuknya. Dalam pelaksanaannya, pendekatan
behavioristik memiliki kontribusi yang cukup berarti
dalam konseling dan psikoterapi. Muhammad Surya
(2003) mengemukakan bahwa beberapa sumbangan
terapi behavior adalah ; secara epistemologis menjadikan
sebagai salah satu komponen dalam mengembangkan
konseling, mengembangkan perilaku spesifik sebagai
hasil konseling yang dapat diukur sebagai manifestasi
dari penetapan tujuan yang konkrit, memberikan ilustrasi
bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan, serta
penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan
pada perilaku sekarang dan bukan kepada perilaku yang
terjadi pada masa lalu. Sementara itu kekurangan dari
pendekatan behavioristik adalah ; kurang menyentuh
aspek pribadi, bersifat manipulatif dan mengabaikan
hubungan antar pribadi, lebih terkonsentrasi kepada
teknik, seringkali pemilihan tujuan ditentukan oleh
konselor, konstruk belajar yang dikembangkan dan
digunakan tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan
belajar dan hanya dipandang sebagai suatu hipotesis
yang harus di tes, serta perubahan pada konseli hanya
berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk
perilaku lain.Dalam perkembangannya, berdasarkan
banyak studi kasus ternyata prinsip-prinsip belajar yang
dikembangkan pada pendekatan behavior tidak mampu
menjelaskan secara memuaskan terhadap problem

272 | P a g e
Anotasi Bibliografi
perilaku manusia yang memang lebih kompleks
daripada perilaku binatang (Foreyt & Goodrick, 1981).
Kesimpulan tersebut merupakan kritik terhadap terapi
behavior karena hanya menekankan masalah perubahan
perilaku sebagai hasil akhir dari proses konseling.
(Corey, 2005) memberikan kritik terahadap terapi
behavior, yaitu ; (1) terapi behavior hanya mengubah
perilaku bukan mengubah perasaan, (2) behavior therapy
gagal menghubungkan faktor-faktor penting dalam
terapi/konseling, (3) behavior therapy tidak memberikan
proses pemahaman, (4) behavior therapy berusaha
menghilangkan simptom daripada mencari penyebab, (5)
behavior therapy dikontrol dan dimanipulasi oleh terapis.
Walaupun kritik dari Corey merupakan titik-titik dari
kelemahan behavior therapy tetapi pengaruh dari
behaviorisme yang cukup besar di bidang konseling,
psikoterapi dan pendidikan, apresiasi terhadap teori ini
masih cukup tinggi.

273 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Beck, CE. (1971). Philosophical Guidelines for


Counseling. Second Edition. Dubuque : WMC. Brown
Company. Publisher.

Corey, G., Corey, MS., and Callanan, P,. (1988). Issues


and Ethiics in The Helping Proffesion.

Third Edition. Belmont : Brooks/Cole-Thomson


Learning.

Corey, G. (2005). Theory and Practice of Counseling


and Psychotherapy. Seventh Edition. Belmont :
Brooks/Cole-Thomson Learning.

Muhammad Djawad Dahlan. (1985). Beberapa


Pendekatan dalam Penyuluhan (Konseling). Bandung.
Diponegoro.

Foreyt, J.P. and Goodrick, G.K. (1981). Cognitive


Behavior Therapy. Dalam Corsini, R.J. (ed.).

Handbook of Innovative Psychotherapy. New York :


John Wiley & Sons.

Ivey, AE., Ivey, MB and Simek-Downing, L., (1987).


Counseling and Psychotherapy : Integrating Skills.
Theory and Practice. Second Edition. New Jersey :
Prentice Hall.

274 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Ivey, AE., Ivey, MB and Simek-Morgan, L., (1993).
Counseling and Psychotherapy : A Multicultural
Perspective. Third Edition. Needham Eights : Allyn amd
Bacoon.

Mohamad Surya. (2003). Teori-teori Konseling.


Bandung : CV Pustaka Bani Quraisy.

Rosjidan, (1985). Pengantar Teori-teori Konseling.


Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Woolfe, R., and Dryden, W., (1998). Handbook of


Counseling Psychology. London : SAGEPublications,
Ltd.

275 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Behavioristik merupakan salah satu pendekatan teoritis


dan praktis mengenai model pengubahan perilaku
konseli dalam proses konseling dan psikoterapi.
Pendekatan behavioristik yang memiliki ciri khas pada
makna belajar, conditioning yang dirangkai dengan
reinforcementmenjadi pola efektif dalam mengubah
perilaku konseli. Sehingga sangat tepat sekali
penggunaannya dalam bimbingan konseling. Jurnal ini
menggunakan pola pikir yang berbeda dengan hanya
mengandalkan sebuah hasil pada teori behavioristik.

276 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-21

Judul : Using the question-behavior effect to


change multiple health behaviors: An
exploratory randomized controlled
trial

Penulis : Sarah Wilding, Mark Conner,


Andrew Prestwich, Rebecca Lawton,
Paschal Sheeran

Tahun Terbit : 2019, 53-60 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Experimental Social


Psychology

Vol, Nomor, Tahun : vol. 81, 11, 2019

277 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Health behaviors are associated with a range of long-


term health outcomes (e.g., morbidity and mortality). For
example, low rates of fruit and vegetable consumption
and physical activity, together with high levels of
alcohol consumption and smoking are estimated to ac-
count for two-thirds of cardiovascular disease, cancer,
and all-cause mortality (Kvaavik, Batty, Ursin, Huxley,
& Gale, 2010). Improvements in health outcomes thus
depend not on merely changing one or two behaviors but
on changing multiple health behaviors simultaneously
(Wilson et al., 2015). Interventions that target multiple
health beha-viors are needed, and so the present research
tested whether the question-behavior effect (QBE;Sprott
et al., 2006) might be effective in that regard. The QBE
reflects the fact that asking questions about a behavior
changes subsequent performance of that behavior
(e.g.,Wood et al., 2016). Numerous studies have
demonstrated the QBE for in-dividual health behaviors
(see review byWilding et al., 2016), though the evidence
is stronger for health-protective (e.g., fruit and vegetable
consumption, physical activity) than for health-risk (e.g.,
alcohol consumption, smoking) behaviors. The present
study tested the QBE in relation to a suite of six health
behaviors (3 health-protective; 3 health-risk). Although
likely to generate small effects, the QBE can be applied

278 | P a g e
Anotasi Bibliografi
in simple, low-cost interventions as opposed to
alternative, more costly interventions to address multiple
health behavior change. The study also sought to test a
proposed mechanism underlying the QBE (cogni-tive
dissonance) by exploring a manipulation designed to
increase the cognitive dissonance generated by
completing questions about a be-havior.

279 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

How Using the question-behavior effect to change


multiple health behaviors: Anexploratory randomized
controlled trial?

280 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Lawrence and Ferguson (2012)undertook the only QBE


study that tested the impact of assessing intentions and
past behavior in relation to multiple health behaviors
(quitting cigarette smoking, reducing alcohol use,
practicing safe sex, driving safely, dieting, and
exercising). Parti-cipants either completed a
questionnaire tapping intention and past behavior in
relation to each of the target behaviors, or no
questionnaire, at baseline. Two months later, self-
reported alcohol consumption was significantly lower for
those completing compared to not completing a baseline
questionnaire. None of the other behaviors were
impacted significantly by the questionnaire.
However,Lawrence and Ferguson's (2012)study did not
use a Randomized Controlled Trial (RCT) design,
recruited University students as participants, and was
under-powered to detect the small sized effect
commonly observed in QBE studies (Wilding et al.,
2016; Wood et al., 2016). Further tests of the QBE in
relation to multiple health behaviors are therefore
warranted. The present study used a large and diverse
sample and conducted an a priori power analysis based
on the results of a recent review (Wilding et al., 2016).
AsWilding et al. (2016)also found that risk of bias
influenced effect sizes in QBE studies. The present study
minimized risk of bias by recruiting an online sample

281 | P a g e
Anotasi Bibliografi
that was blinded and allocation to condi-tion was
concealed; online recruitment also reduces potential
experi-menter demand effects (e.g.,Birnbaum, 2004).

282 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

The study was approved by a University Ethics


Committee. Participantsfirst gave informed consent and
were then randomized to complete one of six
questionnaires (3 conditions× 2 orders of ques-tions).
(Conditions are described below.) As questionnaire order
had no significanteffects and did not interact with
condition, this factor is not considered further. Next,
participants provided their demographic de-tails before
completing the questionnaire relevant to their assigned
condition. After four weeks, participants reported their
performance of six health behaviors over the previous
four weeks. Participants also completed personality
scales (after completing the behavior measures) that are
not relevant to the present report. Finally, all participants
were fully debriefed, thanked, and paid.

283 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Thequestion-behavior effect(QBE) has a small effect


(Cohen, 1988) in promoting health behaviors (e.g.,
d≈0.14;Wilding et al., 2016). However, even such small
effects of brief, low-cost interventions can be important
when interventions are applied at a population level (e.g.,
Babor et al., 2007; Wutzke, Shiell, Gomel, & Conigrave,
2001), espe-cially if the intervention can change multiple
health behaviors and is scalable (Kazdin & Blasé, 2011).
The intervention tested here meets these criteria and
therefore could represent a useful way to help change
health behaviors and have an impact on population-level
health. The present research offers two advances in using
the QBE to promote health behaviors: (1) This is thefirst
study to test the impact of the QBE on multiple health
behaviors–including both health-risk and health-
protective behaviors–among a large sample using an
RCT design; and (2) We tested a novel dissonance-
enhanced QBE condition and com-pared its behavioral
impact both to a standard QBE intervention and a control
condition (a questionnaire that did not concern health
beha-viors). The keyfindings were that the QBE proved
effective both at increasing performance of health-
protection behaviors and in reducing performance of
health-risk behaviors. There was also evidence that
magnifying dissonance (dissonance-enhanced QBE
condition) enhanced effects on health behaviors beyond

284 | P a g e
Anotasi Bibliografi
that engendered by a standard QBE intervention.
Supporting Hypothesis 1, the QBE generated a
significant increase in protection behaviors during the
follow-up period. Of interest, how-ever, pairwise
comparisons indicated that this effect was due to the
dissonance-enhanced QBE condition; the standard QBE
condition did not increase performance compared to the
control condition. Supporting Hypothesis 2, there was an
overall reduction in health-risk behaviors due to the QBE.
Again, we observed that the overall QBE was driven by
the dissonance plus QBE condition; the pairwise
difference between the standard QBE and control
conditions was not significant. The presentfindings can
thus be seen to offer support both for ad-vocates
(e.g.,Wilding et al., 2016; Wood et al., 2016) and critics
(e.g., Rodrigues et al., 2015; van Dongen, Abraham,
Ruiter, & Veldhuizen, 2013) of the use of the QBE to
promote health behaviors. On the one hand, we observed
significant main effects for the combined QBE
conditions and for the dissonance-enhanced QBE
condition compared to the control condition for both
health-risk and health-protection be-haviors. On the
other hand, the standard QBE intervention did not
generate significant improvements in these behaviors
compared to the controlcondition. Thus, the
presentfindings may suggest caution in using standard
QBE interventions to change multiple behaviors but also

285 | P a g e
Anotasi Bibliografi
indicate that QBE interventions that magnify dissonance
can be effec-tive in this regard. The fact that the
dissonance-enhanced QBE condition increased health-
protective behaviors and reduced health-risk behaviors
com-pared to the control condition whereas the standard
QBE did not, offers one line of evidence supporting the
superiority of the dissonance-en-hanced QBE
intervention tested here. Comparisons of the dissonance-
enhanced QBE and standard QBE conditions also
broadly supported this conclusion. Performance of
health-protection behaviors was sig-nificantly higher
(p=.04) in the dissonance-enhanced QBE condition and
performance of health-risk behavior was marginally
(p=.07) lower. These findings suggest that the magnitude
of the QBE can be enhanced by deploying messages
designed to evoke dissonance by highlighting potential
discrepancies between intentions and health ac-tions. We
observed that a dissonance-based message increased
beha-vioral intentions, and led to concomitant changes in
subsequent health behaviors. In terms of health
significance and potential applicability of thesefindings,
the results support a small effect of the QBE on multiple
behaviors. While the effects on behavior were small, the
brief nature of the intervention and its online delivery
method support its potential wide reach.

286 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Adler, N. E., Epel, E. S., Castellazzo, G., & Ickovics, J.


R. (2000). Relationship of subjectiveand objective social
status with psychological and physiological
functioning:Preliminary data in healthy white
women.Health Psychology, 19(6), 586–592.

Aronson, E. (1992). The return of the repressed:


Dissonance theory makes a comeback.Psychological
Inquiry, 3(4), 303–
311.https://doi.org/10.1207/s15327965pli0304_1.

Babor, T. F., McRee, B. G., Kassebaum, P. A., Grimaldi,


P. L., Ahmed, K., & Bray, J. (2007).Screening, Brief
Intervention, and Referral to Treatment (SBIRT) toward
a publichealth approach to the management of substance
abuse.Substance Abuse, 28(3), 7–
30.https://doi.org/10.1300/J465v28n03_03.

Birnbaum, M. H. (2004). Human research and data


collection via the Internet.AnnualReview of Psychology,
55(1),803832.https://doi.org/10.1146/annurev.psych.55.0
90902.141601.

Cohen, J. (1988).Statistical power analysis for the


behavioral sciences(2nd ed.). Hillsdale,NJ: Erlbaum.

Conner, M., & Sparks, P. (2015). The theory of planned


behaviour and reasoned actionapproach. In M. Conner,

287 | P a g e
Anotasi Bibliografi
& P. Norman (Eds.).Predicting and changing health
behaviour:Research and practice with social cognition
models(pp. 142–188). (3rd ed.).Maidenhead: Open
University Press.

Devine, P. G., Tauer, J. M., Barron, K. E., Elliot, A. J.,


& Vance, K. M. (1999). Movingbeyond attitude change
in the study of dissonance-related processes. In E.
Harmon-Jones, & J. Mills (Eds.).Science conference
series. Cognitive dissonance: Progress on apivotal theory
in social psychology(pp. 201–232). Washington, DC,
US: AmericanPsychological Association.

Dholakia, U. M. (2010). A critical review of question-


behavior effect research.Review of Marketing Research,
7(7), 145–197.https://doi.org/10.1108/S1548-6435(2010)
0000007009.

Godin, G., Sheeran, P., Conner, M., & Germain, M.


(2008). Asking questions changesbehavior: Mere
measurement effects on frequency of blood
donation.Health Psychology, 27(2), 179–
184.https://doi.org/10.1037/0278-6133.27.2.179.

Kazdin, A. E., & Blasé, S. L. (2011). Rebooting


psychotherapy research and practice toreduce the burden
of mental illness.Perspectives on Psychological Science,
6,21–37.

288 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Kvaavik, E., Batty, G. D., Ursin, G., Huxley, R., & Gale,
C. R. (2010). Influence of in-dividual and combined
health behaviors on total and cause-specific mortality in
men and women: The United Kingdom health and
lifestyle survey.Archives of Internal Medicine, 170(8),
711–718.https://doi.org/10.1001/archinternmed.2010.76.

Kypri, K., Langley, J. D., Saunders, J. B., & Cashell-


Smith, M. L. (2007). Assessment mayconceal
therapeutic benefit: Findings from a randomized
controlled trial for ha-zardous drinking.Addiction,
102(1), 62–70.https://doi.org/10.1111/j.1360-0443.
2006.01632.x.

Lawrence, C., & Ferguson, E. (2012). The role of


context stability and behavioural sta-bility in the mere
measurement effect: An examination across six
behaviours.Journal of Health Psychology, 17(7), 1041–
1052.https://doi.org/10.1177/ 1359105311433346.

Leippe, M. R., & Eisenstadt, D. (1999). A self-


accountability model of dissonance reduc-tion: Multiple
modes on a continuum of elaboration. In E. Harmon-
Jones, & J. Mills (Eds.).Science conference series.
Cognitive dissonance: Progress on a pivotal theory in
social psychology(pp. 201–232). Washington, DC, US:
American Psychological Association.

289 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Lennox, R. D., & Wolfe, R. N. (1984). Revision of the
self-monitoring scale.Journal of Personality and Social
Psychology, 46(6), 1349–1364.

Ouellette, J. A., & Wood, W. (1998).Habit and intention


in everyday life: The multiple processes by which past
behavior predicts future behavior. Psychological Bulletin,
124, 54–74.

Rodrigues, A. M., O'Brien, N., French, D. P., Glidewell,


L., & Sniehotta, F. F. (2015). The question–behavior
effect: Genuine effect or spurious phenomenon? A
systematic re-view of randomized controlled trials with
meta-analyses.Health Psychology, 34(1), 61–
70.https://doi.org/10.1037/hea0000104.

Sheeran, P., Avishai-Yitshak, A., McDonald, I., Miles,


E., Webb, T. L., & Harris, P. R. (2017).Self-affirmation
is counter-productive when dissonance favors health
behavior performance: Evidence from a national
experiment on organ donation(Unpublished
manuscript)University of North Carolina at Chapel Hill.

290 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

For this journal we can learn multiple behavior change,


we were unable, in a single study, to address several
contextual factors that might influence the strength of the
QBE. For instance, the setting in which questions are
asked and the mode of question delivery could both be
influential.

291 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-22

Judul : Examples of instructional design for


social studies according to meaningful
learning and information processing
theories
Penulis : Cem Babado, Fatma Ünal

Tahun Terbit : 2011, 2155-2158 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Experimental

Vol, Nomor, Tahun : vol. 15 , 11, 2019

292 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Studies for practices in all fields are carried out on the


basis of certain theoretical concepts and principles.
Similarly, in the field of education, development and
implementation of curricula, materials, teaching-learning
processes are realized based on the theoretical grounds.
These theoretical grounds are psychological principles,
ideals, values and needs of the community, and
principles envisaged by the educational philosophy.
These rules and principles should be considered in
planning, organizing and conducting educational
activities; and educational activities should be carried
out in accordance with them. In the study, “meaningful
learning theory”, one of the descriptive theories which
enlighten teaching-learning processes, and “information
processing theory”, one of the prescriptive theories are
analyzed; and in relation to these theories, instructional
designs are developed for in-class activities of the social
studies course. These instructional designs are compared
with each other; and proposals are offered as a result of
this comparison. Theory of Ausubel, who is a cognitive

293 | P a g e
Anotasi Bibliografi
psychologist, focuses on meaningful verbal learning or
advance organizers. This theory which is also called
expository teaching includes descriptive principles for
both how a person learns, and features of an instructional
activity and how it should be organized. According to
this theory, learning occurs through retention of
meaningful learning materials. Rote learning is a
mechanical learning and does not turn into a meaningful
learning unless it is organized. Ausubel set forth the
difference between meaningful learning and rote
learning as follows: Rote learning is a kind of learning
where the subject learned is learnt without making
connection to the other subjects and so it is forgotten
rapidly.

294 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

What Examples of instructional design for social studies


according to meaningful learning and information
processing theories?

295 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Theory of Ausubel, who is a cognitive psychologist,


focuses on meaningful verbal learning or advance
organizers. This theory which is also called expository
teaching includes descriptive principles for both how a
person learns, and features of an instructional activity
and how it should be organized. According to this theory,
learning occurs through retention of meaningful learning
materials. Rote learning is a mechanical learning and
does not turn into a meaningful learning unless it is
organized. Ausubel set forth the difference between
meaningful learning and rote learning as follows: Rote
learning is a kind of learning where the subject learned is
learnt without making connection to the other subjects
and so it is forgotten rapidly. However, rote learning
which is repeated many times is not forgotten (like
multiplication table).

296 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Meaningful learning, on the other hand, is a kind of


learning where the subject is learned meaningfully in an
integrated way through incorporating the new subject or
concept into the relevant subjects and concepts and
through establishing connections between the new
subject or concepts and the existing information of the
learners. Therefore rote learning is forgotten rapidly
whereas the meaningful learning is not (Yeúilyaprak,
2009, p. 323; Ausubel, 1963). Ausubel advocates the
necessity for developing certain strategies in order to
maintain and increase permanency of the subjects
learned in class with an aim of activating efforts for
meaningful learning. Ausubel refers to these strategy
components as “advance organizers”. Meaningful
learning theory covers principles and strategies that can
be used in class environments where face-to-face
communication occurs. In this regard, teaching-learning
process includes determination of advance organizers,
installation of them into appropriate materials and
presentation of these materials to the learner.

297 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASILPENELITIAN

An Example of Instructional Design for Implementation


of Meaningful Learning Theory Setting Instructional
Objective: Student recognizes, in general, the surface
features of the region she/he lives in on the relief map of
Turkey. Concept – Principle – Subjects: Defining the
concepts of surface feature, mountain, plain, plateau,
river, and lake; and demonstrating them on the relief
map. Prerequisites/preliminary information: Giving
examples for natural and human elements, distinguishing
natural and human elements and revealing differences
between natural and human elements. Pool of Examples:
A picture including natural and human elements;
photographs and 3D drawings of the concepts of surface
features, mountains, plains, plateaus, rivers and lakes;
short films about the surface features, mountains, plains,
plateaus, rivers and lakes; and demonstration of the
concepts on the relief map of Turkey. Organizer
(Descriptive/Comparative): Graphic organizers for the
natural and human elements. Exposition Format:
Principles of meaningful learning theory (Subsumption,
deduction, prerequisite, inclusion), expository teaching
strategy (measures that should be taken with respect to
concentration, motivation and evaluation factors). 1.
Teacher presents the organizer schema to the students.
She/he both steers students to the new learning activities
and also informs them on these activities through this

298 | P a g e
Anotasi Bibliografi
schema. 2. Teacher makes students to examine the
picture exhibiting natural and human elements together.
She/he asks students to give examples for the natural and
human elements shown in the picture and to tell the
differences between these two elements; consequently
they draw a schema for the subject. When necessary,
teacher gives different examples and tips. She/he
continues these activities until the attainment of
educational objective for distinguishing natural and
human elements, which is a prerequisite for the students.
After that, she/he passes to the next activities aiming
attainment of another objective. 3. Generalization:
Teacher shows students photographs and 3D drawings of
surface features (mountain, plain, plateau) and waters
(river, lake), define these concepts by emphasizing
differences and similarities between them and
demonstrates the relevant schema. Teacher makes
students to examine this schema and asks them some
questions about the basic concepts indicated on the
schema. 4. Teacher shows a short film about the surface
features and waters to the students. Then she/he asks
questions for what they have seen in the film as
examples for surface features and waters and wants them
to define especially these natural elements they saw in
the film by their own words. 5. Teacher shows the Relief
Physical Map of Turkey to the students. She/he ensures
the students to touch the relief map and especially makes
them to feel the rises and falls on the map. Teacher

299 | P a g e
Anotasi Bibliografi
wants students to give examples for the surface features
and waters they learned and to explain them through the
map. 6. Teacher draws attention of the students to the
conventional signs part on the Relief Physical Map of
Turkey. She/he shows color bar indicating altitude levels
on the map to the student and makes explanations about
it. She/he asks students to estimate altitude of certain
places on the map. 7. Teacher wants students to show
surface features and waters of the region they live in on
the relief map and to group surface features and waters
in the region. She/he helps students to transfer the
information they have learned into the new situations.
Assessment and Evaluation / Measurement of
Permanence: Teacher assigns homework in order to
make the information learned permanent and to ensure
its transfer into new situations. She/he makes a brief
review of the activities carried out during the lesson and
explains what to be done in the next lesson. Teacher may
benefit from the maps and schemas during brief review
of the lesson. She/he may also make evaluations by
using assessment questions prepared to measure the
permanence of the learning.

300 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Alkan, C. (1977). (÷itim Teknolojisi Kuramlar-


Yöntemler. Ankara: YargÕço÷lu MatbaasÕ.

Ausubel, D.P. (1963). The Psychology of Meaningful


Verbal Learning. New York: Grun and Starton.

Babado÷an, C. (1996). “Modern Ö÷retim Stratejilerinin


Ö÷retim-Ö÷renim Süreçlerine YansÕmasÕ”, Ph.D.
Dissertation, Ankara: Ankara University.

Barth, J. & Demirtaú, A. (1997). ølkö÷retim Sosyal


Bilgiler Ö÷retimi Kaynak Üniteler. Ankara: YÖK/
Dünya BankasÕMilli E÷itimi Geliútirme Projesi Hizmet
Öncesi Ö÷retmen E÷itimi.

Erden, M. & Akman, Y. (1995). (÷itim Psikolojisi:


Geliúim-Ö÷renme-Ö÷retim.Ankara: ArkadaúYayÕnlarÕ.

Gagne, R. (1985). The Cognitive Psychology of School


Learning. Boston: Litte Brown and Company.

Joyce, B. & Weil M. (1972). Models of Teaching. New


Jersey: Prentice-Hall Inc

Limniou, M., & Whitehead, C. (2010). Online general


pre-laboratory training course for facilitating first year
chemical laboratory use. Cypriot Journal of Educational
Sciences, 5(1), 39-55.

301 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Ozdamli, F. (2009). A cultural adaptation study of
multimedia course materials forum to Turkish. World
Journal on Educational Technology, 1(1), 30-45.

Yeúilyaprak, B. (2009). Geliúim-Ö÷renme-Ö÷retim.


Ankara: Pegem A YayÕnlarÕ

302 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Instructional theories of Ausubel and Gagne, in general,


resemble each other in the planning phase of in-class
activities but there are outstanding differences between
them in the implementation phase. The meaningful
learning theory focuses more on the expository or in
other words a teacher-centered teaching; whereas teacher
undertakes the role of a guider or moderator in the
information processing theory.

303 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-23

Judul : Developing PGSD students character


through experience learning theory

Penulis : Aprilia Tina Lidyasari

Tahun Terbit : 2013, 189-195 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Education

Vol, Nomor, Tahun : vol. 123, 6, 2013

304 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

The mandate about National Education System (Number


20 on2003) aims to develop the potential of students to
become people who have faith and fear to Almighty God,
noble, health, knowledgeable, skilled, creative,
independent, and become democratic citizens and
responsible. The mandate impliedthat the national
education aims to develop the potential of young
intelligent and humane nation. Formal education starts
from primary school level. To achieve the success of the
national education goals, it requires synergy between the
educational, such as teacher components.Teacher is an
educator who is competent with the primarytask, such as
educating, teaching, guiding, directing, training,
assessing, and evaluating students in early childhood
education, formal education, elementary education, and
secondary education. Teacher who is competent does not
come directly, but it requires preparation, including
preparation for candidate elementary teachers. Candidate
elementary teacher is prepared through university of
Primary School Teacher Education (PGSD) department
for classroom teacher. Through this department, student
who is prepared to be a competent primary school
teacher candidate has to have four master teacher
competences as in mandate No. 14 on 2005 about
Teacher and Lecturer, namely pedagogic, personality,
social and professional competence. Pedagogic

305 | P a g e
Anotasi Bibliografi
competence is a must-have skill of teacher in teaching
the material to students. Social competence includes
effective communication to educators, students,
education staff, parents and the community. Personal
competence includes steady, stable, mature, wise and
dignified personality to berole models for students and
the community. Professional competence includes
mastery learning material broadly and deeply.The fourth
competency needs to be understood, internalized and
carried out by a teacher in carrying out his profession.
As a professional position, teacher cannot be done by
just anyone, but it requires some principles such as have
talents, interests, call the soul, and idealism; commit to
improve the quality of education, faith, piety, and moral
values; have the academic qualifications and the
appropriate educational background with field
assignments.The results of tracer studies, PGSD student
alumni whichis done by PGSD department in 2011
showed that the alumnus of PGSD FIP UNY have not
maximized in mastering the four competencies of
teacher as a whole. This is demonstrated by the personal,
social and professional competence standards, has yet to
be achieved.

306 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

How to Developing PGSD students character through


experience learning theory?

307 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Basic education is one of the formal educations that


educate children aged six to twelve years (Hurlock,
1994). At this age the child is still in the concrete
operational period, resulting in the need of a teacher
education that can be used as an example and a model
for its development. Being a teacheris the responsibility
of that choice is not easy. Because of his responsibilities
is to educate the next generation to become intelligent
and humane. So as to be able to carry out the duties and
obligations to the optimum thenthe teacher should
master the four competencies of a teacher. Regulation of
the Minister of National Education no. 16 on 2007 about
standard academic qualifications and competence of
teachers mentioned that teachers competencies include
pedagogical, professional, social, and personality.
Pedagogic competence is a must-have skills of teachers
in teaching the material to students. Professional
competencies include mastery learning material is broad
and deep. Social competencies include effective
communication both to fellow educators of students,
staff, parents and the community. Personal competence
include personality steady, stable, mature, wiseand
dignified to be role models for students and the
community.

308 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Learning Theory Experice strategy has proved effective


for the character ofprospective teachers develop one that
is self concept teacher candidates are competent. This is
supported by research conducted Aprilia Lidyasari Tina
(2012) on the “pengembangan panduan peningkatan self
concept mahasiswa PGSD FIP UNY melalui ELT”. The
result is that the Experience Learning Theory proven
effective for improving student self concept, quantitative
results of the pretest and related posttest PGSD student
self concept has a difference / difference of 12 or
increased 14.49%, while the qualitative observations
before and after looks treatment student self concept
PGSD which is the character ofprospective elementary
teachers increased from less skilled to skilled in self
conceptnya. ELT can thus be used as a learning method
for students to be able to have a character PGSD
prospective teachers who are competent.

309 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Learning model that is used to increase student interest


in the world PGSD teacher is through experiential
learning (Experiential Learning). Experiential Learning
Theory (ELT) was developed by David Kolb. These
lessons emphasize on a holistic model of learning in the
learning process. Experience also has a major role in
learning experience. Experiential learning theory defines
learning asthe process whereby knowledge is created
through the transformation of experience, (Kolb. 1984).
This learningmodel consists of four stages: concrete
experience, reflection, conceptualization/abstract
thinking and active experience/application. The
description of the stages of learning can be seen in the
following figure: he beginning of the learning process
for a practitioner of concrete experience. Experience is
then reflected in the individual. Through the process of
reflection, someone will try to understand what is
happening or happened. Reflection is a process of
conceptualization orbasic understanding of the process
underlying principles as well as the experience of
forecasting the possibility of its application inthe context
of the situation or the other (new).The possibility of
learning through real experiences thenreflected by
reviewing the experience. Experience has been reflected
by reviewing what he had done. Experience has been
reflected subsequently rearranged to form new concepts

310 | P a g e
Anotasi Bibliografi
or abstract concepts. Understanding abstract concepts
and it will be a guide for the creation of experience or
new behaviors. Process of experience and reflection
categorized as a process of discovery (finding out), while
the conceptualization and implementation processes are
categorized in the application process (taking
action).Based on the instructional model, there are 4
steps to grow PGSD student interesting into a competent
teacher who has character, namely:3.1. Stage
experiencesStage implemented with real experience
invites students toexperience unpleasant situations that
allow negative feelings arise. Situation created through
PGSD invites students to teach students in elementary
schools around either low grade or high grade with a
prepared lesson plan.3.2. Phase Observation
ReflectiveStages of reflection observations obtained
through observation done by the students to the feelings
they experienced during teaching practice and then
compared with the feelings they experience in real
life.3.3. Abstract Conceptualization stageAbstract
conceptualization stage is the stage for understandingthe
principles of the feelings that have been reflected.
Through the understanding of the participants are
expected to have a new concept of "Primary teachers are
competent and humane" that can be applied when
teaching in real life.3.5. Active Experimentation stage

311 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Active experimentation stage is the stage of providing
the opportunity for students to apply the concepts that is
taken in real situations.So that the maximal and optimal
learning ELT should be frequently performed, so that
students come into contact with the environment through
habituation elementary students can cultivate their
interest to become a master teacher capable of teaching-
learning and personality develop prospective teachers
who have character.

312 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Aprilia Tina Lidyasari. (2013). Pengembangan


pengembangan panduan peningkatan self concept
mahasiswa PGSD FIP UNY melalui ELT. Penelitian.
Universitas Negeri Yogyakarta.

Furqon Hidayatullah. (2010). Pendidikan Karakter:


Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma
Pustaka.

Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan (Suatu


Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Edisi V.
Jakarta: Erlangga.
http://serc.carleton.edu/introgeo/enviroprojects/what.htm
l

Kolb, D. A. (1984). Experiential Learning. Englewood


Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Muchlas Samani & Hariyanto. (2012). Pendidikan


Karakter (Konsep dan Model). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.

Sri Narwanti. (2011). Pendidikan karakter:


Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam
Mata Pelajaran. Yogyakarta: Familia

313 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

PGSD students are educators of the nation's potential


successor. In the hands of the nation they develop into
intelligent and character generation. For that we need the
preparations to bemade prospective elementary teachers
are fully mastered the four competencies. Four teacher’s
competence can be controlled through assessment and
directly experience, this is in accordance with the theory
of David Kolb's ELT.

314 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-24

Judul : The relationship of learning styles,


learning behaviour and learning
outcomes at the romanian students

Penulis : Stan Maria Magdalena

Tahun Terbit : 2015, 1667-1672 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Education

Vol, Nomor, Tahun : vol. 180, 10, 2015

315 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

The issue of academic success with prevention of


academic failure is one of the educational policy issues
at national and European level. The preparation of some
competitive specialists in the labor market becomes a
priority not only European but also international.
Extensive studies devoted to the subject (Astin, 1993;
Tinto, 1993; Pascarella & Terenzini, 1991) draw
attention to the increasing university abandonment and
academic low-achievement. The concern from specialists
on the prediction ofacademic success is due to the fact
that this issue is an indicator of academic quality, and
also from the need to determine the factors involved in
obtaining the high academic success in order to intervene
to its potentiation. Knowledge of the factors influencing
academic performance shows strong implications in
academic learning in student performance and success.It
is known that cognitive skills are a strong predictor
ofacademic success (Gagne, Pears, 2001; Farsides,
Woodfield, 2003; Walberg, 1984). However, with
nonintelectuali factors (personality factors, motivational,

316 | P a g e
Anotasi Bibliografi
psychosocial, etc.) learning style influences academic
achievement of students. Preference for a particular
approach to learning tasks, along with strategies for
solving them enabled circumscribe the learning style of
each student. This study aims to analyze the relationship
between learningstyle, learning behavior and academic
achievement of students in the Romanian academic
environment.

317 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

What the relationship of learning styles, learning


behaviour and learning outcomes at the romanian
students?

318 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Academic learning is a type of learning that has superior


quality features such as autonomy, intrinsic motivation,
self-control, self-direction and self-regulation of the
activity of students (Neacşu, 2006). The specificity of
this type of learning is translated into goals (Neacșu,
2006), such as "encouraging reflection; active and
effective use of product knowledge through formal
academic learning, but also non-formal; design
expectations at a higher level, especially for practical
professional skills for valuing experiences formed
outside the university, for increased interdisciplinary
transfer; potentiation volitional and motivational
mechanisms that allow students to implement higher
order capabilities in using the acquired knowledge
(Bruer, 1993). Participation in learning is voluntary;
adults engage in learning as a result of their own volition.
(Brookfield, 1986) "It is important to involve learners in
the process of setting their own direction and means of
learning and evaluationas a way of facilitating their
personal autonomy and self-direction" (Merriam, 1993, p.
19). This createsengaging the learner in learning while
reducing production informative instructive role of the
teacher.The academic performance is an directly
observable indicator of learning. Academic performance
refers to the efficiency resulting from the mobilization of
cognitive and emotional-volitional resources of the

319 | P a g e
Anotasi Bibliografi
student when he faces with a certain work task. The
performances represent the level of obtained academic
results, the quantitative and qualitative changes in
academic purchases. Students' learning performance can
be predicted and explained with a certain degree of
probability if are known the factors that influence them
and the way that their effects are distributed.

320 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

4.1. Participants Participants in the study were 55 female


students, aged between 19 and 49 years, students in the
program of study Pedagogy education and preschool.
The group of subjects was divided into two categories:
43 are participants who doesn’t have professional
experience and 12 students with professional experience
in pedagogical education and preschool (age 5-30 years),
students in the first year - 15 students, year II – 20, third
year students - 25.

4.2. Measures

4.2.1. Kolb Learning Styles (Honey & Mumford, 2006):


was used to measure individuals’ learning styles in both
educational settings and everyday life settings. Based on
participants’ rank ordered responses to twelve items,
they are categorized as having one predominant learning
style out of the four that are possible in the Kolb model.

4.2.2. Learning Strategies Survey (Young, 2005):


Learning strategies were measured using a self-regulated
learning strategies index developed by Young. The
instrument shows 17 items that measure the surface
(rehearsal), deep (organization, elaboration, critical
thinking) and metacognitive (planning, monitoring,
regulating) learning strategies. All items scored on a 5
point scale ranging from 1 – never to 5 – always.

321 | P a g e
Anotasi Bibliografi
4.3.3. Academic performance was measured from both
theoretical and practical. At a theoretical level student
performance was measured using the average grades in
the subjects of the second semester of the academic year
2013-2014.Theoretically the academic performance
measurement using the average grades in the subjects
covered is a common measure, often used (Soh,
2011);Students work on a practical level was measured
byreference to the following criteria: lesson preparation
(scientific and methodical documentation); formulating
the operational objectives of teaching activity
(correlation between objectives, contents, means and
methods of education, organizational forms of learning,
assessment methods); achieving the scientific content of
the lesson (ensuring scientific rigor and timeliness of
knowledge; accessibility of content) methodological
aspects of the lesson (lesson synchronization with the
pace of deployment rates of student learning), the
strategy elaboration based on the objectives, contents,
the specificities of the different categories of classmates;
appropriate use of assessment forms, methods and
techniques of traditional and alternative assessment);the
behavior of the student in teaching practice (teaching
style suitability to different learning situations and
organization; classroom managementconcerns for
emotional climate).

322 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

The gathered data by applying statistical tools have


undergone specific analysis and have obtained the
following results:- descriptive analysis of data collected
reveals that in terms of preferred learning style of the
students it has the following distribution: divergent style
38.2%, 12.7% convergent style, assimilator style 32.7%
and accommodate style 16.4 %. Regarding the
distribution of subjects according to the teaching
experience shows that there are statistical differences (t
test) according to the learning style variable (t = 2.14, df
= 53, p≤0.05). Regarding the distribution of scores
according to year of study are significant differences in
terms of preferred learning style (ANOVA, F (2) = 6.61,
p = 0.000). Post hoc analysis reveals that our group finds
significant differences in terms of learning style between
year 1 and 2 (t = 1.13, p = 0.000) and between 2nd and
3rd year (t = 1.00, p = 0.000).- in terms of learning
strategy, descriptive analysis reveals the following
distribution: 23.6% use surface learning strategies,43,6%
use deep strategy and 32,7% use metacognitive strategy.
There are no significant differences in terms of type of
learning strategies and professional experience (t = 1.27,
p = 0.09), but there are significant differences between
study participants according to year of study (ANOVA,
F (2) = 5.08, p = 0.000). Post hoc intergroup analysis
reveals that there are differences between year 1 and year

323 | P a g e
Anotasi Bibliografi
2 or year 3 of study (t = 0.65, p =0.027, respectively t =
0.70, p = 0.015) and between year 2 and year 3 of study
there are no significant differences (t= 0.05, p = 1.00).-
the analysis of learning styles and performance at
theoretical activities or practical activities by ANOVA
method found significant relationships F (3) = 5.19, p =
0.000, respectively F (3) = 7.60, p = 0.000.- in terms of
the relationship between learning style and learning
strategy results are presented in Table. 1 were we find
associations between variables, but the intensity is
slightly moderate to low. The pilot study reveals some
interesting data:- to the learning styles level we identify
all the styles described by Kolb ; we found significant
associations between learning style and learning
strategies; future studies can be developed to determine
the predictive relationship between learning style and
learning strategy;- first year students use especially
surface learning strategies and have the preference for
assimilation and accommodation style, but those who
have teaching experienceuse especially metacognitive
strategies and the style that prevails is the divergent one;
III year students prefer divergent and accommodation
style and the learning strategies use the deep learning
strategy. At the studentswith work experience the use of
metacognitive learning strategies is associated with
divergent style.- in terms of the relationship between
learning style andacademic performance results are
differentiated so metacognitive performance is

324 | P a g e
Anotasi Bibliografi
associated with theoretical and practical experience at
students with work experience and deep learning
strategy is associated with high performance at the
theoretical activities to students who do not have
professional experience.

325 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Astin, A.W. (1993). What Matters in College: Four


Critical Years Revisited. San Francisco: Jossey-Bass.

Brookfield, S.D. (1986). Understanding and facilitating


adult education. San Francisco: Jossey- Bass, Inc..

Bruer, J. T. (1993). Schools for thought. Cambridge,


MA: MIT Press.

Diseth, A., Martinsen, O. (2003). Approaches to learning,


cognitive style, and motives as predictors of academic
achievement. Educational Psychology, 23 (2), 195-207.

Farsides, T., & Woodfield, R. (2003). Individual


differences and undergraduate academic success: The
roles of personality, intelligence, and application.
Personality and Individual Differences, 34, 1225–1243.

Gagne, F., & St Pere, F. (2001). When IQ is controlled,


does motivation still predict achievement?. Intelligence,
30, 71–100.

Garton, B.L., Spain, J.N., Lamberson, W.R., Spiers, D.E.


(1999). Learning Styles, Teaching Performance, and
Student Achievement: A Relational Study. Journal of
Agricultural Education, 40 (3), 11-19.

Glenn-Cowan, P. (1995). Improve your reading and


study skills. New York: Glencoe Macmillan

326 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Graham, J.C., Garton, B.L., Gowdy, M.A. (2001). The
relationship between students’ learning styles,
instructional performance, and student learning in a plant
propagation course. NACTA Journal, 45 (4), 30-35.

Keefe, J. W.. (1982). Student learning styles and brain


behavior: Programs, instrumentation, research. Reston.
VA: National Association of Secondary School
Principals

Kolb, D. A. (1984). Experiential learning: Experience as


the source of learning and development. New Jersey:
Prentice-Hall.

Merriam, S.B. (1993). Adult learning: Where have we


come from? where are we headed?. In An update on
adult learning theory. Number 57. San Francisco:
Jossey-Bass, Inc..

Neacşu, I. (2006). Învăţarea academică independentă.


Ghid metodologic. Bucureşti: Universitatea din
Bucureşti.
http://www.unibuc.ro/uploads_ro/36833/Invatarea_acade
mica_independenta.pdf, accesat la 10.10.2014

Negovan, V. (2010). Psihologia învățării. Forme,


strategii și stil, ed. A II-a, București: Editura
Universitară.

327 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Pascarella, E., Terenzini, P. (1991). How College
Affects Students: Findings and Insights from Twenty
Years of Research. San Francisco: Jossey-Bass Inc.

Sims, R. R., & Sims, S. J. (1995). The importance of


learning styles: Understanding the implications for
learning, course design, and education. Westport:
Greenwood Press.

Soh, K. S. (2011). Grade point average: What’s wrong


and what’s the alternative? Journal of Higher Education
Policy and Management, 33 (1), 27-36.

Tinto, V. (1993). Leaving College: Rethinking the


causes and cures of student attrition, 2nd ed. Chicago:
University of Chicago Press.

Walberg, H. J. (1984). Improving the productivity of


America’s schools. Educational Leadership, 41(8), 19–
27.

Wolf, D.M, Kolb, D.A. (1984) Career development,


personal growth and experiential learning. In
Organisational Psychology: Readings on human
behaviour, 4th edition. New Jersey: Prentice-Hall

Young, M. R. (2005). The motivational effects of the


classroom environment in facilitating self-regulated
learning. Journal of Marketing Education, 27 (1), 25-40

328 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

This present pilot study confirms that at the students


level we can identify different learning styles: the
divergent style, convergent style, assimilation style and
accommodation style, and, also, the relationship that is
established between learning style, learning behavior and
academic performance of the students. It reveals
differences between the learning behavior and the type
of learning activities inwhich the student is involved
(theoretical or practical).

329 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-25

Judul : Reducing behavioral avoidance with


internet-delivered cognitive behavior
therapy for generalized anxiety
disorder

Penulis : Alison E.J. Mahoney, Jill M. Newby,


Megan J. Hobbs, Alishia D. Williams,
Gavin Andrews

Tahun Terbit : 2019, 105-109 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Education

Vol, Nomor, Tahun : vol. 15, 8, 2019

330 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Generalized anxiety disorder (GAD) involves excessive


worry and anxiety about everyday concerns (American
Psychiatric Association [APA], 2013). While cognitive
and somatic criteria are used to define GAD in DSM-5,
research has begun to explore the behavioral features of
the disorder (Beesdo-Baum et al., 2012). Although some
studies have found that people with GAD engage in
maladaptive behaviors, such as excessive situational
avoidance, checking, reassurance-seeking, and planning
(e.g.,Beesdo-Baum et al., 2012; Schut et al., 2001;
Coleman et al., 2011), there has been very little
systematic investigation in this area. The role of
maladaptive behaviors in the maintenance of GAD is
therefore not well understood. Prominent psychological
theories underscore the importance of cognitive factors
in the maintenance of GAD (Borkovec et al., 2004;
Dugas et al., 1998; Wells, 1999). Cognitive avoidance,
whereby mental strategies such as thought suppression
are used in an effort to avoid distressing thoughts and
emotions, has been theorized to maintain GAD
(Borkovec et al., 2004). Maladaptive beliefs have also
been implicated in the maintenance of the disorder, for
example, beliefs associated with intolerance of
uncertainty and metacognition (Dugas et al., 1998; Wells,
1999). Psychotherapies that target these cognitive factors
significantly reduce patients' pathological worry and

331 | P a g e
Anotasi Bibliografi
anxiety (see Andrews et al., 2016, for an overview).
Behavioral forms of avoidance have been conceptually
linked to the cognitive factors that are thought to main-
tain GAD. Behavioral avoidance involves avoiding or
managing distress by performing actions such as seeking
reassurance, checking, or avoiding anxiety-provoking
situations. The Metacognitive Model of GAD, for
example, posits that when excessive reassurance-seeking
is used to reduce worry, individuals with GAD do not
learn that worry is controllable and harmless, and
thereby perpetuate problematic meta-cognitive beliefs
about worry (Wells, 1999). Despite the conceptual link
between cognitive factors and maladaptive behaviors,
there has been scant empirical scrutiny of the nature of
these associations. Although cognitive behavioral
therapy (CBT) for GAD often aims to reduce ma-
ladaptive behaviors (Robichaud, 2013; Wells, 1999), it is
unclear whether maladaptive behaviors reduce following
CBT and whether reductions in these behaviors are
associated with reductions in GAD symptom severity.

332 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

How Reducing behavioral avoidance with internet-


delivered cognitive behavior therapy for generalized
anxiety disorder?

333 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

The current study sought to examine changes in


maladaptive be-haviors following CBT for GAD.
TheBeesdo-Baum et al. (2012)study was a secondary
analysis of randomized controlled trial data that em-
ployed a relatively small sample of GAD patients (n =
56). To com-plement these data, we will examine
changes in maladaptive behaviors in two large samples
of patients undertaking internet-delivered CBT (iCBT)
for symptoms of GAD in routine clinical care. Thefirst
sample comprised patients undertaking iCBT for their
symptoms of GAD and the second sample comprised
patients undertaking iCBT for their symptoms of GAD
and depression. This replication and extension is
particularly important given the high comorbidity
between GAD and major depressive disorder
(MDD:Brown et al., 2001). Furthermore, Beesdo-Baum
et al. examined whether baseline behavioral avoidance
predicted post-treatment outcomes. To extend
thesefindings, the cur-rent study will evaluate whether
reductions in maladaptive behaviors following CBT
predict post-treatment GAD symptom severity. The
psychological treatments examined by Beesdo-Baum et
al. were both behavior therapies that explicitly omitted
cognitive treatment compo-nents (seeHoyer et al., 2009).
This may limit the generalizability of their results to
CBT, which is more commonly implemented in practice

334 | P a g e
Anotasi Bibliografi
(Andrews et al., 2016). Although the measurement of
maladaptive be-haviors associated with GAD was central
to the hypotheses of the Beesdo-Baum et al. study, no
established measure of such behaviors was available at
the time of the study. However, a brief self-report
measure of maladaptive behaviors associated with GAD
has been recently de-veloped and evaluated (Mahoney et
al., 2016; Mahoney et al., 2017), and will be utilized in
this study. Consistent with contemporary cog-nitive
theories of GAD, we predicted that CBT would
significantly re-duce GAD symptom severity and
avoidant behaviors, and that reduc-tions in maladaptive
behaviors would predict post-treatment GAD symptom
severity controlling for pre-treatment GAD symptom
severity, changes in depression, and changes in disability

335 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

All patients were prescribed iCBT by their primary


physician or mental health professional, who maintained
clinical responsibility for their respective patients across
treatment. As is routine in our clinical service,
prescribing professionals were advised that their patients
were unlikely to benefit from iCBT if they were
experiencing very severe depression, active suicidal
ideation, drug or alcohol dependence, schi-zophrenia,
bipolar disorder or were taking atypical anti-psychotics
or benzodiazepines. All patients gave their informed
electronic consent for their data to be collected, pooled,
analysed and published in scientific journals. Patients
could opt out of the use of their data for these pur-poses
via email with no impact on their eligibility for, or care
during treatment. The GAD and Mixed Anxiety and
Depression iCBT courses each contain six lessons.
Patients have 12 weeks to complete all lessons and are
encouraged to complete a lesson every 1–2 weeks. Both
iCBT courses have been shown to be efficacious and
effective in routine care, and have been described in
detail elsewhere (Newby et al., 2013; Mewton et al.,
2012; Robinson et al., 2010). In brief, the programs
involve (a) psycho-education about the nature of GAD
(and depression in the Mixed iCBT course), (b) arousal
reduction skills, (c) cognitive restructuring to shift
unhelpful thought patterns (including those as-sociated

336 | P a g e
Anotasi Bibliografi
with cognitive distortions, intolerance of uncertainty and
metacognition), (d) graded exposure and behavioral
experiments to reduce cognitive and behavioral
avoidance, and (e) relapse prevention. All patients
completed the WBI, GAD-7, PHQ-9, and WHODAS-II
at pre and post-treatment. Patients receiving the GAD
iCBT course also com-pleted the WBI at mid-treatment
(before commencing lesson 4)

337 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

This study is thefirst to demonstrate that maladaptive


behaviors significantly reduce following internet-based
CBT, and that reductions in these behaviors are
associated with milder GAD symptom severity following
treatment. These results were found in two large samples
of patients undertaking CBT for GAD or GAD and
depression. The stan-dardized assessment of the
maladaptive behaviors associated with GAD was central
to testing the hypotheses of this study. We employed a
newly developed and psychometrically evaluated
measure to assess these behaviors across treatment (the
WBI,Mahoney et al., 2016). As predicted, CBT was
associated with significant reductions in the maladaptive
behaviors that patients used to control, prevent or avoid
worrying about everyday concerns. Maladaptive
behaviors are theo-rized to contribute to the maintenance
GAD (Dugas et al., 1998; Wells, 1999), and it is
therefore important to demonstrate that CBT is capable
of reducing them. We observed a moderate effect size
reduction in maladaptive behaviors among patients
completing the GAD iCBT course (g= 0.66) and a large
effect size reduction for patients com-pleting the Mixed
Anxiety and Depression iCBT program (g= 0.89). It is
possible that the Mixed Anxiety and Depression iCBT
program lead to greater reductions of avoidant behaviors
because of the course's stronger emphasis on behavioral

338 | P a g e
Anotasi Bibliografi
activation and graded exposure (de-tailed description of
programs inNewby et al., 2017). It is yet to be seen
whether incorporating more behavioral treatment
components into CBT for GAD will result in even
greater reductions in GAD symptoms and maladaptive
behaviors. Consistent withBeesdo-Baum et al. (2012),
the levels of avoidant behaviors among patients who
responded well to treatment (around 50–60% of
treatment completers) were similar to the levels of
maladaptive behaviors reported by a non-clinical sample
(Mahoney et al., 2017). That is, most patients completing
iCBT no longer reported engaging in a pathological level
of maladaptive beha-viors following treatment. As
expected, both iCBT courses also lead to large effect size
reductions in symptoms of GAD and depression, and
moderate effect size reductions in disability. Current
effect size reduc-tions are larger than those found in
previous evaluations of these iCBT courses (Mewton et
al., 2012; Newby et al., 2014a, 2014b). It is likely that
these discrepancies are due to differences in sample
characteristics; the current study restricted its sample to
individuals reporting symp-toms consistent with a
probable diagnosis of GAD (i.e., GAD-7 score≥10),
whereas previous evaluations have included patients who
reported sub-threshold symptoms of GAD. Adherence to
both iCBT programs was modest with just over a third of
patients completing all six lessons of their course.
Although most patients completed most lessons,current

339 | P a g e
Anotasi Bibliografi
completion rates are somewhat lower than those found in
previous investigations (e.g., 44.9–49.2% completion in
Newby et al., 2017). Again these differences are likely to
reflect variations in sample characteristics across studies
(e.g., inclusion of sub-threshold cases and exclusion of
patients who failed to complete one lesson of iCBT).
Ourfindings provide further support for the effectiveness
of iCBT delivered in routine care settings, however, they
also demonstrate that there is considerable scope to
enhance outcomes for the substantial portion of patients
who do not complete treatment or who continue to
experience elevated symptoms following therapy. A
keyfinding of this study was that greater reductions in
mala-daptive behaviors during treatment predicted better
treatment out-comes in terms of lower post-treatment
GAD symptoms. Cognitive theories emphasize the
importance of addressing cognitive factors in the
treatment of GAD, however, currentfindings suggest that
reducing maladaptive behaviors may also be important
in the treatment of GAD. The comparative importance of
maladaptive behaviors in maintaining GAD now needs
to be better understood. It is unclear if reductions in
maladaptive behaviors during CBT would continue to
predict treatment outcomes once reductions in cognitive
factors were taken into account.

Research is also needed to explore the mechanisms by


which mala-daptive behaviors contribute to symptoms of

340 | P a g e
Anotasi Bibliografi
GAD. Cognitive factors like cognitive avoidance,
intolerance of uncertainty or metacognitive distortions
may mediate the relationship between behavioral
avoidance and symptoms of GAD, and altering these
cognitive factors via cognitive techniques may result in
the reduction of maladaptive behaviors and symptoms of
GAD. To explore these possibilities, future studies could
consider randomized control trials of interventions based
on specific theoretical accounts of GAD (i.e., intolerance
of uncertainty therapy or metacognitive therapy) and
examine whether reductions in specific cognitive
variables (e.g., metacognitive beliefs) and maladaptive
be-haviors mediate the effect of treatment on GAD
symptoms. Serial multiple mediator models could
investigate whether reductions in cognitive variables
across therapy predict reductions in maladaptive
behaviors (and vice versa) to mediate the effect of
treatment on symptoms (e.g., see Newby et al.,
2014bandHayes and Rockwood, 2017). Furthermore,
experimental work is need to establish whether
manipulating specific cognitive variables causes
different levels of en-gagement in maladaptive behaviors
(as has been shown in the ob-sessive-compulsive
disorder literature, e.g. Bouchard et al., 1999). It seems
likely that the relationships between cognitive and
behavioral variables are complex. Reducing maladaptive
behaviors without re-ference to cognitive factors appears
to significantly reduce symptoms of GAD (Beesdo-

341 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Baum et al., 2012) and cognitive variables such as in-
tolerance of uncertainty or metacognitive distortions can
be reduced by treatments that do not target them directly
(van der Heiden et al., 2012). Nevertheless, the current
study represents an importantfirst step in understanding
how maladptive behaviors change across the course of
treatment for GAD. This study has several limitations
that need to be considered. Participants were gathered
from a clinic providing routine care where structured
diagnostic interviews were not conducted and all data
was based on self-report questionnaires. Treatment
follow-up data was also not available. As a result, the
long-term role of maladaptive behaviors on the
naturalistic course of GAD could not be evaluated. This
study was not a randomized controlled trial, and as such,
the reductions that we observed in maladaptive
behaviors could have been due to other factors, such as
spontaneous remission, rather than the iCBT courses.

342 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic and


Statistical Manual for Mental Disorders, 5th ed. Author,
Washington, DC.

Andrews, G., Kemp, A., Sunderland, M., Von Korff, M.,


Üstün, T.B., 2009. Normative data for the 12 item WHO
disability assessment schedule 2.0. PLoS One 4, e8343.

Andrews, G., Mahoney, A.E.J., Hobbs, M.J., Genderson,


M., 2016. Treatment of Generalized Anxiety Disorder:
Therapist Guides and Patient Manual. Oxford University
Press, Oxford.

Beard, C., Hsu, K.J., Rifkin, L.S., Busch, A.B.,


Björgvinsson, T., 2016. Validation of the PHQ-9 in a
psychiatric sample. J. Affect. Disord. 193, 267–273.

Beesdo-Baum, K., Jenjahn, E., Hofler, M., Lueken, U.,


Becker, E.S., Hoyer, J., 2012. Avoidance, safety
behavior, and reassurance seeking in generalised anxiety
disorder. Depress. Anxiety 29, 948–957.

Borkovec, T.D., Alcaine, O.M., Behar, E., 2004.


Avoidance theory of worry and generalised anxiety
disorder. In: Heimberg, R.G., Turk, C.L., Mennin, D.
(Eds.), Generalised Anxiety Disorder: Advances in
Research and Practice. Guilford Press, New York, NY.

343 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Bouchard, C., Rhéaume, J., Ladouceur, R., 1999.
Responsibility and perfectionism in OCD: an
experimental study. Behav. Res. Ther. 37, 239–248.

Brown, T.A., Campbell, L.A., Lehman, C.L., Grisham,


J.R., Mancill, R.B., 2001. Current and lifetime
comorbidity of the DSMIV anxiety and mood disorders
in a large clinical sample. J. Abnorm. Psychol. 110, 585–
599.

Coleman, S.L., Pieterfesa, A.S., Holaway, R.M., Coles,


M.E., Heimberg, R.G., 2011. Content and correlates of
checking related to symptoms of obsessive compulsive
disorder and gen-eralised anxiety disorder. J. Anxiety
Disord. 25, 293–301.

Dugas, M.J., Gagnon, F., Ladouceur, R., Freeston, M.H.,


1998. Generalised anxiety disorder: a preliminary test of
a conceptual model. Behav. Res. Ther. 36, 215–226.

Hayes, A.F., Rockwood, N.J., 2017. Regression-based


statistical mediation and moderation analysis in clinical
research: observations, recommendations, and
implementation. Behav. Res. Ther. 98, 39–57.

Hoyer, J., Beesdo, K., Gloster, A.T., Runge, J., Hofler,


M., Becker, E.S., 2009. Worry exposure versus applied
relaxation in the treatment of generalized anxiety
disorder. Psychother.Psychosom. 78, 106–115.

344 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Kroenke, K., Spitzer, R., Williams, J.B., 2001. The
PHQ-9: validity of a brief depression severity measure. J.
Gen. Intern. Med. 16, 606–613.

Löwe, B., Spitzer, R.L., Williams, J.B., Mussell, M.,


Schekkberg, D., Kroenke, K., 2008.Depression, anxiety
and somatization in primary care: syndrome overlap and
functional impairment. Gen. Hosp. Psychiatry 30, 191–
199.

Mahoney, A.E., Hobbs, M.J., Newby, J.M., Williams,


A.D., Sunderland, M., Andrews, G.A., 2016. The worry
behaviors inventory: assessing the behavioral avoidance
associated with generalized anxiety disorder. J. Affect.
Disord. 203, 256–264.

Mahoney, A., Hobbs, M.J., Newby, J.M., Williams, A.D.,


Andrews, G., 2017. Psychometric properties of the
worry behaviors inventory: replication and extension in a
large clinical and community sample. Behav. Cogn.
Psychother. 31, 1–17.

Mewton, L., Wong, N., Andrews, G., 2012. The


effectiveness of internet cognitive behavioral therapy for
generalized anxiety disorder in clinical practice. Depress.
Anxiety 29, 843–849. Newby, J.M., Mackenzie, A.,
Williams, A.D., McIntyre, K., Watts, S., Wong, N.,
Andrews, G.,2013. Internet cognitive behavioral therapy
for mixed anxiety and depression: a rando-mized

345 | P a g e
Anotasi Bibliografi
controlled trial and evidence of effectiveness in primary
care. Psychol. Med. 43,2635–2648.

Newby,J.M., Mewton, L., Williams, A.D., Andrews, G.,


2014a. Effectiveness of transdiagnostic internet
cognitive behavioral treatment for mixed anxiety and
depression in primary care. J. Affect. Disord. 165, 45–52.

Newby, J.M., Williams, A.D., Andrews, G., 2014b.


Reductions in negative repetitive thinking and
metacognitive beliefs during transdiagnostic internet
cognitive behavioral therapy (iCBT) for mixed anxiety
and depression. Behav. Res. Ther. 59, 53–60.

Newby, J.M., Mewton, L., Andrews, G., 2017.


Transdiagnostic versus disorder-specific internet-
delivered cognitive behavior therapy for anxiety and
depression in primary care. J. Anxiety Disord. 46, 25–34.

Robichaud, M., 2013. Cognitive behavior therapy


targeting intolerance of uncertainty: appli-cation to a
clinical case of generalised anxiety disorder. Cogn.
Behav. Pract. 20, 251–263.

Robinson, E., Titov, N., Andrews, G., McIntyre, K.,


Schwencke, G., Solley, K., 2010. Internet treatment for
generalised anxiety disorder: a randomized controlled
trial comparing clin-ician vs. technician assistance. PLoS
ONE 5, e10942.

346 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

This study has shown that maladaptive behaviors


associated with GAD significantly reduce following
CBT. Reductions in these behaviors predicted treatment
outcomes, which supports the proposition that behavioral
avoidance may contribute to the maintenance of GAD.

347 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-26

Judul : Teaching Students with Learning


Disabilities: Constructivism or
Behaviorism?

Penulis : Marcee M. Steele

Tahun Terbit : 2005, 1-5hlm.

Nama Jurnal : Journal of Education

Vol, Nomor, Tahun : vol. 8, 10, 2005

348 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

There is a major debate in the field of education and in


particular special education concerning two different
theories and related approaches to teaching:
constructivism and behaviorism. Evidence of this
controversy can be seen in university settings, public
schools, and journal articles. It is typical in the education
field to challenge a position, dismiss it, and then
embrace a new trend as if there were no valid ideas
represented in the original position. Frequently effective
strategies incorporate ideas from different theoretical
perspectives; therefore, the author recommends taking
some useful ideas from each theory for practice in the
classroom. Furthermore, for students with learning
disabilities (LD) and other special needs, it is more
effective to make curricular and instructional decisions
based on the individual child, the task, and the setting
than to use strategies representing one theory exclusively.
In fact integrating components from both approaches
could help special and general education teachers work
more effectively as a team to teach children with
learning disabilities. This article highlights the definition
and characteristics of learning disabilities, briefly
reviews constructivist and behaviorist principles, and
discusses the impact on students with learning
disabilities. The author recommends some ideas for
practice in the inclusion classroom, where teachers

349 | P a g e
Anotasi Bibliografi
currently face the challenge of teaching students with LD.
Learning DisabilitiesFederal law defines specific
learning disabilities as psychological processing
disorders that result in deficits in at least one of the
academic skills (U.S. Office of Education, 1977). A
child with this label does not have mental retardation,
behavior disorders or other major disabilities. The child
with LD has difficulty with processing skills such as
memory, visual perception, auditory perception, or
thinking; and as a result has trouble achieving in at least
one subject such as reading, math, or writing (Lerner,
2003). Some of the typical characteristics associated
with learning disabilities include problems in reading,
mathematics, writing, and oral language;deficits in
interpreting what is seen or heard; difficulty with study
skills, self-control, self-esteem, memory, and attention
(Mercer, 1997).Constructivist Theory and
PracticeInstruction based on constructivist theory is
currently supported for general education classes by
university faculty and many educational organizations
(Brooks & Brooks, 1999). One of the key ideas
associated with constructivist theory is that learning
should be meaningful and related to real life situations
(Grobecker, 1999).

350 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

How Teaching Students with Learning Disabilities:


Constructivism or Behaviorism?

351 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Another principle underlying the constructivist approach


is a focus on key ideas and the relationships of these
ideas within the subject areas (Grobecker, 1999) and
across subject areas (Ellis, 1997). Applying this principle,
teachers stress connections of important concepts that
are the major ideas for the discipline rather than isolated
bits of knowledge. In mathematics, for example, teachers
might emphasize fractions and their relationship to
decimals, percents, and proportions. In social studies,
themes such as conflict and diversity might be used to
teach units on warfare, exploration, and government at
many different grade levels. In science, cause and effect
might provide the underlying theme for many topics.
Ellis suggests that for students with LD, teachers need to
prioritize and to teach the most important facts related to
key ideas so students are not overwhelmed with
memorizing since many students with LD have
significant memory deficits. Geometric theorems and
postulates about parallel lines could be broken down and
taught one or two at a time to be sure they are clear and
retained for later use. In addition teachers could focus
on strategies and patterns that are useful for many
content subjects such as the use of graphic organizers
and self-monitoring. When students learn to keep track
of their own progress, errors, and accomplishments, they
will gain feelings of confidence and success.Active

352 | P a g e
Anotasi Bibliografi
learning is an important facet of a constructivist
approach to instruction. When students are actively
involved in the lesson, they learn and retain the
information (Duhaney & Duhaney, 2000; Harris &
Graham, 1996).

353 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Many of the discovery lessons in social studies, inquiry


approaches in science, and whole language strategies in
language arts incorporate a high level of student
involvement. Chemistry and physics experiments are
useful for motivating students with LD. For example,
experiments with plants, color, batteries, and other
science concepts, even in the elementary classroom, can
provide high interest for science topics and ideas. Social
studies projects involving maps and posters, such as
planning trips and routes, also provide motivation for
students. In the language arts areas, the use of literature
related to themes being studied keeps students focused
on topics of interest. Fiction books on current issues such
as euthanasia, stem cell research, or other controversial
topics can be used to integrate language arts, science,
and social studies lessons. Teaching students to
summarize, paraphrase, predict, and use visual images,
which all involve active learning, helps students with LD
understand and remember. Role play, art, and group
projects are also useful for clarifying and reinforcing
instruction (Ellis, 1997). Such strategies are useful in
motivating students with LD, who tend to me more
passive learners because of their history of failure
(Lerner, 2003).High level thinking skills, such as
problem solving and analysis, are often thought to be too
abstract and difficult for students with learning problems,

354 | P a g e
Anotasi Bibliografi
even though they are an important part of a constructivist
curriculum. However, with some additional guidance
and preparation, it is possible and in fact beneficial to
emphasize these skills with such students (Ellis, 1997;
Grobecker, 1999). Teachers can guide students with LD
to engage in complex writing process assignments,
research projects, and other test-taking and study
activities.

355 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

The application of behaviorist theory to the classroom


has generally been referred to as explicit or direct
instruction. Although these approaches have been
criticized for use in the general education setting, they
have shown promising research results, particularly for
children with learning problems (Mercer, 1997).
Therefore, it is worth considering the positive aspects of
the behaviorally oriented approaches so that they can be
combined with some of the ideas that are more popular
in the general education setting.One strategy associated
with structured approaches to teaching involves breaking
down the tasks into small, manageable segments for
teaching (Grobecker, 1999). Before conducting a science
lesson on sound, the teacher could simplify a complex
science task by introducing and teaching only one step of
the scientific method, for example statement of the
problem, so that the procedures and purposes are clear
prior to going over all of the steps involved. This is
particularly useful for students with LD as they become
easily frustrated and overwhelmed when material
appears too complex initially and they often give up
before even starting a task (Lerner, 2003).Modeling is
another important component of explicit instructional
techniques (Olson & Platt, 2000). In the writing process,
for example, it is important for a teacher to explain and
demonstrate each stage. It is generally not sufficient to

356 | P a g e
Anotasi Bibliografi
name and give some examples of pre-writing strategies
or proofreading; the teacher might actually demonstrate
for the whole class and perhaps individually exactly how
each step is accomplished. When writing a paper, for
example, on “The most significant event in your life,”
the teacher could guide the students in brainstorming
ideas and making a graphic organizer of topics. For
students with learning disabilities, modeling is critical
because of their feelings of being overwhelmed. In
addition, the model provides the extra guidance that is
needed for these students. In most explicit instruction,
there is a great deal of practice and review of new
learning until mastery occurs (Grobecker, 1999).
Whether it is multiplication facts, geography terms
involving landforms, or vocabulary related to a biology
lesson on parts of the brain; direct instructional lessons
provide extensive drill and practice time (Olson and Platt,
2000). The students with LD benefit from such over
learning because of their memory problems and
difficulty processing information.Explicit teaching also
involves a great deal of structure and systematic
planning (Olson & Platt, 2000). Because of the
processing, attention, and memory problems of many
students with learning disabilities, this emphasis on
teacher directed and controlled lessons is beneficialb
(Lerner, 2003). Students tend to achieve when they know
what to expect; in other words lessons are predictable.
They are then able to focus attention on the new material

357 | P a g e
Anotasi Bibliografi
being taught rather than the unique and perhaps
confusing features of a lesson.Another example of a
direct instruction strategy appropriate for students with
LD is the use of fast paced lessons with monitoring and
feedback. These students can learn to progress if the
lesson includes a chance for monitoring by teacher and
students, provisions of feedback, and some type of
reinforcement. These elements of the lesson have been
shown to be effective with children especially those with
disabilities. For example during a literature lesson,
students might be asked to write an essay analyzing the
themes of a story. Rather than completing the entire
assignment, students benefit from the teacher’s feedback
at each step. First they might check to see if the theme
they selected is relevant. Then they might describe
examples of the theme and be sure they are related
events. All of the major content of their essays, in fact,
could be checked and revised before even working on a
draft. This procedure builds confidence and develops
strategies to ensure skill development and a higher
quality finished product.

358 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Brooks, J. G., & Brooks, M. G. (1999). In search


ofunderstanding: The case for constructivist classrooms.
Alexandria, VA: Association for Supervision and
Curriculum Development.

Duhaney, D. C., & Duhaney, L. M. G. (2000). Assistive


technology: Meeting the needs of learners with
disabilities. International Journal of Instructional Media,
27, 393-401.

Ellis, E. S. (1997). Watering up the curriculum for


adolescents with learning disabilities: Goals of the
knowledge dimension. Remedial and Special Education,
18, 326-346.

Grobecker, B. (1999). Mathematics reform and learning


disabilities. Learning Disability Quarterly, 22, 43-58.

Harris, K. R., & Graham, S. (1996). Constructivism and


students with special needs: Issues in the classroom.
Learning Disabilities Research and Practice, 11, 134-137.

Lerner, J. (2003). Learning disabilities: Theories,


diagnosis, and teaching practices. Boston: Houghton
Mifflin Company.

Mercer, C. D. (1997). Students with learning disabilities.


Upper Saddle River, NJ: Merrill/Prentice Hall.

359 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Mercer, C. D., Jordan, L., & Miller, S. P. (1996).
Constructivist math instruction for diverse learners.
Learning Disabilities Research and Practice, 11, 147-156.

Olson, J. L., & Platt, J. M. (2000). Teaching children and


adolescents with special needs (3 rd ed.). Upper Saddle
River, NJ: Merrill/Prentice Hall.

U.S. Office of Education. (1977). Assistance to states for


education of handicapped children: Procedures for
evaluating specific learning disabilities. (Federal
Register, 42:65082-65085).

360 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Students with learning disabilities are challenging to


teach successfully in the inclusion setting because of the
processing and academic deficits. However, if teachers
are familiar with patterns of strengths and weaknesses
and aware of several principles for good practice, most
students with LD have a good chance for success.
Instructional decisions should be made based on the
child’s learning characteristics, the task, and the content
rather than teaching from a pre-determined philosophy.
The best teaching will often integrate ideas from
constructivist and behaviorist principles.

361 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-27

Judul : Motor Control and Learning Skills


According to Cognitive and Ecological
Dynamic Approach in a Vision on
Behaviorism, Cognitive, Gestalt and
Phenomenology Theories

Penulis : Gaetano Raiola

Tahun Terbit : 2014, 504-506 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Social Sciences

Vol, Nomor, Tahun : vol. 5, 15, 2014

362 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

In physical activity and sport, teaching method is


traditionally imparted by the coach or teacher with
tutorials that have the theoretical basis in the Cognitive
approach. It means, he greatly illustrates the tutorials,
that are of Partial type, Varied one, Randomized one,
Mental Training one and, finally, by using the feedback
for error correction. Cognitive approach has the
physiological and psychological basis in theory of motor
control in Circuit Open Loop (Schimdt 1975), Circuit
Closed Loop (Adams, 1968, 1971) and Motor Program
Generalized (Schimdt, Wrisberg, 2004). Teaching
Methods of physical activity could be suggested the
motor skills in another way, called Ecological-Dynamic
approach (Carnus, Marsualt 2003). In this case, the
coach or the teacher does not use the tutorials, but they
uses to build a setting learning aimed at variety of skills
and they play in the variables of the phenomenon. This
second approach has the physiological (Edelman, 1987)
and psychological basis in theory of motor control in
Motor Imagery (Jeannerod, 2002ab, 2006) and Freedom
Degrees (Bernstein, 1991). The first one could be made
in first person and in third person; the second one is
made by three consecutive steps: Reduction of Freedom
Degrees, Exploration of new Freedom Degrees and
Capitalization of the final Freedom Degrees. It analyses
the current state of the affair of how and why the body

363 | P a g e
Anotasi Bibliografi
and movement are central in the motor skills, through
methodological and teaching method choices in teaching
activities at whose foundation there is scientific evidence.
"Conceptual knowledge is embodied, that is mapped in
our sensory-motor system. This not just provides the
structure to the conceptual content, but characterizes the
semantic content of concepts according to the way we
function in the world with our bodies." (Gallese &
Lakoff, 2005).

364 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

How Motor Control and Learning Skills According to


Cognitive and Ecological Dynamic Approach in a Vision
on Behaviorism, Cognitive, Gestalt and Phenomenology
Theories?

365 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Teaching method of cognitive approach is, traditionally,


made by using tutorials. Sport and physical activity is
traditionally imparted by the coach or the teacher in
illustration and simulation actions in details. They are:
Partial type, Varied one, Randomized one, Mental
Training and Feedback by correction of the error. They
refer to the motor control models of Open Loop, Closed
Loop, and Motor Program Generalized. The partial
tutorial consists in making exercise a complex motor
skill initially in a simplified form. Movements, with a
great level of difficulty and the high degrees of
complexity, can be simplified by dividing the exercises
in little part or reducing the speed or requests for
precision. In other words, the coach or the teach use in
varied forms the space and the time. For all forms of
partial tutorial is the rule that is obtained of learning only
as long as the techniques of partial tutorial, that is
fragmentation, segmentation and simplification, does not
adversely affect the deep structure of the motor program
generalized. The tutorial randomized and that varied are
other techniques of tutorial that find their justification in
theory engine programs generalized.

366 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Methods of this study is theoretical and argumentative


by deductive way (Di Tore, Raiola, 2012abc). To
analyze the specific aspects of learning approach in
physical activity and sport. After, to analyze the
elements of mind theory according to Behaviorism,
Cognitive, Gestalt in Gibson (1979) vision and
Phenomenology theory and then to elaborate the logical
relation to cognitive and ecological-dynamic approach. It
uses an integrated method that joins, in one hand, the
elaborations of specific aspects, by documentary
approach that describes the evolution steps, particularly
on theoretical paradigms on teaching methods about
motor skills. In other hand, it uses an argumentative
approach by deductive way to talk about on new
discoveries on motor control and learning.

367 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

In physical activity and sport, teaching method is


traditionally imparted by the coach or teacher with
tutorials that have the theoretical basis in the Cognitive
approach. It means, they illustrate greatly and the
tutorials are of Partial type, Varied one, Randomized one,
Mental Training one and, finally, using the feedback for
error correction. Cognitive approach has the
physiological and psychological basis in theory of motor
control in Circuit Open Loop, Circuit Closed Loop and
Motor Program Generalized. Otherwise, teaching
methods ofphysical activity and sport could be suggested
in another way, called Ecological-Dynamic approach,
where the dynamic is opposite in the past case. The
coach or the teacher does not use the tutorials, but he
uses to build a setting learning aimed at variety of motor
skills and he plays of the phenomenon in a natural way
using the variables. This second approach has the
physiological and psychological basis in theory of motor
control in Motor Imagery and Freedom Degrees. The
Motor Imagery could be made in first person and in third
person. Freedom Degrees is made by three consecutive
steps: Reduction of Freedom Degrees, Exploration of
new Freedom Degrees and Capitalization of the final
Freedom Degrees. Behaviorism and Cognitive theory
have the mind in the focus of learning process. Vice
versa, Gestalt and Phenomenology has the environment

368 | P a g e
Anotasi Bibliografi
in the focus of learning process. Both of them has the
main difference between the role of the mind and the
role of the learning setting. Aim is to study the issue of
motor control theory and what is the correlationto
learning process and motor skills. Specifically, to aim
the relation on mind theory such as the fourth principal
of them. Methods of this study is to analyze the specific
aspects of learning approach in physical activity and
sport. After, to analyze the elements of mind theory
according to Behaviorism, Cognitive, Gestalt and
Phenomenology and then to elaborate the logical relation.
Main results and conclusion show two types of
relationship. The first one is between cognitive approach,
which includes closed loop motor control, open loop
motor control and generalized motor program, with
Behaviorism and Cognitive. Furthermore, there is a
significant relationship among tutorials techniques such
as order, demand, sequence and timing and the
prescriptive teaching method of Behaviorism and
Cognitive applied to motor skill. The second one is
between ecological dynamic approach, which includes
Motor Imagery and Freedom Degrees, and Gestalt and
Phenomenology. Furthermore, there is a significant
relationship among learning setting, such as environment
and specific strategies of teaching method,and the
strategies of cooperative learning, role playing, circle
time, brain storming, peer education, tutorship, focus
group. So it can observe the invasive role of the coach or

369 | P a g e
Anotasi Bibliografi
the teacher in cognitive approach and non-invasive role
in ecological dynamic approach. In conclusion, it
suggests to deep the ideal setting in educational process
in school and in sport association. It shows two types of
relationship: first one is between cognitive approach,
which includes closed loop motor control, open loop
motor control and generalized motor program, and
Behaviorism and Cognitive. Furthermore, there is a
significant relationship among tutorials techniques such
as order, demand, sequence and timing and the
prescriptive teaching method of Behaviorism and
Cognitive theory on applied movement learning. The
second one is between ecological dynamic approach,
which includesMotor Imagery control and Freedom
Degrees control. Furthermore, there is a significant
relationship among learning setting, such as learning
environment and specific strategies of teaching method
and the strategies of cooperative learning, role playing,
circle time, brain storming, peer education, tutorship,
focus group.

370 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Adams, J.A. (1968). Response feedback and learning.


"Psychological Bulletin", 70, 486-504. teaching
relevance and availability of Anochin's theoretical model
Sport Science Vol. 4, Issue 2

Adams J.A. (1971) A closed-loop theory of


motorlearning. Journal of Motor. Behavior, 3:111-15

Bernstein, N.A (1991) On co-ordination and its


development, Moskow: University press

Carnus, S, &Marsualt C. (2003) Repenser l’EPS à partir


de l’approche ecologique – Rivista EPS, édition revue
EPS - N° 302 pag. 13, Paris

Edelman G M, (1987) Neural Darwinism. The theory of


Neuronal group Selection, Basic Books, New York.,

Di Tore P A, Raiola G (2012a). Case study on Physical


Education and Sport in Naples. Mediterranean Journal of
Social Sciences, vol. 3, p.479-484, doi 105901/mjss
2012.v3n1p.479

Di Tore P A, Raiola G (2012b). Exergames and motor


Activities Teaching : An Overwiev of Scientific
Paradigm of Motor Control, Mediterranean Journal of
Social Sciences, vol. 3, p. 119-122 doi 105901/mjss
2012.v3n1p.119

371 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Di Tore P A, Raiola G (2012c). Non-verbal
communication and volleyball: A new way to Approach
the phenomenon, Mediterranean Journal of Social
Sciences, vol. 3, p. 347-356 doi 105901/mjss
2012.v3n2p.347

Gallese, V, & Lakoff, G. (2005) The Brain's concepts:


the role of the Sensory-motor system in conceptual
knowledge. Cognitive Neuropsychology, 22(3/4), 455-
479

Gibson J.J. (1979) The Ecological Approach toVisual


Perception. Boston: Houghton Mifflin

Jeannerod, M. (2006). Motor cognition: What actions tell


the Self. Oxford University Press

Jeannerod, M. (2002a). Le Cerveau intime. Paris:


Editions Odile Jacob

Jeannerod, M. (2002b). La Nature de l’esprit. Paris:


Editions Odile Jacob

Latash, Mark L. (2004) Progress in MotorControl:


Bernstein's Traditions in Movement Studies, Vol. 1
Human Kinetics USA

Raiola G (2012). Bodily Communication in Volleyball


Between Human and Experimental Sciences.
Mediterranean Journal of Social Sciences, vol. 3, p.587-
597, doi 105901/mjss 2012.03.01.603

372 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Rizzolatti G, (2006), So quel che fai. Il cervello che
agisce e i neuroni specchio, Raffaello Cortina Editore,
Milano

Schmidt, Richard A. (1975). A schema theory of discrete


motor skill learning. Psychological Review 82 (4): 225–
260. doi:10.1037/h0076770

Schimdt R, Wrisberg D, (2004) Motor Learning and


Performance, Human Kinetics USA.

373 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Cognitive in this jornal approach is an usual way to


understand the movement, that is the historical way to
study and investigate the issue in behaviorist/cognitive
interpretative key. Ecological Dynamic approach is an
extraordinary way to understand the movement, that is
the innovation way to study and investigate the issue in
gestalt/phenomenology interpretative key in a new vision
on mirror neurons.

374 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-28

Judul : Implementation of Behavioral Theory


in Learning of Competency-Based
Nursing Practices

Penulis : Rasmun, Joko Sapto Pramono, Hilda,


Grace Carol Sipasulta

Tahun Terbit : 2018, 874-877 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Education

Vol, Nomor, Tahun : vol. 2, 8, 2018

375 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

In accordance with the National Education System


Article 15 of Law No. 20 of 2003, explained that
vocational education is higher education that prepares
students to have jobs with certain applied skills, which is
equivalent to a Bachelor program. Vocational education
is the level of education that is always dynamic in
changing the educational curriculum in accordance with
the growth of the labor market and adapting to the
development of science and technology. This means that
vocational education will always experience a paradigm
shift in order to create human resources who are ready to
work (1) Health vocational education such as nursing is
vocational education that emphasizes certain skills
included in the profession. Af profession is a job that in
carrying out its duties requires/demands expertise
(expertise), uses scientific techniques, and high
dedication. Expertise is obtained from educational i
nstitutions specifically intended for an accountable
curriculum (2). Competency-based curriculum is
designed to produce advisory resources for which
graduates can work, provide services in public health
units that have undergone many changes. It can be seen
in the era of modernization that people are increasingly
critical of service institutions. People are increasingly
aware of the need for quality health services, more and
more people are now understanding human rights in

376 | P a g e
Anotasi Bibliografi
receiving health services. The Human Resources
Development Agency of the Ministry of Health
publishes Competency-based Curriculum (2006),
defining competency is a set of intelligent actions full of
responsibility that someone has as a condition to be
considered capable in carrying out tasks in a particular
field. Competency-based curriculum is a curriculum that
is developed based on the ability or smart actions full of
responsibility for certain professions in carrying out their
duties at work.

377 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

How Implementation of Behavioral Theory in Learning


of Competency-Based Nursing Practices?

378 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Efforts to produce graduates of vocational health in the


field of health who have ready-to-use expertise have
been widely practiced, these efforts are through various
ways starting from government policies through national
education laws, the issuance of competency-based
curriculum that refers to education law, through many
education seminars in a regional and national, workshops
and competency training organized by educational
institutions(3). However, these efforts are considered to
still not provide satisfaction with the results of graduates
as expected. The persistence of client complaints is an
indicator that there is a problem in the quality of health
workers in hospitals, and in other places of service, the
number of health resources that apply the value of moral
and ethical values of the profession is still limited(4)In
accordance with the National Education System Article
15 of Law No. 20 of 2003, explained that vocational
education is higher education that prepares students to
have jobs with certain applied skills, which is equivalent
to a Bachelor program. Vocational education is the level
of education that is always dynamic in changing the
educational curriculum in accordance with the growth of
the labor market and adapting to the development of
science and technology. This means that vocational
education will always experience a paradigm shift in
order to create human resources who are ready to work.

379 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENLITIAN

The method of writing this article was based on the study


of literature from the study of educational booksources,
educational or learning methodologies, research journals
of nursing clinking practices and is the author's personal
experience as a clinical practice nursing.

380 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Behavioristic learning theory is the theory adopted by


Gage and Berliner about behavioral change as a result of
experience. Some scientists including founders and
adherents of this theory include Thorndike, Watson,
Hull, Guthrie, and Skinner. This theory explains that the
occurrence of behaviora l change can occur as a result of
someone doing repeated repetitive experiences so that
they become new behaviors and gain new skills.A book
was written by Burke Hedges, author of “Who Stole of
American Dream?”, With the title “Copycat Marketing
101: How to Copycat Your Way to Wealthy”, explaining
that we live in a world of imitation, humans are great
imitators Try it, you think! In this life, we all always
imitate in all things, successful people imitate the
mindset and habits of behavior as done by successful
people, rich people imitate the way of thinking and
acting or habits like the rich. They carry out what is
called by consistently mimicking thoughts, attitudes, and
behavior. We deserve to imitate, the ways they use to
design learning competency-based clinical practices to
create skills or skills in ways such as imitating
behavior.Thorndike, an expert in Behavior, the founder
of connectionism, says that the way to change one's
behavior

is that by first changing the mind, then changing the


mind into repeated actions, will make new habits.

381 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Through these habits, it will become new behavior or
new skills.The theory is supported by Ivan Petrovich
Pavlov (1849-1936), explained that in the process of
teaching and learning to get new behavior is to do new
habits, namely by connecting with examples and
imitating them in measurable amounts. Many examples
are given by champions or great people in the world.
They become great people because they do repetitive
actions that repeat the same thing (repetition), so they
become skilled or genius experts, so in this case, doing a
lot of actions will guarantee high-quality skills,
accompanied by knowledge the broad and attitude that
grows. Implementation of behavioral theory into nursing
clinical practice programs We will give an example, for
example, we will practice a hospital clinic for nursing
students in the second semester of basic human needs
courses. The learning achievement of the semester is that
after completing the nursing clinical practice program
for 3 weeks the nursing students are skilled at
independently assessing physical examinations.Applying
behavioral model theory Ivan P repetition Thorndike
connectionism theory, Burke Hedges imitation theory, to
achieve these competencies students can be programmed
to perform nursing actions 75 times within 3 weeks of
practice ie 18 days of practical work, the achievement
strategy is 75 divided by the number of 18 day practice
days, the result was 4.1 rounded to 4 times, meaning that
students were programmed to practice physical

382 | P a g e
Anotasi Bibliografi
examination assessment 4 patients / day or 4 times per
day practice, if each action took 15 minutes then in one
day the practice required 60 minutes to study physical
examination, If the student's practice time of one day 7
hours 7x60 minutes is 420 minutes the time spent
studying physical examination is 60 minutes, so 420
minutes minus 60 minutes equals 360 minutes that
means equal to 6 hours left, so 6 hours the time can be
used to reach ket other performance. Students who are
less willing to target actions are due to lack of
motivation, lack of courage, and lack of practice tools.

383 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Winangun K. Vocational Education as the Nation's


Foundation to Face Globalization (Pendidikan
VokasiSebagai Pondasi Bangsa Menghadapi Globalisasi).
Universitas Muhammadiyah Ponorogo. 2017;5(1):72–8.

Hasyim M. Nursing Manual from Ethics to Nursing


Dictionary (Buku Pedoman Keperawatan dari Etika
sampai Kamus Keperawatan). Yogyakarta: Indoliterasi;
2014.

Ilyas Y. Performance: Theory, Assessment and


Research (Kinerja: Teori, Penilaian dan Penelitian).
Jakarta Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI. 2002

Departemen Kesehatan RI. Hospital Service Standards


(Standar Pelayanan Rumah Sakit). 2nd ed.
Jakarta:Departemen Kesehatan RI; 1993.

Wikipedia. Behavioristic Learning Theory (Teori


Belajar Behavioristik) [Internet]. Wikipedia. Available
from: http://id.wikipedia.com

Hedges B. Copycat Marketing 101: How to Copycat


Your Way to Wealth. Pentagon Press; 2000.

Ummu M. Laboratory Based on Competency Targets


for Skill Improvement (Laboratorium Berdasarkan
Target Kompetensi Terhadap Peningkatan Skill). 1st

384 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Educ Lang Int Conf Proc Cent Int Lang Dev Unissula.
20017;880–8.

Mulyanti S. Relationship between Motivation and


Achievement of Infusion Target in Level II Students,
DIII Nursing in Poltekkes Kemenkes Surakarta in 2013
(Hubungan Motivasi dengan Pencapaian Target
Pemasangan Infus pada Mahasiswa Tingkat II Jurusan
DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surakarta Tahun
2013). Politek Kesehat Kemenkes Surakarta. 2014

385 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

The behavioral theory model emphasizes on the behavior


of students, namely good mindset and attitude, one's
mind will lead to action, repetitive actions will become
habits, habits will become characters, the character is
behavior,This behavioral theory model is very
appropriate to be used to achieve the goal of skilled
learning and vocational education skills. If students have
imitated doing repetitive things then it will be a skill that
will certainly be followed by increased knowledge and a
positive growth of good attitude. and become a good
nurse c haracter.

386 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-29

Judul : Application of Computer Based


Learning Model Tutorialas Medium of
Learning

Penulis : Ambar Sri Lestari

Tahun Terbit : 2015, 702-706 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Education Research

Vol, Nomor, Tahun : vol. 3, 6, 2015

387 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

Media as a means of learning in class


requiresinteraction between the materials, methods,
techniques or models and strategies that can be
combined in an integrated manner so as to create an
interactive learning that is necessary to provide the
motivation to learn so that will have an impact on
learning outcomes are increasingly both conceptually
and practically. At present still a lot of learning in the
classroom using the lecture method, the use of
computers is still less than optimal, it can be seen in his
presentation unattractive, there are still a lot of text that
is written it is and too many sentences without adding
aesthetic elements such as sound, picture, video while
presenting presentation using powerpoint. In the
manufacture of presentation, there are still many
students who have not able to utilize the services
powerpoint application as a medium of learning to make
the presentation more interesting. Some constraints that
cause low student motivation are: learning is
centered on the educators so students are less motivated,
methods and learning models that are monotonous
that makes students bored with learning, competence
and intellectual level of different students so that
lecturers using any of the methods that lecture , and
students are still lacks in asking questions or expression
in the learning process. Based on classroom

388 | P a g e
Anotasi Bibliografi
observations in order overcome these problems, the
authors are interested in doing research on the
application of computer learning tutorial models as a
medium of learning can increase students' motivation in
receiving and understanding the concept of learning.
This study was based on the views expressed by
Iskandar (2012: 188), that motivation is driving force in
a person to do something to achieve the desired goal.
That is, students who motivated within himself, then to
consciously and earnestly to be learned for future needs.
The method is intended as an effort to increase student
motivation is through the method of computer-based
learning tutorial models. The reason for selecting
this model is like the opinion Rusman (2011: 301), that
the purpose of computer-based learning tutorial models
are: 1) to improve the mastery of knowledge
independently by the students according to the material
contained in the program, 2) so that students can
enrich the material relevant, 3) assist students in
finding and solving problems in learning independently,
and 4) increase the independence of the students in
the study of other materials. On the basis of this
opinion, this model be appropriate in the classroom,
especially in the course of learning media because of the
learning process is already implementing the
technology.

389 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

How to Application of Computer Based Learning Model


Tutorialas Medium of Learning?

390 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

Computer-based learning is learning to use the


computer as a tool (Wena, 2011: 203). Through this
learning teaching material is presented through the
medium of the computer so that the learning activity
becomes more interesting and challenging for students.
According to Hick and Hyde (in, Wena 2011: 203) says
that the computer-based learning students will
interact and dealing directly with individual
computers so that what is experienced by the
students will be different from what is experienced by
other students. One of the most interesting
characteristics of computer-based learning is the
ability to interact directly with the students.
Meanwhile, according Warsita (2008: 137) says that
computer-based learning is one of the media that is very
attractive and increased the motivation of learners.
According Arsyad (2005: 25), the computer has a role as
a media servants or support in the learning process or
commonly known as computer-assisted learning or
Computer- Assisted Instruction (CAI). According
Trianto (2011: 22) argues that the learning model is a
plan or a pattern that is used as a guide in learning in the
classroom and to determine the learning tools
including books, movies, computers, curriculum and
others. It also said that in this model, the computer can
display the learning, using various types of media (text,

391 | P a g e
Anotasi Bibliografi
images, sound, video), provides activity and learning
atmosphere, quizzes or by providing interaction of
students, evaluating students' answers, provide
feedback and determine the activity further the
appropriate. Meanwhile, according to Hanafi (2010: 41)
that the learning model is one approach in order to
anticipate changes in the behavior of learners are
adaptive and generative. The learning model is strongly
associated with learning styles of learners (learning
styles) and teaching styles of teachers (teaching style).

392 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

The research approach used in this study is


aqualitative approach by giving assignments to
students about computer-based learning tutorial model
as a medium of learning by using portfolio assessment.
This research was conducted on students of Islamic
religious education (PAI) PAI in class III A, B and
C odd semester 2014/2015 who take courses learning
media. Consideration of selection the basis of this
research are: 1) has the potential to investigated because
of problems in accordance with the actual conditions, 2)
an assessment should be based on the work / student
work, 3) assessment include cognitive, affective and
psychomotor student.

393 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

This research is a form of assignment to the students to


make the presentation of the material by the application
of computer-based learning tutorial models as a
form of some kind of computer-assisted learning.
Model tutorial is done in several stages, ie: 1.
Presentation of information by viewing the material on
the syllabus 2. Preparation of computer-based learning
materials with applications powerpoint tutorial models 3.
In the presentation of the material contained
presentation question and answer at the same responses
or answers and providing answers assessment score 4.
There is also a presentation of the material on the use of
a specific application to be applied by the user The
assessment on computer based learning tutorial model
perform with portfolio. A student portfolio is a
systematic collection of student work and related
material that depicts a student’s activities,
accomplishment, and achievements in one or more
school subjects. The collection should include
evidence of student reflection and self evaluation,
guidelines for selecting the portfolio contents, and
criteria for judging the quality of the work. The goal is
to help students assemble portfolios that illustrate their
talents, represent their writing capabilities, and tell their
stories of school achievement (Venn,200: 530-531).
Two types of portfolios (Venn,2000:533): 1. A Process

394 | P a g e
Anotasi Bibliografi
portfolio documents the stages of learning and provides
a progressive record of student growth. 2. A Product
portfolio demonstrate mastery of a learning task or a set
of learning objectives and contains only the best
work….Teachers use process portfolios to help students
identify learning goals, document progress over time,
and demonstrate learning mastery….In general, teachers
prefer to use process portfolios because they are ideal for
documenting the stages that students go through as they
learn and progress. Steps in the portfolio assessment
process (Venn, 2000: 540): 1. The teacher and the
student need to clearly identify the portfolio contents,
which are samples of student work, reflections, teacher
observations, and conference records. 2. The teacher
should develop evaluation procedures for keeping track
of the portfolio contents and for grading the portfolio.
3. The teacher needs a plan for holding portfolio
conferences, which are formal and informal meetings in
which students review their work and discuss their
progress. Because they encourage reflective teaching and
learning, these conference are an essential part of the
portfolio assessment process Three main factors guide
the design and development of e-portfolio
(Barton,1997)7: 1. Purpose The purpose that the
portfolio will serve, portofolio is guidelines for
collecting materials, for example, is the goal to use
the portfolio as data to inform program
development? To report progress? To identify special

395 | P a g e
Anotasi Bibliografi
needs. 2. Assessment Criteria One the purpose or goal
of the portfolio is clear, decisions are made about what
will be considered success (criteria or standard) and what
strategies are necessary to meet the goals, items are then
selected to include in the portfolio because they provide
evidence of meeting criteria, or making progress toward
goals. 3. Evidence Evidence can include artifacts (item
produced in the normal course of classroom or
program activities), reproductions (documentation of
interviews or projects done outside of the classroom or
program), attestations (statements and observations by
staff or others about the participant), and productions
(item prepared especially for the portfolio, such as
participant reflextions on their learning or choices). Here
are the results of the assignment tutorial models made by
students, including: Examples. Computer-Based
Learning Tutorial Models Reflective pieces require
students to articulate and reviews components of the
portfolio and are a part of a comprehensive assessment.
Reflections allow students the time and space to analyze
their achievement in relation to class standars, evaluate
their final products, and determine growth as well as
needs (Fernste, 2005: 303-309). In portfolio assessment,
the learners reflect on their work , the reflection
should say something about why the learners have
made the choices they have made in the portfolio, and
describe the method used to arrive at the final result. If
two learners submit the same work for assessment,

396 | P a g e
Anotasi Bibliografi
the individual reflections may make the difference.
Even if a learner has failed with the content presented in
the assessment portfolio to a certain degree, he or she
might be rewarded for mature reflections on the work.

397 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

[1] Arsyad, Azhar. Instructional Media. Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada.2002. Arsyad, Azhar.
Instructional Media. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
2007.

[2] Barton, J., & Collins, A. (Eds.). Portfolio


Assessment: A Handbook For Educators. Menlo Park,
CA:Innovative Learning. 371.27 PORTFOL 1997.

[3] Dahar, R. W. Theories of Learning. Jakarta:


Erlangga. 1996.

[4] Daryanto. Instructional Media. Bandung: Sarana


Tutorial Nurani Sejahtera. 2011.

[5] Fernsten,L., & Fernsten,J. Portfolio Assessment and


Reflection: Enhancing Learning Through Effective
Practice. Reflective Practive 6 (2), 2005.

[6] Hanafiah. The concept of Learning Strategy.


Bandung. PT Refika Aditama.2010. Iskandar. Psikology
Of Education: New Orientation. Jakarta: Referensi. 2012.

[7] Munir. Based Curriculum Information and


Communication Technology. Bandung: SPS
Universitas Pendidikan Indonesia. 2008.

[8] Newby, T. J., Stepich, D. A., Lehman, J. D., &


Russel J. D. Educational Technology for Teaching

398 | P a g e
Anotasi Bibliografi
and Learning. Upper Saddle River, NJ : Pearson Merrill
Prentice Hall. 2006.

[9] Rusman. Learning Models: Development Teacher


Professional. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2011.

[10] Sadiman, A. S., Rahardjo, R., Haryono, A., &


Rahardjito. Media Education: Definition, Development
and Utilization. Jakarta : Rajawali Press. 2008.

[11] Sardiman. Interaction and Learning Motivation.


Jakarta. Rajagrafindo Persada. 2011.

[12] Sutikno, Sobry. Teaching and learning: Creative


Efforts In Creating Successful Learning. Lombok:
Holistika. 2013.

[13] Sutrisno. Developing Creative Information


Technology-Based Learning Activities. Jakarta.
Referensi. 2012.

[14] Trianto. Models Constructivist Oriented


Innovative Learning. Jakarta:Prestasi Pustaka. 2011.
Uno, Hamzah B. Learning: Creating a Learning
Process Creative and Effective. Jakarta: Bumi Aksara.
2009.

[15] Uno, Hamzah B. Learning. Motivation Theory


and Measurement. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.

399 | P a g e
Anotasi Bibliografi
[16] Wena, Made. Contemporary Innovative Learning
Strategies: A Conceptual Overview of Operations.
Jakarta: Bumi Aksara. 2011.

[17] Warsita, Bambang. Learning Technology:


Foundations and Applications. Jakarta:Rineka Cipta.
2008.

400 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Learning model of tutorial can be done in class to


improve students' motivation and give opportunities
for students to explore information in accordance with
the speed of learning. computer-based learning
provides a more attractive presentation of the material
by utilizing the elements tetx, voice, images, video to
further clarify of matter to make it more meaningful.
Computer-based learning model of tutorials includes
subject matter, learning activities, exercises or practise
problems, and evaluations.

401 | P a g e
Anotasi Bibliografi
ANOTASI Ke-30

Judul : Learning Concepts and Educational


Development of Hafazan Al-Quran in
the Early Islamic Century

Penulis : Ahmad Rozaini Ali Hasan, Abd


Rahman Abd Ghani, Misnan
Jemali,Nur Fatima Wahida Mohd
Nasir, Muhammad Yusri Muhammad
Yusuf and Mohd Farhan Md Ariffin

Tahun Terbit : 2017, 628-636 hlm.

Nama Jurnal : Journal of Academic Research in


Business and Social Sciences

Vol, Nomor, Tahun : vol. 7, 10, 2017

402 | P a g e
Anotasi Bibliografi
A. LATAR BELAKANG

The daily practice of reciting and memorizing the al-


Quran began with the descending of the holy book itself.
Thus, the Prophet’s practice in learning the al-Quran
through Jibrail, an angel,not only has become an
example to Muslim people but also a sunnah in which
every Islamic student should follow. The way of
learning hafazan al-Quran is through talaqqi
musyafahah or also known as face-to-face learning with
a teacher (Mohd Yusuf, 2002). This learning method is
what makes hafazan al-Quran unique because the
teacher plays the most important role as it must be heard
and validated. Thus, the whole discussion of this article
focuses on the historical research and educational
development of hafazan and al-Quran learning, back
in the days of the Prophet Muhammad SAW and his
noble friends. The Importance of Educational
Development The development of education is a
crucial factor in the process of teaching and learning.
This factor must be given special attention from teachers
and students during the learning process because
understanding the practice will allow more space for
students to improve. Another reason is also because this
process cannot be perceived directly from the teacher
(Atan Long, 1982). Changes of an individual’s character
is actually a sign that reflects the learning activities he
or she have gone through because the character of a

403 | P a g e
Anotasi Bibliografi
person is the result of one’s educational development
(Blair, Jones & Simpson, 1994). Therefore, it is
extremely important that teachers understand the
educational development among students in order to
achieve learning goals and objectives.

404 | P a g e
Anotasi Bibliografi
B. RUMUSAN MASALAH

How to Learning Concepts and Educational


Development of Hafazan Al-Quran in the Early Islamic
Century?

405 | P a g e
Anotasi Bibliografi
C. LANDASAN TEORI

The Concept of Learning in Education The development


of students’ learning behaviour can be identified through
their application of learning or also known as learning
styles. This factor is regarded as one of the most
important factors in the process of teaching and learning
because by understanding students’ learning styles,
teachers will be given more opportunity to improve the
educational process. Teachers’ failure in identifying
students’ learning styles could hinder the educational
process and this could result in the failure of achieving
learning goals and objectives. Hence, the factors in
choosing learning methods must be parallel with
students’ learning styles. According to Misnan (1999),
learning styles is in fact a guidance for teachers in
understanding how students like tolearn as well as their
priorities. Educational development is closely related to
students’ thinkingskils and achievements (Philips, 1997).
On the other hand, student achievement is influenced by
their thinking skills and the connection will affect
students’ educational development. Learning style
consisist of two definitions which means stail and
learning that inculcates value in each activity among
each individual. Simply to say, it is the process of
changing one’s knowledge (Abdul Hafiz etl, 2005).
According to Mok Son Sang (2010) in the context of

406 | P a g e
Anotasi Bibliografi
psychological education, learning style is defined as the
manner of how a student show attention and respond
towards processing data while extracting information,
knowledge as well as new experience.

407 | P a g e
Anotasi Bibliografi
D. METODE PENELITIAN

Teaching and learning is a process that is closely related.


Therefore, both the process must move in par so that
learning activities can occur and not just the transferring
of knowledge but also developing noble and quality
characteristics in an individual. Learning activity is
centred on the students themselves. According to
Shahabuddin, Rohizani and Mohd Zohir (2003)
learning is an activity that occurs among students which
comprises of several factors including physical, mental
and spiritual.

408 | P a g e
Anotasi Bibliografi
E. HASIL PENELITIAN

Learning History of Hafazan al-Quran. Era of


Rasullullah Al-Quran was sent down to the prophet
Muhammad SAW on 17thof Ramadhan when the
prophet was 40 years old (Shabuny, 2002). At the time
when the prophet Muhammad SAW was worshiping at
the cave of Hira’ to find truth, he was approached by a
man who was known to be Jibrail. The Angel presented
to the prophet a piece of white silk which had writings
on it and asked for the prophet Muhammad SAW to
read it (Hassan Mahmud, 1995). However, the prophet
was illiterate, so Jibrail taught him to read sentence 1
until 5 from surah al-Alaq which
means:Definition:“Recite in the name of your Lord who
created – created man from a clinging substance. Recite,
and your Lord is the most Generous – Who taught by
the pen. Taught men that which he knew not” (Abdullah
Basmih, 2000). Starting from that day, revelation was
sent down gradually to the prophet Muhammad SAW
that took 23 years. This descending process helped the
prophet to memorize and teach al-Quran to the people of
Islam in Mecca and also Medina. The practice of
learning hafazan al-Quran among Rasullullah and his
noble friends became a mark of dependence and faith
towards Allah SWT (Abdullah, 1995) based on the al-
Quran, Surah-A’la sentence 6:Definition:“We shall make
you recite and then you will not forget” (Abdullah

409 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Basmih, 2000). According to Manna’ al-Qattan (1999),
the compilation of al-Quran itself during the era of
Rasullullah is defined as the process of memorizing al-
Quran. Rasullullah’s constant practice of memorizing
the al-Quran encouraged his noble friends to follow the
prophet’s ways and worked diligently to memorize the
sentences in al-Quran while applying it in their daily
lives (Syarif Kamal, 2001). The prophet even turned his
own house into a place to learn al-Quran. After that, Al-
Arqam Abi Arqam turned his house into a place to learn
al-Quran, where the prophet started teaching on the
meanings of each sentences and requested for his noble
friends to memorize and apply Allah’s commands
(Mohd Yusof Ahmad, 2002). Learning through hafazan
as conducted by Rasullullah clearly shows that this
practice can train an individual to strengthen their minds,
intelligence and power of memorization (Abdullah,
1995).The constant process of learning al-Quran among
the prophet’s noble friends through talaqqi musyafahah
at his and Al-Arqam’s house continued to become a
basic family education. Rasullullah taught his noble
friends to learn al-Quran step by step starting and
memorizing slowly from two to ten sentences (Misnan,
2012). During this process, the prophet’s noble friends
also developed several learning strategies by writing
down few sentences, surah or e ven writing down all the
sentences. Nevertheless, most of Rasullullah’s friends
were more

410 | P a g e
Anotasi Bibliografi
interested in memorizing the al-Quran (Abdul Rahman,
2009). According to Manna' Khalil (1999) the natural
interest of memorizing the al-Quran exist among the
prophet’s friends because of the ability Allah has
bestowed upon the Arabian people who have strong
memorization skills even though they are not proficient
readers and writers. Era of Rasullullah’s Noble
FriendsRasullullah SAW’s friends loved the al-Quran
and always tried to memorize as well as apply every
command of the al-Quran. This situation can be seen
from the persistent effort to memorize each and every
sentence taught by Rasullullah. According to As-
Shabuny (2002), the hafazan al-Quran education was
instilled among his friends through repitition of al-Quran
citations with their families at night and if anyone were
to walk at night in Madinah during that time, people
would hear loud sounds like a swarm of bees because
everywhere there were the prophet’s friends reciting and
memorizing sentences of the al-Quran in their respectful
homes.After the death of Rasullullah SAW, efforts in
taking care of the al-Quran was continued by the noble
Khalifahs. During the era of Khalifah Saidina Abu
Bakar, the Yamamah War killed about 70 al-Quran
members and Khalifahs, therefore Zaid Bin Thabit was
then instructed to gather all the sentences and surahs in
the al-Quran (Ahmad Husin, 2011). The main goal of

411 | P a g e
Anotasi Bibliografi
gathering all these sentences is to avoid from the loss of
al-Quran among Muslim people.During the era of
Khalifah Usman bin Affan, compilation of the al-Quran
was reinforced and re-structured more carefully as
arguments were starting to rise among the Islamic people.
Khalifah ordered Zaid bin Thabit as expert of hafazan
al-Quran that time to lead the way. The result was a
book of mushaf al-Quran that celebtrates different
readings of the qiraat. Birth of all the hafazan al-
Quran experts began ever since the time of Rasullullah
SAW. Assemblies that were named as Suffah involved
a number of about 20 people who never gave up in
expanding their knowledge of the al-Quran including the
prophet himeself whom at that time, began to even
explore on Research & Development (R&D) (Mohd
Yusof Ahmad, 2002). That is why during this era, there
were so many memorizers of the al-Quran such as Abu
Bakar, Umar, Uthman, Ali, Talhah bin Ubaidillah, Saad
bin Abi Waqqas, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin
Umar, including even women such as Aisyah, Hafsah,
Ummu Salamah, Ummu Waraqah and so many more
(Zulkifli, 2013). The educational history and
development of al-Quran evidently shows the utmost
importance on studying the al-Quran among friends and
family. Learning factors of the al-Quran was obviously
inculcated in the prophet himself based on the hafazan
activities whom he conducted whole-heartedly and in

412 | P a g e
Anotasi Bibliografi
which became a qudwah for his noble friends to
memorize the al-Quran with their families.

413 | P a g e
Anotasi Bibliografi
F. DAFTAR PUSTAKA

Tamuri A.H., K. A. (2010). Kaedah pengajaran


Pendidikan Islam: Konvensional dan inovasi. In A. H.
Yusoff, Kaedah pengajaran dan pembelajaran
Pendidikan Islam. Bangi: UKM.

Abdullah A. H., H. H. (2004). Kaedah hafazan al-Quran


yang sistematik dan praktikal dalam melahirkan para
huffaz yang rasikh. Islam:Past, Present & Future (pp.
93-102). Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia.

Abdullah, A. H. (2005). Sistem pembelajaran dan


kaedah hafazan al-Quran yang efektif: Satu kajian di
negeri Selangor dan Terengganu. Skudai: UTM.

Ahmad, M. Y. (2002). Falsafah dan sejarah pendidikan


Islam. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.

Ahmad, M. Y. (2005). Konsep pendidikan Islam dan


kepentingannya. Bentong: PTS Publication.

Al-Bakri, Z. M. (2013). Hebatnya kuasa hafazan. Batu


Caves: PTS Islamika Sdn.Bhd.

Al-Qattan, M. K. (1999). Mabahis fi ulum al-Quran.


Beirut: Muassasash Ar-Risalah.

Basmih, A. M. (2000). Tafsir pimpinan al-Rahman


kepada pengertian al-Quran. Kuala Lumpur: BAHEIS
JPM.

414 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Daud, W. M. (2005). Falsafah dan amalan pendidikan
Islam Syed M. Naqib al-Attas satu huraian konsep asli
Islamisasi. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.

Ghani, A. R. (2009). Rasm Uthmani pelengkap


pembacaan al-Quran. Kuala Lumpur: YADIM.

Hamzah, M. D. (1990). Pembelajaran dan implikasi


pendidikan. Kuala Lumpur: DBP.

Ishak, A. (1995). Pendidikan Islam dan pengaruhnya di


Malaysia. Kuala Lumpur: DBP.

Jemali, M. (1999). Hubungan antara gaya pembelajaran


dengan pencapaian Bahasa Arab Komunikasi sekolah
menengah rendah di negeri Perak. Bangi: UKM.

Jemali, M. (2008). amalan pengajaran guru dalam


pengajaran dan pembelajaran tilawah al-Quran sekolah
menengah. Tesis PhD.Fakulti Pendidikan: Universiti
Kebangsaan Malaysia.

Long, A. (1982). Psikologi pendidikan. Kuala Lumpur:


DBP.

Philips, J. A. (1999). Pengajaran kemahiran berfikir


teori dan amalan. Kuala Lumpur: Utusan Publications &
Distributors.

415 | P a g e
Anotasi Bibliografi
Sang, M. S. (2010). Psikologi pendidikan untuk
pengajaran dan pembelajaran. Puchong: Penerbitan
Multimedia Sdn. Bhd.

Shahabuddin Hashim, R. Y. (2007). Pedagogi Strategi


dan Teknik Mengajar Dengan Berkesan.Selangor: PTS
Professional Publishing Sdn Bhd.

Shermis, M. L. (1999). Learning theories for teachers


sixth edition. New York: Longman.

Somad, B. (1981). Beberapa persoalan dan pendidikan


Islam. Bandung: Al-Maa'rif.

Yaakub, S. H. (2004). Psikologi pembelajaran dan


personaliti. Bentong: PTS.

Zakaria, Z. B. (2007). Hubungan gaya pembelajaran


dengan pencapaian akademik: Tinjauan di kalangan
pelajar-pelajar sarjana muda pendidikan tahun satu,
UTM Skudai. Skudai: UTM.

Zawawi Ismail, A. H.-U. (2011). Teknik pengajaran


kemahiran bertutur bahasa Arab di SMKA di Malaysia.
GEMA Online Journal of Language Studies , 67-82.

416 | P a g e
Anotasi Bibliografi
G. KOMENTAR

Learning factors is an extremely crucial aspect that needs


to be put into attention from teachers. Teachers’ failure
in recognizing students’ learning style will cause
difficulties in the process of effective knowledge transfer.
As such, learning hafazan al-Quran, this factor plays
avital role in making sure that students are able to
successfully memorize sentences in the al-Quran with
quality hafazan and recitations. And than history on the
education of hafazan al-Quran since the era of
Rasullullah SAW and his noble friends proves the import
ance of hafazan al-Quran among them. All of them
worked hard in doing their best to memorize the al-
Quran. From this journal we can learn it.

417 | P a g e
Anotasi Bibliografi

Anda mungkin juga menyukai