Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Lapang Hari/Tanggal : Jumat/ 25 Juni 2016

m.k Ekologi Perairan Pesisir Asisten : 1. Ikhwan Nurcholis


dan Laut Tropis 2. Isna Nurhidayah

KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI EKOSISTEM


MUARA SUNGAI

Disusun Oleh:

Maria Zemima Sinaga C24140035 Neni Nuryati C24140037


Nurma Yulviarna C24110039 Achmad Yasin C24140069
Hengky Syaf Putra C24140037 Iim Imawati C24140030
Ticah Yosiana C24140048 Veri Ferdianti C24140046
Alda Safira D C24140054 Septian Artha B C24140053
Risna Sitohang C24140051 Naily Nihaya C24140045
Weal Vici U C24140063 Zahirah Kartini C24140062
Martin Ali Iqbal C24140049 Dyah Nur Hidayah C24140047
Ermas Isnaeni Lukman C24140070 Kifayah Hana C24140044
Gatot Prayoga C24140068 Mabril Syamputra C24140043
Adinda Widia P C24140050 Ulfa C24140028
Rafli Luhur Budi U C24140056 Anis Septianingsih C24140027
Ahmad Idris C24140057 Febrian Pratama C24140029
M. Abdillah Syahir C24140061 M. Naufal Ibrahim C24140042
Taufik Rahmat R C24140041

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PENDAHULUAN

Teluk Pelabuhan Ratu memiliki luas perairan sekitar 210 km2. Teluk ini
merupakan teluk terbesar dan menjadi pusat kegiatan perikanan laut untuk Jawa
Barat. Banyak sungai bermuara di Teluk Pelabuhan Ratu. Sebagian besar muara
sungai tersebut membawa bahan – bahan angkutan berupa buangan dari kegiatan
pertanian dan pemukiman, serta hasil proses erosi seperti pasir dan tanah sebagai
hasil kegiatan penambangan pasir dan pembukaan hutan di daerah aliran sungai.
Bahan – bahan angkutan dalam bentuk padatan tersuspensi, seperti debu dan tanah
liat menyebabkan perairan di sekitar muara sungai menjadi keruh dan bewarna
coklat (Mony 2004). Salah satu organisme air yang terdapat pada muara sungai
adalah makrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di dasar
perairan, hidup sesil, merayap, atau menggali lubang. Kelimpahan dan
keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh toleransi dan sensitivitasnya
terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap
lingkungan berbeda-beda (Yeanny 2007).
Menurut Sastrawijaya dalam Yeanny (2007) banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kelimpahan makrozoobentos. Salah satunya ialah suhu
berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman makrozoobentos. Hal ini disebabkan
makrozoobentos memiliki kisaran toleransi sehingga dapat hidup baik di tempat
tersebut. Selanjutnya oksigen terlarut salah satu faktor penting dalam perairan
untuk kelangsungan hidup makrozoobentos. Kandungan organik substrat memberi
pengaruh karena habitat dari makrozoobentos terdapat di substrat dasar perairan.
Keanekaragaman makrozoobentos di perairan juga dipengaruhi oleh jenis substrat
dan kandungan organik substrat. Derajat Keasaman (pH) sangat penting
mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik karena pH dapat
mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan tersedianya
unsur hara serta toksisitas unsur renik. Kondisi perairan yang sangat asam atau
basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi, ketika pH yang rendah
akan menyebabkan mobilitas kelangsungan hidup organisme perairan. Sejauh ini
keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai Sukawayana belum diketahui
sehingga perlu dilakukan penelitian.
METODE

Waktu dan Tempat


Praktikum lapangan Ekologi Perairan Pesisir dan Laut Tropis dilaksanakan
pada Hari Minggu 29 Mei 2016 bertempat di Pantai Karang Hawu, Cisolok,
Sukabumi yang terletak pada 6˚57’’-21˚13’’ LS dan 106˚27’’-41˚17’’ BT sebelah
pukul 07.00 sampai 10.00 WIB dengan tiga kali pengambilan sampel. Berikut
merupakan gambar peta lokasi praktikum :

Gambar 1. Lokasi praktikum lapang


Sumber : Google earth

Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium Biologi Makro,


Departemen Manajamen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan


Alat yang di gunakan dalam praktikum lapang ini adalah transek 1x1 m,
tongkat skala, termometer, TDS meter, pH stik, refraktometer, surber, ember,
saringan, plastik klip, trashbag, alat tulis, kamera dan pelampung. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah formalin dan rose bangle.

Metode
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah pengamatan secara
langsung seperti parameter fisika yang berupa warna perairan, suhu, kedalaman,
kekeruhan, dan tipe substrat serta pengamatan tidak langsung pada parameter
kimia dan biologi yang berupa pH, salinitas, dan makrozoobentos.
Prosedur pengukuran praktikum lapangan Ekologi Perairan Pesisir dan
Laut Tropis yaitu data diperoleh pada pengukuran parameter fisika, kimia dan
biologi yang dilakukan pagi hari pukul 08.00 WIB di tiga stasiun yang berbeda
dengan jarak 5-10 meter. Setiap stasiun terdiri dari 5 sub stasiun yang berjarak 3-5
meter. Data dan sampel yang diperoleh kemudian di catat dan didokumentasikan.
Sampel terlebih dahulu diawetkan untuk dilakukan analisis lanjutan. Begitu juga
dengan data yang diperoleh perlu dilakukan analisis lanjutan pula.

Prosedur Kerja
1. Parameter fisika
a. Suhu
Suhu perairan diukur menggunakan thermometer air raksa dengan satuan
0
C. Thermometer dimasukkan kedalam air dan dilihat kenaikan atau penurunan
suhu air.

b. Kekeruhan
Kekeruhan perairan diukur dengan menggunakan TDS meter. Pengukuran
yang dilakukan menggunakan metoda Electrical Conductivity, cara kerjanya
adalah dengan mencelupkan dua buah probe kedalam larutan yang akan diukur,
kemudian dengan rangkaian pemprosesan sinyal akan mengeluarkan output
yang menunjukkan besar konduktifitas larutan tersebut. Jika dikalikan dengan
faktor konversi maka akan kita dapatkan nilai kualitas air tersebut dalam TDS

c. Kedalaman
Kedalaman diamati dengan menggunakan tongkat berskala 2 meter.
Pengukuran dilakukan dengan menurunkan tongkat skala ke dalam perairan
dan dicatat kedalamannya. Pengukuran kedalaman di muara sungai dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan menggunakan
papan skala, pipa/paralon berskala, tali yang diberi pemberat, dll. Alat yang
akan digunakan dalam pengukuran kedalaman pada paraktikum ini
menggunakan pipa/paralon kecil yang digunakan sebagai transek ukuran 1 x 1
m, pipa-pipa kecil tersebut disambung dengan menggunakan sambungan pipa
agar membentuk sebuah pipa yang panjang sehingga dapat digunakan dalam
mengukur kedalaman. Selanjutnya pipa sambungan dimasukan kedalam air
hingga menyentuh dasar perairan. Kemudian panjang dari bagian pipa yang
terendam dihitung sebagai angka kedalaman perairan.

d. Warna dan Tipe Substrat Perairan


Pengukuran atau analisis warna dan tipe substrat dilakukan secara visual
dan tidak menggunakan alat khusus. Warna perairan dapat diamati dengan
mata, sedangkan tipe substrat diketahui dengan melihat dasar perairan yang
tergolong cerah. Selain itu untuk lebih memastikan tipe substratnya, diambil
dengan tangan lalu diamati.

2. Parameter kimia
a. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman ditentukan menggunakan indikator pH stik. Cara kerja
pH stik yaitu dengan cara kertas pH dicelupkan pada perairan dan dicocokkan
dengan trayek pH. Setelah itu, pH perairan dapat diketahui. Penggunaan
dengan pH stik sangat membantu menetukan pH di lapang.
b. Salinitas
Salinitas dapat dapat diukur menggunakan alat yang disebut refraktometer.
Penggunaan ala ini yaitu dengan cara meletakan sampel air yang sudah
diambil menggunakan pipet ke dalam refraktometer. Kemudian dilihat skala
salinitasnya pada lubang di refraktometer seperti meneropong.

3. Parameter Biologi
a. Makrozoobenthos
Penentuan kandungan bentos dapat digunakan alat yang dinamakan
surber. Alat ini diletakkan pada perairan dengan bukaan mulutnya melawan
arus muara sungai. Substrat pada dasar perairan diambil, lalu digosok-
gosokkan di permukaan air ke dalam mulut surber sehingga bentos apapun
yang menempel pada substrat tersebut akan mengalir ke dalam dan disaring
oleh saringan surber. Semua bentos yang tersaring dalam surber akan
dimasukkan ke dalam jar kaca dan nantinya akan diawetkan dengan formalin.
Lalu akan disimpan dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

LANDASAN TEORI

Definisi Muara Sungai


Muara sungai atau ringkasnya muara adalah wilayah badan air tempat
masuknya satu atau lebih sungai ke laut, samudera, danau, bendungan atau bahkan
sungai lain yang lebih besar. Di wilayah pesisir, muara sungai sangat terpengaruh
oleh kondisi air daratan seperti aliran air tawar dan sedimen, serta air lautan
seperti pasang surut, gelombang, dan masuknya air asin ke darat. Muara sungai
dapat memebntuk estuaria dan delta.
Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut,
sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang
bersalinitas rendah. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan
menghasilkan suatu komunitas yang khas dengan kondisi lingkungan yang
bervariasi. Interaksi antara air laut dan air tawar ini akan berpengaruh pada
perairan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan terutama suhu
dan salinitasnya. Suhu dan salinitas merupakan faktor yang sangat penting bagi
distribusi organisme di estuari. Suatu ciri dari interaksi antara daratan dan lautan
di perairan estuari adalah adanya percampuran dan penyebaran air tawar dari
sungai ke arah laut dan sebaliknya (Azis 2007).

Definisi dan Sifat Makrozoobenthos


Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal
dalam dasar perairan. Beberapa makrozoobenthos yang umum ditemui di
kawasan muara sungai Indonesia adalah makrozoobenthos dari kelas Bivalvia,
Crustacea ,Gastropoda, dan Polychaeta (Arief 2003). Benthos mencakup
organisme hewani yang disebut zoobenthos dan organisme nabati yang disebut
fitobenthos dan organisme (Odum 1993).
Makrozoobentos digunakan sebagai organisme indikator pencemaran di
perairan. Sifatnya yang menetap membuat organisme ini selalu kontak dengan
perubahan lingkungan / habitatnya. Sealin itu keberadaan organism ini yang
berada terus menerus didalam air menunjukkan perubahan yang ada di perairan.
Makrozoobentos termasuk kedalam organism dengan sensitifitas terhadap
perubahan. Makrozoobentos yang memiliki kisaran toleransi yang baik memiliki
penyebaran yang luas serta tingkat kelangsungan hidup yang tergolong tinggi.
Oleh karena itu, adanya masukan yang merusak suatu perairan / pencemaran dapat
dilihat dari keanekaragaman serta kelimpahan makrozoobentos (Sari, Purnomo
dan Winarsih 2013).

Tabel 1. Klasifikasi derajat pencemaran air berdasarkan indeks diversitas


komunitas bentos (Sari, Purnomo dan Winarsih 2013)
Derajat Indeks Diversitas
Pencemaran Komunitas Bentos
Tidak tercemar > 2,00
Tercemar ringan 2,60 - 2,00
Tercemar sedang 1,59 - 1,00
Tercemar berat < 1,00
Zona subtidal merupakan daerah yang terletak antara batas air surut
terendah di pantai dengn ujung paparan benua. Daerah ini memiliki kedalaman
200 m. selain itu, zona ini mendapatkan masukan cahaya yang umunya dihuni
oleh biota laut yang melimpah dari berbagai komunitas. Menurut Bengens (1995)
dalam Cahlid (2014). Mengatakan bahwa komunitas tersebut diantaranya ialah
lamun dan terumbu karang. Substrat dasar pada zona ini memberikan pengaruh
terhadap komposisi serta distribusi dari makrozzobentos. Hal ini dikarenakan
sebagai faktor pembatas dari penyebaran makrozoobentos. Kandungan oksigen
serta ketersediaan makanan di sedimen memiliki hubungan engan jenis substrat.
Umumnya makrozoobenthos relatif tidak aktif, dengan ciri khusus yaitu,
tubuhnya dilindungi cangkang, memiliki bagian tubuh yang dapat dijulurkan,
berkembangnya bagian tubuh tambahan seperti rambut, bulu-bulu keras serta
tersusun atas otot-otot yang memudahkan pergerakannya di atas maupun di dalam
sedimen (Mampraung 2013). Dalam siklus hidupnya, beberapa makrozoobenthos
hanya hidup sebagai benthos dalam separuh saja dari fase hidupnya, misalnya
pada stadia muda saja atau sebaliknya. Pada umumnya cacing dan bivalvia hidup
sebagai benthos pada stadia dewasa, sedangkan ikan demersal hidup sebagai
benthos pada stadia larva (Nybakken 1992).

Parameter Lingkungan Makrozoobenthos


Parameter lingkungan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos
diantaranya adalah suhu, salinitas, pH, substrat dan kekeruhan. Suhu sangat
berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem suatu perairan. Suhu sangat
memengaruhi segala proses yang terjadi di perairan baik fisika, kimia, dan biologi
badan air. Suhu juga mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme
(Nybakken 1992). Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai
bagi pertumbuhannya. Makin tinggi kenaikan suhu air, maka makin sedikit
oksigen yang terkandung di dalamnya.
Perubahan salinitas akan memengaruhi keseimbangan di dalam tubuh
organisme melalui perubahan tekanan osmosis dan perubahan berat jenis air.
Semakin tinggi salinitas, semakin besar tekanan osmosisnya sehingga organisme
harus memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan salinitas sampai batas
tertentu melalui mekanisme osmoregulasi (Retnowati 2003), yaitu kemampuan
mengatur konsentrasi garam atau air di cairan internal. Selanjutnya Nybakken
(1992) menjelaskan bahwa fluktuasi salinitas di daerah intertidal dapat
disebabkan oleh dua hal, pertama akibat hujan lebat sehingga salinitas akan
sangat turun dan kedua akibat penguapan yang sangat tinggi pada siang hari
sehingga salinitas akan sangat tinggi.
Nilai pH di lingkungan perairan muara sungai sangat berfluktuatif. Batas
toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung kepada suhu, DO,
dan tingkat stadium dari biota bersangkutan. Nilai pH dapat juga mengidentifikasi
tingkat kesuburan perairan. Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen
dan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Substrat lumpur dan pasir merupakan
habitat yang paling disukai makrozoobenthos (Retnowati 2003). Sutrisno (1987
in yeanny 2007) menyatakan, pH yang optimal untuk spesies makrozoobentos
berkisar 6,0-8,0. Menurut Ghufran (2007 in agustinus 2013) Pada kondisi perairan
yang alami, pH berkisar antara 4,0 - 9,0. Kandungan organik substrat memberi
pengaruh karena habitat dari makrozoobentos terdapat di substrat dasar perairan.
Menurut Hutchinson (1993), keanekaragaman makrozoobentos di perairan juga
dipengaruhi oleh jenis substrat dan kandungan organik substrat.
Derajat Keasaman (pH) sangat penting mendukung kelangsungan hidup
organisme akuatik karena pH dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam
lingkungan perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik.
Sastrawijaya (1991) kondisi perairan yang sangat asam atau basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terganggunya metabolisme dan respirasi, dimana pH yang rendah menyebabkan
mobilitas kelangsungan hidup organisme perairan. Benthos tidak menyenangi
dasar perairan berupa batuan, tetapi jika dasar batuan tersebut memiliki bahan
organik yang tinggi, maka habitat tersebut akan kaya dengan benthos (Yeanny
2007). Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, zat-
zat koloid, bahan-bahan organik, jasad renik yang melayang dalam kolom air.
Penyebaran benthos berbeda untuk setiap spesies sesuai dengan kedalaman air.

PEMBAHASAN

1. Parameter fisika
a. Kekeruhan
Hasil pengukuran kekeruhan pada muara sungan menunjukkan kisaran
rata-rata 19 - 197 ppm. Semakin kearah bibir sungai nilai kekeruhan semakin
tinggi. Hal ini disebabkan karena bibir sungai berhadapan langsung dengan
laut. Laut didekat muara sungai juga memiliki gelombang yang sangat cukup
kuat dan tinggi, sehingga menyebabkan turbulensi disekitar bibir sungai dan
menyebabkan paritikel di dasar ikut hanyut dengan gelombang. Hal ini
menyebebkan tingkat kekeruhannya semaikin tinggi. Menurut Bariguna Dipo
(2008), kekeruhan air sungai sangat dipengaruhi oleh erosi yang meliputi
prosespelepasan, penghanyutan (meningkatkan tingkat kekeruhan air) serta
pengendapan. Hal ini akan membuat turunnya produktivitas lahan pertanian
dan kualitas air serta mengurangi kapasitas sungai.
Kekeruhan di perairan alami merupakan salah satu factor penting dalam
mengendalikan produktivitas. Kekeruhan yang tinggi akan menurunkan
kecerahan perairan serta mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam air
sehingga menghambat fotosintesis. Tingkat kekeruhan yang tinggi pada air
sungai akan merugikan pada sektor penyediaan air bersih yang bersumber dari
air permukaan sehingga akan meningkatkan biaya pengolahan. (Aisyah Sitti
2004)

b. Kedalaman
Pada parameter kedalaman pada muara sungai terbagi menjadi 3 stasiun,
untuk stasiun 1 terdapat di bibir sungai yang terdiri dari 3 sub stasiun yang
didapatkan data rata-rata sekitar 110 cm. Hal ini dikarenakan letak bibir sungai
yang lebih menjorok ke laut, substrat didasar perairan cukup rata, dan
tergantung terhadap tingginya pasang surut air. Stasiun 2 terdapat di tengah
muara sungai yang terdiri dari 3 sub stasiun yang didapatkan rata-rata 90 cm.
Hal ini dikarenakan letak dasar perairan yang tidak merata dengan adanya
bebatuan. Stasiun 3 terdapat di ujung muara sungai yang terdiri dari 3 sub
stasiun yang didapatkan rata-rata 50 cm. Hal ini dikarenakan letak dasar
perairan yang dipenuhi dengan bebatuan besar, sehingga membuat lebih
dangkal.

c. Warna dan Tipe Substrat Perairan


Kondisi warna air di muara sungai memiliki warna yang berbeda pada
setiap stasiun ulangannya. Pada wilayah bibir sungai di setiap substasiun
berwarna cokelat keruh. Pada wilayah tengah sungai di substasiun 1 dan 2
berwarna kuning kecokelatan, sedangkan pada substasiun 3 berwarna kuning.
Pada wilayah ujung sungai di setiap substasiun berwarna cokelat. Hal tersebut
dikarenakan perbedaan jarak sungai terhadap laut, sehingga terdapat perbedaan
warna air pada setiap stasiun ulangannya. wilayah bibir sungai mendapatkan
pengaruh dari gelombang laut, sehingga terjadi pengadukan bahan organik
yang tinggi yang menyebabkan warna air menjadi cokelat keruh. Selain itu
perbedaan warna perairan pada setiap stasiunnya juga dipengaruhi oleh
kandungan TSS dan TDS serta intensitas cahaya matahari yang masuk ke
perairan tersebut (Supiyati, 2012).

2. Parameter kimia
a. Salinitas
Pada pengamatan di tiga lokasi mengenai kadar salinitas yang ada
didapatkan hasil dari setiap stasiun belakang, tengah , dan depan bibir laut
didapatkan hasil berturut-turut sebesar 0 ppm, 0 ppm, dan 8 ppm. Menurut
Supiyati (2012) menjelaskan bahwa keberadaan salinitas di daerah muara
dapat disebebbkan karena ata dipengaruhi oleh pasang surut dan musim.
Keberadaan salinitas cenderung kearah darat lebih rendah , tetapi akan
meningkat ke arah muara atau dekat dengan bibir laut. Namun apabila selama
musim kemarau pada saat aliran air sungai berkurang maka air laut dapat
masuk lebih jauh ke arah darat .

3. Parameter Biologi
a. Makrozoobenthos
Musculium memiliki nilai kelimpahan yang terbesar terutama pada
ulangan kedua. Lalu, untuk benthos yang memiliki jumlah kelimpahan terkecil
terdiri atas Chama pellucid, Oliva spicata , dan Thais lamellose. Menurut Saru
et al (2005) Salah satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap
kelimpahan makrozoobentos adalah sedimen. Perbedaan jenis sedimen
memungkinkan organisme yang hidup di dalamnya berbeda.Selain itu
Menurut(Odum, 1996) dalam Irmawan et al (2010) Arus juga merupakan
faktor yang membatasi penyebaran makrozoobentos, dimana kecepatan arus ini
akan mempengaruhi tipe atau ukuran substrat dasar perairan yang merupakan
tempat hidup bagi hewan bentos.
Menurut Genisa (1997) dalam Zahidin (2008) tingkat keanekaragaman
jenis tinggi dapat dikarenakan banyaknya suatu spesies berada di suatu
komunitas tersebut, dan nilai keanekaragaman akan rendah bila satu atau
beberapa jenis saja yang terdapat di dalamnya dan mendominasi daerah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Agustinus Y, Pratomo A, Apdillah D. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobentos


Sebagai Indikator Kualitas Perairan Di Pulau Lengkang Kecamatan Belakang
Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. : 1-9.
Aisyah Sitti. 2004. Struktur Komuniyas Moluska (Gastrpoda dan Bivalvia) di Muara
Sungai Cimandiri, Pelanuhan Ratu, Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bariguna Dipo. 2008. Studi Tingkat Kekeruhan Air Menggunakan Citra Radar Airsar.
Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor
Arief, A. M. P., 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta:Kanisius.
Azis MF. 2007. Tipe estuari binuangeun (banten) berdasarkan distribusi suhu dan
salinitas perairan. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 33: 97– 110.
Chalid.2014.Keramagan Dan Distribusi Makrozzobentos Pada Daerah Pesisir Dan Pulau
– Pulau Kecil Tanjung Buli, Halmahera.[skripsi]. Universtias Hasanuddin.
Irmawan Rizky Nurul, Hilda Zulkifli dan Muhammad Hendri.2010. Struktur Komunitas
Makrozoobentos di Estuaria Kuala Sugihan
Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal 01 (2010) 53-58.Indralaya(ID):
Universitas Sriwijaya
Mampraung. 2013. Keanekaragaman Makrozoobenthos di Ekosistem Mangrove
Silvofishery dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan
Galesong Kabupaten Takalar. [Skripsi]. Makasar:Universitas Hasanudin.
Mony A. 2004.Analisis Kondisi Lingkungan Perairan Muara Sungai Cimandiri, Teluk
Pelabuhan Ratu Sukabumi, Jawa Barat.[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:Gramedia
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Umum. Diterjemahkan oleh T. Samingan.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Retnowati, D. N. 2003. Struktur Komunitas Makrozoobenthos dan Beberapa
Parameter Fisika Kimia Perairan Situ Rawa Besar, Depok, Jawa Barat. [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sari, Purnomo dan Winarsih.2013.Kualitas Perairan Estuari Porong Sidoarjo Jawa Timur
Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos.Lentera Bio.2(1):81-85.
Saru Amran, Supriadi dan Frenky Patiung.2005. Kelimpahan Makrozoobentos Pada
Berbagai Tipe Sedimen Di Sekitar Perairan Muara Sungai Maros. Jurnal Torani,
Vol. 15(2) Juni 2005: 99–105. Makassar(ID): Universitas Hassanudin
Supiyati Halaluddin dan Arianty G . 2012. Karakteristik dan kualitas air di muara sungai
hitam provinsi Bengkulu dengan software som Toolbox2. SIMETRI. 1(2) : 67-73
Yeanny. 2007. Keanekaragaman Makrozoobentos Di Muara Sungai Belawan. Jurnal
Biologi Sumatera. 2(2) :37 – 41.
Zahidin, M.2008. Kajian Kualitas Air Di Muara Sungai Pekalongan Ditinjau Dari Indeks
Keanekaragaman Makrobenthos Dan Indeks Saprobitas Plankton.[tesis].
Semarang(ID): Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN

Tabel 1. Parameter Fisika


Bibir sungai Tengah sungai Belakang sungai
Parameter
Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3
coklat coklat coklat kuning kuning kuning kuning kuning kuning
warna
keruh keruh keruh kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan
Suhu 27°C 28°C 28°C 26°C 26°C 26°C 27°C 26°C 26°C

kedalaman 78 cm 90 cm 20 cm 120 cm 110 cm 52 cm 25 cm 68 cm 55 cm


136 197 197
TDS 25 ppm 27 ppm 26 ppm 21 ppm 19 ppm 26 ppm
ppm ppm ppm
pasir pasir pasir pasir pasir
tipe substrat berbatu berbatu berbatu berbatu
berbatu berbatu berbatu berbatu berbatu
pH - - - - - - - - -

salinitas 8 ppm 8 ppm 8 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm 0 ppm

Tabel 2. Parameter Biologi

Tengah Belakang
Organisme Bibir sungai Kelimpahan
sungai sungai
Thais lamellosa 1 0.3333
Astraea gibberosa 1 1 0.6667
Chama pellucida 1 0.3333
Oliva spicata 1 0.3333
Balcis randolpi 1 1 0.6667
Musculium 3 22 10 11.6667
Neritina luteopasculata 2 4 4 3.3333
Jumlah Spesies 10 26 16 17.3333
Indeks keanekaragaman 1.5314
Indeks Keseragaman 1.9579
Indeks Dominansi 0.4941

Anda mungkin juga menyukai