Anda di halaman 1dari 89

PERENCANAAN ON-THE-JOB TRAINING DENGAN METODE

PENDEKATAN COACHING UNTUK PENERAPAN KNOWLEDGE


SHARING PADA KARYAWAN DI PT. ARMOXINDO FARMA

LAPORAN ENRICHMENT PROGRAM

Disusun Oleh:

Rintan Fauziyyah Alya

1901516551

Halaman Sampul

PSYCHOLOGY PROGRAM
PSYCHOLOGY STUDY PROGRAM
FACULTY OF HUMANITIES
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JAKARTA
2019
PERENCANAAN ON-THE-JOB TRAINING DENGAN METODE
PENDEKATAN COACHING UNTUK PENERAPAN KNOWLEDGE
SHARING PADA KARYAWAN DI PT. ARMOXINDO FARMA
Halaman Judul

LAPORAN ENRICHMENT PROGRAM

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk kelulusan

mata kuliah Praktek Magang atau Enrichment Program.

Disusun Oleh:

Rintan Fauziyyah Alya

1901516551

PSYCHOLOGY PROGRAM
PSYCHOLOGY STUDY PROGRAM
FACULTY OF HUMANITIES
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JAKARTA
2019

ii
Universitas Bina Nusantara

Pernyataan Laporan Enrichment Program

INTERNSHIP TRACK

Pernyataan Penyusunan Laporan Enrichment Program

Saya, Rintan Fauziyyah Alya, dengan ini menyatakan bahwa Laporan


Enrichment Program yang berjudul:

PERENCANAAN ON-THE-JOB TRAINING DENGAN METODE


PENDEKATAN COACHING UNTUK PENERAPAN KNOWLEDGE
SHARING PADA KARYAWAN DI PT. ARMOXINDO FARMA

adalah benar hasil karya saya dan belum pernah diajukan sebagai karya
ilmiah, sebagian atau seluruhnya, atas nama saya atau pihak lain.

Rintan Fauziyyah Alya


NIM: 1901516551

Disetujui oleh Dosen Pembimbing Universitas, Pembimbing Lapangan, dan


Head of Psychology Study Program.

Dr. Juneman Abraham, S.Psi., M.Si. Dewi Kania


Kode Dosen: D3728 Site Supervisor PT. Armoxindo Farma
Tanggal: Februari 2019 Tanggal: Februari 2019

Raymond Godwin, S.Psi., M.Si.


Head of Psychology Study Program
Kode Dosen: D4560

Tanggal: Februari 2019

iii
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

ENRICHMENT PROGRAM
TRACK INTERNSHIP
Semester Ganjil 2018/2019

PERENCANAAN ON-THE-JOB TRAINING DENGAN METODE


PENDEKATAN COACHING UNTUK PENERAPAN KNOWLEDGE
SHARING PADA KARYAWAN DI PT. ARMOXINDO FARMA

Rintan Fauziyyah Alya –- 1901516551

ABSTRACT

This final report was made to find out an overview of on-the-job training (OJT)
planning with a coaching approach method for applying knowledge sharing at PT.
Armoxindo Farma. The purpose of applying knowledge sharing is as a support for
the regeneration process of employees at PT. Armoxindo Farma. Many employees
of the baby boomer generation already have an initial term, but still hold high
positions in this company, such a, Director of Pharma Sales and Marketing.
Considering, this company needs to regenerate their employees to find replacement
employees. In here, the author only provides a planning about OJT with a coaching
approach method for the application of knowledge sharing between employees who
are currently occupy this position with second level employees, such as
representatives or assistants. While for the implementation, the author gave all of it
to the PT. Armoxindo Farma.
Keywords: On-The-Job Training, Coaching, Knowledge Sharing.

ABSTRAK

Laporan akhir magang ini dibuat untuk mengetahui gambaran mengenai


perencanaan on-the-job training (OJT) dengan metode pendekatan coaching untuk
penerapan knowledge sharing di PT. Armoxindo Farma. Tujuan penerapan
knowledge sharing adalah sebagai pendukung untuk proses regenerasi karyawan di
PT. Armoxindo Farma. Banyak karyawan dari generasi baby boomers yang
seharusnya sudah memasuki masa pensiun, namun masih menduduki jabatan tinggi
di perusahaan ini, seperti posisi Pharma Sales and Marketing Director. Sehingga,
perusahaan ini perlu melakukan regenerasi karyawan untuk mencari karyawan
pengganti. Disini penulis hanya memberikan usulan perencanaan OJT dengan
metode pendekatan coaching untuk penerapan knowledge sharing antara karyawan
yang saat ini menduduki posisi tersebut dengan karyawan pengganti atau second
layer, seperti wakil atau asisten. Sedangkan untuk pelaksanaannya, penulis
menyerahkan seluruhnya kepada pihak PT. Armoxindo Farma.
Kata Kunci: On-The-Job Training, Coaching, Knowledge Sharing.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya dan telah memberikan banyak kesempatan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul “Perencanaan On-The-Job Training Dengan
Metode Coaching Untuk Penerapan Knowledge Sharing Pada Karyawan di PT
Armoxindo Farma” dengan baik. Penyusunan laporan ini sebagai bukti bahwa
penulis telah melaksanakan kegiatan magang atau internship di PT. Armoxindo
Farma, dan sebagai tugas akhir semester 7, serta untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan program Enrichment 3+1 di Universitas Bina Nusantara.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak


sedikit kesulitan yang dialami penulis. Akan tetapi, berkat kerjasama dan bimbingan
dari berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena-Nya, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-
dalamnya, antara lain kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM., selaku Rector BINUS University.

2. Ibu Elisa Carolina Marion, S.S., M.Si., selaku Dean Faculty of Humanities.

3. Bapak Raymond Godwin, S.Psi., M.Si., selaku Head of Psychology Study


Program.

4. Bapak Dr. Juneman Abraham, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing


Internship penulis, yang telah banyak membimbing, memberi arahan, memberi
materi, dan membantu penulis dalam menyusun laporan magang ini.

5. Ibu Dewi Kania, selaku Pembimbing Lapangan penulis di PT. Armoxindo


Farma, yang telah banyak membimbing penulis dalam melakukan kegiatan
magang, memberi pengetahuan tambahan, dan membantu penulis dalam
menyusun laporan magang ini.

6. Bapak Ari, selaku HR Manager, dan Ibu Maryati, selaku HR Administration,


yang ikut serta membimbing dan memberi arahan kepada penulis selama
kegiatan magang di PT. Armoxindo Farma berlangsung.

7. Satpam dan seluruh karyawan PT. Armoxindo Farma yang penulis kenal, yang
telah memberikan senyuman dan sapaan di pagi hari, sehingga lingkungan

v
internal membuat penulis menjadi semangat dalam melakukan kegiatan
magang.

8. Keluarga dan seluruh teman-teman dekat penulis, yang telah memberikan


semangat selama penulis melakukan kegiatan magang, dan dalam menyusun
laporan ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga laporan ini dapat diterima dengan
baik, dan menambah pengetahuan bagi pembaca.

Jakarta, 17 Januari 2019.

Penulis,

Rintan Fauziyyah Alya

vi
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ......................................................................................................... i


Halaman Judul............................................................................................................ ii
ABSTRAK ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Profil Perusahaan ......................................................................................... 1
1.1.1 Lokasi Perusahaan ................................................................................ 1
1.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ...................................................... 2
1.1.2.1 Visi ................................................................................................... 2
1.1.2.2 Misi ................................................................................................... 2
1.1.2.3 Tujuan ............................................................................................... 2
1.1.3 Kegiatan Usaha Perusahaan ................................................................. 2
1.1.3.1 Kegiatan Produksi Perusahaan ......................................................... 3
1.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan ........................................................... 4
1.1.4.1 Struktur Organisasi Keseluruhan ...................................................... 4
1.1.4.2 Struktur Organisasi Pabrik ............................................................... 5
1.2 Posisi dan Peran Mahasiswa........................................................................ 6
BAB II. LAPORAN KEGIATAN ........................................................................... 10
2.1 Latar Belakang .......................................................................................... 10
2.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 14
2.3 Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 15
2.3.1 On-The Job Training (OJT) ............................................................... 15
2.3.1.1 Jenis-jenis On-The-Job Training .................................................... 15
2.3.1.2 Keunggulan dan Kelemahan On-The-Job Training ....................... 16
2.3.2 Coaching ............................................................................................ 17
2.3.2.1 Tujuan Coaching ............................................................................ 18
2.3.3 Knowledge Sharing ............................................................................ 18
2.4 Metode ....................................................................................................... 19
2.4.1 Teknik Pengumpulan Data dan Subjek Penelitian ............................. 20
2.4.2 Prosedur Penelitian............................................................................. 20

vii
2.4.2.1 Training Need Analysis (TNA) ...................................................... 21
2.4.2.2 On-The-Job Training ...................................................................... 22
2.4.2.3 Coaching ........................................................................................ 24
2.5 Hasil........................................................................................................... 26
2.5.1 Kesimpulan Hasil Wawancara dan Diskusi ....................................... 27
2.5.2 Hasil Proses Training Need Analysis (TNA) ..................................... 30
2.5.3 Kesimpulan Hasil Proses Training Need Analysis (TNA) ................. 34
2.5.4 Kebutuhan Training ........................................................................... 35
BAB III. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN .............................................. 41
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 41
3.2 Diskusi ....................................................................................................... 42
3.3 Saran .......................................................................................................... 44
3.4 Pembelajaran Selama Magang .................................................................. 45
REFERENSI ............................................................................................................ 49
LAMPIRAN .............................................................................................................. ix
Lampiran 1. Proposal Penelitian ........................................................................... ix
Lampiran 2. Log Book ............................................................................................ x
Lampiran 3. Learning Plan ................................................................................... xi
Lampiran 4. Alamat Seluruh Kantor PT. Armoxindo Farma ............................... xii
Lampiran 5. Logo Perusahaan & Dokumentasi .................................................. xiii

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Profil Perusahaan

PT. Armoxindo Farma adalah perusahaan swasta nasional di Indonesia yang


telah memproduksi obat-obatan selama lebih dari 36 tahun. PT Armoxindo Farma
telah berhasil mencapai reputasi atas kualitas produknya dan pemberian pelayanan
yang baik, sesuai dengan standar dan spesifikasi dari Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB). CPOB itu sendiri, menurut Pasal 1 dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Tahun 2012, merupakan cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan (BPOM, 2012)

1.1.1 Lokasi Perusahaan

Pabrik PT. Armoxindo Farma berlokasi di Sukangalih, Pacet,


Kabupaten Ciajur, Jawa Barat, dengan jarak tempuh berkisar 2 (dua) jam dari
Jakarta melalui Jalan Tol Jagorawi. Lokasi pabrik berada di daerah Puncak,
Jawa Barat, yang terkenal sebagai tempat wisata dengan hawa yang sejuk,
serta pemandangan pegunungan yang indah, dengan luas area 80.000 m2
dengan luas bangunan pabrik seluruhnya 24.000 m2 dan dalam rencana
pengembangan lebih lanjut (Sumber: Company Profile PT. Armoxindo
Farma).

PT. Armoxindo memiliki kantor cabang yang tersebar di 28 kota di


Indonesia. Salah satunya di Jakarta yang ditetapkan sebagai kantor pusat, yang
berlokasi di Jalan Arjuna Utara No. 34, Tanjung Duren Selatan, Grogol
Petamburan, Jakarta Barat, 11470. Serta 27 kantor cabang lainnya yang
berada di kota Banten, Bekasi, Bogor, Bandung, Cirebon, Yogyakarta,
Semarang, Solo, Purwokerto, Surabaya, Malang, Kediri, Lampung,
Palembang, Jambi, Padang, Pekanbaru, Medan, Batam, Banjarmasin,
Pontianak, Samarinda, Makassar, Palu, Bengkulu, Jayapura, dan Denpasar.
Namun, saat ini PT. Armoxindo Farma tengah mengalami pengurangan pada
salah satu kantor cabang, yaitu di kota Padang, dikarenakan adanya alasan
tertentu yang dimana dengan terpaksa menutup cabang tersebut dan sudah

1
tidak dapat beroperasi kembali (Sumber: Company Profile PT. Armoxindo
Farma).

1.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan

1.1.2.1 Visi

Menjadikan PT Armoxindo Farma sebuah perusahaan yang


mampu bersaing, bertumbuh, dan disegani dalam bidang farmasi.
Dengan kepemimpinan yang kuat, terampil, dan kerjasama team yang
kompak, serta strategi yang tepat, dimana mampu menjadikan PT
Armoxindo Farma sebuah perusahaan yang terkemuka dan mempunyai
kontribusi yang besar dalam pertumbuhan kualitas kesehatan bangsa
(Mr. Junger Saputra – President Director) (Sumber: Company Profile
PT. Armoxindo Farma).

1.1.2.2 Misi

Sesuai dengan visi diatas, PT Armoxindo memiliki misi untuk


dapat menembus dan meningkatkan pangsa pasar yang ada sehingga
produk-produk PT Armoxindo Farma akan senantiasa dekat dengan
pelanggan. Untuk mewujudkan misi tersebut, PT Armoxindo
khususnya lebih banyak dibantu dengan team Marketing dan
Distribution (Sumber: Company Profile PT. Armoxindo Farma).

1.1.2.3 Tujuan

Setelah sukses menembus pasar domestik, saat ini sedang


dipersiapkan beberapa upaya dan program agar produk-produk PT
Armoxindo Farma dapat menembus pasar internasional (Sumber:
Company Profile PT. Armoxindo Farma).

1.1.3 Kegiatan Usaha Perusahaan

PT Armoxindo Farma adalah perusahaan swasta nasional yang


bergerak dalam bidang farmasi, khususnya untuk memproduksi obat-obatan
yang sesuai dengan standard dan spesifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat
yang Baik). Dalam kurun waktu lebih dari 36 tahun, PT Armoxindo Farma
telah memproduksi lebih dari 130 jenis produk, seperti: tablet, tablet lapis,

2
tablet bersalut gula/selaput, tablet kunyah, kapsul, sirop, dry sirop, tetes mata,
salep, injeksi. Produk-produk ini telah dikenal masyarakat luas melalui resep
dokter, toko obat, maupun penjualan bebas yang dapat
dipertanggungjawabkan (Sumber: Company Profile PT. Armoxindo Farma).

1.1.3.1 Kegiatan Produksi Perusahaan


Produksi obat-obatan PT. Armoxindo Farma didukung dengan
sarana yang memenuhi standar kebersihan Departemen Kesehatan.
Sistem saluran udara dibuat sedemikian rupa sehingga melalui tahapan
penyaringan, jumlah partikel terkontrol. Tekanan udara antar ruangan
berbeda sehingga terjadi aliran udara dari ruang yang paling bersih
menuju ruang bersih dan ke ruangan umum atau biasa secara bertahap.
Mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi obat-obatan
menggunakan teknologi mutakhir dengan sistem komputer (PLC
System). Setiap tahapan dari proses produksi dilakukan sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan CPOB sehingga menghasilkan produk yang
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

Produk obat-obatan yang diproduksi oleh PT. Armoxindo


Farma berupa liquid (cairan) dan solid (padat). Kegiatan produksi
obat-obatan dalam bentuk cairan, pada awalnya melalui kombinasi
system reverse osmosis dan deionisasi yang memperoleh air dengan
kemurnian yang tinggi sebagai bahan baku penunjang produk cairan.
Kemudian bahan aktif serta bahan pembantu melalui proses
penyampuran, pelarutan, penyaringan, pengisian dan pengemasan, lalu
diperoleh produk obat-obatan dalam bentuk cairan yang siap
dipasarkan.

Sedangkan kegiatan produksi obat-obatan PT. Armoxindo


Farma dalam bentuk padat atau solid dilakukan dalam beberapa
tahapan, yaitu dimulai dengan formulasi obat dari bahan baku yang
berupa bahan aktif dan bahan pembantu, lalu dilanjutkan dengan
proses penimbangan, penyampuran, pengeringan, pencetakan,
penyalutan, pemilihan (sorting), stripping, dan pengemasan (packing).

3
Sehingga diperoleh produk yang slid, masuk dalam tempat
penyimpanan, dan siap untuk dipasarkan.

Produk PT. Armoxindo Farma didistribusikan ke seluruh


provinsi dan pelosok Indonesia, melalui jaringan distribusi PT. Junger
Farma Distribusi yang meliputi 27 kantor cabang di Indonesia yang
telah disebutkan pada bagian 1.1.1.

1.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan

1.1.4.1 Struktur Organisasi Keseluruhan

President Director
INDONESIA

Pharma Finance
HR Procurement Manufacturing Director
Sales & Marketing
Manager Manager Plant Director
Director

IT Manager

Marketing Regulatory
& Quality
Compliance
Manager
Sales
R&D

Productions

(Sumber: Data Sekunder PT. Armoxindo Farma)

4
1.1.4.2 Struktur Organisasi Pabrik

5
1.2 Posisi dan Peran Mahasiswa

Berdasarkan bagian 1.1.3, PT. Armoxindo Farma memiliki beberapa bagian


struktur organisasi, salah satunya adalah HR (Human Resource) Manager. Penulis
diposisikan menjadi Asisten HR Manager dan Asisten HR Administration, yang
dimana HR Administration berada langsung dibawahnaungan HR Manager. Penulis
melakukan kegiatan internship di PT. Armoxindo Farma selama 4 (empat) bulan,
dimulai pada tanggal 5 September 2018 dan berakhir pada tanggal 5 Januari 2019.
Seorang HR Manager di PT. Armoxindo Farma memiliki fungsi pekerjaan
sebagai berikut:
1. Mengelola Departemen Sumber Daya Manusia (SDM) dalam keseluruhan
tugas-tugas SDM meliputi perencanaan pegawai, pembuatan kebijakan,
penganggaran, proses rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan
pengembangan, kompensasi dan hubungan antar pegawai, kepatuhan.
2. Memastikan bahwa strategi SDM perusahaan diterapkan dengan baik,
secara terus menerus, dan sesuai dengan pedoman dan anggaran.
3. Membantu dalam perencanaan dan pengambilan keputusan yang strategis
ditingkat pimpinan puncak agar strategi SDM perusahaan sejalan dengan
strategi-strategi bisnis.

Sedangkan HR Administration di PT. Armoxindo Farma, memiliki tugas


sebagai berikut:
1. Input data karyawan yang masuk atau keluar (seputar turnover).
2. Mengurus surat-surat untuk pengobatan karyawan, contohnya seperti
BPJS.
3. Mengurus pengajuan uang makan karyawan.
4. Membuat surat internal atau eksternal karyawan terkait personalia (surat
keterangan, surat karyawan masuk atau keluar). Contohnya seperti surat
lamaran, untuk promosi jabatan, mutasi, dan lain-lain.
5. Mengurus permohonan otorisasi accounting (biaya) dari seluruh kantor
cabang.
6. Mengurus perpanjang STNK kendaraan kantor di seluruh cabang.
7. Pengarsipan personal file per-karyawan di seluruh cabang.

6
Seperti yang sudah disebutkan bahwa penulis diposisikan menjadi Asisten HR
Manager dan Asisten HR Administration, maka penulis memliki peran untuk
membantu tugas-tugas yang diberikan oleh HR Manager ataupun HR
Administration di PT. Armoxindo Farma, antara lain sebagai berikut:

1. Input data-data absensi karyawan, seperti update status, data kehadiran, cuti,
dan izin karyawan di seluruh cabang PT. Armoxindo Farma.
Penulis memeriksa atau mengurus proses dan input data-data absensi
karyawan PT. Armoxindo Farma dengan membuat rekapitulasi, baik secara
manual maupun software seperti Ms. Excel. Untuk surat permohonan cuti
pada masing-masing karyawan harus diajukan 1 bulan sebelumnya, lalu
kemudian di input manual kedalam buku besar. Awalnya, PT. Armoxindo
Farma masih menggunakan buku besar untuk menginput data-data absensi
karyawan. Namun ketika penulis melakukan magang, penulis diminta untuk
membuat absensi seluruh karyawan dengan menggunakan software dalam
bentuk Ms. Excel agar lebih mudah.

2. Penulis memeriksa hal-hal seperti surat izin karyawan dalam meninggalkan


pekerjaan untuk seluruh karyawan di seluruh cabang PT. Armoxindo Farma.
Setiap karyawan diberikan izin kerja selama 1-2 hari saja sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di PT. Armoxindo Farma. Izin ini diberikan
untuk urusan seperti salah satu anggota keluarga meninggal dunia, istri
melahirkan atau keguguran kandungan, pernikahan (karyawan itu sendiri
atau salah satu anggota keluarga, seperti anak), khitanan atau pembaptisan
anak karyawan yang bersangkutan, dan lain-lain.

3. Penulis menyiapkan atau membuat internal atau external/outgoing letter


untuk karyawan PT. Armoxindo Farma, dan scanning.
Penulis diminta untuk mengurus surat-surat keterangan karyawan,
seperti surat tugas kerja keluar, maupun surat masuk atau keluarnya
karyawan di PT. Armoxindo Farma yang biasanya didampingi oleh Ibu
Maryati sebagai penanggungjawab. Penulis juga melakukan scanning surat
internal dan dirapihkan dengan menginput ke file komputer kantor.

7
4. Penulis melakukan job analysis pada salah satu jabatan di PT. Armoxindo
Farma
Penulis melakukan job analysis pada jabatan HR Administration,
hanya dengan memperbaiki job description dan job specification yang telah
ada sebelumnya. Alasan dilakukan hal tersebut adalah bagian HR
Administration kekurangan kayawan, sehingga terdapat karyawan yang
memiliki double job. Metode yang penulis gunakan adalah wawancara
(interview). Penulis mewawancarai beberapa pihak tertentu saja.

5. Penulis juga membantu tugas HR Administration dalam hal pengarsipan


terutama terkait dengan personal file seluruh karyawan di seluruh cabang
PT. Armoxindo Farma.
Penulis melakukan penggabungan terhadap dokumen administrasi
seperti personal file pada masing-masing karyawan di seluruh cabang, baik
dari awal mengajukan lamaran hingga sampai menjadi karyawan tetap dan
sudah bekerja di PT. Armoxindo Farma.

6. Menjadi notulen untuk beberapa meeting atau rapat di PT. Armoxindo


Farma Jakarta.
Penulis diminta untuk menjadi notulen rapat yang membahas terkait
untuk tahun 2019 mengenai produksi obat, bahan baku obat, company
achievement target untuk penjualan obat, lalu menggabungkan hasil
notulen-notulen rapat tersebut dan dikumpulkan ke pembimbing penulis.

7. Membuat laporan employee headcount PT. Armoxindo Farma tahun 2018.


Penulis diminta untuk membuat laporan employee headcount dalam
bentuk tabel, karena di PT. Armoxindo Farma sedang terjadi sedikit
penurunan jumlah karyawan pada tahun 2018 (turnover).

8. Scoring hasil tes CFIT, Cepat Teliti, dan PAPI Kostick karyawan di kantor
pusat (Jakarta).
Penulis diminta untuk scoring hasil tes CFIT, Cepat Teliti, dan PAPI
Kostick yang dilakukan oleh karyawan kantor pusat pada bulan Agustus
2018. Hasil tes PAPI Kostick di scoring langsung kedalam software Ms.
Excel yang sudah tersedia, dan hasil tes CFIT dan Cepat Teliti di scoring

8
secara manual. Untuk hasil tes yang lainnya sudah di scoring terlebih dahulu
oleh karyawan bagian HR di PT. Armoxindo Farma.

9. Diskusi dan interview terkait dengan issues yang ada di PT. Armoxindo
Farma.
Penulis melakukan diskusi dan interview dengan pembimbing
lapangan ataupun HR Administration terkait dengan permasalahan atau
issues yang ada di kantor, seperti butuhnya regenerasi karyawan, turnover
tinggi di tahun 2018, karyawan yang memiliki double job, dan lain-lain.
Penulis juga melakukan diskusi terkait dengan AQ (adversity quotient).

Dalam melakukan tugas, pembimbing lapangan penulis tidak memberikan


deadline tertentu. Namun, tugas-tugas tersebut harus selesai dengan baik dan benar,
serta maksimal sampai batas waktu akhir penulis melakukan kegiatan magang.
Penulis tidak hanya melakukan tugas-tugas diatas, dikarenakan apabila ada tugas
tambahan, penulis bersedia untuk melakukannya.

9
BAB II

LAPORAN KEGIATAN

Universitas Bina Nusantara mempunyai program Enrichment 3+1, dimana


dalam program ini, mahasiswa diharuskan memilih salah satu track yang harus
diambil dari lima track, yaitu Internship, Community Development, Research, Study
Abroad, dan Entrepreneurship. Salah satu tujuan umum program ini adalah
memberikan pengalaman kepada mahasiswa secara terstruktur, serta dapat
menerapkan atau membandingkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
semasa kuliah dengan kenyataan. Penulis memilih internship track yang merupakan
program magang full-time di suatu perusahaan atau organisasi. Tujuan dilakukan
kegiatan internship adalah sebagai tugas akhir penulis di Semester 7 dan sebagai
salah satu syarat untuk kelulusan mata kuliah praktek magang atau menyelesaikan
program Enrichment 3+1 di Universitas Bina Nusantara. Manfaat untuk mahasiswa
dengan adanya kegiatan magang seperti ini adalah mampu mempersiapkan
mahasiswa dengan pengalaman kerja nyata, serta dapat membangun etika kerja dan
jiwa disiplin dengan segala aturan yang ada di tempat magang.

Penulis melakukan kegiatan internship atau magang di PT. Armoxindo


Farma, yang merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang
farmasi, khususnya untuk memproduksi obat-obatan yang sesuai dengan standard
dan spesifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Penulis melakukan
magang selama 4 bulan, dimulai pada tanggal 5 September 2018 dan berakhir pada
5 Januari 2019. Untuk jam masuk kerja pada hari Senin – Jumat yaitu pukul 08.00,
dan jam pulang pada hari Senin – Kamis yaitu pukul 17.00 atau 16.30 WIB,
sedangkan hari Jumat pukul 16.30 atau 16.00 WIB.

2.1 Latar Belakang

Di era globalisasi seperti saat ini, kemajuan dan perkembangan dunia bisnis di
Indonesia semakin pesat. Hal tersebut mendorong perusahaan-perusahaan di
Indonesia dari berbagai sektor industri untuk terus berpacu mengikuti arus
perkembangan. Salah satu sektor industri yang berkembang pesat seiring dengan
kemajuan dalam perkembangan dunia bisnis ini adalah sektor industri farmasi.
Menurut Sharabati, Jawad, & Bontis (2010), industri farmasi merupakan industri

10
yang intensif melakukan penelitian, industri yang inovatif dan seimbang dalam
penggunaan sumber daya manusia serta teknologi. Sedangkan untuk produk yang
dihasilkan oleh industri tersebut adalah obat-obatan, alat kesehatan, dan bahan
kimia lainnya.

Menurut Data Kementerian Kesehatan tahun 2013, jumlah perusahaan farmasi


di Indonesia mencapai 206 perusahaan. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional
selalu tumbuh 12% hingga 13% setiap tahun (Sumber: www.impg-online.com).
Dengan banyaknya jumlah perusahaan di sektor industri farmasi, maka persaingan
yang ada semakin ketat. Semakin ketatnya persaingan, perusahaan dituntut untuk
selalu melakukan atau memberikan performa yang terbaik, dan berlomba guna
memperoleh pangsa pasar yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.

Salah satu perusahaan farmasi yang terlibat dalam persaingan di dunia bisnis
adalah PT. Armoxindo Farma, tempat dimana penulis melakukan kegiatan magang,
yang berlokasi di Tanjung Duren, Jakarta Barat. PT. Armoxindo Farma adalah salah
satu perusahaan swasta nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang farmasi,
dan telah memproduksi obat-obatan selama lebih dari 36 tahun. PT. Armoxindo
Farma telah berhasil mencapai reputasi atas kualitas produknya dan pemberian
pelayanan yang baik, sesuai dengan standar dan spesifikasi dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB). CPOB menurut Pasal 1 dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Tahun 2012, merupakan cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan (BPOM, 2012). Dalam jumlah data industri
farmasi di Indonesia per-tanggal 30 Mei 2018, perusahaan farmasi yang memiliki
sertifikat CPOB adalah sebanyak 209 perusahaan, dan PT. Armoxindo Farma
menduduki peringkat 10 (BPOM, 2018).

PT. Armoxindo Farma termasuk kedalam salah satu perusahaan yang sudah
berdiri sejak lama. Namun untuk mempertahankan eksistensinya di dunia farmasi
dan agar tetap dapat bersaing, PT. Armoxindo Farma secara tidak langsung dituntut
oleh keadaan persaingan di industri farmasi untuk menciptakan inovasi-inovasi
baru, promosi produk dan sistem pemasaran yang lebih baik, serta kualitas produk
yang lebih optimal. PT. Armoxindo Farma harus memaksimalkan kinerja dan

11
prestasi kerja yang dimiliki oleh karyawannya agar tetap dapat bersaing di dunia
farmasi.

Hanya saja, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu petinggi
di PT. Armoxindo Farma, didapatkan bahwa karyawan di perusahaan tersebut
didominasi oleh karyawan dari generasi baby boomers (lahir sebelum tahun 1964).
Seiring berjalannya waktu, karyawan dari generasi baby boomers ini harus
memasuki masa pensiun. Akibatnya, pendekatan sumber daya manusia yang
digunakan juga sudah mulai usang dikarenakan bergantinya generasi dengan
karakteristik yang berbeda, sehingga para profesional butuh mengembangkan dan
menggunakan pendekatan yang berbeda (Deloitte, 2015)

Sehubungan dengan hal tersebut, PT. Armoxindo Farma harus


mempersiapkan karyawan pengganti untuk menggantikan posisi jabatan yang
diduduki oleh generasi baby boomers ketika harus mengakhiri masa jabatannya
(pensiun). Pergantian jabatan ini dapat disebut dengan regenerasi karyawan,
sehingga perusahaan tidak hanya bergantung pada satu orang. Regenerasi karyawan
adalah pergantian karyawan, baik status staff atau leader (seperti supervisor,
manager), akibat posisi tersebut ditinggalkan personel sebelumnya, promosi
jabatan, ataupun keluar (resign) dari perusahaan (Kurniawan, 2016)

Namun, regenerasi karyawan harus dipersiapkan secara tepat dan tersusun,


tidak dapat dilakukan secara sembarang. Salah satu cara yang paling mendasar
untuk mempersiapkan proses regenerasi karyawan adalah dengan mengelola
knowledge yang dimiliki oleh karyawannya. Knowledge adalah sumber daya
terpenting dan sumber utama perusahaan atau organisasi (Brcic & Mihelic, 2015).
Hal ini diartikan bahwa knowledge (pengetahuan) menjadi faktor penting bagi
seseorang maupun organisasi untuk dapat bersaing di lingkungan yang semakin
kompetitif. Pengelolaan knowledge oleh organisasi dikenal dengan istilah
knowledge management. Girard & Girard (2015) mendefinisikan knowledge
management sebagai, “the process of creating, sharing, using and managing the
knowledge and information of an organization.” Knowledge management yang baik
dapat meningkatkan kinerja karyawan, yaitu dengan adanya knowledge sharing,
sehingga kinerja perusahaan secara tidak langsung akan meningkat dan memiliki
keunggulan bersaing (Fitrianty, 2009; dalam Memah et al., n.d.).

12
Knowledge sharing (transfer atau berbagi pengetahuan) merupakan bagian
yang penting dan tidak terpisahkan dari knowledge management. Menurut Sanchez
et al. (2013) bahwa knowledge sharing adalah bagian utama dari knowledge
management. Sedangkan Sajeva (2014) mendefinisikan knowledge sharing sebagai,
“transfer, dissemination, and exchange of knowledge, experience, skills, and
valuable information from one individual to other members within an
organization.” Dengan kata lain, knowledge sharing adalah membagikan atau
mentransfer pengetahuan antara satu karyawan dengan karyawan yang lain, saling
bertukar informasi, pengalaman, dan pengetahuan diantara karyawan dapat
meningkatkan kinerja yang berdampak baik bagi perusahaan (Gunawan &
Wardana, 2018)

Untuk menerakan proses knowledge sharing pada karyawan PT. Armoxindo


Farma, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat training bagi
karyawan yang akan menggantikan posisi jabatan yang diduduki oleh karyawan
generasi baby boomers. Training atau pelatihan itu sendiri mengacu pada upaya
yang direncanakan oleh perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran kompetensi
terkait pekerjaan, pengetahuan, keterampilan, dan perilaku kepada karyawan (Noe,
2017). Terdapat beberapa metode pelatihan (training) secara tradisional, salah
satunya adalah on-the job training (OJT). OJT mengacu pada karyawan baru atau
kurang berpengalaman (inexperienced) untuk belajar di lingkungan kerja, dan
selama bekerja, mereka mengamati rekan kerja atau manajer mereka yang
melakukan pekerjaan tersebut (observing) dan berusaha meniru perilaku mereka
(Noe, 2017)

Menurut (Noe, 2017), OJT adalah salah satu jenis pembelajaran atau
pelatihan informal tertua dan paling banyak digunakan. Pelatihan ini dianggap
informal karena tidak selalu sebagai bagian dari program pelatihan, dan pelatihan
ini berlaku secara langsung serta menggunakan alat dan peralatan yang sebenarnya.
Manajer, rekan kerja, dan mentor berfungsi sebagai trainers (pelatih) pada metode
pelatihan ini.

Menurut survei mengenai pelatihan dan pengembangan, yang dilakukan


oleh TJinsite, cabang penelitian dan pengetahuan TimesJobs.com, lebih dari 40%
pengusaha memilih on-the-job training untuk meningkatkan produktivitas, dan 35%

13
untuk meningkatkan moral karyawan dalam organisasi. Sebagian besar pengusaha
yang disurvei juga mengklaim mengurangi gesekan dengan menggunakan
metodologi training and development. Karyawan juga menghargai pembelajaran
dan pelatihan di tempat kerja, dikarenakan memungkinkan karyawan untuk tetap
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tanpa meninggalkan pekerjaan.
Dalam survei TJinsite juga, on-the-job training dengan para senior telah dipilih
sebagai metode pelatihan yang paling disukai oleh 71% karyawan (Sumber:
www.whatishumanresource.com).

Metode OJT memiliki enam jenis pendekatan untuk metode pelatihannya


(Saks & Haccoun, 2016), salah satunya adalah coaching atau bimbingan, yaitu
pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah berpengalaman mengarahkan
karyawan lainnya untuk mengembangkan pemahaman, motivasi, keterampilan, dan
memberikan dukungan melalui umpan balik (feedback). Coaching kini telah
menjadi salah satu metode yang dipertimbangkan baik oleh individu maupun
organisasi sebagai metodologi populer untuk pengembangan personal maupun dan
profesional (Grant, 2001; dalam Yuliawan, 2011). Coaching juga merupakan
intervensi jangka pendek yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan
kinerja dan mengembangkan suatu kompetensi tertentu (Mosca, Farrari, & Buzza,
2010).

Dilihat dari uraian fenomena diatas, sehingga penulis membentuk usulan


untuk PT. Armoxindo Farma agar dapat menggunakan on-the-job training (OJT)
dengan metode coaching sebagai bentuk pembekalan yang dapat mempercepat
proses knowledge sharing dari karyawan senior (karyawan dari generasi baby
boomers) terhadap karyawan junior. Tujuan terbentuknya usulan ini adalah untuk
regenerasi karyawan di PT. Armoxindo Farma, agar ketika karyawan dari generasi
baby boomers mengakhiri masa jabatannya, PT. Armoxindo Farma mempunyai
karyawan pengganti yang akan menduduki jabatan tersebut.

2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang pada sub-bab sebelumnya, maka


terbentuklah suatu rumusan masalah yaitu bagaimana rancangan on-the-job training
pada karyawan dengan menggunakan metode coaching untuk penerapan knowledge
sharing di PT. Armoxindo Farma?

14
2.3 Tinjauan Pustaka

2.3.1 On-The Job Training (OJT)

Menurut Noe (2017), OJT adalah salah satu jenis pembelajaran


informal tertua dan paling banyak digunakan. Pelatihan ini dianggap informal
karena tidak selalu sebagai bagian dari program pelatihan, dan pelatihan ini
berlaku secara langsung serta menggunakan alat dan peralatan yang
sebenarnya. Manajer, rekan kerja, dan mentor berfungsi sebagai trainers atau
coach (pelatih) pada metode pelatihan ini. OJT berguna untuk melatih
karyawan yang baru direkrut, meningkatkan keterampilan dan pengalaman
karyawan, melatih karyawan dalam suatu departemen atau unit kerja, dan
mengarahkan karyawan yang dipindahkan atau dipromosikan ke pekerjaan
baru mereka (Noe, 2017).

2.3.1.1 Jenis-jenis On-The-Job Training


Metode On-The-Job Training (OJT) dibedakan menjadi enam
jenis, yaitu (Saks & Haccoun, 2016):

1. Job instruction training: Pendekatan OJT yang bersifat sistemik,


terstruktur dan formal.
2. Performance aids: Pendekatan OJT yang membantu karyawan
menunjukkan kinerja baik dalam pekerjaannya.
3. Job rotation: Pendekatan OJT dimana karyawan dilatih terlibat
dalam banyak fungsi dalam lingkup organisasi agar mampu
beradaptasi dan mengembangkan potensi untuk kepentingan
organisasi.
4. Apprenticeship program: Pendekatan OJT yang
mengkombinasikan OJT dengan menggunakan model instruksi di
kelas (in class room instruction).
5. Coaching: Pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah
berpengalaman (karyawan senior) mengarahkan karyawan lainnya
untuk mengembangkan pemahaman, motivasi, keterampilan, dan
memberikan dukungan melalui pemberian feedback.

15
6. Mentoring: Pendekatan OJT dimana karyawan senior dalam
sebuah organisasi membimbing orang-orang yang berbakat
(karyawan junior) dalam pengembangan karir.

2.3.1.2 Keunggulan dan Kelemahan On-The-Job Training


OJT memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode
training lainnya (Noe, 2017), yaitu:

1. Pelatihan ini dapat disesuaikan dengan pengalaman dan


kemampuan peserta pelatihan.
2. Pelatihan ini langsung berlaku untuk pekerjaan, dikarenakan OJT
terjadi langsung pada pekerjaan tersebut dengan menggunakan alat
dan peralatan yang sebenarnya. Akibatnya, peserta pelatihan
sangat termotivasi untuk belajar.
3. Pelatih dan peserta pelatihan berada di lokasi kerja dan terus
bekerja selama pelatihan berlangsung. Hal ini berarti bahwa
perusahaan menghemat biaya yang terkait dengan membawa
peserta pelatihan ke lokasi lain, merekrut pelatih lain, dan
menyewa fasilitas pelatihan.
4. OJT dapat ditawarkan kapan saja, dan pelatih mudah ditemukan
karena pelatih adalah manager, supervisor, atau rekan kerja
sendiri.
5. OJT menggunakan tugas-tugas pekerjaan yang aktual. Sehingga,
keterampilan yang dipelajari oleh peserta pelatihan di OJT lebih
mudah ditransfer ke pekerjaan.

Menurut Half (2018), OJT juga dapat memungkinkan


karyawan untuk belajar tentang budaya di tempat kerja, struktur
organisasi, proses yang disukai dan spesifik peran di dalam organisasi.
Sangat penting bahwa teknik OJT mencakup elemen pembelajaran
yang berkelanjutan. Sehingga, hal tersebut dapat memastikan bahwa
karyawan merasa ada peluang untuk tumbuh di perusahaan yang dapat
meningkatkan kapasitas retensi (Half, 2018).

Dibalik semua keunggulannya, terdapat beberapa kelemahan


dari pendekatan OJT yang tidak terstruktur ini (Noe, 2017), seperti

16
manajer atau rekan kerja mungkin tidak menggunakan proses yang
sama untuk menyelesaikan tugas, mereka mungkin meneruskan
kebiasaan lama, baik kebiasaan yang bermanfaat maupun kebiasaan
buruk sekaligus. OJT yang tidak terstruktur dapat mengakibatkan
karyawan yang kurang terlatih.

2.3.2 Coaching

Coaching termasuk salah satu dari enam jenis metode pelatihan yang
terdapat di on-the-job training (OJT). Menurut Saks dan Haccoun (2016),
coaching adalah pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah
berpengalaman mengarahkan karyawan lainnya untuk mengembangkan
pemahaman, motivasi, keterampilan, dan memberikan dukungan melalui
pemberian feedback.

Sedangkan menurut Half (2018), coaching merupakan cara yang baik


untuk melatih karyawan secara komprehensif mengenai tugas-tugas dan peran
mereka. Pelatih atau coach adalah seorang atasan seperti manajer, supervisor,
atau ahli professional, dan bagian utama pada perlatihan ini adalah pelatihan
ini dilakukan secara satu-per-satu, serta berusaha untuk meningkatkan
pengetahuan, praktik, kepercayaan diri, dan kompetensi.

Coaching juga banyak didefinisikan sebagai proses yang berorientasi


pada solusi dan hasil, yakni seorang coach memfasilitasi proses pembelajaran
pribadi (self-directed learning), pertumbuhan diri, dan peningkatan kualitas
hidup klien dalam lingkup yang ditentukannya sendiri (Grant, 2001; dalam
Yuliawan, 2011).

Menurut artikel dari sumber www.whatishumanresource.com, metode


coaching menempatkan peserta pelatihan dibawah pengawas tertentu yang
berfungsi sebagai pelatih (coach) dalam melatih individu. Pengawas
memberikan feedback kepada peserta pelatihan tentang kinerjanya, dan
menawarkan beberapa saran untuk peningkatan. Seringkali peserta pelatihan
berbagi beberapa tugas dan tanggung jawab pelatih, dan membebaskan pelatih
dari bebannya. Akan tetapi, metode ini memiliki keterbatasan, yaitu peserta

17
pelatihan memungkinkan tidak memiliki kebebasan atau kesempatan untuk
mengekspresikan idenya sendiri.

2.3.2.1 Tujuan Coaching

Menurut Mangkunegara (2009, p. 58), tujuan coaching adalah


memberikan bimbingan kepada pegawai bawahan dalam menerima
suatu pekerjaan atau tugas dari atasan. Sedangkan menurut Jaques dan
Clement (1994; dalam Rahmi & Suryalena, 2017) adalah sebagai
berikut:

1. Membantu karyawan untuk memahami peluang penuh dalam


jabatannya yaitu jangkauan tipe penugasan yang tersedia bagi
karyawan sesuai dengan jabatannya dan memberikan gambaran
mengenai manfaat apa saja yang dapat ambil dari peluang
penugasan tersebut.

2. Membantu karyawan dalam belajar pengetahuan baru misalnya


metode, teknologi dan prosedur.

3. Membawa nilai karyawan lebih sejalan dengan nilai dan filosofi


perusahaan.

4. Membantu karyawan mengembangkan kebijaksanaannya, misalnya


dengan pengalaman yang dimiliki oleh atasan, mampu
menyelesaikan masalah yang serupa.

5. Membantu karyawan memperbaiki perilaku-perilaku yang tidak


sesuai dengan jabatannya

2.3.3 Knowledge Sharing

Sanchez et al. (2013) menyatakan bahwa knowledge sharing adalah


bagian utama dari knowledge management. Menurut DeLong dan Fahey
(2000; dalam Noe, 2017), knowledge management adalah proses
meningkatkan kinerja perusahaan dengan merancang dan
mengimplementasikan alat, proses, sistem, struktur, dan budaya untuk
meningkatkan penciptaan (creating), berbagi (sharing), dan penggunaan (use)
pengetahuan (knowledge). Sedangkan Girard & Girard (2015) mendefinisikan

18
knowledge management sebagai, “the process of creating, sharing, using and
managing the knowledge and information of an organization.”

Subagyo (2007) dalam Wahyuni dan Kistyanto (2013) mendefinisikan


knowledge sharing sebagai salah satu metode atau salah satu langkah dalam
knowledge management yang digunakan untuk memberikan kesempatan
kepada anggota suatu kelompok, organisasi, instansi atau perusahaan untuk
berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman dan ide yang mereka miliki
kepada anggota lainnya. Sedangkan menurut Hoof & Ridder (Yesil & Dereli,
2013), knowledge sharing adalah proses timbal-balik dimana individu saling
bertukar pengetahuan (tacit and explicit knowledge) dan secara bersama-sama
menciptakan pengetahuan baru (solusi). Proses dalam knowledge sharing ini
terdiri dari dua dimensi, antara lain:

1. Memberikan pengetahuan (knowledge donating), yaitu menyalurkan atau


menyebarkan pengetahuan atau modal intelektual kepada orang lain yang
melibatkan komunikasi antar individu.

2. Mengumpulkan pengetahuan (knowledge collecting), yaitu mencari atau


mengumpulkan pengetahuan atau modal intelektual dengan cara
berkonsultasi dengan individu lainnya.

Aktifitas knowledge donating dan knowledge collecting akan mempengaruhi


suatu organisasi dalam menerima dan memberikan ide-ide untuk membuat
suatu inovasi, baik secara eksplorasi maupun eksploitasi (Wahyuni &
Kristyanto, 2013).

2.4 Metode

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana rancangan On-The-


Job Training (OJT) dengan menggunakan metode coaching untuk penerapan
knowledge sharing pada karyawan PT. Armoxindo Farma. Tujuannya adalah untuk
regenerasi karyawan, dikarenakan karyawan PT. Armoxindo Farma didominasi oleh
karyawan dari generasi baby boomers yang sebagian sudah harus mengakhiri masa
jabatannya (pensiun). Regenerasi karyawan itu sendiri merupakan pergantian
karyawan, baik status staff atau leader (seperti supervisor, manager), akibat posisi
tersebut ditinggalkan personel sebelumnya, promosi jabatan, ataupun keluar

19
(resign) dari perusahaan (Kurniawan, 2016). Oleh karena itu, untuk dapat
mengungkapkan permasalahan secara lebih lanjut dengan mencari kebenaran secara
ilmiah dan memandang objek secara keseluruhan maka metode yang digunakan
adalah deskriptif kualitaitif.

2.4.1 Teknik Pengumpulan Data dan Subjek Penelitian


Teknik pengambilan data pada penelitian ini, yaitu dengan teknik
wawancara (Interview) dan diskusi. Sehingga, jenis data dan sumber data
dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara
(interview) dan diskusi, serta data sekunder yang diperoleh dari perusahaan
dan studi kepustakaan. Sedangkan untuk subjek penelitian adalah karyawan
yang akan menggantikan posisi jabatan yang diduduki oleh karyawan dari
generasi baby boomers yang seharusnya sudah memasuki masa pensiun.

2.4.2 Prosedur Penelitian


Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk penerapan knowledge sharing
sebagai proses regenerasi pada karyawan di PT. Armoxindo Farma.
Knowledge sharing sendiri adalah salah satu metode atau salah satu langkah
dalam knowledge management yang digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada anggota suatu kelompok, organisasi, instansi atau
perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman, dan ide
yang mereka miliki kepada anggota lainnya (Subagyo, 2007; dalam Wahyuni
dan Kistyanto, 2013). Menurut Hoof & Ridder (Yesil & Dereli, 2013), proses
knowledge sharing terdiri dari dua dimensi, yaitu:

1. Memberikan pengetahuan (knowledge donating), yaitu


menyalurkan atau menyebarkan oengetahuan atau modal
intelektual kepada orang lain yang melibatkan komunikasi antar
individu.
2. Mengumpulkan pengetahuan (knowledge collecting), yaitu mencari
atau mengumpulkan pengetahuan atau modal intelektual dengan
cara berkonsultasi dengan individu lainnya.

Untuk menerapkan knowledge sharing sebagai proses regenerasi


karyawan di PT. Armoxindo Farma, penulis membutuhkan beberapa tahapan

20
sebelum menentukan teknik yang tepat sebelum perusahaan dapat
melakukannya. Tahapan-tahapan tersebut bertujuan untuk mengetahui
kebutuhan pelaksanaan training, serta menentukan bentuk dan metode
training yang tepat untuk menerapkan knowledge sharing tersebut.

2.4.2.1 Training Need Analysis (TNA)


Sebelum melakukan training atau pelatihan, perlu dilakukan
analisis kebutuhan pelaksanaan training untuk mengeksplor sesuatu
yang menjadi masalah. Training Need Analysis (TNA) merupakan
suatu studi sistematis mengenai suatu masalah dengan pengumpulan
data dan informasi dari berbagai sumber, untuk mendapatkan
pemecahan masalah (problem solved) atau saran untuk tindakan
selanjutnya (Mangkunegara, 2003; dalam Kristina, 2013). Dengan kata
lain, TNA mengacu pada proses yang digunakan untuk menentukan
apakah pelatihan diperlukan (Noe, 2017).
Menurut Noe (2017), proses TNA melibatkan tiga elemen
penting yang harus dilakukan, yaitu:

1. Organizational Analysis
Organizational Analysis (analisis organisasi) melibatkan penentuan
kesesuaian pelatihan, mengingat strategi perusahaan, sumber daya
yang tersedia untuk pelatihan, dan dukungan yang diberikan oleh
manajer dan rekan kerja untuk kegiatan pelatihan. Analisis
organisasi juga melibatkan pengidentifikasian:
a. Apakah pelatihan mendukung arahan strategis perusahaan?
b. Apakah manajer, rekan kerja, dan karyawan lain mendukung
kegiatan pelatihan? Dikarenakan faktor kunci untuk sukses
adalah sikap positif diantara rekan kerja, manajer, dan
karyawan tentang partisipasi dalam kegiatan pelatihan. Jika
sikap dan perilaku rekan kerja dan manajer tidak mendukung,
hal ini memungkinkan karyawan tidak akan menerapkan
konten pelatihan untuk pekerjaan mereka.
c. Apa sumber daya pelatihan yang tersedia? (seperti budget,
waktu, dan ahli professional untuk pelatihan).

21
2. Person Analysis
Person analysis (analisis orang), mengidentifikasikan siapa yang
membutuhkan pelatihan. Analisis orang melibatkan
pengidentifikasian:
a. Apakah kinerja yang kurang dihasilkan dari kurangnya
pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan?
b. Siapa yang membutuhkan pelatihan?
c. Apakah karyawan memiliki kesiapan untuk pelatihan?

3. Task Analysis
Task analysis (analisis tugas), mengidentifikasi tugas dan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang perlu ditekankan
dalam pelatihan bagi karyawan untuk menyelesaikan tugas atau
pekerjaan mereka.

2.4.2.2 On-The-Job Training


Setelah mengetahui kebutuhan training, langkah selanjutnya
adalah menentukan metode training yang akan digunakan. Menurut
Noe (2017), metode training tradisional memiliki tiga bentuk, yaitu
metode presentation, hands-on, dan group building. Metode training
tradisional itu sendiri merupakan metode pelatihan yang membutuhkan
instruktur atau fasilitator, dan melibatkan interaksi tatap muka (face-
to-face) dengan peserta pelatihan, serta melibatkan peserta pelatihan
untuk aktif. Seperti contoh, kelas di perkuliahan dapat dilakukan
secara langsung dengan mahasiswa, atau dapat disampaikan melalui
virtual. Disini penulis memilih metode on-the-job training (OJT),
dengan alasan metode ini berguna untuk melatih karyawan yang baru
direkrut, meningkatkan keterampilan dan pengalaman karyawan,
melatih karyawan dalam suatu departemen atau unit kerja, serta
mengarahkan karyawan yang dipindahkan atau dipromosikan ke
pekerjaan baru mereka (Noe, 2017).

Metode OJT harus terstruktur atau disusun dengan benar agar


dapat berjalan dengan efektif, karena OJT melibatkan proses
pembelajaran dengan mengamati orang lain (observing others). OJT

22
yang berhasil didasarkan pada prinsip-prinsip yang ditekankan oleh
social learning theory. Hal ini termasuk penggunaan pelatih yang
kredibel, manajer atau rekan kerja yang mencontohkan perilaku atau
keterampilan, komunikasi, praktik, feedback, dan reinforcement (Noe,
2017). OJT yang tidak terstruktur dapat mengakibatkan karyawan
yang kurang terlatih. Sehingga ada beberapa prinsip yang digunakan
untuk OJT terstruktur, yaitu (Buckley & Capley, 2010; Rothwell &
Kazanas, 1990; Decker & Nathan, 1985; dalam Noe, 2017):

1. Mempersiapkan Instruksi:
a. Membagi pekerjaan menjadi langkah-langkah penting.
b. Persiapkan peralatan, bahan, dan persediaan yang diperlukan.
c. Tentukan berapa banyak waktu yang akan digunakan untuk
OJT dan kapan watu yang diharapkan agar karyawan kompeten
di bidang yang dibutuhkan.

2. Instruksi Aktual:
a. Beri tahu peserta pelatihan tujuan dari tugas tersebut, dan
meminta mereka untuk menyaksikan trainer atau coach ketika
memperagakannya.
b. Perlihatkan pada peserta pelatihan bagaimana melakukan tugas,
tanpa mengatakan suatu hal apapun.
c. Jelaskan poin atau perilaku utama.
d. Perlihatkan kembali kepada peserta pelatihan bagaimana
melakukannya.
e. Meminta peserta pelatihan untuk melakukan satu atau seluruh
tugas, dan pujilah mereka untuk produksi yang benar.
f. Jika terdapat kesalahan, peserta pelatihan diminta untuk
berlatih sampai produksi yang akurat tercapai.
g. Puji peserta pelatihan atas keberhasilan mereka dalam
mempelajari tugas.

3. Transfer Pelatihan:
Berikan bahan pendukung dan alat bantu kerja seperti bagan alur,
daftar periksa, prosedur, atau lainnya. Berikan dukungan kepada

23
peserta pelatihan, dan observasi pekerjaan mereka, terutama untuk
tugas yang sulit atau kompleks.

4. Evaluasi:
Mempersiapkan dan menyediakan waktu untuk tes akhir dan
latihan, serta survei mengenai peserta pelatihan setelah mengikuti
training.

2.4.2.3 Coaching

Setelah merencakan bagaimana pelaksanaan training


berlangsung, selanjutnya adalah memilih jenis penyampaian training
yang digunakan untuk melaksanakan on-the-job training. Pada bagian
2.3.1.1, OJT memiliki enam jenis metode pelatihan, yaitu (Saks &
Haccoun, 2016):

1. Job instruction training.


2. Performance aids.
3. Job rotation.
4. Apprenticeship program.
5. Coaching.
6. Mentoring.

Disini penulis memilih coaching sebagai metode penyampaian


training yang akan dilakukan. Dengan alasan, coaching adalah salah
satu pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah berpengalaman
mengarahkan karyawan lainnya untuk mengembangkan pemahaman,
motivasi, keterampilan, dan memberikan dukungan melalui pemberian
feedback (Saks & Haccoun, 2016). Menurut Antonius (2017),
penerapan fungsi coaching sangat dibutuhkan salah satunya untuk
proses pendampingan atau orientasi kepada individu yang ada dalam
perusahaan, dan untuk mengasah skill yang dimiliki oleh individu
yang bersangkutan, serta untuk memastikan adanya kesesuaian
kompetensi dengan jabatan yang ditetapkan. Sehingga salah satu
keunggulan dari coaching yaitu tidak perlu mencari fasilator training
dari luar, dikarenakan yang berperan sebagai coach atau trainer

24
(pelatih) adalah manajer, supervisor, atau rekan kerja yang sudah
berpengalaman.

Hawkins dalam Hawkins & Smith (2006; dalam Widiya,


2012) mengajukan model bernama “CLEAR” yang menjelaskan lima
fase dalam pelaksanaan suatu coaching, yaitu:

1. Kontrak (Contract). Suatu sesi coaching dimulai dengan


membangun percakapan mengenai hasil-hasil yang diinginkan oleh
coach maupun coachee. Dalam hal ini, coachee diminta untuk
menentukan tujuan coaching yang ingin dicapai.

2. Mendengarkan (Listen). Dengan menggunakan kemampuan


mendengar aktif, coach membantu coachee untuk mengembangkan
pemahaman mereka terhadap situasi dimana coach menginginkan
terjadinya perubahan.

3. Mengeksplor (Explore). Menghargai perasaan coachee di situasi


saat ini yang telah berusaha untuk meninggalkan kondisinya di
masa lalu. Dengan bertanya dan refleksi serta menghasilkan
pemahaman dan kesadaran baru, coach bersama coachee membuat
pilihan-pilihan berbeda untuk mengatasi isu yang dibicarakan.

4. Bertindak (Action). Setelah melakukan eksplorasi, coachee


menentukan langkah untuk maju dan menyetujui langkah pertama
yang akan dilakukannya. Pada poin ini penting untuk dilakukannya
‘latihan singkat’ guna penetapan langkah pertama di dalam
ruangan tersebut.

5. Meninjau Kembali (Review). Meninjau kembali tindakan-tindakan


yang telah disetujui. Coach juga perlu meminta feedback dari
coachee mengenai hal positif apa yang membantunya selama
proses coaching berlangsung, hal apa yang dirasakan susah, dan
apa yang mereka inginkan untuk dilakukan pada sesi coaching
yang lain. Dengan disetujuinya tinjauan ulang atas hasil proses
coaching dan rencana pelaksanaan coaching di sesi yang lain,
maka dengan ini sesi coaching pun telah selesai dilaksanakan.

25
2.5 Hasil

Pada sub-bab ini, penulis hanya memberikan penjelasan mengenai hasil


perencanaan on-the-job training dengan metode coaching pada karyawan untuk
penerapan knowledge sharing di PT. Armoxindo Farma. Penulis tidak melakukan
pelaksanaan training, namun penulis hanya melakukan perencanaan yang dijadikan
sebagai usulan untuk PT. Armoxindo Farma.

Ada beberapa tahapan sebelum melaksanakan training atau pelatihan, salah


satunya adalah mengetahui atau menganalisis kebutuhan apa saja untuk
melaksanakan pelatihan. Training Need Analysis (TNA) menjadi proses yang harus
dilakukan untuk menganalisis kebutuhan pelaksanaan pelatihan. Penulis melakukan
proses TNA di PT. Armoxindo Farma dengan menggunakan metode wawancara
dan diskusi.

Menurut Noe (2017), ada tiga elemen penting yang harus dianalisis sebelum
melaksanakan pelatihan, yaitu organizational analysis, person analysis, dan task
analysis. Namun sebelum penulis menjelaskan hasil dari ketiga analisis tersebut,
berikut ini adalah waktu pelaksanaan TNA penulis dengan dua orang perwakilan
dari PT. Armoxindo Farma:

Hari/
No Subjek Keterangan
Tanggal
Mengenai lingkungan kerja
Rabu, secara fisik dan non-fisik, serta
Site
1 17 Oktober Diskusi membahas issue (permasalahan)
Supervisor
2018 yang terdapat di PT. Armoxindo
Farma
Mengenai issue (permasalahan)
Selasa, yang terdapat di PT. Armoxindo
Site
2 23 Oktober Diskusi Farma, seperti turnover di
Supervisor
2018 pabrik, lack communication, dan
regenerasi karyawan.
Selasa, Site Wawancara Mengenai issue regenerasi
3
4 Desember Supervisor dan Diskusi karyawan, serta membahas

26
2018 dan usulan yang dapat diterapkan
HR untuk melakukan proses
Manager regenerasi karyawan di PT.
Armoxindo Farma. Mengenai
organizational analysis.
Mengenai struktur organisasi
secara keseluruhan untuk
mengetahui posisi atau jabatan
yang diduduki oleh karyawan
yang seharusnya sudah pensiun,
Site sehingga dapat diketahui jabatan
Rabu,
Supervisor Wawancara yang harus di regenerasi.
4 5 Desember
dan HR dan Diskusi Mengenai second layer atau
2018
Manager karyawan yang jabatannya tepat
dibawah karyawan yang akan di
diganti, yang memiliki peluang
untuk menggantikan jabatan
yang di regenerasi.
Mengenai person analysis.
Mengenai track record
karyawan pengganti, seperti
Site
Kamis, meninjau dari tingkat kehadiran
Supervisor Wawancara
5 6 Desember (absensi), prestasi, nilai KPI (key
dan HR dan Diskusi
2018 performance indicator), dan
Manager
catatan lainnya.
Mengenai task analysis.

2.5.1 Kesimpulan Hasil Wawancara dan Diskusi

Berdasarkan proses TNA yang telah dilakukan oleh penulis dengan


metode wawancara dan diskusi, sesuai dengan tanggal pelaksanaan kepada
dua pihak dari PT. Armoxindo Farma, yaitu site supervisor dan HR Manager,
kesimpulan yang didapat dari hasil proses TNA tersebut adalah:

27
No. Kesimpulan Hasil Proses TNA

Lingkungan kerja sangat penting untuk menunjang kehidupan sosial,


psikologis, dan fisik di perusahaan yang berpengaruh terhadap karyawan
dalam melaksanakan pekerjaannya. Lingkungan kerja secara fisik di PT.
Armoxindo Farma secara fisik sudah mendukung. Contohnya seperti
perlengkapan alat-alat kantor sudah memadai, masing-masing karyawan
memiliki masing-masing meja kerja, kursi, komputer, dan lain-lain, serta
memiliki ruang kerjanya masing-masing. Contoh lainnya seperti suhu atau
temperatur, masing-masing ruangan memiliki AC (air conditioner),
sehingga dapat disesuaikan dengan keadaan tubuh masing-masing
karyawan, dan untuk penerangan juga sudah memadai.
1
Sedangkan untuk lingkungan kerja secara non-fisik di PT.
Armoxindo Farma, menurut hasil wawancara dengan site supervisor,
terdapat issue (permasalahan) mengenai lingkungan kerja non-fisik, yaitu
lack communication antara atasan dan bawahan (terdapat gap atau
kesenjangan). Contohnya seperti rasa sungkan untuk menyampaikan
pendapat secara menyeluruh dari bawahan kepada atasan, kurangnya
keterbukaan, sehingga menyebabkan komunikasi antar karyawan tidak
efektif. Kurangnya komunikasi antara atasan dan bawahan dapat
menyebabkan lingkungan kerja yang kurang nyaman, sehingga berdampak
pada cara kerja karyawan ketika menyelesaikan pekerjaannya.

Terdapat beberapa issue yang sedang dialami oleh PT. Armoxindo


Farma saat ini, seperti issue mengenai lack communication, turnover buruh
2
atau karyawan di pabrik, dan issue mengenai jabatan yang sudah seharusnya
dilakukan pergantian karyawan atau regenerasi.

Menurut Site Supervisor dan HR Manager PT. Armoxindo Farma,


bahwa issue regenerasi karyawan atau jabatan menjadi issue terberat di PT.
Armoxindo Farma, dengan alasan karena karyawan di PT. Armoxindo
3
Farma didominasi oleh karyawan dari generasi baby boomers, yang
seharusnya sudah memasuki masa pensiun. Hal tersebut membuat
perusahaan ini sedikit khawatir apabila tidak segera dipersiapkan karyawan

28
pengganti untuk jabatan yang diduduki oleh karyawan dari generasi baby
boomers tersebut. Jika di kemudian hari jabatan tersebut kosong, tentu hal
tersebut dapat mengganggu produktivitas perusahaan dalam mencapai
keberhasilan. Dikarenakan karyawan merupakan sumber daya utama dan
terpenting dalam proses pencapaian visi, misi, dan tujuan perusahaan.

Selain itu, terdapat hal lain yang membuat perusahaan ini juga
khawatir, yaitu perusahaan ini sedikit tertinggal dari perusahaan farmasi
lainnya jika dilihat dari segi IPTEK sebagai salah satu contohnya. Dengan
alasan karena perkembangan dan kemajuan IPTEK saat kini sangat pesat,
baik dalam hardware dan software sekalipun, serta baik untuk sistem
monitoring, promosi produk, atau manajamen databasenya untuk perusahaan
farmasi. Sedangkan PT. Armoxindo Farma sebagian besar masih
menggunakan manual, terutama untuk bagian human resource disana.

Penerapan teknologi informasi menjadi pendukung dalam


menjalankan dan mempermudah pekerjaan karyawan. Akan tetapi, oleh
karena perusahaan ini didominasi oleh karyawan dari generasi baby
boomers, sehingga karyawan-karyawan tersebut kurang menguasai IPTEK
yang sedang berkembang saat ini. Perusahaan ini membutuhkan regenerasi
karyawan bukan hanya untuk mencari karyawan pengganti, namun juga agar
karyawan-karyawan pengganti ini dapat memberikan ide maupun inovasi
baru mengenai dunia teknologi saat ini.

Untuk melaksanakan proses regenerasi karyawan, ada beberapa hal


yang harus dilakukan. Sehingga penulis memberi usulan kepada PT.
Armoxindo Farma mengenai hal-hal yang dapat dilakukan sebelum
melaksanakan proses regenerasi karyawan, yaitu:
1. Menganalisis struktur organisasi perusahaan secara keseluruhan.
4 Didalam struktur organisasi akan terlihat jabatan dan posisi seseorang
mulai dari tingkatan yang tertinggi hingga tingkatan yang terendah.
Pihak PT. Armoxindo Farma juga dapat melihat jabatan atau posisi apa
saja yang diduduki oleh karyawan dari generasi baby boomers yang
sudah seharusnya mengakhiri masa jabatannya (pensiun), dan posisi
tersebut sudah harus ada yang menggantikan. Jika melihat struktur

29
organisasi suatu perusahaan, perusahaan dapat mengangkat karyawan
pengganti yang memiliki jabatan atau posisi tepat dibawah karyawan
yang akan digantikan, atau disebut juga dengan second layer, wakil,
atau asisten. Second layer tersebut harus memiliki kemampuan, seperti
pengetahuan atau skill, yang mendekati kemampuan atasannya.
Sehingga apabila atasan tersebut keluar dari jabatannya, maka
karyawan atau second layer tersebut dapat menggantikan posisi jabatan
yang kosong tersebut.

2. Melakukan recruitment.
Pada kondisi tertentu, perusahaan dapat mengalami kesulitan untuk
mencari karyawan penggani dari divisi atau bagian yang bersangkutan.
Contohnya seperti karyawan pengganti kurang (atau tidak) memiliki
kemampuan yang mendekati kemampuan atasannya. Jika seperti ini,
PT. Armoxindo Farma data melakukan recruitment dengan melakukan
mutasi atau rotasi jabatan untuk karyawan internal, dengan melihat
track record karyawan tersebut di perusahaan. Namun, jika kurang
berhasil, perusahaan dapat melakukan recruitment karyawan baru dari
luar perusahaan yang sesuai dengan bidangnya. Hanya saja cara ini
butuh biaya dan waktu yang lebih.

3. Melakukan training.
Jika PT. Armoxindo Farma sudah mendapatkan karyawan pengganti,
baik karyawan internal maupun external, maka untuk memaksimalkan
kemampuan karyawan tersebut, perusahaan dapat memberikan training
atau pelatihan sesuai dengan bidangnya. Pilih metode training yang
sesuai dengan keadaan kerja di perusahaan.

2.5.2 Hasil Proses Training Need Analysis (TNA)

Setelah penulis menjelaskan kesimpulan hasil wawancara dan diskusi


yang penulis lakukan dengan dua pihak dari PT. Armoxindo Farma,
selanjutnya penulis menjelaskan hasil proses TNA di PT. Armoxindo Farma

30
mengenai tiga elemen penting yang harus dianalisis sebelum melakukan
pelatihan, yaitu:

1. Organizational Analysis
PT. Armoxindo Farma adalah salah satu perusahaan swasta
nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang farmasi, dan telah
memproduksi obat-obatan selama lebih dari 36 tahun. PT. Armoxindo
Farma telah berhasil mencapai reputasi atas kualitas produknya dan
pemberian pelayanan yang baik, sesuai dengan standar dan spesifikasi dari
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Adapun visi dari PT.
Armoxindo Farma ialah menjadikan PT Armoxindo Farma sebuah
perusahaan yang mampu bersaing, bertumbuh, dan disegani dalam bidang
farmasi. Dengan kepemimpinan yang kuat, terampil, dan kerjasama team
yang kompak, serta strategi yang tepat, dimana mampu menjadikan PT
Armoxindo Farma sebuah perusahaan yang terkemuka dan mempunyai
kontribusi yang besar dalam pertumbuhan kualitas kesehatan bangsa (Mr.
Junger Saputra – President Director). Sedangkan misi dari perusahaan
tersebut sesuai dengan visi diatas, ialah untuk dapat menembus dan
meningkatkan pangsa pasar yang ada sehingga produk-produk PT.
Armoxindo Farma akan senantiasa dekat dengan pelanggan. Untuk
mewujudkan visi dan misi tersebut, PT. Armoxindo khususnya lebih
banyak dibantu dengan team Marketing dan Distribution.

Setelah sukses menembus pasar domestik, saat ini sedang


dipersiapkan beberapa upaya dan program agar produk-produk PT
Armoxindo Farma dapat menembus pasar internasional. Sehingga
penetapan visi dan misi tersebut berdasarkan atas harapan perusahaan
untuk meningkatkan pangsa pasar dan dapat menembus pasar
internasional. Dalam hal ini, perusahaan mengalami kendala dimana
teknik marketing yang digunakan perusahaan ini tertinggal atau kurang
mengikuti perkembangan teknologi saat ini. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan karyawan di PT. Armoxindo Farma, didominasi oleh
karyawan dari generasi baby boomers yang kurang mengikuti arus

31
perkembangan teknologi saat ini, dan beberapa seharusnya sudah
mengakhiri masa jabatannya namun tetap bekerja di perusahaan tersebut.

Selanjutya terkait dengan penyelenggaraan pelatihan, dimana


sebelumnya PT. Armoxindo Farma pernah menyelenggarakan pelatihan,
yaitu pelatihan pada bagian QC (quality control). Pelatihan ini bertujuan
untuk meningkatkan kinerja karyawan, safety laboratorium, serta
pengembangan pengetahuan.

Ketika menyelenggarakan pelatihan sebelumnya, manager atau


supervisor, rekan kerja, dan karyawan lainnya turut mendukung atau
memberikan sikap positif terhadap kegiatan pelatihan. Hal ini bertujuan
agar karyawan yang mengikuti pelatihan, antusias terhadap pelatihan yang
diadakan, sehingga peserta pelatihan dapat menerapkan ilmu yang
didapatkan melalui pelatihan ke pekerjaan mereka. Namun apabila sikap
dan perilaku manager atau supervisor, rekan kerja, dan karyawan lainnya
tidak mendukung, hal tersebut memungkinkan karyawan tidak akan
menerapkan konten pelatihan untuk pekerjaan mereka.

Sedangkan untuk sumber daya pelatihan, seperti budget, tempat,


waktu, dan tenaga profesinal atau trainer, disesuaikan dengan keadaan di
PT. Armoxindo Farma yang tersedia untuk pelatihan. Hanya saja, disini
penulis memberikan usulan kepada PT. Armoxindo Farma, jika ingin
mengadakan pelatihan, gunakanlah metode on-the-job training (OJT).
Dikarenakan metode ini memiliki beberapa keunggulan, salah satunya
untuk trainer. Metode ini tidak harus mencari trainer dari luar perusahaan,
karena metode ini menggunakan manager, supervisor, atau rekan kerja
yang berperan sebagai trainer atau pelatih. Sedangkan untuk tempat
pelatihan, metode ini tidak harus dilakukan di luar lokasi kerja atau
menyewa fasilitas pelatihan khusus, karena metode ini dapat dilakukan di
lokasi kerja yang berhubungan langsung dengan pekerjaan yang
sebenarnya.

2. Person Analysis
Beberapa posisi dan jabatan di PT. Armoxindo Farma diduduki
oleh karyawan dari generasi baby boomers yang seharusnya sudah

32
pensiun. Disini penulis mengambil contoh bagian Sales dan Marketing di
PT. Armoxido Farma, dikarenakan bagian ini memiliki peranan penting
untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan ini. Posisi Pharma Sales and
Marketing Director di PT. Armoxindo Farma diduduki oleh karyawan dari
generasi baby boomers yang seharusnya sudah pensiun. Salah satu
alasannya dikarenakan belum menemukan karyawan pengganti yang dapat
menduduki posisi tersebut, serta karyawan yang mempunyai kemampuan
seperti pengetahuan dan skill yang mendekati kemampuan karyawan yang
menjabat Pharma Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma.

Berdasarkan kesimpulan hasil wawancara dan diskusi dengan Site


Supervisor dan HR Manager PT. Armoxindo Farma mengenai second
layer atau asisten, sehingga penulis disini memberikan usulan bahwa
karyawan yang diberi pelatihan adalah karyawan yang posisinya berada
dibawah Pharma Sales and Marketing Director. Hal ini bertujuan agar
karyawan pengganti tersebut memiliki kemampuan, seperti pengetahuan
dan skill, yang mendekati kemampuan karyawan yang menjabat Pharma
Sales and Marketing Director di perusahaan tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, pihak PT. Armoxindo Farma


harus mengidentifikasi kesiapan karyawan yang akan mengikuti pelatihan,
baik dari karakteristik personal, sikap keyakinan atau motivasi yang
dibutuhkan, ataupun kesadaran dalam membutuhkan pelatihan.

3. Task Analysis
Struktur organisasi pada perusahaan PT. Armoxindo Farma sudah
dijelaskan dengan baik. Tugas karyawan sudah ditentukan berdasakan
dengan job description sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Setiap divisi
atau bagian bertanggung jawab atas pekerjaan mereka masing-masing.
Namun berdasarkan hasil person analysis diatas, sehingga penulis
berfokus pada jabatan Pharma Sales and Marketing Director di PT.
Armoxindo Farma yang membutuhkan regenerasi karyawan. Berikut ini
merupakan uraian mengenai deskripsi pekerjaan untuk jabatan Pharma
Sales and Marketing Director:

33
a. General Job Description:
Posisi ini ditugaskan untuk mengelola program pemasaran yang
mempromosikan produk ke layanan kesehatan profesional, sekaligus
membantu dengan tujuan penjualan. Posisi ini juga ditugaskan untuk
mengelola vendor dan agen pemasaran eksternal yang terlibat dalam
promosi perusahaan. Branding, komunikasi, dan pengembangan alat
pendukung penjualan juga merupakan tanggung jawab bersama.
Kemudian, posisi ini dapat mengembangkan strategi bisnis, seperti
penetapan harga. Posisi ini juga harus dapat mengidentifikasi dan
menganalisis persaingan, seperti meneliti target pasar baru, serta
memantau dan menganalisis data dan kondisi pasar untuk
mengidentifikasi keunggulan kompetitif.

b. Knowledge, Skill, and Abilities:


Posisi ini harus memiliki (atau sedang mengembangkan)
pemahaman tentang industri farmasi, serta pengetahuan pemasaran,
termasuk teknik untuk mempromosikan dan menjual produk agar
berhasil. Pengetahuan bisnis, penganggaran, perencanaan strategis dan
alokasi sumber daya juga merupakan dasar-dasar pengetahuan yang
harus dimiliki oleh setiap kandidat pekerjaan Pharma Sales and
Marketing Director.
Posisi ini memerlukan keterampilan interpersonal yang kuat dan
kemampuan untuk bekerjasama dengan mengelola tim cross-
functional, berorientasi detail, kemampuan perencanaan yang sangat
baik, dan memiliki kemampuan untuk secara aktif untuk
mendengarkan, serta kemampuan komunikasi, dan kemampuan
presentasi, verbal dan tertulis.

2.5.3 Kesimpulan Hasil Proses Training Need Analysis (TNA)

Berdasarkan seluruh uraian pada sub-bab hasil proses TNA, berikut ini
adalah kesimpulan dari hasi proses training need analysis (TNA) di PT.
Armoxindo Farma, khususnya pada posisi Pharma Sales and Marketing
Director:

34
Actual Performance Expected Performance
1. Karyawan yang menduduki Karyawan pengganti yang
posisi Pharma Sales and diharapkan mampu menggantikan
Marketing Director berasal posisi Pharma Sales and
dari generasi baby boomers Marketing Director, agar posisi
yang seharusnya sudah tersebut tidak kosong ketika
pensiun. karyawan yang saat ini menjabat
2. Sistem yang digunakan belum akan pensiun, serta dapat
mengikuti perkembangan menciptakan inovasi baru dan
IPTEK saat ini. memberikan ide baru sesuai
3. Kurangnya inovasi baru dalam dengan perkembangan IPTEK
dunia pemasaran dan saat ini untuk pemasaran dan
penjualan produk. penjualan produk.

GAP

Training Non-Training
Seputar menambah pengetahuan, Melakukan proses regenerasi
keterampilan, dan kemampuan karyawan pada posisi Pharma
karyawan pengganti yang akan Sales and Marketing Director di
menduduki posisi Pharma Sales PT. Armoxindo Farma.
and Marketing Director sesuai
dengan
2.5.4job Kebutuhan
description atau
Training
kebutuhan lainnya.

2.5.4 Kebutuhan Training

Setelah dilakukan proses training need analysis (TNA) yang sudah


penulis lakukan, dan berdasarkan hasil proses TNA seperti yang sudah
dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, maka penulis memberi usulan
perencanaan untuk penerapan knowledge sharing, dalam bentuk non-training
dan training kepada pihak PT. Armoxindo Farma. Untuk non-training, penulis

35
memberi usulan untuk dilakukannya regenerasi karyawan pada posisi Pharma
Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma, atau posisi lainnya
sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Alasan dilakukannya regenerasi
karyawan pada posisi tersebut adalah karena karyawan yang menduduki
jabatan tersebut sudah seharusnya memasuki masa pensiun. Oleh karena itu,
agar posisi tersebut tidak mengalami kekosongan, perusahaan harus segera
melakukan pergantian karyawan, atau terlebih dahulu dapat membuat rencana
untuk mempersiapkan karyawan pengganti.

Untuk mempersiapkan karyawan pengganti, penulis juga memberikan


usulan kepada pihak PT. Armoxindo Farma berupa perencanaan training atau
pelatihan, yang dikemudian hari dapat dilakukan oleh perusahaan. Penulis
memberi usulan training mengenai pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilan sesuai dengan job description atau kebutuhan lainnya untuk
posisi Pharma Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma.
Sedangkan untuk peserta atau karyawan yang akan mengikuti pelatihan,
penulis memberi usulan yaitu karyawan second layer atau asisten dari
karyawan yang menduduki posisi tersebut saat ini. Dengan alasan, karena
karyawan yang disebut second layer tersebut kemungkinan besar sudah
memiliki pengetahuan dan kemampuan yang kurang lebih serupa dengan
atasannya. Hanya saja, tujuan penulis memberikan usulan training tersebut
adalah untuk memaksimalkan pengetahuan, kemampuan, ataupun
keterampilan karyawan second layer tersebut sesuai dengan job description
atau kebutuhan lainnya untuk menggantikan kedudukan pada posisi Pharma
Sales and Marketing Director.

Training atau pelatihan memiliki beberapa metode atau bentuk, salah


satunya adalah On-The-Job Training atau OJT. OJT merupakan salah satu
metode pelatihan yang berguna untuk melatih karyawan yang baru direkrut,
meningkatkan keterampilan dan pengalaman karyawan, melatih karyawan
dalam suatu departemen atau unit kerja, serta mengarahkan karyawan yang
dipindahkan atau dipromosikan ke pekerjaan baru mereka (Noe, 2017). OJT
juga merupakan metode pelatihan yang membutuhkan instruktur atau
fasilitator, dan melibatkan interaksi tatap muka (face-to-face) dengan peserta
pelatihan, serta melibatkan peserta pelatihan untuk aktif. Sehingga penulis

36
memberikan kesimpulan dan usulan kepada pihak PT. Armoxindo Farma,
bahwa OJT merupakan metode pelatihan yang tepat untuk digunakan dalam
penerapan knowledge sharing untuk proses regenerasi karyawan pada posisi
Pharma Sales and Marketing Director.

OJT harus terstruktur atau disusun dengan benar agar dapat berjalan
efektif, karena OJT melibatkan proses pembelajaran dengan mengamati orang
lain (observing others). Hal ini termasuk penggunaan pelatih yang kredibel,
manajer atau rekan kerja yang mencontohkan perilaku atau keterampilan,
komunikasi, praktik, feedback, dan reinforcement (Noe, 2017). Sehingga
dapat dikatakan bahwa karyawan yang saat ini menduduki posisi Pharma
Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma, berperan sebagai
pelatih. Oleh karena itu, untuk menyusun metode OJT yang terstruktur,
penulis memberikan usulan mengenai beberapa langkah yang harus dilakukan,
yaitu:

1. Mempersiapkan Instruksi.
Penulis memberi usulan untuk karyawan yang saat ini menduduki posisi
Pharma Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma, atau
yang berperan sebagai pelatih, harus membagi pekerjaan yang akan
dilakukan oleh peserta pelatihan atau karyawan second layer,
mempersiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan, menentukan
lamanya waktu yang akan digunakan untuk OJT, serta waktu yang
diharapkan agar karyawan second layer dirasa siap untuk menggantikan
posisi tersebut.

2. Instruksi Aktual.
Pada langkah ini, pelatih harus memberikan informasi mengenai tujuan
dari tugas-tugas yang akan dikerjakan, dan memberikan contoh atau
memperagakan bagaimana menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Setelah
itu, mintalah karyawan second layer tersebut untuk melakukan satu atau
seluruh tugas yang telah ditentukan. Terakhir, atasan harus memuji
karyawan tersebut untuk pekerjaan yang dilakukan dengan benar. Namun
jika terjadi kesalahan, pelatih harus meminta karyawan second layer
tersebut untuk berlatih sampai pekerjaan tersebut dilakukan dengan benar.

37
3. Transfer Pelatihan.
Pelatih memberikan rundown, materi, prosedur, petunjuk pengerjaan, atau
data lainnya untuk dijadikan bahan-bahan pendukung ketika
melaksanakan training. Tidak lupa, pelatih diharuskan memberikan
dukungan kepada karyawan second layer tersebut, serta mengobservasi
pekerjaan mereka, terutama untuk pekerjaan atau tugas yang sulit dan
kompleks.

4. Evaluasi.
Terakhir, pelatih mempersiapkan waktu untuk final test, serta survei
kepada karyawan second layer setelah selesai mengikuti training.

Akan tetapi, agar penyampaian materi pelatihan dengan menggunakan


OJT tersebut menjadi lebih efektif, penulis memberikan usulan mengenai
pendekatan yang lebih spesifik dalam menjalankan OJT tersebut. Disini
penulis memilih pendekatan coaching, dimana karyawan yang sudah
berpengalaman mengarahkan karyawan lainnya untuk mengembangkan
pemahaman, motivasi, keterampilan, dan memberikan dukungan melalui
pemberian feedback (Saks & Haccoun, 2016). Dari pernyataan tersebut,
pendekatan ini sesuai dengan perencanaan pelaksanaan OJT di PT.
Armoxindo Farma. Untuk mendukung pelaksanaan OJT dengan pendekatan
coaching dikemudian hari, terdapat beberapa fase dalam pelaksanaannya,
yaitu:

1. Contract
Pada fase ini, pelatih diminta untuk menentukan tujuan, dan mulai
membangun percakapan mengenai hasil-hasil yang ingin dicapai, serta
kebetuhan yang ingin dipenuhi.

2. Listen
Pelatih diharuskan aktif mendengarkan, agar pelatih dapat membantu
karyawan second layer untuk mengembangkan pemahaman mereka
mengenai situasi yang diharapkan.

38
3. Explore
Pelatih harus menghargai perasaan karyawan second layer yang telah
berusaha meninggalkan kondisi sebelumnya, dan bertanya, serta
merefleksikan pemahaman dan kesadaran baru secara bersama-sama.

4. Action
Setelah melakukan eksplorasi terhadap dinamika situasi yang bervariasi
dan mengembangkan berbagai pilihan untuk mengatasinya, pelatih
diminta untuk melakukan ‘latihan singkat’ didalam ruangan tersebut, atau
roleplay.

5. Review
Pelatih meninjau kembali (review) mengenai pekerjaan yang dilakukan
oleh karyawan second layer, memberi feedback mengenai hal positif apa
yang membantu karyawan tersebut selama proses pelatihan, hal apa yang
dirasakan susah, dan apa yang mereka inginkan untuk dilakukan pada sesi
pelatihan yang lain. Dengan disetujuinya review atas hasil proses pelatihan
tersebut dan rencana pelaksanaan training atau coaching selanjutnya,
maka dengan ini sesi pelatihan dapat dinyatakan selesai.

Usulan yang penulis berikan mengenai perencanaan training ini adalah


sebagai media untuk menerapkan knowledge sharing di PT. Armoxindo
Farma yang dapat digunakan untuk melakukan proses regenerasi, khususnya
diantara karyawan yang saat ini menduduki posisi Pharma Sales and
Marketing Director dengan karyawan second layer pada posisi tersebut.
Knowledge sharing digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota
suatu kelompok, organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu
pengetahuan, teknik, pengalaman dan ide yang mereka miliki kepada anggota
lainnya (Subagyo, 2007; dalam Wahyuni & Kistyanto, 2013).

Penerapan knowledge sharing ini melibatkan dua hal, yaitu


memberikan pengetahuan (knowledge donating) dan mengumpukan
pengetahuan (knowledge collecting). Memberikan pengetahuan dilakukan oleh
pelatih dalam menyalurkan atau menyebarkan pengetahuan, berbagi
pengalaman, atau lainnya. Sedangkan mengumpulkan pengetahuan dilakukan

39
oleh peserta pelatihan atau karyawan second layer, yaitu mencari pengetahuan
atau pengalaman kepada pelatih atau atasan.

Pengetahuan atau pengalaman yang akan dibagikan pada penerapan


knowledge sharing ini adalah seputar job description atau kebutuhan lainnya
untuk posisi Pharma Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma.
Untuk keterangan lebih lanjut mengenai apa saja yang menjadi tolak-ukur
yang dibagikan dalam penerapan knowledge sharing tersebut dapat dilihat
pada bagian task analysis yang diperoleh dari hasil proses training need
analysis (TNA). Akan tetapi, jika perusahaan memiliki kriteria lain yang harus
disampaikan kepada karyawan second layer, hal tersebut diperbolehkan.
Dikarenakan penulis hanya memberikan usulan perencanaan training untuk
penerapan knowledge sharing guna proses regenerasi karyawan, khususnya
untuk posisi Pharma Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma.

Dengan diberikannya usulan mengenai penerapan knowledge sharing


tersebut, penulis mengharapkan PT. Armoxindo Farma dapat menerapkan
pemberian usulan tersebut untuk proses regenerasi karyawan. Sehingga
perusahaan tidak lagi khawatir mengenai posisi yang nantinya akan kosong,
karena didominasi oleh karyawan dari generasi baby boomers yang
seharusnya sudah memasuki masa pensiun, dan belum menemukan karyawan
pengganti.

40
BAB III

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Penulis menjalankan kegiatan magang di PT. Armoxindo Farma selama 4


bulan, dan selama itu pula penulis mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru.
Penulis juga menemukan issue yang dikhawatirkan oleh perusahaan melalui diskusi
dan wawancara dengan Site Supervisor, HR Manager, dan HR Administration, yaitu
regenerasi karyawan atau pergantian karyawan dari generasi sebelumnya ke
generasi selanjutnya. Perusahaan mengkhawatirkan issue tersebut dikarenakan
karyawan-karyawan yang menduduki jabatan tinggi di PT. Armoxindo Farma
sebagian berasal dari generasi baby boomers, yang seharusnya sudah memasuki
masa pensiun. Akan tetapi, karyawan dari generasi baby boomers tersebut tetap
bekerja di PT. Armoxindo Farma, dikarenakan perusahaan belum menemukan
karyawan pengganti yang tepat untuk menggantikan posisi-posisi tersebut.

Penulis berfokus pada posisi Pharma Sales and Marketing Director di PT.
Armoxindo Farma. Dengan alasan, karena posisi ini merupakan inti dari pemasaran
produk serta penjualan produk PT. Armoxindo Farma. Sehingga, jika posisi tersebut
mengalami kekosongan, tentu saja hal ini menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap keberhasilan dalam mencapai visi, misi, dan tujuan yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.

Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan pada posisi tersebut, perusahaan


harus segera mempersiapkan karyawan pengganti yang berkompeten dibidang
tersebut. Oleh karena itu, dalam mendukung perusahaan agar segera
mempersiapkan karyawan pengganti, penulis memberikan usulan berupa
perencanaan penerapan knowledge sharing, dari karyawan yang saat ini menduduki
posisi tersebut kepada karyawan pengganti. Kayawan pengganti yang dimaksud
penulis ialah karyawan second layer, seperti wakil atau asisten dari karyawan yang
saat ini menduduki posisi tersebut.

Usulan perencanaan penerapan knowledge sharing tersebut didukung dengan


usulan perencanaan training atau pelatihan yang nantinya dapat dilaksanakan oleh

41
perusahaan, khususnya pada posisi-posisi yang membutuhkan regenerasi karyawan,
seperti posisi Pharma Sales and Marketing Director. Pemberian usulan tersebut
didasari karena kekhawatiran perusahaan terhadap posisi yang nantinya akan
kosong, namun belum mendapatkan karyawan pengganti.

Untuk menyempurnakan perencanaan training tersebut, penulis memberi


usulan tambahan mengenai metode training yang dapat digunakan, yaitu metode
on-the-job training (OJT) dengan metode pendekatan coaching. Menurut penulis,
metode OJT tersebut merupakan metode training yang tepat digunakan untuk
penerapan knowledge sharing di PT. Armoxindo Farma. Dengan alasan, karena
metode pelatihan ini berlaku secara langsung, dan menggunakan alat yang
sebenarnya, serta memiliki kegunaan untuk melatih karyawan yang baru direkrut,
meningkatkan keterampilan dan pengalaman karyawan. Metode ini juga tidak
menggunakan pelatih (trainer atau coach) dari luar perusahaan, melainkan individu
yang berperan sebagai pelatih adalah karyawan yang saat ini menduduki posisi
Pharma Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma. Sedangkan untuk
peserta pelatihannya adalah karyawan pengganti atau second layer, seperti wakil
atau asisten. Dengan kata lain, OJT melibatkan proses pembelajaran dengan
mengamati orang lain (observing others). Sehingga, untuk melaksanakan OJT
dengan menggunakan pendekatan coaching, harus terstruktur dan disusun dengan
benar.

3.2 Diskusi

Universitas Bina Nusantara mempunyai program Enrichment 3+1, dimana


dalam program ini, mahasiswa diharuskan memilih salah satu track yang akan
diambil dari lima track, yaitu Internship, Community Development, Research, Study
Abroad, dan Entrepreneurship. Salah satu tujuan umum program ini adalah
memberikan pengalaman kepada mahasiswa secara terstruktur, serta dapat
menerapkan atau membandingkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
semasa kuliah dengan kenyataan. Penulis memilih internship track yang merupakan
program magang full-time di suatu industri atau organisasi. Tujuan dilakukan
kegiatan magang adalah sebagai tugas akhir penulis di Semester 7 dan sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah praktek magang atau program
Enrichment 3+1 Universitas Bina Nusantara. Sedangkan, manfaat untuk penulis

42
dengan adanya kegiatan magang seperti ini adalah mampu mempersiapkan penulis
dengan pengalaman kerja nyata, serta dapat membangun etika kerja dan jiwa
disiplin dengan segala aturan yang ada di tempat magang.

Penulis melakukan kegiatan magang di PT. Armoxindo Farma selama 4 bulan,


terhitung mulai awal bulan September 2018 hingga awal bulan Januari 2019.
Selama penulis melakukan kegiatan magang, penulis mendapat pengetahuan dan
pengalaman tambahan yang sesuai dengan bidang penulis, maupun yang tidak.
Apabila penulis mengalami kendala saat kegiatan magang berlangsung, penulis
selalu dibantu dan diberi arahan oleh site supervisor penulis di PT. Armoxindo
Farma, sehingga penulis tidak mengalami kendala yang berarti selama melakukan
kegiatan magang di perusahaan tersebut. Sehingga, dengan berbekal pengetahuan
tambahan dan pengalaman bekerja di PT. Armoxindo Farma selama 4 bulan,
penulis berharap dapat menyempurnakan diri atau mempersiapkan diri lebih baik
lagi, terutama saat terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya.

Penulis ditempatkan pada posisi sebagai asisten HR Manager dan HR


Administration. Selain menyelesaikan pekerjaan yang diberikan, penulis juga
beberapa kali melakukan diskusi mengenai issues yang terdapat di PT. Armoxindo
Farma. Berdasarkan hasil diskusi dengan site supervisor, HR Manager, dan HR
Administration di PT. Armoxindo Farma, penulis tertarik untuk mendalami
pembahasan issues mengenai regenerasi karyawan pada jabatan atau posisi Pharma
Sales and Marketing Director di PT. Armoxindo Farma.

Pada bagian 3.1, penulis telah menyebutkan bahwa penulis memberikan


usulan kepada PT. Armoxindo Farma mengenai perencanaan penerapan knowledge
sharing antara karyawan yang saat ini menduduki posisi Pharma Sales and
Marketing Director dengan karyawan pengganti atau second layer, seperti wakil
atau asisten. Metode yang penulis usulkan untuk penerapan knowledge sharing
tersebut adalah metode on-the-job training (OJT) dengan menggunakan pendekatan
coaching.

OJT harus terstruktur dan disusun dengan benar agar metode ini berhasil dan
dapat berjalan dengan efektif, karena OJT yang tidak terstruktur dapat
mengakibatkan karyawan yang kurang terlatih. Oleh karena itu, penulis juga
memberikan usulan mengenai perencanaan tahapan OJT dengan metode coaching

43
yang dapat digunakan oleh perusahaan, seperti mempersiapkan instruksi,
memberikan instruksi aktual, mentransfer pelatihan, dan mengevaluasi pelatihan.

Karyawan yang berperan sebagai pelatih, harus mempersiapkan instruksi,


seperti membagi pekerjaan yang akan dilakukan oleh peserta pelatihan atau
karyawan second layer, mempersiapkan peralatan dan bahan (seperti rundown
pelatihan, petunjuk pengerjaan, dan lain-lain) yang diperlukan, menentukan
lamanya waktu yang akan digunakan untuk OJT, serta waktu yang diharapkan agar
karyawan second layer dirasa siap untuk menggantikan posisi tersebut. Pelatih juga
harus memberikan instruksi aktual, seperti memberikan informasi mengenai tujuan
dari tugas-tugas yang akan dikerjakan, dan memberikan contoh bagaimana
menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Tidak lupa, pelatih diharuskan memberikan
dukungan kepada karyawan second layer tersebut, serta mengobservasi pekerjaan
mereka, terutama untuk pekerjaan atau tugas yang sulit dan kompleks. Terakhir,
pelatih mempersiapkan waktu untuk final test guna mengevaluasi hasil pelatihan.

Dalam mendukung perencanaan tahapan pelaksanaan OJT, penulis


memberikan usulan untuk menggunakan pendekatan coaching. Coaching memiliki
beberapa fase dalam pelaksanaannya, yaitu contract, listen, explore, action, review.
Pada fase clear, pelatih pelatih diminta untuk menentukan tujuan, dan mulai
membangun percakapan mengenai hasil-hasil yang ingin dicapai, serta kebetuhan
yang ingin dipenuhi. Selanjutnya pada fase listen, pelatih diharuskan untuk aktif
mendengarkan, agar pelatih dapat membantu karyawan second layer untuk
mengembangkan pemahaman mereka mengenai situasi yang diharapkan. Kemudian
pada fase explore, pelatih harus menghargai perasaan karyawan second layer yang
telah berusaha meninggalkan kondisi sebelumnya, serta merefleksikan pemahaman
dan kesadaran baru secara bersama-sama. Pada fase action, pelatih diminta untuk
melakukan ‘latihan singkat’ atau roleplay. Terakhir pada fase review, pelatih
diminta untuk meninjau kembali (review) mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh
karyawan second layer dan memberikan feedback. Dengan disetujuinya review atas
hasil proses pelatihan, maka dengan ini sesi pelatihan dapat dinyatakan selesai.

3.3 Saran

Saran yang dapat penulis berikan kepada PT. Armoxindo Farma adalah agar
perusahaan dapat segera mengimplementasikan usulan yang penulis berikan.

44
Penulis memberikan usulan mengenai perencanaan on-the-job training dengan
metode pendekatan coaching untuk penerapan knowledge sharing di PT.
Armoxindo Farma. Usulan tersebut ditujukan untuk jabatan atau posisi yang
diduduki oleh karyawan dari generasi baby boomers, karena karyawan tersebut
sudah seharusnya mengakhiri masa jabatannya (pensiun). Akan tetapi, karyawan-
karyawan tersebut tetap bekerja di usia mereka yang sudah lebih dari 60 tahun.
Salah satu alasannya, dikarenakan belum mendapat karyawan pengganti yang tepat
untuk mengantikan kedudukan mereka pada jabatan yang bersangkutan. Sehingga,
untuk pemberian training dalam penerapan knowledge sharing tersebut ditujukan
kepada karyawan pengganti atau karyawan second layer, yaitu seperti wakil atau
asisten.

Tujuan penulis memberikan usulan mengenai on-the-job training dengan


metode coaching untuk penerapan knowledge sharing pada karyawan second layer
adalah agar karyawan second layer tersebut memiliki kemampuan, seperti
pengetahuan atau skill, yang mendekati kemampuan atasannya. Sehingga apabila
atasan tersebut resign dari jabatannya, maka karyawan second layer tersebut dapat
menggantikan posisi jabatan yang kosong tersebut. Pada akhirnya, jika usulan
tersebut segera diimplementasikan oleh perusahaan, penulis mengharapkan
perusahaan tidak lagi khawatir mengenai jabatan yang akan kosong tersebut
dikemudian hari karena belum mendapatkan karyawan pengganti.

3.4 Pembelajaran Selama Magang

Penulis melakukan kegiatan magang di PT. Armoxindo Farma selama 4 bulan,


terhitung mulai awal bulan September 2018 hingga awal bulan Januari 2019.
Selama penulis melakukan kegiatan magang, penulis mendapat pengetahuan dan
pengalaman tambahan yang sesuai dengan bidang penulis, dan maupun yang tidak.

Penulis ditempatkan pada posisi sebagai asisten HR Manager dan HR


Administration. Oleh karena itu, penulis memiliki peran untuk membantu tugas-
tugas yang diberikan oleh HR Manager dan HR Administration. Berikut ini adalah
beberapa tugas atau kegiatan yang penulis lakukan di PT. Armoxindo Farma selama
melakukan kegiatan magang (penjelasan lebih lengkap terdapat di bagian 1.2
halaman 6):

45
1. Input data-data absensi karyawan, seperti update status, data kehadiran, cuti,
dan izin karyawan di seluruh cabang PT. Armoxindo Farma.

2. Penulis memeriksa hal-hal seperti surat izin karyawan dalam meninggalkan


pekerjaan untuk seluruh karyawan di seluruh cabang PT. Armoxindo Farma.

3. Penulis menyiapkan atau membuat internal atau external/outgoing letter untuk


karyawan PT. Armoxindo Farma, dan scanning.

4. Penulis melakukan job analysis pada salah satu jabatan di PT. Armoxindo
Farma dengan memperbaiki job description dan job specification yang telah ada
sebelumnya.

5. Penulis juga membantu tugas HR Administration dalam hal pengarsipan


terutama terkait dengan personal file seluruh karyawan di seluruh cabang PT.
Armoxindo Farma.

6. Menjadi notulen untuk beberapa meeting atau rapat di PT. Armoxindo Farma
Jakarta. Penulis diminta untuk menjadi notulen rapat yang membahas terkait
untuk tahun 2019 mengenai produksi obat, bahan baku obat, company
achievement target untuk penjualan obat, lalu menggabungkan hasil notulen-
notulen rapat tersebut dan dikumpulkan ke pembimbing penulis.

7. Membuat laporan employee headcount PT. Armoxindo Farma tahun 2018.


Penulis diminta untuk membuat laporan employee headcount dalam bentuk
tabel, karena di PT. Armoxindo Farma sedang terjadi sedikit penurunan jumlah
karyawan pada tahun 2018 (turnover).

8. Scoring hasil tes CFIT, Cepat Teliti, dan PAPI Kostick karyawan di kantor
pusat (Jakarta). Penulis diminta untuk scoring hasil tes CFIT, Cepat Teliti, dan
PAPI Kostick yang dilakukan oleh karyawan kantor pusat pada bulan Agustus
2018. Hasil tes PAPI Kostick di scoring langsung kedalam software Ms. Excel
yang sudah tersedia, dan hasil tes CFIT dan Cepat Teliti di scoring secara
manual. Untuk hasil tes yang lainnya sudah di scoring terlebih dahulu oleh
karyawan bagian HR di PT. Armoxindo Farma.

9. Diskusi dan interview terkait dengan issues yang ada di PT. Armoxindo Farma.
Penulis melakukan diskusi dan interview dengan pembimbing lapangan ataupun
HR Administration terkait dengan permasalahan atau issues yang ada di kantor,

46
seperti butuhnya regenerasi karyawan, turnover tinggi di tahun 2018, karyawan
yang memiliki double job, dan lain-lain. Penulis juga melakukan diskusi terkait
dengan AQ (adversity quotient).

Pada saat penulis mengerjakan tugas-tugas tersebut, penulis tidak mengalami


kendala yang berarti, dikarenakan penulis selalu dibantu dan diberi arahan oleh site
supervisor penulis di PT. Armoxindo Farma, apabila mengalami kesulitan dalam
mengerjakan tugas. Penulis diperbolehkan bertanya kepada site supervisor atau
atasan lainnya, jika ada yang tidak dimengerti seputar pekerjaan yang penulis
kerjakan. Tidak hanya itu, penulis juga diperbolehkan bertanya apapun seputar
dunia kerja, tipe-tipe karyawan, life, future, dan lain-lain. Hal itu dapat terjadi
dikarenakan penulis memiliki hubungan yang baik dengan site supervisor penulis
dan atasan lainnya, seperti HR Manager dan HR Administration, sehingga penulis
menjadi leluasa untuk menanyakan hal-hal yang penulis ingin tanyakan, terutama
seputar dunia kerja.

Kegiatan magang di PT. Armoxido Farma mengasah skill penulis, seperti skill
communication, self-management, team work, dan planning & organizing. Salah
satu penjelasan contoh untuk skill communication, yaitu penulis harus memiliki
kemampuan dalam menyampaikan informasi berupa pesan, ide, atau gagasan, baik
lisan maupun tulisan, dari satu pihak ke pihak lainnya. Situasi yang sangat jelas
terlihat adalah ketika penulis kurang mengerti mengenai tugas yang diberikan,
dimana penulis harus mampu berkomunikasi dengan jelas kepada atasan untuk
menyampaikan apa yang penuis maksud. Kemudian, ketika penulis berdiskusi
dengan atasan penulis untuk membahas tentang permasalahan yang ada di
perusahaan, atau mengenai situasi perusahaan saat ini. Untuk menggali lebih dalam
hal tersebut, penulis harus mampu berkomunikasi dengan baik dan jelas kepada
atasan, agar penulis mendapatkan informasi lebih mengenai permasalahan yang ada
di PT. Armoxindo Farma. Namun tidak hanya dalam hal tersebut saja, karena
komunikasi sangat penting dalam segala aspek kehidupan, terlebih lagi di dunia
kerja, sehingga sudah pasti penulis terlibat dalam komunikasi dua arah atau lebih
dengan siapapun yang ada di perusahaan. Sedangkan untuk contoh skill self-
management, team work, dan planning & organizing, penulis telah menjelaskan
pada assignment EES bulan 2 di Binusmaya.

47
Kegiatan magang ini membuat penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang
penulis dapatkan di bangku perkuliahan dan mempelajari detail tentang seluk-beluk
standar kerja yang profesional. Akan tetapi, terdapat juga pembelajaran yang tidak
penulis dapatkan dibangku perkuliahan, karena dunia kerja tidak selamanya sama
dengan teori-teori yang dipelajari di bangku perkuliahan. Pembelajaran di bangku
perkuliahan akan semakin lengkap dengan terjun langsung di dunia kerja yang
sesungguhnya, seperti kegiatan magang ini. Oleh karena itu, dengan berbekal
pengetahuan tambahan dan pengalaman kerja di PT. Armoxindo Farma selama 4
bulan, penulis berharap dapat menyempurnakan diri atau mempersiapkan diri lebih
baik lagi, terutama saat terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya.

48
REFERENSI

Antonius, A. (2017, May 30). Fungsi Coaching Dalam Perusahaan. Retrieved


February 3, 2019, from NLP Leadership Indonesia:
http://nlpleadershipindonesia.com/ fungsi-coaching-dalam-perusahaan/

BPOM. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik: Guidelines on Good
Manufacturing Practices. Retrieved December 23, 2018, from Badan POM
RI: https://www.pom.go.id/new/files/2018/pedoman/indonesia-gmp-
guideline.pdf

BPOM. (2018). Data Industri Farmasi di Indonesia yang Memiliki Sertifikat CPOB
Terkini. Retrieved January 31, 2019, from Badan POM RI:
https://www.pom.go.id/new/files/2018/industri-farmasi/data-sertifikat-all-
tw2.pdf

Brcic, Z., & Mihelic, K. (2015). Knowledge Sharing Between Different Generations
of Employees: an Example from Slovenia. Economic Research-Ekonomska
Istrazivanja, 28(1), 853-867.

Deloitte. (2015). Managing Talent in the New World of Work. Retrieved January 31,
2019, from www.global.corpgov.deloitte.com

Girard, J., & Girard, J. (2015). Defiing Knowledge Management: Toward an


Applied Compendium. Online Journal of Applied Knowledge Management,
3(1), 1-20.

Gunawan, H., & Wardana, A. (2018). Knowledge Sharing sebagai Mediasi Antara
Employee Engagement Terhadap Kinerja Pengemudi Gojek di Yogyakarta.
Jurnal Riset dan Konseptual, 3(4), 424-437.

Half, R. (2018, April 12). 4 On-The-Job Training Methods for Your Next Recruit.
Retrieved February 3, 2019, from http://www.ipmg-online.com/index.php?
modul=profil&cat=PWho

Indonesia Pharmaceutical Manufactures Group (IMPG). Retrieved January 31,


2019, from http://www.ipmg-online.com/index.php?modul=profil&cat
=PWho

49
Kristina, Anita. (2013). Model Training Needs Analysis Untuk Membentuk
Perilaku Inovatif SDM Industri Kecil Sepatu di Jawa Timur. Pamator, 6(1).

Kurniawan, A. (2016, January). Regenerasi Karyawan dalam Perusahaan.


Retrieved January 31, 2019, from Cak Motivator Indonesia:
http://cakmotivatorindonesia.blogspot.com/2016/01/regenerasi-karyawan
dalam perusahaan.html

Mangkunegara, A. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (9th


ed.). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Memah, L., Pio, R., & Kaparang, S. (n.d.). Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap
Kinerja Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Utara. Jurnal Administrasi dan Bisnis.

Mosca, J., Farrari, A., & Buzza, J. (2010). Coaching to win: A systemic approach to
achieving productivity through coaching. Journal of Business & Economic
Research, 8(5), 115-130.

Noe, R. A. (2017). Employee Training and Development (7th ed.). NY: McGraw-
Hill Education.

PT. Armoxindo Farma. Data Sekunder: Company Profile. Jakarta: PT. Armoxindo
Farma.

Rahmi, H., & Suryalena. (2017). Pengaruh On-The-Job Training dan Off-The-Job
Training Terhadap Kinerja Karyawan. JOM FISIP, 4(2).

Sajeva, S. (2014). Encouraging Knowledge Sharing Among Employees: How


Reward Matters. Procedia–Social and Behavioral Sciences. Vol. 156, 130-
134.

Saks, A., & Haccoun, R. (2016). Managing Performance through Training &
Development (7th ed.). Toronto: Nelson Series in Human Resources
Management.

Sanchez, J., Sanchez, Y., Collado-Ruiz, D., & Cebrian-Tarrason, D. (2013).


Knowledge Creating and Sharing Corporate Culture Framework. Procedia-
Social and Behavioral Sciences, 74, 388-397.

50
Sharabati, A., Jawad, S., & Bontis, N. (2010). Intellectual Capital and Business
Performance in the Pharmaceutical Sector of Jordan. Management Decision,
48(1), 105-301.

Wahyuni, R., & Kristyanto, A. (2013). Pengaruh Berbagi Pengetahuan Terhadap


Kinerja Departemen Melalui Inovasi Jasa/Pelayanan. Jurnal Ilmu
Management, 1(4), 1076-1088.

What is Human Resource. On-the-job training methods (Workplace training) - How


it give companies a competitive edge?. Retrieved February 2, 2019 from
http://www.whatis humanresource.com/on-the-job-methods

Widiya, Yusna A. (2012). Pemberian Pelatihan Coaching Pada Supervisor Untuk


Meningkatkan Perceived Organizational Support dan Menurunkan Intensi
Turnover Pada Karyawan PT. AI. Thesis, Universitas Indonesia.

Yesil, S., & Dereli, S. (2013). An empirical investigation of the organizational


justice, knowledge sharing and innovation capability. Social and
Behavioural Sciences, 75, 199-208.

Yuliawan, Teddi P. (2011). Coaching Psychology: Sebuah Pengantar. Buletin


Psikologi, 19(2), 45-54.

51
LAMPIRAN

Lampiran 1. Proposal Penelitian

ix
PERENCANAAN ON-THE-JOB TRAINING DENGAN METODE
PENDEKATAN COACHING UNTUK PENERAPAN KNOWLEDGE
SHARING PADA KARYAWAN DI PT. ARMOXINDO FARMA

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh:
Rintan Fauziyyah Alya
1901516551

PSYCHOLOGY PROGRAM
PSYCHOLOGY STUDY PROGRAM
FACULTY OF HUMANITIES
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................2


BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................3
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................3
1.2 Pertanyaan Penelitian ................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................7
1.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................................7
1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................................................7
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................................8
2.1 Definisi Terminologi .................................................................................8
2.1.1 On-The-Job Training (OJT) ...............................................................8
2.1.1.1 Pengertian On-The-Job Training ...................................................8
2.1.1.2 Jenis-jenis On-The-Job Training ....................................................8
2.1.1.3 Keunggulan dan Kelemahan On-The-Job Training .......................9
2.1.2 Coaching ..........................................................................................10
2.1.2.1 Pengertian Coaching ....................................................................10
2.1.2.2 Tujuan Coaching ..........................................................................11
2.1.3 Knowledge Sharing ..........................................................................11
2.2 Keterkaitan antar Variabel.......................................................................12
BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................................14
3.1 Asumsi Penelitian .......................................................................................14
3.2 Design Penelitian ........................................................................................14
3.2.1 Teknik Pengumpulan Data dan Subjek Penelitian ...........................14
3.2.2 Prosedur Penelitian ..........................................................................15
3.2.2.1 Training Need Analysis (TNA) ....................................................15
3.2.2.2 On-The-Job Training....................................................................17
3.2.2.3 Coaching ......................................................................................18
REFERENSI ..........................................................................................................21

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi seperti saat ini, kemajuan dan perkembangan dunia bisnis di
Indonesia semakin pesat. Hal tersebut mendorong perusahaan-perusahaan di
Indonesia dari berbagai sektor industri untuk terus berpacu mengikuti arus
perkembangan. Salah satu sektor industri yang berkembang pesat seiring dengan
kemajuan dalam perkembangan dunia bisnis ini adalah sektor industri farmasi.
Menurut Sharabati et al. (2010) industri farmasi merupakan industri yang intensif
melakukan penelitian, industri yang inovatif dan seimbang dalam penggunaan
sumber daya manusia serta teknologi. Sedangkan untuk produk yang dihasilkan
oleh industri tersebut adalah obat-obatan, alat kesehatan, dan bahan kimia lainnya.

Menurut Data Kementerian Kesehatan tahun 2013, jumlah perusahaan farmasi


di Indonesia mencapai 206 perusahaan. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional
selalu tumbuh 12% hingga 13% setiap tahun (Sumber: www.impg-online.com).
Dengan banyaknya jumlah perusahaan di sektor industri farmasi, maka persaingan
yang ada semakin ketat. Semakin ketatnya persaingan, perusahaan dituntut untuk
selalu melakukan atau memberikan performa yang terbaik, dan berlomba guna
memperoleh pangsa pasar yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.

Salah satu perusahaan farmasi yang terlibat dalam persaingan di dunia bisnis
adalah PT. Armoxindo Farma, tempat dimana penulis melakukan kegiatan magang,
yang berlokasi di Tanjung Duren, Jakarta Barat. PT. Armoxindo Farma adalah salah
satu perusahaan swasta nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang farmasi,
dan telah memproduksi obat-obatan selama lebih dari 36 tahun. PT. Armoxindo
Farma telah berhasil mencapai reputasi atas kualitas produknya dan pemberian
pelayanan yang baik, sesuai dengan standar dan spesifikasi dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB). CPOB menurut Pasal 1 dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Tahun 2012, merupakan cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan (Sumber: www.pom.go.id.). Dalam jumlah data
industri farmasi di Indonesia per-tanggal 30 Mei 2018, perusahaan farmasi yang

3
memiliki sertifikat CPOB adalah sebanyak 209 perusahaan, dan PT. Armoxindo
Farma menduduki peringkat 10 (Sumber: www.pom.go.id/2018).

PT. Armoxindo Farma termasuk kedalam salah satu perusahaan yang sudah
berdiri sejak lama. Namun untuk mempertahankan eksistensinya di dunia farmasi
dan agar tetap dapat bersaing, PT. Armoxindo Farma secara tidak langsung dituntut
oleh keadaan persaingan di industri farmasi untuk menciptakan inovasi-inovasi
baru, promosi produk dan sistem pemasaran yang lebih baik, serta kualitas produk
yang lebih optimal. PT. Armoxindo Farma harus memaksimalkan kinerja dan
prestasi kerja yang dimiliki oleh karyawannya agar tetap dapat bersaing di dunia
farmasi.

Hanya saja, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu petinggi
di PT. Armoxindo Farma, didapatkan bahwa karyawan di perusahaan tersebut
didominasi oleh karyawan dari generasi baby boomers (lahir sebelum tahun 1964).
Seiring berjalannya waktu, karyawan dari generasi baby boomers ini harus
memasuki masa pensiun. Akibatnya, pendekatan sumber daya manusia yang
digunakan juga sudah mulai usang dikarenakan bergantinya generasi dengan
karakteristik yang berbeda, sehingga para profesional butuh mengembangkan dan
menggunakan pendekatan yang berbeda (Deloitte, 2015).

Sehubungan dengan hal tersebut, PT. Armoxindo Farma harus


mempersiapkan karyawan pengganti untuk menggantikan posisi jabatan yang
diduduki oleh generasi baby boomers ketika harus mengakhiri masa jabatannya
(pensiun). Pergantian jabatan ini dapat disebut dengan regenerasi karyawan,
sehingga perusahaan tidak hanya bergantung pada satu orang. Regenerasi karyawan
adalah pergantian karyawan, baik status staff atau leader (seperti supervisor,
manager), akibat posisi tersebut ditinggalkan personel sebelumnya, promosi
jabatan, ataupun keluar (resign) dari perusahaan (Kurniawan, 2016).

Namun, regenerasi karyawan harus dipersiapkan secara tepat dan tersusun,


tidak dapat dilakukan secara sembarang. Salah satu cara yang paling mendasar
untuk mempersiapkan proses regenerasi karyawan adalah dengan mengelola
knowledge yang dimiliki oleh karyawannya. Menurut Brcic & Mihelic (2015),
knowledge adalah sumber daya terpenting dan sumber utama perusahaan atau
organisasi. Hal ini diartikan bahwa knowledge (pengetahuan) menjadi faktor

4
penting bagi seseorang maupun organisasi untuk dapat bersaing di lingkungan yang
semakin kompetitif. Pengelolaan knowledge oleh organisasi dikenal dengan istilah
knowledge management. Girard & Girard (2015) mendefinisikan knowledge
management sebagai, “the process of creating, sharing, using and managing the
knowledge and information of an organization.” Knowledge management yang baik
dapat meningkatkan kinerja karyawan, yaitu dengan adanya knowledge sharing,
sehingga kinerja perusahaan secara tidak langsung akan meningkat dan memiliki
keunggulan bersaing (Fitrianty, 2009; dalam Memah et al, n.d.).

Knowledge sharing (transfer atau berbagi pengetahuan) merupakan bagian


yang penting dan tidak terpisahkan dari knowledge management. Menurut Sanchez
et al (2013) bahwa knowledge sharing adalah bagian utama dari knowledge
management. Sedangkan Sajeva (2014) mendefinisikan knowledge sharing sebagai,
“transfer, dissemination, and exchange of knowledge, experience, skills, and
valuable information from one individual to other members within an
organization.” Dengan kata lain, knowledge sharing adalah membagikan atau
mentransfer pengetahuan antara satu karyawan dengan karyawan yang lain, saling
bertukar informasi, pengalaman, dan pengetahuan diantara karyawan dapat
meningkatkan kinerja yang berdampak baik bagi perusahaan (Gunawan &
Wardana, 2018).

Untuk menerakan proses knowledge sharing pada karyawan PT. Armoxindo


Farma, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat training bagi
karyawan yang akan menggantikan posisi jabatan yang diduduki oleh karyawan
generasi baby boomers. Training atau pelatihan itu sendiri mengacu pada upaya
yang direncanakan oleh perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran kompetensi
terkait pekerjaan, pengetahuan, keterampilan, dan perilaku kepada karyawan (Noe,
2017). Terdapat beberapa metode pelatihan (training) secara tradisional, salah
satunya adalah on-the-job training (OJT). OJT mengacu pada karyawan baru atau
kurang berpengalaman (inexperienced) untuk belajar di lingkungan kerja, dan
selama bekerja, mereka mengamati rekan kerja atau manajer mereka yang
melakukan pekerjaan tersebut (observing) dan berusaha meniru perilaku mereka
(Noe, 2017).

5
Menurut Noe (2017), OJT adalah salah satu jenis pembelajaran atau
pelatihan informal tertua dan paling banyak digunakan. Pelatihan ini dianggap
informal karena tidak selalu sebagai bagian dari program pelatihan, dan pelatihan
ini berlaku secara langsung serta menggunakan alat dan peralatan yang sebenarnya.
Manajer, rekan kerja, dan mentor berfungsi sebagai trainers (pelatih) pada metode
pelatihan ini.

Menurut survei mengenai pelatihan dan pengembangan, yang dilakukan


oleh TJinsite, cabang penelitian dan pengetahuan TimesJobs.com, lebih dari 40%
pengusaha memilih on-the-job training untuk meningkatkan produktivitas, dan 35%
untuk meningkatkan moral karyawan dalam organisasi. Sebagian besar pengusaha
yang disurvei juga mengklaim mengurangi gesekan dengan menggunakan
metodologi training and development. Karyawan juga menghargai pembelajaran
dan pelatihan di tempat kerja, dikarenakan memungkinkan karyawan untuk tetap
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tanpa meninggalkan pekerjaan.
Dalam survei TJinsite juga, on-the-job training dengan para senior telah dipilih
sebagai metode pelatihan yang paling disukai oleh 71% karyawan (Sumber:
www.whatishumanresource.com).

Metode OJT memiliki enam jenis pendekatan untuk metode pelatihannya


(Saks & Haccoun, 2016), salah satunya adalah coaching atau bimbingan, yaitu
pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah berpengalaman mengarahkan
karyawan lainnya untuk mengembangkan pemahaman, motivasi, keterampilan, dan
memberikan dukungan melalui umpan balik (feedback). Coaching kini telah
menjadi salah satu metode yang dipertimbangkan baik oleh individu maupun
organisasi sebagai metodologi populer untuk pengembangan personal maupun dan
profesional (Grant, 2001; dalam Yuliawan, 2011). Coaching juga merupakan
intervensi jangka pendek yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan
kinerja dan mengembangkan suatu kompetensi tertentu (Mosca, Farrari, & Buzza,
2010).

Dilihat dari uraian fenomena diatas, sehingga penulis membentuk usulan


untuk PT. Armoxindo Farma agar dapat menggunakan on-the-job training (OJT)
dengan metode coaching sebagai bentuk pembekalan yang dapat mempercepat
proses knowledge sharing dari karyawan senior (karyawan dari generasi baby

6
boomers) terhadap karyawan junior. Tujuan terbentuknya usulan ini adalah untuk
regenerasi karyawan di PT. Armoxindo Farma, agar ketika karyawan dari generasi
baby boomers mengakhiri masa jabatannya, PT. Armoxindo Farma mempunyai
karyawan pengganti yang akan menduduki jabatan tersebut.

1.2 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan uraian latar belakang pada sub-bab sebelumnya, maka
terbentuklah suatu rumusan masalah yaitu bagaimana rancangan on-the-job training
pada karyawan dengan menggunakan metode coaching untuk penerapan knowledge
sharing di PT. Armoxindo Farma?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh uraian lebih jelas
mengenai perencanaan on-the-job training pada karyawan dengan menggunakan
metode coaching untuk penerapan knowledge sharing di PT. Armoxindo Farma.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai bagaimana gambaran perencanaan penerapan
knowledge sharing dengan metode on-the-job training pada karyawan dengan
menggunakan pendekatan coaching. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan
mampu memberikan sudut pandang baru, dan menjadi sumber informasi yang
bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Psikologi, khususnya dibidang Psikologi
Industri dan Organisasi.

1.4.2 Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
wawasan mengenai bagaimana gambaran perencanaan penerapan knowledge
sharing dengan metode on-the-job training pada karyawan dengan
menggunakan pendekatan coaching. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan informasi dan kontribusi positif kepada perusahaan, terutama
bidang human resources management, dan khususnya untuk perusahaan yang
membutuhkan proses regenerasi karyawan, seperti PT. Armoxindo Farma.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Terminologi


2.1.1 On-The-Job Training (OJT)
2.1.1.1 Pengertian On-The-Job Training
Menurut (Noe, 2017), OJT adalah salah satu jenis pembelajaran
informal tertua dan paling banyak digunakan. Pelatihan ini dianggap
informal karena tidak selalu sebagai bagian dari program pelatihan, dan
pelatihan ini berlaku secara langsung serta menggunakan alat dan
peralatan yang sebenarnya. Manajer, rekan kerja, dan mentor berfungsi
sebagai trainers atau coach (pelatih) pada metode pelatihan ini. OJT
berguna untuk melatih karyawan yang baru direkrut, meningkatkan
keterampilan dan pengalaman karyawan, melatih karyawan dalam suatu
departemen atau unit kerja, dan mengarahkan karyawan yang
dipindahkan atau dipromosikan ke pekerjaan baru mereka (Noe, 2017).

2.1.1.2 Jenis-jenis On-The-Job Training


Metode On-The-Job Training (OJT) dibedakan menjadi enam
jenis, yaitu (Saks & Haccoun, 2016):
1. Job instruction training: Pendekatan OJT yang bersifat sistemik,
terstruktur dan formal.
2. Performance aids: Pendekatan OJT yang membantu karyawan
menunjukkan kinerja baik dalam pekerjaannya.
3. Job rotation: Pendekatan OJT dimana karyawan dilatih terlibat
dalam banyak fungsi dalam lingkup organisasi agar mampu
beradaptasi dan mengembangkan potensi untuk kepentingan
organisasi.
4. Apprenticeship program: Pendekatan OJT yang
mengkombinasikan OJT dengan menggunakan model instruksi di
kelas (in class room instruction).
5. Coaching: Pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah
berpengalaman (karyawan senior) mengarahkan karyawan lainnya

8
untuk mengembangkan pemahaman, motivasi, keterampilan, dan
memberikan dukungan melalui pemberian feedback.
6. Mentoring: Pendekatan OJT dimana karyawan senior dalam
sebuah organisasi membimbing orang-orang yang berbakat
(karyawan junior) dalam pengembangan karir.

2.1.1.3 Keunggulan dan Kelemahan On-The-Job Training


Menurut (Noe, 2017), OJT memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan metode training lainnya, yaitu:
1. Pelatihan ini dapat disesuaikan dengan pengalaman dan
kemampuan peserta pelatihan.
2. Pelatihan ini langsung berlaku untuk pekerjaan, dikarenakan OJT
terjadi langsung pada pekerjaan tersebut dengan menggunakan alat
dan peralatan yang sebenarnya. Akibatnya, peserta pelatihan
sangat termotivasi untuk belajar.
3. Pelatih dan peserta pelatihan berada di lokasi kerja dan terus
bekerja selama pelatihan berlangsung. Hal ini berarti bahwa
perusahaan menghemat biaya yang terkait dengan membawa
peserta pelatihan ke lokasi lain, merekrut pelatih lain, dan
menyewa fasilitas pelatihan.
4. OJT dapat ditawarkan kapan saja, dan pelatih mudah ditemukan
karena pelatih adalah manager, supervisor, atau rekan kerja
sendiri.
5. OJT menggunakan tugas-tugas pekerjaan yang aktual. Sehingga,
keterampilan yang dipelajari oleh peserta pelatihan di OJT lebih
mudah ditransfer ke pekerjaan.

Menurut (Half, 2018), OJT juga dapat memungkinkan


karyawan untuk belajar tentang budaya di tempat kerja, struktur
organisasi, proses yang disukai dan spesifik peran di dalam organisasi.
Sangat penting bahwa teknik OJT mencakup elemen pembelajaran
yang berkelanjutan. Sehingga, hal tersebut dapat memastikan bahwa
karyawan merasa ada peluang untuk tumbuh di perusahaan yang dapat
meningkatkan kapasitas retensi (Half, 2018).

9
Dibalik semua keunggulannya, terdapat beberapa kelemahan
dari pendekatan OJT yang tidak terstruktur ini (Noe, 2017), seperti
manajer atau rekan kerja mungkin tidak menggunakan proses yang
sama untuk menyelesaikan tugas, mereka mungkin meneruskan
kebiasaan lama, baik kebiasaan yang bermanfaat maupun kebiasaan
buruk sekaligus. OJT yang tidak terstruktur dapat mengakibatkan
karyawan yang kurang terlatih.

2.1.2 Coaching
2.1.2.1 Pengertian Coaching
Coaching termasuk salah satu dari enam jenis metode pelatihan
yang terdapat di on-the-job training (OJT). Menurut Saks dan Haccoun
(2016), coaching adalah pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah
berpengalaman mengarahkan karyawan lainnya untuk mengembangkan
pemahaman, motivasi, keterampilan, dan memberikan dukungan melalui
pemberian feedback.

Sedangkan menurut Half (2018), coaching merupakan cara yang


baik untuk melatih karyawan secara komprehensif mengenai tugas-tugas
dan peran mereka. Pelatih atau coach adalah seorang atasan seperti
manajer, supervisor, atau ahli professional, dan bagian utama pada
perlatihan ini adalah pelatihan ini dilakukan secara satu-per-satu, serta
berusaha untuk meningkatkan pengetahuan, praktik, kepercayaan diri,
dan kompetensi.

Coaching juga banyak didefinisikan sebagai proses yang


berorientasi pada solusi dan hasil, yakni seorang coach memfasilitasi
proses pembelajaran pribadi (self-directed learning), pertumbuhan diri,
dan peningkatan kualitas hidup klien dalam lingkup yang ditentukannya
sendiri (Grant, 2001; dalam Yuliawan, 2011).

Menurut artikel dari sumber www.whatishumanresource.com,


metode coaching menempatkan peserta pelatihan dibawah pengawas
tertentu yang berfungsi sebagai pelatih (coach) dalam melatih individu.
Pengawas memberikan feedback kepada peserta pelatihan tentang
kinerjanya, dan menawarkan beberapa saran untuk peningkatan.

10
Seringkali peserta pelatihan berbagi beberapa tugas dan tanggung jawab
pelatih, dan membebaskan pelatih dari bebannya. Akan tetapi, metode
ini memiliki keterbatasan, yaitu peserta pelatihan memungkinkan tidak
memiliki kebebasan atau kesempatan untuk mengekspresikan idenya
sendiri

2.1.2.2 Tujuan Coaching


Menurut Mangkunegara (2009, p. 58), tujuan coaching adalah
memberikan bimbingan kepada pegawai bawahan dalam menerima
suatu pekerjaan atau tugas dari atasan. Sedangkan menurut Jaques dan
Clement (1994, p. 195; dalam Rahmi & Suryalena, 2017) adalah sebagai
berikut:
1. Membantu karyawan untuk memahami peluang penuh dalam
jabatannya yaitu jangkauan tipe penugasan yang tersedia bagi
karyawan sesuai dengan jabatannya dan memberikan gambaran
mengenai manfaat apa saja yang dapat ambil dari peluang penugasan
tersebut.
2. Membantu karyawan dalam belajar pengetahuan baru misalnya
metode, teknologi dan prosedur.
3. Membawa nilai karyawan lebih sejalan dengan nilai dan filosofi
perusahaan.
4. Membantu karyawan mengembangkan kebijaksanaannya, misalnya
dengan pengalaman yang dimiliki oleh atasan, mampu
menyelesaikan masalah yang serupa.
5. Membantu karyawan memperbaiki perilaku-perilaku yang tidak
sesuai dengan jabatannya

2.1.3 Knowledge Sharing


Sanchez et al (2013) menyatakan bahwa knowledge sharing adalah
bagian utama dari knowledge management. Menurut DeLong dan Fahey
(2000; dalam Noe, 2017), knowledge management adalah proses
meningkatkan kinerja perusahaan dengan merancang dan
mengimplementasikan alat, proses, sistem, struktur, dan budaya untuk
meningkatkan penciptaan (creating), berbagi (sharing), dan penggunaan (use)
pengetahuan (knowledge). Sedangkan Girard & Girard (2015) mendefinisikan

11
knowledge management sebagai, “the process of creating, sharing, using and
managing the knowledge and information of an organization.”

Subagyo (2007) dalam Wahyuni dan Kistyanto (2013) mendefinisikan


knowledge sharing sebagai salah satu metode atau salah satu langkah dalam
knowledge management yang digunakan untuk memberikan kesempatan
kepada anggota suatu kelompok, organisasi, instansi atau perusahaan untuk
berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman dan ide yang mereka miliki
kepada anggota lainnya. Sedangkan menurut Hoof & Ridder (dalam Yesil,
2013), knowledge sharing adalah proses timbal-balik dimana individu saling
bertukar pengetahuan (tacit and explicit knowledge) dan secara bersama-sama
menciptakan pengetahuan baru (solusi). Proses dalam knowledge sharing ini
terdiri dari dua dimensi, antara lain:

1. Memberikan pengetahuan (knowledge donating), yaitu menyalurkan atau


menyebarkan pengetahuan atau modal intelektual kepada orang lain yang
melibatkan komunikasi antar individu.
2. Mengumpulkan pengetahuan (knowledge collecting), yaitu mencari atau
mengumpulkan pengetahuan atau modal intelektual dengan cara
berkonsultasi dengan individu lainnya.

Aktifitas knowledge donating dan knowledge collecting akan mempengaruhi


suatu organisasi dalam menerima dan memberikan ide-ide untuk membuat
suatu inovasi, baik secara eksplorasi maupun eksploitasi (Wahyuni &
Kristyanto, 2013).

2.2 Keterkaitan antar Variabel

Dalam mendukung proses regenerasi karyawan di PT. Armoxindo Farma,


penulis memberikan usulan mengenai penerapan knowledge sharing diantara
karyawan senior dengan karyawan junior. Sajeva (2014) mendefinisikan knowledge
sharing sebagai, “transfer, dissemination, and exchange of knowledge, experience,
skills, and valuable information from one individual to other members within an
organization.” Dengan kata lain, knowledge sharing adalah membagikan atau
mentransfer pengetahuan antara satu karyawan dengan karyawan yang lain, saling
bertukar informasi, pengalaman, dan pengetahuan diantara karyawan dapat
meningkatkan kinerja yang berdampak baik bagi perusahaan (Gunawan &

12
Wardana, 2018). Untuk mendukung penerapan knowledge sharing di PT.
Armoxindo Farma, penulis memberikan usulan mengenai salah satu metode yang
dapat digunakan untuk melakukan penerapan knowledge sharing tersebut. Salah
satunya adalah dengan pelatihan, khususnya metode on-the-job training.

On-the-job training (OJT) merupakan salah satu jenis pembelajaran atau


pelatihan informal tertua dan paling banyak digunakan (Noe, 2017). Pelatihan ini
dianggap informal karena tidak selalu sebagai bagian dari program pelatihan, dan
pelatihan ini berlaku secara langsung, serta menggunakan alat dan peralatan yang
sebenarnya. Manajer, rekan kerja, dan mentor berfungsi sebagai trainers atau coach
(pelatih) pada metode pelatihan ini. OJT berguna untuk melatih karyawan yang baru
direkrut, meningkatkan keterampilan dan pengalaman karyawan, melatih karyawan
dalam suatu departemen atau unit kerja, dan mengarahkan karyawan yang
dipindahkan atau dipromosikan ke pekerjaan baru mereka (Noe, 2017).

Metode OJT memiliki enam jenis pendekatan untuk metode pelatihannya


(Saks & Haccoun, 2016), salah satunya adalah coaching atau bimbingan, yaitu
pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah berpengalaman mengarahkan
karyawan lainnya untuk mengembangkan pemahaman, motivasi, keterampilan, dan
memberikan dukungan melalui umpan balik (feedback). Coaching kini telah
menjadi salah satu metode yang dipertimbangkan baik oleh individu maupun
organisasi, sebagai metodologi populer untuk pengembangan personal maupun dan
profesional (Grant, 2001; dalam Yuliawan, 2011). Coaching juga merupakan
intervensi jangka pendek yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan
kinerja dan mengembangkan suatu kompetensi tertentu (Mosca, Fazzari, & Burza,
2010).

Penulis memberikan kesimpulan bahwa dengan usulan perencanaan penerapan


knowledge sharing dengan metode pelatihan OJT dan pendekatan coaching,
perencanaan ini dapat mendukung jalannya proses regenerasi karyawan yang
dibutuhkan oleh PT. Armoxindo Farma. Alasan utamanya adalah karena metode ini
menggunakan manajer, supervisor, atau atasan lainnya sebagai trainers atau coach
yang memiliki peran untuk membimbing karyawan pengganti atau junior atau
second layer, dengan cara membagikan pengetahuan, pengalaman, dan cara bekerja
mereka.

13
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Asumsi Penelitian


Berdasarkan uraian-uraian pada bab dan sub-bab sebelumnya, maka asumsi
penelitian ini adalah rancangan on-the-job training dengan metode coaching pada
karyawan PT. Armoxindo merupakan langkah yang tepat untuk perencanaan
penerapan knowledge sharing guna proses regenerasi karyawan, khususnya untuk
posisi Pharma Sales and Marketing Director.

3.2 Design Penelitian


Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana rancangan On-The-
Job Training (OJT) dengan menggunakan metode coaching untuk penerapan
knowledge sharing pada karyawan PT. Armoxindo Farma. Tujuannya adalah untuk
regenerasi karyawan, dikarenakan karyawan PT. Armoxindo Farma didominasi oleh
karyawan dari generasi baby boomers yang sebagian sudah harus mengakhiri masa
jabatannya (pensiun). Regenerasi karyawan itu sendiri merupakan pergantian
karyawan, baik status staff atau leader (seperti supervisor, manager), akibat posisi
tersebut ditinggalkan personel sebelumnya, promosi jabatan, ataupun keluar
(resign) dari perusahaan (Kurniawan, 2016). Oleh karena itu, untuk dapat
mengungkapkan permasalahan secara lebih lanjut dengan mencari kebenaran secara
ilmiah dan memandang objek secara keseluruhan maka metode yang digunakan
adalah deskriptif kualitaitif.

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data dan Subjek Penelitian


Teknik pengambilan data pada penelitian ini, yaitu dengan teknik
wawancara (Interview) dan diskusi. Sehingga, jenis data dan sumber data
dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara
(interview) dan diskusi, serta data sekunder yang diperoleh dari perusahaan
dan studi kepustakaan. Sedangkan untuk subjek penelitian adalah karyawan
yang akan menggantikan posisi jabatan yang diduduki oleh karyawan dari
generasi baby boomers yang seharusnya sudah memasuki masa pensiun.

14
3.2.2 Prosedur Penelitian
Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk penerapan knowledge sharing
sebagai proses regenerasi pada karyawan di PT. Armoxindo Farma.
Knowledge sharing sendiri adalah salah satu metode atau salah satu langkah
dalam knowledge management yang digunakan untuk memberikan
kesempatan kepada anggota suatu kelompok, organisasi, instansi atau
perusahaan untuk berbagi ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman, dan ide
yang mereka miliki kepada anggota lainnya (Subagyo, 2007; dalam Wahyuni
dan Kistyanto, 2013). Menurut Hoof & Ridder (dalam Yesil, 2013), proses
knowledge sharing terdiri dari dua dimensi, yaitu:
1. Memberikan pengetahuan (knowledge donating), yaitu menyalurkan atau
menyebarkan oengetahuan atau modal intelektual kepada orang lain yang
melibatkan komunikasi antar individu.
2. Mengumpulkan pengetahuan (knowledge collecting), yaitu mencari atau
mengumpulkan pengetahuan atau modal intelektual dengan cara
berkonsultasi dengan individu lainnya.
Untuk menerapkan knowledge sharing sebagai proses regenerasi
karyawan di PT. Armoxindo Farma, penulis membutuhkan beberapa tahapan
sebelum menentukan teknik yang tepat sebelum perusahaan dapat
melakukannya. Tahapan-tahapan tersebut bertujuan untuk mengetahui
kebutuhan pelaksanaan training, serta menentukan bentuk dan metode
training yang tepat untuk menerapkan knowledge sharing tersebut.

3.2.2.1 Training Need Analysis (TNA)


Sebelum melakukan training atau pelatihan, perlu dilakukan
analisis kebutuhan pelaksanaan training untuk mengeksplor sesuatu
yang menjadi masalah. Training Need Analysis (TNA) merupakan suatu
studi sistematis mengenai suatu masalah dengan pengumpulan data dan
informasi dari berbagai sumber, untuk mendapatkan pemecahan masalah
(problem solved) atau saran untuk tindakan selanjutnya (Mangkunegara,
2003; dalam Kristina, 2013). Dengan kata lain, TNA mengacu pada
proses yang digunakan untuk menentukan apakah pelatihan diperlukan
(Noe, 2017).

15
Menurut Noe (2017), proses TNA melibatkan tiga elemen
penting yang harus dilakukan, yaitu:
1. Organizational Analysis
Organizational Analysis (analisis organisasi) melibatkan penentuan
kesesuaian pelatihan, mengingat strategi perusahaan, sumber daya
yang tersedia untuk pelatihan, dan dukungan yang diberikan oleh
manajer dan rekan kerja untuk kegiatan pelatihan. Analisis
organisasi juga melibatkan pengidentifikasian:
a. Apakah pelatihan mendukung arahan strategis perusahaan?
b. Apakah manajer, rekan kerja, dan karyawan lain mendukung
kegiatan pelatihan? Dikarenakan faktor kunci untuk sukses adalah
sikap positif diantara rekan kerja, manajer, dan karyawan tentang
partisipasi dalam kegiatan pelatihan. Jika sikap dan perilaku rekan
kerja dan manajer tidak mendukung, hal ini memungkinkan
karyawan tidak akan menerapkan konten pelatihan untuk pekerjaan
mereka.
c. Apa sumber daya pelatihan yang tersedia? (seperti budget, waktu,
dan ahli professional untuk pelatihan).

2. Person Analysis
Person analysis (analisis orang), mengidentifikasikan siapa yang
membutuhkan pelatihan. Analisis orang melibatkan
pengidentifikasian:
a. Apakah kinerja yang kurang dihasilkan dari kurangnya pengetahuan,
keterampilan, atau kemampuan?
b. Siapa yang membutuhkan pelatihan?
c. Apakah karyawan memiliki kesiapan untuk pelatihan?

3. Task Analysis
Task analysis (analisis tugas), mengidentifikasi tugas dan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang perlu ditekankan
dalam pelatihan bagi karyawan untuk menyelesaikan tugas atau
pekerjaan mereka.

16
3.2.2.2 On-The-Job Training
Setelah mengetahui kebutuhan training, langkah selanjutnya
adalah menentukan metode training yang akan digunakan. Menurut Noe
(2017), metode training tradisional memiliki tiga bentuk, yaitu metode
presentation, hands-on, dan group building. Metode training tradisional
itu sendiri merupakan metode pelatihan yang membutuhkan instruktur
atau fasilitator, dan melibatkan interaksi tatap muka (face-to-face)
dengan peserta pelatihan, serta melibatkan peserta pelatihan untuk aktif.
Seperti contoh, kelas di perkuliahan dapat dilakukan secara langsung
dengan mahasiswa, atau dapat disampaikan melalui virtual. Disini
penulis memilih metode on-the-job training (OJT), dengan alasan
metode ini berguna untuk melatih karyawan yang baru direkrut,
meningkatkan keterampilan dan pengalaman karyawan, melatih
karyawan dalam suatu departemen atau unit kerja, serta mengarahkan
karyawan yang dipindahkan atau dipromosikan ke pekerjaan baru
mereka (Noe, 2017).
Metode OJT harus terstruktur atau disusun dengan benar agar
dapat berjalan dengan efektif, karena OJT melibatkan proses
pembelajaran dengan mengamati orang lain (observing others). OJT
yang berhasil didasarkan pada prinsip-prinsip yang ditekankan oleh
social learning theory. Hal ini termasuk penggunaan pelatih yang
kredibel, manajer atau rekan kerja yang mencontohkan perilaku atau
keterampilan, komunikasi, praktik, feedback, dan reinforcement (Noe,
2017). OJT yang tidak terstruktur dapat mengakibatkan karyawan yang
kurang terlatih. Sehingga ada beberapa prinsip yang digunakan untuk
OJT terstruktur, yaitu (Buckley & Capley, 2010; Rothwell & Kazanas,
1990; Decker & Nathan, 1985; dalam Noe, 2017):
1. Mempersiapkan Instruksi:
a. Membagi pekerjaan menjadi langkah-langkah penting.
b. Persiapkan peralatan, bahan, dan persediaan yang diperlukan.
c. Tentukan berapa banyak waktu yang akan digunakan untuk OJT
dan kapan watu yang diharapkan agar karyawan kompeten di
bidang yang dibutuhkan.

17
2. Instruksi Aktual:
a. Beri tahu peserta pelatihan tujuan dari tugas tersebut, dan
meminta mereka untuk menyaksikan trainer atau coach ketika
memperagakannya.
b. Perlihatkan pada peserta pelatihan bagaimana melakukan tugas,
tanpa mengatakan suatu hal apapun.
c. Jelaskan poin atau perilaku utama.
d. Perlihatkan kembali kepada peserta pelatihan bagaimana
melakukannya.
e. Meminta peserta pelatihan untuk melakukan satu atau seluruh
tugas, dan pujilah mereka untuk produksi yang benar.
f. Jika terdapat kesalahan, peserta pelatihan diminta untuk berlatih
sampai produksi yang akurat tercapai.
g. Puji peserta pelatihan atas keberhasilan mereka dalam
mempelajari tugas.

3. Transfer Pelatihan:
Berikan bahan pendukung dan alat bantu kerja seperti bagan alur,
daftar periksa, prosedur, atau lainnya. Berikan dukungan kepada
peserta pelatihan, dan observasi pekerjaan mereka, terutama untuk
tugas yang sulit atau kompleks.

4. Evaluasi:
Mempersiapkan dan menyediakan waktu untuk tes akhir dan latihan,
serta survei mengenai peserta pelatihan setelah mengikuti training.

3.2.2.3 Coaching
Setelah merencakan bagaimana pelaksanaan training
berlangsung, selanjutnya adalah memilih jenis penyampaian training
yang digunakan untuk melaksanakan on-the-job training. Pada bagian
2.3.1.1, OJT memiliki enam jenis metode pelatihan, yaitu (Saks &
Haccoun, 2016):
1. Job instruction training.
2. Performance aids.
3. Job rotation.

18
4. Apprenticeship program.
5. Coaching.
6. Mentoring.

Disini penulis memilih coaching sebagai metode penyampaian


training yang akan dilakukan. Dengan alasan, coaching adalah salah
satu pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah berpengalaman
mengarahkan karyawan lainnya untuk mengembangkan pemahaman,
motivasi, keterampilan, dan memberikan dukungan melalui pemberian
feedback (Saks & Haccoun, 2016). Menurut Antonius (2017),
penerapan fungsi coaching sangat dibutuhkan salah satunya untuk
proses pendampingan atau orientasi kepada individu yang ada dalam
perusahaan, dan untuk mengasah skill yang dimiliki oleh individu yang
bersangkutan, serta untuk memastikan adanya kesesuaian kompetensi
dengan jabatan yang ditetapkan. Sehingga salah satu keunggulan dari
coaching yaitu tidak perlu mencari fasilator training dari luar,
dikarenakan yang berperan sebagai coach atau trainer (pelatih) adalah
manajer, supervisor, atau rekan kerja yang sudah berpengalaman.

Hawkins dalam Hawkins & Smith (2006; dalam Widiya, 2012)


mengajukan model bernama “CLEAR” yang menjelaskan lima fase
dalam pelaksanaan suatu coaching, yaitu:
1. Kontrak (Contract).
Suatu sesi coaching dimulai dengan membangun percakapan
mengenai hasil-hasil yang diinginkan oleh coach maupun coachee.
Dalam hal ini, coachee diminta untuk menentukan tujuan coaching
yang ingin dicapai.

2. Mendengarkan (Listen).
Dengan menggunakan kemampuan mendengar aktif, coach
membantu coachee untuk mengembangkan pemahaman mereka
terhadap situasi dimana coach menginginkan terjadinya perubahan.

3. Mengeksplor (Explore).
Menghargai perasaan coachee di situasi saat ini yang telah berusaha
untuk meninggalkan kondisinya di masa lalu. Dengan bertanya dan

19
refleksi serta menghasilkan pemahaman dan kesadaran baru, coach
bersama coachee membuat pilihan-pilihan berbeda untuk mengatasi
isu yang dibicarakan.

4. Bertindak (Action).
Setelah melakukan eksplorasi, coachee menentukan langkah untuk
maju dan menyetujui langkah pertama yang akan dilakukannya.
Pada poin ini penting untuk dilakukannya ‘latihan singkat’ guna
penetapan langkah pertama di dalam ruangan tersebut.

5. Meninjau Kembali (Review).


Meninjau kembali tindakan-tindakan yang telah disetujui. Coach
juga perlu meminta feedback dari coachee mengenai hal positif apa
yang membantunya selama proses coaching berlangsung, hal apa
yang dirasakan susah, dan apa yang mereka inginkan untuk
dilakukan pada sesi coaching yang lain. Dengan disetujuinya
tinjauan ulang atas hasil proses coaching dan rencana pelaksanaan
coaching di sesi yang lain, maka dengan ini sesi coaching pun telah
selesai dilaksanakan.

20
REFERENSI

Antonius, A. (May 30, 2017). Fungsi Coaching Dalam Perusahaan. [Web log post].
Retrieved February 3, 2019, from http://nlpleadershipindonesia.com/ fungsi-
coaching-dalam-perusahaan/

Badan POM RI. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik: Guidelines On
Good Manufacturing Practices. Retrieved December 23, 2018, from
https://www.pom.go.id/new/files/2018/pedoman/indonesia-gmp-guideline
.pdf

Badan POM RI. (2018). Data Industri Farmasi di Indonesia yang Memiliki
Sertifikat CPOB Terkini. Retrieved January 31, 2019, from
https://www.pom.go.id/new/files/2018/industri-farmasi/data-sertifikat-all-
tw2.pdf

Brcic, Z. J., & Mihelic, K. K. (2015). Knowledge Sharing Between Different


Generations of Employees: an Example from Slovenia. Economic Research-
Ekonomska Istraživanja, 28(1), 853-867.

Deloitte. (2015). Managing Talent in the New World of Work. Retrieved January 31,
2019, from www.global.corpgov.deloitte.com.

Girard J., & Girard J. (2015). Defining Knowledge Management: Toward An


Applied Compendium. Online Journal of Applied Knowledge Management,
3(1), 1-20.

Gunawan, H., & Wardana, A. W. (2018). Knowledge Sharing Sebagai Mediasi


Antara Employee Engagement Terhadap Kinerja Pengemudi Gojek di
Yogyakarta. Jurnal Riset dan Konseptual, 3(4),424-437.

Half, Robbin. (April 12, 2018). 4 On-The-Job Training Methods for Your Next
Recruit. [Web log post]. Retrieved February 3, 2019, from https://www.
roberthalf.com.au/blog/employers/4-job-training-methods-your-next-recruit.

Indonesia Pharmaceutical Manufactures Group (IMPG). Retrieved January 31,


2019, from http://www.ipmg-online.com/index.php?modul=profil&cat=
PWho.

21
Kristina, Anita. (2013). Model Training Needs Analysis Untuk Membentuk
Perilaku Inovatif SDM Industri Kecil Sepatu di Jawa Timur. Pamator, 6(1),
April 2013.

Kurniawan, Agung. (Januari 2016). Regenerasi Karyawan dalam Perusahaan. [Web


log post]. Retrieved January 31, 2019, from http://cakmotivator
indonesia.blogspot.com/2016/01/regenerasi-karyawan-dalam-perusahaan
.html

Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan, Cetakan Kesembilan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Memah, L., Pio, R. J., & Kaparang, S. G. (n.d.). Pengaruh Knowledge Sharing
Terhadap Kinerja Karyawan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal Administrasi dan Bisnis.

Mosca, J.B., Farrari, A., & Buzza, J. (2010). Coaching to win: A systemic approach
to achieving productivity through coaching. Journal of Business &
Economic Research, 8(5), 115-130.

Noe, Raymond A. (2017). Employee Training and Development (7th ed.). NY:
McGraw-Hill Education.

PT. Armoxindo Farma. Data Sekunder: Company Profile. Jakarta: PT. Armoxindo
Farma.

Rahmi, H., & Suryalena. (2017). Pengaruh On-The-Job Training dan Off-The-Job
Training Terhadap Kinerja Karyawan. JOM FISIP, 4(2).

Sajeva, S. (2014). Encouraging Knowledge Sharing Among Employees: How


Reward Matters. Procedia–Social and Behavioral Sciences. Vol. 156, 130-
134.

Saks, A. M., & Haccoun, R.R. (2016). Managing Performance through Training &
Development (7th Edition). Toronto: Nelson Series in Human Resources
Management.

22
Sanchez, J.H., Sanchez Y.H., Collado-Ruiz D., & Cebrian-Tarrason D. (2013).
Knowledge Creating and Sharing Corporate Culture Framework. Procedia–
Social and Behavioral Sciences. Vol. 74, 388-397.

Sharabati, A., Jawad, S.N, & Bontis, N. (2010). Intellectual Capital and Business
Performance in the Pharmaceutical Sector of Jordan. Management Decision,
48(1), 105-301.

Wahyuni, R. R., & Krityanto, A. (2013). Pengaruh Berbagi Pengetahuan Terhadap


Kinerja Departemen Melalui Inovasi Jasa/Pelayanan. Jurnal Ilmu
Management, 1(4), 1076-1088.

What is Human Resource. On-the-job training methods (Workplace training) - How


it give companies a competitive edge?. Retrieved February 2, 2019 from
http://www.whatis humanresource.com/on-the-job-methods

Widiya, Yusna A. (2012). Pemberian Pelatihan Coaching Pada Supervisor Untuk


Meningkatkan Perceived Organizational Support dan Menurunkan Intensi
Turnover Pada Karyawan PT. AI. Thesis, Universitas Indonesia.

Yesil, S., & Dereli, S.F. (2013). An empirical investigation of the organizational
justice, knowledge sharing and innovation capability. Social and
Behavioural Sciences, 75, 199–208.

Yuliawan, Teddi P. (2011). Coaching Psychology: Sebuah Pengantar. Buletin


Psikologi, 19(2), 45-54.

23
Lampiran 2. Log Book

(Scan logbook bulan 1 hingga bulan 4 telah di upload di assignment Binusmaya


pada mata kuliah Internship in Industrial and Organizational Psychology, sesuai
dengan deadline masing-masing).

x
Lampiran 3. Learning Plan

(Learning plan dalam bentuk PDF)

xi
Lampiran 4. Alamat Seluruh Kantor PT. Armoxindo Farma

JAWA
1 JAKARTA Jl. Arjuna No. 48, Jakarta Barat, 11470
2 BANTEN Jl. Palem Merah IX No. 12, Karawaci, Tangerang, 15810
3 BEKASI Perum. Taman Rafflesia Blok A 27, Jatimulya, Bekasi Timur, 17510
4 BOGOR Jl. Pandu Raya No. 172 (Perum. Indra Prasta II), Bogor, 16152
5 BANDUNG Jl. Kasuari No. 9 (Komplek Dadali Indah), Bandung, 40184
6 CIREBON Komplek Karang Jalak Indah No. 1, Sunyaragi, Cirebon, 45132
7 YOGYAKARTA Jl. Ki Gito Ganti Penen No. 52, Sleman, Yogyakarta
8 SEMARANG Jl. Abdulrahman Saleh 43, Semarang, 50145
9 SOLO Jl. Adisumarmo No. 206, Desa Banyuanyar, Solo, 57137
10 PURWOKERTO Jl. Ringin Tirto No. 59, Bancarkembar, Purwokerto, 53121
11 SURABAYA Jl. Kertajaya Indah Timur I/14, Surabaya, 60116
12 MALANG Jl. Bantaran Barat II No. 37, Malang, 65141
13 KEDIRI Jl. Raya Persada Sayang No. 2, Kediri, 64114
SUMATERA
14 LAMPUNG Jl. Hayam Wuruk Blok CC No. 3, Kedamaian, Bandar Lampung
15 PALEMBANG Jl. Kol. H. Burlian (Ruko Pilar Mas No. 3 G-H), Palembang
16 JAMBI Jl. HOS Cokroaminoto No. 43B, Kel. Selamat, Jambi
17 PADANG Jl. KIS Mangunsarkoro No. 32A, Padang
18 PEKANBARU Jl. Gatot Subroto No. 18-20, Pekanbaru, 28112
19 MEDAN Jl. Murai I Blok H No. 61,63,65 (Perum, Tomang Elok), Medan
20 BATAM Jl. Semangka No. 1A Blok V, Batam, 29441
KALIMANTAN
21 BANJARMASIN Jl. Brigjen Hasan Basri (Ruko 20 Pintu Blok A No. 6), Kayu Tangi,
Banjarmasin, 70124
22 PONTIANAK Jl. Veteran Gg. Berkah No. 2, Pontianak
23 SAMARINDA Jl. A.M.Sangaji No. 38 C-D, Samarinda
SULAWESI
24 MAKASSAR Jl. Jambu No. 1, Makassar
25 PALU Jl. KOL. Soegiono No. 3, Palu
26 BENGKULU Jl. Kenanga No. 35, Ratu Agung, Kota Bengkuli, 38222
IRIAN JAYA
27 JAYAPURA Jl. Argapura No. 4, Jayapura, 99222
BALI
28 DENPASAR Jl. Diponegoro (Komplek Diponegoro Megah Blok A-23), Desnpasar

xii
Lampiran 5. Logo Perusahaan & Dokumentasi

 Logo PT. Armoxindo Farma

 Dokumentasi

Foto bersama dengan Pak Ari, selaku HR Manager, dan


Ibu Nina, selaku Site Supervisor penulis.

xiii
Foto bersama dengan Ibu Maryati, selaku
HR Administration.

Lantai 2. Menuju lantai 3.

xiv
xv

Anda mungkin juga menyukai