Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah mengenai Maritime Labour Convention (MLC) 2006 ini dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar. Dalam pembuatan makalah ini tentu ada
hambatan serta halangan, namun dengan adanya dukungan dan kerja sama dari
sesama anggota kelompok, kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik.
Kami berterima kasih kepada Ibu Ir. Hesty Anita Kurniawati, M.Sc. selaku dosen
mata kuliah Peraturan Statutori Departemen Teknik Perkapalan, Fakultas
Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.

Dengan disusunnya makalah ini oleh kelompok kami, kami berharap dapat
memberi manfaat dan menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Maritime
Labour Convention (MLC) 2006 bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa
makalah ini banyak memiliki kekurangan, sehingga kami mengharapkan kritik serta
saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah yang kami buat
ke depannya. Demikian makalah ini kami buat, semoga memberi manfaat kepada
semua pihak.

Surabaya, 16 Maret 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

Maritime Labour Convention (MLC) 2006 ............................................................ 3

2.1 Pengertian Maritime Labour Convention (MLC) 2006............................ 3

2.2 Sejarah Maritime Labour Convention (MLC) 2006 ................................. 4

2.3 Ketentuan Teknis MLC 2006 ................................................................... 6

2.4 Hubungan IMO STCW dan ILO MLC 2006 ......................................... 11

2.5 Hubungan ITF dengan MLC 2006 ......................................................... 13

2.6 Dampak dari Maritime Labour Convention (MLC) 2006........................... 15

2.6.1 Keuntungan Berlakunya Maritime Labour Convention (MLC), 2006 .... 15

2.6.2 Kerugian Berlakunya Maritime Labour Convention (MLC), 2006 ......... 15

2.7 Pemberlakuan Maritime Labour Convention (MLC), 2006 di Indonesia ... 16

2.7.1 Perundang-undangan mengenai Maritime Labour Convention (MLC), 2006


di Indonesia ....................................................................................................... 17

BAB III.................................................................................................................. 19

PENUTUP ............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Maritime Labour Convention (MLC) 2006 ........................................ 3

Gambar 2.2 Lambang International Labour Organization (ILO) .......................... 4

Gambar 2.3 Alur Persetujuan Manual DMLC Part II .......................................... 10

Gambar 2.4 Alur Penerbitan Sertifikat MLC 2006 / SoC MLC 2006 .................. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaut merupakan pekerjaan yang sangat berat karena kondisi kerjanya


berbeda dengan pekerja sektor lainnya, karena pelaut bergerak terus mengarungi
samudera dengan menembus badai, menerjang ombak, hingga hal-hal lainnya
seperti pengusaha yang beroperasi secara illegal, serta tidak melaksanakan regulasi
dan cenderung mengabaikan hak-hak para pekerja. Pekerja di atasnya, yang
berposisi sebagai subyek kondisi kerja tentulah akan sangat terpengaruh dengan
kondisi tersebut, baik fisik maupun mental. Ketika sudah berhadapan dengan badai
atau ombak yang menggunung, pelaut tentunya akan menghadapi konsekuensi yang
berat, yang kemungkinan beresiko untuk nyawanya.

Demi menjamin perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak pelaut di


seluruh dunia, membangun tingkat penerapan bagi negara dan para pemilik kapal
yang berkomitmen untuk menyediakan kondisi kerja dan kehidupan yang layak
bagi pelaut, dan menghindari persaingan yang tidak sehat di kapal, maka
dibutuhkan suatu kesepakatan yang dijadikan pedoman demi terwujudnya hal-hal
tersebut.

International Labour Organization (ILO), menyadari bahwa pelaut adalah


pekerja yang memiliki karakter dan sifat pekerjaan yang berbeda dengan industri
sektor lain. ILO juga menyadari bahwa sesuai dengan survei yang dilakukan
berbagai organisasi, transportasi barang dari satu tempat ke tempat yang lain, dan
dari satu negara ke negara lain 90% dilakukan dengan menggunakan transportasi
laut. Oleh karena itu, para anggota ILO membahas cara meningkatkan
kesejahteraan pelaut melalui ketentuan-ketentuan yang dapat diterima secara
mendunia sehingga ILO membentuk Maritime Labour Convention (MLC) tahun
2006. Dimana kini, Beberapa ketentuan MLC 2006 atau konvensi pekerja maritim
ini sudah tercantum dalam regulasi nasional Indonesia.

1
1.2 Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memperluas wawasan mengenai


Maritime Labour Convention (MLC) tahun 2006 serta pemberlakuannya di
Indonesia berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan fakta yang terjadi di
Indonesia sendiri.

2
BAB II

Maritime Labour Convention (MLC) 2006

2.1 Pengertian Maritime Labour Convention (MLC) 2006

Maritime Labour Convention (MLC) 2006 adalah konvensi yang


diselenggarkan oleh International Labour Organization (ILO) pada tahun 2006 di
Genewa, Swiss. MLC 2006 bertujuan untuk memastikan hak-hak para pelaut di
seluruh dunia dilindungi dan memberikan standar pedoman bagi setiap negara dan
pemilik kapal untuk menyediakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pelaut. Ini
dilakukan karena pelaut bekerja lintas negara sehingga perlu diatur suatu standar
bekerja yang berlaku secara internasional.

Konvensi ini awalnya hanya bersifat anjuran untuk diterapkan oleh semua
pihak yang berkaitan dengan pekerjaan di dunia maritim. Namun, per 20 Agustus
2013, standar MLC 2006 mulai diwajibkan untuk diterapkan, meskipun hingga kini
Indonesia belum meratifikasi MLC 2006. Perjanjian berlaku untuk semua kapal
yang memasuki pelabuhan pihak-pihak dalam perjanjian (negara Port State), dan
juga untuk semua negara yang mengibarkan bendera negara (negara Flag State,
sampai 2013: 50 persen). Gambar 2.1 menunjukkan lambang dari Maritime Labour
Convention (MLC) 2006.

Gambar 2.1 Maritime Labour Convention (MLC) 2006

3
Konvensi ini berisi mengenai seperangkat standar yang komprehensif
berdasarkan konvensi dan rekomendasi kemaritiman yang diadopsi oleh
International Office Convention (ILC) antara 1920 dan 1996.

MLC 2006 merupakan hasil dari negosiasi tripartit oleh wakil dari
pemerintah, pengusaha dan pekerja. Konvensi tersebut menetapkan hak dan
perlindungan yang komprehensif di tempat kerja untuk pelaut di dunia dan
bertujuan untuk mencapai pengaturan pekerjaan yang layak bagi pelaut, dan
mengamankan kepentingan ekonomi dalam persaingan yang adil bagi pemilik kapal
yang berkualitas.

2.2 Sejarah Maritime Labour Convention (MLC) 2006

Para anggota ILO membahas bagaimana meningkatkan kesejahteraan


pelaut melalui ketentuan-ketentuan yang dapat diterima secara mendunia. Karena
International Labour Organization (ILO) menyadari bahwa pelaut adalah pekerja
yang memiliki karakter dan sifat pekerjaan yang berbeda dengan industri sektor
lain. ILO juga menyadari bahwa sesuai dengan survey yang dilakukan berbagai
organisasi, transportasi barang dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu
negara ke negara yang lain 90% dilakukan dengan menggunakan transportasi laut.
Bahwa saat ini lebih dari 1,2 triliun pelaut bekerja untuk mengantarkan barang-
barang tersebut melalui kapal-kapal dimana mereka bekerja. Gambar 2.2
menunjukkan lambang dari International Labour Organization (ILO).

Gambar 2.2 Lambang International Labour Organization (ILO)

4
MLC 2006 ini adalah instrumen hukum yang dibuat oleh Organisasi Pekerja
Internasional (International Labour Organization – ILO) yang diadopsi pada bulan
Februari 2006 di Geneva, Swiss. Sesuai dengan kebiasaan internasional, sebuah
konvensi multilateral tidak dapat diberlakukan seketika, dan menunggu hingga
sejumlah anggota meratifikasi konvensi tersebut.
Sesuai dengan salah satu artikel pada MLC 2006, konvensi ini baru bisa
diberlakukan (come into force) satu tahun setelah 30 negara anggota atau sejumlah
negara yang mewakili 33% gross tonnage armada internasional telah
meratifikasinya.
Pada tanggal 20 Agustus 2012 persyaratan tersebut telah terpenuhi setelah
Rusia dan Philippines meratifikasi konvensi tersebut. Sehingga MLC 2006 dapat
diberlakukan mulai tanggal 20 Agustus 2013. Negara yang telah meratifikasi
tersebut yaitu: Croatia, Bulgaria , Canada, Saint Vincent and the Grenadines,
Switzerland, Benin, Singapore, Denmark, Antigua and Barbuda, Latvia,
Luxembourg, Kiribati, Netherlands, Australia, St Kitts and Nevis, Tuvalu, Togo,
Poland, Palau, Sweden, Cyprus, Russian Federation, Philippines.

Menyusul kemudian negara-negara Eropa lain, yaitu:


1. Finlandia (9 Januari 2013),
2. Malta (22 Januari 2013),
3. Yunani (8 Februari 2013) dan
4. Perancis (28 Februari 2013).

Pada konferensi diplomatik saat di adopsinya MLC 2006, mantan Sekjen


IMO H.E. E.E. Metropoulos (yang saat itu masih menjadi Sekjen IMO), sempat
memberikan tanggapan terhadap MLC 2006 ini sebagai pilar yang ke 4 di sektor
maritim, melengkapi 3 pilar utama instrumen hukum IMO yang telah ada
sebelumnya yaitu: SOLAS 1974, MARPOL 1973/78 dan STCW 1978. E.E.
Metropoulos dalam sambutannya menyampaikan bahwa upaya meningkatkan
keselamatan maritim, keamanan maritim, dan pencegahan pencemaran lingkungan
maritim, IMO telah membuat instrumen yang cukup ketat (stringent) melalui 3
instrumen yaitu SOLAS, MARPOL, dan STCW tersebut. Namun mengingat IMO

5
tidak memiliki kapasitas untuk membuat instrumen hukum yang komprehensive
tntang perlindungan terhadap para pelaut, maka sudah tepat apabila ILO membuat
MLC 2006 ini sebagai instrumen hukum internasional. Diterimanya MLC 2006
tersebut juga menjadi inspirator disahkannya tema Hari Maritim Sedunia (World
Maritime Day) pada sidang Dewan IMO tahun 2009 bahwa pada tahun 2010
dicanangkan sebagai Tahun untuk Pelaut (Year of Seafarers).
Pernyataan mantan Sekjen IMO tersebut mendapat penghargaan yang tinggi
di kalangan negara anggota ILO, sebagaimana pernah diungkap kembali oleh
delegasi ILO yang mengikuti sidang MSC IMO tahun 2010
Miss Cleopatra Doumbia-Henry, Directur International Labour Standards
Department International Labour Office.

2.3 Ketentuan Teknis MLC 2006

Ada 5 tema (klausul) yang dibahas dalam MLC 2006 yang berisi
persyaratan-persyaratan di mana semuanya dibuat untuk melindungi hak pelaut.
Kelima klausul itu adalah:

1. Persyaratan Minimal Pelaut Yang Bekerja Di Kapal

Klausul ini berisi tentang persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh
seorang pelaut seperti persyaratan usia, persyaratan kondisi kesehatan, persyaratan
kompetensi, keahlian, dan training serta persyaratan rekrutmen dan
penempatan. Ringkasnya adalah sebagai berikut:

• Usia Minimal Pelaut: Usia minimal adalah 16 tahun tetapi untuk kerja
malam atau area berbahaya, usia minimal 18 tahun.

• Kondisi Kesehatan: Pelaut harus menyertakan sertifikat kesehatan (medical


report) yang diakui oleh negara bersangkutan.

• Pelatihan: Pelaut harus mendapatkan pelatihan yang berkaitan dengan


pekerjaannya sebelum melaut dan juga harus mendapatkan training
keselematan diri (Personal Safety Training)

6
• Rekutmen atau Penempatan pelaut harus dilakukan dengan menjalankan
prosedur penempatan dan pendaftaran yang baik, adanya prosedur keluhan
dan harus ada kompensasi bila proses rekrutmen gagal.

2. Kondisi Kerja

Klausul ini mengatur tentang kontrak, gaji, dan kondisi kerja pelaut selama
di kapal. Ini mencakup kontrak yang jelas, waktu istirahat, hak cuti, pemulangan ke
negara asal, dan sebagainya. Ringkasnya adalah sebagai berikut:

• Kontrak Kerja: Kontrak harus jelas, legal, dan mengikat

• Gaji: Pelaut Gaji harus dibayar sekurang-kurangnya setiap bulan dan harus
ditransfer secara berkala ke keluarga bila dibutuhkan.

• Waktu Istirahat: Waktu istirahat harus diterapkan sesuai dengan peraturan


negara yang berlaku. Maksimal jam kerja adalah 14 jam dalam sehari atau
72 jam dalam seminggu atau jam istirahat minimal adalah 10 jam dalam
sehari atau 77 jam dalam seminggu. Selanjutnya, waktu istirahat tidak boleh
dibagi menjadi lebih dari 2 periode dimana setidaknya 6 jam waktu istirahat
harus diberikan secara berurutan dalam satu dari dua periode.

• Cuti: Pelaut memiliki hak cuti tahunan serta cuti di daratan.

• Pemulangan: Pemulangan pelaut ke negara asalanya haruslah gratis.

• Kandas/Hilang: Bila kapal hilang atau kandas, pelaut memiliki hak


pesangon.

• Karir: Setiap kapal harus punya jenjang karir yang jelas.

3. Akomodasi, Fasilitas Rekreasi, Makan, dan Katering

Klausul ini berisi tentang hak-hak yang berkaitan dengan makan, akomodasi
dan fasilitas yang wajib diberikan kepada para pelaut. Secara garis besar
persyaratan yang diminta, antara lain:

• Akomodasi: Akomodasi untuk tempat tinggal dan bekerja harus


memperhatikan kesehatan dan kenyamanan pelaut. Ada beberapa
persyaratan minimal ruang tidur, ruang hiburan, dan asrama.

7
• Makan dan Katering: Kualitas maupun kuantitas makanan harus diatur
mengikuti negara sesuai bendera kapal (Flag State). Koki juga harus
memiliki pelatihan yang tepat.

4. Perlindungan dan Perawatan Kesehatan, Kesejahteraan, dan Perlindungan


Keamanan Sosial

• Perawatan Medis di kapal dan di darat: pelaut harus mendapatkan akses ke


fasilitas kesehatan selama di kapal tanpa biaya dan dengan kualitas
pelayanan kesehatan yang sama dengan yang ada di darat.

• Kewajiban Pemilik Kapal: Pelaut harus dilindungi dari dampak keuangan


akibat sakit, cidera, atau kematian yang berhubungan dengan pekerjaan
mereka. Pelaut juga harus tetap mendapatkan gaji setidaknya 16 minggu
semenjak mulai sakit.

• Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja: Lingkungan kerja yang


aman dan higienis harus diberikan selama bekerja maupun istirahat.
Pengukuran tingkat kemanan (identifikasi bahaya dan pengendalian resiko)
harus dilakukan untuk mencegah kecelakaan kerja.

• Akses ke Fasilitas di daratan: Port States harus menyediakan fasilitas


budaya, rekreasi, dan informasi yang cukup di daratan dan semua fasilitas
tersebut terbuka untuk semua pelaut tanpa membedakan ras, kelamin,
agama, dan pandangan politik.

• Kemanan Sosial: Perlindungan sosial harus diberikan ke semua pelaut (hal


ini bergantung pada bendera negaranya).

5. Penerapan dan Pelaksanaan

• Flag states: Flag states (Negara dimana bendera kapal beroperasi)


bertanggung jawab memastikan penerapan aturan untuk kapal yang
menggunakan benderanya. Setiap kapal harus dilengkapi “Certificate of
Maritime Compliance”. Kapal juga diwajibkan memiliki prosedur keluhan
untuk semua kru kapal dan harus menginvestigasi keluhan yang terjadi.

8
• Port States: Port States (negara dimana kapal bersandar) harus melakukan
inspeksi tergantung pada keberadaan “Certificate of Maritime
Compliance”. Bila sertifikat telah dimiliki (dan bendera kapal berasal dari
negara yang telah meratifikasi MLC 2006), maka investigasi hanya
dilakukan sekedar untuk memeriksa adanya indikasi ketidakpatuhan
terhadap standar. Bila kapal belum memiliki sertifikat, maka investigasi
harus dilakukan secara menyeluruh dan harus memastikan kapal telah
memenuhi ketentuan MLC 2006. Dengan demikian, MLC 2006 secara tidak
langsung juga berlaku untuk negara yang belum meratifikasi MLC 2006 bila
mereka ingin berlabuh di negara yang sudah meratifikasi MLC 2006.

• Agen Pelaut: Agen yang menyediakan pekerja untuk kapal juga harus
diinspeksi untuk memastikan mereka menerapkan MLC 2006 (juga
peraturan lain yang terkait keamanan sosial).

Konvensi ini tidak berlaku untuk:

1. Kapal penangkap ikan


2. Kapal yang dibangun secara tradisional
3. Kapal perang atau pembantu angkatan laut, atau
4. Kapal yang biasanya tidak terlibat dalam hal komersial.

Sehubungan dengan pentingnya penerapan MLC, 2006, Biro Klasifikasi


Indonesia (BKI) memberikan jasa konsultasi, inspeksi, dan sertifikasi terhadap
penerapan MLC 2006. Bagi Negara yang telah meratifikasi konvensi MLC 2006,
maka akan diterbitkan Sertifikat MLC 2006 sesuai dengan otorisasi yang diberikan
kepada BKI oleh Negara Bendera. Adapun, untuk Negara yang belum meratifikasi
MLC 2006, maka BKI dapat menerbitkan Statement of Compliance (SoC) MLC
2006.

Berikut adalah prosedur untuk mendapatkan Sertifikat MLC 2006 /


Statement of Compliance (SoC) MLC 2006 dan persetujuan Manual DMLC Part
II:

9
• Persetujuan DMLC Part II
1. Pemilik kapal / Pemohon mengirimkan aplikasi persetujuan DMLC Part II
dan manual DMLC Part II ke BKI.
2. BKI akan mengirimkan formulir persetujuan biaya untuk disetujui pemilik
kapal sebelum melakukan pekerjaan.
3. BKI akan melakukan review kesesuaian DMLC Part II dengan aturan yang
berlaku.
4. Apabila terdapat ketidaksesuaian, BKI akan menginformasikan, untuk
dilakukan perbaikan oleh pemilik/pemohon.
5. Setelah manual dinyatakan memenuhi seluruh aturan Konvensi, maka BKI
akan memberikan persetujuan DMLC Part II. Adapun bagan mengenai alur
persetujuan ini ditunjukkan oleh Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Alur Persetujuan Manual DMLC Part II

• Penerbitan Sertifikat MLC 2006 / SOC MLC 2006


1. Pemilik/Pemohon mengirimkan aplikasi penerbitan Sertifikat MLC 2006 /
Statement of Compliance (SoC) MLC 2006.

10
2. Permohonan penerbitan sertifikat MLC 2006 / SoC MLC 2006 akan
diproses setelah manual DMLC Part II disetujui oleh BKI.
3. BKI akan mengirimkan formulir persetujuan biaya untuk disetujui pemilik
sebelum melakukan pekerjaan.
4. BKI akan melakukan verifikasi pemenuhan DMLC part II dan aturan MLC
2006 di atas kapal.
5. Penerbitan sertifikat MLC 2006 / SoC MLC 2006 dilakukan setelah
verifikasi di atas kapal dinyatakan memenuhi aturan konvensi MLC 2006.
Alur mengenai penerbitan sertifikat MLC 2006 / SoC MLC 2006
ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Alur Penerbitan Sertifikat MLC 2006 / SoC MLC 2006

2.4 Hubungan IMO STCW dan ILO MLC 2006

Maritime Labour Convention (MLC) 2006 adalah instrumen hukum yang


merupakan pilar keempat dalam kebijakan regulasi internasional untuk kualitas
pelayaran, mendukung instrumentasi kundi dari International Maritime
Organization (IMO), yaitu SOLAS 1974, sebagaimana telah diubah, Konvensi
Internasional tentang Standar Pelatihan, Sertifikasi dan Watchkeeping untuk Pelaut,

11
STCW 1978, sebagaimana telah diubah, Konvensi Internasional untuk Pencegahan
Pencemaran dari Kapal oleh MARPOL 1978.

Telah secara luas diketahui bahwa IMO mengadakan Konferensi


Diplomatik di Manila, Filipina, pertengahan tahun 2010 untuk membahas
amandemen STCW. Banyak orang yang tidak mengetahui pada tingkat apa
revisinya dan realitas implementasinya di balik hal tersebut. Untuk meluruskan hal-
hal tersebut mari kita lihat apa yang telah terjadi langkah demi langkah.

Amandemen STCW Manila. Pada 25 Juni 2010, Organisasi Maritim


Internasional (IMO) serta stakeholder utama lainnya dalam dunia industri
pelayaran dan pengawakan global secara resmi meratifikasi apa yang disebut
sebagai "Amandemen Manila" terhadap Konvensi Standar Pelatihan untuk
Sertifikasi dan Tugas Jaga bagi Pelaut (STCW) dan Aturan terkait. Amandemen
tersebut bertujuan untuk membuat STCW selalu mengikuti perkembangan jaman
sejak pembuatan dan penerapan awalnya pada tahun 1978, dan amandemen
selanjutnya pada tahun 1995.

Amandemen Konvensi STCW akan diterapkan melalui prosedur


penerimaan dengan pemahaman yang telah disepakati yang mengisyaratkan bahwa
perubahan tersebut sudah harus diterima paling lambat 1 Juli 2011 KECUALI bila
lebih dari 50% dari para pihak terkait STCW menolak perubahan yang demikian.
Sebagai hasilnya, Amandemen STCW ditetapkan mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 2012.

Tujuan Amandemen STCW, ditunjukkan oleh hal-hal berikut yang


menguraikan perbaikan-perbaikan kunci yang diwujudkan melalui Amandemen
baru, yaitu:

1. Sertifikat Kompetensi & Endorsement-nya hanya boleh dikeluarkan oleh


Pemerintah sehingga mengurangi kemungkinan pemalsuan sertifikat
kompetensi.
2. Pelaut yang telah menjalani pemeriksaan kesehatan sesuai Standar medis
umum untuk pelaut dari satu negara dapat berlaku di kapal yang berasal dari
negara lain tanpa menjalani pemeriksaan medis ulang.

12
3. Persyaratan revalidasi sertifikat dirasionalisasi untuk kepentingan pelaut.
4. Pengenalan metodologi pelatihan modern seperti pembelajaran jarak jauh
dan pembelajaran berbasis web.
5. Jam istirahat bagi pelaut dikapal diselaraskan dengan persyaratan Maritime
Labor Convention ILO/MLC 2006 (Konvensi Buruh Maritim ILO) 2006,
dengan maksud untuk mengurangi kelelahan.
6. Memperkenalkan persyaratan-persyaratan tambahan untuk menghindari
alkohol dan penyalahgunaan zat terlarang.
7. Kompetensi dan kurikulum baru harus terus diperbarui mengikuti
perkembangan teknologi modern dan kebutuhan riil dilapangan.
8. Pelatihan penyegaran dibahas dengan layak dalam konvensi.

Konvensi mengkonsolidasikan dan memperbarui lebih dari 68 internasional


standar ketenagakerjaan maritim. Di mana konvensi tersebut menetapkan hak
pelaut untuk memperoleh kondisi kerja yang layak pada berbagai subjek dan tujuan
yang berlaku secara global, mudah dimengerti, mudah diperbaharui, dan
diberlakukan secara seragam.

Dua dari konvensi maritim sebelumnya direvisi oleh Maritime Labour


Convention (MLC) 2006, adalah Konvensi Makanan dan Katering Awak Kapal
1946 (No. 68), dan Konvensi Sertifikasi Juru Masak Kapal, 1946 (No. 69).
Konvensi No. 68 mewajibkan penyediaan makanan dan persediaan air dengan
memperhatikan ukuran kru, durasi dan sifat pelayaran, yang harus sesuai dengan
kuantitas, nilai gizi, kualitas, variasi, serta pengaturan dan peralatan katering di
setiap kapal sedemikian rupa sehingga memungkinkan pelayanan makanan yang
tepat anggota kru. Konvensi No. 69 mewajibkan para juru masak kapal untuk
memegang sertifikat kualifikasi berdasarkan penyelesaian yang berhasil dari
pemeriksaan yang ditentukan oleh instansi yang berwenang, baik tes praktis
maupun teoritis pada persiapan makanan, penanganan, dan penyimpanan makanan
di kapal. Panduan juga akan berguna bagi Negara-Negara yang telah meratifikasi
Konvensi Nomor 68 dan 69 namun belum meratifikasi MLC 2006.

2.5 Hubungan ITF dengan MLC 2006

13
International Transport Workers’ Federation (ITF) adalah pengembang
utama dalam perkembangan Maritime Labour Convention (MLC) 2006, yang
menetapkan standar minimum yang komprehensif dan dapat dilaksanakan untuk
kondisi kerja dan tempat tinggal para pelaut. International Transport Workers’
Federation (ITF) digambarkan sebagai 'konvensi paling ambisius yang pernah ada,
yang mencakup realitas modern dari kondisi kerja di atas kapal pada abad ke-21 '.
MLC 2006 adalah pilar keempat dalam kekuasaan regulasi kemaritiman bersamaan
dengan SOLAS, MARPOL, dan konvensi STCW.

Perwakilan International Transport Workers’ Federation (ITF), Dave


Heindel menjelaskan bahwa: “Walaupun ITF menyukai konvensi yang sedang
berlaku ini, tetap ada kebutuhan yang jelas untuk melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan dan penegakannya. Kedua Port State Control (PSC) dan inspektur ITF
telah melaporkan berbagai cabang dari Maritime Labour Convention (MLC) 2006.
Itulah sebabnya kami memutuskan agar Seafarers’ Rights International (SRI)
melakukan studi menyeluruh untuk menilai keefektifannya, dan mengidentifikasi
area mana pun yang memerlukan penguatan. Studi itu kemungkinan akan memakan
waktu sekitar dua tahun untuk menyelesaikannya.”

International Transport Workers’ Federation (ITF) menganggap bahwa


Maritime Labour Convention (MLC) 2006 telah melakukan pencapaian yang baik,
di mana semua orang yang mendukungnya menjadi bangga akan kinerjanya.
Namun demi menunjang penegakan dan efektivitas dalam pengerjaannya, tetap
dibutuhkan pemantauan dan pemeriksaan.

Di bawah MLC 2006, ITF memiliki hak, antara lain:

• Mendapat tempat kerja yang aman dan terjamin


• Syarat kerja yang adil
• Kondisi hidup dan kerja yang layak
• Perlindungan sosial, akses terhadap perawatan medis, dan mendapat
perlindungan kesehatan dan kesejahteraan
• Kebebasan berserikat untuk bergabung dengan serikat pekerja
pilihannya dengan menegosiasikan Collective Bargaining Agreement
(CBA) atas nama individu.

14
2.6 Dampak dari Maritime Labour Convention (MLC) 2006

2.6.1 Keuntungan Berlakunya Maritime Labour Convention


(MLC), 2006

Konvensi ini sebenarnya merupakan rangkuman dari konvensi-konvensi


ILO sebelumnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor
maritim (Pelaut).

Di bawah ini merupakan keuntungan dari berlakunya MLC 2006, antara lain
sebagai berikut:

1. Dapat menghindari diskriminasi bagi perusahaan pelayaran Indonesia dan


sebagai persyaratan kerja bagi pelaut Indonesia, khususnya dalam pelayaran
luar negeri.
2. Dapat meningkatan kesejahteraan pelaut di Indonesia dan keselamatan kerja
pelaut.
3. Memberikan perlindungan kerja di bidang maritim.
4. Memberikan perlindungan optimal bagi awak kapal Indonesia dan memperluas
kesempatan kerja bagi awak kapal Indonesia di bidang maritim.
5. Meningkatkan daya saing industri perkapalan Indonesia di industri perkapalan
dunia sekaligus meningkatkan koordinasi di bidang maritim diantara para
stakeholder khususnya pemerintah.

2.6.2 Kerugian Berlakunya Maritime Labour Convention


(MLC), 2006

Kerugian yang ditimbulkan akibat berlakunya konvensi ini adalah


munculnya efek domino. Efek domino ini akan berdampak bagi Indonesia, di mana

15
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia. Seharusnya, Indonesia
menjadi bangsa yang makmur dan disegani. Namun, kenyataannya dengan potensi
sumber daya alam yang melimpah, negara ini seakan tidak berdaya. Apalagi
dibidang industri maritim, roda perekonomian Indonesia lumpuh terpenjara oleh
kepentingan asing. Sehingga, jika berlaku MLC 2006 di Indonesia akan
berpengaruh disektor perekonomian Indonesia. Negara-negara asing akan
melakukan perdagangan di Indonesia dan menguasai potensi laut Indonesia.

2.7 Pemberlakuan Maritime Labour Convention (MLC) 2006


di Indonesia

Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO mengenai Ketenagakerjaan


Maritim tahun 2006 (MLC 2006), yang bertujuan untuk memperkuat perlindungan
terhadap para pelaut dan awak kapal Indonesia, melalui persetujuan bulat dari
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat siding pleno pada Kamis, 8 September 2016.

Pada rapat paripurna yang diselenggarakan oleh DPR, Dede Yusuf, ketua
Komisis IX DPR RI menyampaikan bahwa berdasarkan surat dari Presiden RI
kepada Ketua DPR RI dengan nomor R.23/Pres/04/2016 perihal RUU tentang
Pengesahan Maritime Labour Convention, dengan surat tertanggal 8 April 2016,
Presiden menugaskan Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Perhubungan untuk mewakili
pemerintah dalam membahas RUU tersebut.

Menindaklanjuti surat tersebut, pada 19 Mei 2016 dibentuklah Rapat Badan


Musyawarah DPR RI yang memutuskan bahwa pembahasan mengenai RUU
tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim
2006 diserahkan kepada Komisi IX DPR RI. Sehingga selanjutnya pimpinan
Komisi IX telah menerima surat dari Ketua DPR RI perihal penugasaan RUU
tersebut tertanggal 20 Mei 2016.

Dalam pembuatannya, Komisi IX DPR RI melaksanakan:

1. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Tenaga Kerja


Maritim pada tanggal 25 Agustus 2016.

16
2. Rapat Kerja (raker) dengan pemerintah pada 5 September 2016.

Maka proses peratifikasian MLC 2006 di Indonesia pun telah selesai per
tanggal 8 September 2016, dimana pada saat itu pula, Negara yang telah
meratifikasi Konvensi Ketenagakerjaan Maritim ini mencapai 79 Negara anggota
ILO dan total tonnase kapal dunia telah mencapai 91%.

2.7.1 Perundang-undangan mengenai Maritime Labour


Convention (MLC), 2006 di Indonesia

Maritime Labour Convention 2006¸disahkan di Indonesia dan diratifikasi


pada tanggal 6 Oktober 2016 melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 2016
mengenai Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi
Ketenagakerjaan Maritim, 2006).

Secara umum, beberapa peraturan perundang-undangan nasional Indonesia


telah sesuai dengan substansi Maritime Labour Convention, 2006, antara lain
sebagai berikut:

o Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;


o Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO
Conuention No. 105 concerning the Abolition of Forced Labour
o Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO
Conuention No. 138 concerning Minimum Age for Admission to
Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk
Diperbolehkan Bekerja) ;
o Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO
Conuention No. 111 concerning Discimination in Respect of
Emplogment and Occupation (Konvensi ILO mengenai Diskriminasi
dalam Pekerjaan dan Jabatan);
o Undang-Undang Nomor l Tahun 2000 tentang Pengesahan 1LO
Conuention Nomor 782 concerning the Prohibition and Immediate
Action for Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi

17
ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak);
o Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
o Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO
Conuention No. 81 concerning Labour Inspection in Industry and
Commerce (Konvensi ILO No. 81 mengenai Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan) ;
o Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
o Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2OO4 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional;
o Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengesahan ILO
Conuention No. 185 conceming Reuising the Seafarers' Identitg
Documents Conuention, J958 (Konvensi ILO No. 185 mengenai
Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958); dan 11.
o Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Sebenarnya peraturan yang sesuai dan selara dengan MLC 2006 telah
banyak diratifikasi dan disahkan oleh Pemerintah Indonesia, pengesahan MLC
2006 di Indonesia ini sendiri sebagai dalih memudahkan pekerja laut Indonesia
untuk bekerja di Negara asing yang mewajibkan menggunakan tenaga kerja yang
berasal dari Negara yang menggunakan MLC 2006 sebagai landasan
ketenagakerjaan di bidang maritim.

18
BAB III

PENUTUP

Maritime Labour Convention (MLC) 2006 merupakan konvensi yang


bertujuan untuk memastikan hak-hak para pelaut di seluruh dunia dilindungi dan
memberikan standar pedoman bagi setiap negara dan pemilik kapal untuk
menyediakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pelaut dengan standar yang
berlaku secara internasional. Konvensi ini merupakan instrumen hukum yang
dibuat oleh Organisasi Pekerja Internasional (International Labour
Organization – ILO) yang diadopsi pada bulan Februari 2006 di Geneva, Swiss dan
merupakan pilar keempat dalam regulasi kemaritiman. Dalam pembentukannya,
MLC 2006 memiliki hubungan dengan IMO STCW dan ITF karena masing-masing
memiliki keterkaitan baik dalam hal ketenagakerjaan.

Terdapat 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan Maritime


Labour Convention (MLC) 2006, di mana sebelumnya perusahaan juga harus
mendapatkan Sertifikat MLC 2006 / Statement of Compliance (SoC) MLC 2006
dan persetujuan Manual DMLC Part II.

Pemberlakuan konvensi ini memang memberikan dampak berupa


keuntungan dan kerugian, di mana keuntungan tersebut didapatkan oleh perusahaan
kapal maupun pelaut, sedangkan kerugian tersebut berupa efek domino yang akan
berdampak pada industri maritim.

Di Indonesia pun, telah dilakukan perlindungan untuk hak-hak para pelaut


dan awak kapalnya, melalui persetujuan bulat dari Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) saat sidang pleno pada Kamis, 8 September 2016. Sebenarnya, peraturan
yang sesuai dan selara dengan MLC 2006 telah banyak diratifikasi dan disahkan
oleh Pemerintah Indonesia, dan berfungsi sebagai dalih untuk memudahkan pekerja
laut Indonesia untuk bekerja di Negara asing yang mewajibkan menggunakan
tenaga kerja yang berasal dari Negara yang menggunakan MLC 2006 sebagai
landasan ketenagakerjaan di bidang maritim.

19
DAFTAR PUSTAKA

Biro Klasifikasi Indonesia. MLC. Diambil dari: http://www.bki.co.id/pagestatis-


60-msc-lang-id.html (diakses pada 16 Maret 2018, pukul 10.15)

Dirhamsyah, S.E. Amandemen STCW 2010: Apa yang Anda Perlu Ketahui.
Diambil dari: http://wirabahari.blogspot.co.id/2012/01/amandemen-stcw-
2010-apa-yang-perlu-anda.html (diakses pada 7 Maret 2018, pukul 23.40)

Humas Laut,Departemen perhubungan RI. 2016. Lindungi Pelaut Indonesia,


Konvensi MLC 2006 Akhirnya Diresmikan Menjadi Undang-Undang.
Diambil dari: http://hubla.dephub.go.id/berita/Pages/Lindungi-Pelaut-
Indonesia,-Konvensi-MLC-2006-Akhirnya-Diresmikan-Menjadi-Undang-
Undang.aspx (diakses pada 16 Maret 2017, pukul 17.00)

International Labour Office (ILO). (2014). Guidelines on the Training of Ship’s


Cooks. Geneva: International Labour Office (ILO).

International Transport Workers’ Federation.ITF Announces MLC


Implementation and Enforcement Study. Diambil dari:
http://www.itfglobal.org/en/news-events/press-releases/2016/april/itf-
announces-mlc-implementation-and-enforcement-study/(diakses pada 8
Maret 2018, pukul 20.50)

International Transport Workers’ Federation. What are My Rights under MLC?


Diambil dari: http://www.itfseafarers.org/MLCrights.cfm (diakses pada 8
Maret 2018, pukul 20.55)

Konsultan ISO. Pengantar Maritim Labour Convention (MLC) 2006.


Diambil dari: http://konsultaniso.web.id/maritim-labour-convention-mlc-
2006/ pengantar-maritim-labour-convention-mlc-2006/ (diakses pada 16
Maret, pukul 08.35)

Kurniawati, H. A. (2014). Statutory Regulations. Surabaya: ITS

20
Pattiselano, S. Indonesia Perlu Meratifikasi ILO Convention 188. Diambil dari:
https://indonesiana.tempo.co/read/109250/2017/03/17/psonny/indonesia-
perlu-meratifikasi-ilo-convention-188 (diakses pada 7 Maret 2018, pukul
23.40)

Seafarers’ Right International (SRI). Maritime Labour Convention (MLC).


Diambil dari: http://seafarersrights.org/seafarers-subjects/maritime-labour-
convention-mlc/ (diakses 7 Maret 2018, pukul 23.35)

Singh, B. A Guide to Maritime Labour Convention (MLC) 2006 for Maritime


Professionals. Diambil dari: https://www.marineinsight.com/maritime-
law/a-guide-to-maritime-labour-convention-mlc-2006-for-maritime-
professionals/ (diakses pada 8 Maret 2018, pukul 20.15)

Supriyono, Hadi. Sekilas Maritime Labour Convention 2006 (MLC 2006). Diambil
dari: http://hadisupriyono.blogspot.co.id/2013/ 05/sekilas-maritime-labour-
convention-2006.html (diakses pada 19 Maret 2018, pukul 18.15)

Tim Wikipedia. Maritime Labour Convention. Diambil dari:


https://en.wikipedia.org/ wiki/Maritime_Labour_Convention (diakses pada
7 Maret 2018, pukul 23.30)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pengesahan


Maritime Labour Convention 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim
2006).

Wati, Salmah. Kepentingan Pemerintah Tidak Meratifikasi MLC 2006. Diambil


dari: http://ifma.or.id/kepentingan-pemerintah-tidak-meratifikasi-mlc-006/
(diakses pada 16 Maret 2018, pukul 10.00)

21

Anda mungkin juga menyukai