Anda di halaman 1dari 39

PEMICU 4 MODUL

GASTROINTESTINAL 2019
NAMA KELOMPOK :

1. Margareta Silvia (I1011151076)


2. Chika Amalia (I1011171010)
3. Restu Saputra (I1011171011)
4. Shafira Rahmani (I1011171014)
5. Chally Liadylova Putri (I1011171018)
6. Muhammad Alif Irsyam (I1011171021)
7. Kardo Binter Wisda Lumban Gaol (I1011171025)
8. Ainun Mardiyah Boru Harahap (I1011171040)
9. Tupa Julita Tampubolon (I1011171041)
10. Aldi Aufar Augusta (I1011171048)
11. Dayang Indah Millenia Komalasari (I1011171076)
12. Monica Lim (I1011171079)
PEMICU
Seorang laki-laki berusia 64 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan
adanya darah pada tinja. Hal ini dirasakan sudah sejak 2 minggu yang lalu.
Pasien mengaku keluar darah pada tinjanya, berwarna merah segar. Saat
buang air besar kadang sakit, kadang tidak sakit. Pasien mengatakan bahwa
tidak ada luka di sekitar lubang anus. Tinja kadang-kadang dirasa keras
sehingga sulit dikeluarkan. Pasien buang air besar setiap 1-3 hari sekali. Pasien
juga mengeluhkan sakit perut, kurang nafsu makan dan lemas.
Pasien mengatakan bahwa sudah sejak 1-2 tahun yang lalu pernah sakit
seperti ini, datang, hilang, dan baru kali ini selama 2 minggu sakit terus
menerus seperti ini. Pasien makan seadsnya, dengan lauk telur, tahu, dan
terkadang daging, konsumsi sayur dan buah-buahan jarang. Pasien
merupakan perokok aktif dan juga minum minuman beralkohol sejak muda.
Pasien sudah tidak pernah berolahraga lagi.
PEMICU

Pasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk keluhan tinja berdarah ini.
Pasien meminum obat sakit perut yang dijual di toko obat dan vitamin untuk
badannya supaya tidak terlalu lemas. Pasien memiliki riwayat darah tinggi
dan penyakit gula. Pasien mengatakan bahwa ada keluarganya yang sakit
seperti pasien, tetapi belum pernah diperiksakan dan sakitnya hilang timbul
seperti yang pasien ini rasakan.
Pemeriksaan fisik didapatkan: BB 55 kg, TB 165 cm, TD 160/100 mmHg, Nadi 82
x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 37,4 derajat celcius, keadaan compos
mentis, keadaan umum tampak lemas dan sakit sedang, konjunctiva tidak
anemis, thorax dalam batas normal, terdapat nyeri tekan di region abdomen
inferior dextra et sinistra, peristaltic menurun =, tidak ada benjolan atau luka di
daearah anus
KATA KUNCI

 Darah pada tinja


 Tinja keras
 Sakit perut
 Napsu makan berkurang
 Lemas
 Rokok dan alkohol
 Jarang konsumsi sayur dan buah
 Riwayat darah tinggi
 Riwayat penyakit gula
RUMUSAN MASALAH

Seorang laki-laki berusia 64 tahun datang dengan keluhan


adanya darah pada tinja, sakit perut, kurang napsu
makan dan lemas.
RUMUSAN MASALAH
Laki- laki 64 tahun

ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK

a. Tinja berdarah a. BB 55 kg
b. Sakit saat BAB b. TB 165 cm
c. Tinja dirasa keras sehingga c. TD 160/100 mmHg
sulit dikeluarkan d. Nadi 82x/menit
d. Lemas e. Kesadaran kompos mentis
e. Kurang napsu makan f. Konjungtiva non anemis
f. Keluarga mengalami juga g. Thorax dalam batas normal
g. Makan seadanya h. Nyeri tekan abdomen regio
h. Minum alkohol inferior destra et sinistra
i. Tidak berolahraga
j. Belum mengonsumsi obat

DK : Kanker Kolorektal

DD :
a. Hemoroid
b. Konstipasi
c. Angio Displasia

Tatalaksana
HIPOTESIS

Laki-laki 64 tahun tersebut mengalami kanker kolorektal.


PERTANYAAN DISKUSI
1. Kolon dan Rektum
a. Anatomi
b. Fisiologi
c. Histologi

2. Kanker Kolorektal
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Patogenesis
e. Manifestasi klinis
f. Faktor resiko
g. Diagnosis
h. Tatalaksana
i. Prognosis
PERTANYAAN DISKUSI
3. Hemoroid
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Manifestasi klinis
e. Patogenesis
f. Diagnosis

4. Konstipasi
a. DefinisiEtiologi
b. Manifestasi klinis
c. Patogenesis
d. Diagnosis
PERTANYAAN DISKUSI

5. Studi Kasus
a. Bagaimana hubungan merokok dan alkohol terhadap penyakit
pasien ?
b. Bagaimana hubungan diet kurang serat dan kurang olahraga
terhadap konsistensi tinja ?
c. Bagaimana hubungan usia dan faktor genetik terhadap sistem
pencernaan ?

6. Jelaskan mengenai hematokezia !


Anatomi Kolon dan Rectum
Fisiologi Kolon dan Rectum

Kolon adalah organ pengering dan penyimpan. Fungsi utama usus besar
adalah untuk menyimpan tinja sebelum defekasi. Selulosa dan bahan lain
yang tak tercerna di dalam diet membentuk sebagian massa dan karenanya
membantu mempertahankan keteraturan buang air.

Umumnya gerakan usus besar berlangsung lambat dan tidak mendorong


sesuai fungsinya sebagai tempat penyerapan dan penyimpanan. Motilitas
utama kolon adalah kontraksi haustra yang dipicu oleh ritmisitas otonom sel-
sel otot polos kolon. Kontraksi ini, menyebabkan kolon membentuk haustra,
serupa dengan segmentasi usus halus tetapi terjadi jauh lebih panjang
Histologi
Definisi Kanker Kolorectal

Kanker kolorektal adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan
epitel dari kolon atau rectum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas
yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari
usus besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal.
Etiologi

Karsinoma kolorektal merupakan suatu kasus kelainan genetik, didapatkan


perubahan genetik dan laju pertumbuhan sel yang progresif. Secara garis
besar, gen yang berperan untuk terjadinya karsinoma kolorektal
dikelompokkan menjadi tiga antara lain onkogen (K-ras), tumor supressor gen
(APC, -p53, DCC) dan mismatch repair gen (hmsh2, hmlh1, hpms1, hpms2).
Adanya mutasi gen-gen tersebut dapat mengakibatkan keganasan
kolorektal.
Epidemiologi

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 menyebutkan bahwa kanker kolorektal


menempati urutan ke 9 dari 10 peringkat utama penyakit kanker yang diderita
pasien rawat inap di seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia dengan
jumlah 1.810 kasus dan CFR 4,70%.
Patogenesis

Terdapat 2 model utama perjalanan perkembangan kanker kolon dan rektum


(karsinogenesis) yaitu LOH (Loss of Heterozygocity) dan RER (Replication Error).
Model LOH mencakup mutasi tumor gen supressor, meliputi gen APC, DCC,
dan p 53 serta aktifasi onkogen yaitu K-ras. Contoh dari model ini adalah
perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma (Adenoma – Carcinoma
Sequence). Sementara model RER karena adanya mutasi gen h MSH2 , h
MLH2, h PMS1, h PMS2. Model terakhir ini seperti pada HNPCC. Pada bentuk
sporadik, 80 % b erkembang leawat model RER.
Manifestasi Klinis

Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun


dan umumnya telah memasuki stadium lanjut sehingga prognosisnya juga
buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien kanker kolorektal
diantaranya perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus
(hematokezia), dan konstipasi. Kanker kolorektal umumnya berkembang
lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi
seperti obstruksi, serta perdarahan akibat invasi local, dan kakeksia.obstruksi
kolon biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon descenden dan kolon
sigmoid karena ukuran lumennya lebih kecil daripada bagian kolon yang
lebih proksimal. Obstruksi parsial biasanya ditandai dengan nyeri abdomen.
Namun bila obstruksi total terjadi akan menyebabkan nausea, muntah,
distensi, dan obstipasi.
Faktor Risiko

Data dari American Cancer Society pada tahun 2006, menyebutkan bahwa
ada dua golongan besar faktor risiko terjadinya kanker kolorektal, yaitu faktor
yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang
tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, ras dan riwayat keluarga. Sedangkan
faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi penggunaan rokok, diet yang
buruk, aktifitas fisik yang rendah dan konsumsi alkohol jangka lama 8 . Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Emilia dkk. menyebutkan bahwa angka
kejadian kanker kolorektal lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini
mungkin disebabkan karena faktor umur, obesitas, kurangnya aktivitas fisik,
diet tinggi lemak dan rendah serat, atau makan makanan yang diawetkan
dan juga penggunaan pewarna sintetik 9
Diagnosis

Prosedur diagnostik yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan kanker


kolorektal adalah pengujian darah samar pada feses, foto kolon dengan
enema barium atau kontras ganda, proctosigmoideoscopy (pemeriksaan
rektum dan sigmoid dengan memasukkan selang berlampu melalui anus),
dan kolonoskopi (pemeriksaan dengan serat optik). Smeltzer & Bare
merekomendasikan pemeriksaan untuk individu dewasa dengan usia 50
tahun ke atas agar melakukan pemeriksaan kolonoskopi setiap 5-10 tahun
serta pemeriksaan feses. Biopsi atau pengambilan sampel jaringan juga dapat
dilakukan sebagai deteksi. Enam puluh persen dari kasus kolorektal dapat
diidentifikasi melalui biopsi atau pengujian feses.
Tata Laksana

Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin. Pilihan dan


rekomendasi terapi tergantung pada beberapa faktor Terapi bedah
merupakan modalitas utama untuk kanker stadium dini dengan tujuan kuratif.
Kemoterapi adalah pilihan pertama pada kanker stadium lanjut dengan
tujuan paliatif. Radioterapi merupakan salah satu modalitas utama terapi
kanker rektum. Saat ini, terapi biologis (targeted therapy) dengan antibodi
monoklonal telah berkembang pesat dan dapat diberikan dalam berbagai
situasi klinis, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan modalitas
terapi lainnya.
Prognosis

Ekspresi protein DCC ( Deleted Colorectal Cancer ) berhubungan dengan


prognosis dari keganasan kolorektal dan kemungkinan akan terjadinya
metastasis karena fungsi protein DCC berkaitan dengan adhesi antar sel, serta
mencegah pertumbuhan, invasi dan metastasis tumor. secara statistik
didapatkan hubungan yang bermakna antara stadium keganasan kolorektal
dan ekspresi protein DCC. Hal ini berarti pada stadium kolorektal yang lebih
awal memiliki lebih besar kemungkinan masih didapatkannya ekspresi protein
DCC. Hasil penelitian ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan
bahwa tidak adanya ekspresi protein DCC ini berhubugan dengan prognosis
yang lebih buruk dan metastasis keganasan kolorektal.
Definisi Hemoroid

Hemoroid adalah pembuluh darah kolateral anal dan perianal yang


berdilatasi, yang menghubungkan sistem portal dan sistem vena kava untuk
mengurartgi tekanan vena yang meninggi dalam pleksus hemoroid
Etiologi

Etiologi masih dihubungkan dengan adanya faktor genetik/keturunan dan


faktor risiko yang ada. Faktor risiko hemoroid antara lain, faktor mengejan
pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih
banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk dijamban sambil
membaca, merokok, dan lainnya), peningkatan tekanan intra abdomen
karena tumor (tumor usus, tumor abdomen, dan lainnya), kehamilan
(disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia
tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan
seks perianal, kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan
buah), kurang olahraga/imobilisasi, cara buang air besar yang tidak benar,
dan lainnya
Klasifikasi

 Derajat 1 : terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal


anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
 Derajat 2 : pembesaran hemoroid yang prolaps, menghilang atau masuk
sendiri ke anus secara spontan.
 Derajat 3 : pembesaran hemoroid yang prolaps, dapat masuk lagi ke
dalam anus dengan bantuan dorongan.
 Derajat 4 : prolaps hemoroid yang permanen. Rentan mengalami
trombosis dan infark
Manifestasi Klinis

Dalam praktiknya, sebagian besar pasien tanpa gejala. Pasien diketahui


menderita hemoroid secara kebetulan pada waktu pemeriksaan untuk
gangguan saluran cerna bagian bawah yang lain waktu
endoskopi/kolonoskopi (teropong usus besar). Pasien sering mengeluh
menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungan dengan gejala rectum
atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungan
dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang
mengalami trombosis. Gejala yang paling sering ditemukan adalah
perdarahan lewat dubur, nyeri, pembengkakan atau penonjolan di daerah
dubur, sekret atau keluar cairan melalui dubur, rasa tidak puas waktu buang
air besar, dan rasa tidak nyaman di daerah bokong.
Patogenesis

Hemoroid dapat disebabkan oleh tekanan abdominal yang mampu


menekan vena hemoroidalis sehingga menyebabkan dilatasi pada vena.
dilatasi tersebut dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Interna (dilatasi sebelum spinter)
 Bila membesar baru nyeri
 Bila vena pecah, BAB berdarah anemia
2. Eksterna (dilatasi sesudah spingter)
 Nyeri
 Bila vena pecah, BAB berdarah-trombosit-inflamasi.
Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang


harus mencakup pemeriksaan perut, pemeriksaan perineum, pemeriksaan
colok dubur, dan anoskopi
Definisi Konstipasi

Konstipasi adalah kondisi di mana feses mengeras sehingga susah dikeluarkan


melalui anus, dan menimbulkan rasa terganggu atau tidak nyaman pada
rektum Konstipasi dapat terjadi pada semua lapisan usia, yang pada
umumnya ditandai dengan frekuensi buang air besar yang rendah (kurang
dari 3 kali dalam satu minggu).
Etiologi

Konstipasi dapat terjadi jika tinja terlalu kering. Jika defekasi ditunda terlalu
lama, dapat terjadi konstipasi. Ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada
normal, H2O yang diserap dari tinja meningkat sehingga tinja menjadi kering
dan keras.
Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh usus),


rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan,
tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat
defekasi, serta eliminasi volume feses sedikit, keras dan kering. Gejala yang
paling umum didapati adalah riwayat berkurangnya frekuensi defekasi.
Patogenesis

Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau
pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer,
penggunaan obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar
penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal. Statis tinja di
kolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan
kegagalan untuk memulai reflek dari rektum yang normalnya akan memicu
evakuasi.
Diagnosis

Diagnosis konstipasi ditegakkan melalui kriteria rome yaitu terdapat dua atau
lebih gejala sebagai berikut:
 BAB kurang dari 3 kali seminggu
 Mengejan pada setidaknya lebih dari seperempat defekasi
 Sensasi buang air besar yang tidak lampias setidaknya lebih dari
seperempat buang air besar.
 Sensasi bab terhambat lebih dari seperempat defekasi.
Hubungan merokok dan alkohol terhadap penyakit pasien

Merokok dan konsumsi alkohol moderat-sering akan menyebabkan kondisi


tubuh mengalami penurunan fungsi yang dikarenakan terakumulasinya zat
patogen dalam tubuh yang akhirnya mempengaruhi keadaan fisiologis
normal dan penurunan imunitas menjadi tidak adekuat sehingga resiko
terkena kanker kolorektal menjadi besar, selain itu merokok dan alkohol juga
dapat mempercepat perkembangan kanker kolorektal menjafdi lebih masif
Hubungan diet kurang serat dan kurang olahraga
terhadap konstipasi

Makanan berserat terbagi atas serat tidak larut air dan serat larut air. Serat
tidak larut air merupakan tipe serat yang menarik air ke usus, membuat feses
menjadi berat dan lunak. Serat jenis ini mempercepat gerakan makanan
melalui saluran pencernaan. Oleh karena itu, serat tidak larut air dapat
mencegah penyakit divertikular, kanker kolon, hemoroid, dan konstipasi.

Olahraga diyakini dapat mempersingkat waktu transit melalui saluran


pencernaan, dengan demikian olahraga dapat meningkatkan evakuasi
feses. Selain itu, kurangnya tonus otot sebagai akibat aktivitas fisik yang tidak
adekuat dapat mengurangi fungsi otot- otot perut dan dasar pelvis untuk
mengeluarkan feses. Oleh karena itu, olahraga dianggap sebagai komponen
penting dari program pencegahan dan pengobatan konstipasi
Hubungan usia dan faktor genetik terhadap sistem
pencernaan
Penuaan yang dialami oleh lansia memungkinkan terjadinya fungsi
anatomis maupun fisiologis diberbagai sistem tubuh, salah satunya
adalah sistem Gastrointestinal (GI). Sistem Gastrointestinal (GI) adalah
jalur pemasokan nutrisi untuk pertumbuhan dan perbaikan sel dengan
melalui proses ingestion, secretion, mixing and propulsion, digestion,
dan absorption terhadap makanan yang masuk. Pada lansia terdapat
penurunan indra perasa atau sense of taste khususnya manis dan asin
serta penurunan sense of smell. Seseorang dapat merasakan makan
dimulut karena memiliki taste bund dan pada lansia taste bund
mengalami penurunan jumlah dan mengalami atropi. Sehingga lansia
mengalami perubahan rasa (disgeusia), kemampuan untuk
merasakan menurun (hypogeusia) dan tidak dapat merasakan
beberapa rasa (ageusia).
Hematokezia

Hematokezia (perdarahan merah segar) lazimnya menandakan sumber


perdarahan dari kolon, meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas
yang banyak juga dapat menimbulkan hematokezia atau feses warna marun.
Dalam kurun dekade waktu terakhir tampaknya pasien akibat perdarahan
saluran cerna meningkat secara signifikan.
Kesimpulan

Pasien tersebut mengalami kanker kolorectal dan diperlukan pemeriksaan


lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai