Anda di halaman 1dari 6

Kasus Dilema Etik V

Ners Sony bekerja di sebuah rumah sakit dan tinggal di daerah pedesaan. Saat di rumah dia
melakukan praktik dengan menerima pasien dari masyarakat sekitarnya. Semakin lama
pasiennya bertambah banyak. Saat praktik dia memberikan pengobatan sesuai dengan
pengalamannya saat bekerja di rumah sakit. Pada suatu hari datang Tn. Ahmad dengan keluhan
mual, muntah, pusing, dan hipertermi. Ners Sony kemudian memberikan injeksi dan obat kepada
pasien. Setelah 2 jam di rumah, Tn. Ahmad mengalami kejang dan tidak sadarkan diri. Keluarga
panik dan akan melaporkan Ners Sony ke polisi. Bagaimana proses penyelesaian kasus etik tsb?
Gunakan teori etika & tahapan proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian dilema etis
tersebut!

Pembahasan
Praktek keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada
dalam praktik perawat. Pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kritis
seorang perawat, sama dengan semua aspek keperawatan. Perawat perlu memahami hukum
untuk melindungi hak pasien dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum,
tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat atau pasien
harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.
Prinsip legal dan etis meliputi prinsip otonomi, berbuat baik, keadilan, tidak merugikan,
kejujuran, menepati janji, kerahasiaan, akuntabilitas dan informed consent. Semua prinsip
tersebut harus ada pada seorang perawat yang profesional, sehingga dalam pelayanannya
melakukan asuhan keperawatan untuk pasien itu sesuai dengan standar dan pasien nantinya akan
merasakan hak-haknya dipenuhi dengan baik sebagai seorang pasien baik itu di Rumah Sakit
atau pelayanan kesehatan lain (Blais, Hayes, Kozier & Erb, 2007).
Setiap perawat akan melakukan tindakan keperawatan baik itu di Rumah Sakit maupun diluar
Rumah Sakit, harus menyampaikan informasi yang benar dan jujur kepada pasien, seperti efek
yang akan ditimbulkan ketika pasien mendapat tindakan keperawatan tertentu dan berapa lama
suatu obat bekerja. Pada kasus diatas, Ns. Sony melakukan tindakan keperawatan memberikan
obat. Pemberian obat merupakan salah satu tindakan medis yang dimiliki oleh dokter untuk
kategori jenis obat yang diberikan, namun untuk pelaksanaannya adalah perawat yang
melakukan pemberian obat tersebut, baik itu oral, perenteral, suppositoria dan yang lainnya.
Menurut Guy (2010), perawat harus menyampaikan informasi yang benar dan jujur kepada
pasien terkait dengan tindakan atau resiko yang akan dialami oleh pasien, tidak dianjurkan
seorang perawat atau tenaga medis lainnya menyampaikan informasi yang tidak benar bahkan
sampai menakut-nakuti pasien dan keluarga dengan harapan mereka mau atau tidak mau
dilakukan tindakan medis atau keperawatan, disesuaikan dengan situasi dan kasus yang ada.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap langkahnya,
termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul.
Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya
menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan
keperawatan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati. Memahami
masalah etika, hukum, dan sosial untuk menyelesaikan masalah dalam praktek sangat penting
untuk melayani pasien, keluarga, dan masyarakat dengan aman serta perawatan kesehatan yang
efektif (Badzek, Laurie, Henaghan, Turner, Martha, & Rita, 2013).
Menurut Chattopadhyay, S. (2012), setiap dokter dan perawat harus peduli dan tahu betapa
pentingnya untuk menginformasikan pasien tentang diagnosis dan prognosis dari penyakit serta
pilihan pengobatan. Karena dengan pasien yang tahu kondisinya akan bisa dengan mudah diajak
untuk ikut peran serta dalam proses penyembuhan dan tindakan baik medis maupun paramedis
yang dijalaninya.
Secara legal etik, setiap tindakan yang dilakukan pada pasien harus diberikan informasi dan
dilakukan penandatanganan formulir yang disebut sebagai informed consent.Informed
consent adalah pengakuan atas hak autonomy pasien, yaitu hak untuk dapat menentukan sendiri
apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya. karenanya tidak hanyainformed consent yang kita
kenal, melainkan juga informed refusal. Doktrin informed consent mensyaratkan agar
pembuat consent telah memahami masalahnya terlebih dahulu (informed) sebelum membuat
keputusan (consent atau refusal) (Iserson, 2014).
Dengan demikian, informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa
yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dan aspek hukum bukanlah
suatu perjanjian antara dua pihak melainkan ke arah persetujuan sepihak atas tindakan yang
ditawarkan pihak lain. Dengan demikian cukup ditandatangani oleh pasien atau walinya.
Sebelum ners sony melakukan tindakan, pasien juga harus benar-benar mendapatkan informasi
yang benar serta tidak membahayakan pasien, dalam hal ini Tn. Ahmad. Hal tersebut sesuai
dengan nilai keadilan (justice) dan tdak membahayakan (beneficience). Apalagi tindakan yang
dilakukan ners Sony salah satunya yaitu pemberian obat. Nama obat dan kegunaan serta efek
sampingnya harus pasien ketahui dengan baik.
Informed consent dirumuskan sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis
yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai
upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala
resiko yang mungkin terjadi (Badzek, Laurie, Henaghan, Turner, Martha & Monsen, 2013).
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur
meliputi keterbukaan informasi yang cukup diberikan, dokter atau tenaga kesehatan lain yang
berkompeten dalam memberikan informasi tersebut dan persetujuan dari pasien dengan sukarela
(tanpa paksaan atau tekanan). Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia
tidak mengenal dan melaksanakan informed consent karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan
pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau
keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai
beberapa fungsi sebagai berikut:
Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia.
Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
Menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Persetujuan tersebut bisa dilakukan secara lisan ketika tindakan medis yang dilakukan kepada
pasien bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, sedangkan persetujuan tertulis
dilakukan ketika pasien akan dilakukan tindakan medis yang mempunyai resiko besar dan
sebelumnya pihak pasien dan keluarga harus memperoleh informasi yang cukup tentang tindakan
medis tersebut, sesuai dengan Permenkes RINo.290/Menkes/PER/III/2008 pasal 3 ayat 1.
Adapun persetujuan yang bersyarat, dilakukan pasien melalui syarat, misalnya pasien yang akan
disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda
menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki akuntabilitas
terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup
kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu
dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan baik aspek moral
atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia (Sudrajat, 2009).
Profesi perawat juga telah memiliki aturan tentang kewenangan profesi, yang memiliki dua
aspek, yaitu kewenangan material dan kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak
seseorang memperoleh kompetensi dan kemudian ter-registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin
perawat (SIP). Sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada
perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja (SIK)
bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara
perorangan atau kelompok. (Permenkes 148, 2010).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan
diantaranya yaitu kesalahan pemberian obat. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat
yang beredar metode pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya
kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat diberikan kepada pasien
yang tidak tepat, kesalahan mempersiapkan konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian.
Beberapa kesalahan tersebut akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan
kematian (Garmel, 2013).
Contoh kasus diatas sudah jelas, bahwa dalam hal ini Tn. Ahmad dan keluarga yang merasa
dirugikan dengan tindakan yang dilakukan oleh ners Sony dalam melakukan asuhan keperawatan
mandiri dirumah. Tidak hanya memberikan informasi secara baik dan benar terkait obat atau
tindakan lain misalnya sebelum diberikan kepada pasien, tetapi riwayat terkait alergi terhadap
suatu obat juga perlu ditanyakan, barangkali hal ini yang belum ners Sony lakukan kepada Tn.
Ahmad. Karena bisa jadi kejang yang dialami Tn. Ahmad merupakan efek samping setelah obat
diberikan dan ternyata pasien atau Tn. Ahmad alergi terhadap obat tersebut.
Riwayat kesehatan pasien atau Tn. Ahmad juga perlu dilakukan anamnesa, tidak menutup
kemungkinan jika Tn. Ahmad juga mempunyai penyakit yang akan kambuh pada kondisi-kondisi
tertentu dengan faktor penyebab yang kita atau pihak keluarga belum mengetahuinya secara
pasti. Bisa jadi kejang yang muncul tersebut merupakan efek dari kambuhnya penyakit yang
dialami Tn. Ahmad, bukan karena efek obat yang diberikan oleh ners Sony atau akibat dari
tindakan keperawatan yang sudah dilakukan.
Proses pengkajian yang dilakukan dengan baik, meliputi anamnesa baik itu langsung maupun
tidak langsung, akan membuat tindakan perawatan atau penanganan yang dilakukan terhadap
pasien akan lebih baik. Data pengkajian yang detail dan spesifik akan memberikan gambaran
lebih kepada perawat dalam hal ini yang akan memberikan asuhan keperawatan untuk lebih teliti
dalam mengambil keputusan, tindakan apakah yang sebaiknya diberikan kepada pasien dengan
memperteimbangkan banyak nilai, moral, keyakinan dan segi kesehatan itu sendiri. Pemahaman
tentang kebutuhan pasien juga akan menginisiasi perawat untuk memberikan proses keperawatan
(Lachman, 2012).
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap langkahnya,
termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul.
Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya
menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan
keperawatan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan dihormati. Memahami
masalah etika, hukum, dan sosial untuk menyelesaikan masalah dalam praktek sangat penting
untuk melayani pasien, keluarga, dan masyarakat dengan aman serta perawatan kesehatan yang
efektif (Badzek et al, 2013).
Hubungan perawat dengan pasien serta tenaga kesehatan lain dapat dilihat dari pelayanan
praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau ilmu keperawatan. Pada
praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik etik, disiplin dan
hukum. Seorang perawat dapat memegang teguh prinsip atau nilai-nilai yang mendasari praktik
keperawatan itu sendiri, yaitu membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal,
membantu meningkatkan autonomi pasien dalam mengekspresikan kebutuhannya, perawat
mendukung martabat kemanusiaan dan berlaku sebagai advokat bagi pasien serta menjaga
kerahasiaan pasien.
Perawat pada dasarnya harus mempunyai kompetensi khusus dan pengetahuan terkait dengan
hukum legal dan etik keperawatan. Kompetensi khusus yang dimaksud disini yaitu perawat
melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional atau SPO yang
sudah ada di Rumah Sakit. Hal ini bersifat sebagai payung hukum ketika terjadi sesuatu atau hal-
hal yang tidak diinginkan (Nikolaos, 2014).

Anda mungkin juga menyukai