Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOLOGI KLINIK
MODUL RESPIRASI

Disusun oleh :

Nabila Firyal Ananda I1011151052


Utin Isnanda Besari I1011171003
Shafira Rahmani I1011171014
Adlin Nadila Fitaloka I1011171017
Edsel Eugenius M Hasibuan I1011171024
Mikhael Zein Fitto I1011171028
M. Rizky Rivaldo I1011171049
Gusti Muhammad Dwi Andrean I1011171059
Anisa Faradiba Ratrin I1011171075

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga rongga serosa dalam tubuh normal mengandung sejumlah kecil cairan.
Cairan itu terdapat dalam dalam rongga perikardium,rongga pleura, rongga perut dan
berfungsi sebagai pelumas agar membran membran yang dilapisi mantel dapat
bergerak tanpa geseran. Jumlah cairan itu dalam keadaan normal hampir tidak dapat
diukur karena sedikit. Jumlah itu mungkin bertambah pada beberapa keadaan dan akan
berupa transudat atau eksudat.1
Transudat adalah akibat dari proses bukan radang oleh gangguan keseimbangan
cairan badan, sedangkan eksudat berhubungan dengan suatu proses peradangan. Ciri
transudat secara spesifik diantaranya yaitu : cairan jernih, encer, kuning muda, berat
jenis mendekati 1010 atau setidaknya kurang dari 1018, tidak membentuk bekuan,
kadar protein kurang dari 2,5 g/dL, kadar glukosa kira-kira sama seperti dalam plasma
darah, jumlah sel kecil dan bersifat steril.2
Ciri-ciri eksudat spesifik yaitu keruh, lebih kental, warna bermacam-macam, berat
jenis lebih dari 1018, sering ada bekuan, kadar protein lebih dari 4,0 g/dL, kadar
glukosa jauh kurang dari kadar dalam plasma darah, mengandung banyak sel dan sering
ada bakteri. Dalam praktek sering dijumpai cairan yang sifat sifatnya transudat dan
eksudat, sehingga usaha yang digunakan untuk membedakan keduanya menjadi sukar.2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Pemeriksaan Makroskopi
Untuk mengetahui cairan transudate dan eksudat secara makroskopik
meliputi jumlah, warna, kejernihan, bau, berat jenis, dan bekuan.
1.2.2 Tujuan Pemeriksaan Kimia
Untuk mengetahui adanya protein dalam cairan untuk membedakan antara
transudate dan eksudat.
1.2.3 Tujuan Pemeriksaan Mikroskopi

Untuk mengetahui jumlah sel darah putih dalam cairan asites.

1.2.4 Tujuan Pemeriksaan Glukosa


Untuk mengetahui kadar glukosa pada sampel.
BAB II
METODELOGI

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Pemeriksaan Makroskopis

1. Tabung reaksi

2. Rak tabung reaksi

2.1.2 Pemeriksaan Kimia

1. Beaker glass
2. Pipet tetes
3. Asam asetat glacial
4. Air
5. Etil alkohol 95%
6. NaOH 0,1 n

2.1.3 Pemeriksaan Mikroskopi

1. Tabung reaksi

2. Rak tabung reaksi

3. Pipet tetes

4. Pipet thoma

5. Kamar hitung

6. Mikroskop

7. Kuvet

8. Spektofotometer

2.1.4 Pemeriksaan Glukosa

1. Tabung reaksi
2. Spektrofotometri
3. Reagen glukosa
4. Larutan standar glukosa

2.2 Cara Kerja

2.2.1. Pemeriksaan Makros


1. Cairan acites dimasukkan ke dalam tabung bersih dan kering
2. Diamati warna, kejernihan, bau, berat jenis, dan bekuan. Pada cahaya terang

3. Dicelupkan pH indikator universal pada transudat dan eksudat, kemudian


diukur pH dengan membandingkan deret standar pH

4. Cairan transudat dan eksudat diteteskan 1-2 tetes pada refraktometer dan
diperiksa pada eye piece berat jenis.

2.2.2. Pemeriksaan Kimia (Percobaan Rivalta)

1. Masukkan 50 mL aquades ke dalam tabung ukur


2. Tambahkan 1 tetes asam asetat glacial lalu diaduk
3. Tambahkan 50mL aquades dan diaduk rata
4. Teteskan 1 tetes sampel
5. Perhatikan apabila terjadi kabut dengan presipitat → positif
Kabut halus → positif lemah

1. Kadar protein
1. Tetapkan terlebih dahulu berat jenis cairan tersebut
2. Kalau berat jenis 1010 atau kurang, adakanlah pengenceran 10-
15 kali ; kalau berat jenis > 1010 buatlah pengenceran 20 kali.
3. Lakukanlah penetapan menurut Esbach dengan cairan yang
telah diencerkan itu dalam memperhitungkan hasil terakhir.
Ingatlah pengenceran yang dibuat
2. Kadar lemak
1. Berilah larutan NaOH 0,1 n kepada cairan sehingga menjadi
putih
2. Lakukan ekstraksi dengan ether. Jika cairan itu menjadi jernih,
putihnya disebabkam oleh chylus
3. Jika tidak menjadi jernih, putihnya mungkin disebabkan oleh
lecithin dalam keadaan emulsi. Untuk menyatakan lecithin
dilakukan tes berikut :
a. Encerkanlah cairan itu 5 kali dengan etil alkohol 95%
b. Panasilah dengan hati-hati dalam bejana air, kalau cairan
menjadi jernih, putihnya disebabkan lecithin. Untuk
lebih lanjut membuktikannya teruskanlah dengan
percobaan :
c. Saringlah cairan yang telah menjadi jernih itu dalam
keadaan masih panas
d. Filtratnya ditampung dan diuapkan di atas air panas
sampai volume mnejadi sebesar semula (sebelum diberi
etil alkohol) dan biarkan menjadi dingin lagi.
e. Kalau menjadi keruh lagi, adanya lecithin terbukti,
kekeruhan itu ditambah kalau diberi sedikit air.

2.2.3. Pemeriksaan Mikros

1. Diambil NaCl sampai angka 1 menggunakan pipet thoma

2. Diambil sampel sampai tanda 11 menggunakan pipet thoma

3. Dicampurkan dengan cara bolak-balik sebanyak 12 kali

4. Dibuang 1 tetes

5. Diteteskan di kamar hitung, apakah terlihat jelas di bawah mikroskop

6. Dimasukkan cairan dengan pipet thoma sehingga memenuhi kamar


hitung

7. Dihitung leukosit dari kamar hitung 1-9 dengan perbesaran 10x.

2.2.4. Pemeriksaan Glukosa

1. Siapkan 3 tabung reaksi dan beri label


 Tabung 1 → blanko
 Tabung 2 → standar
 Tabung 3 → sampel
2. Masukkan reagen glukosa 1mL ke dalam masing-masing tabung
3. Masukkan larutan standar glukosa ke dalam tabung 2 sebanyak 10 µL
4. Masukkan sampel ke dalam tabung 3 sebanyak 10 µL
5. Kocok masing-masing tabung dan diamkan selama 20 menit pada suhu
ruangan
6. Baca pada spektrofotometer dengna panjang gelombang 546 nm untuk
menentukan absorbansi standar dan sampel
7. Catat dan tentukan total glukosa dengan rumus :
Absorbansi sampel x 100 absorbansi standar
8. Catat hasil dan laporkan dalam mg/dL
BAB III

HASIL

3.1 Pemeriksaan Makroskopis

- Warna : Kuning keruh


- Kejernihan : Keruh
- Bau : Tidak ada
- Bekuan : Tidak ada
Interpretasi : cairan eksudat.

3.2 Pemeriksaan Kimia

a. Percobaan Rivalta

Hasil Interpretasi Rivalta

Terbetuk kabut +

b. Percobaan Protein

Hitung Absorbansi Hasil

Absorbansi Sampel 1,206

Absorbansi Standar 0,783

Total Protein 12,32 g/dl

Interpretasi Eksudat

Rumus Total Protein:

∆𝐴𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Total Protein= ∆𝐴𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 x 8

1,206
=0,783 x 8

3.3 Pemeriksaan Mikroskopis

Jumlah sel darah putih : 144

Total leukosit : Jumlah sel x 50

= 144 X 50
=7200 sel/µl darah.

3.4 Pemeriksaan Glukosa

Hitung Absorbansi Hasil

Absorbansi Sampel 0,098

Absorbansi Standar 0,956

Total Protein 10,251 mg/dl

Interpretasi Eksudat

Rumus Total Protein:

∆𝐴𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Total Protein= ∆𝐴𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 x 100

0,098
=0,956 x 100
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Makroskopis

Secara umum cairan selaput paru digolongkan dalam cairan darah


(transudat) dan serum campuran (eksudat). Terbentuknya cairan darah dan serum
campuran bergantung dari penyebab terjadinya efusi pleura.3 Pemeriksaan
konvensional atau rutin yang biasa dilakukan membedakan transudat dan eksudat
adalah secara makroskopis yaitu dengan melihat warna, kejernihan, bau, dan berat
jenis.4

Adapun ciri ciri cairan transudat adalah cairan jernih, wana kuning muda,
berat jenis <1015, tidak berbau, bekuan (-), ph > 7,31. Sedangkan ciri-ciri cairan
eksudat meliputi cairan keruh berwarna kuning kehijauan atau merah coklat atau
putih susu, berat jenis > 1015, berbau, bekuan (+), dan pH <7,31.5

Pada pengamatan didapatkan bahwa cairan pleura berwarna kuning keruh,


terdapat keruhan, tidak terdapat bau, dan bekuan tidak ada. Sehingga dapat
diinterpretasikan cairan merupakan cairan eksudat. Adanya perbedaan pada bau
yang negatif dan bekuan negatif dapat disebabkan oleh pengamatan yang kurang
akurat dalam menginterpretasikan bau dan bekuan dalam cairan.

4.2 Pemeriksaan Kimia

4.2.1 Uji Rivalta

Transudat murni kelihatan jernih, sedangkan eksudat biasanya


ada kekeruhan. Jika mungkin, kekeruhan yang menunjuk kepada sifat
eksudat itu dijelaskan lebih lanjut sebagai umpamanya serofibrineus,
6
seropurulent, serosanguineus, hemoragik, fibrineus, dll.
Kekeruhan pada transudat eksudat terutama disebabkan oleh:

1. Leukosit : Kekeruhan yang sangat ringan sampai dengan seperti


bubur.
2. Eritrosit : Kekeruhan berwarna kemerah-merahan Adanya
kekeruhan pada transudat eksudat dinyatakan dengan:
a. Serous

b. Seropurulen
c. Serosanguinis
d. Putrid

e. Purulent

f. Serofibrinous

Hasil positif didapatkan pada cairan yang bersifat eksudat, dan


transudat biasanya menjadikan test ini memberikan hasil positif lemah.
Hasil positif palsu (false positif) dapat terjadi bila sampel sifatnya
terlalu basa atau encer. Hasil test negative diperoleh jika pemeriksaan
yang dilakukan menggunakan cairan rongga badan yang normal, yaitu
bukan transudat dan eksudat.
Pada praktikum kali ini didapatkan bahwa cairan menjadi keruh ketika
di teteskan ke larutan, hal ini menandakan terdapat protein yang terkandung
dalam cairan pleura, prinsipnya adalah dalam suasana asam protein akan
mengalami denaturasi hingga terjadi kekeruhan. Jadi didapatkan pada
praktikum ini adalah cairan eksudat
4.2.2 Uji protein

Salah satu keadaan dimana terjadi peningkatan cairan pada rongga pleura
adalah efusi pleura. Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang bertambah
pada ruang pleura antara lapisan pleura parietal dan pleura viseral paru. Pada
orang sehat hanya terdapat 5-10 ml cairan serous di ruang pleura yang
disekresikan sekitar 0,01 mL/kg/jam oleh lapisan pleura parietal dan diabsorpsi
kembali oleh aliran limfatik lapisan pleura parietal. Efusi pleura dapat terjadi
oleh beberapa mekanisme seperti peningkatan produksi cairan pleura,
penurunan absorpsi cairan akibat perubahan tekanan hidrostatik kapiler,
perubahan tekanan osmotik koloid dan adanya tekanan negatif intratorak.
Mekanisme timbulnya efusi pleura tersebut disebabkan oleh beberapa penyakit
yang mendasarinya seperti penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit hati,
infeksi paru, trauma torak dan lain-lain. Infeksi paru dapat disebabkan oleh
penyakit tuberkulosis, pneumonia, parasit dan virus. Efusi pleura dibedakan
menjadi eksudat dan transudat berdasarkan penyebabnya.
Transudat terjadi sebagai akibat proses bukan radang oleh gangguan
kesetimbangan cairan badan sedangkan eksudat memiliki hubungan dengan
salah satu proses peradangan. Gangguan jantung dan hepar merupakan
penyebab tersering timbulnya cairan transudat, sedangkan cairan eksudat
tersering disebabkan karena pneumonia, emboli pulmonal, penyakit
gastrointestinal dan keganasan paru. Ciri-ciri transudat salah satunya adalah
kadar proteinnya kurang dari 2,5 g/dL sedangkan eksudat lebih dari 4,0 g/dL.
Karena memiliki perbedaan pada kadar proteinnya maka transudat dan eksudat
dapat dibedakan dengan menggunakan uji kimia yaitu uji penentuan kadar
protein.
Pada uji penentuan kadar protein hal pertama yang dilakukan adalah
sediakan tiga buah tabung reaksi. Tabung 1 untuk blanko, Tabung 2 untuk
standar dan tabung 3 untuk sampel. Masukkan masing-masing reagen ke
masing-masing tabung sebanyak 1 mL. Masukkan standar protein ke dalam
tabung 2 sebanyak 20 μL. Kemudian masukkan sampel ke dalam tabung 3
sebanyak 20 μL. Kocok masing-masing tabung dan diamkan selama 10 menit
pada suhu ruangan. Baca dengan spektofotometer dengan panjang gelombang
546 nm untuk menentukan absorbansi standar dan sampel. Kemudian hitung
total protein dengan menggunakan rumus.
Pada praktikum kali ini didapatkan total protein sebesar 12,32 g/dL.
Angka tersebut memberikan arti bahwa sampel yang diuji merupakan eksudat.
Dimana eksudat memiliki kadar protein lebih dari 4,0 g/dL. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pemilik cairan sampel ini mengalami salah satu jenis
peradangan yang dampaknya meningkatkan akumulasi cairan pada rongga
pleuranya. Penyebab tersering timbulnya cairan eksudat adalah karena
pneumonia dan emboli pulmonal. Jadi dapat ditarik pernyataan bahwa pemilik
sampel mengalami efusi pleura eksudat. Dimana Efusi pleura merupakan
akumulasi cairan yang bertambah pada ruang pleura antara lapisan pleura
parietal dan pleura viseral paru. Untuk penatalaksanaannya adalah dengan
mengeluarkan cairan dari ruang pleura, kemudian tatalaksana penyakit yang
mendasarinya.7
4.3 Pemeriksaan Mikroskopis

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah
putih. Didalam darah manusia, darah normal didapat jumlah leukosit dengan rata-
rata 4000-10000 sel/mm. Dilihat dengan mikroskop, maka sel darah putih
mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa
tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang
bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti
bentuk bulat.8

Terdapat dua jenis leukosit agranuler, yaitu : limfosit sel kecil, sitoplasma
sedikit, monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat
tiga jenis leukosit granuler, yaitu : netrofil, basofil dan asidofil (eosinofil) yang
9
dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam.

Leukosit tidak memiliki hemoglobin sehingga tidak berwarna (putih),


kecuali jika diwarnai secara khusus agar dapat terlihat dibawah mikroskop. Tidak
seperti eritrosit, yang strukturnya uniform, berfungsi identik dan jumlahnya
konstan.tetapi leukosit bervariasi dalam struktur, fungsi dan jumlah. Terdapat lima
jenis leukosit , yaitu: neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit, dan
masing-masing dengan struktur serta fungsi yang khas. Mereka semua berukuran
10
lebih besar dari pada eritrosit.

Jumlah leukosit dapat dihitung pada cairan pleura. Jumlah leukosit pada
cairan pleura hampir sama jumlahnya dengan jumlah leukosit yang ada pada
darah. Untuk cairan pleura yang bersifat agak keruh, pilih pengenceran yang
sesuai, salah satunya ialah NaCl 0,9 %. Cairan yang berupa transudate
mengandung jumlah sel sebanyak kurang dari 500 sedangkan cairan yang berupa
eksudat mengandung jumlah leukosit lebih dari 500.10
Pada praktikum didapatkan jumlah leukosit yaitu 7200. Hal ini menunjukkan
bahwa cairan tersebut adalah eksudat.
4.4 Pemeriksaan glukosa.

Gula darah adala istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah.
Konsentrasi gula darah atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh.
Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber energi untuk sel-sel tubuh.
Meskipun disebut sebagi gula darah, selain glukosa, ditemukan juga jenis-jenis gula
lainnya, seperti glukosa dan galaktosa. Namun demikian, hanya tingkatan glukosa yang
diatur insulin.11

Pada praktikum yang telah di lakukan di dapatkan nilai absorbansi pada standar
glukosa sebesar 0,956 dan nilai absorbansi pada sampel glukosa sebesar 0,098.
Kemudian total glukosa yang di dapat ialah 10.251 mg/dl. Perlu di ketahui, darah yang
kami pakai selama praktikum adalah darah kambing. Kadar glukosa darah pada pada
kambing normalnya yaitu 50-80 mg/dl.. Ini menunjukkan hasil tersebut sangat jauh dari
rentang normal glukosa kambing. Perbedaan ini mungkin bisa terjadi karena adanya
kesalahan saat praktikum di lakukan.
BAB V

KESIMPULAN

5.1.Pemeriksaan Makroskopis

Dari hasil pemeriksaan makroskopis, sampel cairan pleura merupakan cairan eksudat
karena memenuhi kriteria yaitu keruh dan berwarna kuning

5.2.Pemeriksaan Kimia
5.2.1. Uji Rivalta

Hasil uji rivalta terbentuk kabut keruh saat sampel ditetes. Ddapat disimpulkan sampel
merupakan cairan eksudat.

5.2.2. Uji Protein

Uji protein memberikan hasil 12,32 g/dl dan dapat disimpulkan bahwa sampel
merupakan ciaran eksudat. Kriteria kadar protein cairan eksudat yaitu melebihi 4,0 g/dL.

5.3.Pemeriksaan Mikroskopis

Dari pemeriksaan mikroskopis cairan pleura, didapat total leukosit adalah 7200. Dapat
disimpulkan bahwa sampel merupakan cairan eksudat karena memenuhi kriteria yaitu
terdapat lebih dari 500 sel pada cairan eksudat.

5.4. Pemeriksaan Glukosa

Dari pemeriksaan glukosa sampel darah kambing didapatkan hasil 10.251 mg/dl. Nilai
normal glukosa darah kambing adalah 50-80 mg/dl. Nilai yang didapat diduga terdapat
kesalahan selama melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anggraeni, D.S. Stop Tuberkulosis. Jakarta: Bee Media Indonesia. 2011.


2. Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinis. Jakarta: Dian Rakyat. 2013.
3. Meman SA, Shaikh SJ. The etiology of pleural effusion in children: Hyderabad
experience. Pak Journal Medical Science 2007; 23(1): 86–7
4. Glasser L. Extravascular biological fluids. In: Kaplan L.A., Pesce A.J. 2010.
5. Clinical Chemistry. Theory, Analysis, Correlation. The CV Mosby CoMpany. St Louis.
1989:587-91.
6. Hardjoeno, Fitriani. Substansi dan Cairan Tubuh. Makasar: Penerbit Lembaga
Penerbitan Universitas Hasanudin ; 69-73. 2007.
7. Regina.2011.Pemeriksaan Klinis Sistem Pernapasan.Erlangga:Jakarta

8. Tortora G, Derrikson B. Principles of Anatomy & Physiology Tortora. 14th ed. USA:
WILEY; 2014.
9. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadhelphia:
Elsevier; 2016.
10. Sherwod L. Human Physiology from Cell to Systems. 8th ed. Belmont: Cencage
Learning; 2013.
11. Girindra A. Biokimia 1. Jakarta : Gramedia. 2001
Pemeriksaan Glukosa
Pemeriksaan Mikroskopi

Bakterioskopi
Pemeriksaan Rivalta

Pemeriksaan protein

Anda mungkin juga menyukai